Kisah Si Naga Langit 21
Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Bagian 21
Sementara itu, Han Si Tiong dan Liang Hong Yi girang bukan main ketika pada saat kematian sudah di depan mata, ada dua orang penolong muncul dan menangkis serangan maut tiga orang lawan mereka itu. Mereka berdua segera mengenal gadis yang mengaku bernama Sie Pek Hong namun sesungguhnya puteri Kaisar Kin itu, yang muncul bersama seorang laki-laki berkumis dan berjenggot tebal. Akan tetapi ketika mereka melihat dengan penuh perhatian, mereka segera mengenal bahwa orang berkumis dan berjenggot itu bukan lain adalah Thian Liong. Tentu saja mereka menjadi girang sekali, akan tetapi melihat betapa pemuda itu menyamar, mereka tidak mau memanggil namanya.
Sementara itu, Pek Hong Nio-cu yang sudah marah sekali, tanpa banyak cakap lagi sudah bergerak ke depan, menerjang Hwa Hwa Cin-jin dengan serangan pedangnya. Juga Thian Liong sudah memutar pedangnya menyerang dua orang Siang Mo-ko. Serangan Thian Liong demikian hebatnya sehingga terdengar suara berdencing nyaring ketika dua orang itu menangkis pedang Thian-liong-kiam.
"Cringggg......!" Dua orang itu terhuyung dan kini pedang dan golok mereka patah di bagian tengahnya. Dua kali Thian Liong menendang dan dua orang kakak beradik seperguruan itu tak mampu menghindarkan diri lagi sehingga mereka terguling roboh. Mereka merangkak bangun dan melihat betapa Hwa Hwa Cin jin juga repot menghadapi serangan gadis cantik itu, mereka berdua segera berseru.
"Cin-jin, lari! Kita mencari bantuan!"
Mendengar ini. Hwa Hwa Cin-jin maklum bahwa keadaannya berbahaya sekali, maka diapun melarikan diri bersama dua orang Siang Mo-ko untuk mencari bantuan.
Melihat tiga orang itu melarikan diri dan berteriak bahwa mereka akan mencari bala bantuan, Han Si Tiong berbisik kepada isterinya.
"Cepat ajak mereka lari ke rumah Kwee-ciangkun!"
Liang Hong Yi maklum akan maksud suaminya. Mereka lari menghampiri dua orang muda itu dan Han Si Tiong memegang tangan Tian Liong sedangkan Liang Hong Yi memegang tangan Pek Hong, lalu menarik mereka untuk cepat berlari memasuki lorong kecil.
"Cepat lari bersama kami sebelum mereka kembali membawa pasukan!"
Thian Liong dan Pek Hong maklum akan maksud mereka dan menurut saja. Tak lama kemudian mereka memasuki sebuah pintu kecil yang merupakan pintu belakang gedung tempat tinggal Panglima Kwee Gi. Pintu kecil ini merupakan pintu untuk para pelayan kalau hendak bepergian ke luar gedung untuk suatu keperluan.
Han Si Tiong dan isterinya masih hapal akan keadaan rumah ini, maka tanpa ragu-ragu mereka memasuki pintu kecil itu dan menutupkannya kembali. Dua orang pelayan wanita yang berada di bagian belakang rumah itu terkejut sekali melihat masuknya empat orang dari pintu itu.
Mereka hendak menjerit, akan tetapi cepat sekali Pek Hong dan Liang Hong Yi menangkap dan menutup mulut mereka dengan tangan.
"Jangan berteriak! Kami bukan orang jahat. Kami adalah sahabat Kwee-ciangkun yang membutuhkan perlindungan karena dikejar orang-orangnya Perdana Menteri Chin Kui. Cepat bawa kami ke dalam bertemu dengan Kwee-ciangkun atau Kwee-hujin (Nyonya Kwee}!" kata Liang Hong Yi.
Dua orang pembantu itu masih ketakutan. Pada saat itu dari dalam muncul seorang pemuda yang tinggi besar dan tampan, berusia sekitar duapuluh tahun.
"He, ada apa ini? Siapa kalian berempat?" Pemuda yang bukan lain adalah Kwee Cun Ki itu membentak dan meraba gagang pedangnya.
"Kwee-kongcu...... mereka ini menerobos masuk...... mengaku sahabat Thai-ciangkun (panglima besar)......" seorang di antara dua pelayan itu berkata gagap.
Mendengar ini Han Si Tiong cepat berkata.
"Ah, Kwee-kongcu? Engkau ini tentu Kwee Cun Ki, bukan?"
Liang Hong Yi juga berseru girang,
"Benar, dia pasti Cun Ki! Cun Ki, lupakah engkau kepada kami? Ini adalah pamanmu Han Si Tiong dan aku"""
"Ah, engkau bibi Liang Hong Yi! Paman Han, bagaimana saya dapat mengenal paman kalau sekarang berjenggot dan berkumis seperti ini?" Cun Ki berseru girang, lalu memandang kepada Thian Liong dan Pek Hong.
"Dan mereka ini siapa, paman?"
"Cun Ki, nanti saja kita bicara dan kuperkenalkan. Sekarang cepat ajak kami menemui ayah ibumu. Kami dikejar-kejar kaki tangan Chin Kui!"
"Ah, marilah, paman!" kata pemuda itu dan dia mendahului mereka memasuki gedung meninggalkan para pembantu rumah tangga yang merasa lega bahwa tuan muda mereka mengenal baik para pendatang itu.
Kebetulan sekali Panglima Kwee Gi dan isterinya berada di rumah. Mereka sedang duduk di ruangan dalam ketika tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan putera mereka, Kwee Cun Ki menerobos masuk diikuti empat orang asing. Kwee-ciangkun bangkit berdiri dengan terkejut dan heran. Dia tidak segera mengenal sahabat baiknya itu.
"Ayah, ibu, lihat siapa yang datang berkunjung! Paman Han Si Tiong dan bibi Liang Hong Yi!"
Barulah suami isteri itu mengenali suami isteri yang menjadi sahabat baik mereka dan yang sudah belasan tahun tidak pernah mereka temui dan tidak mereka ketahui di mana tempat tinggalnya itu.
"Han-siauwte (adik Han)......!"
"Kwee-twako (kakak Kwee)......!"
Dua orang sahabat itu saling menghampiri dan mereka segera berangkulan. Juga Liang Hong Yi berangkulan dengan nyonya Kwee. Setelah menumpahkan rasa rindu dan girang hati mereka, empat orang tamu itu dipersilakan duduk.
"Han-siauwte, siapakah orang muda dan nona ini?" tanya Kwee-ciangkun sambil memandang kepada Thian Liong dan Pek Hong.
"Nanti dulu, Kwee-twako. Sebelumnya ketahuilah bahwa kami berempat tadi diserang oleh orang-orangnya Chin Kui. Mereka lari memanggil bala bantuan dan kami cepat melarikan diri ke sini! Mungkin mereka akan mengejar dan mencari sampai ke sini!"
Kwee-ciangkun mengerutkan alisnya dan mengangguk-angguk.
"Jangan khawatir, Han-siauwte. Kalian bersembunyilah dalam ruangan rahasia, biar diantar oleh isteriku. Aku akan keluar untuk menemui mereka!"
Kwee-hujin (Nyonya Kwee) lalu mengajak empat orang itu ke ruangan belakang. Di dekat dapur, nyonya itu menggerakkan sebuah patung yang berada di atas meja dan dinding ruangan itu tiba-tiba terangkat naik dan mereka lalu memasuki pintu rahasia itu. Setelah tiba di dalam, dinding itu menutup kembali.
Ternyata ruangan di balik dinding ini cukup luas dan Kwee-hujin mempersilakan empat orang itu duduk mengelilingi sebuah meja besar dan iapun bercakap-cakap dengan Liang Hong Yi.
Sementara itu Kwee-ciangkun keluar dari gedung dan dia bertemu dengan pasukan yang dipimpin Hwa Hwa Cin-jin dan Siang Mo-ko. Dia mengenal tiga orang ini sebagai jagoan-jagoan Perdana Menteri Chin Kui.
"Eh, Totiang hendak ke manakah membawa pasukan ini?" tanya Kwee-ciangkun.
Para jagoan Perdana Menteri Chin Kui itu mempunyai tugas rahasia dan tentu saja mereka tidak ingin tugas itu diketahui oleh orang lain, apalagi diketahui seorang panglima kerajaan.
"Kami diutus Chin-taijin (Pembesar Chin) untuk mencari penjahat-penjahat. Mereka merupakan dua pasang lelaki perempuan yang masih muda dan setengah tua. Kalau anak buah Kwee-ciangkun ada yang melihatnya, harap cepat memberitahukan kami," jawab Hwa Hwa Cin-jin.
"Ah, begitukah? Baik totiang, akan kupesan kepada anak buahku!"
Mereka berpisah. Pasukan itu melanjutkan pencarian mereka dan Kwee-ciangkun kembali ke rumahnya. Setelah tiba di rumah, cepat dia memasuki ruangan rahasia itu di mana isteri dan empat orang tamunya telah menunggu.
"Benar saja, Han-siauwte. Tiga orang jagoan kaki tangan Chin Kui itu membawa tiga losin orang perajurit mencari kalian berempat. Sebaiknya kalian berdiam di sini dan jangan keluar sampai keadaan di luar aman."
Setelah Kwee-ciangkun duduk menghadapi meja, Han Si Tiong memperkenalkan.
"Twako perkenalkan. Pemuda ini bernama Souw Thian Liong dan nona ini bernama...... Sie Pek Hong. Mereka berdua sehaluan dengan kita, menentang kelaliman Chin Kui. Tadi kami berdua diserang oleh tiga orang jagoan kaki tangan Chin Kui itu. Kami nyaris celaka. Untung muncul mereka berdua ini sehingga para penyerang itu melarikan diri. Sebelum mereka kembali membawa pasukan, aku mengajak mereka lari ke sini." Setelah berkata demikian, Han Si Tiong menoleh kepada Thian Liong dan Pek Hong.
"Souw-sicu dan Sie-siocia, perkenalkan. Tuan rumah kita ini adalah Panglima Kwee Gi dan Nyonya Kwee, dan pemuda gagah ini adalah putera mereka, Kwee Cun Ki."
Thian Liong mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat, diikuti oleh Pek Hong.
"Maafkan kalau kami berdua mengganggu ketenteraman keluarga ciang-kun," kata Thian Liong dengan sikap hormat.
"Ah, sama sekali tidak mengganggu, Souw-sicu," kata Kwee-ciangkun yang lalu memandang kepada Han Si Tiong.
"Han-siauwte, bagaimana asal mulanya maka engkau dan isterimu, setelah menghilang selama belasan tahun, tiba-tiba muncul di kota raja dan diserang oleh kaki tangan Perdana Menteri Chin Kui?"
"Ceritanya panjang, twako," Han Si Tiong mulai bercerita.
"Twako berdua tentu tahu bahwa semenjak pulang dari perbatasan dan mendapat kenyataan betapa bibi Lu-ma terbunuh dan anak kami diculik orang, kami meletakkan jabatan dan meninggalkan kota raja. Selama bertahun-tahun kami mencoba untuk mencari anak kami, namun semua usaha kami sia-sia sehingga akhirnya kami tinggal di tempat sunyi, di sebuah dusun dekat See-ouw (Telaga Barat). Kami sudah putus asa untuk dapat menemukan Bi Lan, anak kami yang hilang itu"""
"Kami tidak tahu apakah anak kami itu masih hidup ataukah......" sambung Liang Hong Yi dengan suara gemetar karena sedihnya.
"Paman dan bibi! Adik Han Bi Lan masih hidup!" tiba-tiba Cun Ki berseru, nada suaranya gembira.
Dua pasang mata itu terbelalak. Han Si Tiong dan Liang Hong Yi bangkit berdiri dengan wajah berubah merah. Air mata bercucuran dari kedua mata Liang Hong Yi dan sepasang mata Han Si Tiong juga menjadi basah.
"Cun Ki, apa...... apa...... maksudmu......?" tanya Han Si Tiong gagap, seolah tidak percaya akan apa yang didengarnya tadi.
"Cun Ki berkata benar, siauw-te. Bi Lan masih hidup, sehat bahkan kini ia menjadi seorang gadis yang lihai sekali!" kata Kwee-ciangkun.
Han Si Tiong melompat dan memegang kedua lengan sahabatnya dengan erat, sedangkan Liang Hong Yi sudah menubruk dan merangkul Nyonya Kwee sambil menangis sesenggukan. Rasa bahagia yang terlalu besar memukul perasaan mereka, mendatangkan keharuan yang mendalam.
"Ceritakan, twako, ceritakan tentang Bi Lan!"
"Tolong, Kwee-twako...... cepat katakan ...... di mana anakku Bi Lan sekarang......?" kata pula Liang Hong Yi di antara tangisnya.
Pek Hong bangkit dan menghampiri Liang Hong Yi yang masih merangkul nyonya Kwee sambil menangis. Dengan lembut ia menarik pundak wanita yang menangis itu,
"Tenangkanlah hatimu, bibi."
"Benar, paman Han dan bibi, harap tenang dan duduklah. Tentu Kwee-ciangkun akan segera menceritakan tentang puteri paman dan bibi itu," kata pula Thian Liong.
Suami isteri itu menyadari keadaan mereka. Mereka duduk kembali dan Han Si Tiong berkata,
"Twako dan so-so (isteri kakak), maafkanlah kelemahan kami."
Kwee Gi tersenyum.
"Tidak mengapa, siauw-te, kami dapat memaklumi perasaan kalian yang dilanda kegirangan dan keharuan. Kurang lebih dua bulan yang lalu, puteri kalian Han Bi Lan memang datang di kota raja ini dan ia sempat membikin geger kota raja."
"Apa yang telah dilakukan anakku, Kwee-twako?" tanya Liang Hong Yi.
"Ia datang ke kota raja untuk mencari kalian di rumah kalian yang dulu. Akan tetapi rumah itu kini telah menjadi tempat kediaman Jenderal Ciang Sun Bo dan ketika Bi Lan datang berkunjung, Jenderal Ciang mengaku sebagai sahabat kalian dan menerima Bi Lan dengan ramah."
"Huh, mana mungkin Jenderal Ciang yang jahat itu menjadi sahabat kami? Dia bohong!" kata Liang Hong Yi gemas.
"Memang dia berbohong, akan tetapi tentu saja Bi Lan tidak tahu akan hal itu, maka dia menerima dengan senang hati ketika keluarga Ciang itu menjamunya dengan pesta makan. Ketika makan minum, mereka menaruh racun ke dalam anggurnya untuk membuat Bi Lan terbius dan pingsan......"
"Jahanam! Kubunuh itu Jenderal Ciang keparat!" Liang Hong Yi membentak dan mengepal tinju.
Pek Hong tersenyum geli. Nyonya itu wataknya seperti ia, paling benci melihat kelicikan orang.
"Harap bibi tenang karena melihat wajah Kwee-ciangkun, kukira akhir ceritanya tidak begitu mengkhawatirkan."
Kwee Gi tersenyum.
"Penglihatan Nona Sie tajam sekali. Memang benar, harap Han-siauwte berdua tidak menjadi gelisah dulu. Bi Lan tidak akan dapat bertemu dengan kami kalau dia sampai celaka di tangan mereka. Ia memang jatuh pingsan dan ia sempat dipondong oleh Ciang Ban ke dalam kamarnya. Akan tetapi Bi Lan ternyata cerdik bukan main. Ia telah merasa curiga, maka ia hanya pura-pura saja pingsan. Ia murid seorang ahli racun, maka ia tentu saja tidak mudah diracuni orang. Setelah tiba di kamar, melihat Ciang Ban bermaksud keji kepadanya, ia lalu membunuh Ciang Ban. Jenderal Ciang Sun Bo dan Lui-ciangkun, pembantunya yang mengeroyok Bi Lan, dibunuh pula oleh puteri kalian itu, dan Hwa Hwa Cin-jin berhasil lolos."
"Hebat! Bagus sekali. Ah, Bi Lan anakku......!" Liang Hong Yi berseru dan ia menangis lagi, penuh kegembiraan dan kebanggaan! Juga Han Si Tiong meneteskan air mata karena girang dan bangga.
Sama sekali tak pernah dibayangkan bahwa puteri mereka, anak tunggal mereka yang hilang itu, kini masih hidup dan menjadi seorang pendekar wanita yang amat lihai!
"Bi Lan lalu dikepung banyak perajurit. Ia mengamuk dan merobohkan banyak perajurit dan lolos dari rumah Jenderal Ciang. Ia dikejar banyak perajurit dan sebentar saja pasukan dikerahkan untuk mengejarnya. Aku mendengar dari para penyelidikku bahwa yang membunuh Jenderal Ciang dan puteranya, juga membunuh Perwira Lui To dan banyak perajurit, adalah Han Bi Lan, puteri kalian. Mendengar ini, aku terkejut dan cepat aku keluar. Beruntung sekali aku bertemu dengan Bi Lan di lorong sepi dan aku segera memperkenalkan diri dan mengajaknya sembunyi di rumah kami ini."
"Ah, lagi-lagi engkau yang telah menolong, twako. Pertama engkau menyelamatkan Bi Lan dan hari ini engkau menyelamatkan kami!" kata Han Si Tiong terharu.
"Hemm, itulah gunanya persahabatan, siauwte. Kalau bukan sahabat yang saling menolong, lalu siapa? Biar kulanjutkan ceritaku tentang Bi Lan. Ia bersembunyi di sini selama seminggu dan selama itu ia menceritakan semua pengalamannya sejak ia diculik oleh Toat-beng Coa-ong Ouw Kan. Ouw Kan datang ke rumah kalian di sini lalu membunuh Lu-ma dan menculik Bi Lan. Di tengah perjalanannya melarikan Bi Lan, Ouw Kan bertemu dengan Jit Kong Lhama, datuk persilatan dari Tibet dan pendeta Lhama ini merampas Bi Lan setelah mengalahkan Ouw Kan. Sejak saat itu, Bi Lan menjadi murid Jit Kong Lhama sampai sebelas tahun lamanya. Ia mempelajari ilmu-ilmu silat, sihir dan juga tentang racun dari Jit Kong Lhama sehingga menjadi lihai sekali. Ia tinggal selama itu di sebuah puncak dari pegunungan Kun-lun-san dan katanya akhir-akhir ini iapun menjadi murid Kun-lun-pai."
"Ahh, anak kita menjadi seorang yang lihai! Terima kasih kepada Thian (Tuhan) ......!" kata Liang Hong Yi.
"Akan tetapi ke manakah Bi Lan pergi setelah meninggalkan rumahmu ini, twako?" tanya Han Si Tiong.
Kwee Gi menghela napas panjang.
"Kami tidak tahu, siauw-te. Kami menyelundupkan ia keluar kota raja setelah tinggal di sini selama satu minggu. Ia tidak mengatakan ke mana akan pergi. Sebetulnya kami bermaksud menahannya di sini karena kami mempunyai niat untuk...... menjodohkan Bi Lan dengan putera kami Cun Ki ini."
"Ohhh...... kami akan senang sekali dan setuju sekali!" seru Liang Hong Yi.
"Ya, tentu saja kalau Bi Lan juga menyetujui," sambung Han Si Tiong sambil memandang kepada Kwee Cun Ki.
Pemuda ini tampan dan tampak gagah perkasa, cukup membanggakan kalau dapat menjadi mantu. Mendengar percakapan tentang perjodohannya dengan Bi Lan, gadis yang dikaguminya dan yang membangkitkan rasa cintanya itu, Cun Ki hanya tersenyum, dalam hatinya merasa girang mendengar betapa ayah ibu Bi Lan tidak keberatan kalau dia berjodoh dengan Bi Lan. Bahkan ibu gadis itu menyetujui.
"Nah, sekarang ceritakan kepada kami tentang perjalananmu sampai ke sini, Han-siauwte," tanya Kwee Gi.
Han Si Tiong memandang kepada Thian Liong dan Pek Hong, lalu menjawab.
"Kwee-twako, sebetulnya kedetangan kami berdua di kota raja ini erat hubungannya dengan dua orang muda, Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong ini. Belum lama ini, tempat tinggal kami diketahui oleh Toat-beng Coa-ong Ouw Kan, datuk yang membunuh Bibi Lu-ma dan menculik Bi Lan itu. Karena dia gagal membunuh kami, bahkan gagal pula menculik Bi Lan, dia malu bertemu dengan Kaisar Kin yang mengutusnya membunuh kami. Kaisar Kin merasa sakit hati mendengar betapa puteranya, Pangeran Cu Si, tewas oleh kami dalam pertempuran di perbatasan dahulu. Maka, Ouw Kan selama ini terus mencari kami dan akhirnya dia menemukan kami di dekat Telaga Barat. Kami nyaris tewas oleh datuk yang amat sakti itu, akan tetapi kebetulan Souw-sicu dan Sie-siocia ini muncul dan menolong kami, mengusir Ouw Kan yang melarikan diri. Kemudian kami saling bercerita dan kami berdua mendengar bahwa Souw-sicu sedang dikejar-kejar pasukan kerajaan yang harus menangkap atau membunuhnya karena dia dituduh sebagai seorang pengkhianat yang menjadi kaki tangan Kerajaan Kin. Padahal dia sama sekali tidak berkhianat, bahkan dia hendak menentang Perdana Menteri Chin Kui. Tentu Chin Kui yang melempar fitnah dan membujuk Sri Baginda agar mengeluarkan perintah menangkap Souw-sicu dengan tuduhan pengkhianat. Nah, karena kami yakin bahwa dia bukan pengkhianat, maka kami sengaja datang ke sini untuk minta bantuan twako mencari jalan untuk menyakinkan Sri Baginda bahwa Souw Thian Liong bukan pengkhianat dan tidak menjadi kaki tangan Kerajaan Kin seperti yang dituduhkan."
Panglima Kwee Gi kini memandang kepada Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong bergantian dengan sinar mata penuh selidik.
"Souw-sicu dan Sie-siocia, kami tidak mengenal kalian, akan tetapi setelah mendengar cerita Han-siauwte kami percaya sepenuhnya kepada kalian berdua. Kalau sekiranya kami dapat membantumu agar terlepas dari tuduhan itu, kami akan senang sekali membantu. Akan tetapi tentu saja kami harus mendengar penjelasan darimu apa yang sebenarnya telah terjadi sehingga kalian dituduh sebagai pengkhianat dan kaki tangan Kerajaan Kin."
Thian Liong mengerutkan alisnya. Diapun belum mengenal orang macam apa adanya Kwee Gi ini, maka dia menoleh dan memandang kepada Han Si Tiong dengan sinar mata bertanya. Han Si Tiong dapat memaklumi perasaan pemuda itu, maka diapun berkata.
"Souw-sicu, engkau dan nona Sie telah mempercayai kami suami isteri dan kalau kalian kini mempercayai Panglima Kwee Gi, kami yang menanggung bahwa kepercayaanmu itu tidak keliru."
Mendengar ucapan Han Si Tiong itu, Thian Liong kini memandang kepada Sie Pek Hong. Gadis ini tersenyum dan berkata.
"Liong-ko, aku juga dapat melihat dan merasa bahwa Paman Kwee Gi adalah seorang yang baik dan bijaksana, aku tidak keberatan kalau engkau menceritakan segalanya kepadanya."
Lega hati Thian Liong mendengar ini. Dia lalu memandang kepada Panglima Kwee dan berkata,
"Kwee-ciangkun......"
"Nanti dulu, tadi nona ini sudah memberi contoh baik, menyebut Paman Kwee kepadaku. Sebaiknya engkaupun menyebut kami paman dan bibi saja, Souw Thian Liong."
Senang hati Thian Liong melihat sikap dan mendengar ucapan yang ramah itu.
"Baiklah, Paman Kwee. Saya akan berterus terang kepada paman dan bibi, seperti kami juga telah berterus terang kepada Paman dan Bibi Han. Semula, saya melakukan perjalanan ke utara untuk ......" Dia berhenti karena dia tidak tahu atau belum ingin menceritakan bahwa dia mencari gadis pencuri kitab yang kini dia ketahui adalah Han Bi Lan, puteri Han Si Tiong. Tidak enak rasanya terhadap suami isteri Han itu kalau dia menceritakan bahwa anak gadis mereka adalah seorang pencuri!
"Maksud saya...... saya melakukan perjalanan merantau ke utara untuk meluaskan pengalaman dan dalam perjalanan itu saya berkenalan dengan ia ini yang menghajar para pembesar Kerajaan Kin yang menindas rakyat. Saya mengenalnya sebagai Pek Hong Nio-cu, yaitu nama julukannya sebagai seorang pendekar wanita pembela kebenaran dan keadilan. Kemudian saya baru mengetahui bahwa Pek Hong Nio-cu yang sekarang menggunakan nama Han yaitu Sie Pek Hong ini bukan lain adalah Puteri Moguhai, puteri Kaisar Kerajaan Kin."
"Ahh......!" Panglima Kwee dan isterinya berseru kaget. Siapa orangnya yang tidak akan kaget mendengar bahwa gadis yang kini berada di rumah mereka itu ternyata adalah puteri Kaisar Kin? Mereka berdua kini memandang kepada "puteri" itu dengan heran bercampur kagum.
Akan tetapi Pek Hong Nio-cu yang menjadi perhatian hanya tersenyum manis! Melihat betapa pandang mata, suami isteri itu kini agak berbeda, pandang mata yang menghormat, ia lalu berkata ramah.
"Paman dan Bibi Kwee. Keadaan diriku ini harap paman berdua rahasiakan. Anggap saja aku ini gadis Han bernama Sie Pek Hong dan sebut saja namaku Pek Hong. Dengan demikian paman berdua telah membantu penyamaranku dan aku berterima kasih sekali kepadamu."
Suami isteri itu saling pandang lalu pecah ketawa Panglima Kwee.
"Ha-ha-ha, luar biasa sekali! Seperti dongeng saja! Hebat, engkau hebat sekali dan kami sungguh merasa kagum sekali padamu, Pek Hong!"
"Dan kepadamu juga aku minta hal yang sama, koko Kwee Cun Ki," kata Pek Hong kepada pemuda tinggi besar itu. Cun Ki tersipu dan diapun mengangguk.
"Baik, percayalah kepadaku. Aku bukan seseorang yang suka panjang mulut, Hong-moi."
Thian Liong tersenyum.
"Nah, Hong-moi, agaknya kita berada di antara keluarga yang bijaksana dan patut dihormati."
Pek Hong mengangguk dan Han Si Tiong tertawa pula.
"Ha-ha-ha! Kepercayaan kalian berdua tidak sia-sia. Aku jamin bahwa kalian akan aman berada di dalam rumah Kwee-toako."
Kwee Gi tersenyum.
"Sudahlah, cukup semua pujian itu. Sekarang, lanjutkan ceritamu, Thian Liong!"
"Setelah kami berdua berkenalan, kami sempat tertawan oleh orang-orang yang sedang hendak memberontak kepada Kerajaan Kin. Untung kami dapat lolos." Dia tidak menceritakan tentang pertotongan yang dilakukan suhunya yang menurut Pek Hong adalah Paman Sie.
"Kami mengetahui rahasia pemberontakan itu yang diatur oleh Pangeran Hiu Kit Bong yang bersekongkol dengan Perdana Menteri Chin Kui yang diwakili oleh seorang pemuda bernama Cia Song. Kami berdua menentang pemberontakan itu dan berhasil mengundang pasukan yang berjaga di barat sehingga akhirnya pemberontakan itu dapat ditumpas. Sayang bahwa Cia Song, utusan Perdana Menteri Chin Kui itu dapat lolos dan agaknya dia yang melapor kepada Chin Kui dan mereka melempar fitnah kepada diriku sehingga aku dijadikan orang buronan pemerintah Sung. Aku memang membantu pemerintah Kerajaan Kin, akan tetapi membantu dari ancaman pemberontak yang bersekutu dengan Perdana Menteri Chin Kui."
"Hemm, aku mulai mengerti duduknya perkara. Dan Pek Hong, kenapa engkau meninggalkan...... istana dan ikut Thian Liong ke sini, padahal di sini bahaya mengancammu?"
Pek Hong tersenyum.
"Liong-ko telah membantuku menyelamatkan kerajaan ayah, karena itu, aku ingin membalas budinya dan ingin membantu dia menyelamatkan Kerajaan Sung dari tangan Chin Kui yang kotor. Mengingat bahwa Chin Kui bersekutu dengan pemberontak di Kerajaan Kin, berarti dia juga musuhku, bukan? Dan ayahku, Raja Kin, juga menyetujui kepergianku ikut Liong-ko ke selatan."
"Kalau begitu kita harus berbuat sesuatu untuk membersihkan namamu, Thian Liong. Kalau tidak, engkau akan menjadi buronan pemerintah dan hidupmu tidak akan aman lagi."
"Akan tetapi bagaimana caranya, Kwee-toako? Kalau hanya Chin Kui yang mengerahkan orang-orangnya untuk menangkap atau membunuh Thian Liong, hal itu tidak terlalu berbahaya dan juga tentu saja dapat dilawan. Akan tetapi kalau pengejaran itu atas perintah Sri Baginda, tentu seluruh negeri akan mengawasi Thian Liong dan kalau dia melawan pasukan pemerintah, tentu dia akan dituduh sebagai pemberontak," kata Han Si Tiong.
"Tidak ada jalan lain kiranya kecuali satu, ialah membunuh si jahat Chin Kui!" kata Pek Hong.
Liang Hong Yi berseru,
"Tepat! Memang jahanam itu harus dibunuh karena dialah biang keladi semua kekacauan ini!"
Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Panglima Kwee Gi menggeleng kepala sambil tersenyum melihat dua orang wanita yang bersikap galak seperti harimau betina itu.
"Tidak begitu mudah membunuh perdana menteri itu. Selain dia selalu dikawal oleh banyak jagoan yang tangguh, juga dia mempunyai pasukan pengawal khusus yang jumlahnya sampai seratus orang dan ke manapun dia pergi selalu terlindung. Selain itu, aku mendengar bahhwa di dalam gedungnya yang seperti istana itu dipasangi banyak alat rahasia sehingga tidak mudah mencari tempat persembunyiannya."
"Kalau begitu kita tunggu sampai dia keluar dari gedungnya dan kita menyergapnya!" kata pula Pek Hong.
"Kalau dia dilindungi seratus orang pengawal, kukira Paman Kwee tentu dapat mengerahkan pasukan yang lebih besar, mengingat paman menjadi komandan pasukan keamanan kota raja!"
Kembali Panglima Kwee tersenyum dan menggeleng kepala walaupun dia kagum akan semangat yang demikian hebat dari puteri Raja Kin itu.
"Hal itu tidak mungkin dilakukan, Pek Hong. Waktu ini, pengaruh Chin Kui terhadap Kaisar amat besar dan dia dipercaya penuh sehingga kalau kita mengerahkan pasukan dan membunuhnya, jelas kita akan dianggap sebagai pemberontak terhadap kerajaan. Hal ini bahkan akan membuat keadaan menjadi semakin buruk dan merugikan bagi kita."
Kwee Cun Ki yang sejak tadi hanya mendengarkan saja, kini ikut merasa penasaran dan bertanya,
"Wah, kalau begitu, apa yang dapat kita lakukan, ayah?"
"Ya, apa yang harus kami lakukan sekarang, Kwee-twako?" tanya pula Han Si Tiong. Semua orang memandang kepada Kwee Gi, menanti jawabannya karena semua orang bingung dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, kalau jalan jang diusulkan Pek Hong tadi sama sekali tidak boleh dilakukan.
Panglima Kwee mengerutkan alisnya yang tebal, kemudian setelah berpikir sejenak, dia berkata.
"Kupikir sekaranglah saatnya yang tepat untuk bertindak. Aku sudah mengumpulkan semua rekan pejabat yang sehaluan untuk menentang Chin Kui, dan semua panglima yang sehaluan sudah pula mempersiapkan pasukan masing-masing untuk melawan kalau kalau Chin Kui mempergunakan kekerasan dan mengerahkan pasukan yang mendukungnya."
"Dan apa yang dapat kami berempat lakukan untuk membantu?" tanya pula Thian Liong.
"Dua hari lagi akan ada persidangan dan pada waktu mana para pejabat tinggi dan panglima datang menghadap Kaisar. Selama dua hari ini, aku akan dapat mematangkan persiapan kami, akan kuajak semua rekan untuk berunding. Kemudian, setelah saatnya menghadap Kaisar tiba, kalian berempat, Han-siauwte dan isterimu, Thian Liong, dan Pek Hong ikut bersamaku menghadap Kaisar."
"Heh?? Ini sama saja dengan menyerahkan diri! Liong-ko sedang diburu pemerintah, kalau dia ikut menghadap Kaisar, bukankah itu berarti dia menyerahkan diri dan akan ditangkap?" seru Pek Hong terkejut.
"Memang, dan menyerahkan diri itu menunjukkan bahwa Thian Liong bukan pengkhianat yang hendak memberontak. Di depan Kaisar nanti aku yang akan menjelaskan persoalannya ketika dia membantu Kaisar Kin menghadapi pemberontakan yang bersekutu dengan Chin Kui. Justru fitnah terhadap Thian Liong itu akan kupergunakan untuk membongkar persekutuan Chin Kui dengan Pangeran Hiu Kit Bong yang memberontak kepada Kaisar Kin. Dan semua rekan sehaluan yang hadir akan mendukung laporanku kepada Kaisar."
"Akan tetapi Perdana Menteri Chin Kui akan membantah dan memutar-balikkan fakta, dan di antara para pejabat yang menghadap tentu banyak pula kaki tangannya yang akan mendukung semua laporannya," kata Liang Hong Yi.
"Benar sekali, hal itu sudah kami perhitungkan."
"Akan tetapi kalau Kaisar lebih mempercayai Chin Kui yang sudah menguasainya, tentu Kaisar akan membenarkan perdana menteri itu dan Liong-ko akan ditangkap dan dihukum!" protes Pek Hong.
"Kami sudah memperhitungkan demikian. Kalau benar seperti yang kaukhawatirkan, Pek Hong, mungkin Thian Liong dan engkau hanya akan ditahan dulu di penjara istana. Aku mengenal watak Kaisar. Sesungguhnya beliau seorang bijaksana, hanya dipengaruhi Chin Kui. Kalau terjadi pertentangan pendapat di antara para pejabat tinggi tentu dia tidak akan tergesa-gesa menghukum kalian, melainkan menahan dulu untuk dipertimbangkan lagi dan diselidiki oleh Kaisar. Dan untuk sementara, tidak ada tempat yang lebih aman bagi kalian berdua, atau mungkin berempat dengan Han-siauwte dan isterinya kalau omongan Chin Kui herhasil dipercaya Kaisar. Setidaknya di sana kalian tidak akan dikejar-kejar lagi."
"Akan tetapi, kalau kami dipenjara, tentu mudah bagi Chin Kui untuk membinasakan kami!" lagi-lagi Pek Hong memprotes.
"Jangan khawatir, Pek Hong. Kami sudah memperhitungkan segala kemungkinan itu. Ketahuilah bahwa kepala penjara istana adalah orang kita sendiri, sehaluan dengan kita, menentang Chin Kui. Maka kalau kalian ditahan di dalam penjara istana, aku yakin kalian akan diperlakukan dengan baik dan keselamatan kalian terjamin."
"Lalu, kalau hal itu terjadi dan kami berempat ditahan dalam penjara, kemudian selanjutnya bagaimana, Kwee-twako?" tanya Han Si Tiong.
"Aku berpendapat bahwa engkau dan isterimu tidak akan dapat difitnah Chin Kui, Hian-te. Kalian hanya dimusuhi Chin Kui karena sebagai bekas bawahan mendiang Jenderal Gak Hui kalian dianggap berbahaya. Akan tetapi kalian tidak dipersalahkan pemerintah, bahkan kalian sudah berjasa ketika balatentara Sung melawan pasukan Kin di perbatasan. Kalian ikut kuhadirkan di depan Kaisar hanya untuk menjadi saksi betapa Chin Kui berniat jahat, hendak membunuh kalian yang telah berjasa kepada negara. Setelah, andaikata, benar-benar Thian Liong ditahan, tidak usah khawatir. Selain kepala penjara istana merupakan orang kita sendiri, juga kami akan berusaha menyadarkan Kaisar dan siap bertindak kalau Chin Kui mempergunakan kekerasan. Pendeknya, sekarang saatnya bagi kita untuk melakukan perlawanan habis-habisan terhadap Perdana Menteri Chin Kui."
"Baiklah, Paman Kwee. Saya siap paman bawa menghadap Kaisar!" kata Thian Liong penuh semangat. Dia teringat akan pesan gurunya agar dia membela Kerajaan Sung dari pengaruh dan kekuasaan Perdana Menteri Chin Kui.
"Akupun siap!" kata Pek Hong penuh semangat.
Empat orang yang dicari dam diburu kaki tangan Perdana Menteri Chin Kui itu tinggal di ruangan rahasia gedung Panglima Kwee sampai dua hari. Selama itu Kwee-ciangkun mengadakan persiapan yang matang dengan para rekannya. Mereka semua mempersiapkan laporan dalam usaha mereka menjatuhkan Perdana Menteri Chin Kui di depan Kaisar.
Ruangan persidangan dalam istana Kaisar Sung Kao Tsung itu luas sekali. Biarpun puluhan orang yang menduduki jabatan tinggi dan merupakan orang-orang penting di Kerajaan Sung pada pagi hari itu berdiri menanti munculnya Kaisar Sung Kao Tsung, namun ruangan itu masih tampak lega karena ruangan itu akan mampu menampung ratusan orang! Para pejabat militer dan sipil sudah berdiri menanti dan mereka tidak berani berisik, berdiri diam menanti dengan sabar. Di sekeliling ruangan itu tampak para perajurit pengawal istana berjaga, ada dua losin pasukan tombak dan dua losin pasukan golok. Sebagian besar berjaga di luar ruangan.
Panglima Kwee berdiri di depan dan di samping kirinya berdiri Han Si Tiong, Liang Hong Yi, Souw Thian Liong, dan Sie Pek Hong. Pek Hong memandang ke kanan kiri, memperhatikan ruangan sidang itu, agaknya membandingkan dengan ruangan sidang di istana ayahnya. Para pejabat tinggi yang menjadi rekan Panglima Kwee, tidak merasa heran melihat kehadiran empat orang pengikut Panglima Kwee ini. Akan tetapi mereka yang menjadi sekutu Perdana Menteri Chin Kui, memandang dengan curiga dan mereka itu saling berbisik-bisik lirih.
Tak lama kemudian suara pelapor terdengar lantang memenuhi ruangan itu.
"Yang Mulia Kaisar telah tiba......!!"
Suara itu seolah merupakan komando karena semua orang yang berdiri di ruangan itu, menghadap singasana, segera menjatuhkan diri berlutut dengan khidmat. Pek Kong juga ikut berlutut karena ia sudah biasa dengan adegan macam ini. Hanya biasanya, ia berdiri di samping ayahnya, tidak ikut menghadap dan berlutut seperti ini.
Rombongan kecil itupun melangkah perlahan, masuk ke ruangan dari pintu besar di samping singasana. Kaisar Sung Kao Tsung berjalan perlahan dengan pakaian gemerlapan, sikapnya anggun dan dia tersenyum melihat para pejabat berlutut. Di belakangnya berjalan seorang laki-laki berusia sekitar enampuluh dua tahun, akan tetapi tampak jauh lebih tua daripada usianya. Wajahnya penuh keriput dan rambutnya sudah putih semua. Aan tetapi pakaiannya mewah sekali, tidak kalah oleh pakaian yang dikenakan kaisar dan dan pandang mata maupun senyum di wajahnya yang kurus itu tampak jelas keangkuhannya dan kelicikannya.
Itulah Perdana Menteri Chin Kui yang seperti biasanya dalam persidangan, selalu menghadap Kaisar lebih dulu dengan alasan memberi laporan lengkap lebih dulu sebelum kaisar dihadap semua pejabat tinggi. Di belakang Perdana Menteri Chin Kui tampak beberapa orang thai-kam (orang kebiri atau sida-sida) yang menjadi pelayan pribadi kaisar dan paling belakang berjalan selosin orang perajurit pengawal pribadi kaisar. Begitu kaisar duduk di atas singasana, semua pejabat tinggi yang menghadap segera berseru dengan suara berbareng.
"Ban-swe...... ban-ban-swe......! (Panjang umur selaksa tahun!)''
Kaisar Sung Kao Tsung memberi isyarat dengan tangan kanannya, dan seorang thai-kam pelayan pribadi yang bertugas mengumumkan isyarat kaisar lalu berseru lantang.
"Para pejabat dipersilakan duduk!"
Dalam persidangan umum, Para pejabat tetap berdiri, akan tetapi kalau yang bersidang itu para pejabat tinggi, maka disediakan tempat duduk untuk mereka. Peraturan ini ditentukan kaisar mengingat bahwa dalam persidangan para pembantu utamanya itu terkadang makan waktu lama sehingga mereka akan kelelahan kalau harus berdiri terus.
Para penghadap itu lalu mengambil tempat duduk masing-masing, dan tempat duduk mereka itu sudah ditentukan. Maka, Han Si Tiong, Liang Hong Yi, Souw Thian Liong, dan Sie Pek Hong tentu saja tidak kebagian tempat duduk dan mereka lalu berlutut di dekat tempat duduk Panglima Kwee. Karena semua orang duduk dan hanya empat orang itu berlutut, maka mereka menjadi pusat perhatian.
Baru sekarang Perdana Menteri Chin Kui melihat mereka. Dia tidak mengenal Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong, akan tetapi dia mengenal Han Si Tiong dan isterinya, walaupun bekas perwira itu kini memelihara kumis dan jenggot.
Tentu saja perdana menteri itu terkejut dan marah bukan main, juga heran, akan tetapi dia tidak berani membuat ribut di situ karena yang memusuhi suami isteri itu adalah dia sendiri, dan kaisar bahkan tidak tahu tentang suami isteri bekas pembantu mendiang Jenderal Gak Hui itu.
Kaisar Sung Kao Tsung juga segera melihat empat orang yang berlutut itu maka diapun merasa heran. Melihat betapa empat orang yang berlutut dekat dengan Kwee Gi, maka kaisar lalu bertanya kepadanya.
"Kwee-ciangkun, siapa empat orang yang berlutut itu?"
"Ampunkan hamba, Sri Baginda Yang Mulia, hamba telah berani menghadapkan mereka berempat kepada paduka di luar perintah paduka. Suami isteri ini adalah Han Si Tiong dan Liang Hong Yi yang pada duabelas tahun yang lalu pernah menjadi pimpinan Pasukan Halilintar yang telah berjasa memerangi balatentara Kin di perbatasan."
Kaisar Sung Kao Tsung mengangguk-angguk dan tersenyum.
"Hemm, rasanya pernah kami mendengar tentang pasukan Halilintar yang gagah berani itu. Dan dua orang muda ini, siapakah mereka?"
"Sri Baginda Yang Mulia, pemuda dan gadis ini bernama Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong......"
"Wah, celaka!" tiba-tiba Perdana Menteri Chin Kui memotong.
"Sri Baginda, pemuda inilah pengkhianat itu, antek Kerajaan Kin yang sudah hamba laporkan kepada paduka. Inilah orang buruan kita, berani benar memasuki ruangan ini, tentu berniat jahat terhadap paduka. Pengawal, tangkap pemuda itu!"
Kwee-ciang-kun cepat berlutut dan berkata,
"Ampun Yang Mulia, hamba yang menanggung bahwa Souw Thian Liong tidak akan berbuat jahat di sini."
"Wah, ini jelas komplotan!" Chin Kui berteriak-teriak.
"Yang Mulia, mohon paduka berhati-hati, agaknya Kwee-ciangkun sudah bersekongkol dengan pengkhianat ini dan dengan suami isteri bekas anak buah Jenderal Gak Hui, tentu dengan niat untuk menjatuhkan Paduka dan merebut kedudukan mahkota raja!" Chin Kui menudingkan tangannya kepada Kwee Gi dan empat orang yang berlutut.
"Para pengawal cepat tangkap lima orang itu sebelum mereka menyerang Sri Baginda!"
Akan tetapi pada saat itu, lima orang panglima dan lima orang pembesar sipil turun dari kursi mereka dan maju lalu berlutut menghadap kaisar.
"Sri Baginda Yang Mulia," kata seorang pembesar sipil, Menteri Kebudayaan, yang sudah tua dan dihormati kaisar, berkata mewakili sembilan orang rekannya.
"Hamba para abdi setia paduka bertanggung jawab kalau Kwee-ciangkun mempunyai niat jahat atau memberontak. Mohon paduka sudi mendengarkan dulu semua penjelasan sebelum menjatuhkan perintah menangkap mereka. Hamba semua hanya merupakan abdi paduka yang setia dan yang selalu menjaga keselamatan paduka dan Kerajaan Sung."
"Wah, ini pengkhianatan besar! Mereka semua merupakan persekutuan pemberontak! Sri Baginda, sebelum terlambat, mereka harus ditangkap dari dihukum gantung!" teriak Perdana Menteri Chin Kui.
Akan tetapi Kaisar Sung Kao Tsu, biarpun amat percaya dan sudah berada dalam pengaruh perdana menterinya yang dia anggap amat setia dan pandai, meragukan ucapan itu sekali ini.
"Kami kira mereka tidak akan memberontak. Bukan begini sikap orang-orang yang hendak memberontak. Biar kami memeriksa mereka."
Mendengar ucapan kaisar, itu, Kwee-ciangkun dan rekan-rekannya tampak bergembira, akan tetapi Perdana Menteri Chin Kui mengerutkan alisnya dan wajahnya tampak muram dan penasaran sekali. Akan tetapi dia tidak takut karena merasa betapa kaisar tentu lebih percaya kepadanya daripada kepada yang lain, apa lagi mengingat betapa kuat kedudukannya.
Kaisar Sung Kao Tsu memandang Thian Liong dengan tajam lalu berkata, suaranya membentak.
"Hei, orang muda. Kami mendengar bahwa engkau telah berkhianat kepada Kerajaan Sung dengan membantu Kerajaan Kin. Kamu menjadi mata-mata Kerajaan Kin untuk menyelidiki kerajaan kami, benarkah itu?"
Souw Thian Liong menjawab dengan hormat.
"Berita itu hanya fitnah, Sri Baginda Yang Mulia. Hamba memang berada di utara, daerah Kerajaan Kin, dalam perjalanan hamba mencari seorang maling yang mencuri sebuah kitab pusaka dari hamba. Di sana hamba melihat usaha pemberontakan terhadap Kaisar Kin. Pemberontaknya adalah Pangeran Hiu Kit Bong dan melihat ini hamba lalu membantu Kaisar Kin untuk menghancurkan pemberontak. Hamba memang telah membantu Kaisar Kerajaan Kin, akan tetapi bantuan itu hanya untuk melawan pemberontakan di sana. Sama sekali hamba tidak menjadi kaki tangan Kerajaan Kin, apalagi untuk menjadi mata mata di sini."
"Dia bohong, Sri Baginda! Hamba mendengar jelas bahwa Souw Thian Liong ini telah menjadi kaki tangan Kerajaan Kin, bahkan hamba mendengar keterangan dari penyelidik hamba bahwa Souw Thian Liong bergaul akrab dengan puteri Kaisar Kin!"
"Hei, Perdana Menteri Chin Kui! Siapa penyelidikmu itu? Tentu dia bernama Cia Song, penjahat busuk itu, bukan? Cia Song itu utusanmu dalam persekutuanmu dengan pemberontak Pangeran Hiu Kit Bong, bukan?" Pek Hong berteriak.
"Perempuan jahat! Jaga mulut busukmu! Sri Baginda, perempuan ini telah menghina hamba, berarti merendahkan paduka. Berani ia berteriak-teriak di depan paduka. Tentu ia ini jahat sekali dan tentu dia tokoh di utara yang menjadi mata-mata, teman baik pengkhianat Souw Thian Liong."
Kaisar Sung Kao Tsu mengerutkan alisnya. Sudah biasa dia mempercaya semua omongan perdana menterinya, dan diapun merasa agak tersinggung dan tidak senang melihat sikap Pek Hong yang begitu berani seolah tidak perduli bahwa ia sedang berada di tengah persidangan dalam istana, bukan dalam pasar atau di jalan umuml Akan tetapi kaisar itu juga terkejut mendengar ucapan gadis itu yang menuduh Perdana Menteri Chin Kui bersekongkol dengan Pangeran Hiu Kit Bong yang memberontak terhadap Kaisar Kin.
"Sri Baginda Yang Mulia, apakah paduka lebih percaya obrolan kosong gadis berlidah utara ini, mata-mata Kin ini, daripada keterangan hamba yang selalu setia kepada paduka? Hamba bersumpah tidak pernah berhubungan dengan pangeran manapun juga dari kerajaan Kin, apalagi dengan pemberontak. Untuk apa hamba bersekutu dengan pemberontak? Apa keuntungan hamba? Harap paduka memberi hukuman kepada perempuan yang menjatuhkan fitnah dan amat jahat ini, juga kepada Souw Thian Liong ini!"
Melihat kaisar bimbang, Panglima Kwee cepat berkata,
"Mohon ampun Sri Baginda Yang Mulia. Kalau memang kedua orang muda ini mempunyai niat jahat, untuk apa mereka berdua berani datang menghadap paduka? Hamba yang bertanggung jawab. Harap paduka suka mempertimbangkan dan tidak tergesa gesa menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang tidak berdosa. Kalau paduka masih meragukan kebersihan Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong, hamba usulkan agar mereka berdua ini untuk sementara ditahan dulu dalam penjara istana, kemudian paduka selidiki siapa yang bersalah dan siapa yang benar, baru paduka menjatuhkan keputusan hukuman kepada yang bersalah. Harap paduka ampunkan hamba yang berani mengajukan saran, akan tetapi semua ini hamba lakukan demi mempertahankan kebijaksanaan dan keadilan paduka."
Menteri Kebudayaan Pui yang tua itu mewakili teman-temannya yang kesemuanya masih berlutut bersama Panglima Kwee segera berkata,
"Hamba semua abdi paduka yang setia mendukung saran dari Kwee-ciangkun, Yang Mulia."
"Wah, kalian semua pengkhianat dan pemberontak! Berani sekali kalian bersikap kurang ajar kepada Sri Baginda Yang Mulia? Sejak kapan pejabat-pejabat macam kalian boleh memberi perintah kepada Sri Baginda Yang Mulia? Ini penghinaan namanya! Aku akan membasmi para pengkhianat dan pemberontak! Para pengawal, tangkap mereka para pengkhianat ini!" Perdana Menteri Chin Kui berteriak-teriak dengan marah sekali, kemarahan yang timbul dari rasa gelisah melihat betapa orang-orang itu berani hendak membongkar rahasia dan kesalahannya di depan Sri Baginda Kaisar.
Sebagian dari para perajurit pengawal itu ada yang telah dipengaruhi Perdana Menteri Chin Kui dan menerima sogokan, akan tetapi karena Kaisar tidak memberi tanda untuk bergerak menangkap, tentu saja mereka tidak berani bergerak, menanti tanda dari Kaisar.
"Hentikan semua perdebatan ini! Memusingkan kami saja!" kata Kaisar Sung Kao Tsu sambil mengerutkan alisnya.
"Pengawal, tangkap Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong ini dan tahan mereka dalam penjara! Kami akan mengambil keputusan kelak!"
Empat orang pengawal memberi hormat, lalu mereka maju menghampiri Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong dan dengan tertib mereka berempat menyuruh kedua orang muda itu berdiri dan mengawal mereka berdua keluar dari ruangan itu. Karena memang sebelumnya sudah direncanakan oleh Kwee-ciangkun, maka Thian Liong dan Pek Hong tenang-tenang saja ketika dikawal menuju ke penjara istana yang terletak di bagian belakang bangunan istana yang luas itu. Bahkan ketika meninggalkan ruangan itu, Pek Hong cengingisan, senyum-senyum dan ketika melihat Perdana Menteri Chin Kui memandang kepadanya, ia melotot dan menjulurkan lidahnya kepada perdana menteri itu. Chin Kui yang merasa diejek di depan para pejabat tinggi, sukar sekali menahan kemarahannya dan dia mengamangkan tinjunya ke arah Pek Hong yang dibalas oleh gadis ini dengan meruncingkan bibirnya ke arah Chin Kui.
Semua orang melihat hal ini dan diam diam mereka heran akan keberanian gadis itu. Hanya Kwee Gi, Han Si Tiong, dan Liang Hong Yi saja yang tidak merasa heran karena mereka maklum bahwa gadis itu adalah puteri Kaisar Kin, tentu saja tidak merasa rendah diri atau takut menghadap semua penghuni istana termasuk kaisarnya sendiri!
Biarpun belum ada keputusan hukuman Kaisar, namun hati Chin Kui sudah merasa lega bahwa dua orang itu telah ditahan dalam penjara. Untuk sementara dia aman dan bukan merupakan pekerjaan sukar baginya untuk membunuh dua orang muda berbahaya itu setelah mereka berada dalam penjara.
Kini Kaisar Sung Kao Tsu memandang kepada Han Si Tiong dan Liang Hong Yi, lalu bertanya.
"Kalian suami isteri yang dulu menjadi pimpinan Pasukan Halilintar, kami ingat bahwa setelah perang berhenti, kalian mengundurkan diri dari jabatan. Sekarang apa kehendak kalian, berani ikut Kwee-ciangkun menghadap dalam persidangan ini tanpa kami panggil?"
"Ampunkan hamba berdua, Sri Baginda Yang Mulia. Duabelas tahun yang lalu, hamba berdua mengundurkan diri karena hamba berdua hendak mencari puteri hamba yang diculik orang. Kemudian, karena merasa rindu kepada para sahabat hamba di kota raja, hamba berdua kembali ke sini untuk berkunjung kepada para sahabat, terutama kepada Kwee-ciangkun yang sudah hamba anggap sebagai saudara sendiri. Akan tetapi dalam perjalanan, tiba-tiba saja hamba berdua diserang hendak dibunuh oleh tiga orang jagoan yang diutus oleh Perdana Menteri Chin Kui. Hamba berdua tidak melakukan kesalahan apapun terhadap dia, akan tetapi kemudian hamba mengetahui bahwa Perdana Menteri Chin Kui memang hendak membasmi semua orang yang pernah berjuang membela negara di bawah pimpinan mendiang Jenderal Gak Hui."
"Bohong, itu fitnah! Sri Baginda, harap jangan percaya fitnah itu. Hei, orang she Han, apa buktinya bahwa aku menyuruh orang untuk membunuh kalian? Mana buktinya? Hayo tunjukkan buktinya, jangan bicara bohong dan menyebar fitnah!" bentak Chin Kui.
"Buktinya memang tidak ada, akan tetapi saksinya banyak. Pertama, saksinya adalah Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong tadi karena dua orang muda itulah yang menyelamatkan kami berdua dan membuat para pembunuh melarikan diri. Kemudian, ada lagi saksinya, yaitu Kwee-ciangkun yang bertemu dengan tiga orang pembunuh itu, yang bukan lain adalah Hwa Hwa Cin-jin dan Siang Mo ko, jagoan-jagoan yang engkau kirim untuk membunuh kami!" kata Liang Hong Yi dengan berani.
"Bohong! Semua saksi itu adalah komplotan kalian yang sengaja mengatur muslihat untuk menjatuhkan aku! Sri Baginda Yang Mulia, Han Si Tiong dan isterinya ini adalah dua orang yang jahat sekali. Paduka tentu sudah mendengar bahwa Jenderal Ciang Sun Bo dan puteranya, Ciang Ban, telah dibunuh orang. Paduka tahu siapa yang membunuh mereka? Bukan lain pembunuhnya adalah seorang gadis bernama Han Bi Lan, puteri dari suami isteri jahat ini!"
Kaisar Sung Kao Tsu terkejut juga mendengar ucapan Perdana Menteri Chin Kui ini. Dia memandang kepada suami isteri itu dan bertanya,
"Han Si Tiong, benarkah puterimu membunuh Jenderal Ciang dan puteranya?"
"Benar, Yang Mulia. Jenderal Ciang dan puteranya menipu puteri hamba. Mereka menjamu dan meracuni puteri hamba, maka puteri hamba lalu membunuh mereka yang jahat itu," jawab Han Si Tiong dengan tenang.
"Nah, laporan hamba benar, Sri Baginda. Kalau puterinya pembunuh kejam, orang tuanya tentu bukan orang baik baik dan mereka berdua ini harus dihukum!" teriak Perdana Menteri Chin Kui.
Kaisar Sung Kao Tsu benar-benar menjadi bingung dan pusing. Baru sekali ini dalam persidangan terjadi perbantahan dan percekcokan saling tuduh seperti itu.
"Ampun, Sri Baginda Yang Mulia. Hamba menjadi penanggung jawab akan kebenaran keterangan Han Si Tiong. Mendiang Jenderal Ciang Sun Bo adalah anak buah Perdana Menteri Chin Kui, maka dia hendak mencelakai puteri Han Si Tiong itu. Mohon kebijaksanaan paduka untuk menyelidiki kebenaran laporan hamba ini," kata Panglima Kwee dan sepuluh orang pejabat tinggi itupun mengeluarkan pendapat mereka melalui Menteri Kebudayaan Pui.
"Hamba semua mendukung kebenaran laporan Panglima Kwee Gi!"
Kaisar dengan pusing mengangkat tangan sebagai isyarat bahwa semua orang harus diam, kemudian dia berkata.
"Kami akan menyelidiki siapa yang bersalah dan siapa yang benar dalam hal ini. Untuk sementara, Han Si Tiong dan isterinya ditahan seperti dua orang muda tadi. Pengawal, tahan Han Si Tiong dan Liang Hong Yi ke dalam penjara, pisahkan dari dua orang muda tadi!"
Empat orang pengawal maju dan suami isteri itu lalu digiring keluar dari ruangan itu menuju ke penjara istana. Setelah Han Si Tiong dan Liang Hong Yi dibawa pergi para pengawal, mulailah para pejabat tinggi, dipimpin oleh Panglima Kwee Gi, berganti-ganti dan bersambungan, membuat pelaporan kepada Sri Baginda. Semua memberi laporan yang membongkar keburukan Perdana Menteri Chin Kui, ada yang melaporkan tentang penindasan Chin Kui dan kaki tangannya terhadap rakyat jelata dengan tindakan yang sewenang-wenang, pemerasan melalui pajak yang berlebihan, sogok menyogok, dan berbagai korupsi. Semua laporan itu membongkar kenyataan yang sangat jauh bedanya dengan laporan Chin Kui kepada Kaisar yang selalu baik-baik saja. Kwee-ciangkun sendiri melaporkan betapa kehidupan Chin Kui amat berlebihan, istananya bahkan lebih mewah daripada istana kaisar sendiri, kekayaannya amat besar dan semua itu adalah hasil korupsi dan pemerasan terhadap rakyat.
Tentu saja Perdana Menteri Chin Kui dengan kemarahan meluap-luap berteriak-teriak menyangkal semua tuduhan itu.
"Sri Baginda Yang Mulia. Mereka semua ini, Kwee Gi dan konco-konconya, adalah orang-orang yang tidak senang dengan kekuasaan paduka sebagai raja! Mereka tidak berani terang-terangan menyerang paduka, maka mereka alihkan kepada hamba yang merupakan abdi paling setia dari paduka. Mereka sengaja menjatuhkan fitnah-fitnah keji untuk mengadu domba antara paduka dengan hamba, semua itu ditujukan untuk melemahkan kedudukan paduka. Kalau muslihat mereka berhasil menjatuhkan hamba, barulah tiba giliran paduka karena hamba sudah tidak ada lagi untuk membela paduka. Mereka ini jelas bermaksud untuk memberontak dan menggulingkan kekuasaan paduka, Sri Baginda!" Setelah Perdana Menteri Chin Kui berteriak demikian, para sekutunya juga mendukung dan membenarkannya.
Sebaliknya, Kwee-ciangkun dan sepuluh orang rekannya membantah. Terjadi perbantahan dan masing-masing bahkan sudah menjadi panas dan hampir terjadi perkelahian di depan Kaisar!
Kaisar Sung Kao Tsu bangkit berdiri, memegangi kepala dengan kedua tangan dan membentak.
"Semua diam! Apakah kalian semua sudah tidak menganggap aku sebagai junjungan kalian lagi? Di dalam persidangan, di depanku, kalian berani membikin ribut seperti dalam pasar!"
Semua pejabat lalu menjatuhkan diri berlutut dan hampir berbareng mulut mereka, baik pihak Perdana Menteri Chin Kui dan sekutunya, maupun pihak Kwee-ciangkun dan rekan-rekannya, berseru memohon ampun kepada Sri Baginda Kaisar.
"Sudah, aku sudah cukup pusing! Persidangan ditunda sampai satu minggu, baru aku akan mengambil keputusan!"
Setelah berkata demikian, Kaisar Sung Kao Tsung dengan kasar lalu bangkit dan melangkah keluar dari ruangan sidang itu, diikuti para thaikam dan pengawal pribadi. Agaknya kaisar memerintahkan dari sebelah dalam kepada para perwira pengawal pribadi karena setelah kaisar pergi, tak lama kemudian semua perajurit pengawal berkumpul di ruangan sidang itu, melakukan penjagaan kalau-kalau para pejabat tinggi itu membuat ribut lagi.
Kwee-ciangkun dan sepuluh orang rekannya cepat meninggalkan istana, demikian pula Perdana Menteri Chin Kui keluar bersama kelompoknya yang terdiri dari beberapa panglima dan menteri, berjumlah sekitar lima belas orang. Para pejabat lainnya yang tidak memihak, akan tetapi sebagaian besar adalah pejabat yang setia kepada kaisar, juga bubaran.
Kedua pihak yang bertentangan itu masing-masing berunding dengan kelompoknya. Pihak yang menentang Chin Kui, dipimpin Kwee-ciangkun, segera membuat persiapan dengan pasukan mereka, berjaga-jaga kalau pihak lawan menggunakan kekerasan. Adapun Chin Kui yang penasaran dan marah sekali, kemarahannya yang timbul dari kekhawatiran, segera berunding pula dengan sekutunya. Mereka semua merasa terancam. Kalau para penentang itu berhasil, berarti kedudukan mereka goyah dan penghasilan besar yang mengalir masuk secara berlimpahan ke kantung mereka tentu saja akan berhenti atau terganggu. Tak seorangpun di antara mereka rela kehilangan kedudukan mereka yang tinggi.
Kedudukan atau jabatan tinggi berarti kekuasaan, dan kekuasaan berarti melancarkan mengalirnya harta yang memasuki kantung mereka. Kemuliaan, kemewahan, dan kekuasaan yang membuat mereka selalu menang selalu benar itu menjadi sebab utama kemelekatan pinggul mereka kepada kursi kedudukan sehingga mereka akan mempertahankan kursi kedudukan itu dengan cara apapun juga, kalau perlu dengan kekerasan, bahkan dengan taruhan nyawa sekalipun!
Setelah berunding semalam suntuk, Chin Kui mengumpulkan saran-saran dari para sekutunya, kemudian dia mengambil keputusan dengan suara tegas.
"Kita semua mengetahui bahwa kedudukan kita terancam bahaya dengan adanya tuduhan dari Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong, juga dari Han Si Tiong dan isterinya. Celakalah kita kalau sampai Kaisar mendapat bukti akan keterlibatan kita dengan pemberontakan di Kerajaan Kin. Semua ini karena keteledoran Cia Song sehingga mereka sampai mengetahui bahwa aku mengirim Cia Song ke utara. Karena itu, jalan satu satunya untuk menyelamatkan diri adalah membunuh empat orang tahanan itu. Setelah mereka berada dalam tahanan, tidak begitu sukar untuk membunuh mereka. Dan engkau, Cia Song, engkau harus menebus keteledoranmu di utara itu. Engkau yang harus melakukan pembunuhan terhadap mereka berempat. Engkau boleh membawa bantuan dan jangan sampai tugas itu gagal!"
Kasih Diantara Remaja Eps 25 Kisah Sepasang Naga Eps 7 Kasih Diantara Remaja Eps 19