Ceritasilat Novel Online

Memburu Iblis 5


Memburu Iblis Karya Sriwidjono Bagian 5




   "Gadis kecil, kau tidak lupa kepadaku, bukan? Aku adalah guru Ang-leng Kok jin yang kau kuburkan disana itu." kakek itu berkata sambil menunjuk ke dalam lobang yang telah terbuka itu. Lalu sambungnya lagi,

   "Sekarang katakan dengan terus terang kepadaku. Apakah muridku itu memberikan sesuatu benda kepadamu? Maksudku... sebuah buku dan sebutir mutiara pusaka sebesar jagung, sebelum dia mati?" Yakinlah Tui Lan sekarang bahwa Tiauw Kiat Su memang sengaja menjebaknya ke tempat ini atas suruhan Giok-bin Tok-ong. Hanya gadis itu tidak tahu, ada hubungan apa antara pemuda itu dengan Giok-bin Tok-ong sehingga pemuda itu rela melaksanakan perintah iblis tua tersebut?

   "Saudara Tiauw! Di manakah guruku?" gadis itu tidak menjawab pertanyaan Giok-bin Tok-ong, sebaliknya malah bertanya kepada Tiauw Kiat Su.

   "Hei! Kau jangan menakut-nakuti aku dengan nama gurumu, ya? Gurumu tidak berada di sini, hahaha. Ayoh, sekarang jawab saja pertanyaanku tadi! Apakah muridku itu menitipkan sebuah buku dan mutiara pusaka kepadamu?"

   "Jawab dulu pertanyaanku! Dimanakah guruku?" Tui Lan tetap tidak mengacuhkan pertanyaan Giok-bin Tok-ong, dan tetap terus mendesak Tiauw Kiat Su. Entah mengapa, tiba-tiba timbul keberanian gadis itu. Hilang semua ketakutan dan kengeriannya terhadap Giok-bin Tok ong. Dan seperti yang telah dikatakannya tadi, pada saat-saat terakhir ternyata ia benar-benar hendak melawan semua lawannya sampai titik darah yang penghabisan. Melihat ketenangan gadis itu, ternyata Tiauw Kiat Su menjadi terpengaruh juga. Kegugupannya menjadi hilang.

   "Maaf, nona Han. Kau jangan terburu-buru marah dulu kepadaku. Aku memang belum membawamu ke tempat gurumu, karena gurumu itu telah berada jauh dari daerah ini bersama dengan pamanku. Maksudku, sebelum kita menempuh perjalanan yang amat jauh itu, lebih dulu aku mengajakmu kesini untuk menemui Lo-Cianpwe ini. Lo-Cianpwe ini ingin sekali bertemu denganmu."

   "Guruku pergi bersama pamanmu yang bernama Tung-hai Nung-jin itu? Kemana mereka pergi?"

   "Pulang ke teluk Po-hai!"

   "Kau bohong lagi?"

   Tiauw Kiat Su tersenyum, sehingga menambah ketampanannya.

   "Tidak, nona cantik. Aku berkata sebenarnya..." katanya dengan suara manis.

   "Hei! Hei! Berhenti! Jangan pacaran di depanku, tahu? Kau bisa tidak kebagian nanti!" Giok-bin Tok-ong berteriak menengahi pembicaraan mereka. Lalu kakek itu membentak Tui Lan lagi.

   "Hei, gadis kecil! Lekaslah kau jawab pertanyaanku tadi! Apakah kau dititipkan sebuah buku dan sebutir mutiara oleh muridku itu?" Tui Lan terdiam tak bisa menjawab. Timbul perang batin di dalam hati gadis itu. Ada keinginan untuk mengembalikan saja buku dan mutiara itu kepada yang empunya. Bukankah benda-benda pusaka itu memang milik Giok-bin Tok-ong? Tapi di lain pihak, bila teringat akan kejahatan dan kebengisan kakek tampan itu terhadap sesama manusia, hati Tui Lan menjadi tidak rela. Ingin rasanya memusnahkan saja buku itu, biar berkurang "pegangan" jago tua yang maha sakti itu.

   "Hei! Kenapa kau diam saja? Apakah kau ingin digeledah dan ditelanjangi di tempat ini, heh?" kakek tampan itu berteriak lagi. Lalu ketika dilihatnya gadis itu tetap diam saja tak menjawab, ia membentak kearah Tiauw Kiat Su.

   "Kiat Su! Telanjangi dia!"

   "Lo-Cianpwe, ja-jangan... kasihan dia..." Pemuda yang biasanya juga senang bertindak brutal itu menolak.

   "Goblok! Kalau begitu, biarlah aku sendiri yang menelanjanginya!"

   "Lo-Cianpwe, jangannnn...!" Tiauw Kiat Su mencoba menghalangi maksud orang tua itu.

   "Plaaak! Bluuung!" Hanya dengan satu gerakan kecil saja pemuda yang amat lihai itu ternyata sudah terpental jatuh oleh gebrakan Giok-bin Tok-ong. Selanjutnya, sekali saja tubuh kakek tampan itu berkelebat, maka di lain saat baju luar dan sedikit baju dalam di bagian punggung Tui Lan telah terlepas dengan paksa. Sehingga sebagian dari punggung Tui Lan yang putih bersih itu menjadi terbuka.

   "Aaaiiih!" gadis itu menjerit, karena bagaimanapun juga ia berusaha mengelak, tangan iblis tua itu tetap juga dapat mengenainya.

   "Kurang ajar! Iblis tua yang tidak tahu malu!" tiba-tiba terdengar suara makian disertai berkelebatnya seorang lelaki muda mendatangi. Semuanya menoleh.

   "Kau...?" Tui Lan dan Tiauw Kiat Su berdesah hampir berbareng, begitu melihat pemuda kurus yang ada di restoran tadi telah berada di depan mereka.

   "Orang tua! Lepaskan gadis itu!" Pemuda kurus itu menggeram ke arah Giok-bin Tok-ong. Semula kakek tampan itu memang kaget melihat kedatangan lawannya yang amat mendadak itu. Tapi begitu menyaksikan bahwa yang datang cuma seorang pemuda kurus, yang tampaknya belum tahu siapa dirinya, maka kakek itu lantas tertawa menghina.

   "Bocah tak tahu diri! Tampaknya kau tadi malam bisa meloloskan diri dari tanganku di Lembah Dalam itu. hehe...! Dan sekarang kau kemari seorang diri hendak menuntut balas atas kematian teman-temanmu itu, hah?"

   "Iblis tua! Jadi kaukah yang membunuh ratusan pendekar di palung jurang itu? Hmmh, lega benar hatiku sekarang..." tiba-tiba pemuda kurus itu menarik napas lega. Tentu saja Giok-bin Tok-ong menjadi heran melihat sikap pemuda itu.

   "Hei, kenapa kau? Mengapa kau menjadi lega malah?" teriaknya tak mengerti.

   "Aku menjadi lega karena ternyata bukan akulah pembunuhnya...!" pemuda itu berkata sambil menengadahkan kepalanya ke atas. Wajahnya berseri-seri. Giok bin Tok-ong mengerutkan keningnya, lalu menoleh ke arah Tui Lan dan Tiauw Kiat Su berganti-ganti. Kakek itu tampaknya menjadi bingung dan tak mengerti akan sikap pemuda itu.

   "Ah, kau bisa meloloskan diri dari tanganku, tapi... kini kau tampaknya telah menjadi gila malah!" Giok bin Tok-ong mencemooh. Sementara itu Tui Lan juga menjadi bingung pula hatinya. Dilihatnya kedua orang itu, si pemuda kurus dan Giok bin Tok-ong.

   "Benar-benar belum saling mengenal sebelumnya. Kalau begitu, siapakah yang memborgol pemuda kurus itu kemarin?"

   "Wah, celaka! Malam-malam begini sudah ketemu orang gila pula!" Giok bin Tok-ong menggerutu, lalu memutar tubuhnya kembali ke arah Tui Lan dan tidak mengacuhkan lagi kepada si pemuda kurus.

   "Ayoh.! Mana benda-benda itu?" hardiknya lagi kepada Tui Lan.

   "Jangan hiraukan orang tua itu, nona! Kau pergilah saja dari tempat ini! Lekas! Biarlah kuhadapi sendiri iblis tua ini!" Pemuda kurus itu tiba-tiba menyela kembali.

   "Bocah gila! Pergilah kau dari sini! Aku paling pantang membunuh orang gila!" Giok-bin Tok-ong berbalik lagi dan berseru dengan gusarnya.

   "Dia memang sudah gila, Lo-Cianpwe! Kalau tidak, masakan dia berani berlaku sombong di depanku dan di depan Lo-Cianpwe. Hmmh, Lo-Cianpwe tak perlu turun tangan sendiri! Biarlah Siauwte saja yang mengenyahkannya..." tiba-tiba Tiauw Kiat Su berdiri dan melangkah ke depan pemuda kurus itu.

   "Bagus! Bagus! Bolehkah aku ikut menghajarnya, tuan muda?" A Cang yang sedari tadi diam saja mendadak juga ikut berbicara pula. Matanya kelihatan geram memandang lawannya itu.

   "Nanti saja kalau dia sudah kulumpuhkan. Kau boleh berbuat sesukamu terhadap dia." Tiauw Kiat Su menjawab dengan suara yang amat memandang rendah kepada lawannya. Sebaliknya pemuda kurus itu kelihatan mendongkol juga menyaksikan kecongkakan Tiauw Kiat Su dan kacungnya.

   "Hmmm, Tiauw Kiat Su... Meskipun kau belum pernah mengenal aku, tapi aku sudah mengenal semua keluargamu. Kau jangan coba-coba melawan aku, karena pamanmu si Tung-hai Nung-jin itu saja tak menang menghadapi aku. Pergilah!" katanya menahan geram. Tiauw K iat Su mengerutkan dahinya.

   "Kau jangan membual dan mencoba menakut-nakuti aku. Huh, siapakah kau?" bentaknya marah. Tangannya terkepal.

   "Namaku Liu Yang Kun! Ayah dan pamanmu sudah tahu siapa aku." Pemuda kurus yang tidak lain memang Liu Yang Kun itu menjawab tenang. Pengakuan Liu Yang Kun itu ternyata benar-benar mengejutkan Tiauw Kiat Su dan Giok-bin Tok-ong! Tiauw Kiat Su kaget karena ia pernah diberitahu oleh ayah dan pamannya, bahwa adiknya pernah berhubungan dengan seorang pemuda yang bernama Yang Kun (baca: Pendekar Penyebar Maut). Sedangkan Giok-bin Tok ong terperanjat karena teringat akan cerita Bu-tek Sin-tong tentang seorang pemuda bernama Chin Yang Kun, yang di dalam 'Buku Rahasia' tercatat pada urutan yang ketujuh.

   "Kurang ajar! Jadi engkaukah pemuda yang telah berani menggoda dan memikat Tiauw Li Ing itu?" Tiauw Kiat Su menggeram marah.

   "Hei? Namamu Liu Yang Kun atau Chin Yang Kun?" Giok-bin Tok-ong menegaskan dengan suara tinggi. Liu Yang Kun tidak mempedulikan kemarahan Tiauw Kiat Su. Sebaliknya pemuda kurus itu lalu berdiri menghadapi Giok-bin Tok-ong.

   "Kau pernah mendengar namaku pula?" katanya kepada kakek tampan itu. Lalu sambungnya lagi," Tentang namaku, kau boleh menyebut yang mana saja. Bagiku she Chin atau she Liu adalah sama saja. Sebab ayahku adalah she Liu, tapi sejak kecil, aku telah menjadi anak angkat keluarga Chin..."

   "Oh, jadi engkaulah yang ditulis pada urutan ketujuh di dalam Buku rahasia itu?" Sekejap Liu Yang Kun tampak bingung. Tapi sesaat kemudian pemuda itu lalu tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya.

   "Ah, kelihatannya orang tua kerdil itu telah mempengaruhimu pula dengan ceritanya yang aneh-aneh..."

   "Jadi kau juga sudah ditemui pula oleh Bu-tek Sin-tong itu?"

   "Bu-tek Sin-tong? Siapakah dia?" Liu Yang Kun atau Chin Yang Kun bertanya bingung.

   "Orang tua kerdil itu! Dia kunamakan Bu-tek Sin-tong, karena bentuknya yang seperti anak-anak, namun kesaktian dan kepandaiannya benar-benar tidak terlawan oleh anak-anak kecil yang manapun juga."

   "Oh, kalau orang tua itu yang kau maksudkan, aku memang pernah bertemu dengannya. Tapi kejadian itu sudah berlangsung tiga tahun yang lalu..."

   "Ketika kau membunuh Hek-eng-cu?" Tiba-tiba Liu Yang Kun menjadi tegang. Matanya seolah-olah menyala di dalam kegelapan malam yang telah melingkupi jurang itu. Tampaknya pemuda tersebut tidak suka peristiwa tentang Hek-eng-cu itu diungkat-ungkat kembali.

   "Jangan sebut-sebut hal itu lagi!" pemuda itu membentak.

   "Hei? Mengapa...? Mengapa aku tak boleh menyebutkannya? Apakah karena Hek-eng-cu itu pamanmu atau bekas gurumu sendiri? Kau tidak ingin disebut sebagai anak durhaka, begitu!" Giok-bin Tok-ong berteriak pula dengan tidak kalah garangnya.

   "Bangsat! Tampaknya selain kejam, jahat dan suka menghina wanita, kau memang layak untuk dibungkam mulutmu sepanjang masa!" Liu Yang Kun menggeram marah, lalu meloncat menerjang orang tua itu. Tapi Tiauw Kiat Su yang sudah bersiap-siap itu segera mencegatnya. Terdengar suara mendesing ketika kipas besarnya secara mendadak menyambar ke arah perut Liu Yang Kun!

   "Kurang ajar! Sudah kuperingatkan tapi kau tetap juga membandel! Kau memang patut diberi pelajaran supaya jera!" Liu Yang Kun berseru, lalu tangan kanannya menyambar ke depan, menyongsong kedatangan kipas itu.

   "Whuuusl Bress!" Jari-jari tangan pemuda itu menghantam kipas Kiat Su!

   "Auugh...!?!" Tiauw Kiat Su menjerit kesakitan ketika tiba-tiba kipasnya "pecah' dan lempengan-lempengan baja tipis itu membalik mengenai lengan dan pahanya. Kontan pemuda congkak itu 'mendekam' di atas tanah dan dari kedua buah pahanya mengalir darah segar dengan derasnya! Untunglah lempengan-lempengan kipas itu tidak mengenai perut dan dadanya, sehingga jiwanya masih dapat ditolong.

   "Siauwya...!" A Cang cepat menghambur untuk menolongnya. Tui Lan terbelalak. Demikian pula dengan Giok-bin Tok-ong. Mereka sungguh tidak mengira kalau tenaga dalam Liu Yang Kun ternyata sedemikian dahsyatnya. Tanpa mengenakan alas apapun ternyata pemuda itu berani membentur kipas baja yang amat tajam itu. Dan hasilnya, justru kipas itulah yang hancur berantakan ketika bentrok dengan jari-jarinya!

   "Hei! Kau memang pantas menduduki urutan ke tujuh. Tapi kau jangan lekas lekas bergembira dahulu, sebab yang akan kau hadapi sekarang adalah aku, yang berada tiga tingkat di atasmu, hehehe..." Giok-bin Tok-ong membuka mulutnya sambil tertawa. Seperti halnya para ahli silat tinggi, kakek itu menjadi amat gembira bila berjumpa dengan lawan yang "berat".

   "Persetan dengan Buku Rahasia itu! Aku tidak akan percaya pada urut-urutan nama itu sebelum aku membuktikannya sendiri! Dan aku juga tidak peduli apakah namaku tercantum atau tidak di dalam buku itu. Yang penting adalah orangnya. Meskipun namaku tidak tercantum di dalam buku itu, tapi kalau aku bisa mengalahkanmu, apa mau dikata?" Liu Yang Kun menyahut dengan suara tinggi.

   "Bagus! Pendapat itu benar-benar cocok dengan hatiku.Nah, kalau begitu kita tak perlu banyak omong lagi. Ayoh kita tentukan, siapa yang lebih tinggi diantara kita ini!" Selesai bicara iblis tua itu lalu menerjang Liu Yang Kun. Dengan jari-jari terbuka seperti cakar garuda, orang tua itu mencengkeram ke arah pundak dan serangkum udara berbau amis ikut berhembus ke arah hidung Liu Yang Kun.

   Dengar tangkas pemuda itu menghindar ke kiri. Kemudian berbareng dengan itu tubuhnya berputar ke kanan, seraya menjulurkan kaki kanannya ke depan dalam jurus Liong-ong-sao-tee (Raja Naga Menyapu Tanah). Kaki itu menyerang kedua lutut lawannya! Jurus itu sebetulnya tidak istimewa, namun kecepatan dan kekuatannyalah yang sangat mendebarkan hati Giok-bin Tok-ong. Kaki pemuda itu rasa-rasanya lalu berubah menjadi puluhan banyaknya dan angin yang amat dingin tiba-tiba saja terasa menebar, menyentuh kulit Giok-bin Tok-ong, sehingga kakek itu hampir menggigil karenanya. Hembusan hawa amis yang keluar dari tangan Giok bin Tok-ong tadi segera punah dihantam gelombang udara dingin itu.

   "Bagus!" kakek tampan itu memuji, lalu menggeliat menghindari kaki lawannya. Tapi betapa kagetnya kakek itu ketika kaki lawannya itu menjadi bertambah panjang dan tetap mengejarnya! Tak ada jalan lain lagi bagi kakek itu selain menangkis serangan kaki tersebut dengan siku tangannya!

   "Bresssssssssss!" Liu Yang Kun terjengkang dan kemudian jatuh terduduk. Sedangkan Giok-bin Tok-ong yang mempunyai posisi yang tidak atau kurang menguntungkan itu terlempar ke belakang, sehingga membentur dinding jurang! Keduanya sama-sama terluka bagian dalam tubuhnya. Hanya saja tampaknya kakek tampan itu lebih parah bila dibandingkan dengan Liu Yang Kun.

   "Bangsat kecil...! Aku benar-benar telah berlaku sembrono menghadapi engkau! Seharusnya sejak semula aku menyadari bahwa kau adalah orang yang juga ikut terdaftar dalam Buku Rahasia!" Giok-bin Tok-ong menggeram seraya mengusap darah yang menetes dari mulutnya.

   "Hmmh! Akupun tak menyangka orang setua kau masih juga mampu menahan tendanganku, huk..." Liu Yang Kun berkata pula sambil berludah. Ludah yang telah bercampur dengan sedikit darah pula. Sementara itu Tui Lan dan Tiauw Kiat Su benar-benar bergetar hatinya menyaksikan gebrakan pertama yang sangat mendebarkan itu. Mereka sungguh merasa sangat kecil bila diperbandingkan dengan kedua jago sakti itu. Dan bagi Tiauw Kiat Su, apa yang telah dilihatnya itu benar-benar menggugah kesadarannya. Ternyata semua yang dipelajarinya dan dimilikinya selama ini belumlah apa apa bila dibandingkan dengan kepandaian pemuda kurus itu. Beberapa saat kemudian pertempuran antara Giok-bin Tok-ong dan Liu Yang Kun itupun berlangsung pula dengan sengitnya.

   Mula-mula mereka masih mengandalkan ketangkasan dan ketrampilan kaki-tangan mereka, yang dilandasi ginkang serta lweekang mereka. Namun setelah beberapa jurus lamanya mereka belum juga dapat mengatasi lawannya, keduanya lalu meningkatkan kemampuan masing-masing dengan ilmu andalannya. Sambil memukul dan menyerang, berulang kali Giok-bin Tok-ong membuka dan menutup telapak tangannya. Dan didalam arena pertempuran itupun segera tersebar bau wangi, busuk, kecut, amis dan lain sebagainya. Dan setiap bau tersebut ternyata mempunyai pengaruh sendiri-sendiri. Ada yang begitu terhisap membuat kepala menjadi pening. Ada yang membikin mata menjadi mengantuk. Ada pula yang mengakibatkan seluruh urat-urat di dalam tubuh menjadi lemas.

   Malahan ada pula yang begitu terhisap membuat orang menjadi hilang kesadarannya. Sebaliknya dari bibir Liu Yang Kun yang terkatup rapat itu tiba-tiba terdengar suara desis yang amat tajam, menyerupai desis ular kobra yang sedang marah! Dan selanjutnya hawa dingin yang tadi telah membuat Giok-bin Tok-ong kedinginan, menjadi berlipat ganda lagi dinginnya! Begitu dinginnya arena itu sehingga rasa-rasanya telah terjadi badai salju di dalam jurang itu! Tapi yang sangat menderita adalah Tui Lan, Tiauw Kiat Su dan A Cang. Ketiga orang yang sebenarnya juga bukan orang sembarangan itu ternyata tidak tahan menerima hantaman gelombang udara dingin, yang bercampur dengan bau-bauan berbahaya itu. Dengan tubuh dan perasaan yang tidak keruan, mereka beringsut menjauhi arena pertempuran itu.

   "Gila! Orang itu betul-betul gila! A Cang, ayolah gendong aku keluar dari tempat ini!" Tiauw Kiat Su yang terluka pahanya itu mengeluh.

   "Nanti kita kembali lagi setelah pemuda itu dapat dijinakkan oleh Giok-bin Tok-ong." Demikianlah ketiga orang itu melihat pertempuran tersebut dari kejauhan. Tui Lan agak lebih baik keadaannya dari pada Tiauw Kiat Su dan A Cang. Dengan Po-tok-cu yang tersimpan di dalam sakunya gadis itu terbebas dari pengaruh racun yang disebar oleh Giok-bin Tok-ong. Namun demikian gadis itu tidak terbebas dari pengaruh udara dingin yang menghembus dari tubuh Liu Yang Kun. Sementara itu pertempuran antara dua jago silat kelas tinggi itu benar-benar semakin dahsyat dan mengerikan. Liu Yang Kun yang masih muda itu telah mengeluarkan ilmu andalannya, Kim-coa ih-hoat yaitu sebuah ilmu silat aneh dan mengerikan.

   Dengan Liong-cu i-kangnya yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan, pemuda itu mempermainkan sendi-sendi tulangnya, sehingga pemuda itu dapat bergerak lemas seperti sebuah boneka dari karet tangan dan kakinya bisa memanjang dan memendek sesuka hatinya sementara sambungan siku dan lututnya dapat ditekuk ke muka dan ke belakang pula tanpa kesukaran. Dapat dibayangkan betapa repotnnya Giok-bin Tok-ong menghadapi ilmu lawannya yang masih sangat muda itu. Tubuhnya terpaksa jatuh bangun menghindari gerakan lawan yang luar biasa aneh dan tak lumrah manusia itu. Padahal serangan udara dingin itu benar-benar amat melelahkan tubuhnya, sehingga hampir saja kakek Iblis itu menjadi putus asa karenanya. Untunglah ketika mendapatkan waktu untuk bernapas, kakek itu memperoleh kesempatan untuk mengeluarkan senjata andalannya.

   "Dhuaaaaaaaar...!" Sebuah ledakan yang maha dahsyat membuat Liu Yang Kun terlempar jauh tinggi ke udara, untuk kemudian seperti layang-layang putus pemuda itu jatuh kembali ke atas tanah.

   "Brrrug!" Pemuda itu jatuh berdebam di atas tanah.Tapi dengan tangkas pemuda itu bangkit kembali. Dari sudut bibirnya menetes darah segar. Tubuhnya sedikit terhuyung-huyung dan pakaiannya sekarang menjadi compang-camping akibat ledakan itu. Namun demikian kulit tubuhnya tetap utuh tak kurang suatu apa sehingga diam-diam Giok-bin Tok-ong merasa heran dan takjub juga. Selama ini tak seorangpun bisa hidup, apalagi masih utuh badannya, terkena senjata pek lek-tan (peluru-petir) kepunyaannya itu.

   "Lblis tua...! Kau benar-benar keji dan licik luar biasa. Tak heran ratusan pendekar persilatan itu telah mati di tanganmu. Hmm.. untunglah aku yang terkena senjata peledakmu itu.Kukira kalau orang lain akan hancur berserakan dihantam pelurumu itu," Liu Yang Kun menggeram dengan suara terengah-engah. Bagaimana pun hebat dan kuat tenaga dalamnya, namun ledakan peluru lawannya tadi benar benar menggoncangkan tubuhnya dan melukai bagian dalam badannya.

   "Anak iblis! Anak setan! Tampaknya kau mempunyai ilmu kebal Tiat-poh-san sehingga kulitmu menjadi liat dan tulangmu menjadi keras seperti besi. Tapi pertempuran ini belumlah selesai. Peluruku masih banyak dan aku tak percaya ilmu kebalmu dapat bertahan terus terusan." Giok-bin Tok-ong menantang dengan suara penasaran. Sementara itu, melihat keadaan Liu Yang Kun itu, Tui Lan menjadi terharu dan tak sampai hatinya. Bagaimana pun juga pemuda itu datang untuk menolong dia. Maka tanpa memikirkan keselamatan dirinya lagi, Tui Lan lalu berlari menghampiri Liu Yang Kun.

   "Taihiap! Kau jangan mempertaruhkan jiwamu hanya untuk menolong aku. Tinggalkan saja aku di sini! Biarlah kakek itu membunuh aku"" gadis itu memohon dengan suara sungguh-sungguh. Liu Yang Kun terkejut melihat gadis yang hendak diselamatkannya itu ternyata belum juga pergi meninggalkan jurang itu. Kini dengan keadaan dirinya yang sudah terluka dalam itu si gadis malah datang mendekati dia. Bagaimana pula dia harus menyelamatkan gadis itu?

   "Nona...! Kenapa kau belum juga meninggalkan tempat ini? Pergilah cepat selagi aku masih bisa menghalanginya!" Liu Yang Kun membentak.

   "Tidak! Aku tidak akan pergi kalau Liu Taihiap tidak mau pergi."

   "Hahaha...! Jangan bermimpi kalian bisa meninggalkan aku! Kalian berdua harus mati di tempat ini. Nah, bersiaplah...!" Giok-bin Tok-ong cepat menghentikan perdebatan mereka, sementara tangannya telah mempersiapkan sebutir peluru pek-lek-tan lagi.

   "Nona! Cepatlah kau lari dari tempat ini! Cepat...!" di dalam kegelisahan dan kekhawatirannya Liu Yang Kun berteriak ke arah Tui Lan.

   "Tidaaaak! Aku tidak mau meninggalkan Liu Taihiap!" sebaliknya Tui Lan juga menjerit dan kemudian malah menghambur datang, serta memeluk badan pemuda yang sedang mati-matian menolongnya itu. Dan gadis itu sama sekali juga tidak peduli lagi kalau tubuh atasnya yang nyaris terbuka itu akan terlihat oleh orang lain. Mendadak badan Liu Yang Kun bergetar dengan hebatnya! Tenaga sakti Li-ong-cu-i-kang yang berada di dalam tubuh pemuda itu tiba-tiba bergolak dengan dahsyatnya, sehingga pemuda itu sendiri menjadi kewalahan mengendalikannya. Otomatis hawa dingin yang melancar dari tubuh pemuda itupun semakin menjadi berlipat-ganda pula dahsyatnya. Namun anehnya, darah yang mengalir di dalam tubuh pemuda itu sebaliknya justru menjadi panas malah! Begitu panasnya sehingga pemuda itu menjadi kegerahan dibuatnya.

   "Nona, kau... kau pergilah! Ja-jangan peluk a-aku! Sangat ber-ber-bahaya...! Kau... kau ooh!" seperti orang yang sedang mabuk Liu Yang Kun mencoba menasehati Tui Lan agar menjauhi dirinya. Matanya semakin lama semakin merah dan hampir tak mau lekang dari leher yang jenjang serta punggung yang mulus kepunyaan Tui Lan itu. Tapi gadis itu sama sekali tak menyadari akan datangnya bahaya yang lain' itu karena semakin tidak tahan menghadapi hawa dingin yang melanda udara di sekitarnya, gadis itu justru semakin melekatkan tubuhnya ke badan Liu Yang Kun yang panas. Gadis itu baru menjadi kaget ketika Liu Yang Kun yang dipeluknya itu tiba-tiba menggeram hebat, lalu... balas memeluk dirinya, dan...menciumi leher serta punggungnya yang terbuka itu dengan penuh nafsu!

   "Ini... ini... oh, Taihiap... kau... Kau kenapa?" Tui Lan menjerit dan meronta-ronta. Kulitnya merinding. Namun seperti seekor binatang buas yang kelaparan, Liu Yang Kun terus saja menerkam dan tak mau melepaskan mangsanya, Tui Lan. Sifatnya yang halus dan suka menolong tadi seketika menjadi hilang, dan tiba-tiba saja berubah menjadi buas tak terkendalikan lagi. Untunglah sebelum semuanya menjadi terlanjur, serangan dari Giok-bin Tok-ong datang menyelamatkannya.

   "Siuuuutt..." Serangkum angin beracun mendahului jari-jari Giok-bin Tok-ong yang menotok kearah ubun-ubun Liu Yang Kun dan bau busukpun segera menyebar menusuk hidung. Meskipun sedang "lupa diri", ternyata Liu Yang Kun tidak lupa akan keselamatan dirinya. Melihat dirinya dalam ancaman bahaya, otomatis tangannya melepaskan tubuh Tui Lan, kemudian menyongsong serangan lawannya dengan kekuatan penuh.

   "Phlaaaaaakh! Phlaananakh!"

   Kedua telapak tangan mereka yang penuh sinkang itu bertemu di udara! Suaranya nyaring menggetarkan udara malam di dalam jurang itu! Dan akibatnya sungguh hebat sekali! Masing-masing terpental balik dengan kuatnya, bagaikan dua buah bola karet yang saling berbenturan di udara, untuk kemudian jatuh bergulingan di atas tanah! Meskipun tidak berada langsung pada garis pukulan kedua orang sakti itu, namun karena Tui Lan tadi juga berada di dalam arena pertempuran tersebut, maka dia juga ikut terkena sambar angin pukulan mereka pula. Bahkan seperti dihempaskan oleh hembusan badai yang amat kuat, tubuh gadis itu ikut terlempar pula ke arah yang berbeda. Walaupun demikian, ketika bangun kembali, dan melihat tubuh Liu Yang Kun tergeletak tidak jauh dari tempatnya gadis itu segera berlari menubruknya.

   Lupa sudah gadis itu akan perangai Liu Yang Kun yang menakutkan dan mendirikan bulu-roma tadi. Kali ini keadaan Liu Yang Kun tampaknya benar-benar amat parah. Dari mulut dan hidung itu tampak keluar darah. Tapi dengan demikian 'kebuasan' yang tadi tampak dengan tiba-tiba 'menguasai" jiwa pemuda itu justru menjadi lenyap malah! Kini pemuda itu kelihatan normal kembali. Malah ketika melihat Tui Lan datang menubruknya, pemuda itu segera bangkit pula dengan tertatih-tatih. Kemudian ketika dilihatnya Giok-bin Tok-ong juga terkapar di atas dan sedang berusaha untuk bangun pemuda itu bergegas menarik lengan Tui Lan untuk dibawa pergi meninggalkan tempat itu. Pemuda itu masih melihat bahaya yang mengancam jiwa mereka, karena di telapak tangan iblis tua itu masih tergenggam peluru pek-lek-tan itu.

   Dan secara tidak sengaja pemuda itu berjalan menuju palung jurang yang dinamakan orang Lembah Dalam itu. Namun sungguh tidak beruntung bagi mereka, karena malam itu langit amat cerah, bintang bertaburan, dan bulanpun bersinar dengan terangnya, sehingga jurang itu menjadi terang-benderang pula sampai ke sudut-sudutnya. Apalagi saat itu tidak ada kabut yang melintas di dalam jurang itu. Oleh karena itu, meskipun mereka berdua telah jauh meninggalkan arena tersebut, tetap saja dapat dilihat oleh Giok-bin Tok-ong yang juga sudah "siuman" dari getaran pukulan Liu Yang Kun. Dengan menahan geram iblis tua itu mengumpat dan terhuyung-huyung mengejar mereka. Tangan kanannya teracung keatas, siap untuk melontarkan Pek-lek-tan yang tergenggam di dalam tangannya.

   "Cepat, nona! Kita turun ke dalam palung jurang itu! Kita bersembunyi di sana..." Liu Yang Kun berbisik dengan suara tegang. Biarpun dengan amat sukar, karena dua-duanya memang telah menderita luka dalam, namun ternyata mereka dapat juga menuruni tebing terjal itu. Tapi ketika mereka sudah hampir mencapai dasar palung, tiba-tiba Tui Lan yang keadaan tubuhnya agak lebih baik daripada Liu Yang Kun melihat Giok-bin Tok-ong sudah mencapai puncak tebing itu pula. Malah dari atas iblis tua itu melemparkan peluru Pek-lek-tan yang ada ditangannya ke bawah, kearah mereka.

   "Liu Taihiap, awaaasss...!" gadis itu memekik kuat-kuat. Liu Yang Kun juga melihat bahaya itu! Dengan sigap lengannya menyambar pinggang Tui Lan, Kemudian menghentakkan kakinya untuk meloncat sejauh-jauhnya ke samping agar terhindar dari letusan peluru Pek-lek-tan lawannya itu.

   "Wuuuttt! Bhhaaaaarr...!" Peluru itu lewat di samping mereka kemudian jatuh ke tanah di dasar palung itu dengan kerasnya!

   Terdengar suara ledakan menggelegar yang mengguncangkan seluruh isi palung jurang tersebut, sehingga batu-batu kecil tampak berguguran ke bawah, seperti sebuah bukit yang mau runtuh saja layaknya. Dan berbareng dengan itu tercium pula bau busuk yang amat keras dari lobang bekas ledakan tersebut. Dan bau tersebut benar-benar mengganggu pernapasan mereka. Biarpun telah meloncat menghindar namun hembusan angina yang diakibatkan oleh ledakan itu tetap saja melemparkan mereka sampai tiga tombak jauhnya dari tempat mereka semula. Untunglah dasar palung jurang tersebut sudah mereka capai tadi, sehingga mereka tidak terhempas dari tempat yang tinggi ketika ledakan itu terjadi. Namun bau busuk itu masih tetap saja membuat pening kepala mereka berdua.

   "Bangsat! Jangan lari kalian...! Ayoh, terimalah sebutir Pek-lek-tan lagi!" melihat korbannya masih bisa lolos, Giok-bin Tok-ong berteriak penasaran. Kemudian sambil mengeluarkan sebutir Pek-lek-tan lagi, kakek itu bergegas menuruni tebing mengejar kedua muda-mudi itu.

   Tapi karena kakek itu pun juga sudah terluka pula, maka gerakannya juga tidak lebih cepat daripada Liu Yang Kun maupun Tui Lan. Liu Yang Kun dan Tui Lan berjalan tersaruk-saruk melangkahi gundukan makam yang Berpuluh-puluh banyaknya itu sementara agak jauh di belakang mereka Giok-bin Tok-ong dengan jalannya yang juga terhuyung-huyung itu, tampak berusaha mengejar mereka. Namun karena Liu Yang Kun harus melawan rasa peningnya, apalagi ia harus "setengah menyeret" bebannya, yaitu Tui Lan, maka jarak diantara merekapun juga semakin dekat pula. Sehingga ketika pemuda itu telah berada di mulut gua yang dimasuki oleh Tui Lan kemarin, jarak diantara mereka sudah cukup bagi Giok-bin Tok-ong untuk melemparkan peluru mautnya.

   "Liu...Liu Taihiap, dia...dia telah berada di belakang kita!" Tui Lan berdesah dengan suara serak karena gelisah dan takutnya.

   "Gila! Iblis tua itu benar-benar sulit dilawan, terutama senjata peledaknya...!" Liu Yang Kun berdesah khawatir pula. Khawatir terhadap keselamatan Tui Lan.

   "Hahaheheh...! Mau lari kemana lagi kalian sekarang? Nih, terima lah sebutir Pek-lek-tan lagi untuk meledakkan tubuh kalian berdua, hehehe..." kakek itu mengejek seraya mengayunkan tangannya yang mencengkeram peluru mautnya.

   "Ssssiiiiiinngg...!" Tapi pada saat yang bersamaan, tiba-tiba di depan Liu Yang Kun dan Tui Lan berkelebat dua sosok bayangan, yang dengan cepat berusaha melindungi mereka dari keganasan peluru Pek-lek-tan itu. Dan dua sosok bayangan tersebut adalah Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai dan Hong-liu-kun Yap Kiong Lee. Masing-masing mengerahkan pukulan udara kosongnya untuk mengembalikan senjata maut itu.

   "Pangeran...!" Yap Kiong Lee masih sempat menyapa Liu Yang Kun, sementara Souw Thian Hai hanya melemparkan senyumnya saja kepada pemuda itu.

   "Aaah!" Liu Yang Kun memekik kecil begitu mengenali kedua orang itu. Tapi di lain saat otaknya segera teringat kembali akan bahaya yang mengancam mereka semua. Oleh karena itu teriaknya kuat-kuat,

   "Awaaas! Benda itu akan meledak! Hindarilah dia jauh-jauh! Cepaaaattt...!" Peluru maut itu terpental balik terkena dorongan angin pukulan Souw Thian Hai dan Yap Kiong Lee. Tapi hal itu justru mempercepat ledakan peluru maut tersebut!

   "Dhuaaaar...!" Sekali lagi tempat itu digetarkan oleh suara ledakan yang maha dahsyat. Dan empat orang yang berada di dekat ledakan itupun segera terlempar ke udara, untuk selanjutnya jatuh kembali ke atas tanah dengan luka dalam yang cukup parah. Untunglah dalam kesempatan yang amat mendesak tadi Liu Yang Kun cepat mendorong tubuh Tui Lan sekuatnya, sehingga waktu ledakan itu terjadi, Tui Lan telah terlempar menjauhi arena. Meskipun demikian tubuh gadis itu masih terguncang juga dengan hebatnya. Souw Thian Hai yang terhempas oleh daya ledakan peluru Pek-lek-tan itu jatuh ke tanah dalam posisi tetap berdiri!

   Namun demikian seluruh pakaian yang ia kenakan telah hancur compang-camping. Tidak ada luka yang menggores kulit dan daging pendekar sakti itu, tapi dari sudut bibirnya tampak menetes darah segar. Sungguh amat berbeda dengan keadaan Yap Kiong Lee. Jagoan nomer satu dari kota raja itu ternyata lebih parah keadaannya daripada Souw Thian Hai. Selain terbanting ke tanah dengan pakaian yang compang-camping, pendekar itu ternyata terus tergeletak dan tak bisa bangun kembali. Dari mulut dan hidungnya mengalir darah yang cukup banyak pula. Tapi yang paling parah adalah Liu Yang Kun! Tiga kali terhempas oleh ledakan Pek-lek-tan itu benar-benar membuatnya tak berdaya. Pemuda sakti itu lalu pingsan begitu tubuhnya terbanting di atas tanah. Sebaliknya yang paling ringan adalah Tui Lan.

   Selain rasa pening dan getaran yang mengguncangkan isi dadanya itu, gadis itu hampir tidak mengalami luka dalam yang berarti. Hanya saja hembusan angin ledakan itu ternyata juga masih mampu menyobek-nyobek pakaian yang masih tersisa di badannya, meskipun juga tidak separah yang lain. Tui Lan terhempas di dekat mulut gua itu bersama dengan tubuh Liu Yang Kun. Dan ketika gadis itu bangkit berdiri, terasa buku pemberian Ang-leng Kok-jin itu terjatuh dari sakunya yang telah bolong. Gadis itu bergegas memungutnya. Namun gadis itu menjadi heran melihat ada empat buah buku di bawah kakinya! Dalam keadaan bingung dan tergesa-gesa, gadis itu segera mengambil saja semuanya. Lalu dengan maksud untuk segera menyelamatkan diri dari kejaran Giok-bin Tok-ong, gadis itu lalu buru-buru menyeret tubuh Liu Yang Kun masuk ke dalam lobang gua itu.

   "Bangsat! Jangan lari...!" Giok-bin Tok-ong berseru dan mempersiapkan sebutir Pek-lek-tan lagi. Tapi dengan gagah perkasa Souw Thian Hai berdiri menghalanginya.

   Sambil mengerahkan Ang-pek-sinkang (tenaga sakti Merah dan Putih) ke ujung jari-tangannya, pendekar sakti itu mengayunkan tangannya menyilang ke depan. Dan sekejap kemudian selarik sinar berwarna kemerahan melesat dari ujung jari tangan tersebut, menuju kearah perut Giok-bin Tok-ong! Bukan main terkejutnya iblis tua itu! Meskipun tubuhnya telah menderita luka dalam yang cukup parah, namun sebagai orang yang memiliki kesaktian tinggi, orang tua itu dengan cepat bisa melihat ilmu Souw Thian Hai yang berbahaya itu! Orang tua itu berusaha mengelak sebisanya! Tapi karena dia juga tidak ingin kehilangan Tui Lan dan Liu Yang Kun, maka sedapat-dapatnya pula ia membidik lobang gua tersebut dengan peluru Pek-lek-tan yang digenggamnya! Maka dalam waktu yang hampir bersamaan, beberapa hal telah berlangsung dengan cepatnya!

   "Siiiiiinnng!" peluru maut itu meluncur kearah sasarannya.

   "Ssrrrrt!" sinar merah yang keluar dari ujung jari tangan Souw Thian Hai itu 'memotong' ujung lengan baju Giok-bin Tok-ong, kemudian 'mengiris' pula lembaran baju yang menutup perut orang tua itu beserta sedikit kulit dagingnya juga, sehingga yang terakhir ini tampak meringis kesakitan.

   "Dhuuuuuaaaaaarr...!" pek-lek-tan yang meluncur masuk ke dalam lobang gua itu meledak dengan hebatnya. Begitu dahsyatnya ledakan peluru Pek-lek-tan yang masuk ke dalam lobang kecil itu, sehingga dinding tebing di mana lobang gua itu berada tampak bergetar dengan hebatnya! Dan sejenak kemudian terdengar suara gemuruh, ketika tembok tebing yang tinggi itu longsor ke bawah! Suasana di tempat itupun lantas seperti neraka! Debu mengepul tinggi! Dan suara hiruk-pikuk yang memekakkan telinga!

   Sementara batu-batuan sebesar gajah tampak melayang berjatuhan ke bawah, bersama dengan ratusan ton batu kerikil dan tanah! Souw Thian Hai cepat menyambar tubuh Hong-liu-kun Yap Kiong Lee dan membawanya lari dari tempat itu. Dengan tangkas pendekar sakti itu berlari ke tebing yang lain, kemudian merayap keluar dari Lembah Dalam yang amat mengerikan itu. Giok-bin Tok-ong yang tidak menyangka bahwa senjata peledaknya bisa meruntuhkan dinding tebing tinggi itu, menjadi ketakutan akhirnya. Dengan sekuat tenaga yang masih tersisa pada dirinya, orang itu terpincang-pincang pula melarikan diri. Sambil terbatuk-batuk akibat debu yang tebal itu Giok-bin Tok-ong mati-matian merayapi tebing terjal tersebut. Beberapa kali kakinya tergelincir, sehingga tubuhnya kembali melorot turun. Namun demikian, orang tua itu tidak menjadi putus-asa.

   Ketakutan akan terkubur hidup-hidup di dasar palung itu membuatnya mampu menaiki tebing terjal tersebut. Sementara itu neraka di dalam palung jurang itupun berlangsung terus hingga selesai. Debu yang tersebar tampak membubung tinggi mencapai awan. Dan akhirnya, hampir separuh dari palung yang disebut orang dengan Lembah Dalam, dimana ratusan pendekar persilatan menemui ajalnya dan dikuburkan pula itu, kini tampak hampir rata dengan dasar jurang itu. Souw Thian Hai meletakkan tubuh Yap Kiong Lee di atas sebuah batu besar, lalu menonton tebing longsor tersebut dari kejauhan. Lima orang pengawal Yap Kiong Lee yang menunggu di tempat itu cepat menyongsongnya. Semuanya terperanjat melihat keadaan pemimpin mereka yang tergolek diam diatas batu itu.

   "Souw Taihiap! Ada apa dengan Yap Taihiap ini?" mereka berseru dengan suara khawatir. Dan semuanya menatap wajah Souw Thian Hai yang lusuh, kotor dan penuh debu itu dengan pandang mata heran. Apalagi menyaksikan pakaian Souw Thian Hai yang hancur itu.

   "Saudara Yap menderita luka dalam karena terkena ledakan senjata seseorang. Cepatlah kalian bantu memulihkan tenaganya dengan saluran sinkang saudara..." Souw Thian Hai berkata datar serta agak sendu. Ada sepercik penyesalan di dalam dada pendekar ini karena tak mampu menolong Pangeran Liu Yang Kun tadi.

   "Uuuhh...! Saudara Souw, dimanakah Pangeran Yang Kun tadi? Apakah beliau selamat?" tiba-tiba Yap Kiong Lee menggeliat dan bertanya dengan suara serak. Souw Thian Hai berpaling. Dipandangnya sahabatnya itu dengan wajah penuh penyesalan.

   "Maaf, saudara Yap. Aku gagal menyelamatkannya. Iblis tua itu benar-benar lihai sekali. Aku tak mampu menjinakkan senjata peledaknya, sehingga Pangeran Yang Kun... terkubur di dasar palung itu bersama teman gadisnya."

   "Aaah!" Yap Kiong Lee berseru kecewa sekali. Hilang sudah bayangan kegembiraan Kaisar Han di hatinya. Sebaliknya pendekar istana itu tak berani membayangkan, apa jadinya bila berita itu nanti didengar oleh Baginda Kaisar Han.

   "Pangeran Yang Kun terkubur di bawah reruntuhan tanah longsor itu?" anggota Sha-cap mi-wi yang siang tadi memberi laporan tentang Pangeran itu berseru kaget pula.

   "Sudahlah...! saudara Yap, kau tak perlu bersedih hati! Semuanya memang diluar kemampuan kita. Lihat saja, kau terluka parah dan akupun menjadi sedemikian rupa! Hancur seluruh pakaianku...eh?!" tiba-tiba Souw Thian Hai tersentak kaget. Kedua tangannya sibuk mencari kesana-kemari antara pakaiannya yang telah compang-camping.

   "Kau kehilangan sesuatu, saudara Souw?" Yap Kiong Lee bertanya dengan kening berkerut.

   "Celaka...! buku-buku itu telah hilang!" Souw Thian Hai berseru tertahan.

   "Buku-buku...? Buku apakah itu?" Pendekar sakti itu menghela napas panjang. Matanya memandang palung jurang yang kini telah hampir rata dengan tanah itu.

   "Buku-buku pusaka peninggalan Bit-bo-ong (Si Raja Kelelawar) almarhum, tampaknya telah terjatuh dari sakuku dan ikut terkubur di dalam palung itu..." katanya pasrah.

   "Bit-bo-ong yang sangat terkenal pada ratusan tahun yang lalu?" salah seorang dari anggota Sha-cap mi-wi itu menegaskan dengan kaget.

   "Kau pernah mendengar nama itu?" Souw Thian Hai menoleh dan bertanya.

   "Tentu saja, Souw Taihiap. Siapakah yang tak pernah mendengar nama tokoh hitam yang sangat terkenal itu? Demikian termashurnya tokoh itu sehingga namanya telah beberapa kali dipakai oleh anak muridnya untuk menghidupkan kembali masa kejayaannya." Orang itu menjawab.

   "Hanya saja yang sangat membingungkan hati kami adalah mengapa buku peninggalan iblis terkenal itu berada pada Souw Taihiap?" Souw Thian Hai menunduk lesu. Raut wajahnya tak menunjukkan kegembiraan ketika menjawab pertanyaan itu.

   "Iblis itu masih terhitung sebagai keluargaku, keluarga Souw. Beliau adalah adik dari kakek buyutku sendiri. Itulah sebabnya semua pusaka warisannya berada ditanganku. Tapi... Buku-buku itu telah hilang sekarang, sehingga tinggal pisau dan mantel pusakanya saja yang tersisa." Pendekar sakti itu menerangkan seraya mengeluarkan lipatan mantel pusaka dan pisau berdarah itu dari lipatan ikat pinggangnya, untuk kemudian mengenakannya sekalian di tubuhnya agar tidak hilang.

   Semuanya melongo menyaksikan Souw Thian Hai yang bertubuh tinggi besar itu. Pendekar sakti itu menjadi sedemikian gagah dan kerennya setelah mengenakan mantel lebar yang menutupi pundak dan seluruh tubuhnya itu. Pakaiannya yang compang-camping itu kini telah tertutup oleh warna hitam mengkilat dari mantel pusaka yang sangat bersejarah tersebut. Dan ketika mantel itu sedikit tersingkap oleh angin yang bertiup, tampaklah gagang pisau pusaka yang dihias permata berlian itu berkeredep seperti belasan kunang-kunang di malam hari. Sekejap mereka tertegun. Entah mengapa, tiba-tiba saja timbul rasa segan dan ngeri di hati mereka melihat dandanan pendekar sakti itu. Dan entah apa sebabnya pula tiba-tiba kegelapan malam di dalam jurang itu menimbulkan perasaan takut di hati mereka.

   Memburu Iblis Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Agaknya memang sudah benar-benar saatnya aku mengenakan ciri-ciri kebesaran keluargaku, untuk menghadapi iblis yang mengganggu dunia persilatan seperti orang tua yang membawa senjata peledak itu sekarang." pendekar itu berkata perlahan. Lalu sambungnya lagi,

   "Dan juga... Sekalian untuk mengembalikan nama baik benda-benda pusaka ini, yang semula memang dikenakan oleh pendekar besar pembela keadilan!"

   "Ini... inikah mantel pusaka yang tidak mempan oleh senjata tajam itu?" anggota Sha-cap mi-wi tadi bertanya lagi dengan suara gemetar. Souw Thian Hai mengangguk. Namun yang kemudian menjawab pertanyaan itu adalah Yap Kiong Lee sendiri, bukan Souw Thian Hai.

   "Tentu saja. Akupun pernah melihat benda itu sebelumnya. Hmmh, apakah kau tidak percaya? Apakah kau ingin mencobanya?" pendekar istana itu menegaskan sambil tersenyum.

   "Ah, mana kami berani? Misalkan kami berani mencobanya juga, toh kami juga takkan bisa membuktikan kekebalan mantel pusaka itu," orang itu merendahkan dirinya.

   "Hei, kenapa begitu?" Yap Kiong Lee bertanya tak mengerti. Sambil tersenyum orang itu menjawab,"Habis bagaimana kami bisa membuktikannya kalau untuk mengenainya saja kami tak mampu?"

   "Ah, saudara ini bisa saja memuji orang dan merendahkan diri sendiri. Siapakah yang tidak tahu kehebatan para anggota Sha-cap mi-wi? Kukira perbedaan kita hanya pada soal nama saja. Tapi dalam hal kepandaian, kukira kita tidak berselisih banyak. Aku berani bertaruh kepandaian saudara masih lebih atas bila dibandingkan dengan jago-jago silat semacam Kong-tong Cin-jin dan Ui Bun Ting itu. Padahal mereka adalah ketua-ketua partai persilatan yang terkenal." Souw Thian Hai menolak pujian itu.

   "Wahh, kalau sekarang... jelas Souw Thian Hai yang terlalu menaikkan kedudukan kami." orang itu cepat-cepat menyanggahnya. Demikianlah, setelah cukup beristirahat dan yakin kalau mereka sudah tidak mungkin lagi menolong Pangeran Yang Kun, mereka lalu kembali pulang ke kota Soh-ciu. Yap Kiong Lee yang terluka parah itu terpaksa mereka gotong bersama-sama secara bergantian.

   Dan kedatangan mereka di malam buta itu ternyata sudah dinanti-nanti oleh para penduduk. Ledakan dahsyat yang disertai oleh kepulan debu itu ternyata dapat didengar dan dilihat juga oleh para penduduk kota. Namun karena tempat kejadian tersebut berlangsung lagi di Lembah Dalam itu, maka tak seorangpun dari mereka yang berani menjenguknya. Karena malam sudah terlalu larut maka rombongan itu terpaksa menginap di rumah mendiang Kang Lam Koai-hiap. Dan di dalam rumah itu ternyata sudah bertambah lagi dengan para pendekar baru yang belum lama tiba di kota itu. Meskipun terlambat mereka tetap akan membantu mencari dan memburu Si iblis Penyebar Maut itu. Kong-tong Cin-jin dan Ui Bun Ting sangat kaget melihat Hong-liu-kun Yap Kiong Lee digotong dan terluka parah seperti mereka.

   "Apakah cuwi telah berjumpa lagi dengan orang tua yang kita curigai bagai Si Iblis Penyebar Maut itu?"Kong tong Cin-jin segera menanyakan.

   "Ah, mengapa Cin-jin masih segan-segan juga untuk mengatakan bahwa iblis tua yang telah membunuh ratusan saudara-saudara kita itu adalah Si Iblis Penyebar Maut? Apakah Cin-jin masih sangsi?" Ui Bun Ting memotong perkataan sahabatnya itu.

   "Entahlah, saudara Ui. Hatiku menjadi agak ragu, sebab mendiang Kang Lam Koai-hiap pernah menyebutkan, bahwa Iblis Penyebar Maut itu bertubuh jangkung. Padahal seperti telah kita lihat semua, orang tua yang ada di dalam lembah itu bertubuh biasa saja dan tidak jangkung."

   "Ah, Kang Lam Koai-hiap bisa saja salah lihat. Orang yang bergerak dengan kecepatan tinggi di dalam kegelapan malam, bentuknya tentulah menjadi berbeda atau cenderung menjadi agak lebih panjang."

   "Sudahlah, saudara Ui. Kita semua memang kurang mendapatkan data-data mengenai ciri Si Iblis Penyebar Maut itu. Sampai sekarang kita memang hanya bisa mencurigai saja kepada seseorang, sebelum orang itu sendiri mengaku bahwa memang dialah Si Iblis Penyebar Maut itu." Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai menengahi. Lalu katanya lagi,

   "Namun yang terang kami tadi memang telah jumpa lagi dengan orang tua itu. Malah kami sempat bertempur pula, meski hanya sejurus." Kemudian serba sedikit Souw Thian Hai menceritakan peristiwa yang terjadi di dalam jurang itu bersama Hong-Lui-Kun Yap Kiong Lee. Tapi atas isyarat pendekar dari istana itu, Souw Thian Hai tidak menceritakan tentang pertemuan mereka dengan Pangeran Liu Yang Kun.

   "Senjata peledak? Ah, ketika melawan ratusan pendekar persilatan kemarin dia belum mengeluarkan benda mautnya itu! Itupun dia sudah bisa membinasakan kita semua. Apalagi kalau dia... wah! Wah!" Kong-tong Cin-jin berdesah ngeri sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

   "Ya! Benda itu hanya sebesar kepalan tangan, namun daya ledaknya hebat bukan main! Rasa-rasanya bukitpun bisa runtuh dihantamnya!" Yap Kiong menambahkan.

   "Meskipun demikian orang itu dapat juga dilukai oleh Souw Taihiap dengan Tai-lek Pek-khong-ciangnya yang maha dahsyat itu!"

   "Ah, saudara Yap sungguh pandai sekali bergurau. Lukanya itu bukan karena hebatnya pukulanku, tapi karena orang tua itu kurang berhati-hati melawanku. Mungkin dia merasa sudah terlalu sakti sehingga dia menjadi lengah sendiri, atau dia memang sangat meremehkan pukulanku sehingga dia menjadi lemah pertahanannya. Apalagi tampaknya orang itu sedang terluka dan terpecah perhatiannya." Souw Thian Hai cepat menyangkal ucapan Yap Kiong Lee.

   "Souw Taihiaplah yang pandai merendahkan diri..." Ui Bun Ting menyokong pendapat Yap Kiong Lee.

   "Siapakah di dunia ini yang tak kenal Tai-lek-pek-khong-ciang, Tai-kek Sin-ciang dan Ang-pek Sinkang dari keluarga Souw yang termashur itu?" Ilmu silat keluarga Souw memang sudah amat tersohor di dunia persilatan. Tenaga sakti Ang-pek Sinkang yang hanya bisa dipelajari oleh keturunan keluarga Souw sendiri itu hampir tak ada lawannya di dunia kang-ouw. Sementara Tai-lek Pek-khong-ciang yang dapat melukai lawan dari jarak jauh, seperti tajamnya mata golok atau ujung pedang itu, juga sangat ditakuti dan disegani orang. Belum lagi ilmu silat Tai-khek Sin-ciang yang aneh dan mengerikan itu, yang bila dima inkan, bagian tubuh yang sebelah kiri dan sebelah kanan akan bermain silat sendiri-sendiri, terpisah satu sama lain, benar-benar belum ada duanya di dunia ini.

   "Sudahlah! Sudahlah! Kita semua memang amat bersukur sekali bahwa Souw Taihiap mau turun tangan dalam peristiwa ini..." akhirnya Kong-tong Cin-jin menghentikan perdebatan mereka.

   "Marilah kita sekarang merundingkan saja cara yang baik untuk menghadapi iblis sakti itu..!" Demikianlah, malam itu juga mereka merundingkan jalan yang terbaik untuk menghadapi orang yang mereka curigai sebagai Si Iblis Penyebar Maut tersebut. Biarpun telah menelan korban yang tidak sedikit, tapi dengan adanya Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai dan Hong-Lui-Kun Yap Kiong Lee diantara mereka, para pendekar menjadi besar hatinya.

   Selagi para pendekar itu ramai berunding di rumah mendiang Kang Lam Koai-hiap, maka di dasar palung jurang itu Tui Lan dan Liu Yang Kun sedang berjuang melawan kegelapan dan kepengapan yang menutupi lobang gua itu. Dengan tertutupnya pintu masuk gua tersebut oleh timbunan tanah yang longsor dari atas bukit itu, menyebabkan seluruh lorong-lorong gua yang sempit itu menjadi gelap dan sangat pengap. Untunglah Tui Lan sudah pernah masuk sebelumnya, sehingga sedikit banyak dia dapat mengenali jalan menuju sungai di bawah tanah itu. Meskipun harus menyeret tubuh Liu Yang Kun dan melawan kepulan debu yang menyesakkan napasnya Tui Lan berjalan terus menerobos kepekatan di sekelilingnya.

   "Huk-huk-huk...!" terdengar suara batuk Liu Yang Kun yang telah siuman dari pingsannya. Pemuda itu tersedak dan terbatuk-batuk karena terlalu banyak mengisap debu yang memenuhi lorong-lorong gelap tersebut.

   "Liu Taihiap...? Kau sudah siuman?" Tui Lan berdesah gembira, lalu berhenti melangkah untuk membiarkan pemuda itu mendapatkan kejernihan pikirannya kembali. Sayang di dalam kegelapan yang mencocok hidung itu dia tak bisa melihat wajah pemuda yang telah berusaha menolong dirinya secara mati-matian itu.

   "Uuuh...uh, huk-huk-hukk! Aaaah, dimana aku ini? Oh, kau...nona! Dimanakah kita sekarang? Dimanakah iblis tua itu? Dan... dimanakah orang-orang yang menolong kita itu? Apa... ugh!" begitu siuman pemuda itu lalu melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada Tui Lan, seakan-akan kehitaman yang menyelimuti tempat itu tidak menghalangi pandang matanya. Tapi ketika pemuda itu hendak bangkit dari atas tanah, tubuhnya segera jatuh kembali. Bibirnya berdesis menahan sakit di dalam dadanya. Sebaliknya Tui Lan yang sama sekali tidak dapat melihat keadaan pemuda itu menjadi bingung dan khawatir sekali. Tangannya berusaha menggapai dan memegang Liu Yang Kun yang berbaring di bawah kakinya, namun mendadak tangannya segera ditariknya kembali karena jari-jarinya menyentuh wajah pemuda itu.

   "Liu Taihiap, kau... kau kenapa? Apamukah yang terasa sakit?" serunya penuh perhatian.

   "Dadaku... dadaku sakit sekali. Tampaknya lukaku benar-benar parah sekali. Eh, nona... kenapa kita sampai berada di lorong gelap seperti ini? Dimanakah kita sekarang?"

   "Kita berada di dalam gua di bawah tanah. Aku tadi telah menyeretmu masuk ke dalam gua ini ketika Giok-bin Tok-ong mengejar kita. Lalu iblis tua itu meledakkan mulut gua sehingga tanah longsor menutupi pintu masuk gua ini dan memisahkan kita dari orang-orang yang mau menolong kita itu."

   "Jadi... jadi kita sekarang tertimbun di dalam rongga di bawah tanah, begitukah? Oooh...!" Liu Yang Kun berkata lemas.

   "Marilah, Liu Taihiap. Kita tak perlu gelisah. Siapa tahu kita bisa menemukan jalan keluar nanti? Yang penting kita bisa menyelamatkan diri dahulu. Yang lain dapat kita pikirkan lagi nanti." Tui Lan membesarkan hatinya. Dengan tertatih-tatih pemuda itu lalu dituntun Tui Lan menuju sungai bawah tanah itu. Benarlah, meskipun harus dituntun dan sebentar-sebentar berhenti melangkah, namun pemuda itu ternyata sungguh-sungguh dapat melihat dalam gelap. Tentu saja Tui Lan menjadi sangat kagum akan kehebatan pemuda itu.

   "Apakah Liu Taihiap benar-benar bisa melihat di dalam kegelapan seperti ini? Jangan-jangan Taihiap sudah pernah masuk ke tempat ini, sehingga Taihiap sudah hapal semua lorong-lorong gua ini." namun demikian gadis itu pura-pura tidak mempercayainya untuk memancing atau mengorek keterangan tentang terborgolnya pemuda tersebut di dalam gua itu kemarin. Terdengar pemuda itu menarik napas panjang.

   "Nona... eh, maaf. Sudah sekian lamanya kita bersama, tapi aku belum juga tahu nama nona. Nona sudah tahu namaku. Bolehkah aku mengetahui nama nona?"

   "Namaku Han Tui Lan."

   "Nona Han, sebenarnya mataku juga sama saja dengan matamu. Kita sama-sama tidak mempergunakannya di dalam kegelapan yang amat pekat ini."

   "Tapi mengapa Liu Taihiap dapat mengetahui segalanya sedangkan aku tidak?" Tui Lan cepat memotong.

   "Karena aku mengerahkan... atau sebut saja aku menggunakan perasaan dan mata batinku sebaik-baiknya!" Tiba-tiba Tui Lan terdiam. Gadis itu menjadi bingung dan tak mengerti kata-kata Liu Yang Kun tersebut.

   "Menggunakan perasaan dan mata batin? Apakah maksud Liu Taihiap?" akhirnya gadis itu bertanya ragu. Sekali lagi terdengar suara tarikan napas Liu Yang Kun yang berat.

   "Begini, nona Han. Di dunia ini ada ilmu yang disebut orang dengan nama Lin-cui-sui-hoat (Ilmu Tidur Di Atas Permukaan Air) yaitu semacam ilmu kebatinan yang mendasarkan ilmunya pada ketajaman rasa dan batin manusia. Seorang yang telah berhasil mempelajarinya dengan sempurna, ia akan bisa mengetahui atau paling tidak bisa merasakan hal-hal yang belum terjadi pada dirinya. Malahan kalau orang itu dapat mempelajarinya sampai pada tingkat yang tertinggi, akan bisa meramal dan mengetahui keadaan dunia di sekelilingnya pada waktu yang akan datang."

   "Dan... Liu Taihiap mahir juga dengan ilmu Lin-cui-sui-hoat itu?" Tui Lan bertanya dengan suara kagum.

   "Aku pernah mempelajarinya secara tak sengaja. Oleh karena itu, apa yang kudapatkan juga tidak seberapa banyak. Namun apa yang telah kudapatkan itu juga sudah cukup bagiku untuk sekedar merasakan apa yang ada di sekitarku, tanpa harus menggunakan penglihatanku." Liu Yang Kun merendahkan dirinya.

   "Meskipun demikian ilmu itu juga tidak mutlak menjamin kebenarannya. Kadang-kadang atau sekali waktu, ilmu itu juga membuat kesalahan pula, sehingga apa yang terasa di dalam batin kadangkala juga tidak sesuai dengan kenyataannya."

   "Namun bagaimanapun juga ilmu itu telah membuat Liu Taihiap menjadi lebih tinggi dan lebih hebat daripada orang lain." Tui Lan memuji.

   "Ah! Kalau berbicara soal kehebatan dalam ilmu Lin-cui-sui-hoat itu, tiada yang lebih hebat daripada tokoh-tokoh aliran Im-Yang-kauw di dunia ini..."

   "Tokoh Aliran Im-Yang-kauw? Eh, Liu Taihiap, akupun adalah anggota Aliran Im-Yang-kauw pula, meskipun hanya anggota biasa." Tui Lan menyahut dengan cepat, lalu menceritakan siapa dirinya sebenarnya.

   "Maaf, aku memang belum mengenal guru nona. Yang sudah kukenal dan kuketahui dalam aliran itu cuma Toat-beng jin dan Kauw-cu-si Tok Ciak saja. Di dalam hal ini tokoh yang bernama Toat beng-jin itulah yang kumaksudkan. Beliau benar-benar mahir ilmu Lin-cui-sui hoat tersebut."

   

Pendekar Penyebar Maut Eps 48 Pendekar Penyebar Maut Eps 6 Pendekar Penyebar Maut Eps 13

Cari Blog Ini