Pedang Penakluk Iblis 31
Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 31
Kong Ji memang sudah menanti datangnya serangan ini. Ta mengumpulkan tenaganya menanti datangnya pedang lawan sampai dekat, kemudian sekaligus ia melompat dengan dua macam gerakan. Pedangnya membabat pedang lawan dengan pengerahan tenaga lweekang sedangkan tangan kirinya mendorong ke arah dada dengan tenaga Tin- san-kang sepenuhnya.
"Traanggg...!" Pedang tipis di tangan Tai Wi Siansu menjadi buntung ujungnya ketika bertemu dengan Pak-kek Sin-kiam, dan dalam kagetnya Tat Wi Siansu sampai kurang memperhatikan datangnya hawa pukulan dari tangan kiri Kong Ji. Tiba-tiba kakek itu berteriak dan terhuyung-huyung mundur sampai enam tindak, terkena pukulan Tin-san-kang pada dadanya!
Wajah Tat Wi Siansu menjadi pucat sekali. Tidak hanya karena pedangnya menjadi buntung, akan tetapi terutama sekali karena hebatnya pukulan Tin san kang yang hawa pukulannya mengenai dadanya. Baiknya ia adalah seorang ahli yang sudah memiliki hawa sinkang di tubuhnya sehingga hawa ini secara otomatis telah dapat menolak pukulan Tin-san kang. Namun karena pukulan ini memang lihai bukan main, tenaga sinkang itu masih kalah kuat, membuat Tai Wi Siansu terhuyung-huyung dan menderita luka di dalam dadanya. Ta merasa dadanya sakit dan napasnya sesak, akan tetapi dengan pengerahan lweekang ia dapat mempertahankan lukanya, kemudian dengan marah ia menyerbu lagi!
Para tokoh yang memihak Tai Wi Siansu menjadi pucat. Sudah jelas bahwa kakek ini terluka dan kalau melanjutkan pertempuran, akan terancam bahaya. Akan tetapi mereka juga maklum bahwa tentu saja Tai Wi Siansu tidak sudi mengalah begitu saja. Dikalahkan oleh seorang begitu muda hanya dalam satu jurus, benar-benar merupakan hal yang sangat memalukan dan lebih baik putus nyawa daripada menyerah dalam sejurus! Pedang buntung di tangan Tai Wi Siansu masih amat lihai bergerak-gerak dan menyambar- nyambar laksana naga mengamuk. Biarpun buntung ujungnya, namun masih tajam dan masih dapat membabat leher atau pinggang lawan!
Akan tetapi, oleh luka-luka di dada itu, tenaga kakek ini makin berkurang dan Liok Kong Ji tanpa mengenal kasihan terus mendesaknya dengan pukulan-pukulan Tin-san-kang dan pedang Pak-kek Sin-kiam selalu menyambar ke arah pedang tipis buntung itu dengan maksud merusak pedang ini sampai tak dapat dipergunakan lagi.
Tentu saja amat kewalahan kakek itu mempertahankan diri. Tidak saja ia harus mempertahankan diri dengan tangkisan-tangkisan terhadap serangan pukulan Tin-san- kang yang dahsyat juga ia harus berhati-hati agar pedangnya jangan bertemu lagi dengan pedang lawan. Hal ini tentu saja membuat permainan pedangnya canggung karena setiap kali harus ditarik mundur dan tidak dilanjutkan dalam serangannya takut kalau terbabat oleh Pak-kek Sin-kiam, maka makin lama makin terdesaklah Ketua Kun-lun pai itu.
Betapapun juga, Tai Wi Siansu patut dikagumi. Ta masih berhasil mempertahankan diri sampai lima puluh jurus Kong Ji menjadi marah dan penasaran kalau tadi hanya berusaha membabat putus pedang kakek ini dan hendak mengalahkan kakek ini tanpa membunuhnya adalah sekarang pedangnya berkelebatan mengarah tempat-tempat berbahava dan pukulan Tin-san-kang dilakukan oleh tangan kirinya mengarah tempat-tempat seperti lambung, ulu hati dan pusar!
Menghadapi gelombang serangan dahsyat ini Tai Wi Siansu yang napasnya sudah empas empis hanya kuat bertahan selama sepuluh jurus. Tiba-tiba pedangnya kena dibabat putus pada tengah tengahnya dan dalam elakannya terhadap pukulan Tin-san kang di dada, ia kurang cepat sehingga pundak kanannya terkena darongan tangan kiri Kong Ji. Kakek itu terpental seperti dilemparkan akan tetapi dapat jatuh dengan kedua kaki di atas tanah dan dalam keadaan berdiri.
Kelihatannya tidak apa-apa, hanya mukanya pucat dan pedang tinggal sepotong masih di tangannya. Tiba-tiba menyambitkan sisa pedang itu ke arah Kong Ji. Pemuda itu memukul pedang lengan tangan kiri sehingga pedang sepotong itu amblas ke dalam tanah tidak kelihatan lagi! Melihat ini, Tai Wi Siansu tiba-tiba muntahkan darah merah dan tubuhnya sempoyongan. Baiknya Leng Hoat Taisu sudah melompat dan memondong tubuhnya mundur.
Kekalahan Tai Wi Siansu sudah sah. Dengan kekalahan ini, berarti ketua Kunlun-pai itu tidak dianggap sebagai calon bengcu lagi, sudah "gugur" dan harus diganti calon lain.
Cam-kauw Sin-kai mendahului Ciang Le. Kakek pengemis ini melompat ke tengah lapangan. Lengan bajunya yang lebar berkibar dan ia sudah berdiri menghadapi Kong Ji. Sebelum pengemis sakti ini membuka mulut, Kong Ji sudah menoleh ke arah See-thian Tok-ong dan berkata,
"See thian Tok-ong, inginkah kau main-main dengan pengemis ini ataukah kau lebih suka nanti menghadapi Hwa I Enghiong?" Memang Kong Ji pintar bukan main. Ia tahu bahwa Cam-kauw Sinkai seorang yang pandai dan merupakan lawan berat. Bukan ia gentar menghadapinya, akan tetapi baru saja ia merobohkan Tai Wi Siansu.
Kalau sekarang ia menghadapi kakek pengemis ini, biarpun ia dapat menang, akan tetapi ia harus menyerahkan tenaga seperti yang tadi lakukan dalam menghadapi Tam Wi
Siansu. Dan ini merugikan plhaknya. Kalau ia sudah lelah betul baru menghadapi Ciang Le nanti, berbahayalah kedudukannya. Oleh karena itu, ia hendak mengajukan See- thian Tok-ong dan dengan kata-katanya tadi berhasil memancing keluar See-thian Tok ong.
See-thian Tok-ong sudah pernah merasai kelihaian Ciang Le, maka sekarang mendengar kata-kata Kong Ji tentu saja ia lebih suka menghadapi Cam-kauw Sin-kai dan "menyerahkan" Go Ciang Le kepada bocah she Liok bekas muridnya yang sekarang sudah menjadi seorang pemuda lihai bukan main itu.
Atas pertanyaan Kong Ji tadi, See-thian Tok-ong bertukar pandang dengan puteranya dan di lain saat, Kwan Kok Sun telah bertindak menghampiri Cam-kauw Sin-kai. Melihat ini, Liok Kong Ji seperti seorang penjual obat berkata keras kepada para hadirin,
"Inilah dia Ban-beng Sin-tong Kwan Kok Sun, putera tunggal dari See-thian Tok-ong! Dia tentu saja berhak maju mewakili ayahnya. Eh, pengemis bangkotan, kau berhati- hatilah menghadapi Saudara Kwan Kok Sun ini!"
Sambil tertawa, Kong Ji lalu melompat mundur ke dalam rombongannya sendiri di mana diam-diam ia mengumpulkan tenaga dan mengatur napas agar kelelahannya dalam bertanding tadi dapat diusir dan tenaganya menjadi segar kembali dalam persiapan menghadapi lawan yang lebih berat lagi. Sementara itu, ketika Cam-kauw Sin-kai melihat bahwa lawan yang menghdapinya adalah bocah gundul putera See- thian Tok-ong yang terkenal jahat, segera maju membentak.
"Bocah setan, keluarkan senjatamu! sambil berkata demikian, Cam-kauw Sin kai menggoyang-goyang tongkatnya dengan sikap seperti orang hendak menggebuk anjing. Ini bukan gerakan biasa karena ini merupakan kuda- kuda dari Ilmu Tongkat Cam-kauw-tung-hwat yang terkenal di seluruh dunia kang-ouw, terkenal sebagai Ilmu Tongkat Pembunuh Anjing yang sukar dikalahkan.
Kwan Kok Sun menggerakkan hidungnya.
"Jembel tua, untuk melawan orang macam engkau saja mengapa mesti mengeluarkan senjata? Kedua tanganku masih kuat untuk merobohkanmu. Majulah""
Bukan main marahnya Cam-kauw Sin-kai mendengar ejekan ini. Ia tadinya sudah segan-segan untuk melawan bocah ini, karena biarpun sudah dewasa, aneh sekali, pemuda gundul ini masih kelihatan seperti seorang anak- anak dari sepuluh tahun. Hanya tubuhnya saja yang besar akan tetapi kedua tangannya kecil, juga mukanya seperti muka anak-anak. Ia segan karena menghadapi Kwan Kok sun, ia seperti hendak bertanding melawan ejekan itu, ia menancapkan tongkatnya ke dalam tanah, lalu melangkah maju membentak.
"Bocah setan, sombong amat kau. Majulah kalau mukamu sudah gatal-gatal ingin ditampar!"
Kwan Kok Sun menyerang dengan kedua kepalan tangannya yang kecil!. Gerakannya kuat dan cepat, mendatangkan desir angin dan tiba-tiba Cam-kauw Sin-kai mencium bau yang amis memuakkan. Ia terkejut sekali dan tahu bahwa sebagai putera See-thian Tok-ong Si Raja Racun, sudah tentu sekali bocah ini pun seorang ahli racun. Hawa pukulan kedua tangannva saja sudah membawa bau racun yang kuat dan berbahaya.
Cepat pengemis sakti ini menyembunyikan tangannya ke dalam lengan baju dan dengan ujung lengan bajunya ia mengebut dan menangkis pukulan pukulan Kwan Kok Sun. Ilmu Silat Cam kauw Kun-hwat memang aneh. Ilmu silat ini diciptakan untuk menghajar orang-orang seperti menghajar anjing, maka gerakan-gerakannya aneh dan anjing yang bagaimana pun galaknya, tentu akan terpukul tunggang langgang dengan ilmu silat ini.
Demikian pula kalau menghadapi lawan manusia, ilmu silat ini amat aneh dan sukar diduga gerakan-gerakannya Giok Seng Cu sendiri ketika menghadapi murid Cam-kauw Sin-kai yakni pemuda Coa Hong Kin, dalam segebrakan saja terkena tamparan di pundaknya oleh pemuda itu yang mempergunakan ilmu Silat Cam-kauw Kun-hoat.
Baru saja bertempur belasan jurus sudah dua kali Kwan Kok Sun kena disentil telinganya oleh Cam kauw Sin-kai dengan ujung lengan baju dan ditampar pundaknya yang membuat pemuda gundul itu terhuyung huyung dan merasa sakit bukan main. Telmganya mengeluarkan darah dan pundaknya serasa retak tulangnya. Ia mengamuk dan tiba- tiba dari jari-jari tangan kiri yang dibuka menyambar sinar hijau. Inilah bubuk racun yang disebarkan ke arah muka Cam-kauw Sin-kai.
Kakek pengemis itu adalah seorang tokoh kang-ouw penggembara yang sudah kenyang makan garam, di samping pengalamannya banyak sekali tentu saja siang siang ia telah mengenal senjata racun ini. Dengan ujung lengan baju dilebarkan ia menggerak-gerakkan kedua tangannya sehingga serangan-serangan racun itu dapat disampok pergi, kemudian sambil berseru keras ia menerjang dengan tendangan berantai.
Inilah tendangan That-kauw-soan-hong-twi (Menendang Angin Dengan Tendangan Berputar-putar), sebuah tipu gerakan dalam ilmu Silat Cam-kauw-kunhoat. Kwan Kok Sun terkejut sekali dan biarpun ia juga memiliki gerakan yang gesit, akan tetapi ia hanya dapat mengelak sampai lima kali tendangan saja.
Tendangan ke enam dan ke tujuh dengan tepat mengenai pahanya, membuat tubuhnya terlempar ke belakang dan ke dua kakinya menjadi lumpuh, karena biarpun tulang-tulang pahanya tidak sampai patah, akan tetapi daging puhanya menjadi hitam biru dan jalan darahnya tertahan.
Akan tetapi Kwan Kok Sun benar-benar lihai. Setelah terpental, ia dapat mengatur keseimbangan tubuhnya, sehingga jatuhnva di atas tanah dalam keadaan duduk. Ketika Cam-kauw Sin-kai mengejar, ia cepat mengangkat kedua tangannya, digerak-gerakkan bergantian ke depan.
Dilihat begitu saja, seakan-akan Kwan Kok Sun merasa takut dan hendak mencegah Cam-kauw Sin-kai turun tangan lebih lanjut atau maksudnva sudah menerima kalah. Demikian pula tadinya disangka oleh Cam-kauw Sin-kai sehingga pengemis sakti ini tidak membuat penjagaan, bahkan hendak maju menghampiri dan menolong bocah itu berdiri.
Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia merasa ada angin menyambar dari depan menyerang dadanya dengan hebat. Itulah pukulan Hek- tok ciang yang dilancarkan dan jauh dengan mengandalkan lenaga hoat-sut (sihir) dari barat! Cam-kauw Sin-kai tidak sempat mengelak, maka ia cepat mengerahkan tenaga ke dada menolak. Ia berhasil menolak pukulan itu dan cepat melompat ke samping, akan tetapi pakaiannya di bagian dada menjadi hangus dan kulit dadanya terasa gatal-gatal!
"Kurang ajar!" serunya dan ia telah mengepal tinju hendak memberi hajaran kepada Kwan Kok Sun, akan tetapi tiba-tiba pemuda gundul itu telah lenyap. Ternyata ibunya, Kwan Ji Nio, telah turun tangan menyambar tubuh puteranya. Tentu saja dengan adanya kejadian ini Kwan Kok Sun dianggap kalah.
Cam-kauw Sin-kai cepat mengeluarkan sebutir pel merah dari saku bajunya dan ditelannya. Ini hanya untuk penjagaan kalau-kalau pukulan Hek-tok-ciang tadi mengakibatkan luka di dalam dada. Kemudian ia mcncabut tongkatnya, karena melihat See thian Tok-ong sudah melompat maju untuk menggantikan puteranya yang kalah.
"Cam-kauw Sin-kai, jangan kau sombong karena dapat mengalahkan anak kecil. Inilah lawanmu!" Sambil berkata demikian, See-thian Tok-ong mengeluarkan senjatanya yang dahsyat, yaitu sepasar Ngo-tok Mo-jiauw (Cakar Setan Lima Racun) yang amat mengerikan. Akan tetapi Cam-kauw Sin-kai sudah maklum bahwa menjadi calon bengcu berarti menghadapi lawan-lawan berat, maka ia sudah siap menghadapi segala resikonya.
Setelah berhadapan, dua orang kakek yang berilmu tinggi ini mulai saling menyerang dengan seru. Pertempuran kali ini lebih sengit daripada tadi. Gerakan See-thian Tok-ong benar- benar luar biasa sekali. Sepasang cakar setan itu bergerak- gerak aneh, seperti menycrang dengan cara membabi buta, akan tetapi sebetulnya gerakan-gerakan ini menurutkan sistim silat yang aneh dan jarang terdapat di pedalaman Tiongkok. Yang amat berbahaya adalah hawa beracun yang keluar dari sepuluh kuku-kuku panjang dan cakar itu.
Setiap cakar mempunyai lima kuku panjang dan lima warna yang mengeluarkan bau keras dan tidak enak lima macam, yang satu lebih hebat dari yang lain. Sekali gurat saja dengan kuku cakar setan ini akan mendatangkan maut!
Baiknya Cam-kauw Sin-kai memiliki Ilmu Silat Cam- kauw-tung-hwat yang juga amat aneh gerakan-gerakannya dan sukar diduga perubahan gerakannya. Juga tongkatnya ternyata amat berbahaya karena setiap serangan merupakan totokan atau tusukan maut. Oleh karena itu, tidak mudah bagi See-thian Tok-ong untuk mengalahkan lawannya dalam waktu singkat. Pertahanan Cam-kauw Sin-kai benar-benar kokoh kuat dan tongkatnya kini meupakan lingkaran yang sukar sekali diterobos.
Pertempuran kali ini berjalan sampai seratus jurus lebih, masing-masing mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian, maklum bahwa lawan amat berat dan sekali terkena serangan berarti menghadapi bahaya maut. Akan tetapi tak lama pengemis sakti itu makin terdesak. Yang membuat ia tidak kuat adalah bau dari hawa beracun yang keluar dari Ngo tok Ma-Jiauw itu. Biarpun ia sudah menahan napas dan menarik napas amat hati-hati, tidak urung ia terpengaruh juga oleh hawa beracun itu, yang membuat kepalanya pening dan pandangan matanya berkunang.
Cam-kauw Sin-kai maklum kalau tidak cepat-cepat dapat merobohkan lawannya, ia akan kalah. Sambil berseru keras ia lalu mainkan jurus-jurus terakhir yang paling hebat dari ilmu silatnya. Tongkatnya melayang-layang turun naik dengan gerakan cepat dan aneh. Biarpun See-thian Tok-ong lihai bukan main, ia menjadi terkejut dan bingung. Tak dapat ia menghindarkan diri ketika tongkat itu menusuk dengan cara tusukan bertubi-tubi yang dimulai dari atas ke bawah. Sebuah tusukan mengenai pangkal lengan kirinya dan untuk sedetik lengan kiri itu menjadi lumpuh sehingga sebuah senjatanya terlepas dari pegangan.
Akan tetapi pada saat yang hampir bersamaan, hanya dua tiga detik lebih lambat. Ngo-tok Ngo-jiauw di tangan kanan See-thian Tok-ong berhasil menggurat pundak Cam- kauw Sin-kai! Kakek pengemis ini merasa pundaknya gatal panas dan seperti ditusuk-tusuk jarum. Cepat ia melompat jauh ke belakang dan begitu ia turun ke tanah, ia lalu mengambil segenggam pil penawar racun yang terus ditelannya! Namun tetap saja ia menjadi limbung dan terpaksa ia duduk di atas tanah, bersila sambil mengerahkan tenaga lweekang untuk mengusir pengaruh racun yang hebat itu.
See-thian Tok-ong mengeluarkan suara ketawa aneh. Tangan kirinya sudah pulih kembali dan kini sepasang Ngo- tok Mo-jiauw sudah dipegangnya dengan sikap menantang. Ta maklum bahwa kakek pengemis itu pasti akan tewas, paling lama dalam waktu dua puluh empat jam lagi.
"Iblis dari barat rasakan pembalasanku!" Tiba-tiba Coa Hong Kin membentak marah dan pemuda ini mencahut pedang, hendak melompat ke tengah lapangan untuk menuntut balas atas kekalahan suhunya. Akan tetapi sebuah tangan yang amat kuat memegang pundaknya, mencegahnya dan terdengar suara Ciang Le yang tenang dan berpengaruh.
"Dia bukan lawanmu. Biar aku menghadapinya. Tangan kuat yang menahan pundaknya itu terlepas dan tahu-tahu tubuh Ciang Le sudah berada di tengah lapangan menghadapi See-thian Tok-ong. Hong Kin lalu menghampiri suhunya dan dengan bantuan muridnya. kakek pengemis ini berjalan kembali ke dalam rombongannya di mana ia lalu direbahkan d atas rumput dan dirawat oleh Hong Kin dibantu oleh Lie Bu Tek, Hui Lian dan Bi Lan.
Sementara itu, See-thian Tok-ong melihat Ciang Le datang, tanpa banyak cakap lagi segera menyerang dengan Ngo tok Mo-jiauw, menyerang bertubi-tubi dengan sepasang senjata itu. Ciang Le tidak mau berlaku lambat, ia melompat jauh ke kanan untuk menghindarkan diri dan untuk mencabut pedangnya. See-thian Tok-ong sudah pernah merasai kelihatan tangan Ciang Le, maka ia berlaku hati- hati sekali dan dengan penuh perhatian serta pengerahan tenaga dan kepandaian, Raja Racun dari barat ini mulai mendesak Hwa I Enghiong.
Akan tetapi sebentar saja See thian Tok-ong mengeluh di dalam hati. Ilmu pedang dari Hwa I Enghiong benar-benar hebat dan kuat luar biasa. Juga pedang yang digunakan oleh Hwa I Enghiong adalah Kim-kong kiam, pedang yang mengeluarkan sinar emas seperti pedang Pak kek Sin-kiam, akan tetapi sinar pedang Pak-kek Sin-kiam lebih putih dan lebih gemilang. Biarpun demikian pedang Kim kong-kiam termasuk pedang pusaka yang ampuh dan kuat. Dahulu ketika untuk pertama kali bertemu dengan Ciang Le, biarpun See-thian Tok-ong memegang Pak-kek Sin-kiam, masih saja ia tidak dapat merobohkan Ciang Le, yang bertangan kosong, maka tentu saja ia sudah cukup maklum akan kelihaian ilmu silat dari Hwa I Enghiong.
Akan tetapi sekarang lain lagi keadaannya, See-thtan Tok-ong memegang sepasang senjatanya yang diandalkan, yaitu Ngo-tok Mo- jiauw dan dalam hal ilmu silat dengan Ngo-tok Mo-jiauw sesungguhnya Raja Racun ini jauh lebih lihai daripada kalau ia menggunakan senjata lain. Ia telah mencipta ilmu silat yang khusus untuk mainkan sepasang senjata yang mengerikan itu. Dan di samping ini, betapapun lihai Hwa I Enghiong Go Ciang Le, seperti Cam-kau Sin-kai tadi ia pun mulai terkena pengaruh bau senjata aneh Ngo-tok Mo-jiau tadi.
"Celaka," pikir Ciang Le sambil memutar pedang Kim- kong-kiam lebih hebat lagi.
"aku harus cepat-cepat merobohkanya!" Setelah mengambil keputusan ini dan melihat kesempatan, Ciang Le lalu menyerang dengan Ilmu Pedang Pak-kek Kiam-hoat bagian yang paling lihai.
Pedangnya berkelebat mengancam dari atas seperti burung elang menyambar- nyambar kepala mengeluarkan angin dan suara mendesing-desing mengerikan. See thian Tok-ong terkejut sekali, tahu bahwa serangan ini merupakan ancaman maut yang dapat memenggal leher atau memecahkan kepalanya, maka ia lalu mengerahkan dan menggunakan sepasang Ngo-tok Mo-jiauw untuk melindungi kepala dengan memutarnya seperti kitiran cepatnya. Akan tetapi tiba-tiba Ciang Le berseru.
"Pergilah!"
Tubuh See-thian Tok ong yang besar itu terlempar seperti batang pohon dilontarkan angin kuat. Inilah kehebatan jurus Ilmu pedang yang dimainkan oleh Ciang Le tadi. Nampaknya hebat dan dahsyat menyerang kepala, tidak tahunya kelihaiannya terletak pada serangan lanjutan yang dilakukan oleh kaki! Ternyata bahwa pedang yang menyambar-nyambar tadi hanya pancingan belaka agar lawan yang bagaimana kuat pun akan melindungi kepalanya dan kurang memperhatikan tubuh bagian bawah. Oleh karena itu, dengan mudah Ciang Le dapat menendang perut See-thian Tok-ong sehingga tubuh Raja Racun itu terlempar jauh!
Akan tetapi Ciang Le juga terkena pengaruh hawa beracun sehingga mukanya agak pucat. Baiknya tendangannya tadi kuat sekali sehingga betapapun kuat tubuh See-thian Tok-ong, tendangan itu telah mendatangkan luka di dalam perutnya dan tidak memungkinkan Raja Racun ini bertempur terus. Maka tentu saja dianggap kalah dan gagal dalam pemilihan bengcu. Orang-orang yang berpihak kepada Hwa I Enghiong bersorak menyambut kemenangan ini. See-thian Tok-ong dirawat oleh delapan orang kawannya, para busu yang menyamar.
"Hwa l Enghiong jangan tiba-tiba berkelebat bayangan yang cepat luar biasa dan tahu-tahu Kwan Ji Nio sudah menyerangnya dengan ranting bambu, menotok matanya. Ciang Le melompat jauh ke belakang ia ragu-ragu, karena selain kepalanya masih pening akibat pengaruh hawa beracun dari Ngo-tok Mo-jiauw, juga ia merasa segan-segan untuk melayani seorang wanita.
"Mengasolah!" tiba-tiba ia mendengar suara bisikan isterinya yang tahu-tahu telah berada di dekatnya. Ciang Le mundur, dan kini Bi Lan menghadapi Kwan Ji Nio. Dua orang tokoh wanita yang berilmu tinggi saling berhadapan, bagaikan dua ekor singa betina hendak saling terkam"
"Kwan Ji Nio, benar-benar girang sekali hatiku dapat bertemu dengan engkau di sini. Akan puas hatiku dapat melanjutkan pertandingan yang dahulu." Memang kurang lebih sembilan tahun yang lalu, dalam perebutan Pak-kek Sin-kiam, pernah Kwan ji Nio bertempur melawan Liang Bi Lan dan See-thian Tok-ong bertanding melawan Go Ciang Le, sedangkan Kok Sun bertempur menghadapi Go Hui Lian yang ketika itu, sebagaimana dapat diikuti dalam cerita bagian depan, tidak dilanjutkan karena Ciang Le, menawan Kok Sun dan memaksa suami isteri dari barat itu mengembalikan pedang unuk ditukar dengan Kok Sun.
Sekarang dua orang wanita kosen itu berhadapan lagi. Keduanya sama usianya, kurang lebih empat puluh tahun, sama cantiknya dan sama ramping tubuhnya. Akan tetapi sikap Bi Lan nampak jauh lebih gagah.
"Kau menggantikan suamimu untuk menjenguk neraka! Baik, bersiaplah untuk mampus!" bentak Kwan Ji Nio yang serentak mengirim serangan bertubi-tubi dengan rantingnya. Gerakannya cepat ! bukan main karena nyonya ini adalah ahli ilmu meringankan tubuh yang disebut Te in-hang (Lompatan Tangga Awan) sehingga ketika ia bergerak dalam serangan-serangannya, tiada ubahnya seperti seekor burung walet menyambar-nyambar. Kedua kakinya seperti tak pernah menyentuh tanah.
Bi Lan mengeluarkan suara ketawa mengejek dan di lain saat nyonya ini pun lenyap dari pandangan mata. Hanya sinar pedangnya saja yang nampak, menjadi gulungan sinar yang bundar, dan kedua kaki yang kadang-kadang kelihatan menyentuh bumi menyatakan bahwa nyonya ini masih ada di dalam bungkusan gulungan sinar pedang itu! Kali ini Kwan Ji Nio menemui batu keras! Kali ini ia menjumpai tandingan yang juga seorang ahli ginkang luar biasa.
Bi Lan telah mendapat latihan ginkang dari orang aneh, sepasang tosu kembar bernama Thian-te Siang-mo yang memiliki ginkang luar biasa (baca Pendekar Budiman). Dahulu ketika masih muda, Bi Lan telah dijuluki orang Sian- li Eng-cu (Bayangan Bidadari) karena memang gerakannya amat cepat sehingga kalau ia bergerak, yang kelihatan hanya bayangannya saja.
Kali ini pertempuran benar-benar hebat, mengalahkan kehebatan pertempuran yang lalu. Hal ini memang tidak aneh, karena keduanya adalah ahli-ahli gin-kang yang kepandaiannya sudah memuncak, maka dalam pertempuran ini, orang-orang hanya melihat gulungan sinar pedang dan gulungan sinar ranting yang saling belit dan saling tindih menjadi satu sukar diketahui mana yang lebih kuat.
Delapan puluh jurus telah lewat dan pertempuran makin memuncak saking ramainya. Hui Lian berdiri menonton sambil meremas-remas tangannya. Ta merasa meyesal mengapa tidak dia saja yang tadi menggantikan ayahnya. Ta khawatir kalau-kalau ibunya akan kalah, sungguhpun ia dapat melihat betapa ibunya kini medesak hebat kepada Tawannya. Kalau dia yang maju, Hui Lian merasa pasti dapat merobohkan Kwan Ji Nio, paling lama dalam pertandingan lima puluh jurus. Biarpun masih kalah hebat dalam ginkang oleh ibunya akan tetapi dalam ilmu pedang, kiranya ia masih lebih mahir daripada ibunya. Tni adalah karena dia telah mempelajari Pak-kek Kiam-sut sedangkan ibunya tidak.
Akan tetapi ketika memperhatikan lagi, Hui Lian menarik napas lega. Tbunya pasti menang, dan benar saja, terdengar jerit kesakitan, ranting terlempar jatuh dan tubuh Kwan Ji Nio melompat ke ke belakang. Ta jatuh dengan kedua kaki di atas tanah, terhuyung huyung dan darah mengucur dari pahanya. Cepat Kong Ji menyuruh ahli-ahli pengobatan rombongannya merawat. Sejak tadi pun ia sudah menyuruh kawan-kawannya merawat See-thian Tok-ong dan Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun. See-thian Tok-ong yang melihat pihaknya kalah semua, tentu saja menerima baik bantuan pemuda ini karena setelah dia dan anak isterinya kalah, paling baik sekarang menjagoi Kong Ji dan membantunya! Demikianlah sifat orang jahat. Mudah berubah, penjilat, dan pengecut. Selalu memilih tempat untuk keuntungannya sendiri tanpa memperdulikan kegagahan, keadilan, dan kejujuran.
Kini dari pihak Liok Kong ji muncul Giok Seng Cu.
"Aku mewakili Tung-nam Tui-bengcu," katanya dengan suara kasar.
"sekarang calon yang masih ada hanyalah Tai bengcu dan Go Ciang Le. Semenjak dahulu, Hwa I Enghiong hanya nienyembunyikan diri saja, mengapa sekarang tiba-tiba muncul hendak menduduki kursi bengcu? Apakah dia benar-benar begitu ingin menjadi bengcu?" Ucapan Giok Seng Cu ini penuh sindiran, membuat Bi Lan marah sekali.
"Giok Seng Cu, suamiku mengingini kedudukan bengcu masih tidak begitu memalukan, tidak seperti engkau yang begitu merendahkan diri menjadi kaki tangan seorang penjahat muda yang pernah menjadi muridmu. Di manakah kulit mukamu? Ketahuilah, suamiku tidak begitu ingin menjadi bengcu, hanya karena pilihan orang lain maka terpaksa ikut dalam lomba ini. Akan tetapi bukan semata- mata untuk meramaikan pemilihan, melainkan semata-mata untuk menghadapi manusia-manusia jahat yang hendak mempergunakan kepandaian menduduki kursi bengcu!"
Giok Seng Cu tersenyum mengejek "Bi Lan, kau masih saja bermulut besar seperti dulu. Pergilah dan biarkan suamimu yang maju!" Giok Seng Cu melakukan tantangan ini karena ia melihat Hwa I Enghiong Go Ciang Le masih bersila sambil meramkan mata mengira bahwa CiangLe masih terluka dan karenanya iato bera ni menantang.
"Untuk melayani manusia rendah macam engkau saja, cukup dengan pedangku. Majulah!" kata Bi Lan sambil menyerang. Terjadi pertempuran hebat yang ke lihatannya berat sebelah karena Giok Seng Cu hamya bertangan kosong. Akan tetapi pada hakekatnya, kakek rambut pandang inilah yang mendesak Bi Lan dengan pukulan- pukulan Tin-san-kang. Sedangan pedang Bi Lan cukup ia layani dengan kibasan kedua lengan bajunya saja, sedangkan pukulan-pukulan Tin-san-kang dari jarak jauh membuat Bi Lan kewalahan. Nyonya ini baiknya memiliki kegesitan luar biasa sehingga dapat mengelak ke sana ke mari, hanya hawa pukulan saja yang menyerempet dan membuat pakaiannya berkibar-kibar. Akhirnya Bi Lan tak kuat menghadapi lawannya lebih lama lagi, ia bertempur sambil mundur.
"Ibu, kau sudah lelah. Biar aku menggantikanmu!" tiba- tiba terdengar bentakan nyaring dan Hui Lian sudah menyerang Seng Cu dengan pedangnya, sedangkan Bi Lan lalu melompat mundur untuk beristirahat karena ia betul betul lelah menghadapi Giok Seng Cu yang lihai.
Sebelum tertangkap oleh Kong Ji, Hui Lian sudah bertempur melawan Giok Seng Cu dan telah melukai kulit lengannya dengan ujung pedangnya. Oleh karena inilah gadis itu menjadi berani dan besar hati menghadapi Giok Seng Cu yang dianggapnya bertenaga besar akan tetapi tidak memiliki kepandaian tinggi.
la tidak tahu bahwa ketika melawannya sampai tergores pedang kulit lengannya, Giok Seng Cu tidak melawannya dengan sungguh-sungguh. Kakek ini tidak berani melukainya seperti yang dipesan oleh Kong Ji dan dalam pertempuran seperti itu, Giok Seng Cu hanya mengelak dan tak pernah menyerangnya. Serangan satu-satunya yang diajukan selalu hanyalah usaha untuk menangkapnya hidup-hidup tanpa melukai dirinya. Tentu saja dalam pertempuran seperti itu, Giok Seng Cu tidak dapat mengeluarkan semua kepandaiannya dan karena itulah ia sampai terluka oleh goresan pedang Hui Lian.
Akan tetapi sekarang lain lagi. Mereka berada di gelanggang pertempuran yang sungguh-sungguh dan tak terdengar perintah sesuatu dari Kong Ji. Oleh karena inilah Giok Seng Cu lalu menyerang dengan sepenuh tenaga dan mengeluarkan semua kepandaiannya. Hui Lian terkejut dan cepat-cepat melakukan perlawanan sengit.
Kong Ji berdiri tegak dengan hati tak enak. Tadi ia sudah terkejut sekali melihat munculnya Hui Lian dan Coa Hong Kin yang ternyata telah ditolong oleh Wan Sin Hong. Gagallah rencananya unmemaksa Ciang Le dengan mengancam Hui Lian yang sudah tertawan. Sekarang ia melihat gadis itu melakukan perlawanan sengit terhadap Giok Seng Cu, benar-benar hatinya tidak enak sekali. la dapat meramalkan bahwa nona itu pasti akan kalah oleh Giok Seng Cu.
Hal ini memang tidak apa-apa baginya, akan tetapi ia tahu betul akan silat kepandaian Giok Seng Cu. Kakek ini mengandalkan kelihaiannya semata-mata atas kemahiran ilmu silat dan senjatanya yang ampuh adalah Pukulan Tin- san-kang. OLeh karena setiap orang lawan dari kakek ini kalau kalah tentu akan roboh terkena pukulan Tin-san-kang dan ini berarti lima bagian tewas, tiga bagian terluka berat di dalam tubuh dan hanya dua bagian masih ada harapan hidup!
Bagi Kong Ji, kalau sampai Hui Lian tewas memang tidak apa-apa. Akan tetapi di dalam hati kecilnya ada rasa sayang kepada bekas sumoinva ini dan ia tidak tega kalau melihat Hui Lian tewas. Apalagi ia tahu bahwa kalau hal ini terjadi, permusuhan dengan pihak Hwa I Enghiong akan menjadi makan besar dan selamanya ia takkan merasa aman lagi. Dengan orang seperti Go Ciang Le itu lebih aman bersahabat daripada bermusuh, lebih baik menjadi kawan daripada menjadi lawan. Setidaknya jangan menanam rasa permusuhan besar dan dendam yang melahirkan pembalasan-pembalasan.
Diam-diam Kong it mengeluarkan suatu dari saku bajunya dan memandang ke arah pertempuran dengan penuh perhatian. Saat yang dikhawattrkan tiba. Ketika nona itu menyerang dengan pedangnya secara cepat sekali. Giok Seng Cu membuang diri ke kiri, terus bergulingan di atas tanah. Ini merupakan pancingan yang hanya dimengerti oleh Kong ji. Akan tetapi Hui Lian mengira bahwa ia telah dapat mendesak, maka dengan hati besar ia mengejar.
Tiba-tiba Giok Seng Cu membalikkan tubuh dan selagi tubuhrnya masih mendekam, ia mengirim pukulan Tin-san kang ke arah Hui Lian! Inilah hebatnya pancingan itu. Pukulan Tin-san-kang memang dilakukan dengan tubuh merendah, makin rendah makin kuatlah pukulan itu, maka dalam bergulingan Giok Seng Cu selain memancing lawan datang mengejar, juga dapat mengatur kedudukan yang amat baik untuk melakukan pukulan tiba-tiba.
Hui Lian melihat ini dan mengerti namun terlambat. Ketika ia mengelak angin pukulan Tin san-kang sudah menghantamnya biarpun ia sudah mengelak, pundaknya masih terdorong, membuat ia terguling! Giok Seng Cu mengeluarkan seruan girang, melompat dan mengejar, bermaksud mengirim pukulan ke dua yang tentu akan mematikan gadis itu. Terdengar Bi Lan menjerit dan Ciang Le menahan napas. Tentu saja kalau mereka mau, mereka dapat menyerang Giok Seng Cu, akan tetapi ini bukanlah laku orang gagah. Mereka ini lebih baik kehilangan puteri daripada harus melanggar peraturan kang-ouw.
Pada saat Giok Seng Cu memukul, kakek ani berteriak kesakitan mengurungkan pukulannya, bahkan ia sendiri terhuyung-huyung lalu berlari mendekati Kong Ji. Di pundaknya telah menancap tiga batang Hek-tok-ciam (Jarum racun Hitam) yang dilepas oleh Kong Ji dalam usahanya menolong Hui Lian.
Dengan muka sebentar pucat sebentar merah Hui Lian kembali ke rombongannya. Kong Ji setelah mengobati pundak Giok Seng Cu, lalu melompat ke tengah lapangan. Ciang Le juga melompat menghadapinya dengan Hwa I Enghlong berkata singkat.
"Kami telah berhutang nyawa anak kami kepadamu." Kong Ji menjura dengan hormat.
"Harap maafkan Giok Seng Cu Suhu yang lancang tangan. Memang tidak sedikit pun aku mempunyai maksud bermusuhan denganmu. Kalau saja kau suka mengalah dan membiarkan aku menduduki kursi bengcu, bukankah ini berarti saling menolong dan menghindarkan pertandingan pertandingan yang membahayakan nyawa?"
Ciang Le tak dapat menjawab. ia bingung sekali. Ia memang harus membela kedudukan bengcu agar jangan terjatuh dalam tangan orang seperti Kong Ji. Akan tetapapi di lain pihak, sebagai seorang gagah ia harus ingat budi. Betapapun jahatnya Kong Ji, baru saja tak dapat disangkal bahwa tanpa pertolongan Kong Ji yang mengorbankan pembantunya sendiri sampai dilukainya, sudah dapat ditentukan nyawa Hui Lian melayang di tangan Giok Seng Cu.
Budi menolong nyawa adalah budi besar, hanya dapat dilunasi dengan menolong nyawa pula. Ciang Le berdiri bengong, kagum dan juga ngeri menyaksikan kelicikan dan kepintaran Liok Kong Ji. Bocah ini benar-benar seorang iblis yang kelak akan membahayakan dunia.
Pada saat itu, terdengar suara orang-orang yang hadir di situ dan semua mata memandang ke satu jurusan. Tentu saja Kong Ji dan Ciang Le juga tertarik dan mereka ikut menoleh. Kong Ji mengeluarkan seruan marah dan kaget sedangkan Ciang Le terheran-heran ketika melihat siapa yang datang itu.
Dengan sikap gagah dan senyum yang menambah cantiknya. Siok Li Hwa berjalan diikuti oleh pasukannya dan di sampingnya berjalan seorang pemuda membikin kaget, marah, dan heran semua orang. Pemuda itu yang berjalan dengan sikap tenang dan sederhana, sepeti juga sederhananya pakaiannya, bukan lain adalah Wan Sin Hong.
Kong Ji kaget setengah mati hampir ia tak dapat mempercayai kedua matanya sendiri. Wan Sin Hong sudah menjadi korban jarum Hek-tok-ciam dan jarum hijau dari Li Hwa, bagaimana sekarang datang lagi dalam keadaan segar dan sehat? Dan mengapa sekarang berjalan dalam suasana persahabatan dengan Li Hwa? Hatinya berdebar tidak karuan dan ia merasa tidak enak. Sebaliknya, Ciang Le tidak heran melihat Wan Sin Hong dalam keadaan masih hidup dan sehat karena ia sudah mendengar dari Hui Lian tadi siapa adanya orang yang terkena jarum-jarum yang dilepas oleh Kong Ji dan ketua Hui-eng-pai. Ia hanya heran melihat Wan Sin Hong berani muncul di tempat itu.
Bagaimanakah Wan Sin Hong yang tadinya sudah roboh oleh jarum rahasia dan dibawa pergi tubuhnya oleh seorang aneh yang bermuka merah dan dikejar oleh Li Hwa, kini datang dalam keadaan sehat bersama Siok Li Hwa? Mengapa mereka tidak kelihatan bermusuhan dan kemanakah perginya Si Muka Merah yang aneh tadi? Baiklah kita mengikuti pengalaman Hui-eng Niocu Siok Li Hwa ketika melakukan pengejaran kepada Wan Sin Hong yang dipondong pergi oleh manusia muka merah yang aneh.
Seperti telah dituturkan di bagian depan, Hui-eng Niocu Siok Li Hwa yang merasa penasaran karena belum dapat membunuh Wan Sin Hong yang mencemarkan nama baik perkumpulannya, ketika melihat tubuh Sin Hong dibawa lari oleh orang yang bermuka merah, lalu mengejar terus bersama rombongannya.
Belum lama ia mengejar dan tiba di sebuah hutan di lereng Bukit Ngo-heng-san itu, ia melihat orang yang dikejarnya tadi sedang berlutut. Wan Sin Hong direbahkan di atas tanah dan orang itu kelihatan sedang merawat luka-luka yang diakibatkan oleh jarum-jarum rahasia. Orang itu sedang asyik menusuk-nusuk bagian terluka tadi dengan jarum-jarum emas dan perak, sedangkan jarum Hek-tok-ciam dan jarum hijau yang tadi melukai Wan Sin Hong telah dicabuti dan kini diletakkan di atas sehelai kain putih.
Orang demikian asyiknya mengobati luka-luka dan duduknya membelakangi Li Hwa sehingga tidak mendengar atau melihat datangan Siok Li Hwa dan anak buahnya.
Siok Li Hwa ragu-ragu. Pedangnya sudah siap di tangan, akan tetapi ia termangu-mangu ketika menyaksikan betapa orang yang menolong Wan Sin Hong itu tengah mengobati luka-luka yang ditimbulkan antara lain oleh jarum-jarum hijaunya.
"Serahkan penjahat Wan Sin Hong kepadaku!" akhirnya ia membentak dengan suara keras.
Orang yang disangkanya orang aneh bermuka merah itu menoleh dan melihat wajah orang ini, Li liwa mengeluarkan jerit ngeri dan takut demikian pula para anak buahnya mengeluarkan jerit kaget dan muka mereka pucat. Pandang mata mereka sebentar ditujukan kepada Wan Sin Hong yang menggeletak di atas bumi, kemudian dialihkan kepada orang yang berlutut dan yang tadinya disangka orang bermuka merah. Memang aneh sekali dan bagi para gadis ini tentu saja merupakan hal yang aneh dan mengerikan karena baik bentuk badan maupun wajah kedua orang pemuda itu, baik yang berbaring maupun yang berlutut merawat, bagaikan tangan kanan dan tangan kiri. Serupa benar!
Saking bingung dan gugupnya, Li Hwa lalu melontarkan sebatung jarum hijau kepada pemuda yang sedang berlutut dan sedang mengobati luka-luka di tubuh pemuda yang rebah itu. Pemuda yang berlutut itu tengah memegangi jarum emas dan perak yang dipergunakan untuk menusuk-nusuk bagian yang terkena jarum beracun, maka ia tidak keburu nienangkis atau mengelak. Dengan tenang ia lalu melembungkan kedua pipinya dan... sekali meniup jarum hijau itu runtuh ke tanah!
Mata Li Hwa yang tajam dan bening itu terbelalak kaget. Mana mungkin orang meniup runtuh jarum hijaunya? Memang benar jaram itu kecil dan ringan saja akan tetapi telah disambitkan dengan penggunaan tenaga lweekang istimewa.
Seorang dengan tenaga lweekang biasa saja jangan harap akan dapat melontarkan jarum itu demikian cepat dan kuatnya. Akan tetapi bagaimanakah tenaga yang mendorong jarum itu menjadi punah begitu terkena angin tiupan pemuda itu? Setankah dia?
"Nona, tenanglah dan jangan galak-galak dulu. Tidakkah kau melihat betapa hebat luka saudara ini? Biarkan aku mengobatinya lebih dulu baru kita bicara. Pengaruh jarum hijaumu tidak berbahaya akan tetapi Hek-tok-ciam benar-benar merupakan senjata rahasia beracun keji sekali!" Kembali pemuda itu tekun merawat yang luka dan sama sekali tidak mempedulikan Li Hwa.
Ketua Hui-eng-pai ini berdiri bengong dan merasa malu kepada diri sendiri. tidak ada muka untuk menyerang lagi dan akhirnya ia malah melangkah mendekati dan dengan para anak buahnya berdiri di belakangnya, dia menonton cara pengobatan itu. Kagum ia melihat betapa cekatan jari-jari tangan pemuda yang mengobati. Setelah menusuk-nusuk dengan enam jarum emas dan perak, lalu menggunakan pisau tajam untuk melakukan operasi dan mengeluarkan darah yang hitam dan kehijauan dari luka-luka akibat jarum rahasia tadi. Setelah membersihkan luka-luka, ia lalu menempelkan obat di atas bekas luka, dan dengan secawan arak ia memberi minum obat kepada Si sakit mg masih pingsan. Akhirnya ia membereskan baju si sakit yang tadi dibukanya dan sambil tersenyum ia memandang kepada Li Hwa.
"Sudah beres, nyawanya tertolong, biarpun ia harus beristirahat sedikitnya seratus hari." Siok Li Hwa memandang tajam dan ia merasa bulu tengkuknya berdiri melihat persamaan yang luar biasa antara dua orang pemuda itu.
"Siapa kau?" tanyanya, mengharap akan mendapat jawaban bahwa pemuda ini adalah saudara kembar dari Wan Sin Hong yang menggeletak pingsan di atas tanah. Akan tetapi jawaban pemuda yang tersenyum-senyum tenang ini membuat bulu-bulu tengkuknya berdin lagi, juga para pengikutnya mengeluarkan seruan tertahan sambil menutup mulut yang berbibir merah dengan jari-jari tangan ketika pemuda itu menjawab.
"Namaku Wan Sin Hong."
"Kau... Wan Sin Hong...? Kalau begitu... siapa... siapakah orang........ itu...?" Li Hwa menunjuk ke arah pemuda yang terluka tadi.
Sin Hong tersenyum duka.
"Dia ini siapa aku sendiri pun belum tahu, akan tetapi biarpun ia agaknya serupa benar dengan aku, aku berani pastikan bahwa dia bukan Wan Sin Hong."
"Kalau begitu kaulah orangnya yang berbuat jahat kepada Cun Eng. Jahanam, bersiaplah kau untuk mampus!" Li Hwa lalu bersikap hendak menyerang dengan pedangnya, juga tiga puluh sembilan orang gadis rombongannya mencabut pedang masing-masing sehingga terdengar suara "Sraatt!" yang nyaring. Sin Hong menggeleng-gelengkan kepalanya, kecewa dan berduka.
"Nasibku yang buruk. Nona, sebelum kau membunuhku, maukah kau memberi tahu kepadaku apa sebabnya kau dan kawan-kawanmu ini begitu membenci Wan Sin Hong?"
"Bangsat besar jangan coba berpura-pura! Kau telah mengganggu Cun Eng dan ".."
"Nanti dulu...! Siapa itu Cun Eng...?"
Siok Li Hwa marah bukan main, pedang hijaunya berkelebat menyerang. Sin Hong tidak bergerak hanya berkata.
"Kau ini seorang nona cantik jelita yang lancang dan ceroboh!" Pedang hijau itu terhenti di tengah udara tidak jadi menusuk dada.
"Kau".. kau setan... kau berani bilang aku lancang dan ceroboh?" bentak Hui eng Nio-cu Siok Li Hwa saking marahnya mendengar makian ini, sampai tadi ia menunda gerakan pedangnya dan lupa untuk menyerang lagi.
Sin Hong mengangguk.
"Memang kau lancang dan ceroboh, dia inilah buktinya! Kalau kau tidak lancang dan ceroboh dan kau mau mempergunakan sedikit pertimbangan dan akal budi, masa kau sampai salah tangan melukai orang yang tidak berdosa? Sekarang tanpa penyelidikan lagi, kau sudah memastikan harus membunuhku, yakin betulkah kau bahwa aku benar-benar orang berdosa terhadap orang yang kau namakan Cun Eng? Bagaimana kalau sampai kau salah tangan lagi?"
Li Hwa nampak ragu-ragu.
"Habis kau... kau bernama Wan Sin Hong, dan kami memang mencari penjahat Wan Sin Hong""
Kini Sin Hong menarik napas panjang "Sudah terlampau banyak perbuatan-perbuatan keji dan jahat dilakukan oleh seorang bernama Wan Sin Hong. Aku yang bernama Wan Sin Hong sama sekali tidak tahu-menahu tentang kejahatan-kejahatan itu. Hal ini mempunyai dua kemungkinan. Pertama, ada seorang penjahat yang namanya betul-betul sama dengan namaku dan kemungkinan kedua, ada seorang jahat yang sengaja memakai namaku dengan maksud memburukkan namaku. Kemungkinan kedua inilah yang kurasa tepat dan sekarang sedang kuselidiki. Sekarang, melihat wajah orang ini yang serupa betul dengan aku, dan yang juga diserang orang karena disangka Wan Sin Hong, aku sengaja merampasnya dan mengobatinya karena siapa tahu kalau-kalau benar orang ini yang selama ini memakai nama Wan Sin Hong dan membikin cemar namaku. Kalau betul demikian, dia harus hidup dulu untuk membuka semua rahasia dan untuk mengaku mengapa ia begitu benci kepadaku dan melakukan segala macam kejahatan atas namaku. Akan tetapi, aku masih ragu-ragu. Orang dengan wajah seperti ini tak mungkin jadi penjahat !"
Tiba tiba muka Sin Hong menjadi merah, ketika ia melihat pandang mata Li Hwa. Gadis ini memandang kepadanya dengan mata berseri dan mulut tersenyum. Semua ucapan Sin Hong termakan betul oleh hatinya dan dianggap penuh cengli. Akan tetapi kata-kata terakhir tadi mendatangkan geli pada hatinya, tak tertahan lagi gadis ini tertawa. Karena semenjak kecil ia hidup di tempat terasing, ketawanya tidak seperti gadis-gadis lain yang selalu malu-malu dan bersopan-sopan dengan menutupi mulut dengan tangan. Gadis ini tertawa dengan bebas, memperlihatkan gigi yang putih dan berbaris rapi.
"Kenapa kau mentertawaiku?" Sin Hong mengerutkan alisnya.
"Kau manusia sombong, memuji-muji diri sendiri. Kiranya di dunia ini tidak pernah ada orang memujimu, maka memuji diri sendiri"
"Aku? Memuji diri sendiri? Bagaimana maksudmu?"
"Bukankah kau tadi bilang bahwa orang dengan wajah seperti dia itu tidak mungkin jadi penjahat?"
Tiba-tiba Sin Hong tertawa. Kini mengertilah dia. Memang, dengan mengatakan demikian, karena wajah orang itu serupa benar dengan wajahnya, sama artinya dengan menyatakan bahwa orang dengan wajah seperti wajahnya sendiri, tak mungkin jadi penjahat!
"Nona, ketahuilah. Di dunia ini terdapat seorang iblis jahat yang sepak terjangnya selain keji sekali, juga ia licin dan berbahaya. Salah satu di antara kecurangannya adalah penggunaan namaku untuk perbuatan-perbuatan jahatnya. Aku sedang mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti dan sekarang tiba saatnya aku membuka kedoknya. Nona siapakah dan coba kauceritakan perbuatan apakah yang dilakukan oleh penjahat yang mempergunakan namaku itu?"
Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekarang Siok Li Hwa mulai percaya kepada pemuda ini. Memang ia pikir tidak mungkin pemuda yang bersikap seperti ini seorang penjahat keji. Ia menceritakan peristiwa yang terjadi atas diri Cun Eng itu dan memperkenalkan diri.
Sin Hong mengerutkan alisnya.
"Hemm, keparat jahanam betul iblis itu. Di mana sekarang Nona Cun Eng?"
(Lanjut ke Jilid 31)
Pedang Penakluk Iblis/Sin Kiam Hok Mo (Seri ke 02 - Serial Pendekar Budiman)
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 31
"Dia sudah meninggal dunia, membunuh diri." Li Hwa lalu menuturkan bagai-mana Cun Eng telah membunuh diri di puncak Ngo-heng-san.
"Apakah dia tidak mengenal muka penjahat itu?"
"Tidak, karena di dalam gelap, hanya penjahat itu mengaku bernama Wan Sin Hong."
"Hemmm, seperti yang sudah-sudah juga begitu. Dan di antara kalian adakah yang sudah pernah melihat si penjahat itu?" Li Hwa menggelengkan kepala.
"Kalau begitu lebih-lebih lagi kau tidak boleh sembarangan menyerangku, Nona. Masih baik kalau benar-benar dugaanmu bahwa akulah orang jahat itu. Akan tetapi kalau keliru, bagaimana? Seorang gagah tidak berlaku sewenang-wenang, apalagi merupakan pantangan besar bagi seorang gagah untuk mencelakai orang yang tidak berdosa."
"Wan Sin Hong, kalau benar kau bernama Wan Sin Hong dan tidak merasa berdosa, kau sendiri yang harus dapat mencuci namamu yang sudah dikotori orang. Kalau memang kau tidak melakukan perbuatan-perbuatan jahat, kau harus dapat menangkap orang yang memalsukan namamu. Setelah penjahatnya tertangkap baru aku dapat percaya bahwa kau tidak berdosa. Kalau tidak ada bukti itu, bagaimana aku bisa percaya?"
"Kau kira aku enak-enak saja? Berbulan-bulan aku sudah menyelidiki dan mengikuti jejak penjahat itu dan kiranya sekarang sudah dekat. Aku minta pertolongan beberapa orang anak buahmu untuk menjaga saudara ini di sini dan marilah kita naik ke puncak. Kiranya, kalau tidak meleset perhitunganku, di puncak itulah akan dapat kubongkar semua rahasia ini."
Demikianlah Sin Hong dan Li Hwa lari menuju ke Puncak Ngo-heng-san pada saat Liok Kong Ji sedang berhadapan dengan Go Ciang Le dan pemuda itu telah mendesak Ciang Le dengan kata-kata.. Di sepanjang jalan menuju ke puncak, Sin Hong minta keterangan dan Li Hwa tentang keadaan dipuncak. Gadis itu yang makin lama makin tertarik dan suka kepada Sin Hong, menceritakan semua dengan jelas, betapa Cam-kauw Sin-kai terluka hebat dan lain lain.
"Kau pun dipilih oleh Cam-kauw Sin-kai menjadi seorang calon bengcu." katanya sebagai penutup penuturannya.
"dan aku pun masuk mencalonkan diri!" Kata-kata ini diiringi suara ketawanya yang merdu.
Sin Hong memandang kepadanya sambil tersenyum.
"Gadis ini luar biasa dan amat menarik hati", pikir Sin Hong. Akan tetapi ia merasa khawatir mendengar betapa Cum-kauw Sin-kai terluka oleh Ngo-tok Mo-jiauw, juga mendengar pengemis tua itu memilihnya sebagai calon bengcu.
"Agaknya di antara semua tokoh itu, hanya kakek pengemis ini yang masih menaruh kepercayaan padaku", pikir Sin Hong. Ia lalu mengajak Li Hwa mempercepat perjalanan ke puncak.
Setelah tiba di puncak, tanpa memperdulikan semua orang yang memandang kepadanya, ada yang terheran heran, yang kaget, dan ada yang marah-marah. Ia langsung berlari mendekati Cam-kau Sinkai yang masih rebah dan dirawat oleh Hui Lian, Bi Lan dan Hong Kin. Bi Lan melompat dan memandang kepada Sin Hong dengan mata penuh selidik. Hui Lian mukanya berubah sebentar pucat sebentar merah ketika melihat pemuda, sedangkan Hong Kin menjadi bengong dan mukanya pucat sekali. Mimpikah dia Pemuda yang baru datang yang dipanggil Wan Sin Hong ini, mengapa begitu serupa dengan Pangeran Wanyen Ci Lun? Hong Kin amat setia dan mencinta Pangeran Wanyen Ci Lun, maka begitu melihat Wan Sin Hong ia bertanya,
"Di mana Wanyen Siauw-ongya?" Sin Hong menoleh kepadanya, tak mengerti apa yang dimaksudkan.
"Siapa?"
"Pangeran Wanyen Ci Lun, yang tadi dibawa pergi oleh orang muka merah, dia" serupa benar dengan engkau..."
"Ah... jadi dia itu pangeran?" Hanya ini saja yang diucapkan oleh Sin Hong dan dadanya berdebar, apalagi ia mendengar bahwa pangeran itu mempunyai nama keturunan Wanyen, yakni nama keturunan ayahnya.
"Wanyen Kan! Dia masih saudaraku" pikirnya. Akan tetapi pada saat itu seluruh perhatiannya dicurahkan kepada Cam- kauw Sin-kai dan tanpa mempedulian yang lain-lain, ia cepat berlutut dan memeriksa keadaan Cam-kauw Sin-kai.
"Kau...?" Kakek itu berkata lemah. Napasnya sudah empas-empis dan mukanya tidak karuan, ada tanda tanda warna hitam, merah. hijau dan warna lain lagi. Inilah kehebatan racun dari Ngo-tok Mo-jiauw"
"Locianpwe, aku tidak berani mendahului kehendak Thian. Akan tetapi menurut pendapatku yang bodoh, lukamu tak dapat disembuhkan lagi. Racun yang mengandung hawa Im dan racun lain yang mengandung hawa Yang sudah memasuki darah. Kalau tidak kuobati, dalam waktu sehari semalam kau akan tewas. Dengan pengobatanku juga hanya dapat memperpanjang waktu sampai tiga hari tiga malam. Bagaimana? Apakah aku harus mengobatimu?"
Kakek pengemis itu menggeleng kepalanya.
"Tak usah... sehari semalam sudah cukup lama... kau bereskan saja urusan ini". jaga baik-baik jangan sampai orang lain menjadi bengcu... Wan-sicu maukah kau bersumpah bahwa penjahat Wan Sin Hong itu bukan kau orangnya?"
Sin Hong cepat mengeluarkan pisau perak kecil dan mulai memotong urat-urat yang akan menghambat perjalanan racun ke jantung. Juga ia menotok sana sini sehingga akhirnya kakek itu tidak merasa sakit sama sekali. Kemudian baru ia menjawab.
"Tak perlu bersumpah, Locianpwe. Apa artinya sumpah kalau tidak ada bukti-bukti? Tetap saja tidak dicaya orang. Biarlah, sekarang juga aku hendak membongkar bukti-buktinya!" Sambil berkata begitu ia masih asyik menotok dan memijit tubuh kakek pengemis itu.
"Wan Sin Hong penjahat terkutuk. Menyerahlah untuk kubelenggu, jangan menanti aku menurunkan tenaga besi!"
Bentakan ini diucapkan oleh Bu Kek Siansu ketua Bu-tong-pai yang sudah berada di situ bersama Leng Hoat Taisu. Akan tetapi Wan Sin Hong yang asyik merawat Cam-kauw Sin-kai itu tidak peduli sekali atas bentakan Bu Kek Siansu, melirik pun tidak. Bu Kek Siansu melangkah maju dan menggunakan dua jarinya menotok pundak Sin Hong, dengan maksud membuat pemuda itu tidak berdaya. Juga Sin Hong tidak peduli, melirik pun tidak. Pundaknya terkena totokan jago tua dari Bu tong-pai itu.
"Duk!"
"Ayaaa...!" Bukan Sin Hong yang terguling, melainkan tosu berjenggot panjang yang bertubuh tinggi kurus itu yang melompat ke belakang dan cepat ia mengurut-urut dua batang jari tangannya yang tadi dipakai menotok karena dua jari tangan itu telah menjadi salah urat. Bagaimana bisa begini? Tak lain karena Bu Kek Siansu berlaku ceroboh dan tadi melihat pemuda itu tidak melakukan perlawanan, lalu berlaku sembarangan karena ia pun tidak mau melukai pemuda yang tidak melawan. Maksudnya hanya akan membikin pemuda itu tak berdaya. Akan tetapi siapa kira setelah dua batang jari tangannya menyentuh kulit pundak, pundak ini dari sebelah dalam mengeluarkan hawa panas dan agak di goyang sedikit sehingga jari tangan kakek itu terserang tenaga yang luar biasa membuat tenaga totokan membalik dan membuat urat-urat dalam jari tangan itu terpukul sendiri! Inilah kelihaian hawa sinkang yang sudah tinggi sekali.
Tadinya Bu Kek Siansu dan Leng Hoat Taisu yang duduknya di bagian lain, melihat munculnya Wan Sin Hong, menjadi marah karena mengira bahwa penjahat muda yang lihai ini tentu akan membikin onar. Maka tanpa berpikir panjang mereka lalu mendatangi tempat itu dan Bu Kek Siansu lalu menyerangnya. Akan tetapi ketika Leng Hoat Taisu melihat bahwa pemuda yang berlutut itu sebetulnya sedang mengobati suhengnya, Cam-kauw Sin-kai, menjadi tercengang dan tidak bergerak, terpaku di situ saking herannya.
Sebaliknya Bu Kek Siansu yang merasa ia dibikin malu, tidak melihat hal ini saking malu dan marahnya. Tangan kirinya sudah memegang pedang dan sambil membentak.
"Penjahat keji lihat pedangku!" ia lalu menyerang
"Trangg...!" Pedangnya tertangkis oleh sinar hijau yang ternyata adalah pedang hijau yang dipegang oleh Siok Li Hwa. Gadis ini tadi melihat segala yang terjadi dan merasa penasaran menyaksikan kakek Ketua Bu-tong pai yang bertindak sembrono saja itu.
"Kau membela penjahat ini?" bentak Bu Kek Siansu marah, juga kaget dan heran karena tadi ia saksikan sendiri betapa Ketua Hui-eng-pai ini amat benci kepada Wan Sin Hong dan mencarinya untuk dibunuh.
"Sabarlah kakek tua. Kalau kau tidak sabaran dan mudah marah-marah usia tak dapat panjang!" jawab Li Hwa.
"Memang betul dia ini Wan Sin Hong, akan tetapi tunggu sampai dia membuktikan bahwa dia tidak berdosa dan bahwa namanya dipergunakan oleh orang lain. Aku sendiri pun sedang menunggu pembuktian ini. Selain itu, tidakkah kaulihat, bahwa dia tengah mengobati Cam-kau Sin-kai yang terluka berat"" Sementara itu, Cam-kauw Sin-kai yang sudah tidak merasa sakit lagi, cepat bangkit dan duduk bersila, lalu berkata kepada Sin Hong.
"Wan-sicu, lekas kau bereskan semua ini!" Sin Hong kini membungkus alat-alat pengobatannya, kemudian perlahan bangkit berdiri. Matanya menyapu orang-orang yang berada di situ dan melihat Lie Bu Tek berdiri di dekat Ciang Le, ia lalu menghampiri pendekar buntung itu dan menjatuhkan diri berlutut di depan Lie Bu Tek.
Pendekar Pedang Pelangi Eps 23 Memburu Iblis Eps 19 Memburu Iblis Eps 34