Ceritasilat Novel Online

Pedang Sinar Emas 17


Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo Bagian 17




   "Keparat! Jangan kau bermain gila, Sian Hwa tidak menjadi nikouw dan dia ikut lari bersamamu kaukira aku tidak tahu? Ayoh katakan di mana dia, jangan membikin aku hilang sabar."

   "Kalau kau hilang sabar mau apakah?" Lan Giok masih tersenyum manis dan sikapnya tetap tenang.

   Bucuci melemparkan bangkunya ke belakang dengan sekali sepak. "Akan kuhancurkan kepalamu!"

   Mendengar ini, Lan Giok lalu bangkit berdiri. Sikapnya masih tenang, bibirnya yang manis masih tersenyum, sehingga sepasang lesung pipit menghias di kedua pipinya. Akan tetapi sepasang mata yang bening itu bersinar sinar menantang.

   "Kau hendak menghancurkan kepalaku? Alangkah gagahnya. Hebat sekali kau. Cobalah!"

   Ditantang seperti itu, Bucuci tertegun. Memang bukan maksudnya untuk menghadapi gadis ini seorang diri saja. Kalau memang ia tidak merasa jerih, untuk apa ia membawa Koai kau w jit him bersama dia? Ia tahu bahwa kepandaian murid Mo bin Sin kun ini lihai sekali. Untuk beberapa lama ia tidak dapat menjawab tantangan itu.

   "Ayoh, kau menunggu apalagi? Apakah hendak berdoa dulu?" Lan Giok mengejek.

   "Benar benarkah kau mencari mampus? Katakan saja di mana adanya Sian Hwa dan kami hanya akan membawamu ke kota raja dengan baik baik. Kalau kau membandel, jangan menyesal kalau kami benar benar akan menewaskan kalian berdua di tempat ini dan hanya akan membawa kepala kepalamu ke kota raja!" bentaknya lagi.

   "Aha, jadi Panglima Bucuci yang maha mulia dan gagah perkasa ini demikian gagah berani, sehingga untuk menghancurkan kepala seorang gadis muda saja mengandalkan bantuan tujuh orang kawannya?" Kemudian gadis itu dengan berani sekali menghampiri tujuh orang Mongol yang mendengarkan percekcokan itu dengan tertarik dan kagum menyaksikan gadis yang lincah dan berani
(Lanjut ke Jilid 21)
Pedang Sinar Emas/Kim Kong Kiam (Serial Pedang Sinar Emas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 21
serta pandai bicara ini.

   Lan Giok menjura kepada mereka dan kemudian berkata,

   "Ah, kalau tidak ialah pandangan mataku, bukankah aku gadis muda yang bodoh ini berhadapan dengan ketujuh Koai kauw jit him locianpwe?"

   Ia sengaja menyebut locianpwe untuk menjunjung tinggi nama mereka itu, adapun nama mereka ia ketahui berkat hasil penyelidikan Thian Giok di kota raja.

   "Sudah lama sekali aku yang muda mendengar nama besar dari jit wi locianpwe (tujuh orang tua gagah perkasa) yang namanya terkenal sampai ke ujung langit. Guruku Mo bin Sin kun pernah menyatakan bahwa Koai kauw jit him adalah tokoh tokoh dari utara yang gagah perkasa dan berbudi, yang menjunjung tinggi peraturan kang ouw, oleh karena itu sekarang dengan tak tersangka sangka aku berhadapan dengan jit wi, bukankah ini merupakan keuntungan besar sekali?"

   Tujuh orang Mongol itu tentu saja enak sekali hati mereka dan agaknya perasaan mereka pada saat itu sama dengan tujuh ekor kucing malas yang dielus elus kepalanya, sehingga mereka menjadi merem melek keenakan.

   Di dunia ini, siapakah orangnya yang tidak suka dipuji? Apalagi kalau yang memujinya seorang gadis yang demikian manisnya. Koai kauw jit him kini tahu bahwa Lan Giok adalah seorang gadis manis yang menyamar laki laki, karena tadi Bucuci telah memakinya setan perempuan.

   Orang tertua dari ketujuh biruang ini, yang disebut Biruang Besar, segera berdiri, diikuti oleh enam orang adik seperguruannya untuk membalas penghormatan Lan Giok. Mereka telah mendengar nama besar dari Mo bin Sin kun, maka biarpun nona ini asih muda namun sebagai murid Mo bin Sin kun, sudah patut mendapat balasan penghormatan mereka.

   "Nona yang muda dan gagah, kami juga sudah mendengar nama gurumu yang perkasa. Sayang sekali orang seperti nona ini sampai bentrok dengan Panglima Bucuci. Oleh karena itu, kami bertujuh akan merasa lega dan senang sekali kalau kau suka turut saja ke kota raja tanpa perlawanan, karena sesungguhnya, kami tidak suka sekali kalau harus mempergunakan kekerasan terhadap orang gagah segolongan sendiri."

   Thian Giok diam diam menjadi girang melihat siasat yang dimainkan oleh Lan Giok, baru sekarang ia tahu apakah maksud adiknya ini.

   Lan Giok sudah mengerti bahwa fihak lawan jauh lebih kuat, maka ia sengaja bersikap manis dan memuji untuk membikin Tujuh Biruang Mongol itu menjadi malu hati untuk melakukan pengeroyokan! Kalau menghadapi mereka seorang lawan seorang biarpun belum tentu menang namun tidak seberat kalau dikeroyok tujuh!

   Bucuci yang melihat sikap manis dari Koai kauw jit him, merasa tidak enak hati, maka ia lalu berkata kepada Lan Giok,

   "Nah, kaulihat. Ketujuh orang sahabatku ini masih menaruh hati kasihan kepadamu. Sekarang lekas kau mengaku saja di mana adanya Sian Hwa dan selain itu, kalian berdua harus ikut dengan kami ke kota raja."

   "Kalau aku tidak mau turut?"

   "Hal pergi ke kota raja adalah soal ke dua. Yang pertama lekaslah kau mengaku di mana adanya Sian Hwa?"

   "Siapa tahu? Kalau enci Sian Hwa yang kau tanyakan, tentu saja ia berada di kuil Sun pok thian, di mana lagi?"

   "Bohong! Sudah terang dia ikut pergi dengan kau!"

   "Lihat saja sendiri, apakah dia berada di sini bersamaku? Ataukah kau hendak menggeledah? Percayalah, enci Sian Hwa tidak berada di kantung bajuku!"

   Lagi lagi Lan Giok melucu sambil tersenyum senyum, membuat hati Bucuci menjadi makin mendongkol.

   "Hm, kau berkepala batu. Hendak kulihat apakah di kota raja kelak kau dapat merahasiakan di mana adanya puteriku itu! Sekarang hal yang ke dua, apakah kau juga hendak berkepala batu dan tidak mau ikut dengan kami?"

   Lan Giok menggeleng kapala.

   "Aku dan kakakku adalah orang orang bebas, bahkan dahulu Pat jiu Giam ong sendiri membebaskan kami hendak pergi ke mana kami sukai, mengapa kau menghalangi? Kami tidak akan ikut denganmu ke kota raja."

   "Bagus, kalau begitu terpaksa kami akan turun tangan!" Bucuci lalu menghadapi Koai kauw jit him dan bicara dalam Bahasa Mongol.

   Atas permintaan ini, Biauw Ta dan Biauw Lun, orang pertama dan ke dua dari Koai kauw jit him, melangkah maju menghadapi Lan Giok yang sudah didampingi oleh Thian Giok pula. Seperti juga tadi, Biauw Ta yang mewakili adik adiknya bicara.

   "Sungguh menyesal sekali bahwa kalian ini orang orang muda amat keras hati. Apakah halangannya menurut saja atas kehendak Panglima Bucuci dan ikut ke kota raja?"

   Lan Giok tersenyum mengejek, "Apakah jit wi yang ternama hendak mengeroyok kami dua orang muda?"

   Biauw Ta menggelengkan kepala. "Kami sudah menyaksikan kepandaian pemuda ini."

   Ia menuding ke arah Thian Giok.

   "Dan oleh karenanya, aku dan adikku Biauw Lun sendiri hendak turun tangan. Menghadapi orang orang muda, perlu apa main keroyokan?"

   Setidak tidaknya Thian Giok dan Lan Giok menjadi lega juga karena dengan satu lawan satu, biarpun fihak lawan amat berat namun mereka masih ada harapan untuk menang!

   "Locianpwe," kata Lan Giok, "kalau kami kalah, sudahlah jangan dibicarakan lagi. Akan tetapi bagaimana kalau dalam pertandingan jujur satu lawan satu ini kami yang menang?"
"Kalau kalian yang menang," kata Biauw Ta tersenyum, "kalian bebas dan aku akan belajar sepuluh tahun lagi sebelum mencari kau dan gurumu."

   Bucuci tidak puas mendengar pertaruhan ini, karena ia sudah tahu bahwa murid murid Mo bin Sin kun ini lihai sekali, bagaimanakah Biauw Ta demikian gegabah untuk mengajak bertaruh? Akan tetapi, biarpun ia mempunyai kekuasaan pengaruh yang besar, menghadapi Koai kauw jit him yang tingkat kepandaiannya jauh lebih tinggi daripadanya, ia tidak berani banyak bicara dan hanya memandang dari pinggiran dengan penuh perhatian.

   Sementara itu, Lan Giok memberi tanda kepada kakaknya dan kedua orang muda ini segera meloloskan, senjata. Sebaliknya Biauw Ta dan Biauw Lun sudah mempergunakan kaki mereka untuk menyepak ke sana sini, sehingga meja kursi di dalam ruang restoran itu beterbangan keluar, merobah ruang makan itu menjadi ruang silat yang cukup luas!

   "Nah, orang orang muda yang gagah, silahkan!"
Biauw Ta berkata dan kedua orang Mongol ini sekarang telah memegang senjata mereka yang membuat nama mereka terkenal, yakni sepasang senjata kaitan. Tongkat kaitan di tangan Biauw Ta mempunyai tiga mata kaitan, semacam jangkar kapal, terbuat daripada logam hijau dan panjangnya seperti pedang. Adapun tongkat kaitan di tangan Biauw Lun adalah sepasang kaitan yang hitam, mata kaitannya hanya satu, tetapi ukuran sepasang kaitan ini tidak sama. Yang kiri pendek hanya satu setengah kaki, tetapi yang kanan ada empat kaki panjangnya!

   "Lan Giok, biarkan aku yang menghadapi locianpwe ini!" kata Thian Giok. Ia hendak menghadapi Biauw Ta, karena tentu ketua Koai kauw jit him ini yang terlihai. Akan tetapi mana Lan Giok mau mengalah? Ia memandang kakaknya sambil tersenyum, kemudian sambil menggerakkan jarum emasnya, ia menyerang Biauw Ta sambil berkata,

   "Awaslah, locianpwe, aku mulai menyerang!"

   Biauw Ta cepat menyambut serangan ini, dengan secara cepat mengelak dan menanti serangan lebih jauh. Orang tua ini suka kepada Lan Giok yang lincah, maka ia hendak memberi kesempatan kepada Lan Giok untuk menyerang terus sampai sepuluh jurus, barulah ia akan turun tangan menangkapnya.

   Adapun Thian Giok yang didahului oleh adiknya, terpaksa lalu maju menyerang Biauw Lun. Berbeda dengan Biauw Ta, orang ke dua dari Kosi kauw jit him ini segera mengangkat kaitannya menangkis joan pian dari Thian Giok.

   Terdengar suara keras dan bunga api berpijar menyilaukan. Thian Giok terkejut sekali karena merasa telapak tangannya panas dan sakit. Diam diam ia mengeluh. Ternyata kepandaian Biauw Lun ini masih jauh lebih hebat dari pada kepandaian Biauw Kai, orang ke tujuh dan Koai kauw jit him Tetapi pemuda ini tidak menjadi jerih dan ia lalu mendesak maju dan memainkan Pek giok joan pian di tangannya dengan pengerahan seluruh kepandaiannya.

   Biauw Lun kagum sekail melihat betapa joan pian dari rangkaian batu putih mengkilat itu dimainkan secara indah dan cepat, sehingga berobah menjadi segulungan sinar putih yang mendatangkan angin dingin. Ia merasa gembira harus melayani pemuda yang gagah ini, maka iapun berseru keras dan memainkan sepasang kaitannya yang mempunyai gerakan aneh seperti gerakan kaitan Biauw Ta.

   Tujuh orang Mongol yang lihai ini disebut tujuh biruang karena memang mereka ini mempunyai ilmu silat yang gerakannya seperti gerakan biruang. Kaitan kaitan di kedua tangan diumpamakan sebagai cakar cakar biruang yang selain mempunyai gerakan cepat, juga mengandung tenaga luar biasa besarnya.

   Guru mereka, seorang Mongol tua yang mangasingkan diri, adalah seorang penangkap dan penakluk biruang di dekat kutub utara. Guru mereka ini dengan tangan kosong dan seorang diri saja dapat menangkap hidup hidup seekor biruang yang besarnya dua kali lebih besar dari pada tubuhnya sendiri. Dalam prakteknya yang berpuluh tahun lamanya ini, akhirnya orang gagah ini berhasil menciptakan ilmu silat biruang yang kemudian diturunkannya kepada Koai kauw jit him!

   Tingkat kepandaian Biauw Lun kalau dibandingkan dengan kepandaian Biauw Kai orang yang termuda dari Koai kauw jit him, masih menang setingkat.

   Sedangkan ketika Biauw Kai bertempur dengan Thian Giok di hadapan Pat jiu Giam ong pemuda ini sudah harus mengakui kelihaian Biauw Kai dan ia hanya dapat mengimbanginya saja tanpa ada harapan untuk dapat mengalahkannya.

   Maka sudah tentu sekarang ia dan adiknya mendapatkan lawan yang lebih tinggi tingkatnya dan berat sekali.

   Betapapun juga, Lan Giok dan Thian Giok melawan dengan sekuat tenaga dan sama sekali tidak mau menyerah mentah mentah. Terutama sekali Lan Giok. Gadis ini memiliki kelincahan dan keringanan tubuh yang lebih tinggi daripada kakaknya dan kini mengandal kan ginkangnya, ia dapat melakukan perlawanan dengan baik sekali sehingga biarpun boleh dikata setelah lewat tigapuluh jurus ia menjadi fihak yang terserang dan terdesak, namun ia masih dapat bertahan.

   Sepasang kaitan dari Biauw Ta benar benar hebat. Setelah dipergunakan, baru Lan Giok tahu bahwa senjata ini lebih berbahaya daripada pedang. Senjata pedang hanya dapat dipergunakan dalam, serangan dengan gerakan menusuk atau membacok. Akan tetapi kaitan ini dapat dipakai untuk menusuk atau mendorong, memukul dan juga mengait!.

   Baiknya tenaga sampokan dari kipasnya amat kuat, sehingga beberapa kali selalu kaitan di tangan Biauw Ta tidak mendapat hasil baik. Diam diam orang pertama dari Koai kauw jit him ini terkejut juga.

   Baru muridnya saja demikian lihai, apalagi gurunya! Oleh karena itu, la lalu mendesak lebih hebat lagi, sehingga Lan Giok makin sibuk mempertahankan diri.

   Sementara itu, Bucuci yang melihat jalannya pertandingan, menjadi tidak sabar lagi. Kalau saja Biauw Ta tidak mempertahankan sikap jumawa dan bersahabat, tentu dengan keroyokan kedua orang muda itu akan dapat dirobohkan dengan mudah saja.

   Karena ia merasa khawatir kalau kalau guru kedua orang muda itu berada di dekat tempat iiu seperti juga dahulu ketika dua orang muda itu telah ditawan oleh Pat jiu Giam ong dan kemudian ditolong secara tiba tiba oleh Mo bin Sin kun, maka ia lalu meloloskan sepuluh butir besi kelencingan kecil dari baju perangnya.

   Lan Giok dan Thian Giok sedang terdesak hebat dan hanya semangat mereka yang bernyala nyala saja yang membuat mereka masih dapat bertahan. Tiba tiba lima sinar menyambar ke arah Lan Giok dan Thian Giok. Kedua orang muda ini terkejut sekali. Mereka cepat mengelak, akan tetapi sebutir senjata rahasia tetap saja mengenai pundak Thian Giok dan sebutir pula mengenai lengan kanan Lan Giok.
Kedua orang muda itu mengeluarkan seruan kaget dan kesakitan, senjata mereka terlepas dan pada saat itu, Bucuci telah melemparkan sehelai tali sutera yang mengikat kedua kaki mereka dan sekali tarik saja robohlah Lan Giok dan Thian Giok!

   Terdengar suara ketawa Bucuci, disusul oleh makian Lan Giok,

   "Bucuci manusia busuk! Kau berlaku curang."

   Akan tetapi dia dan kakaknya tidak berdaya, karena Bucuci sudah cepat menggerakkan tali sutera itu dan sebentar saja keduanya telah terikat erat erat.

   Biauw Ta dan Biauw Lun dengan muka merah memandang kepada Bucuci,

   "Ciangkun, mengapa kau melakukan hal itu? Sebenarnya tidak perlu, apakah kau mengira kami tak dapat merobohkan mereka tanpa bantuanmu?"

   "Ji wi tak parlu berlaku sungkan sungkan terhadap dua orang pembunuh ini," jawab Bucuci, "mereka ini jahat dan kalau sampai Mo bin Sin kun keburu datang menolong, sukarlah untuk menangkap mereka!"

   Mendengar ini, ketujuh orang Mongol itu terkejut juga. Mereka memang merasa jerih terhadap Mo bin Sin kun yang terkenal ganas dan melihat tingkat kepandaian dua orang muda ini dapat mereka bayangkan betapa lihainya Mo bin Sin kun.

   Orang orang yang tadinya menonton dari jauh di luar restoran ketika melihat dua orang muda itu dinaikkan di atas kuda kemudian delapan orang itu membalapkan kuda pergi dari situ, tiada hentinya membicarakan peristiwa ini. Mereka menaruh simpati kepada dua orang muda itu tetapi siapakah yang berani turun tangan menghalangi mereka?

   Tadinya Bucuci dan rombongannya memang telah kena ditipu oleh Lan Giok dan mereka mengejar rombongan pedagang kuda, tetapi setelah rombongan itu tersusul, Bucuci mengancam dan mendapat keterangan dari pedagang kuda tentang dua orang muda yang menjual empat ekor kuda itu.

   Maka tanpa membuang waktu lagi, Bucuci dan kawan kawannya lalu kembali dan mengejar terus, sehingga akhirnya mereka dapat menyusul juga dan berhasil menangkap Lan Giok dan kakaknya.

   Baiknya luka di lengan Lan Giok dan di pundak Thian Giok tidak hebat. Tetapi mereka benar benar tidak berdaya lagi. Lan Giok duduk di depan Biauw Ta sedangkan Thian Giok di depan Biauw Lun keduanya dalam keadaan terikat oleh tali sutera yang amat kuat dan tak mungkin diputuskan. Kuda mereka dilarikan perlahan lahan, karena selain kuda kuda itu sudah lelah, juga untuk apa tergesa gesa setelah kini dua orang itu sudah tertangkap?.

   Malam tiba ketika mereka sampai di dusun di mana terdapat kelenteng yang menerima titipan barang barang Lan Giok dan Thian Giok. Bucuci dan kawan kawannya bermalam di penginapan satu satunya yang ada di dusun itu.

   Bucuci dan kawan kawannya sudah terlalu lelah, maka mereka segera tertidur. Tetapi panglima ini tidak mengurangi hati hatinya dan penjagaan terhadap dua orang tawanan itu dilakukan secara bergilir.

   Mereka tidur di ruang besar di mana tempat tempat tidur terletak berjajar. Lan Giok dan Thian Giok terbaring di tempat tidur yang ditaruh di tengah tengah, dalam keadaan masih terikat dan orang yang bergilir melakukan penjagaan duduk di dekat mereka.

   Sampai dua kali penjagaan bergilir, dari Biauw Kai, kakaknya lalu diganti oleh orang lain lagi. Kini yang bergilir melakukan penjagaan adalah Biauw Hun, orang ke tiga dari Koai kauw jit him. Berbeda dengan saudara saudaranya, Biauw Hun ini dahulunya adalah seorang yang terkenal mata keranjang.

   Biarpun sekarang usianya sudah lima puluh tahun lebih, namun diam diam ia amat tertarik dan suka kepada Lan Giok Setelah melihat semua saudara saudaranya tertidur, Biauw Hun ingin main main dan mendekati Lan Giok yang tidak dapat memejamkan matanya.

   Sebaliknya Thian Giok juga sudah pulas.

   Biauw Hun dengan cengar cengir seperti monyet, mendekati Lan Giok dan telah mengangkat tangan untuk mencolek pipi gadis itu. Tetapi, tiba tiba dari luar jendela, berkelebat bayangan yang cepat dan demikian ringannya seakan akan hanya asap yang melayang masuk itu. Tahu tahu di depan Biauw Hun telah berdiri seorang pemuda yang sepasang matanya seperti mengeluarkan cahaya berkilat.

   Biauw Hun menjadi terkejut. Pendengarannya sudah terlatih baik, bagaimana ia tidak dapat mendengar kedatangannya ini?

   "Bangaat, siapa kau?" teriaknya.

   Tetapi pemuda itu dengan gerakan yang luar biasa cepatnya telah meraba tali pengikat Lan Giok dan Thian Giok. Dalam sekejap mata saja tali itu putus putus!

   "Ayoh, lari!" orang itu berseru.

   "Bun Sam".!"

   Lan Giok berteriak girang, tetapi Bun Sam tidak memberi ketempatan padanya karena pemuda ini telah membetot tangannya dan juga tangan Thian Giok yang baru saja terbangun oleh suara itu.

   Biauw Hun cepat menubruk maju hendak menyerang Bun Sam, tetapi ia tiba tiba merasa dadanya terpukul dari depan seperti ada tenaga tidak terlihat menahannya. Ia menjadi amat heran, karena pemuda ini sama sekali tidak menggerakkan tangan. Selagi ia terheran heran, Bun Sam yang menggandeng tangan Lan Giok dan Thian Giok, telah membawa mereka melompat keluar jendela dengan cepatnya!

   Seperti telah diketahui, Bun Sam mengejar Lan Giok untuk menanyakan tentang Sian Hwa. Karena ia mengambil jalan lain, maka ia tidak bertemu dengan Lan Giok dan kakaknya.

   Baiknya ia tiba di kota di mana kedua orang muda itu tertangkap dan ketika ia makan di restoran itu, ia mendengar tentang peristiwa penangkapan dua orang muda oleh serombongan orang Mongol.

   Mendengar bahwa dua orang muda itu adalah seorang pemuda dan pemudi berpakaian pria dan muka mereka serupa benar, Bun Sam menjadi terkejut. Tak salah lagi, tentu yang tertawan itu adalah Thian Giok dan Lan Giok. Ia lalu cepat melakukan pengejaran dan betullah dugaannya ketika ia melihat dua orang muda itu dalam tawanan Bucuci dan tujuh orang Mongol yang kelihatannya lihai itu.

   Ia menanti saat yang baik dan pada malam hari itu, ketika Biauw Hun yang ceriwis bergilir menjaga, ia turun tangan Ia hendak menolong mereka, tetapi tidak ingin memperlihatkan kepandaiannya. Mengandalkan ginkangnya yang tinggi, akhirnya Bun Sam berhasil menolong Lan Giok dan Thian Giok lalu membawa mereka melarikan diri.

   Tentu saja menjadi gemparlah Koai kauw jit him dan Bucuci. Delapan orang ini cepat melakukan pengejaran.

   Sebetulnya kalau hanya Bun Sam seorang yang dikejar, mereka takkan mampu menandingi ilmu lari cepat pemuda ini, tetapi karena Bun Sam berlari dengan Thian Giok dan Lan Giok, keadaan menjadi berlainan dan kini para pengejar itu telah dapat menyusul mereka lebih dekat.

   "Kita lawan saja mereka!" kata Lan Giok. "Mengapa harus lari lari seperti orang ketakutan? Dengan Bun Sam di sini, kita menjadi bertiga dan lebih kuat!"

   "Bodoh!" menyela Thian Giok. "Seorang lawan seorang saja kita kalah. Biarpun ada Bun Sam, kita hanya bertiga dan mereka ada delapan orang!, Ayoh percepat lari kita!"

   DIAM DIAM Bun Sam tersenyum geli dan juga ia amat tertarik.

   Kalau seorang lawan seorang saja Lan Giok dan Thian Giok sampai kalah, tentu kepandaian para pengejar itu benar benar hebat. Ingin sekali ia mencoba mereka, tetapi jangan sampai terlihat oleh dua orang muda ini.

   "Kalian sudah lelah, lebih baik kita berpencar saja," katanya. "Lekas kalian berlari menuju ke hutan di depan itu, aku akan membelok ke kanan dan memancing mereka supaya mengejarku."

   "Tetapi....kalau kau tertangkap?" Lan Giok membantah.

   "Aku tidak bermusuhan dengan mereka. Takut apa ditangkap?" jawab Bun Sam.

   Tetapi Lan Giok masih hendak membantah, sehingga Thian Giok cepat menyambar tangannya dan ditarik pergi.

   "Kata kata Bun Sam tadi benar! Dahulupun ia dibebaskan oleh Pat jiu Giam ong. Ayoh lari, mereka sudah dekat!"

   Dengan hati tidak rela, Lan Giok hendak membantah pula.

   "Lan Giok, jangan khawatir, aku akan menyusul kalian telah dapat memancing mereka. Tunggu saja di dalam hutan itu," kata Bun Sam.

   Mendengar ucapan ini, barulah Lan Giok tidak membantah lagi dan kedua orang muda itu berlari secepatnya menuju ke gundukan hitam di sebelah kiri.

   Biarpun tadi Bun Sam menyatakan hendak memancing para pengejar, tetapi setelah melihat Lan Giok dan Thian Giok lari jauh dan hilang ditelan kegelapan malam ia berdiri tenang tenang saja sambil bertolak pinggang menanti delapan orang itu.

   Setelah Bucuci dan kawan kawannya mengejar sampai di situ dan melihat pemuda ini berdiri bertolak pinggang sambil tersenyum senyum, Biauw Hun membentak.

   "Inilah bangsat itu!"

   Ia lalu maju memukul dengan tangan kanannya. Tetapi ia menjadi terkejut sekali karena pemuda itu tiba tiba saja lenyap dari depannya dan tahu tahu telah berada di belakangnya!

   "Ah, jadi kaukah ini?" Bucuci membentak marah sambil memandang kepada Bun Sam.

   "Mau apa lagi kau berani menghalangi aku?"

   Bun Sam menjura dengan hormat.

   "Bucuci ciangkun, aku tidak hendak menghalangi siapa siapa hanya aku tidak tega melihat kedua orang kawanku itu diikat dan ditawan."

   "Dia ini adalah murid Kim Kong Taisu, seorang yang amat jahil dan sudah beberapa kali menggangguku. Sekarang dia tidak memandang kepada cu wi dan berani mencuri dan melepaskan tawanan, sungguh harus dibunuhi" kata Bucuci kepada Biauw Ta.

   Mendengar bahwa pemuda ini adalah murid Kim Kong Taisu, juga melihat cara Bun Sam tadi mengelak dari serangan, Biauw Ta menjadi tertarik.

   Sudah lama ia mendengar nama Kim Kong Taisu sebagai seorang tokoh besar di samping nama nama besar dari Mo bin Sin kun, Lam hai Lo mo, Pat jiu Giam ong dan Bu tek Kiam ong.

   Tadi ia telah dapat mengalahkan murid Mo bin Sin kun dan hatinya merasa puas sekali.
Urusan penangkapan Lan Giok dan Thian Giok baginya tidak ada artinya sama sekali, yang penting adalah kemenangannya dalam pertandingan tadi. Sekarang ia berhadapan dengan murid dari Kim Kong Taisu, mengapa tidak dicobanya?.

   "Hm, anak muda, jadi kau adalah murid Kim Kong Taisu? Pantas saja lihai. Kau telah berani menculik tawanan kami, apakah kau tidak tahu dengan siapa kau berhadapan? Kami ialah Koai kauw jit him, kenalkah kau kepada kami?"

   Memang Bun Sam pernah mendengar nama ini, tetapi ia sengaja menggelengkan kepalanya.

   "Tidak, aku tidak kenal nama itu. Tetapi aku mau bertaruh dengan Koai kauw jit him."

   "Bertaruh? Apa maksudmu?" tanya Biauw Ta.

   "Kita mengadakan pertandingan, kalau kalian kalah, tak usah mengejar ngejar lagi kepada dua orang kawanku tadi."

   "Dan kalau kau yang kalah?"

   Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kalau aku kalah, akan kuberitahukan kepadamu di mana adanya kedua sahabatku itu. Bukankah ini sudah adil namanya?"

   "Bagus, mari kita main main sebentar, hendak kusaksikan sendiri sampai di mana hebatnya ilmu silat yang diajarkan oleh Kim Kong Taisu!" Sambil berkata demikian, Biauw Ta lalu menerjang ke depan.

   Akan tetapi, sekali lagi Bun Sam mengelak dan kini pemuda itu bahkan melarikan diri, kembali ke jalan tadi.

   "Eh, mengapa kau lari?" Biauw Ta berseru sambil mengejar cepat, diikuti oleh kawan kawannya yang tujuh orang.

   "Hendak kulihat betapa cepatnya lari biruang Mongol!" Bun Sam berkata mengejek.

   Marahlah Biauw Ta dan ia bersama saudara saudaranya lalu mengejar dengan cepat, menggunakan ilmu lari cepat yang mereka namakan Hui niau coan in (Burung Terbang Menerjang Mega).

   Memang hebat ilmu lari cepat mereka, tidak kalah oleh ilmu lari cepat Chouw sang hui (Terbang di Atas Rumput) yang dipergunakan oleh murid murid Mo bin Sin kun. Sebentar saja Bucuci sendiri yang sudah memiliki ginkang tinggi dan ilmu lari cepat yang lihai, sudah tertinggal jauh!

   Akan tetapi anehnya, bayangan pemuda yang mereka kejar itu seakan akan merupakan bayangan mereka sendiri ketika tubuh mereka terkena sorot penerangan dari belakang!

   Tetap saja pemuda itu berlari mendahului mereka dengan jarak kira kira lima tombak lebih dan betapapun juga Koai kauw jit him menancap gas dan menahan napas mempercepat larinya tetap saja lawan di depan mereka itu tidak menjadi lebih dekat.

   Yang amat mengagumkan dan mengherankan mereka adalah cara pemuda itu berlari. Jelas kelihatan dari belakang betapa pemuda itu berlari seperti orang berjalan biasa saja, namun kecepatannya demikian hebat. Baru berjalan saja pemuda itu tak dapat mereka susul, apalagi kalau pemuda itu sampai berlari!

   Dan benar saja, Bun Sam mempercepat gerak kakinya dan sebentar saja mereka telah kehilan gan bayangan pemuda ini. Karena Bun Sam mengambil jalan ke arah rumah penginapan mereka, maka Koai kauw jit him terus mengejar dan akhirnya menjadi putus asa karena pemuda itu benar benar tak dapat ditemukan. Mereka menarik napas dengan kecewa sekali. Ingin benar mereka mencoba kepandaian pemuda ini.

   Akan tetapi, ketika Bucuci dengan napas tersengal sengal sudah dapat mengejar mereka sampat di depan rumah penginapan dan mereka bersama memasuki rumah itu, mereka berdiri tertegun dan melongo di pintu ruangan besar.

   Ternyata pemuda ini telah berbaring dan seperti orang tidur kepulasan di atas pembaringan di mana tadi Lan Giok dan Thian Giok terbaring! Pemuda itu tidur dengan muka di sebelah dalam dan punggungnya membelakangi mereka yang baru tiba. Napasnya berat seperti napas orang yang sudah pulas benar benar.

   Bukan main mendongkolnya Bucuci dan kawan kawannya ini. Tadi di luar ia sudah memaki maki ketika mendengar bahwa pemuda itu telah lenyap karena ia menganggap pemuda itu telah menipu dan mempermainkannya.

   Kini melihat pemuda itu lelah tertidur di situ, amarahnya meluap luap dan sekali renggut saja, belasan besi kelenengan telah berada di tangannya. Ia lalu menyambit dengan sekuat tenaga ke arah tubuh pemuda yang berbaring membelakanginya itu.

   Biauw Ta hendak mencegah perbuatan curang ini, tetapi terlambat. Belasan butir besi kelenengan itu telah menyambar amat cepatnya ke arah tubuh Bun Sam yang agaknya sudah pulas itu. Cepat tujuh orang Mongol yang lihai itu memandang dengan mata terbelalak.

   Kalau pemuda itu hanya berpura pura tidur tentu ia akan melompat untuk mengelak dari serangan berbahaya ini. Akan tetapi anehnya, pemuda itu tidak bergerak sama sekali.

   Delapan orang itu makin melongo dan merasa ngeri. Tampak jelas betapa belasan butir besi kecil itu mengenai tubuh pemuda itu dan tidak terpental kembali, seakan akan semua senjata rahasia kecil itu telah menembus pakaian dan kulit, masuk ke dalam daging. Benar benarkah pemuda itu tewas oleh sambitan ini?

   Koai kauw jit him benar benar merasa amat menyesal. Bukan maksud mereka mengalahkan pemuda itu dengan cara yang demikian rendah dan liciknya. Akan tetapi sebaliknya. Bucuci gelak tertawa dengan bangganya. Ternyata sambilannya demikian jitu, sehingga sekali serang saja ia telah dapat menewaskan murid dari Kim Kong Taisu. Ia benci pemuda ini yang telah beberapa kali mengganggunya.
Ketika delapan orang itu melangkah, maju menghampiri tubuh Bun Sam untuk melihat lebih jelas, tiba tiba pemuda itu menggerakkan tubuhnya dan belasan butir besi itu melayang kembali ke arah mereka.

   Inilah serangan pembalasan yang sama sekali tak pernah mereka duga duga.

   Tujuh orang tokoh Mongol itu masih dapat cepat mengelak, tetapi Bucuci kurang cepat, sehingga dua butir besi kecil mengenai dadanya. Baiknya baju perangnya terbuat dari bahan yang tebal dan kuat, terdengar suara nyaring dan dua kelenengan kecil yang terkena hajaran dua butir besi itu menjadi pecah. Kulitnya tidak terluka, namun masih merasa pedas dan panas pada kulit dadanya.

   Bun Sam melompat bangun sambil tertawa tawa dan ternyata pemuda ini sama sekali tidak terluka. Bagaimana mungkin? Bucuci terbelalak matanya karena benar benar ia tidak mengerti mengapa pemuda itu tidak terluka sama sekali. Apakah pemuda ini sekarang pandai ilmu sihir seperti Lam hai Lo mo?

   Hanya Biauw Ta saja yang mengerti dan dapat menduga tepat. Ia tahu bahwa seorang ahli silat yang memiliki lweekang tingkat tinggi dan telah mempelajari dengan sempurna ilmu I kin keng, yakni lweekang tingkat tinggi, sehingga ia dapat membuat kulit tubuhnya keras seperti baja dan lemas seperti sutera, memang mungkin menerima serangan senjata rahasia yang tidak runcing seperti yang dilakukan oleh pemuda tadi.

   Memang kalau Biauw Ta yang melakukan serangan itu, bukan Bucuci yang tenaganya kalau diukur dengan tenaga tingkat yang dimiliki oleh Koai kauw jit him masih terhitung lemah, kiranya pemuda itu takkan berani menggunakan cara itu tadi.

   Bun Sam memang tadi sengaja melarikan diri. Pertama agar mereka ini jauh dari tempat sembunyi Lan Giok dan Thian Giok, ke dua karena ia memang ingin menguji kepandaian mereka, hanya ingin menguji saja, sama sekali tidak ingin bertempur mati matian. Oleh karena itu, tidak enak untuk menguji kepandaian di tempat yang gelap seperti di luar itu.

   "Koai kauw jit him, apakah kalian kira aku melarikan diri? Tidak, sahabat. Sekali aku berjanji, aku takkan pelanggar janji itu. Marilah kita main main dan mencoba kepandaian di tempat ini!"

   Biauw Ta menjura dan memandang kagum.

   "Anak muda, kalau aku tidak menyaksikan sendiri, tak mungkin aku dapat percaya bahwa seorang semuda engkau sudah memiliki kepandaian setinggi itu. Kau patut sekali untuk dilayani bertanding. Marilah!"

   Setelah bertata demikian, Biauw Ta mengeluarkan sian kauw (sepasang senjata kaitan), ia tidak mau membiarkan adik adiknya yang maju, karena ia maklum bahwa pemuda ini kepandaiannya tak boleh disamakan dengan kepandaian murid murid Mo bin Sin kun dan untuk menghadapinya, harus dia sendiri yang maju.

   Bun Sam memang hendak menguji kepandaian tokoh tokoh Mongol itu, maka ia sengaja tidak mau mengeluarkan pedangnya. Ia berdiri dengan tangan kosong menghadapi Biauw Ta dengan sikap tenang sekali.

   "Orang muda, cabutlah pedangmu itu, mari kita bermain main sebentar!"

   "Aku ingin bertempur dengan tangan kosong dulu," jawab Bun Sam. "Sudah lama aku mendengar kehebatan ilmu berkelahi dengan tangan kosong dari Bangsa Mongol."

   Karena ucapan ini merupakan tantangan untuk berpibu dengan tangan kosong, Biauw Ta tentu saja merasa malu untuk menolak. Sesungguhnya, ia memang seorang jago gulat yang ahli dalam ilmu gulat Bangsa Mongol, akan tetapi karena ia merasa lebih pandai dalam permainan senjata kaitan, ia tadi mengeluarkan senjata ini. Sekarang ia lalu melemparkan kaitannya kepada adiknya yang segera menyambutnya dan dengan kedua tangan kosong ia menghadapi Bun Sam.

   Ruangan itu menjadi luas setelah pembaringan pembaringan digeser ke pinggir. Kedua orang itu berhadapan seperti dua ekor ayam jago sedang berlaga. Bun Sam memasang kuda kuda dengan kaki kanan. Kedua tangan di kanan kiri pinggang ditekuk sedikit dengan jari jari tangan terbuka dan ibu jari di telapak tangan.

   Adapun Biauw Ta segera memperlihatkan pasangan kuda kuda ilmu gulat Bangsa Mongol. Tubuhnya membungkuk dengan muka di bawah dan mata mendelik ke depan, kedua tangan dikembangkan di kanan kiri dengan jari jari tangan kaku keras dipentang seperti kuku biruang, kedudukan kaki dalam bentuk Bhe si, yakni terpentang ke kanan kiri dengan lutut ditekuk.

   Melihat pemuda itu membuka kuda kuda dengan Tuli te, kedudukan yang sekaligus mengandalkan kemahiran ginkang, Biauw Ta lalu maju menubruk sambil mengeluarkan seruan keras. Tubrukan seperti ini dapat menangkap dan membikin tidak berdaya seekor harimau.

   Bun Sam menurunkan kaki kirinya dan menggunakan kedua tangan untuk menangkis serangan ini, karena ia memang hendak menguji tenaga lawan. Dua pasang lengan beradu dan terkejutlah Biauw Ta. Ia maklum bahwa dalam hal lweekang, ia kalah jauh, maka cepat jari jari tangannya mencengkeram dan sebelum dapat dihindarkan, ia telah dapat memeluk kedua lengan pemuda itu. Ia hendak menggunakan kecepatan seorang ahli gulat untuk melemparkan pemuda itu di atas kepalanya.

   Akan tetapi ketika ia mengerahkan tenaga, ia merasa seakan akan tubuh pemuda itu menjadi seribu kati lebih beratnya dan tidak terangkat olehnya. Ia mengerahkan tenaga gwa kang untuk melawan keras sama keras. Biarpun dalam hal lweekang, Bun Sam lebih menang, namun tenaga kasar ia takkan dapat menyamai orang Mongol yang bertubuh besar dan bertenaga kuat ini.

   Kalau ia bersitegang, tentu ada bahaya ia akan salah urat, maka tiba tiba terdengar pemuda ini berseru dan tahu tahu pelukan yang kuat dan erat itu telah terlepas. Bagaikan dua ekor belut saja, kedua lengan pemuda itu dapat melesat keluar dari rangkulan yang demikian kuatnya. Inilah Ilmu Jui kut kang (Melemaskan Diri) yang membuat lengannya seakan akan tidak bertulang lagi dan amat licin.

   Sebelum Biauw Ta dapat menyerang lagi, Bun Sam sudah mendahuluinya mendorong dengan kedua tangannya. Biarpun dorongan ini tidak menyentuh dadanya, namun Biauw Ta tetap saja terhuyung mundur sampai lima tangkah Ia menjadi penasaran, menubruk lagi, kini dapat dielakkan oleh Bun Sam dan sebelum ia membalikkan tubuh, pemuda itu sekali lagi telah mendorongnya, kini dari samping dan sekali lagi Biauw Ta terdorong oleh angin yang kuat sekali, sehingga tidak saja terhuyung huyung, bahkan kalau tidak cepat cepat ia melompat, pasti ia akan roboh.

   Bukan main herannya Biauw Ta menghadapi dorongan yang aneh ini. Ia tidak tahu bahwa ilmu pukulan ini sebetulnya adalah Soan hong pek lek jiu yang Bun Sam pelajari dari Mo bin Sin kun. Kedua murid Mo bin Sin kun, yaitu Lan Giok dan Thian Giok, mahir pula melakukan ilmu pukulan ini, tetapi tidak sehebat Bun Sam, karena pemuda ini telah memperoleh kemajuan pesat di bawah pimpinan Bu tek Kiam ong.
Biauw Ta merasa khawatir kalau kalau ia akan roboh di tangan pemuda ini, maka ia lalu melompat ke pinggir dan mengambil sepasang kaitannya yang tadi dipegang oleh adiknya.

   Dengan muka merah ia menghadapi Bun Sam lalu berkata,

   "Orang muda, marilah kau mencoba siang kauw ini. Cabut pedangmu!"

   Akan tetapi Bun Sam hanya tersenyum dan berkata, "Tak usah berpedang, silahkan kau menyerang dengan senjatamu!"

   Biuw Ta tak terkirakan marahnya. Ia merasa dipandang rendah, maka tanpa banyak cakap ia lalu menyerang dengan sepasang kaitannya. Kaitan kiri berak ke atas dan menyamber ke arah mata Bun Sam dengan gerakan mencokel mata lawan, sebenarnya gerakan ini hanya untuk memecah perhatian Bun Sam belaka karena yang lebih berbahaya adalah kaitan di tangan kanan yang bergerak ke arah lambung pemuda itu.

   Gerakan ini disebut Meraba Bunga Mencuri Buah dan amat berbahaya. Tetapi gerakan Bun Sam lebih luar biasa lagi dan juga lebih cepat. Pemuda ini menggerakkan tangan kanannya dan sebelum kaitan yang menuju ke matanya itu datang dekat, ia lelah menempel dengan jari tangannya lalu didorong ke bawah dan tepat menangkis kaitan lawan sebelah kanan.

   Terdengar suara keras sekali dan Biauw Ta terkejut bukan main, kedua tangannya tergetar sebagai akibat dari beradunya sepasang senjatanya sendiri. Dan hebatnya, pada saat itu, jari tangan Bun Sam sudah meluncur ke arah lehernya untuk menotok jalan darah.

   Biauw Ta cepat melompat ke belakang untuk menghindarkan bahaya ini, lalu kakinya menendang ke depan untuk menyambut tubuh lawan yang masih hendak menerjangnya, dibarengi dengan dua kaitannya yang menyambar dari kanan dan kiri dengan gerakan menggunting.

   Tetapi, tiba tiba tubuh Bun Sam lenyap dari depannya dan tahu tahu ia merasa ada angin menyambar dari atas kepalanya. Ia tahu bahwa itulah lawannya yang tadi dengan kecepatan luar biasa telah melompat ke atas, maka tanpa melihat lagi ia lalu mengayun sepasang kaitannya ke atas kepala.

   Tidak tahunya, dengan gerakan kedua kakinya di udara, Bun Sam telah dapat berjungkir balik dan kini berada di belakang tubuh lawannya. Secepat kilat kedua tangannya bekerja menotok dua pundak Biauw Ta.

   Ketua Koai kauw jit him ini merasa sepasang lengannya menjadi kejang. Ia mengarahkan tenaga dalam dan memaksakan dirinya, sehingga jalan darahnya pulih kembali, tetapi ia tidak dapat menahan ketika cepat sekali Bun Sam merampas sepasang kaitan itu dari belakang, Biauw Ta cepat membalikkan tubuh, matanya menjadi merah dan hidungnya berkembang kempis. Ia merasa telah dipermainkan.

   Akan tetapi, Bun San menjura dan mengulurkan tangan yang memegang siang kauw itu. Ia mengembalikan senjata itu kepada lawannya sambil berkata,

   "Maaf, aku telah berlaku lancang mengambil siang kauw yang tanpa kau sengaja telah kau lepaskan dari tangan."

   Biauw Ta membetot kembali siang kauwnya dan dengan geram lalu menyerang lagi. Memang adat orang Mongol ini keras dan tidak mau kalah. Apalagi dia adalah seorang yang ternama besar di utara, bagaimana ia dapat menyerah kalah terhadap seorang anak muda yang masih hijau ini? Ia tidak mau percaya bahwa ia akan kalah dan menganggap bahwa tadi ia telah berlaku terlalu sembrono.

   Bun Sam cepat mengelak dan berkata,

   "Mengapa Koai kauw jit him yang jumlahnya tujuh orang itu hanya maju seorang saja? Aku tadi menantang pibu kepada Koai kauw jit him, maka silahkan kalian maju bersama. Eh, ya, aku lupa. Masih ada panglima Bucuci yang sebetulnya tidak masuk hitungan. Akan tetapi kalau mau boleh juga, tiada halangan!"

   Sambil berseru keras, enam orang Mongol yang lain serentak maju dan menggerakkan siang kauw mereka yang bermacam macam bentuknya itu.

   Tetapi, biarpun mereka rata rata lihai sekali dan senjata kaitan itu bermacam macam bentuknya, cara mereka bersilat tidak berbeda banyak dan pada dasarnya sama, yakni seperti gerakan beruang yang ganas dan bertenaga besar.

   Menghadapi tujuh orang yang lihai dengan kaitan mereka yang istimewa ini, Bun Sam terkejut dan merasa bahwa dengan bertangan kosong saja ia tak mungkin dapat menang.

   Cepat ia mencabut pedang yang tergantung di punggungnya. Sinar putih bagaikan kilat menyambar menyilaukan mata ketika pedang ini tercabut keluar dan terdengar seruan Bucuci.

   "Ah, itu adalah Pek lek kiam yang tercuri dari istana! Ah, bangsat kecil, maling rendah, jadi kaukah yang mencurinya?"

   Bun Sam tersenyum dan sekali ia menggerak dan Pek lek kiam, senjata senjata lawannya tertangkis dan terdengar suara keras sekali, ternyata sekali tangkis saja ada dua kaitan yang ujungnya patah oleh pedang pusaka itu. Kagetlah tujuh orang Mongol itu dan mereka bersama melompat mundur.

   Kesempatan ini dipergunakan oleh Bun Sam untuk menjawab kata kata Bucuci "Tenang, Bucici ciangkun, jangan terburu nafsu. Pedang ini bukan aku yang mencuri, bahkan aku hendak mengembalikan ke istana!"

   Sementara itu, melihat betapa lihainya pedang bersinar putih itu dan betapa pemuda itu dapat memainkannya secara luar biasa sekali, Biauw Ta lalu memberi aba aba dalam Bahasa Mongol dan tujuh orang Mongol itu lalu mengurung Bun Sam dari jauh, dua tombak dari pemuda itu.

   Lalu mereka berjalan perlahan bagaikan beruang beruang berjalan mengitari pemuda ini, sebentar dari kanan ke kiri dan baru setengah putaran, tiba tiba berbalik lagi dari kiri ke kanan. Kadang kadang lambat, seperti setengah merangkak, kadang kadang cepat setengah berlari.

   Inilah siasat yang paling lihai dari Koai kauw jit him.

   Dahulu ketika guru mereka sedang berburu biruang, di dekat kutub utara ia menyaksikan pertarungan yang luar biasa sekali antara tujuh ekor biruang es mengeroyok seekor anjing laut yang luar biasa besarnya di atas pulau es.

   Anjing laut itu jantan dan selain besarnya luar biasa, juga memiliki tenaga yang hebat dan kecepatan gerakan yang membuat tujuh ekor biruang itu tak berdaya. Baru saja dekat, ekor anjing laut itu telah dapat menyambar dan berkali kali tujuh ekor biruang itu terkena sabetan ekor ini sampai jatuh tunggang langgang.

   Baiknya mereka bertubuh kuat dan dapat bangun kembali.

   Setelah pengeroyokan berlangsung ramai dan lama, tetapi tetap saja tujuh ekor biruang itu tak dapat mengalahkan lawannya, tiba tiba biruang biruang itu lalu mengurung anjing laut itu dari jauh dan mulailah mereka berputar putaran secara teratur sekali.

   Guru Koai kauw jit him itu memperhatikan dengan seksama dan akhirnya ia dapat melihat betapa biruang biruang itu dengan cara ini dapat membunuh anjing laut itu. Semenjak peristiwa ini, dia lalu menciptakan ilmu silat yang sesungguhnya lebih tepat disebut ilmu perang dan dinamainya Jit him tin (Barisan Tujuh Biruang).

   Oleh karena ini pula, maka ia sengaja memilih tujuh orang murid, yakni yang sekarang mendapat julukan Koai kauw jit him. Kini, menghadapi Bun Sam yang memegang pedang pusaka, Bauw Ta lalu mengatur barisan Jit him tin yang luar biasa itu. Ini adalah suatu tindakan yang luar biasa, karena kalau tidak terpaksa sekali, mereda tidak akan mengeluarkan ilmu serangan ini.

   Bun Sam memandang dengan bingung ketika melihat gerakan mereka. Ia berlaku hati hati dan tidak mau menyerang, karena gerakan mereka itu masih merupakan teka teki baginya. Ia tidak tahu dari mana akan datang serangan lawan dan bagaimana perkembangannya pula.

   Oleh karena itu melihat betapa mereka bertujuh tidak turun tangan dan hanya berlari larian, terpaksa iapun berdiri memandang dengan penuh perhatian dan urat uratnya menegang, siap menanti datangnya gempuran.

   Setelah berjalan lama, tujuh orang pengeroyoknya belum juga menyerang. Bun Sam menjadi makin bingung. Melihat tujuh orang berlari larian mengelilingi tubuhnya, membuat matanya menjadi pedas dan kepalanya pening.

   Ia tahu bahwa inilah kesalahannya dan ini pula merupakan sebuah daripada kelihaian siasat mereka itu. Maka iapun lalu menggerakkan kakinya dan berlari berputar putran dalam kurungan itu, mengikuti gerakan mereka!

   Akan tetapi, sampai lelah ia berlari lari, tetap saja barisan tujuh biruang ini tidak mau bergerak menyerang, masih saja berlarian dengan cara bolak balik, sebentar ke kanan sebentar ke kiri.

   Karena perobahan gerak, mereka ini tiba tiba, Bun Sam tentu saja harus merobah dengan tiba tiba pula dan hal ini membuatnya cepat lelah dan seluruh perhatiannya terpengaruh oleh gerakan tujuh orang itu.

   Akhirnya ia sadar dan mengerti bahwa letak kelihaian Jit him tin ini tentu dalam pertahanan dan tujuh orang lawannya itu tentu menanti sampai ia turun tangan menyerang baru mereka akan bergerak, ia maklum bahwa dalam ilmu silat, menyerang berarti membuka lowongan bagi lawan yang berarti merugikan diri sendiri, maka ia lalu mengambil keputusan untuk tidak menyerang lebih dulu.

   Tiba tiba tujuh orang Mongol yang juga merasa heran mengapa pemuda itu tidak mau menyerang menjadi lebih heran ketika melihat Bun Sam mencabut pula pedang lemas yang tersembunyi di dalam bajunya dan berkelebatlah sinar kuning keemasan ketika Kim kong kiam terhunus keluar.

   Kemudian pemuda itu duduk di tengah tengah, bersila meramkan mata, sama sekali tidak memperdulikan tujuh orang lawannya yang masih berlari larian mengitarinya. Pedang Kim kong kiam berada di tangan kiri sedangkan pedang Pek lek kiam berada di tangan kanan.
Bun Sam memicingkan mata untuk mencurahkan pikirannya. Ia bermaksud memecahkan barisan tujuh biruang ini dan akhirnya ia mendapat akal. Ia akan menanti sampai ia diserang, kemudian dengan sebatang pedang menahan serangan enam lawan, dengan pedang ke dua ia boleh mendesak yang seorang agar kepungan itu dapat dibobolkan.

   Kalau saja ia tidak membiarkan dirinya terkurung, ia sanggup menghadapi keroyokan tujuh biruang ini tanpa khawatir akan dikalahkan.

   (Lanjut ke Jilid 22)
Pedang Sinar Emas/Kim Kong Kiam (Serial Pedang Sinar Emas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 22
Akan tetapi, Koai kauw jit him ternyata tidak bodoh dan tidak mau menyerang, biarpun pemuda itu sudah meramkan matanya.

   Mereka masih saja mengelilingi pemuda itu, tetapi kini tidak lari lagi, melainkan berjalan kaki dengan langkah teratur dan selalu dalam keadaan pemasangan kuda kuda yang kokoh kuat.

   Bun Sam meletakkan sepasang pedangnya di depan kedua kakinya dan kini ia berpangku tangan dalam keadaan siulian, napasnya teratur dan ia tidak bergerak sedikitpun juga!.

   Melihat keadaan ini, Biauw Kai yang tiba di belakang pemuda itu, menganggap bahwa itulah kesempatan terbaik untuk menyerang pemuda ini. Maka tanpa banyak cakap, tiba tiba ia lalu menggerakkan sepasang kaitannya menyerang Bun Sam dari belakang! Biauw Ta berseru,

   "Jangan menyerang!" tetapi terlambat, sepasang kaitan itu telah menyambar, yang kiri ke arah punggung, yang kanan ke arah kepala. Cepat sekali gerakan serangan ini, tetapi lebih hebatlah gerakan Bun Sam. Tahu tahu tubuh pemuda ini telah mencelat ke kiri, pedang Pek lek kiam menjadi sinar putih yang menangkis kaitan itu adapun pedang Kim kong kiam menjadi sinar emas yang meluncur cepat mendesak orang yang berada di depannya, yakni Biauw Hun atau orang ke tiga dari Koauw kauw jit him!

   Terdengar suara keras dan kaitan kiri dari Biauw Kai terbabat putus oleh Pek lek kiam. Sedangkan Biauw Hun terkejut sekali atas penyerangan tiba tiba ini. Ia melangkah maju ke kiri dan belakangnya, yakni Biauw Lun dan Biauw Siong, menggantikannya menangkis serangan Kim Long kiam. Memang demikian sifat Jit him tin ini, yang diserang oleh lawan ditolong oleh saudara di kanan kirinya, sedangkan yang diserang itu setelah mendapat pertolongan, lalu membalas serangan lawan. Biauw Hun juga segera mengarahkan kaitannya ke dada Bun Sam dengan serangan mautnya.

   Pemuda ini telah memikirkan jalan pemecahan, maka melihat tangkisan Biauw Lun dan Biauw Siong, ia hanya memutar Pek lek kiam untuk menggempur mereka atau lebih tepat untuk menjaga diri dari serangan dua orang itu, sedangkan Kim kong kiam di tangannya terus mendesak Biauw Hun dengan hebatnya. Sebentar saja enam pasang kaitan menyerang kalang kabut, akan tetapi dengan permainan Ilmu Pedang Tee coan Liok kiam sut bagian ke lima, yakni bagian pertahanan, Pek tek kiam di tangannya berkelebat kian ke mari dan semua kaitan dapat ditangkisnya dengan tepat sekali.

   Adapun Kim kong kiam di tangannya terus mendesak Biauw Hun yang menjadi repot sekali. Karena penyerangan Bun Sam yang satu jurusan saja ini, maka pecahlah kepungan itu dan barisan Jit him tin tidak dapat jalan lagi! Kini Bun Sam berada di tengah tengah keroyokan biasa yang tidak teratur dan kacau balau, hanya mengandalkan kekuatan para pengeroyok masing masing, jauh sekali bedanya dengan penyerangan Jit him tin yang amat teratur tadi.

   Setelah tidak dikurung dengan siasat Jit him tin, dengan enaknya Bun Sam menghadapi mereka. Ilmu Pedang Tee coan Liok kiam sut dapat ia mainkan dengan sebaiknya dan kini baralah terlihat kehebatan ilmu pedang ini. Koai kauw jit him audah berpuluh tahun menghadapi lawan lawan yang tangguh dan telah banyak melihat ilmu pedang, akan tetapi ilmu pedang yang dimainkan oleh Bun Sam ini benar benar luar biasa sekali.

   Pemuda itu telah menyimpan kembali Pek lek kiam, pedang istana yang tadi ia pinjam untuk melindungi diri dan sekarang ia hanya bersenjatakan Kim kong kiam saja. Akan tetapi pedang ini telah berubah menjadi sinar emas yang berkilauan dan yang menyambar nyambar bagaikan seekor naga sakti.

   Bun Sam memang sengaja hendak mencoba kehebatan ilmu pedangnya yang baru dipelajarinya dari Bu tek Kiam ong. Kini melihat hasilnya, ia menjadi girang sekali dan dengan penuh semangat ia mainkan jurus ke sepuluh dari bagian ke dua, yang disebut gerakan Liong ong lo thian (Raja Naga Mengacau Langit).

   Gulungan sinar pedang yang berwarna keemasan itu tiba tiba berobah menjadi sinar tajam berkelebatan dari atas ke bawah dan terdengar seruan kaget susul menyusul. Sebentar saja, empatbelas batang kaitan itu lelah terlempar semua ke kanan kiri.

   Bun Sam mengeluarkan suara ketawa puas, kemudian sekali berkelebat, bayangan pemuda itu lenyap di dalam gelap, hanya terdengar suaranya,

   "Koai kauw jit him, selamat tinggal."

   Tujuh orang tokoh Mongol itu saling pandang dengan wajah pucat. Belum pernah mereka mengalami kekalahan yang demikian mutlak dan mengherankan. Akhirnya dengan menarik napas panjang Biauw Ta berkata kepada Bucuci yang berdiri dengan bengong,

   "Apakah ciangkun masih membutuhkan bantuan kami setelah melihat betapa rendahnya kepandaian kami?"

   Bucuci bingung untuk menjawab. Memang hebat kepandaian pemuda tadi, tetapi ia memang membutuhkan sebanyak banyaknya bantuan orang pandai, maka buru buru ia berkata,

   "Pemuda tadi agaknya menggunakan ilmu sihir. Buktinya ia tidak mampus terkena senjata rahasiaku. Harap jit wi jangan kecil hati. Lain kali kita membuat perhitungan dengan dia."
Biauw Ta tersenyum tawar.

   "Dia tadi memang benar benar lihai, entah siapa yang mendidiknya sampai begitu hebat. Kim Kong Taisu sendiri agaknya tidak sehebat itu ilmu pedangnya. Kalau ciangkun masih mengharapkan bantuan kami, hanya ada satu syarat yakni harap kau jangan menceritakan kepada, siapapun juga tentang kekalahan kami yang memalukan ini."

   Bucuci mengangguk, ia mengerti. Memang kalau terdengar oleh orang lain, nama Koai kauw jit him yang demikian terkenal akan rusak.

   Dengan hati kecewa, delapan orang ini pada keesokan harinya pagi pagi benar meninggalkan tempat itu pulang ke kota raja.

   Bun Sam berlari cepat menuju ke hutan di mana Lan Giok dan Thian Giok menunggunya. Akan tetapi, di tengah jalan ia bertemu dengan muda mudi kembar itu yang agaknya akan menyusulnya.

   "Eh, mengapa kalian keluar dari hutan?" tegur Bun Sam.

   "Kau seorang diri menghadapi tujuh lawan lihai ditambah Panglima Bucuci, apakah kau menyuruh kami enak enak saja menjadi umpan nyamuk di hutan?" Lan Giok membalas bertanya.

   "Adikku ini gelisah terus menerus karena khawatir kalau kalau kau celaka di tangan Koai kauw jit him," kata Thian Giok sambil mengerling kepada adiknya penuh godaan.

   "Tak perlu khawatir lagi, mereka telah pergi jauh, mungkin kembali ke kota raja. Aku telah berhasil memancing dan menipu mereka," kata Bun Sam.

   Tiba tiba Lan Giok menjadi gembira dan sambil menghampiri Bun Sam, ia bertanya,
"Engko Bun Sam, bagaimana kau berhasil memancing mereka? Ceritakan padaku."

   Gadis ini tiba tiba menyebut engko dan melihat sikapnya begitu wajar, Bun Sam tersenyum. Benar benar seorang gadis yang berwatak gembira, pikirnya.
"Aku berlari ke jurusan yang berlawanan dengan tempat kalian sembunyi,"

   Bun Sam mengarang cerita bohong,

   "akan tetapi tentu saja aku menunggu sampai mereka melihat aku. Kemudian ia terputar putar dan mengajak mereka main kucing kucingan di dalam hutan di kaki bukit, lalu aku berlari kembali ke tempat tadi, terus menuju ke kota raja. Mereka mengejar terus dan setelah aku bersembunyi di dalam rumpun alang alang di pinggir jalan, mereka masih saja terus mengejar ke kota raja, lewat di dekat tempat sembunyiku sambil menyumpah nyumpah."

   Lan Giok tersenyum geli.

   "Ah, alangkah senangnya kalau aku dapat melihat dengan kedua mata sendiri."

   "Kalian ini hendak ke manakah?" Bun Sam pura pura bertanya sungguhpun ia tahu baik bahwa mereka sedang menuju pulang ke Sian hwa sian.

   "Kami hendak pulang ke Sian hwa san dan kau sendiri, selama tiga tahun ini menghilang ke mana sajakah? Beberapa kali ayah mencarimu, bahkan telah menyusul ke Oei san, tetapi kau tidak berada di sana. Suhumu, Kim Kong Taisu, menurut ayah juga mencarimu, juga guruku mencari cari di mana mana. Kini tahu tahu kau muncul di sini, sebenarnya ke mana saja selama ini, engko Bun Sam?" tanya Lan Giok.

   Ketika itu fajar telah menyingsing dan sebelum Bun Sam menjawab, Thian Giok mendahuluinya berkata,

   "Perutku telah lapar sekali. Apakah tidak lebih baik kita mencari rumah makan di dusun depan itu, baru kemudian kita makan sambil bercakap cakap?"

   Lan Giok mencela kakaknya,

   "Begitu telingamu mendengar suara ayam hutan berkokok, perutmu otomatis berkeruyuk pula. Hem, benar benar menjemukan."

   Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Pandai kau bicara, hendak kulihat kalau sebentar aku makan, kau makan atau tidak." Thian Giok membalas menggoda.

   Bun Sam tersenyum menyaksikan saudara kembar ini bercekcok. Iapun lalu membetulkan usul Thian Giok. Kembali Lan Giok diserang oleh kakaknya,

   "Kau dengar itu? Bun Sam tentu setuju dengan pendapatku. Pertemuan ini tentu saja menggirangkan hati, tetapi, menghadapi makanan dan arak, bukankah lebih menggembira kan lagi?"

   "Kamu orang laki laki yang diingat hanya makanan dan arak selalu," kata gadis itu cemberut, tetapi ia tidak mengomel lebih jauh dan mengikuti Thian Giok berlari menuju ke dusun yang genteng genteng rumahnya sudah nampak dari tempat itu.

   Karena masih pagi benar, mereka hanya bisa mendapatkan restoran yang menjual roti dan minuman hangat, akan tetapi itu sudah cukup bagi mereka. Ternyata betul kata kata Thian Giok, karena begitu menghadapi makanan, Lan Giok mendahului mereka dan makan sekenyang kenyangnya.

   Dua orang muda itu memandang gadis ini dengan senyum ditahan.

   Kemudian dengan gembira mereka lalu bercakap cakap, saling menuturkan pengalaman mereka. Akan tetapi Bun Sam tidak menceritakan bahwa ia telah menjadi murid Bu tek Kiam ong dan bahwa dia telah menolong mereka dari tangan Kui To dan Liem Swee, melainkan bercerita bahwa selama ini ia merantau dan mengalami banyak sekali peristiwa hebat.

   Setelah Thian Giok dan adiknya menuturkan pengalaman dan perjalanan mereka yang amat dipuji oleh Bun Sam, pemuda ini lalu bertanya,

   "Tadi kau bilang bahwa Yap suheng, suhuku dan guru kalian semua mencariku. Ada apakah orang orang tua itu mencari padaku?"

   Ditanya demikian ini, merahlah wajah Lan Giok dan ia tidak dapat menjawab. Thian Giok yang menjawab dengan suara bernada menggoda,

   "Kau dicari untuk membicarakan urutan perjodohan Bun Sam"

   "Apa"?" mata pemuda ini terbelalak.

   "Engko Thian Giok, mulutmu ini benar benar lancang sekali!" sela Lan Giok, kemudian ia berkata kepada Bun Sam, "Jangan kaudengar kata katanya yang ngacau itu, urusan perjodohan, kita orang orang muda mana tahu? Mungkin sekali mereka mencarimu karena sudah lama tidak bertemu. Oleh karena itu, marilah kau ikut dengan kami ke Sian hwa san untuk bertemu dengan ayah dan guruku."

   

Pemberontakan Taipeng Eps 10 Pemberontakan Taipeng Eps 9 Pemberontakan Taipeng Eps 4

Cari Blog Ini