Ceritasilat Novel Online

Naga Sakti Sungai Kuning 19


Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo Bagian 19




   Begitu ada cambuk dari depan menyambar, Hong San bukan hanya mengelak melainkan meloncat dengan kecepatan kilat, tubuhnya mencelat ke atas dengan gerak tipu jurus ilmu silat Koai liong-kun (Silat Naga Siluman), tubuh yang mencelat ke atas itu tahu-tahu membalik dan menyerang kearah Loa Pin yang berdiri di sebelah kirinya. Loa Pin terkejut karena pada saat itu, yang mendapat giliran menyerang sesudah Thio wan adalah Cio Ban Hok yang berada di kanan. Disangkanya bahwa tadi pemuda itu meloncat ke atas untuk mengelak, akan tetapi siapa kira tiba-tiba suah menyerang kepadanya. Pada saat itu , cambuk di tangan Cio Ban Hok memang sudah meledak dan menyerang, akan tetapi ujung cambuk itu dapat tertangkis pedang Hong San, sedangkan sulingnya tetap menyerang dengan hebatnya ke arah kepala Loa Pin.

   Loa Pin tidak sempat menggerakkan senjatanya yang panjang, maka dia cepat pelempar tubuhnya ke samping untuk Menghindarkan serangan suling.

   "Plakkkkk!" tetap saja suling itu sempat menghantam pangkal lengan kirinya dan dia pun roboh terbanting, lalu bergulingan dan ketika dia meloncat bangkit, dia merasa lengan kirinya nyeri bukan main dan sukar digerakkan!

   Hong San juga sudah turun, dan pada saat itu, kembali cambuk dari Thio Kwan sudah menyambar ke arah kepalanya dengan amat cepat dan kuatnya. Seperti siasat yang berhasil tadi, Hong San menggunakan suling di tangan kirinya untuk menangkis, akan tetapi pada saat sulingnya dilibat ujung cambuk, sudah membalik dan secepat kilat menyerang Cio Ban Hok dengan pedangnya. Pedang menyambar ke arah leher dengan tusukan yang dahsyat. Cio Ban Hok kejut, dia yang sedang menanti saat untuk menyambung serangan Thio Kwan tiba-tiba berhadapan dengan tusukan pedang yang mengarah tenggorokannya. Cepat dia menggeser tubuh ke samping dan pergelangan tangannya sudah siap menggerakkan cambuk. Sementara dia belum mampu menyerang karena lawan terlampau dekat. Saat itu, kaki Hong San menendang ke arah perutnya Cio Ban Hok berusaha mengelak lagi, namun tetap saja pahanya terkena tendangan yang cukup keras.

   "Bukkk!" Tubuhnya terpelanting dia cepat bergulingan agar tidak disusul serangan lawan yang amat tangguh itu setelah bergulingan lima meter lebih, baru dia meloncat bangun dengan muka berubah merah. Akan tetapi, dia dan juga Loa Pin sudah bersiap-siap lagi dan atas isyarat Thio Kwan, mereka mundur agak jauh, tetap mengepung dan tiba-tiba cambuk mereka meledak-ledak dan kini mereka menyerang berbareng kearah Hong San yang berada di tengah-tengah.

   Hong San memutar pedangnya melindungi tubuhnya. Beberapa kali tiga batang cambuk yang menjadi keras oleh saluran tenaga sakti itu bertemu pedang dan membalik. Namun dengan menyerangan jarak jauh seperti ini, Hong San kembali menjadi tertekan karena dia tidak mempunyai kesempatan sama sekali untuk membalas serangan lawan. Pedang dan sulingnya tidak dapat mencapai tubuh lawan, sebaliknya tiga orang pengeroyoknya dapat menghujankan serangan dengan cambuk mereka yang panjang.

   Kim-bwe Sam-houw juga merasa penasaran bukan main. Tadi, dua orang diantara mereka telah merasakan hajaran dan masih terasa nyeri oleh Cio Ban Hok dan Loa Pin, dan sampai sekarang, cambuk mereka belum juga mampu mengenai tubuh lawan. Apalagi melukainya, merobek baju pun tidak pernah dapat. Bahkan setelah mengurung dengan jarak jauh seperti itu, mereka tetap saja belum berhasil karena semua serangan ujung cambuk itu membalik begitu bertemu dengan pedang dan suling. Melihat ini tentu saja mereka bertiga menjadi makin marah dan penasaran.

   Sejak tadi Giok Cu mengikuti jalannya pertandingan dan diam-diam ia merasa semakin kagum kepada Hong San. Pemuda itu memang hebat, pikirnya. Melihat cara pemuda itu mempergunakan sepasang senjatanya, dan caranya menghadapi pengeroyokan tadi sehingga berhasil mempergunakan siasat dan menghajar dua orang pengeroyok, menunjukkan bahwa pemuda itu selain memiliki ilmu silat yang tinggi, juga memiliki kecerdikan. Seorang lawan yang tangguh. Akan tetapi, penglihatannya yang tajam juga menemukan gaya silat golongan hitam dalam gerak silat Hong San, maka ia pun bersikap waspada, la baru saja mengenal Hong San, dan ia belum yakin benar bahwa pemuda itu seorang pemuda yang berjiwa pendekar, la menonton pertandingan itu juga untuk mengukur sampai di mana kepandaian Hong San dan ia mendapat kenyataan bahwa ia sendiri pun tidak akan mudah begitu saja dapat mengalahkan pemuda yang bercaping lebar itu. Yang mengagumkan, dia bertanding dengan caping bergantung di punggung dan biarpun beberapa kali caping yang melindungi punggung itu tersentuh ujung cambuk, namun tidak rusak. Tahulah ia bahwa caping itu pun bukan caping biasa, nielainkan merupakan perisai yang cukup kokoh!

   Kembali Thio Kwan memberi isyarat kepada dua orang temannya dan mereka agaknya hendak mengubah siasat penyerangan. Kini mereka, dalam jarak masih tetap agak jauh, mulai berlari mengitari Hong San. Pemuda ini maklum bahwa kalau dia ikut berputar-putar, maka dia akan menderita kerugian. Kalau dia harus mengikuti dan mengimbangi mereka, dia akan dapat diserang kepeningan. Maka, melihat mereka itu lari-lari dan mengitari dirinya, dia berdiri tegak dengan kokoh, tidak bergerak, hanya kedua matanya dan dua telinganya saja dicurahkan utuk menghadapi segala kemungkinan.

   Tiba-tiba tiga orang itu berhenti lari dan sekali tangan mereka bergerak tiga batang cambuk itu telah meluncur ke arah Hong San dan sekali ini sama sekali tidak mengeluarkan suara ledakan! Bagaikan tiga ekor ular panjang tiga batang cambuk itu menyambar. Hong San terkejut. Jelas bahwa cambuk-cambuk itu tidak menyerang dengan kekerasan dan kalau dia berani menangkis tentu pedang dan sulingnya dapat rampas dengan belitan yang sukar dilepaskan lagi. Dan cambuk itu datang dari tiga jurusan, dari atas, tengah bawah, sama sekali tidak memberi jalan keluar baginya. Melihat betapa tiga batang cambuk itu semua menyambar lembut ke arah pinggangnya, tahulah dia bahwa tiga orang pengeroyoknya itu hendak menangkapnya dengan libatan cambuk mereka pada pinggangnya, dan tentu ia ingin membelenggu pula kedua lengannya. Kalau dia mencoba mengelak, tentu satu di antara mereka tetap akan berhasil melibat pinggangnya dan yang lain mungkin melibat lengan-lengannya. Dia dapat akal. Diangkatnya kedua lengan pada saat ujung tiga batang cambuk itu menyambar dekat. Benar saja, ujung tiga batang sabuk itu menyambar pinggangnya, bagaikan tiga ekor ular yang panjang!

   Hong San yang amat cerdik itu memperlihatkan wajah terkejut. Tiga orang pengeroyoknya lalu cepat menarik cambuk masing-masing sehingga ujung cambuk-cambuk itu seperti diikat dengan kuat di pinggang Hong San.

   Melihat pemuda itu memperlihatkan wajah kaget dan cemas, Thio Kwan pemimpin Kim-bwe Sam-houw yang merasa bahwa sekali ini mereka telah berhasil menguasai lawan, tertawa.

   "Ha ha ha, ah sombong. Engkau telah berada dalam kekuasaan kami! Engkau tak dapat melepaskan diri dan kalau kami menghendaki, cambuk kami akan dapat menyayat pinggangmu sampai putus!"

   Hong San juga dapat memperhitutungkan bahwa ucapan itu bukan gertakan kosong belaka. Kalau
(Lanjut ke Jilid 20)
Naga Sakti Sungai Kuning/Huang Ho Sin-liong (Seri ke 01 - Serial Naga Sakti Sungai Kuning)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 20
mereka bertiga itu melepas lilitan cambuk sambil menarik dengan tenaga sin-kang yang dipadukan maka ujung cambuk-cambuk itu akan merupakan pedang tajam yang menyayat pinggangnya dan belum tentu dia akan mampu mempertahankan diri. Dia akan tewas, atau setidaknya, tentu akan menderita luka parah andaikata sin-kang kekebalannya mampu melindungi pinggangnya. Akan tetapi, siasatnya telah matang dan dia pun tertawa pula.

   "Ha-ha-ha, kalian kira aku tidak akan mampu melepaskan diri?" Berkata demikian merupakan akal agar tiga orang mencurahkan perhatian dan mengerahkan segala daya untuk mencegah dia me lepaskan diri, dan belum akan timbul niat untuk membunuhnya dengan menyayat pinggangnya! Sekali kedua kakinya mengerahkan tenaga, tubuhnya lalu meloncat ke atas. Loncatan itu tentu akan dapat membawa tubuhnya tinggi sekali kalau saja tiga orang pengeroyoknya tidak cepat menarik cambuk mereka sehingga loncatan itu tertahan di udara dan saat inilah yang ditunggu oleh Hong San. Dia sudah menyimpan sulingnya dan me'ngambil capingnya yang tadinya tergantung di punggung. Kini, tangan kirinya meluncurkan caping itu ke bawah, caping itu berpusing cepat sekali dan meluncur ke arah Thio Kwan yang berada di depan Hong San. Benda berpusing itu mengeluarkan suara mendengung nyaring, menyambar ke arah leher Thio Kwan. Tentu saja dia terkejut bukan main dan ketika dia merendahkan dirinya, benda berpusing itu melewati atas kepalanya dan melayang ke arah orang kedua, yaitu Cio Ban Hok! Dia pun merendahkan tubuh dan benda itu terus melayang kearah Loa Pin yang juga dapat mengelak, akan tetapi benda itu terus melayang berputar-putar sambil berpusing cepat.

   Pada saat itu, Hong San sudah menggerakkan pedangnya, mengerahkan tenaganya membabat ke arah tiga batang cambuk yang membelit pinggangnya selagi tubuhnya mulai turun ke bawah.

   "Brettttt........!" Tiga batang cambuk itu putus! Karena tadi cambuk-cambuk itu meregang, dan pemegangnya sedang terkejut dan menaruh perhatian terhadap caping terbang yang berputaran menyerang mereka, maka Hong San dapat membikin putus cambuk-cambuk itu dengan babatan pedang.

   Setelah pedang itu membabat putus cambuk, barulah Kim-bwe Sam-houw terkejut dan sadar bahwa mereka telah lengah. Sementara itu, caping yang mulai lemah terbangnya itu ditangkap kembali oleh tangan Hong San dan telah ddikalungkan lagi talinya di lehernya. Kim bwe Sam-houw marah bukan main mereka kembali menyerang, akan tetapi karena cambuk mereka sudah buntung setengahnya lebih, cambuk itu tinggal pendek saja dan terpaksa mereka menyerang dari jarak dekat. Ini tentu saja menyenangkan hati Hong San, karena setelah senjata mereka itu menjadi pendek, dia mendapatkan banyak kesempatan untuk membalas dengan pedang dan sulingnya.

   Giok Cu memandang kagum. Pemuda itu memang hebat dan cerdik bukan main. Ia maklum bahwa setelah cambuk-cambuk itu menjadi pendek, tiga orang berpakaian kuning itu bukanlah tandingan yang terlalu berat lagi bagi Hong San. pendapat ini ternyata benar karena tak lama kemudian, tiga orang pengeroyok itu telah berpelantingan. Seorang terkena totokan suling pada dadanya, seorang tergores pedang pada pahanya dan seorang lagi terkena tendangan pada perutnya. Mereka tidak terluka parah, namun jelas bahwa mereka sudah kalah. Dengan muka pucat Kim-bwe Sam-houw terpaksa mundur.

   Kini terpaksa ketua Pouw-beng-pang sendiri, yaitu Kim-bwe-eng Gan Lok bangkit dan maju menghadapi Hong San. Diam-diam ketua ini maklum bahwa Hong San memang seorang pemuda yang lihai. Melihat cara pemuda ini mengalah wakil ketuanya, juga mengalahkan Kim bwe Sam-houw, dia tahu bahwa tingkat kepandaian pemuda ini memang tinggi dan bukan tak boleh jadi dia sendiri tidak akan mampu mengalahkannya. Tingkat kepandaiannya sendiri hanya sedikit di atas tingkat Kim-kauw-pang Pouw Tiong, dan kalau dia harus menghadapi pengeroyokan Kim-bwe Sam-houw, tidak akan sanggup menang! Akan tetapi dia adalah seorang ketua, maka tidak boleh dia memperlihatkan rasa takut. Juga memalukan sekali kalau dia hanya mengerahkan anak buah untuk mengeroyok pemuda ini. Di samping itu, pada waktu itu dia membutuhkan banyak orang-orang pandai untuk membantu gerakannya, dan pemuda ini adalah seorang pandai sekali. Setelah berhadapan dengan Hong San, dia lalu berkata dengan suara yang nyaring berwibawa, akan tetapi tidak mengandung kemarahan seperti tadi.

   "Can Hong San, kami semua melihat bahwa engkau memang seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, akan tetapi, apa sesungguhnya yang menjadi dasar sikapmu hendak mengalahkan kami? Apakah engkau bermaksud untuk merampas kedudukan kami sebagai pimpinan para pejuang melalui perkumpulan Pouw-beng-pang?"

   Can Hong San amat cerdik. Melihat sikap ketua ini, dia berhati-hati. Kalau ketua itu marah-marah dan menantangnya, hal itu bahkan dianggap tidak berbahaya. Kini, sikap pang-cu itu lembut namun pertanyaannya menyudutkannya.

   "Pang-cu, seperti kukatakan tadi, aku amat setuju dengan gerakan Pouw-beng-pang dan bahkan aku bersedia untuk membantu. Dan kukatakan tadi bahwa yang menjadi pemimpin sebaiknya orang yang usianya masih muda agar bersemangat, tentu saja orang muda yang memiki ilmu kepandaian tinggi dan tidak kalah oleh yang tua. Bukan maksudku menentang Pouw-beng-pang."

   Mendengar ini, legalah hati ketua itu. kalau pemuda yang berbahaya itu memperlihatkan sikap menentang, tentu dia akan terpaksa mengerahkan para pembantu dan anak buahnya untuk mengeroyok dan membunuhnya! Akan tetap ternyata pemuda itu tidak bermaksud demikian, dan kalau dapat ditarik sebagai pembantu, hal itu amat menguntungkan.

   "Saudara Muda Can Hong San, jangan dikira bahwa menjadi seorang ketua itu mudah, asal memiliki kepandai tinggi dan keberanian besar seperti yang kau maksudkan. Tanpa perjuangan semua anggauta yang akan dipimpin, bagaimana mungkin orang menjadi ketua. Kalau engkau suka membantu kami, tentu engkau akan mendapatkan kedudukan yang sesuai dengan kepandaianmu dan mungkin dapat menjadi pembantu utama. Kami membutuhkan orang-orang yang berkepandaian tinggi, terutama orang muda seperti engkau. Akan tetapi, kalau engkau ingin menjadi ketua, engkau harus mendapat persetujuan dari seluruh anggauta yang diwakili oleh mereka yang kini hadir di sini, terutama sekali Saudara Yamali Cin karena suku bangsa Hui merupakan peserta pejuang yang paling kuat dan paling besar jumlahnya."

   Mendengar ucapan itu, Hong San lalu memandang kepada mereka semua yang hadir di situ. Tentu saja Kim-bwe im-houw dan Kim-kauw-pang Pouw In Tiong yang telah dikalahkan itu memandang kepadanya dengan sinar mata penuh rasa tidak suka. Akan tetapi yang lain pun biarpun ada yang memandang kepadanya dengan kagum, tidak memperlihatkan sikap tunduk. Jelaslah kalau dia merebut kedudukan ketua, biarpun dia akan mampu mengalahkan para pimpinan, dia akan menghadapi mereka semua sebagai musuh dan kalau mereka itu maju bersama menentangnya karena dia dianggap musuh, apalagi kalau mereka mengerahkan anak buah, tentu dia akan mati konyol.

   "Can Pang-cu, siapakah yang ingin menjadi ketua Pouw-beng-pang? Aku baru saja datang dan belum mengenal lapangan, bagaimana mungkin aku menjadi ketua? Aku hanya merasa kagum dan suka akan perjuangan yang amat baik ini, dan kalau aku dapat diterima sebagai seorang pembantu, tentu aku akan mencurahkan semua kepandaian dan semangatku untuk memajukan perkumpulan Pouw-beng-pang dan akan membuat jasa sebanyaknya dan sebesarnya."

   Mendengar ini, berubahlah sikap Ki bwe-eng Gan Lok, bahkan kini Kim kauw-pang Pouw In Tiong juga terenyum. Dia menghampiri Can Hong lalu berkata,"Kepandaian Saudara Hong San memang hebat sekali. Aku mengaku kalah, dan aku akan merasa beruntung sekali kalau dapat bekerjasama denganmu."

   "Silakan duduk, Saudara Can, mari kita bicara sebagai rekan. Kuharap Nona Bu yang berkepandaian ting gi juga sependapat dengan Saudara Can dan sudi mencurahkan tenaga membantu perjuangan kami." kata ketua itu.

   Bu Giok Cu merasa heran sekali me lihat betapa Hong San menyatakan ingin membantu kelompok pejuang yang bergabung dalam perkumpulan Pouw-beng pang itu. Akan tetapi hal itu bukan urusannya dan ia pun hanya secara kebetulan saja berada di situ bersama Hong San. Mendengar ucapan ketua Pouw-beng-Pang, ia pun menggeleng kepala sambil tersenyum.

   "Tentu saja aku sependapat kalau kalian atau siapa saja menentang para pejabat yang makan uang rakyat dan uang negara, pejabat yang menindas rakyat jelata, memaksa rakyat menjadi pekerja pembuatan terusan sebagai pekerja rodi tanpa dibayar. Akan tetapi aku sendiri tidak mau terikat, karena aku masih mempunyai tugas-tugas pribadi yang sangat penting dan yang harus kulaksanakan," katanya halus namun tegas, kemudian ia melirik ke arah Kim-bwe Sam-Houw karena mendengar mereka itu mengeluarkan suara tawa.

   "Ha-ha-ha, kenapa Nona tidak sekalian membantu Pouw-beng-pang? Dengan demikian, kami dapat mempererat persahabatan antara kami dengan Nona.
Bukankah kita sudah saling berkenalan di rumah makan Ho Tin, Nona?" Yang mengeluarkan kata-kata itu adalah Loa Pin, si Tinggi Kurus Hidung Besar, orang termuda dari Kim-bwe Sam-houw yang kenal mata keranjang.

   "Benar sekali," sambung Thio Kwan "Setelah Can Tai-hiap (Pendekar Besar) menjadi pembantu Gan Pangcu, berarti dia juga sekutu kami, dan kami akan merasa gembira kalau dapat bersekutu dengan Nona Bu."

   Giok Cu tersenyum mengejek. Orang-orang macam ini sungguh berbahaya untuk didekati. Belum apa-apa, setelah mereka dikalahkan Hong San, kini sikap mereka sudah berbalik sama sekali, dan dengan nada menjilat mereka menyebut Hong San sebagai tai-hiap! Dan dia dapat menangkap makna yang genit cabul dalam kata-kata Loa Pin tadi.

   "Hemmm, sungguh aku masih merasa terheran-heran melihat kalian bertiga tiba-tiba saja dapat berada di sini menjadi sekutu Pouw-beng-pang. tidak melihat kalian sebagai orang-orang yang menentang kepala daerah Siong-an ketika berada di rumah makan!"

   Mendengar ini, ketua Pouw-beng segera menjelaskan.

   "Hendaknya Nona mengetahui bahwa Kim-bwe Sam-houw ini ialah orang-orang kepercayaan yang menjadi utusan dari Cang Tai-jin yang menjadi sekutu kami."

   Mendengar ini, sepasang mata Giok Cu terbelalak, bahkan Hong San juga merasa heran.

   "Bagaimana ini?" Giok Cu berseru.

   "Kalian adalah pejuang pembela rakyat yang menentang pembesar yang menindas rakyat jelata dan kini kalian bersekutu dengan Cang Tai-jin, seorang pembesar yang korup dan penyogok atasan?"

   Mendengar ini, Gan Lok tertawa, ha-ha-ha, inilah, Saudara Can Hong San, merupakan hal-hal yang perlu dimiliki seorang pemimpin di samping hanya berkepandaian silat saja. Nona Bu, harap jangan heran mendengar ini. Kita menentang pemerintah yang menindas rakyat, maka perlu sekali bagi kita untuk bersekutu dengan beberapa orang pejabat yang dapat menyetujui perjuangan kita, atas dasar keuntungan bersama. Cang Taijin merupakan seorang pejabat yang dapat kami percaya dan yang dapat diajak bekerjasama."

   Diam-diam Giok Cu terkejut. Ia pun seorang yang cerdik dan tanpa banyak bertanya lagi ia pun dapat menilai macam apa adanya orang-orang yang menyebut diri para pejuang ini. Mereka tidak segan bersekutu dengan seorang pembesar atas dasar keuntungan bersama! Jelas bahwa yang menjadi dasar "perjuangan" mereka itu bukan demi rakyat, melainkan demi keuntungan bersama itulah! la menoleh kepada Can Hong San, dan pemuda itu kebetulan sedang memandang kepadanya. Hong San lalu berkata kepadanya dengan suaranya yang lembut.

   "Nona Bu, memang baik sekali kala kita berdua membantu rakyat jelata dan melaksanakan tugas sebagai pendekar-pendekar sejati!"

   Giok Cu tersenyum, senyuman setengah mengejek.

   "Membela rakyat atau mencari kedudukan dan keuntungan pribadi?"

   Wajah Hong San berubah agak kemerahan mendengar ejekan ini. Kalau saja dia tidak tergila-gila kepada gadis ini, tentu saja dia akan marah sekali. Akan tetapi dia memang seorang pemuda yang aneh dan cerdik, biarpun hatinya panas, dia mampu menahannya dan tetap tersenyum.

   "Kedua-duanya, Nona Bu. Membela rakyat memang penting, akan tetapi mencari kemajuan pribadi juga penting."

   Giok Cu bangkit berdiri.

   "Hemmm, bagiku, kedua kepentingan itu tidak mungkin dapat sejalan. Kalau sejalan, tentu perjuangan itu akan diselewengkan dan tersesat. Sudahlah, bukan urusanku, akan tetapi aku harus pergi sekarang. Gan Pangcu dan Saudara sekalian, selamat tinggal, aku harus pergi sekarang!" Berkata demikian, Giok Cu lalu meninggalkan ruangan itu tanpa banyak cakap lagi. Para pemimpin Pouw-beng-pang hanya memandang dengan heran. Tadinya mereka mengira bahwa nona itu adalah rekan atau teman baik Hong San, tidak tahunya agaknya di antara mereka tidak ada hubungan sama sekali.

   "Can-taihiap, kenapa engkau tidak menahannya? Apakah ia bukan sahabat baikmu?" tanya Gan Lok yang kini juga menyebut tai-hiap kepada Hong San karena selain dia tahu bahwa pemuda itu pandai sekali dan berjiwa pendekar, juga untuk menyenangkan hati pemuda yang hendak diikatnya menjadi sekutu yang amat tangguh itu.

   "Kami baru saja berkenalan," jawab Hong San sejujurnya dan dia mengerutkan alisnya dengan kecewa. Dia tidak rela membiarkan gadis itu pergi menin galkannya begitu saja.

   "Aih, kalau begitu, berbahaya se kali. Jangan-jangan ia akan menjadi mata-mata pemerintah dan membuka rahasia kita," kata pula ketua itu.

   Hong San bangkit berdiri,

   "Mari kalian membantuku. Kita harus susul tangkap Bu Giok Cu itu kalau ia tidak mau membantu gerakan kita'"

   Tanpa menanti jawaban, Hong San segera melangkah keluar setelah mengeluarkan ucapan yang bernada memerintah itu. Dan seperti dengan sendirinya, sembilan orang pimpinan persekutuan itu ditambah tiga orang Kim-bwe kam-houw sudah bangkit dan mengikutinya. Di sini saja sudah nampak pengaruh dan wibawa Can Hong San yang memiliki suatu sikap aneh dan tegas di samping kelembutannya.

   Si Han Beng menahan langkahnya ketika mendengar derap kaki kuda dari depan itu. Ternyata penunggang kuda itu orang di antara belasan orang perajurit pengawal yang tadi mati-matian membela Liu Tai-jin, dan dia datang berkuda sambil menuntun seekor kuda lain. begitu melihat Han Beng yang berdiri di tepi jalan setapak itu, dia menahan kudanya dan cepat meloncat turun, lalu memberi hormat kepada Han Beng.

   "Tai-hiap, saya diutus oleh Liu Tai-Jin untuk mengundang Tai-hiap agar menghadap beliau karena beliau ingin bicara denganmu. Silakan, Tai-hiap, saya sudah membawa seekor kuda untukmu."

   Han Beng mengerutkan alisnya, tadi memang menolong pembesar yang sedang dikepung dan diserang para penjahat atau perampok itu, akan tetapi dia sesungguhnya tidak ingin berkenalan dengan pembesar itu.

   Siapapun orangnya yang diserang perampok dan terancam bahaya tentu akan dibelanya. Dia tidak mengharapkan jasa atau imbalan. Akan tetapi, memang dia tadi sedang melamun dan rasa ingin tahu sekali mengapa pembesar itu dimusuhi orang-orang yang lihai tadi. Yang menarik hatinya adalah bahwa di antara perampok itu terdapat orang-orang Hui yang mengenalnya dan bahkan tidak mau menyerangnya. Agaknya bukan perampok, akan tetapi mengapa orang-orang Hui menyerang seorang pembesar? Dan siapa pula pemuda bercaping dan gadis cantik yang amat lihai tadi? dia merasa seperti pernah mengenal pemudanya, akan tetapi dia lupa lagi, hal ini karena dia tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas, wajah yang banyak tutup caping lebar.

   "Sebetulnya aku tidak mempunyai urusan dengan majikanmu itu, akan tetapi karena dia sudah memerlukan mengundangku, biarlah kutemui dia sebentar Han Beng lalu meloncat ke atas punggung kuda dan bersama perajurit pengawal itu dia pergi menuruni lereng. Yang penting baginya bukan memenuhi panggilan pembesar itu, melainkan karena ingin memperoleh keterangan tentang peristiwa tadi.

   Pembesar Liu sudah menanti di depan kereta ketika Han Beng tiba. Dan kini bukan hanya belasan orang perajurit pengawal yang berjaga di situ melainkan ada kurang lebih seratus orang perajuri Diam-diam Han Beng terkejut dan kagum. Pembesar ini tentu orang penting pikirnya, kalau tidak begitu, bagaima mungkin dia dapat dijaga oleh demikian banyaknya perajurit yang melihat pakaiannya, juga bukan perajurit penjaga keamanan biasa, melainkan seperti perajurit-perajurit dari kota raja. Pria ber usia lima puluh lima tahun yang tinggi kurus itu bersikap agung dan sepasang matanya mengeluarkan sinar yang dingin penuh wibawa.

   Han Beng meloncat turun dari kudanya yang segera diurus oleh seorang perajurit. Dia menghampiri pembesar itu dan memberi hormat, dibalas dengan hormat pula oleh pembesar itu.

   "Terima kasih, Huang-ho Sin-liong, bahwa engkau suka memenuhi undangan kami," kata pembesar itu dengan ramah. Han Beng terkejut dan mengangkat muka memandang.

   "Maaf, Tai-jin, bagaimana Tai-jin dapat mengenal julukan saya?"

   Pembesar itu tersenyum.

   "Dari laporan para perajurit pengawal kami. Orang-orang Hui itu mengenal dan menyebutut jlukanmu. Mari kita duduk di dalam kereta, kami ingin bicara denganmu, Tai-hiap."

   Setelah duduk berhadapan di dalam kereta sedangkan para perajurit menjaga di seputar kereta dalam keadaan siap siaga, pembesar itu memperkenalkan diri.

   "Tai-hiap, kami adalah seorang pejabat dari kota raja yang melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan pengumpulan tenaga kerja pembuatan terusan yang dilakukan oleh para pejabat di sepanjang Sungai Huang-ho. Kami dikenal sebagai Liu Tai-jin, dan kami menerima perintah langsung dari Sribaginda Kaisar sebagai utusan istimewa yang membawa kekuasaan penuh."

   Mendengar ini, Han Beng terkejut cepat dia memberi hormat lagi.

   "Maafkan saya, Liu Tai-jin."

   "Tidak perlu banyak sungkan. Engkau tadi telah menyelamatkan kami dan telah
membuat jasa besar............."

   "Maaf, Tai-jin. Hal itu saya anggap sebagai suatu tugas dan kewajaran, sama sekali bukan jasa!"

   Pembesar itu mengangguk-angguk sambil tersenyum dan mengelus jenggotnya.

   "Kami mengerti, kami banyak mengenal pendekar yang berpendirian seperti itu. Agaknya engkau telah banyak melakukan hal-hal yang baik sehingga orang-orang Hui itu pun mengenalmu dan tidak melawanmu. Apakah engkau mempunyai hubungan dengan orang-orang Hui itu?"

   "Sama sekali tidak, Tai-jin. Saya pun tidak tahu siapa mereka. Saya memang selalu membela siapa saja yang tertindas dan menjadi korban kejahatan, tidak peduli dia itu orang Hui atau bukan. Saya sendiri juga merasa heran, mengapa Tai-jin yang merupakan seorang pejabat tinggi dari kota raja, ada yang berani menghadang dan hendak merampok? Dan mengapa pula suku bangsa Hui itu ikut pula menyerang? Siapa pula pemuda dan gadis yang memiliki ilmu kepandaian tinggi itu? Saya ingin sekali mengetahui semua itu, kalau saja Tai-jin dapat memberi penjelasan kepada saya."

   "Memang engkau sengaja kuundang untuk kuberi penjelasan, dan kami harapkan engkau akan suka membantu pemerintah dalam tugas yang amat penting ini, Tai-hiap. Bolehkah kami mengetahui namamu?"

   "Saya bernama Si Han Beng, Tai-jin dan maaf.......... terus terang saja, saya kehilang
an Ayah Ibu dan keluarga karena menjadi korban paksaan untuk dijadikan pekerja paksa pembuat terusan. Orag tua saya melarikan diri dan celaka dalam perjalanan .........."

   Pembesar itu menarik napas panjang "Itulah........ ! Justeru kenyataan itulah yang
membuat kami dijadikan utusan oleh Baginda Kaisar agar melakukan penelitian. Kenyataan itu merupakan kejahatan besar yang dilakukan banyak pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan mereka, membikin sengsara kepada rakyat. Ketahuilah bahwa pengumpulan tenaga kerja itu sama sekali bukan paksaan. Rakyat diminta pengertiannya betapa pentingnya pembuatan terusan itu, dan dibuat justeru demi kepentingan rakyat. Dan rakyat yang mau membantu pekerjaan itu, diberi upah sebagaimana pantasnya. Namun sayang, banyak di antar para pejabat daerah yang menyalahgunakan wewenang mereka, biaya untuk pembayaran para pekerja masuk ke dalam kantung mereka sendiri sedangkan mereka mempergunakan kekuasaan mereka untuk memaksa rakyat menjadi pekerja tanpa bayaran! Kamiditugaskan untuk melakukan penyelidikan tentang semua Itu, tentang penyelewengan yang dilakukan para pejabat daerah."

   Han Beng teringat akan makian pemuda bercaping lebar kepadanya. Dia memaki penjilat pembesar korup!

   "Jadi kalau begitu........... mereka yang menyerang Tai-jin itu adalah mereka yang menentang pembesar yang melakukan penyelewengan? Kalau begitu, mengapa mereka menyerang Tai-jin?"

   "Mungkin mereka mengira bahwa kami juga termasuk pembesar yang melakukan penyelewengan. Begini persoalannya Si-taihiap. Kami datang ke daerah Siong-an karena mendengar bahwa Cang Tai-jin juga seorang pembesar dan pejabat daerah yang melakukan penindasan terhadap rakyat dan mempergunakan kekuasaan menangkapi banyak rakyat untuk dijadikan pekerja paksa, sedangkan biaya untuk itu dikantunginya sendiri. Kami datang dan melakukan penelitian, dan apa yang dilakukannya? Dia telah menyogok kami dengan dua orang gadis cantik dan seperti penuh barang berharga yang dimaksudkan agar kami memberi laporan yang baik-baik tentang dirinya ke kota raja! Untuk memperoleh bukti, maka kami sengaja menerima pemberian itu. Dengan adanya bukti itu, kelak tidak akan dapat menyangkal kalau sudah dituntut di depan pengadilan. Akan tetapi, di dalam hutan itu tiba-tiba kami diserang oleh segerombolan orang, dibantu oleh orang-orang Hui. Kami menjadi curiga sekali, Taihiap. Apakah benar para penyerang itu merupakan pendek pendekar yang membela rakyat membenci pembesar yang korup dan menindas rakyat? Ataukah ada sesuatu balik itu? Siapa tahu kalau Cang Ta jin menaruh curiga kepada kami, dan menghilangkan bukti! Setelah engkau? membantu dan kami dapat lolos, kami segera menyembunyikan dua orang gadis, dan peti harta itu untuk dijadikan bukti kelak."

   Han Beng mengangguk-angguk. Dia kagum kepada pejabat ini, seorang yang jujur dan tegas, namun yang melaksanakan tugas amat beratnya.

   "Kalau begitu, sangat boleh jadi bahwa para penyerang itu adalah mereka yang membenci pejabat yang menyeleweng dan menindas rakyat, kemudian karena Paduka menerima pemberian sogokan dari Cang Tai-jin, mereka tentu saja menganggap bahwa Paduka juga sama dengan Cang Tai-jin. Bukankah begitu kiranya, Tai-jin?"

   Pembesar itu menggeleng-geleng kepalanya.

   "Kalau memang mereka itu benar orang-orang gagah yang melindungi rakyat jelata dan membenci pembesar yang menyeleweng dan menindas rakyat, tentu mereka sudah mendengar siapa dan bagaimana watak kami. Di mana pun juga kami selalu bertindak tegas terhadap para pejabat yang menyeleweng. Tidak, Si-taihiap, ada sesuatu di balik ini semua dan ketahuilah, kami percaya kepadamu maka kami berterus terang bahwa bukan hanya penyelewengan Cang Tai-jin yang kami dengar dari para penyelidik kami, akan tetapi bahwa di samping itu juga ada kemungkinan besar Cang Tai-jin mengadakan persekutuan dengan gerombolan yang diduga kerena akan mengadakan pemberontakan."

   "Ahhh! Pemberontak?" Han Beng terkejut karena hal ini membuat urusan menjadi besar dan penting sekali.

   "Nah, engkau lihat sendiri betapa gawatnya keadaan, di daerah ini, Si Tai-hiap. Oleh karena itulah maka kami sengaja mengundangmu, karena kami mengharapkan bantuanmu dalam hal ini."

   "Bantuan bagaimana, Tai-jin? yang dapat saya lakukan menghadapi usaha pemberontakan?"

   "Untuk melakukan penyelidikan, kami membutuhkan seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi seperti engkau, Tai-hiap. Melihat betapa di antara mereka terdapat orang-orang lihai, maka tak mungkin kami mengutus para penyelidik biasa."

   "Maaf, Tai-jin. Saya mendengar bahkan di kota raja terdapat banyak sekali jagoan-jagoan istana, orang-orang dengan kepandaian tinggi. Tentu mereka itu dapat............"

   "Hal itu memang benar, Tai-hiap. Akan teapi terlalu lama kalau kami harus minta bantuan mereka yang jauh dari sini, padahal keadaan di sini amat mendesak. Engkau tentu tahu betapa parahnya keadaan kalau sampai terjadi pemterontakan. Rakyat dan pemerintah akan menderita hebat. Oleh karena itu, demi takyat dan pemerintah, maukah engkau membantu kami untuk melakukan penyelidikan terhadap mereka yang tadi menyerang kami?"

   Sejak tadi Han Beng sudah mempertimbangkan hal itu dan tanpa ragu lagi dia mengangguk.

   "Baiklah, Tai-jin. Tugas itu saya terima, akan tetapi saya tidak mau terikat sebagai seorang pekerja pemerintah, melainkan hanya membantu demi kepentingan rakyat jelata."

   "Bagus, kami mengerti pendirian pendekar seperti engkau, Tai-hiap. Nah, kami akan melanjutkan perjalanan dan tak lama lagi setelah mendapatkan keterangan-keterangan darimu, baru kami akan turun tangan menindak Cang Tai-jin. Penindakan itu kami tangguhkan karena kami ingin mendengar dulu hasil penyelidikanmu tentang pemberontak itu, apakah dia terlibat ataukah tidak. Kalau hendak menghubungi kami, dapat engkau berhubungan dengan pedagang obat Kui Siong yang membuka kedai obat di kota Siong-an. Dia adalah seorang petugas kami yang kami percaya."

   Han Beng mengangguk-angguk ketika pejabat itu hendak memberikan uang emas sebagai bekal dia melakukan tugas itu, Han Beng dengan halus menolak. Hal ini membuat Liu Tai-jin menjadi semakin kagum dan mereka pun berpisah. Pejabat itu naik kereta dikawal oleh seratus orang perajurit meninggalkan tempat itu, sedangkan Han Beng juga cepat pergi kembali ke tempat dimana dia tadi menolong rombongan Liu Taijin.

   Giok Cu melakukan perjalanan perlahan-lahan meninggalkan sarang perkumpulan Pouw-beng-pang itu. Banyak hal yang membuat ia termenung. Pertama ia teringat kepada Can Hong San. Seorang pemuda yang hebat, pikirnya. Ilmu silatnya lihai bukan main, juga amat cerdik seperti telah dilihatnya ketika melawan tokoh-tokoh Pouw-beng-pang. Sayang bahwa pemuda seperti itu kini terlibat dalam kelompok yang agaknya hendak memberontak terhadap pemerintah, pikirnya, la merasa menyesal mengapa ia tidak dapat mencegah pemuda itu melibatkan diri. Akan tetapi hal itu bukan urusannya, pikirnya. Betapapun juga, ada perasaan kecewa dan menyesal melihat pemuda itu kini bersekutu dengan pemberontak, la sudah nulai tertarik kepada pemuda yang tampan dan gagah perkasa itu.

   Kemudian, peristiwa pertempuran dalam hutan itu terbayang kembali dan teringatlah ia kepada lawan yang tangguh itu. Seorang pemuda tinggi besar yang amat gagah perkasa! Betapa lihainya pemuda itu, yang mampu menahan pengeroyokan ia dan Hong San! Jelaslah bahwa pemuda tinggi besar yang melindungi pembesar Liu itu adalah seorang yang benar-benar sakti! Bahkan Can Hong San sendiri kewalahan menghadapinya. Padahal, pemuda tinggi besar itu hanya mempergunakan senjata sabuk saja, bahkan kemudian diganti sebatang ranting kayu sebagai tongkat. Ilmu tongkat yang amat aneh akan tetapi juga lihai bukan main. Sayang bahwa pemuda segagah itu hanya menjadi antek seorang pembesar korup yang makan sogok; seperti Liu Tai-jin! Hal ini mengingatkan ia akan dua orang gadis yang oleh Cang Tai-jin diberikan sebagai suapan kepada Liu Tai-jin dan hati Giok Cu menjadi panas sekali. Kalau tidak ada pemuda tinggi besar itu, tentu ia sudah berhasil membebaskan dua orang gadis itu. Sekarang entah bagaimana nasib dua orang gadis remaja yang bernasib malang itu. Hemmm, kalau ia bertemu lagi dengan pemuda tinggi besar yang meng gagalkan pertolongannya kepada dua orang gadis itu, tentu akan ditantangnya berkelahi sampai dia berhasil merobohkannya! Kemudian ia teringat bahwa Orang-orang Hui menyebutnya Huang-ho Sin-liong (Naga Sakti Sungai Kuning)! Sayang, pikirnya dengan hati menyesal. Mengapa ketika berada di perkumpulan Houw-beng-pang tadi ia tidak mencari keterangan lebih jelas tentang Huang-ho Sin-liong itu?

   Tiba-tiba gadis perkasa itu menahan langkah kakinya dan memiringkan sedikit kepalanya karena ia mengerahkan pendengarannya. Ada tertangkap oleh telinganya yang amat peka itu suara kaki banyak orang berlari ke arahnya dari belakang. Ia tidak menyangka buruk, akan tetapi sebagai seorang gadis ahli silat yang berkelana di dunia kang-ouw seorang diri, ia harus selalu berhati-hati. Melihat betapa ia berada di tempat terbuka, tempat yang berbahaya bagi seseorang kalau menghadapi pengeroyokan, dan melihat betapa tak jauh di depan ada sebuah hutan kecil yang penuh dengan pohon besar, ia pun lalu berloncatan lari ke depan, memasuki hutan kecil lalu menanti di situ karena bukan maksudnya untuk melarikan diri. Ia hanya ingin berhati-hati. Kalau sampai bahaya dan ia dikeroyok banyak orang jauh lebih baik kalau ia berada di antara pohon-pohon daripada kalau ia berada tempat terbuka, di mana para pengeroyok akan lebih leluasa.

   Tak lama kemudian nampaklah serombongan orang, belasan orang yang berlari cepat melalui tempat terbuka tadi. memandang heran ketika melihat bahwa mereka itu bukan lain adalah Can Hong San yang diikuti oleh para pimpin Pouw-beng-pang dan sekutu mereka! Semua berjumlah tiga belas orang. Can Hong San, Kim-bwe-eng Gan Lok ketua perkumpulan itu, Kim-kauw-pang Pouw Tiong wakilnya, tiga orang Kim-bwe Sam-houw, Yalami Cin, dan enam orang lainnya. Dan melihat cara mereka berlari, jelas bahwa mereka semua memiliki tingkat kepandaian silat yang tinggi. Karena melihat bahwa mereka adalah orang-orang yang baru saja ditinggalkann dalam suasana yang bersahabat, tidak ada kecurigaan dalam hati Giok Cu dan ia pun cepat bangkit dan berdiri memandang mereka.

   "Nona, Bu, tunggu dulu.........!" terdengar Can Hong San berseru dan tiga belas orang itu segera berlarian menghampirinya. Mendengar ucapan itu dan melihat sikap mereka, diam-diam Giok Cu merasa heran. Kiranya mereka itu agaknya memang sengaja mengejarnya!

   "Ada keperluan apakah kalian menyusulku?" tanyanya dengan sikap tenang, namun penuh waspada karena ia mulai merasa curiga.

   "Nona Bu Giok Cu, kami sengaja mengejarmu karena sekali lagi kami mengharap agar engkau suka membantu perjuangan kami. Nona, kami membutuhkan bantuanmu dan demi kepentingan rakyat jelata, kuharap engkau suka menerima uluran tanganku dan membantu kami, bekerja sama dengan kami, Nona." Pemuda itu tersenyum manis dan pandang matanya penuh gairah.

   Giok Cu mengerutkan alisnya. Ia bukanlah gadis yang masih hijau. Sama sekali tidak. Biarpun ia masih muda, namun ia adalah bekas murid Ban-tok Mo-li! Selama lima tahun ia digembleng oleh datuk sesat itu dan ia hidup dikalangan golongan hitam sehingga tentu saja ia sudah terbiasa oleh sikap pura-pura dan palsu dan mudah saja ia mengenal sikap pura-pura ini. Maka, melihat senyum dan pandang mata Hong San, diam-diam ia terkejut dan muak. Kiranya pemuda ini memiliki niat yang cabul terhadap dirinya! Hal itu mudah saja dapat ia ketahui melalui pandangan mata dan senyum itu.

   "Hemmm, Saudara Can Hong San, sungguh engkau aneh sekali. Bukankah disana tadi sudah kukatakan dengan jelas bahwa aku tidak mau terlibat dengan urusan kalian? Aku mempunyai tugas pribadi yang penting, dan aku tidak mau bekerja sama dengan kalian. Jelaskah? Gadis berwajah cantik jelita yang miliki watak lincah itu, tersenyum mengejek sambil menatap tajam wajah Hong San.

   "Aih, Nona yang baik. Kenapa engkau berkeras menolak? Ketahuilah, kalau engkau menolak, terpaksa kami menahan engkau pergi meninggalkan tempat ini!"

   Sepasang mata bintang itu terbelalak, namun sinarnya seperti mencorong karena ia mulaimarah.

   "Alasannya?" tanyanya singkat.

   "Kami mencurigai bahwa tugas pribadimu itu bukan lain adalah tugasmu bagai mata-mata pemerintah! Siapa tahu engkau ini diam-diam merupakan kaki tangan para pembesar, seperti pemuda tinggi besar yang melindungi Liu laijin itu."

   Tiba-tiba Giok Cu tertawa, suara tawanya lirih dan sopan, namun ia tertawa bebas, tidak malu-malu dan tertahan seperti kebiasaan para gadis. Hal ini adalah karena ia pernah hidup seperti liar bersama guru pertamanya, yaitu Ban-tok Mo-li. Setelah tertawa, ia pun ".berkata dengan suara lantang.

   "Bagus, bagus! Sungguh alasan yang dicari-cari. Katakan saja, Can Hong San, bahwa engkau hendak menjual lagak didepan orang-orang ini, dan katakan saja engkau menantang aku! Hemmm, jangan kaukira aku takut menghadapi pedang, suling, dan capingmu itu! Majulah!" Giok Cu sudah meloncat ke belakang dan mencabut pedangnya. Melihat pedang gadis itu, semua orang hampir mentertawakannya. Sebatang pedang tumpul! Pedang yang kuno, buruk dan tumpul, bagaimana pedang macam itu dapat diandalkan sebagai senjata? Untuk mengiris mentimun pun agaknya tidak akan tembus!

   Para pimpinan Pouw-beng-pang sudah siap untuk mengeroyok dan melihat ini, kembali Giok Cu tertawa mengejeki "Heh-heh, kiranya yang bernama Can Hong San hanyalah banyak lagak dan seorang pengecut besar, beraninya mengandalkan keroyokan. Cih, kalian ini belasan orang laki-laki pengecut tak tah malu!"

   Tiga belas orang itu saling pandang dan muka mereka berubah merah. Bagaimanapun juga, mereka adalah orang-orang yang terkenal dengan ilmu kepandaian mereka yang tinggi, terkenal sebagai jagoan-jagoan. Tentu saja amat memalukan kalau sekarang mereka mengeroyok seorang gadis muda! Yang merasa paling malu adalah Hong San. Dia biasanya menyombongkan dan mengandalkan ilmu-ilmunya, tentu saja ucapan yang amat menghina itu dirasakannya sebagai suatu tamparan keras pada mukanya. Mukanya yang tampan itu berubah, penuh kerut merut sehingga nampak buas dan kejam, matanya menjadi kemerahan pula, dengan lenyaplah senyumnya, hidungnya yang besar itu kembang kempis seperti hidung kuda, sinar matanya mencorong aneh dan tiba-tiba dia menangis! Tentu saja semua yang memandang dengan heran. Seperti seorang anak-anak yang ngambek, Hong San melangkah maju menghampiri Giok Cu dan berkata merengek.

   "Kau .......... kau menghinaku......... uhu-hu, kau menghinaku............!"

   Giok Cu terkejut dan terheran, lalu tersenyum mengejek.

   "Engkau memang pantas dihina, engkau orang gila!"

   Dan tiba-tiba saja pemuda itu tertawa bergelak! Sikap ini tentu saja membuat semua orang merasa seram. Ha-ha-ha, Nona Bu Giok Cu, kami mengajakmu baik-baik, engkau menolak malah menghina. Hemmm, terpaksa aku akan menggunakan kekerasan dan kalau engkau kalah olehku, berarti engkau menjadi tawananku dan engkau harus taat kepadaku, tunduk dan mentaati semua perintahku. Mengerti?"

   "Can Hong San, kiranya engkau bukan saja pengecut besar, akan tetapi juga gila dan amat jahat. Engkau srigala berbulu domba, sungguh berbahaya sekali dan sudah menjadi kewajibanku untuk membasmi manusia iblis macam engkau. Majulah dan tidak perlu banyak cerewet lagi!" Pada dasarnya, Giok Cu memang seorang gadis yang lincah dan pandai bicara, maka Hong San merasa kewalahan untuk saling serang melalui kata-kata. Akan tetapi dia melihat pedang tumpul di tangan gadis itu dan dia lalu menyimpan pedang dan sulingnya.

   "Hemmm, Manis, lihat. Menghadapi pedang tumpul itu, aku tidak akan mengunakan senjata!"

   Melihat ini, Giok Cu juga menyimpan kembali pedangnya.

   "Tak perlu berlagak, kaki tanganku juga cukup kuat untuk menghajarmu tanpa senjata!"

   Giranglah hati Hong San bahwa dia berhasil memancing sehingga gadis itu mau berkelahi tanpa senjata. Dia tidak ingin melukai gadis ini, dan kalau mungkin dia akan menundukkannya tanpa melukai. Sayang kalau sampai kulit yang halus mulus itu lecet apalagi terluka berdarah. Dia sudah membayangkan bahwa malam ini tentu gadis itu akan berada dalam rangkulannya. Betapapun lihainya gadis itu, menghadapi mereka yang tiga belas orang banyaknya, mustahil ia akan mampu melepaskan diri! Begitu Giok Cu berhenti bicara, tanpa banyak cakap lagi tiba-tiba Hong San sudah menerjang dengan tubrukan seperti seekor harimau menubruk seekor domba. Kedua tangannya mencengkeram dari kanan kiri ketika tubuhnya meloncat dan menerkam ke arah Giok Cu.

   Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Melihat cara penyerangan macam itu, Giok Cu tersenyum mengejek. Dikiranya ia gadis macam apa dapat diserang secara kasar seperti itu? Dengan sigap ia menggeser tubuh ke kiri, lalu dari arah kanan tubuh lawan yang masih meloncat itu, mengirim pukulan bertubi dengan kedua tangan, yang kiri menghantam pelipis yang kanan menghantam lambung, kakinya menyusul gerakan itu dengan tendangan kilat!

   Tentu saja Hong San terkejut bukan main. Dia telah keliru menilai lawan dan kini dia sendirilah yang menjadi sibuk bukan main. Tubuhnya masih di udara dan lawan telah mengirim serangan kilat bertubi. Dia sibuk mengelak menangkis, akan tetapi karena tubuhnya masih di udara, ketika tangannya menangkis tendangan, tubuhnya terpental jauh hampir saja dia terbanting kaiau dia tidak cepat berjungkir balik sampai lima kali! Dia tidak terluka, akan tetapi terkejut setengah mati, dan dia pun marah. Tahulah dia sekarang bahwa Giok Cu adalah seorang gadis yang sama sekali tidak boleh dipandang ringan. Sambil mengeluarkan suara menggereng nyaring dia sudah meloncat ke depan Giok Cu. Gerengan ini bukan sekedar yang dikeluarkan karena marah, melainkan suatu ilmu yang diwarisi dari ayahnya, yaitu yang disebut Sai-cu Ho-kang (Suara Auman Singa). Pengaruh dari gerengan ini hebat sekali sehingga sekali seekor singa menggereng, calon korbannya sudah menjadi lumpuh dan tidak mampu lari lagi!

   Akan tetapi, sebagai seorang murid dari tokoh sakti Hek-bin Hwesio, tentu saja Giok Cu tidak terpengaruh oleh gerengan yang mengandung kekuatan khi-kang itu. Ia mengerahkan sin-kangnya dan hanya memandang dengan senyum simpul, seperti seorang dewasa melihat tingkah brengsek seorang anak-anak yang nakal.

   Hong San menyerang lagi, dan sekali ini karena dia tidak lagi memandang rendah lawan, serangannya hebat karena dia sudah mainkan ilmu silat Koai-liong-kun (Silat Naga Siluman). Kedua tangannya itu mencakar-cakar dan mengeluarkan suara bercicitan mengerikan. Terkesiap juga Giok Cu melihat serangan kedua tangan yang dahsyat itu. Ia mengelak dengan langkah mundur menjauhkan jarak. Akan tetapi betapa kagetnya ketika tiba-tiba kedua tangan itu mulai panjang dan melanjutkan cakarannya yang tadi dielakkan dengan mundur sehingga tidak sampai. Kedua lengan pemuda itu dapat mulur!

   Hampir saja pundak Giok Cu terkena cakaran tangan Hong San dan sambil menangkis, ia sempat terhuyung. Kesem patan ini dipergunakan oleh Hong San untuk mencoba mendesak gadis itu dengan jurus-jurus berikutnya dari ilmu silat Koai-liong-kun yang disertai ilmu dengan mulur itu. Giok Cu menjadi gemas. Pemuda itu mempergunakan ilmu dari golongan sesat. Biarpun sejak menjadi murid Hek-bin Hwesio ia tidak pernah lagi melatih ilmu-ilmu golongan hitam yang pernah ia pelajari dari Ban-tok Mo-li, akan tetapi menghadapi ilmu sesat dari lawan, ia pun menangkis sambil balas mencakar dan kini ia sudah mengerahkan ilmu dari Ban-tok Mo-li.! Kedua tangannya berubah kehitaman, terutama kuku jari tangannya. Kuku itu mengandung hawa beracun yang mematikan! Melihat itu, Hong San terbelalak. Kiranya gadis itu memiliki ilmu silat golongan sesat yang demikian dahsyat dan berbahaya. Dia maklum betapa berbahayanya kuku menghitam seperti itu dan sebentar saja dia sudah terdesak hebat dan selalu mengelak sambil berlompatan mundur dengan hati ngeri.

   Karena tidak mampu lagi menahan desakan lawan, tanpa malu-malu lagi Hong San mencabut suling dan pedangnya, memutar kedua senjata ini, sulingnya memapaki lengan lawan dan menotok ke arah pergelangan, sedang pedangnya membabat ke arah leher!

   "Tranggggg............!" Kembali Hong San terkejut karena begitu pedangnya bertemu dengan pedang buruk di tang gadis itu yang menangkisnya, bunga api berpijar dan pedangnya terpental keras. Namun, dia sudah dapat mengatur ! seimbangan tubuhnya dan kini dia m nyerang dengancepat dan gencar, mengeluarkan semua kepandaiannya dan mengerahkan seluruh tenaga karena Hong San kini yakin betapa lihainya gadis ini dan kalau dia tidak berhati-hati, tidak mengeluarkan seluruh yang ada padanya, Akan sukarlah baginya mencapai kemenangan.

   Terjadilah perkelahian yang amat seru dan dahsyat. Semua orang yang berada di situ memandang bengong, kaget dan kagum melihat betapa gadis jelita itu bukan saja mampu menandingi Hong San, bahkan agaknya membuat pemuda perkasa itu kewalahan! Can Hong San adalah putera Cui-beng Sai-kong Can Siok, seorang datuk sesat, seorang yang bahkan memiliki ilmu hitam dan mendirikan aliran agama baru penyembah Thian-te Kwi-ong. Hong San bukan saja telah mewarisi semua ilmu ayahnya, bahkan tingkatnya sudah melampaui ayahnya dan Jika pun dalam perkelahian antara ayah Jan anak yang aneh telah berhasil membunuh Cui-beng Sai-kong! Hal ini saja sudah membuktikan bahwa Hong San amat lihai. Kalau saja lawannya, Bu Giok Cu, hanya menjadi murid Ban-tok Mo-li, mustahil gadis ini akan mampu menandingi Hong San. Bahkan andaikata. Ban-tok Mo-li sendiri yang maju, iblis betina itu pun tidak akan mampu mengalahkan Hong San!

   Akan tetapi, Giok Cu telah digembleng oleh Hek-bin Hwesio, seorang pendeta dan pertapa yang sakti. llmu-iilmu yang diberikan oleh Hek-bin Hwesio kepada gadis ini adalah ilmu-ilmu tingkat tinggi yang jauh lebih ampuh di bandingkan dengan ilmu-ilmu yang sesat seperti yang dipelajari Hong San. Oleh karena itu, dalam penghimpunan tenaga murni pun Giok Cu masih lebih bersih dan masih menang setingkat. Apalagi ditambah bahwa Giok Cu pernah menjadi murid tokoh sesat, maka ia mengenal ciri-ciri ilmu yang dimainkan Hong San, atau setidaknya ia tidak akan kaget menghadapi tipu-muslihat dalam ilmu golongan hitam itu.

   Pedang di tangan Giok Cu boleh jadi amat kasar dan buruk, lagi tumpul. Namun itu bukanlah senjata sembarang saja, melainkan sebuah senjata pusaka yang amat ampuh. Hek-bin Hwesio mengatakan kepada muridnya bahwa pedang itu disebutnya Seng-kang-kiam (Pedang baja Bintang) dan menurut dongengnya, pedang kuno itu terbuat dari baja yang terkandung dalam batu bintang yang turun dari langit! Pedang terbuat dari semacam baja yang teramat keras dan kuat dan agaknya itulah yang menyebabkan mengapa pedang itu tidak dapat dibuat dengan baik, melainkan kasar dan tumpul. Akan tetapi keras dan kuatnya sungguh luar biasa sekali sehingga setiap kali pedang di tangan Hong San bertemu dengan Seng-kang-kiam maka pedang pemuda itu terpental keras! Padahal, pedang yang dipergunakan pemuda itu pun bukan pedang biasa, melainkan pedang yang cukup ampuh, peninggalan lari Cui-beng Sai-kong.

   Pertandingan itu semakin seru dan kini bayangan kedua orang itu lenyap terbungkus sinar pedang mereka, juga saking cepatnya gerakan mereka sehingga tubuh mereka hanya menjadi bayangan. Namun, sesungguhnya walaupun kelihatan seimbang, diam-diam Hong San mulai bermandi keringat dingin karena dia terdesak hebat dan beberapa kali hampir saja sinar pedang Seng-kang-ku menyentuh tubuhnya. Dengan penasaran dan juga marah, tiba-tiba dia mengeluarkan suara melengking dan tubuhnya nampak melayang ke atas. Giok Cu juga loncat dan mereka mengadu senjata udara.

   "Tranggg.............! Trakkk!!"

   Keduanya melayang turun dan ternyata suling di tangan Hong San telah remuk bertemu dengan pedang tumpul. Pemuda ini membalik dan memandan lawan dengan marah, lalu dia mengeluarkan suara melengking lagi, tubuhnya meloncat ke atas seperti seekor burung garuda hendak menyambar mangsanya Namun, Giok Cu juga meloncat ke atas menyambut serangan itu dan kembali terdengar suara nyaring bertemunya pedang diikuti percikan bunga api. Ketika keduanya turun, semua orang melihat betapa pundak Hong San berdarah, bajunya robek. Dia telah terluka karena pundak kirinya diserempet pedang yang nyaris membabat leher tadi!

   Dengan wajah pucat Hong San memandang lawannya, keringat membasahi dahinya. Hampir dia tidak dapat menerima kenyataan ini. Dia telah dikalahkan oleh seorang perempuan! Seorang gadis muda. Hampir tak masuk akal ini! Akan 'tetapi dia pun amat cerdik. Dia tahu hwa kalau dilanjutkan, dia pasti akan kalah, bahkan bukan mustahil dia akan roboh dan tewas di tangan gadis cantik jelita yang amat lihai itu. Tanpa malu-malu lagi dia menoleh kepada para pimpinan Pouw-beng-pang dan sekutunya.

   "Kawan-kawan, mari kita bunuh mata-mata pemerintah ini!"

   Kim-bwe-eng Gan Lok memberi isyarat kepada kawan-kawannya, lalu dia sendiri sudah mengeluarkan senjatanya yang nampak dahsyat, yaitu sebatang golok yang berkilauan saking tajamnya, dan pada gagang golok itu terpasang tantai. Mula-mula, begitu tangan kanannya memegang golok, tangan kirinya tiba-tiba bergerak ke arah pinggangnya dan begitu tangan itu membuat sentakan tiba-tiba tiga batang Hui-to (pisau terbang) menyambar ke arah leher, dada dan perut Giok Cu! Pisau-pisau terbang itu menjadi tiga sinar emas yang meluncur cepat dan mengeluarkan bunyi berdesing. Bukan main berbahayanya serangan itu dan nama besar ketua ini pun karena pisau-pisau terbangnya. Pisau itu berbentuk ekor burung garuda kuning emas.

   Biarpun ia bersikap tenang dan waspada, tak urung Giok Cu terkejut juga ketika ada tiga sinar meluncur cepat menyambar tubuhnya di tiga bagian itu. Namun, dengan cekatan, ia memutar pedang tumpulnya menjadi gulungan sinar seperti perisai lebar menutupi tubuhnya. Terdengar suara berdentingan dan tiga buah Hui-to (pisau terbang) itu pun terpental ke kanan kiri. Akan tetapi pada saat itu, sinar putih yang terang menyilaukan telah menyambar dari depan. Kembali Giok Cu harus memutar pedangnya menangkis. Belum pernah berhadapan dengan senjata golok sepert itu, dapat disambitkan seperti golok terbang dan kalau ditangkis lawan atau dielakkan, golok itu dapat ditarik kembali dengan rantai yang diikatkan pada gagangnya. Sungguh merupakan senjata yang berbahaya sekali.

   Pada saat itu, Kim-kauw-pang Pouw In Tiong juga sudah maju menyerang, dan berturut-turut ketiga orang Kim-bwe-houw dan para pembantu lain ikut mengeroyok, hanya Yalami Cin yang berdiri bertolak pinggang dan hanya menjadi penonton. Dia adalah seorang suku Hui, bahkan menjadi kepala suku bangsa. 'seperti lajimnya, para kepala suku adalah orang-orang yang tinggi hati dan menganggap diri sendiri sebagai raja. Oleh karena itu, dia merasa amat rendah kalau harus mengeroyok seorang wanita, mengandalkan demikian banyaknya orang yang terdiri dari laki-laki yang menjadi pemimpin dan yang kesemuanya memiliki ilmu kepandaian tinggi. Juga, dia rasa yakin bahwa dikeroyok belasan orang yang demikian lihainya, sudah pasti bahwa gadis itu akan kalah dan dapat dirobohkan.

   

Pedang Naga Hitam Eps 14 Sepasang Naga Penakluk Iblis Eps 7 Sepasang Naga Lembah Iblis Eps 5

Cari Blog Ini