Ceritasilat Novel Online

Pedang Sinar Emas 14


Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo Bagian 14




   "Lam hai Lo mo, mau apakah kau?" tiba tiba Mo bin Sin kun bergerak dan tahu tahu ia telah berdiri menghadapi Lam hai Lo rno. Gerakannya ini luar biasa cepatnya, sehingga Lam hai Lo mo sendiri menjadi amat kagum.

   "Apakah kau hendak mencontoh perbuatan sutemu yang Amat tidak patut, hendak memaksa seorang gadis menjadi jodoh muridmu?"

   Untuk sesaat Lam hai Lo mo berdiri tertegun dan ragu ragu. Melihat sinar mata Mo bin Sin kun yang berapi penuh tantangan itu, ia tahu bahwa wanita sakti ini benar benar marah sekali dan kalau ia layani tentu akan terjadi pertempuran mengadu nyawa di situ.

   Biarpun Lam hai Lo mo tidak takut dan merasa akan dapat mengalahkan Mo bin Sin kun, namun hal ini tidak semudah kalau ia menghadapi tokoh lain, karena ia tahu betul bahwa Mo bin Sin kun memiliki kepandaian yang setingkat dengan kepandaiannya. Maka ia lalu tertawa dengan nyaring meringkik ringkik seperti kuda marah, lalu berkata.

   "Ha, ha, ha Mo bin Sin kun, alangkah inginku melihat mukamu pada saat ini! Tentu kulit mukamu yang putih halus itu menjadi kemerahan sesuai dengan sepasang matamu yang indah berapi."

   "Lam hai Lo mo, jangan banyak membuka mulut tak karuan. Pendeknya kami menolak pinanganmu dan kau man apa? Kau tahu bahwa aku selalu bersedia melayanimu tanpa rasa takut sedikit jugapun!"

   "Ha, ha, ha, masih galak seperti dulu! Tidak, Mo bin Sin kun, aku tidak ada nafsu untuk bermain main dan mengadu kepalan denganmu. Biarlah lain kali kita bertemu pula, mungkin tahun depan."

   Ia memberi tanda dengan tangannya kepada Kui To, mengajak muridnya pergi. Kui To menjadi menyesal dan kecewa sekali. Sambil memandang dengan mata lebar ke arah Lan Giok, ia berkata.

   "Kalau betul betul kau sampai menikah dengan Bun Sam, aku akan mengirim sumbangan berupa kepala dari Song Bun Sam!" Ia lalu melompat mengejar suhunya sambil tertawa nyaring mengejek.

   Mo bin Sin kun menarik napas panjang dan diam diam ia merasa lega bahwa kakek setan itu tidak menghendaki pertempuran. Kemudian ia berpaling kepada Yap Bouw dan isterinya.

   "Sesungguhnyakah tentang perjodohan Lan Giok yang kudengar tadi?"

   Nyonya Yap lalu minta maaf dan kemudian ia menceriterakan kehendak suaminya untuk menjodohkan Lan Giok dengan Bun Sam. Mo bin Sin kun mengangguk anggukkan kepalanya.

   "Memang tepat sekali pilihan itu. Aku sendiri suka kepada Bun Sam dan pula boleh dibilang dia juga muridku sendiri. Anak itu jauh lebih baik daripada Kui To, bukankah demikian pendapatmu?"

   Sambil berkata demikian, Mo bin Sin kun memandang tajam kepada Yap Hujin yang cepat membenarkan kata kata ini.

   "Biarpun aku sendiri belum pernah melihat Bun Sam, akan tetapi tentu saja aku percaya penuh atas pilihan suamiku. Sekarang injin (penolong) menyatakah demikian, tentu saja hatiku menjadi lebih tetap pula."

   "Ibu, mengapa tadi ibu menyatakan kepada Lam hai Lo mo bahwa Kui To jauh lebih baik daripada Bun Sam?" tanya Thian Giok yang tidak mengerti akan sikap ibunya ini.

   Nyonya Yap memandang kepada puteranya dengan heran. "Siapa yang menyatakan demikian"? Sebelum Thian Giok yang menjadi bingung ia bertanya lagi, Mo bin Sin kun lalu berkata.

   "Memang itulah kepandaian yang hebat dari Lam hai Lo mo. Tadi ia telah mempergunakan ilmu sihir untuk mempengaruhi ibumu, Thian Giok. Oleh karena itu, kau dapat mengarti betapa besarnya bahaya yang sekarang kita hadapi. Kau dan Lan Giok harus berlatih baik baik dan hanya dengan memperdalam tenaga batin, maka kalian kelak akan sanggup menghadapi hoatsut dari Lam hai Lo mo atau muridnya. Adapun tentang pertunangan yang dikehendaki oleh orang tuamu ini Lan Giok, bagaimana pendapatmu?"

   Ditanya demikian Lan Giok hanya menundukkan mukanya yang telah menjadi merah jambu air. Terbayang wajah Bun Sam dan terutama sekali alisnya yang berbentuk golok itu. Ia pernah berpibu melawan Bun Sam dan memang biarpun tak pernah ia memikirkan, kalau teringat kepada pemuda itu, hatinya berdebar aneh.

   Pemuda itu amat gagah perkasa, juga berbudi mulia, apalagi boleh dibilang masih suhengnya sendiri, maka tentu saja di dalam hatinya ia telah menyetujui sepenuhnya dan sebulat hatinya.

   Akan tetapi bagaimana ia dapat menjawab pertanyaan gurunya ini? Akhirnya karena semua pandangan mata d tujukan kepadanya yang membuat gadis ini merasa seperti seorang duduk di atas besi panas, maka sambil menutup mukanya dengan saputangan suteranya, ia lalu berlari dari situ menuju ke kuil dan bersembunyi di dalam kamarnya.

   Melihat ini, Mo biu Sin kun, Yap Bouw dan isterinya, tertawa geli, bahkan Thian Giok sendiri pun tersenyum geli menyaksikan kelakuan adiknya. Pemuda ini diam diam merasa senang sekali mendengar tentang pertunangan adiknya, karena iapun suka dan kagum kepada Bun Sam.

   "Hal ini harus disampaikan kepada Kim Kong Taisu sebagai guru dari pemuda itu." kata Mo bin Sin kun Tunggulah, sampai Thian Giok dan Lan Giok menyempurnakan ilmu silat mereka, aku sendiri yang akan merundingkan hal ini dengan Kim Korig Taisu!"

   Demikianlah, untuk kurang lebih setahun lamanya, Thian Giok dan Lan Giok melatih diri dengan amat tekunnya, sehingga kepandaian mereka maju amat pesatnya. Selama itu, tidak ada gerakan dari Lam hai Lo mo, sehingga diam diam mereka semua merasa lega. ~, v,

   Kemudian, Mo bin Sin kun lalu menyuruh kedua orang muridnya untuk menyelidiki keadaan Hiat jiu pai di kota raja, sedangkan ia sendiri lalu menuju ke Oei san untuk menjumpai Kim Kong Taisu, selain untuk merundingkan tentang murid mereka, juga untuk membicarakan tentang gerakan Hiat jiu pai.

   Agar lebih leluasa dalam perjalanan, Lan Giok meminjam pakaian kakaknya dan ia berpakaian seperti seorang pemuda. Akan tetapi dengan pakaiannya ini ia bahkan menimbulkan banyak sekali perhatian orang, karena baik dilihat dari depan belakang atau kanan kiri, ia sekarang menjadi Thian Giok ke dua!

   Tak mungkin orang dapat membedakan antara dua saudara kembar ini. Thian Giok sering marah marah karena perhatian orang orang yang melihat mereka ini, sebaliknya Lan Giok bahkan tertawa tawa geli karena menganggapnya amat lucu.

   Sering kali ia sengaja mengenakan pakaian yang warnanya sama dan ketika dalam sebuah kota memasuki restoran, ia mempermainkan pelayan.

   Kalau Thian Giok memesan semacam masakan, ia memesan yang lain dan ketika pelayan datang mengantarkan masakan masakan itu, ia menyuruh pelayan sendiri menerka siapa yang memesan masakan ini dan siapa pula yang memesan itu.

   Tentu saja pelayan menjadi bingung, memandang dari Lan Giok ke Thian Giok dan akhirnya menyerah kalah, menaruh masakan masakan itu di atas meja dan minta maaf karena memang tak dapat membedakan dan mengingat lagi!

   Setelah tiba di kota raja, kakak beradik ini berpisah dengan sengaja.

   Pertama tama untuk menghindarkan perhatian orang, kedua kalinya agar penyelidikan mereka lebih luas dan berhasil. Mereka hanya berjanji untuk bertemu pada malam hari di dekat pintu gerbang sebelah selatan, atau kalau ada terjadi sesuatu, mengirim tanda bahaya seperti biasa.

   Oleh guru mereka, kedua kakak beradik ini telah mempelajari cara melepas panah api di waktu malam untuk memberi tanda bahaya kepada kawan dari tempat jauh. Juga mereka mempunyai semacam tanda pekik seperti pekik ayam hutan yang nyaring sekali untuk saling memberi tanda di waktu perlu.

   Dan dalam penyelidikannya ini, akhirnya Lan Giok berjalan jalan sampai keluar kota raja dan tiba di hutan dekat Tong seng kwan di mana ia bertemu dengan Sian Hwa! Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, ia lalu ikut dengan Sian Hwa ke kuil dan menceritakan pengalamanku.

   Tentu saja ia tidak menyebut nyebut nama Bun Sam, dan hanya memberitahukan bahwa untuk mengusir Lam hai Lo mo, ayah bundanya menyatakan bahwa ia telah ditunangkan dengan orang lain!

   "Dan bagaimana dengan hasil penyelidikanmu, adik Lan Giok?" tanya Sian Hwa yang mendengarkan dengan hati tertarik. "Sudah bertahun tahun aku tidak mengetahui sama sekali tentang keadaan di luar kuil, maka tentang Hiat jiu pat ini aku sama sekali tidak tahu."

   Lan Giok menarik napas panjang.

   "Hebat! Hiat jiu pai benar benar amat kuat dan mempunyai anggauta anggauta yang berkepandaian tinggi. Apalagi para pemimpinnya, benar benar sukar dilawan. Ketuanya tentu saja Lam hai Lo mo si setan tua itu, bersama Pat jiu Giam ong bekas gurumu itu. Ditambah dengan Gan Kui To dan suhengmu yang manis itu, maka mereka merupakan empat orang yang cukup tangguh, apalagi masih ada beberapa orang tokoh dari Mongol ada pula seorang tokoh hwesio dari Tibet yang berkepandaian tinggi dan juga sedikitnya ada tujuh orang dari kang ouw yang dapat terpikat oleh mereka. Semua ini merupakan tokoh tokoh terbesar dari Hiat jiu pai."

   s
"Heran sekali, apakah maksud mereka mengadakan perkumpulan seperti itu?" tanya Sian Hwa pula.

   "Tentu saja untuk memperkuat kedudukan mereka. Dan, sepanjang penyelidikan yang didapatkan oleh engko Giok, mereka itu bahkan bermaksud untuk membasmi orang-orang kang ouw yang tidak mau bersekutu dengan mereka. Kini tersiar kabar bahwa Lam hai Lo mo dan muridnya, juga hwesio Tibet itu, telah berada di kota raja pula. Oleh karena itu, aku harus buru buru mengajak engko Giok kembali kepada guru kami untuk memberi laporan."

   "Adikku yang baik, bawalah aku bersamamu!"

   "Apa....??"

   Sian Hwa merangkulnya dan tiba tiba teringat akan nasib dirinya, ia mengeluarkan air mata.

   "Adik Lan Giok, kau tahu bahwa kini aku tidak mempunyai siapa siapa lagi yang dapat kupandang, aku....... aku seorang diri, sebatangkara......"

   "Mengapa kau bilang demikian? Bukankah masih ada ayahmu Panglima Bucuci?"

   "Orang jahat itu?? Dia bukan ayahku, ayahku telah terkubur di kota Tong seng kwan dan baru saja aku kembali dari kuburan ayahku."

   Lalu dengan singkat Sian Hwa menceritakan riwayatnya, membuka pula rahasianya bahwa Bucuci dan Kui Eng bukanlah orang tuanya dan bahwa ayahnya telah dibunuh mati oleh pasukan Ang bi tin dan ibunya entah di mana, tak seorangpun mengetahuinya.

   "Oleh karena itu adik Lan Giok. Aku hendak ikut kau merantau dan kalau kau tidak sudi membawaku, biarlah aku yang bernasib malang ini pergi seorang diri, ke mana saja kedua kakiku membawaku."

   Tiba tiba Lan Giok tersenyum manis.

   "Mengapa tidak boleh? Aku akan suka sekali mempunyai kawan seperjalanan seperti engkau, enci Sian Hwa! Kalau begitu lekaslah engkau berkemas, sekarang juga kau ikut dengan aku ke kota raja dan bersama engko Thian Giok kita malam ini juga dapat melanjutkan perjalanan."

   Bukan main girangnya hati Sian Hwa. Ia merangkul dan mencium pipi Lan Giok saking girang dan terharunya. "Kau baik sekali, adikku," Lalu ia berlari menjumpai para nikouw untuk berpamit.

   Para nikouw mengantarkan mereka sampai di depan pintu kuil dan hampir semua nikouw mengucurkan air mata melihat Sian Hwa pergi meninggalkan mereka.

   Mereka semua amat suka kepada dara yang manis budi itu dan bahkan telah menganggap Sian Hwa sebagai mustika dari kuil Sun pok thian. Sekarang gadis itu pergi meninggalkan kuil dan mereka seakan akan merasa telah kehilangan sesuatu yang membuat wajah mereka muram dan hati mereka sunyi.

   Hari telah menjadi gelap ketika Lan Giok dan Sian Hwa jalan berendeng menuju ke kotaraja. Mereka kelihatan sebagai sepasang muda mudi yang amat elok dan cocok sekali. Di sepanjang perjalanan, mereka bercakap cakap dengan gembira, seakan akan takkan ada habisnya yang mereka persoalkan.

   "Lan Giok, jadi kau sudah bertunangan?" tanya Sian Hwa sambil tersenyum menggoda. Memang sebetulnya Sian Hwa mempunyai watak yang gembira pula, hanya karena penderitaan batin saja yang membuat ia selama ini takkan pernah bergembira.

   Lan Giok mencubit lengan kawannya. "Kau mulai menggodaku?"

   "Tidak, adikku. Sebagai seorang sahabat baik. Bukankah sudah selayaknya kalau aku mengetahui calon suamimu? Siapakah dia, ataukah...kau hendak merahasiakannya dari aku?"

   "Mengapa merahasiakan? Aku tidak takut kau akan merebutnya!" Lan Giok balas menggoda.

   "Hush, anak nakal. Kau kira aku orang macam apa? Ah, tunanganmu itu tentu seorang yang tampan dan gagah, ini sudah pasti!"

   "Coba kau terka, enci, siapa tunanganku itu?"

   Sian Hwa yang sudah menjadi gembira betul setelah berada di dekat Lan Giok, mengerutkan kening dan berpikir pikir.

   "Hm, nanti dulu.... tentu dia seorang pemuda ahli silat! Ah, tentu putera seorang guru silat yang kenamaan!"

   Lan Giok tersenyum. "Guru silat? Ah, aku tidak suka akan guru guru silat yang makan bayaran, enci. Bukan, bukan seorang putera guru silat."

   "Kalau begitu, tentu putera seorang panglima besar!"

   "Panglima seperti Pat jiu Giam ong? Ha, ha, sedangkan kau sendiri tidak sudi dipungut menantu oleh seorang panglima besar dan panglima besar manakah yang lebih tinggi kedudukannya daripada Pat jiu Giam ong! Bukan, bukan!"

   "Tentu putera Seorang tokoh kang ouw yang tinggi ilmu kepandaiannya! Mungkin anak murid Kun lun pai atau Bu tong pai!"

   "Bukan, bukan! Dia bukan anak murid dari partai persilatan manapun juga."

   "Hm, kalau begitu sukar aku menebaknya. Kecuali kalau tunanganmu itu seorang ahli sastera, seorang pelajar yang pandai membuat sajak dari menulis huruf kembang!" Diam diam Sia Hwa teringat akan Bun Sam yang pada pertemuan pertama kalinya dengan dia, telah membuat sajak perang yang menyeramkan! Memikirkan kelucuan pertemuan pertama kali itu, ia tertawa sendiri.

   "Kau takkan berhasil menebaknya, enci. Akan tetapi pertanyaanmu yang terakhir ini ada betulnya."

   "Jadi dia seorang ahli sastera yang lemah lembut?"

   "Bukan!"

   "Ah, sudahlah, aku tak sanggup menerkanya, adik Lan Giok. Sekarang katakan saja, di mana dia? Apakah dia berada di tempat jauh?"

   "Mau dikatakan jauh, ia jauh sekali. Disebut dekat.... ia memang dekat karena ia boleh di bilang suhengku sendiri."

   "Ah......... dia suhengmu sendiri? Murid Mo bin Sin kun?"

   "Bukan pula," Lan Giok menggeleng kepala dan menarik napas panjang.

   "Enci, kepada orang lain, biar mati aku takkan mau mengatakan hal ini. Akan tetapi entah mengapa, kepadamu aku takkan menyimpan rahasia. Orang yang disebut tunanganku itu sebenarnya memang sukar sekali kuanggap tunanganku. Ketahuilah bahwa biarpun dia itu sudah direncanakan untuk berjodoh denganku, akan tetapi dia sendiri belum tahu akan hal ini dan...... dan telah bertahun tahun dia menghilang tidak ada yang mengetahui ke mana perginya. Bahkan sampai sekarangpun, aku tidak tahu dia berada di mana. Oleh karena dia sendiri belum tahu tentang rencana perjodohan ini, mana bisa dia disebut tunanganku?"

   Melihat wajah dara yang biasanya jenaka itu menjadi muram, Sian Hwa lalu memeluknya dan menghiburnya.

   "Lan Giok, biarpun ia belum tahu, akan tetapi aku merasa yakin bahwa kalau ia sudah diberi tahu, ia tentu akan menyatakan setuju. Pemuda manakah yang akan dapat menolak seorang calon isteri seperti engkau?"

   Timbul pula kegembiraan Lan Giok dan kembali ia mencubit lengan Sian Hwa ketika mendengar godaan ini. "Ah kau bisa saja, enci. Akan tetapi, terus terang saja, agaknya sukar bagiku untuk menemukan seorang pemuda yang melebihi dia!"

   "Kan cinta sekali kepadanya, bukan?"
Merahlah wajah Lan Giok, akan tetapi terhadap Sian Hwa, ia tidak begitu malu malu dan sungkan untuk mengaku. Ia menganggukkan kepala nya, lalu tertawa dan berlari lagi melanjutkan perjalanannya. Diam diam Sian Hwa ikut berbahagia melihat kegembiraan gadis ini. Ah, dia beruntung sekali, pikirnya. Memang berbahagia sekali ditunangkan dengan seorang pemuda yang menjadi pilihan hati. Tidak seperti dia, ditunangkan dengan paksa kepada seorang pemuda yang tidak dicintainya!
"Eh, mengapa kau belum memberitahukan mana tunanganmu itu kepadaku, adik Lan Giok? Siapa tahu kalau kalau aku sudah kenal dengan dia dan dapat memberitahukan kepadamu di mana dia berada pada waktu ini?" tanya Sian Hwa sambil berlari di samping Lan Giok.

   Murid Mo bin Sin kun ini sengaja memperlambat larinya, karena ilmu lari cepatnya memang sudah lebih tinggi daripada kepandaian Sian Hwa yang tidak melanjutkan pelajaran silatnya pada Pat jiu Giam ong.
-
"Namanya? Namanya Bun Sam, dia adalah murid dari Kim Kong Taisu." jawab Lan Giok.
-
Sian Hwa merasa seakan akan kepalanya disambar petir. Pandangan matanya berkunang kunang dan ia terhuyung huyung ke depan, tak dapat menguasai kedua kaki lagi.

   Baiknya Lan Giok berlaku cepat dan bermata awas. Dengan cepat sekali dara ini lalu menyambar tangan Sian Hwa, sehingga dapat mencegah kawannya itu roboh.,

   "Enci Sian Hwa, kenapakah kau?" tanyanya penuh kekhawatiran.

   Karena betotan tangan Lan Giok dan seruan gadis ini Sian Hwa dapat sadar kembali dan cepat ia menekan gelora yang membadai di dalam dadanya, ia menggigit bibir untuk mencegah runtuhnya air matanya.

   "Aku..... aku.... kurang hati hati, tergelincir batu licin, Lan Giok. Lepaskanlah, sebentar saja aku akan dapat menguasai kepeninganku kembali. Kau tahu... semenjak kutinggal di kuil, kadang kadang datang kepeningan seperti ini... "

   Ia lalu pergi duduk di bawah sebatang pohon, menyandarkan punggungnya pada batang itu dan memeramkan matanya, Lan Giok cepat menghampirinya dan jari jari tangan yang haluskan dara ini mengurut urut leher Sian Hwa dengan hati kasihan.

   Baiknya udara telah menjadi gelap, kalau tidak tentu Lan Giok akan melihat betapa pucatnya wajah Sian Hwa dan betapa dengan hati hati sekali Sian Hwa menggunakan ujung lengan bajunya untuk menyapu bersih dua titik air mata dari pipinya.

   Tiba tiba Sian Hwa tersenyum dan memeluk Lan Giok.

   "Maafkan aku adik Lan Giok. Aku mengagetkan kau saja Mari kita lanjutkan perjalanan kita."

   "Kau benar benar tidak apa apa, enci Sian Hwa? Tidak sakitkah badanmu? Kalau kau masih pusing, biar kita menunda saja perjalanan kita."

   Sian Hwa memaksa dirinya tertawa.

   "Tidak, adikku yang baik. Aku tidak apa apa. Sudah ku katakan bahwa kadang kadang memang datang serangan kepala pening seperti ini. Mari kita melanjutkan perjalanan kita."

   Setelah mendapat kenyataan bahwa Sian Hwa benar benar tidak apa apa Lan Giok menjadi lega dan mereka lalu melanjutkan perjalanan mereka.

   Karena merasa tidak enak kalau diam saja, sehingga mungkin mendatangkan kecurigaan pada Lan Giok, Sian Hwa lalu berkata sambil tersenyum.

   "Eh, adik Lan Giok, tadi aku sampai tidak mendengar keteranganmu. Bukankah aku tadi bertanya siapa nama tunanganmu dan aku tidak keburu mendengar jawabanmu karena aku keburu diserang kepeningan kepalaku."

   Tadinya memang Lan Giok sedang berpikir pikir dengan hati curiga dan tidak enak. Tadi ia memberitahukan nama tunangannya dan tiba tiba Sian Hwa terhuyung huyung. Apakah hubungannya nama tunangannya dengan kepeningan kepala Sian Hwa? Akan tetapi, kecerdikan Sian Hwa yang mengajukan pertanyaan itu sekaligus mengusir kecurigaannya dan iapun tersenyum ketika menjawab.

   "Tadi aku sudah menjawab, enci Sian Hwa, akan tetapi agaknya kau tidak mendengarnya. Namanya Bun Sam murid Kim Kong Taisu dan kau juga pernah melihatnya ketika ia dahulu menghadapi bekas gurumu."

   - "Oh, dia?" Sian Hwa mengangguk angguk.."Ya, aku sudah melihatnya. Menurut pendapatku, memang dia cocok sekali menjadi jodohmu."

   Demikianlah, dengan amat pandainya, Sian Hwa membersihkan diri daripada kecurigaan Lan Giok dan perjalanan dilanjutkan dengan cepat.

   Baiknya pintu gerbang kota raja sebelah barat masih terbuka dan nampak sunyi saja Akan tetapi alangkah kaget mereka ketika baru saja mereka masuk, dua sosok bayangan orang melompat dari balik pintu gerbang dan serta merta menubruk mereka! Tubrukan ini hebat sekali.

   Lan Giok yang lebih lihat cepat menggerakkan kedua tangannya menyampok bayangan itu dari kiri ke kanan, kedua lengannya beradu dengan lengan yang amat kuat, sehingga ia terhuyung dua tindak ke belakang.

   Akan tetapi bayangan yang menubruknya juga gagal dalam usahanya hendak menangkap gadis ini. Adapun Sian Hwa yang juga bermata jeli, tidak melihat lain jalan menghadapi tubrukan bayangan ke dua.

   Cepat gadis ini lalu menggunakan gerakan Trenggiling Turun Dari Gunung, menjatuhkan diri ke belakang lalu menggulingkan dirinya sampai dua tombak jauhnya. Biarpun rambutnya menjadi awut awutan dan pakaiannya menjadi kotor, namun Sian Hwa dapat menghindarkan diri dari orang itu.

   Ketika kedua orang dara perkasa ini memandang, bukan main marah hati mereka karena ternyata bahwa yang berdiri di hadapan mereka adalah Gan Kui To dan Liem Swee! Tadi Kui To yang menyerang Lan Giok dan Liem Swee menubruk Sian Hwa.

   "Kau....orang ahe Liem, tidak malukah kau melakukan hal serendah ini?" Sian Hwa membentak marah.

   "Anjing sipit pemakan ular!" Lan Giok memaki sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah hidung Kui To. "Apa kau sudah bosan hidup?"

   Liem Swee dan Kui To saling pandang sambil tertawa menyeringai, kemudian tanpa menjawab sesuatu mereka berdua lalu menubruk lagi. Kui To menyerang Lan Giok, sedangkan Liem Swee mendesak bekas sumoi dan tunangannya itu. Sian Hwa dan Lan Giok tentu saja menjadi makin marah dan mereka melawan mati matian.

   Pertempuran yang terjadi antara Lan Giok dan Kui To benar benar seru dan hebat sekali. Kepandaian mereka setingkat dan biarpun Kui To telah mempunyai banyak sekali akal akal keji dan tipu tipu yang aneh di dalam pertempuran, namun karena Lan Giok memiliki ginkang yang luar biasa, sehingga tubuhnya demikian ringan seakan akan seekor burung walet yang terbang menyambar nyambar luar biasa gesitnya, maka sukarlah bagi Kui To untuk mengalahkan gadis ini.

   Apalagi ia telah tergila gila kepada Lan Giok, maka ia tidak tega untuk mempergunakan tipu keji yang kiranya berbahaya bagi nyawa gadis yang dirindukaanya itu.

   Sebaliknya, menghadapi Kui To, Lan Giok mendapatkan lawan yang setimpal. Gadis ini mengerahkan tenaga dan mengeluarkan segala kepandaiannya dan karena nafsunya yang membuatnya nekat dan mati matian inilah yang membuat Kui To mulai terdesak mundur!

   Hal ini tidak aneh, Kui To menyerang dengan maksud menangkap Lan Giok dan mengalahkannya tanpa melukai berat gadis itu, sebaliknya Lan Giok menyerang dengan maksud membunuh pemuda yang dibencinya ini. Tentu saja keadaan yang berat sebelah ini menguntungkan Lan Giok.

   Tidak demikian dengan keadaan Sian Hwa yang bertempur melawan Liem Swee.

   Dulu sebelum ia meninggalkan rumahnya dan masih belajar ilmu Silat bersama Liem Swee di bawah asuhan Pat jiu Giam ong memang terlihat kepandaiannya, yakni karena ia lebih menang dalam hal ginkang, boleh dikata lebih tinggi dan lebih lihai daripada Liem Swee.

   Akan tetapi, selama tiga tahun ia tidak mendapat tambahan pelajaran, sedangkan Liem Swee bahkan digembleng dengan sungguh sungguh oleh ayahnya, maka kini kepandaian Liem Swee tentu saja lebih tinggi.

   Sian Hwa mempergunakan pedangnya dan menyerang dengan sepenuh tenaga, mengeluarkan tipu tipu serangan pedang yang paling lihai. Akan tetapi, tentu saja semua setangannya ini dikenal dengan baik oleh Liem Swee yang melayaninya dengan kim siang to (Sepasang golok emas) senjata yang amat diandalkannya. Juga seperti Kui To, Liem Swee tidak mau melukai Sian Hwa yang hendak ditangkapnya hidup hidup.

   Kalau ia bermaksud membunuh, kiranya belum sampai limapuluh jurus saja tentu Sian Hwa sudah roboh binasa. Apalagi Liem Swee selalu menyindir nyindirnya dan memperingatkannya tentang pedang yang dipegang oleh gadis itu.

   "Sian Hwa, kekasihku yang manis, ternyata kau masih menaruh perhatian kepadaku. Kau masih belum lupa kepadaku, buktinya pedang Oei giok kiam tanda pertunangan kita masih kau simpan baik baik. Ah, tunanganku, mengapa kau tidak mau menurut saja? Marilah kita menghadap ayah ibuku...."

   Sian Hwa menjadi sebal dan mendongkol sekali ia menyimpan pedang Oei giok kiam bukan sekali kali karena masih mengingat pertalian jodoh itu, hanya karena pedang itu adalah sebuah pedang mustika yang baik sekali dan ia memang membutuhkan senjata untuk menjaga diri, maka ia masih menyimpan nya. Kini diejek dan disindir sindir oleh bekas suhengnya, ia menggigit bibirnya dan menyerang lebih hebat lagi.

   Adapun pertempuran antara Lan Giok dan Kui To masih berjalan dengan bebatnya. Sekarang bahkan lebih ramai lagi karena masing masing telah mengeluarkan senjata.

   Tadinya kedua fihak mengandalkan kaki tangan saja karena memang keduanya ahli ilmu silat tangan kosong. Tetapi ketika Lan Giok yang menjadi marah dan gemas karena belum juga dapat merobohkan lawan segera mengeluarkan ilmu pukulan Soan hong pek lek jiu hwat yang bukan main hebatnya, Kui To menjadi sibuk juga.

   Harus diketahui bahwa ilmu pukulan Soan hong pek lek jiu hwat ini adalah semacam ilmu pukulan yang Istimewa dan Lan Giok sekarang telah melatihnya dengan sempurna, maka pukulannya mendatang kan angin yang berputar putar, sehingga amat sukar diduga dari mana kepalan tangan dara perkasa itu akan menyerang.

   Pukulan biasa biarpun dihadapi oleh ahli silat tinggi dengan kedua mata ditutup, akan dapat dielak atau ditangkis hanya dengan mendengar dan merasakan datangnya angin pukulannya terlebih dulu. Akan tetapi tidak demikian dengan Soan hong pek lek jiu hwat.

   
Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ilmu pukulan ini mendatangkan angin yang berputar dan kepalan tangannya sendiri mendatangi dengan tiba tiba dan cepat bagaikan halilintar menyambar dan ditujukan di tempat yang sama sekali tak disangka sangka oleh lawannya.

   Menghadapi ilmu pukulan yang terlihai dari Mo bin Sin kun yang kini dimainkan oleh Lan Giok, Kui To benar benar terdesak hebat dan terpaksa ia memainkan ilmu silat Tee coa kun (Ilmu Silat Ular) Ilmu silat ini oleh golongan ahli silat tinggi dipandang rendah dan tak seorangpun bu hiap (pendekar silat) sudi mempelajarinya karena sifat sifatnya yang amat rendah, ilmu silat ini sebagaimana dapat diduga dari namanya, dimainkan dengan tubuh menempel di atas tanah, seperti seekor ular dan kadang kadang merangkak rangkak seperti binatang kaki empat.

   Akan tetapi di dalam setiap gerakan ini, tersembunyi serangan serangan yang sifatnya amat curang. Memang untuk menghadapi Soan hong pek lek jiu hwat, ilmu Silat Tee coa kun ini tepat sekali.

   Tubuh Kui To seakan akan bertiarap dan pukulan yang dilancarkan oleh Lan Giok tidak tepat lagi.

   Angin pukulan yang tadinya berputar putar, kini menghadapi tubuh lawan di bawah, maka selalu terpental kembali kalau mengenai tanah, sehingga debu berhamburan.

   Sebaliknya Kui To melakukan cengkeraman dan tangkapan dari bawah yang ditujukan kepada kedua kaki Lan Giok, sehingga gadis ini merasa jijik dan ngeri sekali. Kalau kakinya sampai terpegang, alangkah malu dan jijiknya, pikirnya.

   Oleh karena itu maka Lan Giok tiba tiba mengeluarkan senjatanya yang disebut Gin sam Kim ciam yakni sepasang senjata yang amat berlainan macamnya. Di tangan kirinya memegang sebatang kipas lebar yang gagangnya terbuat daripada perak dan ujung gagang itu runcing.

   Tangan kanannya memegang sebatang jarum panjang kira kira dua dim dan besarnya sebesar jari tangan. Ketika Mo bin Sin kun memperlihatkan berbagai senjata aneh untuk dipelajari, Lan Giok sengaja memilih senjata senjata ini, karena selain mudah disimpan, juga dianggapnya praktis!

   Kini Lan Giok mengebaskan kipasnya ke bawah. Debu mengebut bagaikan ditiup dan mengebutnya bukan sembarangan saja, melainkan tepat meniup ke arah muka Kui To.

   Pemuda ini terkejut sekali dan cepat melompat berdiri, akan tetapi Kim ciam atau jarum emas yang berada di tangan kanan Lan Giok menyambutnya dengan sebuah totokan kuat ke arah jalan darah di lehernya. Kembali Kui To terpaksa merebahkan diri dan sekali lagi disusul oleh kebutan kipas.

   Inilah ilmu serangan yang disebut Hok thian hok tee (Membalikkan Bumi dan Langit). Gan Kui To benar benar sibuk sekali sehingga serangan bertubi tubi yang susul menyusul dari atas dan bawah itu membuat ia berjungkir balik dan berputar putaran.

   Akhirnya Kui To tak dapat menahan, sambil mengeluarkan suara seperti seekor binatang buas terluka ia lalu mencabut senjatanya, yakni sebatang tongkat kecil berwarna hitam yang tadinya diselipkan di belakang baju bagian punggungnya.

   Kini pertempuran menjadi lebih sengit lagi dan tongkat kecil di tangan Kui To itu sungguh hebat, gerakan gerakannya seperti ekor ular hidup yang sukar sekali diduga. Biarpun kipas dan jarum Lan Giok cukup lihai, namun ternyata kedua senjata ini tidak dapat menembus cahaya kehitaman dari tongkat itu, sebaliknya tongkat Kui To mendesak dengan hebat.

   Betapapun juga, Lan Giok benar benar boleh dipuji karena dara ini sama sekali tak gentar menghadapi lawannya dan sekiranya tidak terjadi sesuatu, dalam dua ratus jurus saja belum tentu Kui To akan dapat mengalahkannya.

   Sudah dua kali Kui To menggertak disertai tenaga batin yang bedasarkan hoatsut (ilmu sihir), akan tetapi Mo bin Sin kun yang sudah menjaga akan hal ini, telah memberi latihan lweekang dan ilmu batin yang cukup kuat kepada Lan Giok, sehingga hal itu tidak berpengaruh sesuatu terhadap dara ini.

   Akan tetapi, tiba tiba tedengar Sian Hwa menjerit marah ketika pedang gadis ini terpukul jatuh oleh golok Liem Swee dan diikuti oleh suara ketawa pemuda she Liem ini, Sian Hwa dapat di ringkus dan di totok jalan darah nya yang membuat gadis ini menjadi lemas tak berdaya lagi.

   Mendengar jeritan Sian Hwa, Lan Giok menengok dan gadis ini menjadi marah, terkejut dan juga khawatir sekali. Liem Swee telah meninggalkan Sian Hwa yang rebah tak bergerak di atas tanah, kemudian putera Pat jiu Giam ong ini membantu Kui To mengeroyok Lan Giok.

   Ilmu kepandaian Liem Swee hanya kalah sedikit saja oleh Kui To dan boleh dibilang berimbang dengan kepandaian Lan Giok, maka tentu saja kini Lan Giok menjadi sibuk sekali. Ia melawan mati matian, akan tetapi tetap saja ia terkurung oleh sepasang golak Liem Swee dan terancam oleh tongkat di tangan Kui To. Baiknya kedua orang pemuda itu tidak ingin membunuhnya, maka ia masih dapat bertahan.

   Namun percuma saja Lan Giok melawan mati matian. Akhirnya, sepasang golok Liem Swee menahan kipas dan jarumnya dan pada saat ia mengadu tenaga dengan putera Pat jiu Giam ong itu, tanpa dapat ia elakkan lagi ujung tongkat Kui To telah berhasil menotok jalan darah di punggung nya.

   Terlepaslah kedua senjata itu dari tangan Lan Giok dan gadis ini terhuyung huyung, ia cepat mengerahkan lweekangnya untuk membebaskan diri nya dari pengaruh totokan, namun Kui To telah mengejarnya dengan lain totokon yang lebih lihai.

   Baiknya Lan Giok teringat akan kakaknya, maka sebelum ia roboh oleh totokan kedua, ia masih sempat mengeluarkan jeritan yang nyaring sekali seperti suara ayam hutan, yakni tanda bahaya bagi Thian Giok.

   Liem Swee dan Kui To girang bukan main setelah berhasil merobohkan dua orang dara perkasa yang cantik jelita dan yang mereka rindukan itu.

   "Kita harus ikat mereka, kalau tidak totokan itu takkan dapat bertahan lama bagi mereka yang telah memiliki lweekang tinggi," kata Kui To.

   Maka kedua gadis itu lalu diikat erat erat dengan tali sutera hitam yang dikeluarkan oleh Kui To dari saku bajunya. Kemudian sambil tertawa tawa kedua pemuda itu memondong tubuh gadis pujaan masing masing dan pergi dari situ setelah memesan kepada para penjaga pintu gerbang supaya berjaga dengan hati hati. Para penjaga itu tentu saja kenal baik kepada kedua pemuda ini, maka mereka hanya tersenyum simpul dan saling betkejap dengan sinar mata penuh arti.

   Thian Giok sedang memikirkan ke mana perginya Lan Giok sehingga tidak terlihat di dekat pintu gerbang sebelah selatan sebagaimana yang mereka janjikan, ia merasa amat cemas dan menanati di tempat gelap.

   Tiba tiba ia mendengar pekik ayam hutan itu dan terkejutlah pemuda ini. Cepat ia menghampiri arah suara itu terdengar dan sambil bersembunyi sembunyi di dalam gelap, ia melihat dua sosok bayangan orang yang memanggul tumbuh seorang wanita dan seorang pemuda yang sebagai adiknya,

   Lan Giok yang berpakaian laki laki, maka bukan main cemasnya. Apalagi ketika ia mengenal dua orang laki laki yang memanggul dua orang gadis itu.

   Thian Giok adalah seorang pemuda yang cerdik, ia tidak mau main serampangan saja. Ia maklum bahwa kalau ia menggunakan kekerasan, belum tentu ia akan dapat menang menghadapi dua orang pemuda murid Lam hai Lo mo dan Pat jiu Giam ong, sedangkan untuk menghadapi satu lawan saja belum tentu ia dapat menang.

   Maka diam diam ia mengikuti dua orang yang membawa lari adiknya dan seorang gadis yang sampai saat itu belum dikenalnya siapa adanya itu, oleh karena malam gelap dan Liem Swee serta Kui To berjalan cepat sekali.

   Ternyata bahwa Kui To dan Liem Swee membawa dua orang gadis tawanan mereka itu ke sebuah rumah kecil mungil yang berada di jalan yang sunyi, yakni rumah pribadi dari Liem Swee yang dijadikan tempat ia bersenang senang di luar gedung ayahnya.

   Rumah ini hanya terjaga oleh seorang kepercayaannya dan ketika kedua orang pemuda ini masuk membawa dua orang nona itu, penjaga yang sudah tua ini tersenyum menyeringai.

   Hal seperti ini tidak aneh baginya, karena memang ia mengenal Liem Swee sebagai seorang pemuda hidung belang, akan tetapi yang royal sekali dalam membagi hadiah hadiah, juga kepadanya.

   I Dengan ginkangnya yang sudah tinggi, Thian Giok dapat meialui penjaga tua itu dan mengintai dari atas genteng, ia hendak mencari kesempatan baik untuk menolong adiknya dan nona berbaju putih itu.

   Dilihatnya Liem Swee dan Kui To duduk menghadapi meja sambil minum arak, memberi selamat kepada mereka sendiri yang sudah berhasil menawan nona nona yang mereka rindukan itu.

   "Ha, ha sekarang kau dapat minta kepada ayahmu untuk merayakan pernikahanmu dengan kekasihmu, Liem sute!" kata Kui To.

   Liem Swee adalah putera dan dari murid Pat jiu Giam ong yang menjadi susioknya (paman gurunya) karena Pat jiu Giam ong adalah sute (adik seperguruan) dari suhunya, yakni Lam hai Lo mo, oleh karena itu Liem Swee masih terhitung adik seperguruannya.

   Akan tetapi Liem Swee menggeleng gelengkan kepalanya.

   "Tidak mungkin, suheng. Kau tentu saja akan mendapat perkenan suhumu untuk segera merayakan pernikahanmu dengan nona murid Mo bin Sin kun itu, akan tetapi bagiku tak mungkin. Ayahku telah melarangku untuk melakukan sesuatu yang sifatnya bermusuhan atau mengganggu murid murid Mo bin Sin kun sebelum pertandingan pibu dilakukan. Ayah sangat keras dan menjaga nama, maka tentu saja ayah tidak akan suka memberi izin kepadaku untuk melakukan kekerasan. Baiknya diam diam kita sembunyikan saja kekasih kita itu di sini dan penawanan ini sama sekali jangan sampai diketahui oleh ayah atau oleh suhumu sekalipun. Aku tahu watak supek, ia takkan dapat menyimpan rahasia dan akhirnya tentu akan terdengar oleh ayah pula."

   Kui To mengangguk angguk.

   "Baik, baik, sute. Aku mengerti. Lebih baik lagi kita bersenang senang di sini diam diam saja, itu lebih menggembirakan. Ha, ha, ha! Terdengar tertawanya yang nyaring dan menyeramkan.

   Mendengar percakapan ini, Thian Giok cepat melompat pergi dari atas genteng.

   "Liem sute seperti ada orang di atas!" teriak Kui Te dan tubuhnya cepat melayang keluar melalui jendela, disusul oleh Liem Swee.

   Adapun Lan Giok dan Sian Hwa yang rebah di atas dipan dapat mendengar semua percakapan ini. Mereka berdua tadi telah mengerahkan ilmu lweekang mereka dan berhasil membebaskan diri daripada pengaruh totokan akan tetapi betapapun mereka berdaya melepaskan ikatan kaki tangan mereka, sia sia saja.

   Ikatan itu erat sekali dan tali pengikatnya terbuat daripada sutera yang terpilih dan memang khusus disediakan oleh Kui To. Mereka tak berdaya sama sekali dan hanya diam diam mengambil keputusan untuk melawan mati matian kalau mereka dipermainkan.

   SETELAH tiba di atas genteng, Liem Swee dan Kui To memandang ke sana ke mari akan tetapi tidak terlihat seorangpun di atas genteng. Mereka melompat ke bawah dan mengadakan pemeriksaan disekitar rumah itu, akan tetapi tetap saja tidak dapat menemukan sesuatu yang mencurigakan.

   "Aneh, apakah pendengaranku sudah rusak?" Kui To bersungut sungut.

   "Mungkin yang kau dengar tadi seekor kucing, Gan suheng," kata Liem Swee.

   "Biarpun seekor kucing, ke mana ia dapat menghilang?" Kui To masih saja merasa tidak puas. Akhirnya mereka kembali pulang ke rumah itu melalui pintu depan.

   "Celaka, benar benar ada orang jahat masuk!" tiba tiba Liem Swee berseru keras dan wajahnya berobah. Kui To cepat menengok dan melihat penjaga rumah yang tua tadi kini telah meringkuk di pinggir pintu dalam keadaan kaku tertotok!

   Kedua orang pemuda ini tidak memperdulikan penjaga itu, langsung menyerbu ke dalam rumah. Ketika mereka melompat masuk ke dalam kamar di mana mereka tadi menahan Lan Giok dan Sian Hwa, ternyata bahwa kedua orang tawanan itu telah lenyap tak meninggalkan bekas!

   Bahkan tali sutera pengikat kaki tangan kedua orang dara itupun lenyap bersama orang orangnya. Terang buhwa penolong yang datang itu tentu membawa dua orang nona itu dalam keadaan masih terikat kaki tangannya!

   Liem Swee, mengeluarkan suara makian kotor sedangkan Kui To lalu melompat keluar kamar kembali ia mengejar ke sana ke mari, akan tetapi tetap saja tidak terlihat sesuatu. Ketika ia kembali ke rumah itu, Liem Swee sedang berusaha membebaskan penjaga rumah dari totokan, namun tidak berhasil. Kui To menghampiri kakek itu dan setelah memeriksa, ia lalu mengangkat tubuh kakek yang kaku itu ke atas dan melemparkannya ke atas sampai tinggi.

   Ketika tubuh tu melayang turun, ia lalu mengulurkan jari tangannya menotok ke arah punggung penjaga rumah itu yang segera menjerit dan mengaduh aduh, akan tetapi ia telah terlepas dari pengaruh totokan yang lihai.

   "Hm, penyerangnya seorang yang ahli dalam ilmu Ki keng pat meh (Ilmu Membuka Pembuluh Darah), sehingga ia dapat menotok di balik jalan darah. Benar benar lihai!" katanya.

   Ucapan ini belum seluruhnya menyatakan keheranan dan kekagumannya dan di dalam hatinya murid Lam hai Lo mo ini benar benar merasa kaget bukan main karena biarpun suhunya sendiri Ilmu Ki keng pat meh ini baru saja dipelajari dan belum sempurna sama sekali! Apalagi dia!

   Akan tetapi, orang yang menolong dan orang tawanan itu ternyata pandai mempergunakan totokan yang berdasarkan Ki keng pat meh, sungguh merupakan lawan yang bukan main tangguhnya!

   Akan tetapi Liem Swee yang biarpun sudah mendengar tentang ilmu itu namun belum pernah dapat mempelajari, kurang memperhatikan ucapan Kui To dan cepat mengajukan pertanyaan kepada penjaga rumah itu mengapa dia telah meringkuk di atas tanah dalam keadaan tertotok.

   "Ampun, siauw ya (tuan muda). Entah apa yang terjadi dengan diri hamba. Agaknya kurasa hamba lupa membakar hio, setan penjaga bumi telah marah kepada hamba dan menjatuhkan hukumannya!" kata kakek itu dengan tubuh menggigil dan muka pucat, nyata sekali ia tampak takut bukan main.

   "Jangan mengoceh!" Liem Swee membentak. "Lekas ceritakan siapa orangnya yang menyerang mu!"

   "Ampun, siauw ya. Hamba sungguh sungguh tidak tahu. Tiba tiba saja ketika hamba berdiri di sini sambil ikut bergembira memikirkan kesenangan jiwi (tuan berdua), tahu tahu tubuh hamba terasa kaku dan panas dingin, pendangan mata berkunang kunang dan selanjutnya hamba tidak tahu apa apa lagi."

   Liem Swee mendongkol sekali, aku tetapi Kui To segera menariknya ke dalam rumah.

   "Tak perlu marah, Liem sute. Masih baik orang itu tidak mengganggu kita."

   "Kalau dia muncul, akan kuhancurkan kepala nya!" Liem Swee berkata marah sambil mengepal tinjunya yang besar dan kuat.

   Kui To tersenyum.

   Tak perlu baginya untuk memamerkan dan memuji muji kepandaian lawan, maka ia berkata,

   "Sudahlah, lebih baik kita mengaso dan besok pagi pagi kita mencari dua ekor burung elok yang terbang itu. Mengapa ribut ribut?"

   Seteluh berkata demikian, Kui To lalu menjatuhkan diri di atas pembaringan dan sebentar saja terdengar dengkurnya yang keras! Memang murid Lam hai Lo mo ini seorang yang berhati keras seperti baja dan tidak mudah menjadi gelisah, duka atau gembira, ia sama aneh nya dengan suhunya yang di anggapnya sebagai orang paling aneh di antara Lima Besar!.

   Liem Swee duduk termenung, tak dapat tidur dan menjadi berduka sekali, ia telah tergila gila kepada Sian Hwa dan pertemuan yang terakhir dengan gadis itu memperdalam cinta kasihnya. Di dalam pandangannya, tidak ada gadis yang lebih molek, lebih manis dan lebih menggiurkan hatinya daripada sumoinya itu!

   Tak lama kemudian, tiba tiba pintu kamar diketok orang dan ketika ia membuka pintu itu, nampak penjaga rumah berdiri dengan tubuh menggigil ketakutan. Kiu To yang tadinya tidur mendengkur, mendengar ketokan itu, seketika melompat bangun dan bersiap sedia kalau kalau ada bahaya. Liem Swee yang melihat penjaga tua itu menggigil dan berwajah pucat, mengira bahwa tentu penjahat tadi datang lagi.

   "Di mana dia?" tanyanya sambil menyambar kim siang to (sepasang golok emas) yang tadi ia letakkan di atas meja.

   "Dia siapa, siauw ya?"

   "Eh, goblok! Penjahat itu, maling itu! Di mana dia?"

   "Bukan maling yang datang, siauw ya melainkan Liem goanswe dan delapan orang lain. Goan swe ya minta supaya hamba cepat memanggil ji wi keluar."

   Bukan main kagetnya hati Liem Swee mendengar ini. Belum pernah ayahnya mengunjungi rumah pribadinya ini, sungguhpun ayahnya tahu akan hal itu. Peristiwa hebat apakah yang terjadi, sehingga ayahnya pada saat seperti itu datang mengunjunginya?

   Akan tetapi Kui To yang tabah dan tidak memperdulikan itu segera mengajaknya keluar dan di ruang depan telah menanti Liem goanswe dan delapan orang lain. Tujuh orang kakek yang berdiri di situ dikenal baik oleh Kui To dan Liem Swee, karena mereka ini adalah tamu tamu Liem goanswe yang sudah sepekan datang di kota raja, yakni yang disebut Koai kauw jit him atau Tujuh Beruang Kaitan Aneh.

   Mereka ini adalah jago jago Mongol yang berkepandaian tinggi dan mereka terkenal karena senjata mereka yang berupa kaitan kaitan, akan tetapi kaitan mereka ini benar benar aneh bentuknya.

   Ketika Kui To dan Liem Swee melihat orang terakhir dalam rombongan ini hampir saja mereka mengeluarkan seruan kaget. Dalam pandangan pertama, mereka mengenal "pemuda" yang baru datang ini sebagai Lan Giok yang tadi terlepas dari tawanan.

   (Lanjut ke Jilid 18)
Pedang Sinar Emas/Kim Kong Kiam (Serial Pedang Sinar Emas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 18
Akan tetapi ketika mereka memandang lebih teliti, tahulah mereka bahwa pemuda ini adalah kakak dari gadis yang tetak berhasil melarikan diri itu. Teringatlah kedua orang muda ini bahwa yang datang bersama Pat jiu Giam ong adalah kakak kembar dari Lan Giok yang dulu pernah pula mengacau kota raja ketika pemuda itu membunuh Toa to Hek mo. Akan tetapi, tetap saja Liem Swee dan Kui To terheran dan terkejut melihat Thian Giok dapat datang bersama Pat jiu Giam ong!

   Bagaimana Thian Giok bis datang bersama Pat jiu Giam ong dan Koai kauw jit him? Pemuda yang cerdik ini sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, mendengar percakapan antara Liem Swee dan Kui To.

   Ketika ia mendengar bahwa Pat jiu Giam ong melarang puteranya mengganggu murid murid Mo bin Sin kun daa Kim Kong Taisu, ia dengan berani sekali lalu berlari cepat menuju ke gedung Pat jiu Giam ong.

   Tentu saja Liem goanswe terheran heran melihat kedatangan pemuda murid Mo bin Sin kun ini malam malam di rumahnya, akan tetapi setelah mendengar dari Thian Giok bahwa puteranya dan Kui To menawan Sian Hwa dan Lan Giok jenderal ini marah sekali, lalu bersama Thian Giok menuju menuju ke rumah itu. Koai kauw jit him yang pada malam hari itu sedang minum arak dengan dia, ikut pula bersama karena orang aneh inipun merasa tertarik untuk melihat murid murid dari tokoh tokoh besar itu.

   Kini Pat jiu Giam ong berdiri dengan tegak, sepasang matanya memandang kepada puteranya dengan marah. Memang jenderal ini bertabuh tinggi besar dan menakutkan, sehingga puteranya sendiri merasa gelisah melihat kemarahan ayahnya.

   "Swee ji! Benarkah kau telah menawan Sian Hwa dan seorang murid dari Mo bin Sin kun? Di mana mereka!! Ayoh ceritakan apa yang telah terjadi!"

   Saking takutnya, Liem Swee tak dapat menjawab dan beberapa kali lidahnya menjilat bibit yang terasa kering. Akan tetapi tidak demikian dengan Kui To. Pemuda aneh ini memiliki ketabahan luar biasa dan sia sia saja ia menjadi murid Lam hai Lo mo kalau ia tidak memiliki kecerdikan yang luar biasa. Ia dapat menetapkan hatinya dan tiba tiba ia tertawa.

   "Sungguh lucu, sungguh lucu! Susiok kena dibohongi oleh seorang murid dari Mo bin Sin kun, sehingga kini menuduh putera sendiri. Benar benar lemas sekali lidah murid Mo bin Sin kun. Ha, ha, ha!"

   Pat jiu Giam ong mengerutkan keningnya.

   "Kui To, aku tidak main main! Pemuda ini datang kepadaku melaporkan bahwa kau dan Swee ji telah menawan kedua orang gadis itu dan hendak mempermainkannya.Kalau betul betul terjadi hal seperti itu, aku tidak suka membiarkannya saja!"

   "Susiok, sebelum menjatuhkan kemarahan kepada teecu berdua mengapa tidak memeriksa lebih dulu apakah kata kata yang keluar dari mulut pemuda ini benar benar terjadi?" kata Kui To pula sambil melirik ke arah Thian Giok.

   "Ular kecil! Kaukira aku hanya membohong saja? Aku tadi telah menyaksikan sendiri ketika aku mengintai dari atas genteng dan kalian berdua minum arak di dalam kamar. Ayoh kau bebaskan adikku dan nona itu!"

   "Pengecut tukang mengintai rumah orang!" Kui To balas memaki. "Tak perlu banyak mulut, lebih baik kau buktikan saja omonganmu tadi!"

   Pat jiu Giam ong menjadi ragu ragu. Dan kini ia memandang kepada Thian Giok.

   "Orang muda, kau boleh memeriksa dalam rumah ini dan coba kau buktikan laporanmu tadi!"

   Thian Giok menjadi berdebar hatinya.

   Ia lalu mengangguk dan memasuki rumah itu. Akan tetapi sedikitpun tidak ada tanda tanda bahwa kedua orang gadis itu disembunyikan di dalam rumah ini. Ia keluar lagi dan mukanya menjadi merah karena marah dan juga malu.

   "Tentu mereka telah disembunyikan di lain tempat," katanya.

   Kui To tertawa sinis,

   "Nah susiok, apa kataku? Pemuda ini adalah seorang pengecut besar yang membohong kepadamu."

   "Kaulah yang pengecut!" Thian Giok balas memaki.

   "Aku pengecut? Hah, rasakan pukulan ini!" Kui To cepat menyerang.

   Thian Giok mengelak cepat sambil mengeluarkan senjatanya yang istimewa yakni sebatang cambuk atau joan pian (ruyuag lemas) yang terbuat daripada batu putih dan disebut Pek giok joan pian.

   Pat jiu Giam ong melangkah maju.

   "Tidak boleh bertempur sekarang. Akan datang saatnya kita mengadu tenaga dalam sebuah pibu yang adil."

   "Susiok, lepaskan saja, aku tidak takut. Anak bermulut lancang ini pasti akan remuk kepalanya di bawah gebukan tongkatku," kata Kui To.

   "Akupun tidak takut. Boleh kau maju bersama kawan kawanmu!" kata Thian Giok gagah.

   "Jangan Kui To.Tahan senjatamu. Aku percaya kau akan menang, akan tetapi kalau orang lain mengetahui,bukankah kematian murid Mo bin Sin kun di tempat ini akan disiarkan bahwa dia kami keroyok? Tidak, tidak boleh! Kau pergilah, orang muda.Dan aku tidak mengerti mengapa kau berbohong. Akan tetapi, tunggu saja, gurumu tentu kelak akan mendengar tentang kebohonganmu ini."

   "Nanti dulu, Liem goanswe!" tiba tiba orang termuda dari Koai kauw jit him yang bernama Biauw Kai, melangkah maju.

   "Pemuda ini adalah murid dari Mo bin Sin kun yang terkenal dan senjata yang dipergunakan adalah sebuah joan pian yang bagus. Tentu kepandaiannya sudah baik juga. Dia telah membohong dan mengganggu kita minum arak, maka tidak baik dibiarkan begitu saja. Biarlah aku bermain main sebentar dengan dia untuk mencoba kepandaian murid Mo bin Sin kun dan juga untuk memberi hajaran karena kelancangan mulutnya!"

   Pat jiu Giam ong berpikir bahwa kalau seorang dari Koai kauw jit him yang maju boleh saja asal pemuda ini jangan dibunuh. Ia memandang kepada Biauw Kai yang agaknya dapat menduga maksudnya, maka orang termuda dari Koai kauw jit him yang usianya sudah empatpuluh lima tahun itu berkata,

   "Jangan khawatir, Liem goanswe, aku takkan mengganggu kulit dagingnya! Asalkan ia mau meninggalkan joan piannya itu sebagai tanda kalah terhadap aku, aku akan merasa puas!" ejek Biauw Kai yang memang sombong wataknya itu.

   Sementara itu, dengan hati mendongkol sekali Thian Giok menanti dengan senjata di tangan. Ia merasa serba salah, ia berada di lingkungan fihak lawan dan karena laporannya tadi benar benar tidak ada buktinya maka ia merasa dipermainkan dan dihina.

   Kini ia melihat ada orang hendak mempermainkannya dan memandang rendah tentu saja ia bersedia untuk berkelahi mati matian!

   Setelah mendapat persetujuan Pat jiu Giam ong, Biauw Kai lalu mengeluarkan senjatanya yakni sepasang kaitan berbentuk cakar dan yang disebut Him jiauw kauw ( Kaitan Cakar Beruang).

   Dengan sikapnya yang angkuh, ia lalu bertindak maju menghadapi Thian Giok yang telah mempersiapkan Pek giok joan pian di tangannya. Sementara itu, fajar telah mulai menyingsing dan cuaca tidak begitu gelap lagi.

   "Orang muda," kata Biauw Kai dengan senyum menyeringai pada wajahnya yang sudah keriput dan berkuit hitam, "agar kau tidak menjadi penasaran oleh siapa kau dikalahkan, baik kuterang kan bahwa kau berhadapan dengan orang ke tujuh gari Koai kauw jit him Nah, kau bersiaplah orang muda."

   Setelah berkata, Biauw Kai lalu menyerang dengan siang kauw (sepasang kaitan) di tangannya itu.

   Gerakannya cepat dan mantap dan serangan sepasang Him jiauw kauw itu merupakan serangan menggunting dari kanan kiri, Thian Giok memang sudah bersiap dan melihat cara serangan ini, ia maklum bahwa lawannya memiliki kepandaian yang tinggi, maka ia berlaku hati hati dan cepat Pek giok joan pian di tangannya digerakkan bagaikan ulat menyambar ke kanan kiri dan terdengar bunyi keras ketika joan pian nya berhasil menangkis sepasang kaitan lawan.

   Dalam benturan senjata ini, baik Thian Giok yang muda maupun Bauw Kai yang tua maklum bahwa tenaga lawan masing masing benar benar besar dan berimbang dengan tenaga sendiri. Hal ini mengejutkan Biauw Kai karena sama sekali tak pernah disangkanya bahwa seorang yang masih demikian muda telah memiliki tenaga lweekang yang hebat.

   Sebaliknya, diam diam Thian Giok mengeluh karena buru orang ke tujuh dan Koai kauw jit him yang terkenal itu sudah begini tangguh, apalagi orang ke enam.

   Sungguh fihak lawan telah mengumpulkan orang orang yang tangguh.

   Biauw Kai melanjut kau serangannya dan kini sepasang kaitannya tidak digerakkan dengan maksud beraksi lagi, melainkan menyerangnya dengan sungguh sungguh.

   Namun benar benar kecele kalau tadinya hendak menyombongkan kepandaiannya.

   Tadi ia telah bersumbar untuk merampas joan pian pemuda ini yang terbuat daripada batu giok disambung sambung dengan kawat baja seperti rantai. Kini ternyata bahwa jangankan merampas joan pian itu, bahkan mendesak sajapun ia tak dapat! Thian Giok bertempur dengan mati matian karena pemuda ini maklum bahwa apabila ia kalah dalam pertempuran ini pasti ia akan menjadi bahan ejekan dan hinaan.

   Pada saat itu, menyambar angin besar dari selatan dan terdengar suara gelak tertawa. Karena angin itu menyambar ke arah mereka yang sedang bertempur dan suara ketawa itu menyakitkan telinga tanpa terasa lagi Thian Giok dan Biauw Kai melompat mundur, menahan senjata masing masing dan memandang ke selatan. Begitu pun semua orang yang berada di situ, kecuali Pat jiu Giam ong.

   
Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tiba tiba muncullah seorang hwesio tinggi gemuk dan berkulit hitam, lengan dan dadanya yang terbuka itu penuh bulu, ia benar benar merupakan seorang manusia raksasa yang menakutkan. Kepalanya yang gundul ditutup dengan sebuah topi segi empat berwarna hitam, jubahnya yang lebar itupun berwarna hitam sama sekali kecuali pinggirnya yang direnda dengan benang emas.

   Tangan kirinya memegang sebuah hudtim (kebutan) dan tangan kanannya menegang sebatang tongkat yang sama tingginya dengan dia sendiri, sebatang tongkat yang berwarna kuning seperti emas dan kepalanya diukir seperti kepala naga. Inilah dia tokoh besar yang menggemparkan di daerah Tibet yang berjuluk Sam thouw hud atau Sang Buddha Kepala Tiga!

   Kebutan di tangan kirinya itu bukan sembarang kebutan, melainkan sebuah senjata yang amat lihai. Sedangkan tongkat di tangan kanannya disebut Kim liong pang (Tongkat Naga Emas), sesungguhnya terbuat daripada baja yang berat sekati dan berlapiskan emas di luarnya.

   Sam thouw hud ini asalnya adalah seorang pedalaman Tiongkok yang semenjak muda pergi ke Tibet karena di negaranya sendiri ia telah mempunyai banyak sekali musuh karena kejahatannya.

   Kemudian karena kepandaiannya yang tinggi, ia membuat nama besar di Tibet dan seperti juga di pedalaman, di Tibet orang ini membuat gara gara pula. Ia ingin berkuasa, akan tetapi para pendeta di Tibet yang pandai melihat orang tidak sudi menariknya.

   Oleh karena ini, ia menjadi sakit hati dan ia lalu membentuk sebuah aliran Agama Buddha sendiri, yakni Aliran Jubah Hitam! Memang amat berani Sam thouw hud ini. Tidak saja ia mengadakan aliran atau perkumpulan agama yang baru dan berjubah hitam, juga ia sendiri lalu mengepalai aliran ini dan memakai gelaran Sam thouw hud, semacam gelar yang benar benar kurang ajar!

   Akan tetapi oleh karena ilmu kepandaiannya yang tinggi, tak seorangpun berani menghalanginya.

   Anak-anak buahnya adalah pendeta pendeta yang sudah diasingkan karena melakukan pelangga ran agama. Yang lebih hebat lagi, di dalam perantauannya di Tibet, Sam thouw hud ini menemukan sebuah kitab pelajaran silat kuno dan setelah ia mempelajari kitab ini dengan seksama dan tekun, ilmu kepandaiannya meningkat amat luar biasa dan beberapa belas tahun kemudian ia telah menjagoi di seluruh Tibet dan kekuasaannya serta pengaruhnya menjadi makin besar! Hidupnya sebagai raja saja, dikelilingi oleh puluhan orang selirnya, yakni gadis gadis Tibet yang dimintanya begitu saja dari orang orang tua mereka dan juga beberapa orang gadis Han yang diculik oleh anak buahnya!.

   Dan sini saja dapat dinilai macam apakah orang yang bergelar Sam thouw hud ini.

   Kini Sam thouw hud berdiri sambil menyeringai, memandang kepada Biauw kai yang memegang sepasang kaitannya dan memandang tajam kepada hwesio aneh ini, karena sesungguhnya Koat kauw jit him belum pernah melihat hwesio tinggi besar seperti raksasa ini.

   "Ha, ha, ha, kalian yang aneh. Bukankah kau seorang di antara Koai kauw jit him dari Mongol? Akan tetapi mengapa tak dapat mengalahkan seorang muda yang halus dan cakap ini? Ha, ha, ha! Nama besar Koai kauw jit him ternyata hanya kosong belaka. Sepantasnya julukan biruang itu di ganti kambing saja."

   Bukan main marahnya Biauw Kai mendengar ejekan ini. Juga enam orang saudaranya menjadi marah. Mereka maju dan sebentar saja Sam thouw hud terkurung, di tengah tengah. Hwesio ini masih saja tersenyum dan kini melihat dirinya dikurung oleh tujuh orang yang mengambil kedudukan seperti tujuh bintang, ia tertawa lagi dengan nyaringnya.

   "Hwesio, kau siapakah berani menghina Koai kauw jit him?" bentak Biauw Ta, orang yang tertua di antara tujuh biruang itu.

   "Sungguh lucu, orang orang macam inikah yang dipanggil oleh Lo mo untuk membantunya? Melihat aku saja tidak kenal!"

   

Pemberontakan Taipeng Eps 15 Pedang Naga Kemala Eps 28 Pedang Naga Kemala Eps 24

Cari Blog Ini