Ceritasilat Novel Online

Pendekar Penyebar Maut 42


Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono Bagian 42




   Maka sejak melihat Chin Yang Kun masuk tadi perwira itu telah menduga bahwa pemuda itu bukan orang sembarangan. Hal itu dapat ia lihat dari sinar mata Chin Yang Kun yang mencorong dingin menyeramkan itu. Maka berbeda dengan para pengawalnya yang kasar itu, Kim Cian-bu dengan cepat dapat menilai suasana dan keadaan. Dengan bermodalkan pengalaman dan kematangan berpikirnya sebagai seorang pemimpin, perwira itu segera dapat mencium sesuatu yang aneh pada diri pemuda yang baru datang itu. Begitu melihat Chin Yang Kun, Kim Cian-bu segera dapat menerka dan memastikan bahwa pemuda itu tentulah seorang pendekar muda yang berilmu tinggi. Dan menurut pendapatnya kepandaian pemuda itu paling tidak tentu lebih tinggi dari pada kepandaiannya sendiri. Hal itu dapat dilihat dari sorot matanya yang mencorong tajam itu.

   "Cuma yang sangat mengherankan ialah...mengapa pemuda itu tidak melawan ketika ditangkap oleh perajurit perajurit peronda itu? Apa sebabnya pemuda itu menurut saja ketika dibawa ke tempat itu? Padahal kalau pemuda itu mau melawan, jangankan cuma perajurit-perajurit peronda itu, seluruh perajurit yang ada di perkemahan inipun belum tentu bisa menangkapnya. Kukira hanya ada dua macam alasan mengapa pemuda itu sengaja membiarkan dirinya ditangkap dan dibawa oleh perajurit peronda itu ke sini..." Kim Cian-bu berpikir di dalam hati. "...Yaitu dia ingin berhadapan langsung dengan aku. Suatu hal yang tak mungkin bisa ia peroleh bila ia melakukannya dengan membuka jalan darah! Dan alasan yang kedua...yang sebetulnya bukan alasan, yaitu pemuda ini memang sungguh-sungguh seorang pengembara biasa yang secara kebetulan lewat di tempat rawan ini."

   Tetapi untuk menjaga segala kemungkinan Kim Cian-bu yang selalu berhati-hati itu segera memerintahkan seorang pengawalnya, agar menghubungi wakilnya untuk mensiap siagakan seluruh perajurit di dalam perkemahan tersebut. Setelah itu barulah Kim Cian-bu bangkit dari kursinya dan menghadapi Chin Yang Kun.

   "Siapakah engkau sebenarnya? Apakah kedatanganmu ke tempat ini memang sengaja ingin menjumpai aku? Jawablah!" perwira itu berkata lantang dan berwibawa. Pertanyaannya langsung saja ke tujuannya, tanpa harus berputar-putar lebih dahulu. Agaknya perwira itu ingin menyelesaikan urusan tersebut dengan cepat dan tegas. Kalau memang ingin berjumpa, apa tujuannya...tapi kalau tidak...akan terus dilepaskan!

   "Menjumpai Kim Cian-bu...? Mengapa siauwte harus menjumpai Kim Cian-bu? Untuk keperluan apa...?" Chin Yang Kun bertanya keheranan.

   "Para perajurit itulah yang mengajak siauwte kemari..." Kim Cian-bu mengerutkan keningnya. Sikap dan suara Chin Yang Kun itu tampak wajar dan tak dibuat-buat. Kim Cian-bu dapat merasakan napas kejujuran pada jawaban pemuda itu. Dan hal itu berarti bahwa pemuda yang dihadapkan kepadanya itu memang benar-benar seorang pengembara biasa, yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kelompok kelompok perusuh itu.

   "Jadi kau memang bukan anggota kelompok perusuh itu?" sekali lagi Kim Cian-bu menegaskan. Wajah Chin Yang Kun tampak sedikit memerah.

   "Maaf! Meskipun selama ini siauwte selalu bersikap kurang baik terhadap negara, tetapi bayangan untuk menjadi perusuh sama sekali belum pernah terlintas di dalam otak saya!" Chin Yang Kun menjawab dengan nada yang agak keras. Kim Cian-bu mengangguk-angguk puas. Dengan wajah berseri-seri ia kembali duduk di kursinya. Sambil melambaikan tangannya perwira itu berkata,

   "Aku percaya kata-katamu...! kau pergilah!"

   "Kim Cian-bu...!" para pengawal yang sudah gatal tangan itu memandang wajah komandannya dengan bingung.

   "Sudahlah, biarkanlah dia pergi! Kalian telah salah tangkap kali ini." Para pengawal itu terpaksa mundur untuk memberi jalan kepada Chin Yang Kun. Tapi pemuda itu sendiri ternyata tidak beranjak dari tempatnya. Pemuda itu masih tetap berdiri mengawasi Tiau Li Ing yang berada di dekatnya.

   "Nona...! Marilah kita meninggalkan tempat ini!" ajak pemuda itu kepada Tiau Li Ing.

   "Tapi..." akhirnya bibir yang mungil itu merekah juga.

   "Sudahlah! Kim Cian-bu sudah memberikan ijinnya. Ayoh!" Chin Yang Kun memotong seraya menarik lengan gadis itu. Untuk sekejap pipi itu semakin tampak memerah.

   "Hai! Berhenti...!" para pengawal yang tadi mundur itu tiba-tiba maju kembali.

   "Oh, kenapa...? Bukankah kami telah diijinkan pergi oleh Kim Cian-bu?" Chin Yang Kun pura-pura bertanya.

   "Kau saja yang diijinkan pergi oleh Kim Cian-bu! Gadis ini tidak!" Chin Yang Kun mengerutkan alisnya, hatinya mulai panas. Dipandangnya sekali lagi gadis cantik yang diikat kaki tangannya itu, lalu pandangannya beralih kembali ke tempat di mana Kim Cian-bu duduk.

   "Anak muda, silakan kau meninggalkan tempat ini! Tapi gadis itu biarlah tinggal di sini dahulu. Dia adalah tawanan kami, karena dia telah berani membunuh dan melukai beberapa orang perajuritku," Kim Cian-bu berkata tegas.

   "Kalianlah yang muIai lebih dahulu! Perajurit-perajuritmu yang menghadang perjalananku! Lalu perajurit-perajuritmu hendak kurang ajar kepadaku! Nah, mengapa aku tak boleh menghajar mereka? Masakan aku sebagai wanita harus diam saja diperlakukan begitu?" tiba-tiba wajah Tiau Li ing yang tertunduk itu terangkat ke atas dengan berangnya. Rasa dongkol dan penasaran akibat perlakuan para perajurit di dalam perkelahian itu membuat gadis tersebut untuk sesaat melupakan kecanggungannya. Kim Cian-bu meremas tangkai kursi yang didudukinya.

   "Tapi kau pun juga terlalu kasar dan kejam terhadap mereka!" geramnya. "Mereka itu hanya perajurit-perajurit yang sedang menjalankan tugasnya. kau seharusnya tahu itu!"

   "Ya...tapi sebagai seorang perajurit merekapun juga harus tahu tata cara dan kesopanan, bukan? Mereka adalah perajurit-perajurit negara, bukannya anggauta perampok yang sedang membekuk korbannya!" Tiau Li Ing berteriak menjawab, sedikitpun tidak mau mengalah.

   "Diaaam!" pengawal Kim Cian-bu yang berangasan tadi membentak seraya meloncat ke depan, lalu diikuti oleh kawan-kawannya pula.

   "Perempuan tak tahu diri! kau berani bersikap kasar di depan Kim Cian-bu?"

   "Mengapa aku tidak berani? Mau menantang berkelahi? Ayoh, lepaskan ikatan ini...kemudian kita bertempur sepuas-puasnya!" tantang gadis itu dengan lantangnya.

   "Nona..." Chin Yang Kun menyentuh lengan Tiau Li Ing. Tapi gadis pemberang itu sudah tidak bisa dilunakkan lagi hatinya. Dengan mata melotot gadis itu meludah ke arah pengawal tersebut.

   "Pengecut! Ayoh! Berani tidak? Aha...tidak berani, bukan? Kalian tentu takut, karena kalian tahu bahwa aku mampu membunuh kalian semua dalam waktu singkat!"

   "Bangsat kuntilanak...!" kedelapan orang pengawal Kim Cian-bu itu berteriak marah. Tanpa meminta ijin lagi kepada Kim Cian-bu mereka menyerang Tiau Li Ing.

   "Kurang ajar...!" Chin Yang Kun terpaksa tidak bisa berdiam diri. Dengan tangkas tangan kanannya menyambar pinggang gadis itu, lalu meloncat menghindar. Tangan kirinya yang bebas tampak menyapu ke arah lawan-lawannya, sehingga dua di antara pengawal itu terbanting tunggang langgang di atas tanah.

   "Nona kita harus lekas-lekas keluar dari tempat ini!" bisiknya kepada Tiau Li Ing.

   "Tapi...lepaskan dulu ikatanku ini!"

   "Tak ada kesempatan lagi! Maaf, aku terpaksa menggendongmu..." Sambil berkata Chin Yang Kun melejit ke pintu, lalu menerobos keluar. Kim Cian-bu dan para pengawalnya segera berbondong-bondong mengejar di belakangnya.

   "Awaaaas...! Tawanan lolos! Tangkaaap!" beramai-ramai mereka berteriak. Chin Yang Kun mengumpat tiada habisnya. Di luar kemah telah berbaris rapi para perajurit dalam kesiap-siagaan penuh. Mereka berdiri berbaris bersap-sap mengepung tempat tersebut.

   "Kurang ajar...! Nona Tiau, kita terpaksa harus membuka jalan darah untuk dapat keluar dari tempat ini," Chin Yang Kun berkata seraya meletakkan tubuh Tiau Li Ing di atas pundaknya agar ia dapat lebih leluasa bergerak nanti.

   "Bersiap-siaplah! Bertahanlah sebisamu...!"

   "Kau menyerahlah! Tidak ada gunanya kau melawan ribuan orang perajurit pilihan seperti ini," Kim Cian-bu berseru dari depan pintu kemahnya. belasan perajurit berperisai kelihatan menjaga ketat di sekelilingnya.

   "Maaf, Kim Cian-bu...lebih baik Iepaskanlah saja kami berdua! Gadis ini memang telah bersalah terhadap Kim Cian-bu, tapi dia bukanlah anggota kaum perusuh itu! Hanya saja untuk membuktikannya dia tak bisa..." Chin Yang Kun masih juga berusaha mengelakkan pertumpahan darah. Tapi Kim Cian-bu yang sudah terlanjur tersinggung dan marah karena merasa dipermainkan oleh Yang Kun itu membentak marah.

   "Diam! Aku telah berbaik hati melepaskanmu! Tapi apa yang kau lakukan sekarang? Melarikan tawanan penting di depan hidungku! Apa yang lebih gila dari perbuatanmu itu? Kurang ajar! Aku takkan melepasmu untuk yang kedua kalinya...hmm, perajurit! Tangkap dia!!!" Tanpa menanti perintah yang kedua kalinya pasukan perajurit yang mengepung tempat itu segera menerjang ke depan dengan gegap gempita.

   "Serbuuu...!" Teriak mereka. Kilatan sinar pedang, golok dan ujung tombak tampak berkelebatan di udara.

   Untuk beberapa saat warna mereka yang putih mengkilat itu kelihatan gemerlapan ditimpa sinar obor yang menyala. Tapi beberapa waktu kemudian kilatan-kilatan senjata tersebut lalu pudar dan lenyap tertutup kepulan debu yang bergulung-gulung memenuhi arena pertempuran itu. Dan untuk selanjutnya hanya terdengar suara dentangnya yang hiruk-pikuk bercampur dengan suara umpatan dan teriakan pemegangnya yang hingar bingar. Demikianlah untuk yang kedua kalinya dalam sehari itu Chin Yang Kun dikeroyok dan dikepung oleh ribuan orang bersenjata. Kesemuanya hanya karena gara-gara gadis bengal yang kini berada di atas pundaknya itu. Hanya bedanya pagi tadi ia bertempur sendirian, melawan para perusuh yang memang wajib dimusnahkan. Sementara sekarang ia harus menggendong Tiau Li Ing, melawan tentara pemerintah yang seharusnya ia hindari.

   Sesungguhnyalah, pertempuran kali ini memang sungguh berat bagi Chin Yang Kun. Selain harus menanggung beban Tiau Li Ing yang berat, ia diharuskan juga berkelahi melawan pasukan pemerintah yang sebenarnya tidak ia inginkan. Oleh karena itu perlawanannya kali ini menjadi canggung dan ragu-ragu! Seringkali serangannya yang dahsyat dan berbahaya itu ia tarik kembali. Padahal para perajurit itu menyerangnya dengan sungguh sungguh. Oleh karena itu tidaklah heran kalau beberapa saat kemudian pemuda itu menjadi repot dan terdesak hebat. Otomatis Tiau Li Ing menjadi ketakutan dan menjerit-jerit. Apalagi ketika gadis itu melihat dua-tiga senjata lawan mulai menggores kulit dan daging Chin Yang Kun!

   "Toat-beng-jin...! Lepaskanlah saja aku! Biarlah aku yang dicincang oleh mereka!" gadis itu berteriak-teriak di atas pundaknya.

   "Manusia Penyabut Nyawa (Toat-beng-jin)? Mentereng benar sebutanmu, hehehe..." Pengawal Kim Cian-bu yang berangasan itu mendengus hina begitu mendengar nama sebutan Chin Yang Kun tersebut.

   "Nyawa binatang apa saja yang pernah menjadi korban cabutanmu...? Hohoho...?" Chin Yang Kun memang bukanlah Toat-beng-jin, karena sebutan tersebut tercipta akibat kesalah-sangkaan belaka. Meskipun demikian mendengar olok-olok tersebut tak urung Chin Yang Kun menjadi marah juga. Dan kemarahan itu semakin cepat menggelegak akibat jeritan-jeritan Tiau Li Ing dan goresan-goresan luka yang dideritanya!

   "Bangsat! kau ingin melihat aku mencabut nyawa seekor monyet? Nah, kau bukalah matamu lebar-lebar! Aku akan melakukannya sekarang..." pemuda itu berteriak lantang mengagetkan para pengepungnya.

   Dan tiba-tiba saja tubuh pemuda itu melesat tinggi-tinggi ke atas melewati kepala para perajurit yang mengepungnya seraya meninggalkan hembusan udara dingin yang luar biasa hebatnya. Udara dingin yang dihembuskan oleh pengaruh tenaga sakti Liong-cu I-kang. Begitu dahsyatnya hembusan hawa dingin tersebut sehingga untuk sekejap darah mereka bagaikan membeku, sehingga untuk sekejap pula gerakan mereka menjadi terhenti dengan mendadak. Akibatnya seluruh gerakan mereka menjadi kacau dan tidak tentu arahnya, terayun kesana kemari mengenai kawan sendiri. Di dalam suasana yang demikian itulah tiba-tiba Chin Yang Kun menunjukkan giginya! Sambil mengeluarkan suara desis mengerikan dari mulutnya pemuda itu menukik dengan dahsyatnya ke arah pengawal yang lancang mulut itu.

   Jarak diantara mereka ada tiga atau empat tombak jauhnya, meskipun begitu tidak ada setengah detik tubuh Chin Yang Kun telah berada di depan pengawal tersebut. Dan sebelum kaki pemuda itu mendarat di atas tanah, lengannya lebih dulu memanjang beberapa jengkal panjangnya, sehingga bersamaan dengan jatuhnya kaki di atas tanah pemuda itu telah berhasil mencekik leher si pengawal! Semua kejadian yang diceritakan dengan panjang lebar itu berlangsung hanya sekejap atau sedetik saja! Oleh karena itu tidaklah heran jikalau setiap perajurit hampir tidak mengerti apa yang telah terjadi dengan lawan mereka itu! Tahu-tahu mereka melihat pengawal Kim Cian-bu itu telah dicekik lehernya dan kini sedang menjerit-jerit ketakutan!

   "Tolong...! Tolong! Jangan bunuh aku! Ampunilah aku!" pengawal itu melengking-lengking seperti babi mau disembelih. Chin Yang Kun berdiri gagah dengan kaki terpentang lebar. Tangan kanannya tetap tidak mau melepaskan leher lawannya, sementara dengan buas matanya menatap para perajurit yang telah mengepungnya kembali.

   "Kim-coa ih-hoat!" Tiau Li Ing berbisik kagum di atas pundaknya.

   "Bagaimana? Apakah engkau masih ingin melihat aku mencabut nyawa seekor monyet?" Chin Yang Kun menggeram dengan suara berat. Matanya mencorong mengawasi korbannya.

   "Tidak! Tidak! Jangan bunuh aku...! Jangan bunuh aku!" pengawal itu meratap-ratap. Chin Yang Kun tersenyum menghina sambil mendenguskan angin melalui lobang hidungnya.

   "Nah, sekarang kau tentu baru percaya kalau aku bisa mencabut nyawamu, bukan? Lihatlah! Padahal kau berada di tengah-tengah ribuan kawanmu..." Chin Yang Kun berkata sambil menunjuk ke sekelilingnya.

   "Ya...ya, aku percaya..." pengawal itu mengangguk-angguk dengan wajah pucat.

   "Jangankan cuma engkau, kalau aku mau...Kim Cian-bu itupun dapat aku bunuh dengan mudah!" Chin Yang Kun mengancam lagi. Matanya berkilat ke arah Kim Cian-bu yang berdiri dalam penjagaan yang ketat tidak jauh dari tempat tersebut. Sungguh mengherankan sekali! Ribuan orang perajurit yang sudah terbiasa melihat keanehan-keanehan dan kadangkala malah kengerian-kengerian di medan laga itu, kini seperti terhenyak semuanya melihat apa yang telah dilakukan Chin Yang Kun. Untuk beberapa waktu lamanya mereka cuma diam saja di tempatnya, mengawasi seorang pemuda yang menurut pandangan mereka mempunyai kesaktian seperti malaikat itu.

   Sampai-sampai seorang perwira berpengalaman seperti Kim Cian-bu itupun dibuat tergetar hatinya dan ikut-ikutan ngeri menyaksikan kemampuan Chin Yang Kun! Padahal sebagai seorang perwira yang sudah puluhan tahun bergelut dengan maut di medan perang, Kim Cian-bu telah sering pula melihat kesaktian-kesaktian yang dahsyat seperti itu. Tetapi entah mengapa, apa yang dilakukan oleh Chin Yang Kun itu memang mempunyai perbawa dan pengaruh yang amat hebat! Meskipun akhirnya perbawa tersebut juga tidak dapat bertahan lama pula. Setelah kekaguman mereka mereda, mereka pun lantas menyadari pula keadaan diri mereka yang aneh itu. Bagaikan orang yang baru saja bangun dari tidurnya mereka gelagapan sambil memaki-maki!

   "Keparat! Mengapa kita diam saja menyaksikan kawan kita dalam bahaya?"

   "Ayoh...! Tangkap orang berbahaya itu!"

   "Masakan dia bisa melawan kita semua? Serbuuuuu...!" Bagaikan luapan air bah perajurit-perajurit itu menyerang Chin Yang Kun! Derap suara langkah mereka berdebam bergemuruh mengepulkan debu tinggi ke udara, membuat hati Tiau Li Ing yang biasanya garang dan ganas itu menjadi ciut ketakutan.

   "Toat-beng-jin...apa...eh, bagaimana ini? A-apa yang harus kita lakukan?"

   "Hmh, tenang sajalah...! Paling juga kita mati. Apa yang mesti ditakutkan lagi? Bukankah kau juga tidak takut mati?" Chin Yang Kun menjawab sambil mengerahkan seluruh kekuatan sinkangnya. siap untuk mengadu jiwa.

   "Yaa...ya! Tapi...aku sekarang tidak ingin mati! Bersamamu aku jadi takut mati! Aku kepingin hidup terus kalau ada engkau..." Dalam keadaan bingung, tegang dan ketakutan, dimana kemungkinan untuk hidup sudah tidak ada lagi, tanpa terasa gadis itu telah mengeluarkan isi hatinya yang paling dalam.

   "Apa? kau...bilang apa tadi?" Chin Yang Kun kaget.

   "Toat-beng-jin", oh, aku cinta kepadamu..."

   "Hah?!??!" Chin Yang Kun terlonjak kaget. Hampir saja Tiau Li Ing terlempar dari atas pundaknya. Dan bersamaan dengan itu para perajurit telah datang menyerang mereka. belasan batang senjata tajam melayang, menyabet dan menghunjam ke arah tubuh mereka, terutama tertuju kepada Chin Yang Kun! Pemuda itu cepat melemparkan tubuh pengawal yang hampir mati ia cekik itu ke arah para penyerangnya. Lalu dengan nekad maju menerjang kepungan tersebut.

   "Nih, terimalah kawanmu...!" serunya lantang. Kemudian selagi para penyerangnya ribut menghindari tubuh pengawal Kim Cian-bu tersebut, Chin Yang Kun menerjangnya dengan kekuatan penuh! Badai atau arus angin dingin yang luar biasa kuatnya terasa menyertai gerakan pemuda tersebut, menggempur lawan-lawannya bagaikan angin puting-beliung yang menyapu semua penghalangnya!

   "Whuuuuss! Dhiess! Traaang!" Beberapa buah senjata tampak terlempar berpatahan ketika membentur lengan Chin Yang Kun, sementara para pemegangnya juga tampak terlempar menimpa kawan-kawannya yang lain. Suasana pertempuran menjadi kacau balau. Dan kesempatan itu dipergunakan oleh Chin Yang Kun untuk membobol kepungan yang mendesak dirinya itu. Sambil berloncatan di udara, kadang-kadang di atas pundak atau kepala lawannya. Pemuda itu berusaha keluar dari kepungan. Berkali-kali kakinya menjejak, menendang, menangkis dan menyapu senjata lawan yang bercuatan ke arah dirinya.

   Dan apabila ia tidak mempunyai kesempatan lagi karena gencarnya serangan lawan, maka pemuda itu segera menggempur mereka dengan kekuatan Liong-cu I-kangnya yang maha dahsyat! Korban mulai berjatuhan. Sejak semula Chin Yang Kun memang tidak ingin bentrok, apalagi sampai membunuh perajurit-perajurit itu, tapi karena ia sendiri mulai terdesak sehingga jiwanya sendiri dalam keadaan bahaya maka tidak boleh tidak pemuda itu terpaksa juga membunuh lawanlawannya. Meskipun begitu pemuda itu juga tidak asal bunuh seperti ketika melawan kelompok perusuh di puncak bukit pagi tadi. Pemuda itu baru membunuh bila sudah tidak ada jalan lain lagi buat memecahkan kepungan lawannya. Bagaimana pun juga pemuda itu masih ingat kepada Liu-Twakonya.

   Tapi yang dihadapi Chin Yang Kun kali ini bukanlah gerombolan perusuh yang hanya mengandalkan kekuatan jasmani dan lahiriah saja. Yang dihadapi pemuda itu sekarang adalah sepasukan perajurit yang berpengalaman dan terlatih baik dalam setiap pertempuran. Oleh sebab itu ketika beberapa orang perwiranya mulai memberi aba-aba dan mengatur kelompok masing-masing, maka gerakan Chin Yang Kun mulai terasa sulit untuk membobol kepungan tersebut. Setiap kali pemuda itu selalu membentur tembok pertahanan yang terdiri dari sekelompok pasukan yang luar biasa kuatnya. Memang, korban dari pihak perajurit itu juga semakin bertambah banyak pula, tapi kekuatan manusia toh ada batasnya juga.

   "Ah, tampaknya aku akan kehabisan napas lagi di tempat ini! Kurang ajar...!" pemuda itu menggeram dengan penasaran.

   "Toat-beng-jin...bagaimana ini? Apakah lebih baik kita menyerah saja?" Tiau Li Ing patah semangat.

   "Tidak! Kita tidak boleh putus-asa! Kita harus berusaha sekuat tenaga! Biarlah nasib yang menentukannya nanti...kau berpeganglah yang lebih kuat, aku akan menerjang mereka sekali lagi!" Chin Yang Kun lalu mengumpulkan seluruh kekuatan Liongcu-i-kangnya, kemudian menyalurkannya ke lengannya. Lantas dengan kedahsyatan seekor gajah ia menerjang ke arah kepungan!

   "Breeesss...!" Kepungan tersebut jebol! sepuluh atau lima belas orang perajurit yang menahannya terlempar jatuh tunggang langgang! Mati!

   Tapi dengan cepat pasukan yang berada di belakangnya maju ke depan menggantikannya. Dan kepungan tersebut telah terkatup kembali! Dengan marah Chin Yang Kun mengerahkan tenaga saktinya lagi. Tapi sebelum dia menerjang ke depan, tiba-tiba terdengar suara terompet mengalun panjang. Dan...sungguh aneh! Pasukan yang mengepungnya itu segera mundur dengan tertib. Mereka mundur sambil membawa kawan-kawan mereka yang mati atau terluka. Tampak para perajurit itu mundur dengan wajah kecewa dan penasaran! Kemudian pasukan pengepung itu menyibak, dan dari belakang kepungan muncul enam orang lelaki gagah diiringi Kim Cian-bu. Mereka melangkah perlahan-lahan mendekati Chin Yang Kun. Wajah mereka tidak kelihatan karena tertutup bayangan topi mereka yang lebar.

   "Saudara Yang..." tiba-tiba enam lelaki itu menyapa Chin Yang Kun.

   "Heh? saudara siapa?" Chin Yang Kun terkejut.

   "Kelihatannya saudara Yang telah lupa kepada kami. Hmm, kami adalah para pengawal rahasia yang tergabung dalam Sha-cap mi-wi. Dan kami pernah bertemu dengan saudara di kota Tie-kwan..."

   "Oh, kalian..." Chin Yang Kun tersenyum. "Maaf, aku benar-benar sudah pikun sehingga lupa kepada tuan-tuan semua. Akh, bagaimana khabarnya Liu-Twako? Apakah tuan semua ikut menyertai dia pula? Kulihat Liu-Twako di dekat kota Poh-yang tadi pagi..."

   "Ah...eh, tidak...! Tidak...! Kami tidak menyertai...menyertai...menyertai tuan Liu," anggota Sha-cap mi-wi itu menjawab dengan gugup. Seperti telah diceritakan di bagian muka, pertemuan antara Chin Yang Kun dan Kaisar Han yang menyamar sebagai seorang perwira she Liu, membuat keduanya saling cocok satu sama lain. Chin Yang Kun sama sekali tidak tahu bahwa Liu-Twakonya yang baik hati itu adalah Kaisar Han sendiri, musuh dari keluarganya.

   Dan Kaisar Han yang amat menyukai Chin Yang Kun juga tidak ingin dikenal oleh pemuda itu. Kepada semua orang yang pada waktu itu juga mengetahui persoalannya, Kaisar Han berpesan agar ikut pula membantu merahasiakannya. Dan di antara orang-orang yang menerima pesan Baginda itu termasuk pula enam orang anggota Sha-cap mi-wi ini. Maka tidaklah heran kalau mereka menjadi gugup ketika Chin Yang Kun bertanya tentang Kaisar Han tadi. Sementara itu Tiau Li Ing, yang berada di atas pundak Chin Yang Kun, tampak menggeretakkan giginya ketika melihat kedatangan enam orang anggota Sha-cap mi-wi itu. Tetapi melihat orang-orang yang pernah meringkusnya itu sudah kenal dengan Chin Yang Kun maka ia tidak jadi memaki mereka. Disimpannya saja kemarahannya itu di dalam hati.

   "Saudara Yang, maafkanlah kami datang terlambat menemuimu, sehingga perajurit-perajurit Kim Cian-bu ini terlanjur mengeroyokmu...bukankah begitu, Kim Cian-bu?"

   "Benar! Benar...! maafkanlah anak buahku tadi, saudara Yang. Aku benar-benar tidak tahu kalau kau adalah saudara angkat...eh, saudara angkat Liu-Ciangkun!" Kim Cian-bu menjura pula dihadapan Chin Yang Kun dengan hormatnya.

   "Jadi...jadi kalian ini benar-benar anak buah...eh...kawan dari Liu-Twako? Ahh, kalau begitu aku sungguh berdosa sekali telah berani melukai dan membunuh para perajurit tadi," Chin Yang Kun berkata dengan penuh penyesalan.

   "Ah, saudara Yang tidak perlu menyesali diri. Kamilah yang kurang teliti dan hati-hati sehingga keadaan menjadi begini. Biarlah musibah ini menjadi contoh dan peringatan bagi kami," Kim Cian-bu cepat-cepat menukas kata-kata Chin Yang Kun. Tapi Chin Yang Kun tetap merasa tidak enak hati. Perubahan sikap yang mendadak ini tentu disebabkan oleh karena pengaruh nama Liu-Twakonya itu. Para anggota Sha-cap mi-wi yang mengenali wajahnya itu tentu memberi tahu Kim Cian-bu siapa sebenarnya dirinya.

   "Bukan! Bukan! Kim Cian-bu tidak bersalah...apa yang telah dilakukan oleh Kim Cian-bu tadi sudah benar. Semua orang tentu akan bertindak begitu pula bila menjadi Kim Cianbu tadi...akulah yang bersalah! Dan aku akan mempertanggungjawabkannya nanti di hadapan Liu-Twako. Terima kasih atas kelonggaran dan kemurahan hati Kim Cianbu dan saudara-saudara sekalian malam ini..."

   "Eh, saudara Yang mau kemana? Apakah tidak bermalam saja disini malam ini?" salah seorang dari anggota Sha-cap mi-wi itu cepat-cepat menahan Chin Yang Kun yang akan segera meninggalkan tempat itu.

   "Terima kasih! Lain kali saja. Saya masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Besok aku sudah harus berada di Ko-tien, dan selanjutnya pergi lagi ke Sin-yang..."

   "Ah...!" anggota Sha-cap mi-wi itu berdesah lalu menoleh ke arah Kim Cian-bu. Matanya berkedip memberi isyarat agar Kim Cian-bu dapat menyediakan kuda tunggangan buat adik angkat Kaisar Han itu.

   "Eh...ah, kalau begitu biarlah perajuritku menyediakan kuda untuk saudara Yang," Kim Cian-bu cepat mengangguk.

   "Ah, tak usahlah..." Tapi Kim Cian-bu tetap bertepuk tangan memanggil petugasnya dan sekejap saja seorang perajurit telah datang menuntun kuda. Seekor kuda yang tegar dan gagah, lengkap dengan pelana dan perhiasannya. Bulunya yang hitam legam itu tampak mengkilat kebiru-biruan dalam cahaya obor.

   "Kuda ini adalah kuda pilihan. Namanya Cahaya Biru. Aku memperolehnya lima tahun yang lalu, ketika aku ditugaskan Baginda memadamkan kerusuhan di daerah selatan. Kumohon agar engkau merawatnya baik-baik, sebab dia adalah kuda yang hebat dan tahu membalas budi kepada tuannya. Nah...silahkanlah, saudara Yang," Kim Cian-bu lekas-lekas memberikan kuda itu kepada Chin Yang Kun tanpa memberi kesempatan sedikitpun pada pemuda itu untuk berbicara atau menyatakan pendapatnya. Sesudah itu Kim Cian-bu segera berdiri di pinggir dan memerintahkan seluruh perajuritnya agar menyibak dan memberi jalan kepada Chin Yang Kun.

   "Selamat jalan, saudara Yang...! berhati-hatilah di jalan! Daerah ini menjadi sangat berbahaya dengan adanya para perusuh itu..." enam orang anggota Sha-cap mi-wi itu menjura. Chin Yang Kun tidak bisa menolak lagi. Ia telah dipojokkan sedemikian rupa sehingga tiada jalan lain selain menerima pemberian tersebut.

   "Baiklah! Terima kasih atas pemberian yang amat berharga ini, meskipun hatiku sebenarnya merasa tidak enak untuk menerimanya. Maaf..." Setelah memberi hormat Chin Yang Kun lantas melompat ke punggung kuda dan pergi meninggalkan tempat itu bersama-sama dengan Tiau Li Ing.

   Para perajurit yang dilewatinya tampak menatapnya dengan pandang mata bingung dan tak mengerti. Agaknya mereka sungguh-sungguh tak mengerti apa sebabnya Chin Yang Kun dibiarkan lepas oleh Kim Cian-bu. Setelah keluar dari perkemahan Chin Yang Kun membalapkan kudanya menuju ke jalan besar kembali. Kuda itu benar-benar kuda pilihan seperti yang dikatakan oleh Kim Cian-bu. Selain kuat dan cerdik kuda itu tampaknya sudah terlatih sekali. Dengan tangkas kakinya yang panjang-panjang itu menuruni lereng bukit yang terjal dan tidak rata itu dengan cepat sekali. Sedikitpun tidak kelihatan merasa berat meskipun harus menanggung beban dua orang di punggungnya. Chin Yang Kun menepuk-nepuk leher binatang itu sebagai tanda kekagumannya.

   "Hmm, nona Li Ing...kuda ini sungguh hebat sekali!" pujinya gembira.

   "Benar! Engkau sungguh beruntung bisa memilikinya. Ehh...Toat-beng-jin! Siapakah namamu sebenarnya? Mengapa orang-orang itu tadi memanggilmu saudara Yang?" Tiau Li Ing yang masih tetap berada di atas pundak Chin Yang Kun itu tiba-tiba membelokkan pembicaraan mereka dengan bertanya tentang nama Chin Yang Kun yang sebenarnya.

   "Akhhh...!" Chin Yang Kun berdesah lalu diam.

   "Mengapa engkau tidak menjawab pertanyaanku?" Tiau Li Ing mendesak. Chin Yang Kun masih tetap berdiam diri. Pemuda itu memang bermaksud akan menjernihkan kesalah-sangkaan ini, tapi selama ini ia selalu mendapatkan kesulitan untuk memulainya. Maka sungguh kebetulan sekali baginya gadis itu telah membukakan jalan untuk mengungkapkannya sekarang. Tapi meskipun demikian ia juga harus berhati-hati dalam memulainya. Demikianlah, pemuda itu tidak segera menjawab pertanyaan Tiau Li Ing, sebaliknya pemuda itu malah menghentakkan tali kendali kudanya, sehingga kuda itu melonjak dan berlari lebih cepat lagi.

   "Nona, lebih baik kita pergi mencari tempat untuk beristirahat dulu, baru nanti bercerita tentang segala macam soal, setuju...?" Chin Yang Kun membujuk. Gadis itu mendongakkan kepalanya ke langit. Tampak olehnya bintang-bintang mulai bergeser ke arah barat, suatu tanda bahwa tengah malam telah lewat dan fajar pagi mulai merangkak mendekati cakrawala.

   "Yah, malam memang telah larut...Kita memang juga harus beristirahat barang sebentar, agar tenaga kita menjadi pulih kembali. Tapi cobalah kau turunkan aku lebih dahulu untuk melepaskan ikatanku ini, agar orang takkan bercuriga melihat keadaan kita nanti." Akhirnya gadis cantik itu menjawab dengan suara gemetar. Entah mengapa gadis itu tiba-tiba merasa rikuh dan malu menghadapi pemuda yang membelanya mati-matian itu.

   "Oh, ya...ya benar!" heran! Perasaan itu seperti menular juga kepada Chin Yang Kun, sehingga pemuda itu mendadak menjadi gugup pula. Entah mengapa pemuda itu merasa seperti mendapatkan teguran halus dari si gadis.

   Memang secara tidak sadar pemuda itu seperti merasakan sesuatu yang asyik dan nikmat bersentuhan dengan tubuh yang mulus dan lembut itu. Begitu nikmatnya sehingga tidak terlintas sama sekali di dalam otaknya untuk menurunkan tubuh molek itu dari atas pundaknya. Barulah ia menjadi sadar ketika gadis itu menegurnya! Maka dengan amat tergesa-gesa sekali pemuda itu lalu menghentikan kudanya. Mukanya tetap tertunduk ketika menurunkan tubuh Tiau Li Ing dan membuka ikatannya. Wajahnya yang putih tampan itu tampak kemerah-merahan. Begitu gugup hatinya sehingga jari-jarinya tampak gemetar ketika memegang tali. Ternyata keadaan Tiau Li Ing juga sama saja. Gadis itu juga tertunduk saja mengawasi tangan Chin Yang Kun yang melepas tali ikatannya. Sekejappun gadis itu tak berani menatap wajah pemuda yang begitu dekat dengannya itu.

   "Terima kasih, Yang-Twako..." ucapnya hampir berbisik ketika ikatan itu telah terurai semua. Suara Tiau Li Ing terdengar mesra. Dan entah apa sebabnya gadis itu tiba-tiba saja juga mengubah panggilannya dengan Yang-Twako, suatu panggilan yang lebih indah dari pada Toat-beng-jin.

   "Eh, oh...marilah! Jangan sungkan-sungkan!" Mereka Ialu diam tak berkata-kata untuk beberapa saat lamanya. Masing-masing tampaknya sedang berusaha untuk menenangkan perasaannya sendiri-sendiri.

   "Oh, ya...mengapa kita hanya berdiam diri saja disini? Hari telah larut malam dan kita belum memperoleh tempat untuk melepaskan lelah," akhirnya Chin Yang Kun yang lebih dulu dapat menenteramkan hatinya membuka suara.

   "Be-benar! Kita berangkat sekarang..." Tiau Li Ing berkata pula.

   "Ayoh...!" Lalu keduanya bangkit berdiri. Chin Yang Kun segera menuntun kudanya.

   "Kau naiklah...! Aku akan berjalan kaki mengiringimu." pemuda itu berkata.

   "Ah, mana bisa begitu? Kuda ini milikmu. Tidak enak kalau aku yang menaikinya, sementara engkau malah berjalan kaki..." Tiau Li Ing cepat-cepat menggelengkan kepalanya.

   "Tapi engkau seorang wanita, sudah seharusnya aku mengalah."

   "Eh, mana ada aturan begitu? Itu peraturan kuno! Wanita dan lelaki sekarang sama saja, apalagi untuk kaum persilatan seperti kita ini." Chin Yang Kun tersenyum sambil mengangkat pundaknya. Pemuda itu tak ingin berdebat dengan Tiau Li Ing, apalagi yang diperdebatkan cuma persoalan seperti itu.

   "Yah...bagi kaum persilatan seperti kita ini memang tidak begitu mempersoalkan lagi masalah seperti itu, tapi...dalam hal etika pergaulan dan adat kesopanan umum kukira peraturan-peraturan seperti itu masih juga berlaku."

   "Siapa bilang?" Tiau Li Ing tetap ngotot. "Lelaki dan perempuan sama saja!"

   "Hmm, kalau begitu...nona setuju, misalkan pada suatu saat mandi bersama atau tidur berdua dengan pemuda lain?" Chin Yang Kun menggoda.

   "Hah?!? Gila apa...?" Tiau Li Ing menjerit dengan muka merah padam.

   "Nah, tidak mau bukan? Itulah yang kumaksudkan tadi. Bagaimanapun juga lelaki dan perempuan tetap berbeda. Dan karena adanya perbedaan itu maka lalu timbul etika dan aturannya," Chin Yang Kun menghentikan kata-katanya sebentar, lalu, "...Aku percaya nona mempunyai kesaktian yang sangat hebat, sehingga kalau diperbandingkan dengan pemuda-pemuda biasa, meski dengan pemuda yang paling berotot sekalipun, kekuatan nona masih berada jauh diatas mereka. Tetapi meskipun demikian nona toh masih tetap seorang wanita juga..."

   "Tapi aku tetap tidak mau kalau disuruh naik kuda ini..." Tiau Li Ing masih tetap tidak mau mengalah juga.

   "Lalu bagaimana...?" Chin Yang Kun bertanya bingung.

   "Engkaulah yang lebih berhak untuk menaikinya, karena kuda ini adalah kudamu."

   "Dan...kau akan berjalan kaki?"

   "Ya!"

   "Wah, kalau begitu aku juga akan berjalan kaki saja. Tidak enak rasanya dilihat orang di jalan nanti. Lebih baik kita tuntun saja kuda ini."

   "Hei! Jangan...! orang akan bercuriga kepada kita kalau engkau menuntun kuda itu. Kita malah akan disangka sebagai pencuri kuda nanti..." Tiau Li Ing buru-buru mencegah.

   "Wah...! repot benar, sih? Begini salah begitu juga salah. Lalu harus bagaimana kita? Kita lepaskan saja kuda ini biar kembali ke tempat para perajurit itu," Chin Yang Kun menghentakkan kakinya dengan perasaan jengkel.

   "Hei...jangan dilepaskan! Kim Cian-bu akan menjadi curiga terhadap kita. Dia tentu akan mengerahkan para perajuritnya untuk mencari kita nanti." sekali lagi Tiau Li Ing mencegah maksud Chin Yang Kun untuk melepaskan kuda tersebut.

   "Lalu harus bagaimana...?" Chin Yang Kun habis akal.

   "Kaulah yang naik!" Tiau Li Ing berkata tegas. Chin Yang Kun terdiam tak menjawab. Dipandangnya wajah cantik di depannya itu untuk beberapa saat lamanya dengan kening berkerut.

   "Kalau begitu kita naik kuda lagi saja bersama-sama seperti tadi atau...semuanya berjalan kaki!" akhirnya pemuda itu memutuskan. "...Bagaimana?" Tiau Li Ing terdiam juga untuk sementara. Kemudian,

   Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Baiklah! Terserah kepadamu!" jawabnya dengan kepala tertunduk. Warna merah membersit di atas pipinya yang ranum. Demikianlah kedua muda-mudi itu akhirnya menaiki Si Cahaya Biru bersama-sama.

   Chin Yang Kun duduk di depan memegang kendali dan Tiau Li Ing duduk rapat di belakangnya. Mereka mengendarai kuda dengan mulut tertutup, masing-masing sibuk dengan angan-angan mereka sendiri. Kabut turun semakin deras membasahi tubuh mereka dan jalan yang mereka lalui. Kabut itu membasahi tanah sehingga menyebabkan jalan itu menjadi licin dan becek. Meskipun demikian Cahaya Biru tetap berlari dengan gagahnya. Tampaknya jalan yang licin tersebut bukanlah rintangan yang berat baginya. Kota Ko-tien mereka capai berbareng dengan suara kokok ayam pertama kali. Kota ini masih gelap dan belum adaseorangpun yang telah membuka pintu rumahnya. Jalan-jalan juga masih sunyi senyap, sehingga langkah kaki kuda mereka terdengar nyaring ketika menimpa batu-batu di jalan tersebut.

   "Ah, meremang bulu kudukku. Rasa-rasanya kita sedang memasuki sebuah kota mati saja." Tiau Li Ing mendekatkan bibirnya ke telinga Chin Yang Kun dan berbisik pelan.

   "Ya, akupun merasakannya juga. Rasanya kesunyian ini memang tidak wajar, seperti suasana di dalam kuburan saja." Chin Yang Kun mengangguk dengan hati berdegup kencang. Napas gadis itu terasa hangat menghembus kulit pipi dan telinganya. Chin Yang Kun lalu berusaha menghilangkan perasaan yang menggangu tersebut dengan mempercepat langkah kaki kudanya. Dan si Cahaya Biru memang seekor kuda yang garang! Begitu terasa kendali yang menempel mulutnya itu disentakkan tuannya, ia segera melesat bagai anak panah yang terlepas dari busurnya! Suara telapak kakinya yang dilapisi tapal besi itu terdengar berdentangan menimpa batu.

   Chin Yang Kun lalu membelokkan kudanya ke jalan utama yang membentang di tengah-tengah kota itu. Di sana jalan lebih lebar dan bangunan rumahpun tampak lebih rapat dan lebih bagus. Warung dan toko berceceran hampir memenuhi seluruh bangunan yang ada di sepanjang jalan tersebut. Dan bangunan-bangunan itu juga tampak lebih meriah pula, sebab mereka tentu memasang papan nama atau gambar yang besar dan menyolok mata, lampu teng besar kecil juga tergantung dimana-mana, menerangi dan menyemarakkan suasana malam. Meskipun demikian mereka tetap tak melihat sesosok bayangan manusiapun di sana. Jalan besar itu juga sepi dan lengang pula. Tak sebuah makhlukpun yang tampak, sampai-sampai para gelandangan atau pengemis yang biasa tampak di setiap kota itu pun tak kelihatan pula di sana. Kota itu betul-betul Iengang, sepi, bagaikan kota mati!

   "Eh, Yang Twako...bagaimana ini?" Tiau Li Ing berbisik lagi. dan...tubuhnya yang molek itu lagi-lagi mendesak ke depan sehingga buah dadanya yang mulai tumbuh itu "mendorong" punggung Chin Yang Kun! Keruan saja pemuda itu menjadi panas dingin badannya! Pikirannya menjadi kacau sehingga otaknya menjadi rusuh pula! Segala macam angan-angan yang tidak-tidak menggoda batinnya dengan hebat! Dan entah mengapa tiba-tiba timbul keinginannya untuk memeluk tubuh yang menempel ketat di belakangnya itu.

   "Eh, Yang Twako...mengapa kita berhenti di sini? Apakah kita akan beristirahat di penginapan ini?" Tiau Li Ing yang tidak tahu bahaya itu tiba-tiba bertanya.

   "Eh...eh, eh...apa?" Chin Yang Kun tersentak kaget. Kaget sekali, sehingga buyar semua lamunannya!

   "Hai...kau kenapa? Mengapa matamu merah sekali?" Tiau Li Ing mengerutkan keningnya. Chin Yang Kun cepat-cepat meloncat turun dan membawa kudanya ke pinggir.

   "Ah, tidak apa-apa! Cuma kena debu tadi..." pemuda itu membohong. "Marilah kita beristirahat saja di sini!" Ternyata tanpa kemauan Chin Yang Kun kudanya telah berhenti di depan sebuah rumah penginapan. Mungkin di dalam ketegangannya tadi Chin Yang Kun telah menarik kendali kudanya tanpa sengaja, sehingga kuda itupun lalu berhenti pula dengan mendadak. Tiau Li Ing turun juga dari kuda, lalu setelah Chin Yang Kun menempatkan kuda tersebut di tempat yang tersedia, mereka bersama-sama melangkah memasuki penginapan itu. Kemudian mereka mengetuk pintu tiga kali. Tidak ada jawaban. Chin Yang Kun penasaran. Ia mengetuk sekali lagi, sekarang lebih keras. Tapi tetap tidak ada orang yang menjawab. Keduanya saling memandang dan Tiau Li Ing mengangkat pundaknya sambil memonyongkan mulutnya.

   "Heran! Penginapan ini dipasangi lampu, dan semua perabotannya juga teratur rapi. Tapi...ke mana pemiliknya? Masakan tiada yang menjaganya sama sekali?" Chin Yang Kun bersungut-sungut seraya mengguncang pintu penginapan tersebut keras-keras.

   "Blug!" Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh sesosok tubuh yang jatuh dari atap rumah ke samping mereka. Dan begitu jatuh orang itu langsung melenting berdiri kembali. Dari mulutnya lantas terdengar sumpah-serapah dan caci-makinya, sementara kedua tangannya sibuk membersihkan pasir dan tanah yang melekat di atas rambutnya yang amat jarang.

   "Bangsat! Binatang! Monyet busuk...Uhh...sedang enak-enak tidur di atas atap, rumahnya digoyang gempa! Makanya aku bermimpi bisa terbang...eh, tahunya jatuh dari peraduan, hehehe...! Huh, keparat! Keparaaaat...!" Chin Yang Kun memegang lengan Tiau Li Ing, kemudian menariknya beberapa langkah ke belakang, menjauhi orang gila itu. Dan gerakan mereka itu ternyata sangat mengagetkan orang tersebut. Kelihatannya orang itu sama sekali tidak tahu kalau di depan pintu itu ada orang lain.

   "Hei, gempa bumi...! Eh, kok gempa lagi, hehehe!" teriak orang gila itu latah. Matanya yang kocak dipicingkan, mengawasi wajah Chin Yang Kun dan Tiau Li Ing, sementara mulutnya yang lebar itu pringas-pringis menjijikkan. Tapi tiba-tiba muka yang kocak itu berubah menjadi tegang dan bersungguh-sungguh!

   "Oh! kau lagi...!" serunya dingin. Lalu. "...Mau apa kau kemari? Ingin membunuh banyak orang lagi? Cek! Cek! Cek..! Usiamu belum seberapa, tetapi tanganmu ternyata sangat telengas dan ganas bukan main! Dalam sehari ini saja kau telah membunuh lebih dari limaratus orang! Dan tanganmu benar-benar tidak mau memilih korbannya. Siapa pun jadilah. Sampai-sampai para perajurit kerajaanpun tidak terkecuali pula. Sungguh-sungguh edan...!" Chin Yang Kun mengerutkan dahinya, Ialu melirik ke arah Tiau Li Ing, seolah-olah ingin bertanya tentang orang gila itu. Apa sebabnya orang itu tahu tentang sepak-terjangnya hari itu? Apakah gadis itu sudah mengenalnya? Tapi gadis itu menggelengkan kepalanya, suatu tanda bahwa gadis itu juga tidak tahu pula. Oleh karena itu dengan hati-hati Chin Yang Kun menghadapi orang yang tingkah lakunya seperti orang gila itu.

   "Siapakah Lo-Cianpwe ini...? Dari mana Lo-Cianpwe tahu aku telah membunuh banyak orang?" tanyanya halus.

   "Hah? Huahaha...hahaha! Engkau menanyakan namaku? Apakah aku juga akan engkau jadikan korbanmu pula? Eit, jangan harap...hohoho!" Orang itu tiba-tiba tertawa terpingkal-pingkal sampai kedua buah matanya mengeluarkan air mata. Kemudian sambil menyeka air matanya orang itu mengambil buli-buli arak yang tergantung di pinggangnya dan meminum isinya. "Hwaduh, segarnya! Arak putih memang pedas rasanya...Minum seteguk sebulan bermimpi, hahaha...! Tapi..."

   "Lo-Cianpwe..." Chin Yang Kun berusaha memotong celoteh orang itu.

   "Tapi...Arak Merah manis rasanya...Minum segentongpun orang takkan merasa hehehe...!" orang itu meneruskan nyanyiannya.

   "Lo-Cianpwe...!"

   "Sebentar! kau diamlah dulu...!" orang itu mengangkat tangannya dengan cepat. Keningnya tampak berkerut-kerut, agaknya sedang memikirkan rangkaian pantun yang akan dinyanyikannya lagi. Tapi Chin Yang Kun sudah tidak mau menunggunya. Dengan suara geram pemuda itu membentak.

   "Orang tua! Aku tidak butuh suaramu yang sumbang itu! Aku hanya ingin mengetahui gelar dan namamu, karena aku ingin bertanya tentang sesuatu hal kepadamu!" Mata yang kocak itu terbelalak lebar. MuIutnya melongo seakan tak percaya bahwa ia baru saja dibentak orang.

   "Ahhh...!" orang itu lalu menghela napas panjang. Wajahnya yang lucu itu berubah menjadi serius.

   "Anak muda, keberanianmu sungguh mengagumkan. Engkau telah berani membentakku, padahal selama ini aku belum pernah dibentak orang. Dan kalaupun ada, orang itu tentu takkan bisa hidup lama..." orang itu berkata lagi dengan nada marah. Tapi kesombongan itu justru semakin menaikkan darah Chin Yang Kun.

   "Begitukah? Hmm, kalau begitu engkau sama saja dengan aku. Selama ini aku pun belum pernah dipandang rendah oleh siapapun juga. Dan...kalaupun ada, orang itu tentu sudah tidak bernyawa pula!" geramnya keras.

   "Apa katamu? Kurang ajar...! Kubunuh kau!" orang gila itu menjerit marah. Tapi Chin Yang Kun segera mengangkat tangannya.

   "Nanti dulu...!" serunya.

   "Monyet buruk! Ada pesan apa lagi?"

   "Oh, jangan buru-buru marah dulu! Tak ada gunanya bagiku berkelahi denganmu kalau tidak ada taruhannya."

   "Taruhan? Apa maksudmu? Bukankah taruhannya sudah ada, yaitu...nyawa?" Chin Yang Kun lebih dahulu menyuruh Tiau Li Ing menyingkir, baru setelah itu ia menjawab,

   "...nyawa itu bukan taruhan namanya, sebab kehilangan nyawa sudah merupakan resiko dari setiap pertempuran. Yang kumaksud dengan taruhan adalah imbalan yang telah kita sepakati bersama bagi yang menang dalam pertempuran ini. Bagaimana? Berani bertaruh tidak?"

   "Bangsat! kau benar-benar sombong sekali dan kau akan menyesal nanti! Ayoh, lekas katakan apa taruhannya? Kurang ajarrr...!" Chin Yang Kun melangkah ke depan, lalu tangannya bertolak pinggang.

   "Kalau kau kalah, kau harus menyebutkan namamu. Setelah itu kau juga harus bercerita kepadaku mengenai semua yang kau ketahui tentang kota ini, itu saja!"

   "Begitukah? Lalu...bagaimana kalau kau yang mampus di tanganku?" orang itu bertanya dengan suara tinggi.

   "Wah, kau ini bagaimana...? kalau aku mampus di tanganmu, tentu saja kau boleh berbuat sesukamu. Mau kau kubur kek...atau mau kau buang ke sungai kek...itu terserah kepadamu!" Chin Yang Kun menjawab tenang. Hampir-hampir orang itu tak dapat mengendalikan hatinya, ulah Chin Yang Kun itu betul-betul telah membakar dadanya.

   "Baik! Ayoh bersiaplah untuk mampus!"

   "Nanti dulu...!"

   "Babi! Tikus! Monyet! Apa lagi...?"

   "Pertandingan ini harus dibatasi, yaitu dua puluh jurus saja. Kalau dalam dua puluh jurus ternyata belum ada yang kalah atau menang, nanti kita tambah lagi...bagaimana...?"

   "Dua puluh jurus? Hah! Terlalu banyak! Lima juruspun sudah lebih dari cukup untuk mencabut nyawamu!" orang itu berteriak sambil menubruk ke depan. "Ayoh, kita mulai...! Kau boleh merasa menang jika dalam dua puluh jurus tidak mampus!" tampaknya saja otaknya tidak waras, tapi ketika bergerak ternyata cepatnya bukan main!

   Belum juga kata-katanya selesai, sepuluh buah jari tangannya telah berada di ubun ubun Chin Yang Kun! Padahal jarak mereka berdiri lebih dari tiga tombak jauhnya! Tentu saja Chin Yang Kun terkejut setengah mati! Sejak semula pemuda itu memang sudah menduga bahwa lawannya tentu berkepandaian tinggi, tapi ia tidak membayangkan bahwa lawannya itu akan mampu bergerak sedemikian cepatnya! Untunglah pemuda itu sejak semula juga telah bersiap siaga sepenuhnya. Maka dalam keadaan yang sulit seperti itu ilmunya segera bergerak dengan sendirinya.

   Tiba-tiba saja kepalanya melesak ke bawah, mendorong masuk tulang tulang lehernya yang panjang ke dalam rongga dada, sehingga leher itu menjadi lenyap dan kepalanya kini seolah-olah menempel begitu saja tanpa tangkai di atas pundak. Tapi gerakan langka yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang mahir Kim-coa ih-hoat itu ternyata mampu membebaskan pemuda itu dari sambaran jari-jari lawannya. Tentu saja cara Chin Yang Kun yang aneh dalam menghindari serangan itu membuat tercengang lawannya. Dengan mata mendelik orang itu menatap Chin Yang Kun, seolah-olah tidak percaya bahwa di dunia ini ada seseorang manusia yang mampu berbuat seperti itu. Saking kagumnya orang itu sampai terpaksa diam untuk beberapa saat lamanya, lupa bahwa dirinya sedang marah dan bertempur dengan musuh.

   "Mengapa berhenti menyerang? kau sudan mengaku kalah?" Chin Yang Kun bertanya. Orang itu tersentak dari lamunannya.

   "Setan kuburan...!" umpatnya. "...Kiranya engkau punya modal juga. Makanya sikapmu demikian sombong dan takabur..."

   "Engkau mengaku kalah?"

   "Mengaku kalah? Huh! Terlalu pagi...Kau memang hebat, tapi kau jangan lekas-lekas menepuk dada dan menganggap bahwa kepandaianmu sudah tidak ada yang menandingi! Sekarang kau bersiaplah, akan kutunjukkan kepadamu bahwa di luar langit masih ada langit...!"

   Seperti tadi tiba-tiba orang itu menyerang lagi tanpa memberi peringatan lebih dahulu. Hanya cara menyerangnya kali ini juga aneh bukan main, sama sekali berbeda dengan cara-cara yang umum dipakai oleh ilmu-ilmu silat kebanyakan. Tampaknya orang itu tidak mau kalah dengan Chin Yang Kun, dan kini mau memamerkan bahwa ilmunya juga tidak kalah uniknya dengan ilmu silat Chin Yang Kun! Orang itu meloncat ke atas, kemudian meluncur ke arah Chin Yang Kun dengan kedua kaki lebih dahulu. Meskipun gerakan itu amat aneh dalam ilmu silat, tetapi gayanya sungguh enak dipandang dan cepat bukan main! Apalagi lapat-lapat terdengar pula suara deru angin yang diakibatkan oleh gerakan itu.

   "Wuuuuussssss...!"

   "Dua jurus!" Chin Yang Kun berteriak sambil meloncat ke samping untuk mengelakkan serangan tersebut. Lalu dari arah samping pemuda itu membalasnya dengan tendangan pula. Tapi melihat sasarannya telah pergi orang itu cepat-cepat mengubah serangannya pula. Kedua buah kakinya yang terjulur ke depan itu segera ia tekuk ke belakang, sehingga gaya berat tubuhnya berubah pula.

   Otomatis kepala orang itu terlempar ke depan sementara kaki dan pantatnya terayun ke belakang. Dan selanjutnya tubuh orang itu tampak berputar (berjumpalitan) dengan kencangnya. Sepintas lalu orang tentu akan mengira bahwa gerakan tersebut hanya dilakukan untuk mengurangi kecepatan daya luncurnya, sehingga tubuh itu tidak jatuh berdebam begitu saja di atas tanah. Dan ternyata demikian pula yang dipikirkan oleh Chin Yang Kun! Tapi dugaan itu ternyata keliru sekali! Dengan perasaan kaget Chin Yang Kun merasakan tubuhnya tiba-tiba tersedot ke arah lawan, sehingga kuda-kudanya lepas dan tubuhnya terbanting ke depan. Otomatis tendangan kakinya melenceng dan ikut tersedot pula ke depan. Orang gila itu tertawa gembira.

   "Rasakan jurusku ini! Baling-baling mengisap kaki...eh, keliru! Maksudku...baling-baling mengisap madu! Wah, bukan...bukan madu, anu...baling-baling mengisap...mengisap...mengisap...bangsat! kurang ajar! kenapa aku sampai lupa pada ilmu silatku sendiri?" celotehnya.

   Tampaknya seperti main-main saja, tetapi pengaruhnya ternyata hebat bukan kepalang! Buktinya Chin Yang Kun yang berkepandaian tinggi itupun sampai terkecoh dan termakan oleh jurus baling-baling tersebut! Tubuh dan kakinya tersedot ke arah lawan tanpa dapat dicegah lagi! Untunglah pemuda itu segera menyadari keadaannya. Pada saat-saat terakhir, dimana kakinya tinggal sejengkal saja dari lawannya, pemuda itu cepat mengerahkan Liong-cu I-kang ke kakinya, lalu dengan ilmu Kim-coa ih-hoatnya yang ampuh ia melepaskan sambungan dari semua persendian tulang-tulangnya, sehingga ketika ia mengerahkan otot-ototnya kaki itu tertarik mengkerut ke belakang dan jauh lebih pendek dari pada ukurannya yang normal! Oleh karena itu kaki yang nyaris masuk ke dalam putaran baling-baling itu selamat dari guntingan lawan.

   "Tiga jurus!" begitu lolos dari lubang jarum pemuda itu berteriak.

   "Tiga jurus!" orang gila itu mengulangi perkataan Chin Yang Kun. Demikianlah, semakin lama mereka bertanding semakin dahsyat di halaman rumah penginapan itu. Karena pertandingan itu hanya dibatasi dalam dua puluh jurus, maka masing-masing segera mengeluarkan ilmu andalan mereka. Keduanya sama-sama tidak ingin kehilangan waktu mereka. Waktu sedetikpun sangat berharga bagi mereka.

   Tiau Li Ing berdiri di bawah pohon, menonton pertempuran itu dengan wajah tegang. Matanya hampir tidak pernah berkedip mengawasi Chin Yang Kun. Hatinya merasa khawatir sekali. Dilihatnya lawan pemuda itu benar-benar lihai bukan main. Ilmu silatnya amat aneh dan konyol, meskipun begitu dahsyatnya tiada terkira. Sampai-sampai Chin Yang Kun yang belum pernah menemukan tanding itupun dibuat kewalahan pula sekarang.

   Jilid 32
Dan yang sangat menjengkelkan tapi juga menggelikan adalah ulah tingkah orang yang kini bertempur dengan Chin Yang Kun itu. Orang itu bertempur sambil berceloteh tidak karuan. Ada-ada saja yang dikatakan, dari yang biasa-biasa saja sampai yang kotor kotorpun keluar dari mulutnya. Ilmu silatnyapun sangat konyol dan menggelikan, meskipun begitu Chin Yang Kun dibuat kewalahan karenanya.

   Untunglah Chin Yang Kun mempunyai Kim-coa ih-hoat yang maha hebat. Biarpun kadang-kadang dibuat bingung oleh gerakan lawannya yang aneh-aneh, tapi dengan Kim-coa-ih hoat nya yang lemas bagai ular itu ia selalu bisa meloloskan diri dari serangan lawannya. Malahan kadang kala ilmu silatnya yang sangat mengerikan itu mampu mengecoh dan mengelabuhi musuhnya sehingga orang itu ganti dibuatnya jungkir-balik kebingungan pula. Begitu dahsyatnya mereka berkelahi sehigga mereka sudah lupa menghitung jumlah jurus yang telah mereka keluarkan. Masing-masing sudah lupa pada taruhan yang mereka sepakati bersama. Yang ada di dalam hati mereka sekarang adalah mengadu iImu silat mereka sampai tuntas, sampai salah satu dari mereka mengaku kalah!

   "Hei! Hai...Yang Twako! Berhenti! Pertempuran sudah lebih dari dua puluh jurus! Sekarang malah telah menginjak pada jurus yang ke dua puluh lima! Berhenti! Yang Twako, kau jangan terpancing oleh orang itu! kau sudah menang...!" tiba-tiba Tiau Li Ing berteriak-teriak.

   "Jangan hiraukan gadis itu! Mari kita selesaikan dulu pertempuran ini!" orang gila itu menggeram. Mendadak Chin Yang Kun menjadi sadar. Memang tidak ada gunanya ia bermusuhan dengan orang ini, hanya menambah-nambah kesulitan saja. Yang perlu baginya adalah keterangan mengenai kota ini, bukan bermusuhan dengan para penghuninya.

   "Hai, berhenti...! kau sudah kalah! Kita bertempur lebih dari dua puluh jurus! Ingat kata-katamu tadi! Jangan menjilat ludah sendiri!" Chin Yang Kun melompat keluar dari arena pertempuran sambil berteriak memperingatkan lawannya.

   "Menjilat ludah sendiri? Ah, masakan pertempuran kita tadi telah ada dua puluh jurus?" Orang itu terpaksa menghentikan serangannya pula. Mulutnya yang lebar itu melongo dan meringis berganti-ganti. Hatinya tampak bimbang, penasaran dan menyesal telah menyetujui taruhan dalam dua puluh jurus itu.

   "Benar. Malahan sudah lebih dari dua puluh jurus. Jadi kau sudah kalah...dan akulah yang jadi pemenangnya dalam taruhan ini." Chin Yang Kun menjelaskan dengan bibir tersenyum.

   "Wah, ini...ini tidak adil! Aku toh belum kalah. Malahan engkaulah yang repot mempertahankan diri tadi. Betul tidak...?" orang itu berteriak penasaran.

   "Ya...tapi kau tadi sudah setuju bertarung dalam dua puluh jurus, bukan? Malah engkau sendiri yang bilang, kalau dalam dua puluh jurus aku tidak mampus...aku sudah dapat dianggap sebagai pemenangnya, ingat tidak?" Orang itu membanting-bantingkan kakinya di atas tanah tanda penasaran sekali.

   "Babi busuk! Monyet gila...!" umpatnya sambil menggaruk-garuk rambutnya yang jarang.

   

Harta Karun Kerajaan Sung Eps 6 Harta Karun Kerajaan Sung Eps 12 Harta Karun Kerajaan Sung Eps 3

Cari Blog Ini