Ceritasilat Novel Online

Pendekar Penyebar Maut 40


Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono Bagian 40




   "Hah? Pedati kecil itu adalah pedati yang pagi tadi kubawa ke kuil...! Dan gerobag tersebut juga gerobag-gerobag orang-orang Kim-liong Piauw-kiok itu!" Chin Yang Kun berseru di dalam hati. Hampir saja Chin Yang Kun melompat keluar untuk menghentikan iring-iringan itu. Tapi niat tersebut segera diurungkannya ketika di belakang iring-iringan itu tiba-tiba muncul...Song-bun-kwi Kwa Sun Tek, hantu yang mahir menghidupkan orang-orang yang sudah mati!

   "Gila! Orang-orang berkuda itu ternyata adalah teman Song-bun-kwi! Nah, tahulah aku sekarang, kenapa pemuda tampan itu membawaku ke kuil setan itu. Agaknya anak bengal itu telah bermusuhan dengan Song-bun-kwi Kwa Sun Tek. Oleh karena kepandaian iblis itu amat tinggi, maka pemuda itu lalu menjebakku untuk menghadapinya. Hmm, kurang ajar...!" Chin Yang Kun mengumpat di dalam hati.

   Beberapa saat kemudian tempat itu telah menjadi sepi kembali. Chin Yang Kun lalu bangkit berdiri. Rambutnya menyentuh dahan perdu tempat dimana dia bersembunyi, sehingga semak-semak itu bergoyang-goyang. Tiba-tiba pemuda itu terbelalak! Dilihatnya secarik kertas melayang jatuh dari atas pohon. Pemuda itu cepat-cepat menangkapnya, kemudian merentangkannya di depan matanya. Matanya dengan cepat membaca beberapa huruf yang tertulis di atas kertas itu. Sebentar lagi seorang penjaga akan lewat disini. Tangkaplah dia! Lucuti pakaiannya, lalu pergunakanlah untuk menyusup ke atas bukit!

   "Hah? Siapakah yang menulis surat ini? Mengapa dia tahu aku bersembunyi disini?" Chin Yang Kun berdesah kaget. Tak heran jikalau pemuda itu merasa terkejut. Dia hampir tak pernah mengendorkan kewaspadaannya, meskipun demikian ternyata ia tak tahu sama sekali kapan kertas itu diletakkan orang di depan hidungnya. Melihat kenyataan itu, terang kalau kedatangannya di tempat tersebut telah diketahui orang lain. Untung baginya orang itu kelihatannya bukan dari pihak lawan.

   "Sungguh lihai sekali! Siapakah orang itu...? Aku harus lebih berhati-hati lagi," Chin Yang Kun berkata di dalam hati. Benar juga apa yang ditulis orang itu! Dari jauh Chin Yang Kun telah mendengar langkah seseorang. Mungkin karena mengira bahwa tidak mungkin ada orang yang berani datang ke tempat itu, maka orang itu berjalan seenaknya. Sedikitpun tidak mempergunakan ginkangnya!

   Suara sepatunya sungguh berisik sekali ketika menginjak daun-daun kering yang berserakan di atas tanah. Chin Yang Kun bersiap-siaga. Pemuda itu telah melihat seorang lelaki tinggi besar mendekati tempat persembunyiannya. Orang itu berjalan sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, sikapnya amat tenang dan penuh kewaspadaan, bagaikan seorang peronda malam yang sedang melakukan tugasnya. Topinya yang lebar itu tampak berkilat-kilat ditimpa sinar matahari. Chin Yang Kun mengerahkan Liong-cu I-kangnya! Pemuda itu tidak ingin gagal dalam sekali terkam! Tapi...tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang lain! Suara itu datang dari arah sebelah kirinya! Tentu saja keadaan itu sangat membingungkan Chin Yang Kun! Ternyata secara berbareng ada dua orang penjaga yang datang, dan mereka mendekati tempat itu dari arah yang berlawanan.

   Kalau dia meringkus salah seorang dari mereka, yang lain tentu akan segera mengetahuinya. Dan hal itu sungguh berbahaya sekali! Sekali mereka berteriak, ribuan orang di atas puncak itu tentu akan segera turun mengeroyoknya. Dengan urat-urat yang tegang Chin Yang Kun menatap ke arah penjaga yang pertama, tapi wajahnya tiba-tiba menjadi pucat! Penjaga itu sudah tidak ada lagi di tempatnya. Orang itu lenyap tanpa dia ketahui kemana perginya, padahal dia tadi cuma menoleh sekejap saja! Otomatis Chin Yang Kun menoleh lagi ke sebelah kirinya yaitu ke tempat dimana suara orang yang kedua tadi terdengar. Dan...pemuda itu terperanjat! Mendadak saja di tempat itu telah muncul seorang penjaga lain yang dengan sinar mata dingin menatap ke arah dirinya.

   "Wuuuuuut!" Orang itu menyerang dengan pedangnya membuat Chin Yang Kun meloncat keluar dari persembunyiannya. Pedang itu bergetar dengan hebat sehingga ujungnya bagaikan terpecah menjadi tiga bagian.

   Bagian pertama menusuk ke arah kepala, sementara bagian kedua dan ketiga menyambar ke arah leher dan ulu hati! Sungguh sulit untuk ditebak, serangan mana yang akan lebih dahulu tiba pada sasarannya. Serangan tersebut memang benar-benar hebat sekali! Tapi apa yang dilakukan oleh Chin Yang Kun untuk menghadapi serangan tersebut ternyata lebih dahsyat lagi! Ternyata pemuda itu tidak mau berpayah-payah atau berpusing-pusing menantikan datangnya serangan tersebut. Begitu melihat lawannya menyerang dengan pedangnya, diapun segera menyongsong dengan kebutan lengan bajunya.Lengan bajunya yang lebar itu menyabet ke depan dengan suara bergemuruh! Orang itu terkejut sekali! Dengan susah payah dia menarik pedangnya, tapi terlambat. Lengan baju yang penuh lweekang itu menghantam ujung pedang, kemudian membelitnya dengan kuat.

   "Pletaaak...!" pedang tersebut patah menjadi tiga bagian! Dan sebelum penjaga itu menyadari dengan sepenuhnya apa yang telah terjadi, tiba-tiba lengan Chin Yang Kun bertambah panjang dua jengkal jauhnya, sehingga lengan tersebut menerobos lobang lengan baju dan menyambar ke arah pinggangnya. Serangan ini sungguh-sungguh dahsyat dan diluar dugaan penjaga itu! Maka tiada ampun lagi serangan itu mengenai dengan telak pinggang penjaga tersebut.

   "Dhiessss!!!" Penjaga itu terlempar ke belakang dengan hebatnya, lalu terhempas ke tanah dengan mata mendelik. Mati. Sambaran tangan Chin Yang Kun tadi telah mematahkan tulang pinggang dan meremukkan isi perutnya! Bergegas Chin Yang Kun melucuti pakaian orang itu dan mengenakannya pada tubuhnya. Sarung pedang beserta pedangnya yang telah patah itu dipungut pula oleh Chin Yang Kun. Lalu dengan tergesa gesa mayat penjaga itu diseretnya ke dalam semak-semak. Demikianlah hanya dalam waktu singkat pemuda itu telah berubah menjadi seorang penjaga, lengkap dengan topi bambunya yang lebar.

   "Hmmm, tanganmu sungguh cepat dan...ganas sekali!" tiba-tiba Chin Yang Kun mendengar desah napas di belakangnya. Bagai kilat cepatnya pemuda itu membalikkan tubuhnya, dan wajahnya berubah dengan hebat! Di depannya telah berdiri...penjaga yang tadi menghilang! Chin Yang Kun mengerahkan seluruh kekuatannya kembali. Tapi sebelum pemuda itu bertindak lebih lanjut, penjaga itu segera melepas topi lebarnya...

   "Hei? kau...!" Chin Yang Kun berseru.

   "Ya!" penjaga yang tidak lain adalah Hong-gi-hiap Souw Thian Hai itu mengangguk. "Maaf, aku telah mengagetkanmu..." Chin Yang Kun bernapas lega.

   "Ah, kau sungguh amat mengejutkan aku. Kenapa kau mengenakan seragam penjaga juga? Apakah kau telah menjadi anggauta dari orang-orang yang berada di atas puncak itu?" Souw Thian Hai menggeleng.

   "Tidak! Seperti engkau pula, aku menyamar menjadi penjaga agar aku dapat naik ke puncak dengan mudah," katanya menjelaskan. Keduanya berdiam diri kembali. Souw Thian Hai memandang ke atas bukit, ke arah orang-orang yang sedang ramai berebutan mengambil senjata dari dalam gerobag. Sedang Chin Yang Kun dengan perasaan sedih dan gelisah mengawasi Souw Thian Hai. Dugaan pemuda itu tentang hubungan Souw Thian Hai dengan Souw Lian Cu membuat pemuda itu merasa gelisah dan kikuk.

   "Ada apa sebenarnya diatas puncak itu? Tadi ketika aku akan pergi dari bukit ini, aku melihat beberapa orang penunggang kuda datang mengiringkan Song-bun-kwi Kwa Sun Tek ke bukit ini. Karena aku merasa curiga maka aku lantas mengikuti saja langkah mereka. Dan di kaki bukit tadi aku menangkap seorang penjaga agar supaya aku dapat lebih leluasa mengikuti mereka," Souw Thian Hai berkata perlahan, kemudian kepalanya berpaling mengawasi Chin Yang Kun. Chin Yang Kun cepat-cepat memalingkan mukanya pula.

   "Entahlah! Aku...aku juga tidak tahu. Kedatanganku kemari hanya untuk mencari dan membebaskan kawan yang diculik oleh gerombolan ini..." Katanya memberi penjelasan. Dan ketika terpandang oleh pemuda itu kertas surat yang dibacanya tadi, ia segera bertanya,

   "Eh, apakah engkau yang meletakkan secarik kertas disini tadi?" Pendekar sakti itu tiba-tiba mengerutkan keningnya.

   "Secarik kertas? Kertas apa itu?" tanyanya tak mengerti.

   "Hei, jadi...bukan kau yang mengirimnya? Lalu...siapakah kalau begitu?"

   "Hmmmm!" Souw Thian Hai tersenyum. "...lekas kau katakan kepadaku! kau jangan membingungkan aku...!"

   "Lihatlah!" Chin Yang Kun mengambil kertas itu dan memberikannya kepada Souw Thian Hai. Tak lupa pemuda itu menceritakan juga bagaimana surat itu sampai ke tangannya. Selesai membaca Souw Thian Hai tidak lekas-lekas memberikan komentarnya. Pendekar itu justru memalingkan mukanya ke atas, menghadap ke arah kelompok orang-orang yang sedang berkumpul di atas puncak tersebut.

   "Agaknya tidak hanya kita sendiri yang ingin pergi ke puncak itu. Hmmmm, aku menjadi semakin ingin sekali kesana..." akhirnya pendekar itu berkata seperti kepada dirinya sendiri.

   "Jadi kau juga tidak tahu siapa yang menulis pesan itu?" Chin Yang Kun menegaskan. Souw Thian Hai menggelengkan kepalanya.

   "Tidak...! tapi engkau tak usah memusingkannya! Kita berangkat saja sekarang kesana untuk mencari orang itu!"

   "Baik! Marilah...!" kedua orang yang menyamar sebagai penjaga itu lalu melangkah ke atas. Sambil berjalan mereka meneliti setiap tempat, seolah-olah mereka memang dua orang penjaga yang sedang bertugas.

   Dengan sangat hati-hati mereka melangkah diantara orang-orang yang sedang bergerombol di segala tempat itu. Untunglah perhatian orang-orang tersebut sedang disibukkan oleh pembagian senjata dari gerobag tadi, sehingga mereka dengan aman bisa melewati orang-orang itu. Sampai di atas kedua orang itu menghentikan langkah mereka. Gedung itu telah berada di depan mereka, tapi untuk mencapainya mereka masih harus menyebrangi halaman yang luas dan terbuka. Dan di tempat itu tidak ada lagi orang-orang yang berkumpul-kumpul seperti tadi. Di tempat tersebut penjagaan sangat ketat, dan penjaganyapun mempunyai seragam yang lain dari pada seragam yang mereka kenakan. Souw Thian Hai memandang Chin Yang Kun seraya mengangkat pundaknya.

   "Wah, bagaimana ini? Apakah kita harus melumpuhkan dua orang penjaga lagi?"

   "Tapi...bagaimana kita dapat meringkus dua orang penjaga tanpa diketahui oleh penjaga yang lain di tempat yang terbuka seperti ini? Eh, awas...! Ada dua, eh...empat orang penjaga datang kemari!" Chin Yang Kun memperingatkan temannya. Mereka bermaksud menghindar, tetapi ke empat orang penjaga itu terlanjur melihat mereka.

   "Hai, berhenti dulu! Penjaga dari mana kalian ini? Mengapa sampai ke tempat ini? Siapakah pemimpin kalian?" salah seorang diantaranya menghardik. Souw Thian Hai mengerahkan tenaganya dan bersiap-siap untuk turun tangan. Tetapi dalam keadaan terdesak, tiba-tiba Chin Yang Kun memperoleh akal.

   "Kami datang dari kota Lok-yang...kami berdua adalah tangan kanan Keng Si Yu. Kami datang kemari untuk mencari pemimpin kami tersebut, sebab ada sesuatu hal penting yang harus kami laporkan," pemuda itu menjawab lancar, seakan-akan telah dipersiapkan sebelumnya.

   "Oh...anak buah Keng Bengcu (pemimpin Keng) rupanya! Silahkanlah kalau begitu! Kebetulan Keng Bengcu baru saja datang dari menjemput Song-bun-kwi di kota Poh-yang. Ia berada di halaman belakang sekarang..."

   "Ah, terima kasih. Kalau begitu...kami akan segera kesana untuk menemuinya." Chin Yang Kun menjura dengan hormat, kemudian menarik lengan Souw Thian Hai pergi. Souw Thian Hai menurut saja ditarik Chin Yang Kun. Pendekar sakti itu tak habis pikir, dari mana pemuda aneh itu tahu nama-nama tersebut? Siapa sebenarnya anak muda yang amat lihai ini? Mereka menyeberangi halaman luas itu dengan tergesa gesa. Beberapa orang penjaga diam saja melihat mereka, karena penjaga-penjaga tersebut menyangka bahwa mereka itu telah diijinkan masuk oleh empat orang penjaga di depan tadi. Tapi ketika mereka akan masuk ke dalam gedung, beberapa orang yang berdiri di depan pintu segera menahan mereka.

   "Kami...kami datang dari kota Lok-yang. Kami ingin bertemu dengan Keng Si Yu, pemimpin kami!" sekali lagi Chin Yang Kun berusaha membohongi para penjaga pintu tersebut.

   "Keng Bengcu tidak berada di ruang depan ini. Beliau ada di halaman belakang bersama-sama dengan para pemimpin yang lain. Pergilah lewat pintu samping itu...!" seseorang dari penjaga itu berkata sambil menunjuk ke pintu samping.

   "Baik! Terima kasih..." Chin Yang Kun lalu mengajak Souw Thian Hai ke halaman samping. Mereka berjalan diantara pohon-pohon cemara yang menaungi kolam ikan. Di setiap tempat mereka dipaksa untuk berbohong lagi di depan para penjaga yang lain. Dan untungnya orang-orang itu masih tetap percaya dan belum mencurigai dandanan mereka. Tapi mana mungkin mereka terus-terusan membohongi orang-orang itu? Suatu saat mereka tentu akan benar-benar bertemu dengan anak buah Keng Si Yu. Dan apabila hal itu benar-benar terjadi maka penyamaran mereka akan berakhirlah sudah. Oleh karena itu sebelum semuanya sungguh-sungguh terjadi, Souw Thian Hai segera mengatakan hal itu kepada Chin Yang Kun.

   "Kita tidak mungkin membohongi mereka terus menerus. Kita harus mencari akal lain untuk dapat memasuki gedung ini..." Pendekar sakti itu berkata.

   "Benar! Aku juga telah berpikir demikian. Tapi jalan mana yang harus kita tempuh? Apakah engkau telah menemukan akal yang lain?" Dengan tersenyum kecut Souw Thian Hai menggeleng.

   "Tidak...! Aku...eh!" Pendekar sakti itu tiba-tiba menarik lengan Chin Yang Kun dan membawanya meloncat ke atas dahan pohon cemara di dekat mereka. Kemudian dari atas pohon pendekar sakti itu menudingkan jari telunjuknya ke bawah, kearah dua orang lelaki yang baru saja keluar dari pintu samping.

   "Ssst, lihatlah! Itu dia Song-bun-kwi Kwa Sun Tek!" pendekar sakti itu berbisik. Chin Yang Kun terbelalak, pandangannya tertuju ke arah dua orang lelaki yang ditunjuk oleh Souw Thian Hai itu. Tapi bukan Song-bun-kwi Kwa Sun Tek yang membuatnya terkejut sehingga terbelalak matanya, tapi teman Song-bun-kwi yang bertubuh tinggi besar itulah yang teramat sangat mengejutkan hatinya.

   "Paman Hek-mou-sai Wan It...!" pemuda itu berdesah tak percaya. Memang benar. Dua orang lelaki yang baru saja keluar dari pintu samping itu memang benar Song-bun-kwi Kwa Sun Tek dan Hek-mou-sai Wan It! Sesaat Chin Yang Kun merasa girang sekali melihat bekas pembantu ayahnya itu. Tapi di lain saat tiba-tiba hatinya menjadi kecut melihat keakraban antara pembantu ayahnya itu dengan Song-bun-kwi Kwa Sun Tek!

   "Paman Wan It...! apakah yang telah terjadi dengan dia? Mengapa sekarang ia malah menjadi akrab dengan orang yang telah pernah menyiksanya? Apakah dia telah melupakan dendamnya?" Chin Yang Kun bertanya-tanya di dalam hatinya. Sekejap pemuda itu menjadi bimbang dan bingung,sehingga ia diam saja ketika dua orang itu pergi meninggalkan tempat tersebut.

   "Ayoh kita ikuti kedua orang itu!" mendadak Souw Thian Hai berbisik, lalu meloncat turun dari atas pohon dan berlari mengejar bayangan kedua orang itu.

   "Hei, tunggu...!" Chin Yang Kun tersentak, kemudian meloncat turun pula ke atas tanah. Tapi Chin Yang Kun telah kehilangan jejak mereka. Souw Thian Hai maupun Song-bun-kwi seakan-akan telah lenyap ditelan oleh gerumbul-gerumbul perdu yang tumbuh lebat di samping gedung itu.

   "Huh! Kemana dia? Cepat benar...!" pemuda itu menggerutu.

   Sekali lagi Chin Yang Kun mencari kesana kemari, kadang kadang menyibak dan menyeruak diantara semak belukar tersebut, tetapi bayangan Souw Thian Hai dan orang-orang itu tetap tidak diketemukannya. "Bangsat...!" akhirnya pemuda itu merutuk di dalam hati. Chin Yang Kun membalikkan badannya, lalu melesat kembali keluar dari hutan perdu tersebut. Pemuda itu bertekad untuk masuk ke sarang harimau itu seorang diri. Sejak semula ia memang telah bermaksud membebaskan kawannya itu seorang diri saja. Tiba-tiba pemuda itu tertegun. Di luar hutan ia telah dihadang oleh empat orang penjaga yang tadi telah dibohonginya. Wajah empat orang penjaga itu tampak merah padam, suatu tanda bahwa mereka telah mengetahui penyamaran Chin Yang Kun dan kini mereka sangat marah sekali.

   "Hmmh! Mau kemana lagi kau...penyelundup?" salah seorang diantaranya membentak dengan suara menggeledek. Chin Yang Kun sadar bahwa penyamarannya telah diketahui oleh lawan, maka ia tak mau sungkan-sungkan lagi.

   Dikerahkannya tenaga sakti Liong-cu I-kangnya, lalu bersiap-siap untuk menghajar mereka. Tapi empat orang penjaga itu juga telah bersiap-siaga sejak tadi. Mereka tak mau didahului oleh Chin Yang Kun. Begitu melihat lawannya yang masih muda tersebut mengerahkan tenaganya, mereka segera mendahului menerjang bersama-sama. Dengan senjata masing-masing empat orang itu menyerang Chin Yang Kun dari segala jurusan. Chin Yang Kun berlaku hati-hati. Dia belum mengenal ilmu lawan-lawannya, apakah mereka mempergunakan senjata yang berbeda-beda. Ada yang memegang golok, ada yang membawa tombak, dan ada pula yang memakai senjata cambuk dan pedang! Tampaknya mereka juga bukan orang orang sembarangan di dunia kang-ouw, terbukti dalam serangan itu permainan senjata mereka benar-benar dahsyat dan berbahaya.

   Chin Yang Kun tidak ingin keras lawan keras. Ia tahu bahwa selama ini Liong-cu I-kangnya jarang yang mampu melawan. Tapi sebuah pertempuran tidak hanya tergantung pada kekuatan lweekang saja. Kecerdikan, tipu muslihat dan macam senjatapun dapat mempengaruhi jalannya pertempuran. Seseorang yang kalah dalam tenaga dan ilmu silat, mungkin masih bisa memperoleh kemenangan dengan tipu muslihat! Maka Chin Yang Kun segera menghindar, dengan gesit kakinya...meloncat ke dalam hutan perdu kembali. Senjata lawan yang tidak sempat ia elakkan ia tepiskan dengan kebutan ujung lengan bajunya. Kemudian sambil main petak petakan di gerumbul-gerumbul perdu ia melayani empat orang lawannya.

   Sesekali ia menyerang, kemudian menyelinap ke dalam semak, untuk selanjutnya menerjang lagi lawan yang lainnya! Dengan begitu ia dapat memperoleh kesempatan menilai kemampuan musuh-musuhnya. Baru setelah ia dapat menjajagi ilmu mereka, ia mulai menyusun serangan-serangan yang mematikan. Mula-mula pemuda itu mencegat salah seorang diantaranya, kemudian dengan gencar mendesak orang itu dengan pukulan-pukulan dahsyat. Dan sebelum yang lain-lain datang menolong, Chin Yang Kun segera membereskan orang itu dengan pukulannya yang mematikan! Lalu siasat tersebut diulang kembali terhadap lawan-lawannya yang lain, sehingga akhirnya tinggal seorang saja yang masih hidup. Tapi sebelum yang seorang itu dapat diselesaikan pula oleh Chin Yang Kun, tiba-tiba dari luar hutan tampak berlarian beberapa orang penjaga lain ke tempat itu.

   Begitu tahu apa yang telah terjadi di tempat tersebut, para penjaga itu segera maju mengepung Chin Yang Kun. Seorang diantaranya malah cepat-cepat meniup tanda bahaya yang dipegangnya, sehingga sebentar kemudian orang-orang yang berkumpul di atas bukit itu berlarian pula ke tempat tersebut. Chin Yang Kun menjadi tegang. Bagaikan air bah ribuan orang yang berada di atas bukit itu tampak menyerbu ke arah dirinya. Maka tidak ada pilihan lagi bagi pemuda itu selain bertempur dengan sekuat tenaga. Dan hal itu benar benar dikeluarkan sampai tuntas. Maka dapat dibayangkan betapa dahsyatnya sepak terjang Chin Yang Kun! Setiap pukulan dan terjangan kakinya tentu membawa korban di antara para pengeroyoknya. Kim-coa-ih hoat dan Liong-cu I-kangnya yang ampuh itu sungguh amat mengerikan dan menggiriskan lawan-lawannya.

   Sekali terjang tentu ada tiga-empat orang yang terbanting mampus di hadapannya. Dilihat dari jauh pemuda itu bagaikan malaikat elmaut yang sengaja turun ke bumi untuk menyebar kematian di atas puncak bukit tersebut. Darah berceceran, memercik membasahi semak-semak belukar yang juga telah porak-poranda diterjang oleh kaki-kaki mereka. Tempat yang semula sepi dan lengang itu tiba-tiba saja berubah menjadi neraka yang mengerikan.

   Jilid 30
Meskipun demikian karena jumlah para pengepungnya selalu saja bertambah seperti tiada habis-habisnya, maka akhirnya Chin Yang Kun menjadi kewalahan juga. Bagaimanapun juga tinggi ilmunya, kalau harus melawan musuh sedemikian banyaknya, lambat laun akan kerepotan pula. Kemampuan dan kekuatan manusia tetap ada batasnya.

   Demikianlah, beberapa ratus jurus kemudian, sejalan dengan semakin susutnya tenaga dan kekuatan tubuh Chin Yang Kun, maka tenaga sakti yang melindungi tubuh pemuda itupun semakin menjadi lemah pula, sehingga senjata lawan yang semula tak bisa melukai badannya kini mulai tampak menggores kulit dagingnya! Darah mulai mengalir membasahi tubuh dan pakaian Chin Yang Kun! Untunglah medan pertempuran yang terdiri dari semak semak belukar itu masih dapat membantu perlawanan Chin Yang Kun. Dengan modal kegesitan, kelincahan dan kekuatan lweekangnya pemuda itu masih dapat bermain petak-petakan di hutan perdu yang lebat tersebut. Tapi keadaan yang menguntungkan tersebut tampaknya juga tidak dapat berlangsung lama pula. Dengan hancurnya semak-semak perdu yang melindunginya, terpaksa Chin Yang Kun harus bertempur lagi beradu dada.

   Kini tinggal suasana hiruk-pikuk dan gumpalan debu yang mengepul tinggi saja yang sedikit agak membantu perlawanannya. Sambil berlindung di antara gelapnya debu yang berhamburan Chin Yang Kun menyerang para pengepungnya. Korban sudah tidak bisa dihitung lagi. Mayat-mayat korban amukan Chin Yang Kun bertumpuk dan berserakan di sanasana. Meskipun demikian keadaan pemuda itu sendiri juga semakin mengkhawatirkan. Beberapa gores luka telah tampakdi tubuhnya, kekuatannya pun sudah jauh berkurang, sehingga kadang-kadang pemuda itu tampak sempoyongan sehabis mengerahkan tenaganya. Padahal kepungan semakin rapat, lawan yang datang seperti tiada habis-habisnya. Maka tak heran kalau beberapa saat kemudian pemuda itu benar-benar jatuh dalam kesulitan.

   Ribuan orang yang sudah kalap itu mendesaknya ke sumur tua yang berada di lereng puncak sebelah barat. Khabarnya sumur itu digali oleh orang yang mendirikangedung tua tersebut berpuluh-puluh tahun yang lalu untuk mendapatkan air. Tetapi oleh karena air yang dicari-cari itu tidak kunjung keluar pula meskipun telah digali sampai puluhan meter dalamnya, maka sumur tersebut lalu tidak jadi digunakan lagi. Dibiarkannya saja sumur yang bergaris tengah empat atau lima meter itu ditumbuhi semak dan alang-alang, sementara dasarnya yang gelap dan pengap khabarnya menjadi sarang ular-ular berbisa. Demikianlah, Chin Yang Kun didesak sampai tidak bisa berkutik lagi di sumur tua tersebut. Tumit sepatunya telah menginjak bibir sumur, sementara lawan-lawannya tetap maju terus bagaikan kawanan semut yang mengerumuni mangsanya.

   "Hmmmm...agaknya aku benar-benar akan mati di tempat ini." pemuda itu berdesah dengan perasaan getir.

   "Tapi kematianku nanti rasa-rasanya juga tidak sia-sia pula. Aku telah membunuh ratusan...bahkan mungkin malah lebih dari seribu nyawa mereka!"

   Chin Yang Kun menoleh sekejap ke belakang. Dilihatnya sumur itu benar-benar terlalu lebar untuk tenaganya yang telah terkuras habis. Tak mungkin ia dapat meloncatinya lagi. Jangan lagi untuk meloncatinya, sedangkan untuk berdiri saja kakinya telah mulai gemetaran. Dengan pandang matanya yang telah mulai mengabur Chin Yang Kun melihat para pengepungnya melepaskan anak panah. Terpaksa pemuda itu mengerahkan pula lagi seluruh sisa-sisa tenaganya. Kemudian dengan kaki yang telah goyah pemuda itu berusaha mengelak, menangkis dan meruntuhkan anak-anak panah tersebut. Meski telah kehabisan tenaga, ternyata perbawa tenaga sakti Liong-cu I-kang pemuda itu masih tetap menunjukkan keampuhannya.

   Beberapa batang anak panah tampak berpatahan ketika melanggar lengan Chin Yang Kun, sementara beberapa buah yang lain malah membalik, meluncur kembali menghantam para pelepasnya. Tetapi beberapa buah diantaranya ternyata juga tidak bisa dihindari oleh pemuda itu. Anak-anak panah tersebut lepas dari pertahanan Chin Yang Kun, sehingga menancap dan melukai badannya. Tampak tubuh pemuda itu bergoyang-goyang mau jatuh. Darah semakin tampak membanjir dari luka-lukanya. Biarpun beberapa orang kawannya kembali menjadi korban dari perlawanan Chin Yang Kun, orang-orang itu berteriakteriak dan bersorak-sorak melihat Chin Yang Kun yang telah parah. Mereka tampak amat bergembira sekali melihat lawan mereka yang berilmu sangat dahsyat itu bergoyang-goyang karena lukanya.

   "Hantam lagi dengan luncuran tombak...!" seseorang terdengar berseru. Berpuluh-puluh batang tombak meloncat ke arah Chin Yang Kun disertai sorak-sorai para pelemparnya. Kali ini orang orang itu amat yakin bahwa serangan mereka tentu akan berhasil membunuh pemuda itu. Tak mungkin rasanya pemuda yang telah sempoyongan itu mampu menangkis hujan tombak yang meluncur ke arah tubuhnya! Pemuda itu merasa bahwa ajalnya telah tiba. Tak mungkin dia bisa menghindari hujan tombak tersebut.

   "Gila!" pemuda itu mengumpat sambil mengerahkan sisa sisa tenaganya, lalu meloncat ke belakang. Dalam keadaan terpepet dan terpojok, dimana ia tak mungkin lagi menghindari hujan tombak tersebut, ternyata pemuda itu memilih atau mencoba untuk meloncati lobang sumur itu. Tapi karena tenaga saktinya memang sudah benar-benar habis, maka loncatannya gagal. Belum ada separuh jalan tubuhnya telah meluncur turun bagaikan disedot ke dalam lobang yang gelap penuh alang-alang itu. Tubuh Chin Yang Kun meluncur turun dengan cepatnya. Hawa panas dan pengap menerpa hidung dan menyesakkan napasnya, sehingga untuk beberapa saat lamanya pemuda itu seperti orang yang kehilangan akal dan tak tahu apa yang mesti dikerjakannya. Tapi sekejap kemudian pemuda itu segera menyadari keadaan serta bahaya yang sedang dihadapinya.

   Apalagi ketika ribuan orang pengepungnya yang berada di atas sumur itu beramai-ramai melemparkan batu dan segala macam benda lainnya ke dalam sumur. Bukan main gemuruh suaranya! Laksana bukit runtuh yang hendak menimpa dirinya! Sekali lagi Chin Yang Kun berusaha mengumpulkan kembali sisa-sisa tenaganya, lalu dengan membelalakkan matanya pemuda itu berusaha mencari "sesuatu" yang sekiranya dapat ia gunakan untuk menahan laju tubuhnya. Dan...tiba-tiba mata yang semakin mengabur itu tampak berkilat gembira! Sebatang balok panjang tampak melintang di bawahnya! Chin Yang Kun mengerahkan ginkangnya lalu mendaratkan kakinya diatas balok kayu tersebut. Tapi karena kekuatannya telah jauh berkurang, maka pekerjaan yang dalam keadaan biasa tentu akan dapat ia kerjakan dengan mudah itu kini hampir saja gagal ia lakukan.

   Kedua buah lututnya seperti tak kuat menahan berat tubuhnya, sehingga telapak kakinya gagal bertahan di atas balok kayu tersebut dan terpeleset ke bawah. Otomatis tubuh pemuda itu terpelanting. Untunglah dengan gerak refleksnya pemuda itu cepat-cepat menyambar balok kayu tersebut dengan sepasang lengannya, kemudian bergegas meluncur ke dinding sumur untuk menghindari hujan batu dari atas. Terdengar balok kayu itu berderak dengan keras ketika beberapa buah batu besar menimpanya. Chin Yang Kun melekatkan punggungnya ke dinding sumur sambil mencari jalan untuk keluar dari lobang maut tersebut. Tetapi ketika balok kayu tempat ia berpijak itu semakin sering digoncang batu, akhirnya Chin Yang Kun menjadi khawatir, jangan-jangan balok kayu tersebut akan patah juga nantinya.

   "Aku harus mencari tempat berpijak yang lain..." pemuda itu berpikir sambil menepiskan reruntuhan dan debu-debu yang bertaburan ke arahnya. Untunglah dinding sumur dimana ia berada itu sedikit terlindung oleh tonjolan batu diatasnya sehingga tak sebuahpun batu yang langsung menimpa kepalanya.

   Dalam kegelapan Chin Yang Kun meraba-raba dinding sumur untuk mencari tempat yang sekiranya dapat ia pakai untuk mengamankan dirinya. Sementara itu para pengeroyoknya yang berada di atas sumur semakin gencar menimbuni sumur tua tersebut dengan batu dan tanah. Mereka bermaksud mengubur lawan mereka yang lihai luar biasa itu hidup-hidup. Tiba-tiba Chin Yang Kun terperanjat. Tangannya yang meraba-raba dinding sumur itu mendadak menyentuh tempat kosong. Dan ketika ia berusaha meyakinkannya sekali lagi, maka wajah pemuda itu segera berubah menjadi gembira sekali, seolah-olah ada setitik sinar terang yang mampu menerangi kegelapan di dalam hatinya yang hampir putus-asa.

   "Dinding sumur ini berlubang..." desahnya penuh harapan. Pemuda itu melompat ke dalam lubang tersebut, bersamaan waktunya dengan datangnya sebongkah batu besar yang menghantam balok kayu yang dipijaknya. Brrraaaak! Balok kayu itu patah menjadi beberapa bagian dan runtuh pula ke dalam sumur bersama dengan batu-batu tersebut.

   "Kurang ajar! Hampir saja...!" pemuda itu meleletkan lidahnya, sambil masuk ke dalam lubang lebih ke dalam lagi.

   "Eh?!...Lubang ini dalam benar...!" Chin Yang Kun merogoh sakunya, lalu mengeluarkan batu api untuk membuat obor. Bajunya yang kotor dan compang camping itu dibuatnya sebuah obor besar guna menerangi tempat yang gelap tersebut. Dan pemuda itu semakin terkejut ketika sudah bisa melihat tempat yang dikiranya hanya sebuah lubang kecil itu. Lubang itu ternyata merupakan sebuah lorong panjang yang dibuat dengan rapih dan teratur. Nyata sekali kalau lubang itu memang sengaja dibuat untuk sesuatu keperluan.

   "Lorong ini menuju ke atas. Kelihatannya menuju ke permukaan tanah kembali! Baiklah aku akan mencoba melewatinya..."

   Dengan obor di tangan Chin Yang Kun merangkak menyelusuri terowongan sempit tersebut. Beberapa kali pemuda itu harus menghindari tikus-tikus tanah yang berseliweran di dekatnya. Dalam tempat yang becek, pengap dan lembab seperti itu rasanya jijik juga kalau harus bersinggungan dengan binatang yang kotor tersebut. Terowongan sempit itu ternyata amat panjang sekali. Beberapa saat lamanya Chin Yang Kun merangkak, kadang kadang mendaki, kadang-kadang mendatar dan berbelakbelok, sehingga lambat-laun was-was juga hatinya, jangan jangan dia tak bisa kembali dan terkubur hidup-hidup di tempat itu. Tetapi bertepatan dengan perasaan ragu-ragu itu tiba-tiba Chin Yang Kun meligat secercah sinar terang di kejauhan. Semangat pemuda itu timbul kembali.

   "Ah, tampaknya terowongan ini telah mencapai permukaan tanah..." Desah pemuda itu gembira. Kini terowongan itu semakin membesar, sehingga Chin Yang Kun tak perlu harus merangkak lagi. Sinar terang itu tinggal belasan langkah saja dari tempatnya, dan lantai terowongan itu tidak lagi basah dan becek. Di atas lantai tersebut telah dipasang lempengan-lempengan bata kapur yang telah digosok mengkilat. Sinar terang itu ternyata keluar dan sela-sela daun pintu yang tertutup rapat. Dengan wajah yang sangat girang Chin Yang Kun berjalan mendekati pintu tersebut.

   "Tolonggg...! Tolonggg...! Oh, jangan...! Jangan...! Jangan! Jangan lakukan itu! Bunuh saja aku...manusia keji!" tiba-tiba terdengar suara wanita melengking tinggi di balik pintu tersebut. Chin Yang Kun tergagap kaget. Rasa-rasanya pemuda itu mengenal suara wanita itu, tapi tidak segera bisa menduga, suara siapakah itu!

   "Hehe...gadis malang! Salahmu sendiri, kenapa tidak pamanmu atau ayahmu sendiri yang datang untuk menebus kakakmu!" terdengar suara lelaki di balik pintu itu pula.

   "Ahh!" Chin Yang Kun cepat-cepat membungkam mulutnya sendiri yang hampir saja berteriak. Kemudian dengan hati tegang pemuda itu bergegas mengintip melalui lubang kunci.

   "Ah, makanya aku tidak bisa menemukannya, kiranya ia telah berada di sini!" gumamnya begitu mengenali suara Song-bun-kwi Kwa Sun Tek, lelaki yang baru saja berbicara itu. Chin Yang Kun melihat sebuah kamar besar yang disusun dengan rapi. Di tengah-tengah ruangan terlihat sebuah tempat tidur besar pula, di mana di atasnya tampak tergolek tubuh seorang wanita dalam keadaan telanjang. Chin Yang Kun tidak bisa melihat dengan jelas wajah wanita yang sedang menangis itu.

   "Lepaskan aku! Di mana kakakku? Bukankah aku telah memberikan uang tebusan itu? Mengapa engkau mengingkari janjimu?" wanita yang berada di atas tempat tidur itu menjerit-jerit lagi. Chin Yang Kun yang sedari tadi belum melihat wajah Song-bun-kwi tiba-tiba dikejutkan oleh suara iblis itu di balik pintu yang diintipnya.

   "Kakakmu ada di ruangan sebelah! Sebentar kalau engkau sudah selesai melayani aku tentu akan kulepaskan juga dia, heheheh..." iblis dari Tai bong-pai itu tertawa. Dan sesaat kemudian Chin Yang Kun melihat iblis itu melintas di depan lobang kunci, menuju ke arah si wanita. Hampir saja Chin Yang Kun mengumpat ketika melihat iblis yang mengerikan itu tanpa mengenakan pakaian selembarpun di tubuhnya. Wanita yang tergolek di atas pembaringan itu menjerit-jerit semakin keras.

   "Jangan! Oh! Jangan...!" Suaranya tinggi melengking menyayat hati.

   "Kurang ajar! Iblis itu mau memperkosa orang rupanya...!" Chin Yang Kun menggerutu. Hampir saja pemuda itu menerjang pintu tersebut, tapi serentak ingat akan keadaannya sendiri yang sudah kehabisan tenaga, maksudnya itu segera diurungkannya. "Kalau aku masuk menolong wanita itu...itu sama saja aku sengaja membunuh diri! Dalam keadaan seperti ini aku tak mungkin bisa melawan iblis itu, apa lagi kalau kawan-kawannya nanti datang mengeroyokku...Eh, di mana gerangan paman Wan It dan Hong-gi-hiap Souw Thian Hai? Kenapa aku tidak melihat mereka?"

   Chin Yang Kun membalikkan badannya membelakangi pintu. Kepalanya tertunduk. Ada sedikit perasaan sesal dan berdosa karena tak bisa menolong gadis yang hendak tertimpa bencana tersebut. Tanpa terasa kedua belah telapak tangannya berusaha menutupi lobang telinganya, tapi...jeritan wanita itu tetap saja menggedor hati nuraninya.

   "Bangsat!" pemuda itu akhirnya mengumpat, lalu dengan tergesa-gesa matanya mengintip kembali ke dalam lobang kunci. Dilihatnya iblis itu telah naik ke tempat tidur dan mulai menindih tubuh wanita malang tersebut. Terdengar suara tertawanya yang memuakkan. Tapi sebelum Chin Yang Kun mendobrak pintu tersebut, tiba-tiba pintu kamar itu diketuk orang dari luar.

   "Huh! Siapa...?" dengan marah Song-bun-kwi membentak.

   "Kwa Taihiap, maaf kami mengganggu. Kami telah berputar-putar mencari Kwa Taihiap dan Wan Taihiap ke mana-mana tanpa membawa hasil. Untung ada seorang pengawal yang memberitahukan tempat ini..." terdengar suara dari luar pintu.

   "Lekas katakan apa keperluanmu? Awas kalau kau membuat aku marah, kubunuh kau!" Kwa Sun Tek menggeram sambil meloncat dari tempat tidur, urung memperkosa wanita korbannya. Hening sejenak. Agaknya orang yang berada di luar pintu itu merasa ketakutan juga mendengar suara Song-bun-kwi Kwa Sun Tek yang keras.

   "Maaf, Taihiap...pun...puncak bukit ini telah ke...kedatangan musuh! Mereka menyusup di antara orang-orang kita sendiri. Kini telah terjadi perang besar di luar sana!" dengan suara gemetar orang itu melaporkan.

   "Braaakk!" Daun pintu itu jebol diterjang Song-bun-kwi Kwa Sun Tek. Sambil menutupi tubuh sekenanya dengan kain yang berhasil disambarnya, iblis Tai-bong-pai itu mencengkeram leher baju orang yang melapor tadi.

   "Apa katamu? Katakan sekali lagi!" bentaknya kuat-kuat. Orang itu semakin pucat ketakutan.

   "Bukit i-ini...telah diserang musuh! Mereka...mereka menyusup di antara orang-orang kita sendiri sehingga kami tidak segera bisa mengetahuinya. Mula-mula kami dapat menyergap seorang penyelundup yang mencoba hendak memasuki gedung ini. Tapi orang itu ternyata lihai bukan main. Kami lalu mengepungnya..."

   "Nah! Cuma seorang penyelundup, bukan? Mengapa kau katakan bahwa di luar telah terjadi perang besar?" Song-bun-kwi cepat memotong dengan amat berangnya. Orang itu, yang tidak lain adalah salah seorang dari empat penjaga yang tadi lolos dari keganasan Chin Yang Kun, menjadi semakin ketakutan.

   "Be-benar! Mulanya...memang...memang hanya seorang, tapi...tapi beberapa saat kemudian...sebagian dari orang-orang kita tiba-tiba berontak dan menyerang teman-temannya sendiri," katanya terengah-engah.

   "Gila!" Song-bun-kwi mengumpat kasar, lalu melepaskan penjaga tersebut dan berkelebat pergi keluar. Setelah menenangkan hatinya kembali penjaga itu cepat-cepat mengikutinya, sehingga tempat itu menjadi sepi. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan itu, Chin Yang Kun segera masuk menolong wanita yang hampir saja menjadi korban kebiadaban Song-bun-kwi tersebut. Bergegas pemuda itu mengambil pakaian yang tertumpah di atas tanah lalu memberikannya kepada wanita itu.

   "Nih, pakailah bajumu! Mari...?!??" Chin Yang Kun tidak bisa meneruskan kata-katanya. Matanya terbelalak lebar mengawasi gadis cantik molek yang terlentang telanjang di atas pembaringan itu.

   "Kau...!" desahnya seraya memalingkan mukanya. Ternyata bukan hanya Chin Yang Kun yang terkejut atas pertemuan itu! Gadis itu ternyata tidak kalah kagetnya dari pada dia! Bibir indah yang semula hendak menjerit dan memaki karena mengira Chin Yang Kun adalah teman Song-bun-kwi pula itu tiba-tiba ternganga gemetar! Wajahnya yang pucat ketakutan itu mendadak berubah menjadi kemerah-merahan!

   "Toat...Toat-beng-jin...!" bisiknya hampir tak kedengaran. Gadis itu ternyata adalah Tiau Li Ing, puteri Tung-hai-tiau Si Raja Perompak dari Laut Timur. Pada awal pertemuan mereka dahulu secara tidak sengaja Chin Yang Kun memang telah berbohong kepada gadis itu. Chin Yang Kun mengaku sebagai Toat-beng-jin, tokoh lm-yang-kauw yang terkenal itu. Dan kelihatannya sampai sekarang gadis itu tetap menganggapnya sebagai Toat-beng-jin juga. Mendengar gadis itu membisikkan nama Toat-beng-jin, tiba-tiba pikiran Chin Yang Kun seperti terbuka.

   "Hei...?! Jadi kau kah yang menyaru sebagai pemuda bengal itu?" teriaknya gemas.

   "Makanya kau seperti sudah mengenal aku. Kurang ajar...! Ayoh, pakailah baju ini! Kita harus lekas-lekas meninggalkan tempat ini selagi mereka sibuk bertempur satu sama lain..."

   "A...aku terto...tertotok lumpuh." Tiau Li Ing menjawab dengan suara seret dan serak hampir menangis.

   "Ah, bodoh benar aku ini...!"Chin Yang Kun menepuk-nepuk dahinya sendiri, kemudian bergegas membebaskan totokan Tiau Li Ing. Tangannya sedikit gemetar ketika harus meraba dan mengurut pinggang dan paha yang mulus itu. Begitu terbebaskan gadis itu segera menyambar pakaiannya dan cepat mengenakannya. Setelah itu badannya membalik dan tiba-tiba secara tak terduga tangannya menampar pipi Chin Yang Kun!

   "Plak! Plak! Plak!" Tamparan pertama tidak sempat dielakkan oleh Chin Yang Kun, tapi tamparan selanjutnya dengan mudah dapat dihindarinya.

   "Hai! Hai! Hentikan...! Apakah kau sudah gila?" pemuda itu berseru kaget.

   "Kau yang gila! Pemuda tak tahu aturan! Tak tahu malu! Menggerayangi tubuh orang seenaknya...!" Tiau Li Ing menjerit-jerit dengan muka merah menahan malu.

   "Hahh?!" Chin Yang Kun berdiri terlongong-longong seperti orang bodoh.

   "Ini...ini...mana aku berani? A...aku kan hanya bermaksud menolongmu?"

   "Bohong! Kalau mau menolong...mengapa yang mengurut dan meraba-raba lama benar?" gadis itu berteriak penasaran, lalu dengan gemas mencoba menampar lagi. Tapi dengan mudah Chin Yang Kun menelikungnya.

   "Lepaskan! Lepaskan! Oh, kau jangan memperkosaku!" gadis itu meronta-ronta.

   "Gila!" Chin Yang Kun cepat melepaskan pegangannya dengan muka merah padam, "Siapa mau memperkosamu?" Tiau Li Ing cepat membalikkan tubuhnya dan melesat keluar meninggalkan kamar itu.

   "Hei! Tunggu...!" Chin Yang Kun berteriak dan mengejarnya. Mereka berkejaran melalui lorong-lorong dan kamar-kamar. Ternyata mereka masih berada di dalam bangunan di bawah tanah.

   Tak seorangpun penjaga yang mereka temui. Agaknya semua orang telah pergi ke luar untuk bertempur melawan musuh. Heran, semakin lama Chin Yang Kun merasakan tubuhnya semakin segar dan pulih kembali! Luka-luka di kulitnya seperti mengatup dan merapat dengan sendirinya, sehingga rasa-rasanya kekuatan dan tenaganya mulai pulih pula. Rasa lelah dan lemah akibat pengerahan tenaga yang berlebihan tadi sekarang rasa-rasanya sudah hilang dari tubuhnya. Kini badannya mulai terasa ringan seperti sedia kala. Pemuda itu sama sekali tidak menyadari bahwa semuanya itu disebabkan oleh keampuhan tenaga sakti Liong-cu-ikangnya sendiri. Tanpa disengaja pemuda itu masuk ke dalam sumur gelap di dalam tanah, kemudian merangkak dan berputar-putar di dalam lorong-lorong sempit di dalam gua.

   Semuanya itu persis dengan apa yang dilakukannya ketika berlatih Liong-cu I-kang dan Kim coa-ih-hoat di tempat nenek buyutnya dahulu. Maka tanpa setahu Chin Yang Kun sendiri tenaga saktinya itu bergolak sesuai dengan gerakan-gerakan tubuh pemuda itu ketika merangkak dan menyelusuri terowongan-terowongan sempit tersebut. Secara otomatis tenaga sakti itu bergerak dan berputar ke seluruh tubuh dengan hebatnya apalagi keadaan dan suasana tempatnya benar-benar sangat cocok dan sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh Liong-cu I-kang! Bagaikan seekor ular naga yang baru saja selesai berganti kulit pemuda ini tampak kuat dan segar kembali. Semakin lama langkah kakinya dalam mengejar Tiau Li Ing semakin tampak gesit dan lincah!

   "Nonaaa...tunggu! Jangan tergesa-gesa ke luar! Di luar sudah penuh dengan anak buah Song-bun-kwi! kau akan tertangkap kembali di tangan mereka nanti...!" pemuda itu berteriak di belakang Tiau Li Ing. Tapi terlambat sudah! Tiau Li Ing sudah terlanjur mendaki tangga dan keluar dari ruang bawah tanah tersebut. Terpaksa Chin Yang Kun meloncat mengejarnya. Bagaimanapun juga pemuda itu tidak tega untuk membiarkannya begitu saja. Pemuda itu seperti sudah terikat kontrak untuk melindunginya sejak ia bersedia membawa pedati kecil itu. Tempat mereka ke luar ternyata di sebuah pendapa yang amat Iuas. Di sana sudah hiruk-pikuk dengan orang-orang yang bertempur di segala tempat. Mayat tampak bergelimpangan di mana-mana. Darah tampak berceceran membasahi lantai pendapa yang bersih mengkilap itu.

   "Koko...!" tiba-tiba Tiau Li Ing menjerit dan menghambur ke arah pemuda tampan yang sedang melawan tiga orang penjaga. "Kau sudah bebas...?"

   "Hei, Ing-moi...kau datang juga? Hahaha...lengkap sudah kita sekarang! Lihatlah...ayah dan Phang-susiok ada di luar pendapa memimpin orang-orang kita untuk menumpas gerombolan yang menculikku ini..!" pemuda yang tidak lain adalah Tiau Kiat Su itu berseru gembira.

   "Benarkah?" Tiau Li Ing bertanya dengan wajah yang gembira pula. Lalu sambil sesekali membantu anak buah ayahnya yang bertempur dengan lawannya gadis itu berlari keluar pendapa untuk menemui ayahnya. Chin Yang Kun tidak mengejarnya lagi. Kini pemuda itu benar-benar merasa lega karena gadis itu telah berada kembali diantara keluarganya. Apalagi tampaknya keluarga gadis itu datang dengan segala kekuatannya. Perlahan-lahan Chin Yang Kun menyelinap diantara orang orangyang sedang bertarung menyabung nyawa tersebut.

   Kakinya melangkah ke luar pendapa dan mencari jalan ke luar dari tempat itu. Di luar pendapa Chin Yang Kun melihat pertempuran masih berlangsung dengan sengit. Kelihatannya kekuatan kedua belah pihak masih sama kuatnya. Di halaman samping pemuda itu melihat sebuah pertempuran menegangkan antara Song-bun-kwi Kwa Sun Tek dengan seorang lelaki tua berpakaian indah gemerlapan. Di tempat itu terlihat banyak sekali mayat-mayat bergelimpangan, korban keganasan tangan kedua orang itu. Tidak jauh dari pertempuran itu tampak pula seorang lelaki tua bertubuh kecil kurus mengamuk dengan pacul di tangannya. Tak seorangpun lawannya yang mampu mendekatinya. Beberapa orang tokoh seperti Keng Si Yu dan kawan-kawannya kelihatannya tak mampu pula menahan orang tua kurus itu.

   "Hai-ong (Raja Lautan), iblis itu pulalah yang dahulu telah merampas potongan emas yang berisi peta harta karun itu! Bersama dengan seorang temannya dia mencegat aku di lereng Bukit Delapan Dewa..." orang tua kurus yang tidak lain adalah Tung-hai Nungjin itu berseru ke arah orang tua berpakaian gemerlapan.

   "Begitukah...?" lawan Song-bun-kwi yang ternyata adalah Tung-hai-tiau sendiri itu menegaskan. Lalu sambil memperkuat desakannya kepada Song-bun-kwi, raja perompak dari Lautan Timur itu membentak, "Kalau begitu...lekas serahkan potongan emas itu kepadaku!" Tapi jago muda dari Tai bong-pai itu segera tertawa,

   "Hahaha...kau jangan salahkan aku kalau benda tersebut sampai jatuh ke tanganku! Anak buahmu itulah yang seharusnya kau hukum karena keteledorannya...!"

   "Jangan cerewet! Lekas kembalikan benda itu kepadaku!" Tung-hai-tiau menggeram.

   "Hahaha...kau sendirilah yang banyak omong! Mengapa kau tidak lekas-lekas merampasnya dari tanganku kalau kau memang menginginkannya?"

   "Kurang ajar! Lihat pukulan...!" Tung-hai-tiau menghantam dan disambut pula oleh Song-bun-kwi sehingga kedua buah kepalan mereka bertemu di udara.

   "Dhiess...!" Keduanya sama-sama tergetar mundur! Agaknya tenaga dalam mereka tidak berselisih banyak.

   "Ayaahh...! Bunuhlah iblis menjijikkan itu! Dia telah menyekap aku di ruang bawah tanah dan hampir saja memperkosaku...!" tiba-tiba Tiau Li Ing yang telah tiba di tempat itu berteriak.

   "Li Inggg...!" raja perompak itu berdesah gembira. Lalu sambil mengerahkan kembali kekuatannya orang tua itu melompat saja.

   
Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Awas, serangan...!" Kali ini Song-bun kwi mengelak ke samping, kemudian balas menyerang dengan kedua kakinya. Secara bergantian sepasang kakinya menendang ke arah pinggang dan dada Tung-hai-tiau! Demikianlah, mereka bertempur kembali dengan serunya. Masing-masing mengeluarkan kesaktiannya yang hebat, sehingga arena pertempuran mereka menjadi dahsyat bukan main. Debu dan pasir berhamburan ke udara, sementara pertemuan antara kaki dan tangan mereka bagaikan suara letupan cambuk yang memekakkan telinga! Dan orang-orang yang berada di tepi arenapun terpaksa melangkah mundur ketika angin pukulan kedua orang itu menyambar-nyambar menyakiti kulit mereka.

   "Plak! Plak! Plak!" Kedua orang itu tergetar mundur lagi. Tampaknya pertemuan kedua tangan mereka kali ini agak menggetarkan tubuh mereka, karena masing-masing benar-benar telah mengerahkan seluruh Iweekang mereka. Tung-hai-tiau memeriksa tangannya, dan hatinya segera berdebar-debar serentak melihat beberapa tetes darah tampak merembes keluar dari dalam pori-pori kulit lengannya! Tapi sebaliknya Song-bun-kwi juga tidak kalah kagetnya dari pada dia! Dalam beberapa kali beradu tangan jago dari Tai-bong-pai itu merasakan tangannya semakin terasa kesemutan, sehingga lengan itu semakin sukar digerakkan!

   "Gila! Lweekang Si Raja Lautan ini semakin lama semakin menggencet dada dan jalan pernapasanku, sehingga sangat mengganggu kelancaran jalan darahku!" jago Tai-bong-pai itu berkata di dalam hati. Demikianlah, setelah masing-masing menyadari betapa berbahayanya ilmu lawan yang mereka hadapi, mereka segera mempersiapkan ilmu andalan masing-masing. Song-bun-kwi mengerahkan Hio-yan Sinkang serta Ilmu Silat Mayat Mabuknya, sementara Tung-hai-tiau mengeluarkan golok di tangan kanan dan mempersiapkan Tiau-jiau-kang (Ilmu Cengkeraman Elang) di tangan kiri. Sesaat kemudian tempat itu segera disesakkan oleh bau dupa hio tanpa seorangpun di antara orang-orang di tempat tersebut yang tahu mana asalnya.

   Bau dupa itu tiba-tiba muncul begitu saja di antara mereka. Seolah-olah bau tersebut keluar dari dalam tubuh mereka sendiri. Dan bau yang amat tajam dan menyengat hidung itu benar-benar mengejutkan semua orang dan membuat hati mereka menjadi kecut seperti dicengkam oleh kengerian yang tak mereka ketahui sebabnya. Tung-hai-tiau yang langsung berhadapan dengan Song-bun-kwi, merasakan pula hal yang sangat aneh itu. Tapi sebagai seorang datuk persilatan yang telah kenyang dengan pengalaman ia segera tahu apa yang sedang terjadi. Oleh karena itu hatinya semakin mantap untuk cepat-cepat mengeluarkan ilmu simpanannya. Dia tak ingin terlambat, sehingga merasa menyesal nantinya. Demikianlah, beberapa saat kemudian keduanya terlibat dalam pertempuran sengit lagi.

   Dan kali ini sungguh-sungguh sebuah pertempuran yang sangat memukau dan mencekam hati. Keduanya merupakan tokoh-tokoh ternama di dunia persilatan. Apalagi mereka sekarang mengeluarkan ilmu simpanan masing-masing! Kedua-duanya bergerak dalam kecepatan yang sukar diikuti oleh mata, dan jurus-jurus yang mereka keluarkanpun sangat aneh-aneh dan jarang terlihat di dunia kang-ouw. Apalagi Ilmu Silat Mayat Mabuk yang kini sedang dikeluarkan oleh Song-bun-kwi Kwa Sun Tek! Selain gerakan-gerakannya amat aneh, perbawa yang dikeluarkanpun ternyata sangat mengerikan. Orang yang melihat lambat-laun seperti terbius dan ikut terhanyut dalam suasana magis yang menyeramkan. Tapi permainan golok Tung-hai-tiau juga bukan main hebatnya. Selain cepat dan kuat, jurus-jurusnyapun amat kasar dan ganas luar biasa.

   Apa lagi permainan golok itu ditunjang pula dengan Ilmu Cengkeraman Elang yang dahsyat. Kedua buah ilmu ini menjadikan Tung-hai-tiau tersohor dan tak terkalahkan selama ini! Maka dari itu tidaklah heran kalau Song-bunkwi kali ini benar-benar menemui kesulitan. Pertempuran antara dua tokoh berkepandaian tinggi itu berlangsung dengan ketat dan dalam tempo yang amat cepat, sehingga sebentar saja seratus jurus telah berlalu tanpa terasa. Golok dan jari-jari Tung-hai-tiau itu ternyata mampu membendung dan mengimbangi kesaktian Song-bun-kwi yang mengerikan itu. Malahan beberapa waktu kemudian ayunan goloknya mampu membatasi gerak Iangkah iblis Tai-bong-pai tersebut, sehingga lambat laun Ilmu Silat Mayat Mabuk yang terkenal menggiriskan hati itu menjadi mati Iangkah dan tak bisa berbuat apa-apa.

   "Bangsat!" Song-bun-kwi mengumpat-umpat.

   "Hahahaha...! Jangan menangis! Ayoh,,. Keluarkanlah seluruh kepandaianmu yang aneh-aneh itu! Aku Tung-hai-tiau takkan mundur sejengkalpun, hahahaha!" Tung-hai-tiau tertawa puas.

   "Keparat! kau jangan buru-buru bergembira dulu! Sebenarnya ilmu golokmu itu tidak seberapa. Begitu pula dengan cengkeraman jari-jarimu...yang seperti cakar ayam itu! Engkau menang angin hanya karena...golok pusakamu! Coba kau lepaskan golok itu...hmm, kutanggung nyawamu takkan kuat bertahan dalam sepuluh jurus!" Song-bun-kwi yang terdesak itu mencoba memanasi pada lawannya. Tapi Tung-hai-tiau yang telah terbiasa memimpin orang orang kasar, yang tidak pernah menghiraukan perasaan orang itu hanya tertawa saja.

   "Jangan merengek-rengek seperti anak kecil, heheh...Dan...kenapa aku harus melepaskan golokku? Bagi seorang ahli silat, senjata dapat diibaratkan sebagai pakaian. Mengapa mesti harus dilupakan?" Sebenarnyalah apa yang dikatakan oleh Song-bun-kwi itu. Yaitu bukan karena Ilmu Silat Mayat Mabuk lebih rendah dari pada ilmu golok dan ilmu cengkeraman Tung-hai-tiau. Golok pusaka yang tajam luar biasa itulah yang menyebabkan Song-bun-kwi jatuh di bawah angin. Sebab bagaimanapun hebat dan dahsyatnya ilmu iblis muda dari Tai-bong pai itu, dia tetap belum berani mengambil resiko melawan tajamnya golok pusaka tersebut. Sehingga setiap ayunan dan tabasan golok tersebut Song-bun-kwi dengan mati-matian terpaksa harus menghindarinya.

   Sedikitpun iblis itu tak berani menepiskan atau menyentuhnya, meski hanya pada punggung goloknya! Dan hal ini tentu saja sangat merepotkannya! Akibatnya Song-bun-kwi terdesak dan makin tak bisa mengembangkan ilmunya yang hebat! Ketakutan iblis itu terhadap keampuhan golok lawannya membuat dia tak dapat bergerak dengan leluasa, sehingga otomatis kedahsyatan Ilmu Silat Mayat Mabuknya menjadi berkurang pula karenanya. Selain dari pada itu ilmu golok dan ilmu cengkeraman elang Tung-hai-tiau sendiri memang bukan main hebatnya! Kedahsyatan ilmu tersebut kiranya juga tidak kalah dengan ilmu yang dimiliki Song-bun-kwi. Tanpa golok pusaka itupun Tung-hai-tiau tak mungkin kalah dengan Song-bun-kwi. Maka dengan adanya golok pusaka yang ampuh itu di tangannya, sudah sewajarnyalah raja perompak tersebut menang di atas angin.

   Sementara itu di dalam arena yang lain Tung-hai Nung-jin semakin merajalela dengan paculnya. Korban semakin bertumpuk di dalam arena tersebut sehingga akhirnya mereka terpaksa harus bertempur di atas tumpukan mayat yang berserakan. Keng Si Yu dan beberapa pemimpin kelompok yang lain yang merupakan orang-orang penting setelah Song-bun-kwi ternyata juga tak mampu menjinakkan petani dari laut timur tersebut. Sebagian dari mereka malah telah ikut menjadi kurban pula seperti yang lain. Karena tidak ada yang bisa menahannya, maka Tung-hai Nung-jin dengan mudah dapat mendekati arena pertempuran Tung-hai-tiau dan Song-bun-kwi. Begitu datang orang itu segera mengayunkan paculnya ke punggung Song-bun-kwi yang sedang mengalami kesulitan.

   "Hai-ong, marilah kita habisi dia...!" teriaknya.

   "Ayoh!" Tung-hai-tiau menjawab bersemangat. Bajak laut seperti mereka memang tidak pernah mempedulikan atau menghiraukan tata tertib maupun adat kesopanan umum. Mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan tanpa mempedulikan kepentingan atau perasaan orang lain. Begitu pula yang mereka lakukan kali ini. Enak saja mereka mengeroyok Song-bun-kwi yang sudah terdesak hebat itu. Padahal mereka tokoh-tokoh besar yang sudah sangat ternama di dunia persilatan. Tentu saja jago muda dari Tai-bong-pai itu semakin tidak berkutik. Melawan seorang Tung-hai-tiau saja tidak mampu, apalagi harus ditambah dengan Tung-hai Nung-jin yang tidak kalah saktinya pula. Maka ayunan cangkul itu dengan telak mengenai punggung Song-bun-kwi!

   

Darah Pendekar Eps 8 Darah Pendekar Eps 39 Darah Pendekar Eps 28

Cari Blog Ini