Ceritasilat Novel Online

Kisah Si Naga Langit 3


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Bagian 3




Rumah pelesir Bunga Seruni merupakan tempat pelesir yang terkenal di kota Cin-koan. Rumah pelesir ini dikelola oleh seorang mucikari yang biasa dipanggil Lu-ma, seorang wanita gemuk berusia lima puluhan tahun. Pagi hari itu Lu ma sudah bangun dan setelah melakukan pemeriksaan terhadap belasan orang anak buahnya, yaitu gadis-gadis penghibur yang muda dan cantik, menyuruh mereka agar tidak bermalas-malasan, cepat maridi dan mengenakan pakaian bersih dan indah, ia lalu memasuki sebuah kamar yang terpisah dan berada di bagian belakang. Hari itu merupakan hari istimewa karena ada serombongan pedagang dari kota raja datang. Jumlah mereka ada tiga puluh orang lebih dan ini merupakan rejeki besar karena tentu di antara mereka ada yang akan berpelesir di rumah Bunga Seruni yang terkenal mempunyai banyak gadis penghibur yang cantik itu. Lu-ma memasuki kamar di belakang itu dan seorang gadis berusia kurang lebih delapan belas tahun menyambutnya. Gadis itu cukup cantik dan pakaiannya sederhana, berbeda dengan para gadis penghibur. Gadis itu adalah seorang gadis yatim piatu, maslh terhitung keponakan Lu-ma dan sudah setahun lamanya ia tlngga! di rumah Lu-ma. Lu-ma amat menyayang gadis yang datang darl dusun ini karena ia rajin dan pandai membawa diri. Saking sayangnya, Lu-ma tidak memeras tenaga gadis itu dan hanya kepada pria-pria pilihan saja ia menyuruh gadis itu melayani mereka. Pria yang lembut dan royal, bukan sebangsa pria kasar. Karena itu, biarpun ia menjadI seorang gadis penghibur atau pelacur, gadis itu tidak merasa terlalu tersiksa. la jarang diharuskan menerima tamu, hanya beberapa hari sekali kalau kebetulan ada pria yang menurut Lu-ma pantas untuk dilayani keponakannya saja. Karena tidak ingin rnemamerkan diri, maka gadis itu berdandan secara sederhana saja walaupun hal itu tidak menyembunyikan kecantikannya. Gadis itu bernama Liang Hong Yi, baru setahun tinggal di situ dan baru beberapa bulan ia melayani laki-laki pilihan bibinya.

"Bibi,. sepagi ini sudah bangun?" Liang Hong Yi menyambut bibinya sambil tersenyum. Gadis ini juga sayang dan menghormati bibinya. Walaupun bibinya menjadikan ia seorang pelacur, hal yang tidak mungktn terelakkan lagi mengingat akan pekerjaan bibinya sebagai mucikari, namun ia tahu bahwa bibinya sayang kepadanya. la tidak diperas dan tidak harus melayani sembarang pria, tidak harus melayani sebanyak mungkin pria seperti para gadis penghibur itu.

"Duduklah, Hong Yi. Ada hal penting yang ingin kubicarakan kepadamu," kata Lu-ma. Hong Yi yang baru berusia delapan belas tahun itu berwajah bulat telur, dagunya runcing dan sepasang mata yang indah jeli seperti mata burung dara itu dilindungi sepasang alis yang hitam kecil panjang melengkung. Hidungnya kecil mancung dan mulutnya manis sekali dengan blbir yang selalu merah basah segar menantang. Setitik tahi lalat kecil hitam di dagunya menambah manis wajahnya yang berkulit putih kemerahan dan mulus. Rambutnya juga hitam lebat, dengan anak rambut halus berjuntai di sekitar dahi dan pelipisnya. Tubuhnya ramping, akan tetapi tidak terlalu kurus, bahkan padat dan sintal.

"Ada apakah, bibi?" tanya Hong Yi sambil duduk di atas kursl berhadapan dengan bibinya, terhalang sebuah meja kecil.

"Hong Yi, semalam aku bermimpi melihat engkau terbang dan menari-nari di antara bintang-bintang!"

Hong Yi tertawa dan menutupi mulutnya dengan lengan bajunya.

"Hi-hik, bibi ini aneh-aneh saja, mungkin bibi semalam keenakan tidur karena hawa udara memang dlngin malam tadi."

"Tidak, Hong Yi. Pagi tadi setelah terbangun, aku segera mengadakan perhitungan meramal dengan mencocokan hari tanggal lahirmu dan aku mendapat kenyataan bahwa engkau kelak akan hidup sebagai orang besar!"

"Aih, bibi. Orang macam aku bagal-mana dapat menjadi orang besar?" Tanpa disengaja, ucapan yang keluar dari bibir mungil itu bernada sedih.

Begitu mendengar ucapan keponakan-nya itu, Lu-ma lalu meraih tangan Hong Yl yang terletak di atas meja.

"Maafkan bibimu, Hong Yi. Mulai sekarang aku berjanji tldak akan menyuruhmu melayani pria lagl."

Wajah yang manis itu memandang pada Lu-ma dengan mata terbelalak dan suaranya terdengar, gembira.

"Benarkah itu, bibi?"

"Percayalah.. Aku bersumpah, akan tetapi kalau engkau sudah menjadi orang besar, jangan kau lupakan aku, Hong Yi."

"Aku tidak pernah menyalahkan engkau karena aku menjadi seorang pelacur di sini, bibi. Engkau amat baik kepadaku dan aku tidak akan pernah melupakan kebaikanmu itu."

"Nah sekarang engkau berdandanlah."

"Sepagi ini harus melayani seorang pria, bibi?" Mata yang indah itu menjadi agak muram.

"Anak bodoh! Bukankah aku tadi sudah bersumpah tidak akan menyuruhmu melayani pria lagi? Tidak, bukan melayani pria. Akan tetapi aku menghendaki engkau pergi ke kuil Kwan-im-bio di tepi kota untuk bersembahyang dan mohon ramalan peruntunganmu."

Hong Yi tidak pernah membantah perintah bibinya, maka iapun mengangguk.

"Baiklah, bibi. Aku segera akan berdandan dan berangkat." Pada saat itu, seorang pelayan wanita berdiri di ambang pintu kamar itu dan berkata kepada Lu-ma bahwa ada tamu yang hendak bertemu.
"Engkau cepat berdandan dan berangkat, Hong Yi," kata Lu-ma yang lalu meninggalkan gadis itu.
Hong Yi segera berganti pakajan yang lebih baik walaupun masih tetap bersahaja, tidak memakai terlalu banyak perhiasan. Baru saja ia selesai berdandan, ia mendengar suara ribut-ribut dari depan, suara laki-laki yang terdengar marah-marah. Ia cepat melangkah keluar, berpapasan dengan pelayan yang ketakutan.

"Ada apa?" tanyanya kepada pelayan itu.

"Wah, celaka, nona Liang," kata pelayan itu.

"Ada dua orang tamu marah-marah!"

Terdengar hiruk pikuk seperti barang-barang dibanting. Hong Yi cepat menuju ke ruangan depan. Dilihatnya Lu-ma berdiri di sudut ruangan dengan muka pucat ketakutan. Dua orang laki-laki berusia antara tiga puluh sampai empat puluh tahun sedang mengamuk membantingi kursi dan bangku sehingga kaki kursi dan bangku itu patah-patah.

"Hentikan itu!" bentak Hong Yi lantang.

"Apa yang kalian lakukan Itu?"
"Hong Yi, jangan masuk. Pergilah dari sini!" Lu-ma berseru sambil memberl tanda dengan tangannya agar Hong Yl pergi. Akan tetapl Hong Yi malah memasukl ruangan itu."

Dua orang laki-laki itu berhenti mengamuk dan kini keduanya memandang kepada Hong Yl dengan penuh perhatian dan keduanya menyeringai. Seorang di antara mereka yang kepalanya botak dan hidungnya besar melangkah maju dan berkata,

"Aha, kiranya ini yang bernama Hong Yi? Pantas, cantik dan manis. Akhirnya engkau mau keluar juga, sayang, untuk melayani kami berdua!"

Orang kedua yang tubuhnya tinggi be-sar, matanya lebar dan di dahinya terdapat codet bekas luka memanjang tertawa.

"Ha-ha, nenek ini hendak menjual mahal. Kami berdua adalah kepala pengawal dari kota raja, dan sudah lama mendengar bahwa kembang dari rumah pelesir Bunga Seruni, bahkan juga kembang dari kota Cin-koan, bernama Hong Yi. Nah, kami ingin dilayanl olehmu dan berapapun bayarannya akan kami penuhi!"

"Aku adalah Hong Yi, dan kalau bibi Lu-ma mengatakan tidak kepada tamu, biar dibayar berapapun aku tidak akan mau melayaninya. Blbl Lu-ma sudah tidak membolehkan kalian mengajak aku, maka kalian tidak boleh memaksa. Mengapa kalian mengamuk seperti orang-orang gila dan merusak prabotan di sini? Hayo cepat ganti kerusakan ini! Coba kuhitung.... kalian ganti lima puluh tail perak. Cepat bayar dan pergilah dari sini dan jangan sekali-kali berani datang lagi!" Ucapan Hong Yi itu bernada memerintah dan mengancam! Lu-ma membelalakkan matanya, heran dan terkejut, juga khawatir melihat sikap dan mendengar ucapan Hong Yi itu. Anak ini mencari penyakit, pikirnya.

"Ha-ha-ha, cantik manis dan galak! Aku senang semangat itu. Engkau seperti seekor kuda betina liar dan aku suka menundukkan kuda betina liar. Kami akan membayar gantl rugi setelah engkau melayani dan menghibur kami berdua selama tiga hari tiga malam. Marilah, manis, mari kita bersenang-senang!" kata si kepala botak hidung besar yang tubuhnya pendek gendut. Berkata demikian dia sudah melangkah lebar menghampiri Hong Yi dan kedua lengannya dikembangkan siap untuk merangkul tubuh yang denok itu.

Akan tetapi dengan gerakan yang gesit sekali Hong Yi miringkan tubuh ke samping sehingga rangkulan itu luput dan dari samping tangannya menyambar dengan tamparan keras ke arah kepala si botak.

"Plak'" Keras sekali tamparan itu dan tubuh si botak itu terpelanting roboh. Lu-ma terbelalak dan kedua tangan menutupi mulutnya yang ternganga agar ia tidak mengeluarkan suara. la merasa seperti sedang mimpi! Bagaimana mungkin keponakannya yang biasanya lemah lembut dan tampak lemah itu dapat membuat si gemuk pendek itu terpelanting roboh?

Si codet yang tinggi besaritu marah sekali melihat kawannya ditampar sehingga roboh.

"Berani engkau memukul temanku!" bentaknya dan tangan kanannya meluncur cepat. Lengan yang panjang itu penuh dengan tenaga raksasa dan tangan dengan Jari-Jari panjang itu mencengkeram ke arah pundak kiri Hong Yi. Akan tetapi Hong Yi memutar tubuh mengelak sehingga cengkeraman itu luput, kemudian tangan kirinya menangkap pergelangan tangan lawan Itu dan sekali memutar tubuh sambil mengerahkan tenaga menyentak, tubuh si Codet yang tinggi besar Itu melayang dengan kaki di atas melalui atas pundak Hong Yi kemudian terbanting ke atas lantai sampai terdengar bunyi berdebuk!

Dua orang kepala pengawal yang biasanya menjadi jagoan itu tentu saja merasa penasaran bukan main. Mereka yang blasanya ditakuti orang itu kini roboh dalam segebrakan saja oleh seorang pelacur muda! Karena penasaran dan malu, mereka menjadi marah. Setelah bangkit berdiri, keduanya lalu mencabut pedang yang tadlnya tergantung di punggung mereka. Dengan pedang terhunus yang berkilauan mereka berdua menghadapi Hong Yi.

"Hong Yi, larilah....!" Lu-ma menjerit dengan tubuh menggigil. la merasa ngeri sekali dan tidak ingin melihat keponakannya yang disayangnya itu terbunuh secara mengerikan.

Hong Yi menoleh ke arah Lu-ma sam-bil tersenyum tenang. la girang melihat betapa bibinya itu mengkhawatirkannya.

"jangan takut, bibi. Dua ekor anjing busuk ini memang sudah sepatutnya dihajar".

Mendengar mereka dimaki sebagai anjing busuk, dua orang itu menjadi mata gelap saking marahnya.

"Mampus kau!" bentak si codet dan dia sudah menyerang dengan pedangnya yang menyambar dan membacok ke arah leher yang berkulit putih mulus itu. Sementara si botak gendut juga sudah menggerakkan pedangnya menusuk ke arah dada. Agaknya dua orang ini sudah menjadi mata gelap dan bernafsu sekali untuk membunuh gadls yang molek Itu.

Namun Hong Yi, di luar persangkaan Lu-ma dan para gadis penghibur yang mengintai dan menonton keributan itu, dengan tenang namun cepat sekali seperti gerakan seekor burung walet, melangkah ke sana-sini. Langkah-langkahnya aneh namun nyatanya dua pedang itu tidak mampu menyentuhnya! Dua orang penyerangnya menjadi semakin penasaran dan mereka mengamuk, menyerang secara membabi buta. Dua batang pedang perkelebatan menjadi gulungan sinar yang menyilaukan mata. Namun tetap saja dua batang pedang itu tidak mampu menyentuh tubuh Hong Yi yang seolah telah berubah menjadi bayangan yang tidak mungkin dapat dibacok atau ditusuk pedang! Semua mata yang menonton pertandingan itu, yang mula-mula memandang ngeri membayangkan tubuh yang padat ramping itu akan roboh mandi darah, sekarang memandang dengan takjub dan kagum.

Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring suara Hong Yi.

"Lepaskan pedang!" Kedua tangannya menyambar dengan tangan terbuka miring, seperti golok membacok hampir berbareng ke arah dua pergelangan tangan.

"Dukk!! Dukk"" Dua batang pedang terlepaa dari pegangan dan dua orang pengeroyok itu menarik tangan kanan me-reka karena merasa seolah tulang pergelangan tangan itu patah-patah.

Hong Yi tidak berhenti sampai di situ. Kedua kakinya yang kecil panjang itu mencuat bergantian, yang kiri menyambar ke arah kepala si pendek gendut disusul kaki kanan menyambar ke arah dada si tinggi besar.

"Dess....! Dess....!" Dua orang itu terjengkang dan terbanting keras ke atas lantai. Sejenak mereka merintih, lalu bangkit duduk. Si pendek botak memejamkan mata karena kepalanya puyeng dan segala tampak berputaran. Si tinggi besar memegangi dadanya dan menekan dengan kedua tangan karena dadanya terasa sesak bernapas!

Dengan kaki kirinya Hong Yi mencukil sebatang pedang yang terlepas tadi. Pedang melayang ke atas disambar dengan tangan kanannya. Kemudian ia mencukil pedang kedua yang disambar tangan kirinya. Dengan sepasang pedang di tangan ia menghampiri dua orang yang masih duduk berdekatan itu dan ujung pedang itu menodong leher mereka, Ujung pedang yang runcing menekan kulit leher mereka.

"Bersiaplah kalian untuk mampus!" bentak Hong Yi yang kini dari seorang gadis yang lemah lembut berubah menjadi seorang gadis yang tampak gagah perkasa.

Dua orang jagoan itu menggigil ketakutan.

"Ampun.... ampunkan kami...." mereka bermohon dengan suara meratap, si botak masih puyeng dan si codet masih terengah-engah.

"Kalau begitu hayo cepat keluarkan lima puluh tail perak untuk mengganti prabotan yang rusak kemudian cepat minggat dari sini." bentak Hong Yi.

Biarpun napasnya masih terasa sesak, si tinggi besar dengan jari-jari tangan gemetar mengambil kantung uangnya dan mengeluarkan lima puluh tail perak. Uang ku diletakkannya di atas lantai di depannya.

"Sekarang pergilah dan jangan berani muncul lagi di sini. Kalau lain kali muncul lagi, kedua tangan kalian akan kubuntungi!" hardik Hong Yi sambil menendang dua kali. Tubuh dua orang jagoan itu terpental dan terguling keluar dari pintu ruangan depan. Mereka segera bangkit, si codet tinggi besar masih menekan dadanya dan si botak pendek gendut masih memegangi kepalanya. Kemudian mereka lari pontang-panting meninggalkan rumah pelesir itu.

"Hong Yi....!" Lu-ma menghampiri gadis itu dan merangkulnya. Hong Yi melempar sepasang pedang ke atas lantai dan menghibur Lu-ma yang menangis.

"Sudahlah, bibi. Bahaya sudah lewat dan aku yakin dua orang jahat itu tidak akan berani datang mengacau lagi."

"Hong Yi, mari.... aku mau bicara...." kata Lu-ma. Ia memberi Isarat kepada seorang gadis anak buahnya untuk menyimpan uang lima puluh tail perak itu dan ia lalu menggandeng tangan Hong Yi memasuki kamarnya. Setelah menutupkan daun pintu ia mengajak Hong Yi duduk berhadapan.

"Hong Yi, engkau sungguh mengherankan dan mengejutkan hatiku. Bagaimana engkau mampu mengalahkan dua orang jahat tadi? Bagaimana engkau yang biasanya lemah ini mendadak dapat berubah menjadi seorang pendekar wanita?"

Hong Yi tersenyum.

"Aku bukan seorang pendekar wanita, bibi. Aku hanya pernah belajar ilmu silat dari seorang nikouw (bikkhuni) perantau yang dahulu tinggal di dusun kami selama tujuh tahun."

"Akan tetapi engkau tidak pernah mengatakan hal itu kepadaku dan engkau juga belum pernah memperlihatkan kepandaian silatmu sama sekali."

"Ilmu silat bukan untuk pamer, bibi, melainkan untuk membela diri kalau terancam bahaya."

"Akan tetapi engkau.... ahh, betapa menyesal aku.... kenapa engkau menurut saja ketika aku....... menyuruhmu melayani para pria itu? Kenapa tidak kau tolak? Ahh...... aku sungguh menyesal sekali......."

"Sudahlah, bibi. Engkau telah menolongku. Engkau telah mengurus pemakaman orang tuaku dan engkau mau menampung diriku yang yatim piatu dan sebatang kara. Kalau tidak ada engkau tentu aku akan menjadi seorang gadis yang terlantar dan entah bagaimana nasibku. Engkau amat baik kepadaku, maka tentu saja aku menurut akan segala perintahmu. Aku tahu engkau menyayangku.. dan tidak ingin menjadikan aku seperti para gadis penghibur yang lain. Engkau memilih pria-pria terbaik untukku. Dan memang mereka itu bersikap lembut, menghormati dan menghargaiku. Aku tidak menyesal, bibi."

"Engkau seorang gadis yang luar biasa, Hong Yi. Aku agak terhibur mengingat bahwa aku telah bersumpah untuk tidak menyuruh engkau melayani pria lagi. Sekarang, pergilah ke kuil itu, Hong Yi dan bersembahyanglah. Mintalah berkah dari Kwan Im Posat dan mintalah petunjuk dan ramalan. Apakah engkau perlu ditemani?"

"Tidak usah, bibi. Aku akan pergi sendiri, aku dapat menjaga diri."

Dengan membawa perlengkapan sembahyang seperti hioswa (dupa biting), lilin dan sebagainya, Hong Yi lalu berangkat ke Kwan-im-bio yang berada di ujung kota Cin-koan sebelah selatan. Seorang nikouw tua lalu menyambutnya dan Hong Yi lalu bersembahyang. Kemudian ia minta ramalan dan setelah mengocok tabung tempat nomor ramalan dan sebuah nomor keluar, nlkouw pelayan mengambllkan ramalan tertulis itu dan memperlihatkannya. Biarpun Hong Yi seorang gadis kelahiran dusun, namun mendiang ayahnya adalah seorang terpelajar miskin dan ayahnya dahulu mengajarinya ilmu membaca dan menulis. Bahkan ketika menjadi murid Bian Hui Nikouw selama tujuh tahun, ia selain dilatih ilmu silat, juga menerima pelajaran membaca kitab-kitab agama oleh gurunya itu. Maka gadis inipun pandai membaca dan menulis. la membaca ramalan tertulis itu.

"Harimau Putih bukan untuk ditakuti seyogyanya menjadi teman sejati temuilah seorang bermarga Han bersamanya berjaya di Lin-an."

Biarpun dapat membaca sajak ramaian itu Hong Yi tidak mengerti apa maksudnya. la tidak tahu apa yang dimaksud-kan dengan Harimau Putih dan siapa pula orang bermarga Han yang harus diajaknya pergi ke kota raja itu. Akan tetapi karena kepergiannya ke kuil minta ramalan itu bukanlah kehendak yang timbul dari hatinya sendiri melainkan untuk memenuhi permintaan Lu-ma, maka iapun tidak mengambil pusing lagi lalu berpamit dari nikouw pelayan dan menuju pulang. Kuil Kwan-im-bio itu terletak di ujung kota yang sepi dan sebelum ti-ba di perumahan kota ia harus melewati sebuah ladang yang cukup luas dan bagian pinggir kota di situ sepi tak banyak dilewati orang.

Selagi ia berjalan di bawah sinar matahari yang mulai tinggi, tiba-tiba ia terkejut bukan main karena di atas jalan raya itu tampak seekor binatang menghadang perjalanannya. Ketika ia memandang penuh perhatian, ia makin heran dan terkejut karena binatang Itu adalah seekor harimau yang bulunya berwarna putih Sebagal seorang yang memiliki ilmu silat yang cukup tangguh dan penuh kepercayaan kepada diri sendiri dalam menghadapi bahaya, Hong Yi cepat membungkuk dan mengambil dua buah batu sebesar kepalan tangannya. la tidak memegang senjata dan maklum bahwa harimau adalah sebangsa binatang buas yang amat kuat dan berbahaya. Dua buah batu itu cukup lumayan untuk dipakal membela diri. Otomatis ia teringat akan isi ramalan dari kuil Kwan-im-bio tadi. Ramalan itu menyebutkan tentang harimau putih! Apa katanya tadi? "Harimau putih bukan untuk ditakuti!"

Tidak, ia tidak takut. la teringat bahwa anjing yang galakpun biasanya takut kalau disabit batu, terutama kalau sambitan itu mengenai tubuhnya. Mungkin harimau inipun akan ketakutan kalau ia sambit dengan batu, pikirnya. Setelah berpikir demlklan, Hong Yi mengambil ancang-ancang, membidik ke arah sasaran lalu dilontarkan sepotong batu ke arah tubuh harimau itu.

"Wuuuttt.... dukkk!" Sambitan itu tepat mengenai perut harimau putih. Blnatang langka itu terkejut lalu melompat dan melarikan diri ke kiri. Hong Yi yang masih mempunyai sepotong batu lagi, mengejar dan menyambitkan batu kedua. Harimau itu melompat ke balik semak-semak dan menghilang. Hong Yi menghampiri semak-semak setelah memungut sepotong batu lagi dari jalan. Berindap-indap ia menghampiri semak-semak dan... ia tertegun. la tidak melihat harimau atau binatang apapun juga, akan tetapi di balik semak-semak itu, di atas rumput hiJau yang tebal, ia melihat seorang pria muda bangkit dari tidurnya, duduk dan menggeliat seperti seekor harimau. Pemuda itu berusia kurang lebih dua puluh lima tahun, bertubuh jangkung dan tegap, ketika menggeliat itu tampak kedua lengannya yang berotot. Wajahnya juga membayangkan kegagahan dan kejantanan. Di dekatnya terdapat sebuah buntalan kain kuning. Rambutnya yang hitam panjang itu ditekuk ke atas dan diikat dengan sehelai kain biru.

Tentu saja Hong Yi merasa kikuk dan tidak enak. la khawatir akan disangka mengintai orang tidur. Maka iapun melangkah mundur dan karena pemuda itu tidak langsung menghadapinya, maka ia dapat mundur tanpa terlihat.

Ketika ia telah tiba di jalan raya lagi, ia mendengar suara orang dari depan. Ia memandang dan melihat tujuh orang datang dengan cepat ke arahnya. Ia tidak menyangka buruk dan mengira mereka itu adalah orang-orang. yang hendak pergi ke kuil. Ia tidak menaruh perhatian, apalagi karena ia masih merasa heran akan peristiwa tadi. Ke manakah perginya harimau putih yang aneh tadi? Dan orang itu! Mengapa harimau putih itu tidak mengganggu orang itu? Padahal ia melihat betul betapa harimau itu lenyap di balik semak-semak dan orang laki-laki itupun tidurnya di belakang semak-semak. Ketika harimau putih tadi melompat ke balik semak-semak, sepantasnya menimpa tubuh laki-laki yang se-dang tidur itu. Apakah laki-laki itu terbangun karena terinjak harimau?

Rombongan orang itu sudah tiba di depannya dan ia mendengar suara orang,

"Inilah gadis siluman itu! Inilah pelacur laknat itu!"

Hong Yi terkejut dan rnemperhatikan. la segera mengenal si muka codet yang s bertubuh tinggi besar tadi dan si botak yang bertubuh pendek gendut. Dua orang yang pagi tadi mengamuk di rumah pelesir Bunga Seruni dan yang telah dirobohkan dan diusirnya. Dan dua orang itu kini datang bersama tujuh orang lain, entah hendak melakukan apa. Akan tetapi melihat sikap mereka ia dapat menduga bahwa mereka tentu tidak berniat baik terhadap dirinya. Ia pura-pura tidak mengenal mereka dan menggerakkan kaki untuk pergi dari situ.

"Hei, berhenti dulu! Jangan pura-pura tidak mengenal kami. Bukankah engkau pelacur Hong Yi yang pagi tadi melawan kami di rumah pelesir Bunga Seruni?" tanya si botak gendut dengan sikap beringas.

Hong Yi masih bersikap tenang walaupun ia maklum bahwa dua; orang itu jelas mencarinya untuk membalas dendam dengan mengerahkan teman-temannya.

"Benar, aku Liang Hong Yi. Aku telah menghajar kalian berdua yang telah membikin ribut dan mengacau di rumah hiburan Bunga Seruni!. Sekarang kalian berdua mau apa?"

Si muka codet tinggi besar itu berkata kepada seorang di ancara mereka,

"Twako kakak terbesar, inilah gadis siluman itu! Harap twako memberi hajaran kepadanya agar ia tidak menjadi sombong!"

Orang itu mengangguk-angguk, lalu melangkah maju menghadapi Hong Yi.

"Nona engkau masih muda dan cantik dan kabarnya engkau seorang pelacur yang biasa melayani dan menghibur kaum pria. Akan tetapi kenapa engkau mengandalkan sedikit ilmu silatmu memukul dua orang rekanku ini?" tanya orang itu.

Hong Yi memandang orang itu penuh perhatiah. Dia seprang laki-laki berusia kurang lebih lima puluh tahun. Tubuhnya jangkung kurus dan pakaiannya mewah, sikapnya halus akan tetapi sepasang matanya bersinar tajam, muka berwarna agak kuning. Biarpun Hong Yi belum banyak pengalamannya di dunia persilatan, akan tetapi ia pernah digembleng seorang, guru yang baik yang banyak menceritakan keadaannya tentang ciri-ciri orang kang-ouw maka melihat orang tinggi kurus itu, iapun dapat menduga bahwa orang ini tentu seorang ahli Lwee-kang(tenaga dalam) yang tangguh. Maka ia bersikap waspada.

"Orang-orang seperti mereka berdua itu tidak pernah akan mengakui kesalahannya sendiri, melainkan menjatuhkan kesalahan kepada orang lain dan membenarkan diri mereka sendiri. Engkau mau tahu kenapa aku memukul dua orang itu? Mereka telah membuat kekacauan di Rumah Pelesir Bunga Seruni dan hendak memaksa aku melayani mereka. Ketika ditolak mereka mengamuk dan merusak prabot rumah itu. Aku hanya minta agar mereka membayar ganti rugi, akan tetapi mereka malah mengeroyokku. Tidakkah itu sudah pantas kalau aku memberi sedikit pelajaran kepada mereka?"

"Hemm, akan tetapi bukankah engkau seorang pelacur yang harus melayani setiap orang laki-laki yang menginginimu dan mampu membayarmu?"

Hong Yi mengerutkan alisnya dan kulit kedua pipinya menjadi merah..

"Pelacur juga seorang manusia! Ia memang penjual jasa, akan tetapi secara suka rela dan tanpa ada paksaan. la berhak memilih dan menolak orang yang disukainya atau untuk dilayaninya!"

Si jangkung kurus itu mengerutkan alisnya.

"Hemm, engkau memang seorang perempuan yang sombong. Akan tetapi mengingat bahwa engkau hanya seorang perempuan, aku akan mengampunimu kalau engkau suka berlutut dan minta ampun kepada dua orang rekanku ini. Kalau tidak, terpaksa aku Tiat-jiauw-eng (Garuda Cakar Besi) Ban Hok akan memberi hajaran keras kepadamu!"

Hong Yi tahu dari julukan orang itu bahwa dia tentulah seorang ahli silatS bertenaga dalam yang mengandalkan keampuhan jari-jari tangannya yang membentuk cakar. Otomatis pandang matanya tertuju kepada tangan orang itu dan ia melihat bahwa ujung jari-jari tangan itu tampak menghitam Akan tetapi ia teringat akan pesan gurunya, Bian Hui Ni-kouw, dahulu.

"Jangan blarkan rasa takut dan sombong menguasai hatimu kalau engkau berhadapan dengan seorang lawan. Rasa takut melemahkan dan kesombongan membuatmu memandang rendah lawan dan engkau akan menjadi lengah. Hadapi kekerasan dengan kelembutan. Hindarkan perkelahian, kecuali kalau engkau terpaksa karena diserang."

"Paman Ban Hok, kalau aku memang bersalah, kepada seorang anak kecil sekalipun akU bersedia untuk minta maaf. Akan tetapi terhadap kedua orang ini, aku sama sekali tidak bersalah. Merekalah yang menyerangku. Tidak mungkin aku minta maaf. Kepadamupun aku tidak ingin bermusuhan, tidak ingin berkelahl , dan harap engkau sebagai seorang tokoh kang-ouw suka mengerti dan memaafkan aku".

Mendengar ucapan ini, Tiat-jiaw-eng Ban Hok tampak meragu. Ia adalah seorang piauw-su (pengawal barang kiriman) yang terkenal dl kota raja dan dia diangkat sebagal sesepuh oleh para piauwsu yang mengawal barang ke kota Cin-koan ini. Tldak enak rasanya kalau sebagai seorang tokoh kang-ouw dia harus mendesak seorang wanita yang masih begitu muda lagi. Dia menoleh kepada dua orang kawannya itu dan berkata,

"Sudahlah, kurasa tidak ada gunanya urusan ini diperpanjang. la hanya seorang wanita muda dan seorang gadis penghibur pula. Alasannya memang masuk akai. Kalian tidak berhak memaksa seorang gadis penghibur melayani kalian kalau ia tidak suka. Jual beli memang dasarnya suka rela. Kalau si penjual tidak mau menjual barang dagangannya, si pembeli tidak boleh memaksa. Sebaliknya kalau si pembeli tidak mau membeli, si penjualpun tidak boleh memaksanya. Sudahlah, habiskan saja urusan ini;

"Akan tetapi, Ban-twako! Kami telah dihina oleh perempuan hina ini! Apakah twako sebagai sesepuh kami tidak hendak membela kami?" teriak si codet tinggi besar. '

'"Ya, apa artinya kami mempunyai seorang sesepuh kalau tidak mau bertindak melihat kami diperhina orang? Ataukah Ban-twako merasa takut melawan gadis hina ini?" teriak pula Si gendut pendek.

Mendengar ucapan dua orang itu, Ban Hok merasa panas hatinya juga.

"Baiklah, aku akan membalaskan kekalahan kalian. Akan tetapi aku tidak mau mencederai seorang perempuan. Nona, mari kita main-main sebentar. Hendak kulihat sampai di mana kelihaianmu!" Se-telah berkata demikian, Ban Hok melangkah maju menghampiri Hong Yi dan memasang kuda-kuda dengan kedua kaki terpentang lebar, kedua tangan membentuk cakar dan bergerak-gerak menyilang. Jari-jari tangannya yang membentuk cakar itu mengeluarkan bunyi krek-krek!

Hong Yi waspada. Ia maklum bahwa sekali ini ia menghadapi seorang lawan tangguh. lapun memasang kuda-kuda miring, tangan kanannya di pinggang, tangan kiri seperti menyembah di depan dada. Inilah pembukaan jurus yang disebut Menyembah Kwan Im Dengan Satu tangan'.

"Aku tidak ingin berkelahi, akan tetapi kalau diserang, terpaksa aku membela diri," katanya tenang.

Tiat-jiauw-eng Ban Hok maklum bahwa gadis itu tidak mau mulai menyerang lebih dahulu, maka diapun berseru,

"Lihat seranganku!" dan diapun menerjang maju, cakar kirinya mencengkeram ke arah pundak kanan gadis itu. Namun dengan cekatan sekali Hong Yi mengelak, miringkan tubuh dan cengkeraman itupun luput. Akan tetapi dengan amat cepatnya, cakar kanan Ban Hok menyusul, mencengkeram ke arah kepala!

Kembali Hong Yi mengelak dan iapun t membalas dengan tendangan dari samping ke arah lambung lawan.

"Wuuuttt....!" Ban Hok menangkis dengan lengan kirinya dan Hong Yi merasa betapa kakinya terpental dan tergetar. Benar dugaannya. Orang tinggi kurus itu adalah seorang ahli tenaga dalam yang amat kuat. la tahu bahwa kalau mengadu tenaga, ia akan kalah, maka iapun mempergunakan kelebihannya yang dapat diandalkan, yaitu ginkang (ilmu mering-ankan tubuh). Dari gurunya, ia memang mendapatkan ilmu ginkang yang cukup hebat sehingga ia mampu bergerak dengan' amat cepatnya seperti seekor burung walet.

Terjadilah pertandlngan yang seru. Ban Hok yang tadinya agak memandang rendah kepada gadis pelacur itu, merasa kecelik dan menjadi penasaran sekali. Tadinya dia mengira bahwa dalam beberapa jurus saja dia akan mampu mengalahkan Hong Yi. Dia hanya ingin merobohkan gadis itu tanpa melukainya, hanya ingin mengalahkan untuk menebus kekalahan kedua orang rekannya. Tidak tahunya, telah lewat dua puluh jurus dan sama sekali serangannya belum ada yang mampu menyentuh tubuh gadis itu, bahkan diapun harus berhati-hati sekali karena serangan balasan gadis itu cukup berbahaya.

Kini saking penasaran dia menjadi marah dan tidak ragu-ragu lagi untuk menyerang dengan pengerahan seluruh tenaganya. Kalau perlu dia harus merobohkan dan melukai gadis ini untuk memperoleh kemenangan'

Tiba-tiba si codet dan si botak, diikuti pula oleh enam orang teman mereka, semua berjumlah delapan orang telah mcnyerbu dan mengeroyok Hong Yl, bahkan mereka mempergunakan golok dan pedang untuk menyerang gadis itu!

'"Jangan keroyok! Mundur!" teriak Tiat-jiauw-eng Ban Hok. Akan tetapi delapan orang kawannya itu tidak mau mundur bahkan menyerang membabi buta kepada Hong Yi yang terpaksa harus mengerahkan gin-kangnya untuk berkelebat dan menghindarkan diri dari hujan serangan pedang dan golok! Kini Hong Yi berada dalam bahaya maut!

Pada saat itu, terdengar suara lantang dan terdengar seperti gerengan harimau.

"Pengecut-pengecut hina! Dengan mengandalkan banyak orang mengeroyok seorang gadis! Tak tahu malu dan patut dihajar!" Sesosok bayangan berkelebat dan orang itu menggerakkan tangan kakinya. Terdengar teriakan-teriakan kesakitan dan empat orang pengeroyok terpelanting roboh terkena tendangan dan tamparan orang yang datang membantu Hong Yi itu! Hong Yi merasa girang dan iapun bergerak cepat. merobohkan dua orang pengeroyok dengan tendangannya. Pada saat itu, orang ke tujuh dan delapan juga roboh terpelanting oleh tamparan tangan penolongnya. Kini tinggal Tiat-jiauw-eng . Bah Hok sendiri yang masih belum roboh dan tokoh ini menjadi marah sekali melihat delapan orang rekannya sudah terpelanting dan agakhya menderita luka pukulan yang cukup parah sehingga mereka tidak dapat segera bangkit.

"Mundurlah, nona. Biar kuhadapi orang ini." Laki-laki yang menolong Hong Yi itu berkata tanpa menoleh kepada gadis itu. Hong Yi melompat ke belakang, berjaga-jaga agar delapan orang yang sudah roboh itu tidak melakukan pengeroyokan. Ketika.ia memandang dengan penuh perhatian, ia tertegun heran. la mengenal wajah itu! Dia pemuda yang tadi terbangun dari tidurnya di balik semak-semak, pemuda yang disangkanya terbangun dari tidur karena terijak harimau putih yang dikejarnya!

"Orang muda yang lancang, siapakah engkau yang berani mencampuri urusan kami?" bentak Ban Hok yang merasa penasaran dan marah sekali.

Pemuda itu menggeram. Suaranya dalam dan menggetarkan jantung.

"Kalau urusan kalian itu patut, aku Han Si Tiong tidak akan sudi mencampuri. Akan tetapi kalian ini pengecut-pengecut hina mengeroyok seorang gadis. Tentu saja aku mencampurinya!"

"Manusia sombong! Engkau belum mengenal kelihaian Tiat-jiauw-eng Ban Hok! Sambut seranganku!" Ban Hok sudah menyerang dengan ganas sekali karena sekali ini dia marah dan ingin merobohkan pemuda yang telah membuat teman-temannya berpelantingan. Pemuda yang bernama Han Si Tiong itu mengelak dan membalas dengan tidak kalah cepat dan kuatnya. Terjadi pertandingan yang lebih hebat lagi.

Mendengar pemuda itu menyebut namanya Han Si Tiong, Hong Yi kembali tertegun. la teringat akan ramalan di kuil Kwan-im-bio tadi. Dalam sajak ramalan itupun disebut-sebut tentang seorang bermarga Han! Ia mengingat bunyi sajak itu.

"Harimau putih bukan untuk ditakuti seyogianya menjadi teman sejati temuilah seorang bermarga Han bersamanya berjaya di Lin-an."

Hong Yi menonton pertandingan itu dengan bengong. Mengapa begitu kebetulan? Pada hari itu juga ia melihat seekor harimau putih dan bertemu dengan seorang bermarga Han, cocok sekali dengan bunyi ramalan tadi! la memperhatikan pemuda yang menolongnya itu. Dia seorang pemuda bertubuh tinggi tegap, berkulit agak gelap karena banyak tersorot sinar matahari. Wajahnya tidak terlalu tampan namun membayangkan kejantanan dan tampak gagah sekali. Usianya sekitar dua puluh lima tahun. Pakaiannya dari kain kasar dan sederhana sekali, sudah agak lapuk pula menandakan bahwa pemuda itu adalah seorang miskin. Punggungnya menggendong sebuah buntalan dari kain kuning. Ini menunjukkan bahwa pemuda itu seorang yang sedang melakukan perjalanan jauh, seorang perantau.

Hong Yi memperhatikan gerakan silat pemuda itu. Walaupun dia bertangan kosong menghadapi lawannya yang memiliki sepasang tangan membentuk cakar yang menggiriskan, namun dia sama sekali tidak terdesak. Hong Yi mengenal gerakan yang kokoh dari pemuda itu sebagai ilmu silat Siauw-lim-si. Ilmu silat yang ia pelajari dari Bian Hui Nikouw juga bersumber dari ilmu silat Siauw-lim-pai walaupun sudah bercampur dengan ilmu silat lainnya.

Perkelahian itu berlangsung semakin seru. Hong Yi melihat betapa pemuda itu berani menangkis cengkeraman cakar tangan Ban Hok yang mengandung tenaga dalam amat kuat itu, dan setiap kali lengan mereka beradu, ia melihat betapa lengan Ban Hok terpental. Ini menunjukkan bahwa pemuda itupun memiliki tenaga dalam yang amat kuat, bahkan mungkin lebih kuat daripada tenaga dalam yang dimiliki lawannya. Sudah tiga puluh Jurus mereka bertanding dan Tiat-jiauw-eng Ban Hok mulai terdesak oleh tendangan-tendangan dahsyat pemuda itu yang menjadi ciri khas dari ilmu silat Siauw-lim-pai Utara.

"Haiiiitt....!'." Tiba-tiba Ban Hok menyerang lagi dengan kedua tangannya yang membentuk cakar elang, pemuda yang bernama Han Si Tiong itu memutar tubuh mengelak, kemudian dengan putar-an tubuhnya yang dilakukan dengan cepat, kakinya mencuat dan terayun cepat sekali menyambar ke arah kepala lawan. Cepat bukan main kaki kanan itu menyambar dengan posisi membalik. Inilah jurus Sin-liong-pai-bwe (Naga Sakti Melecutkan Ekornya). Ban Hok terkejut dari mencoba untuk mengelak dengan menarik kepalanya ke belakang.


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Bukk!" tendangan kilat itu tidak mengenai kepalanya akan tetapi masih mengenai pundaknya sehingga dia terpelanting roboh. Dia bangkit lagi dengan meringis kesakitan, kemudian melihat betapa teman-temannya sudah menjauhkan diri, diapun maklum bahwa dia tidak akan mampu mengalahkan pemuda itu.

Sebagai seorang piauwsu terkenal Ban Hok juga memiliki pengetahuao tentang sopan santun dunla persilatan. Dia mengangkat kedua. tangan depan dada memberi hormat kepada Han Si Tiong dan berkata,

"Engkau lihai sekali, sobat. Aku mengaku kalah dan maafkan kelancangan teman-temanku yang tadi mengeroyok nona ini, hal itu terjadi bukan atas kehendakku." Setelah berkata demikian, dia lalu membalikkan tubuhnya dan pergi. Setelah bertemu dengan rekannya, Tiat-jiauw-eng Ban Hok memaki mereka habis-habisan. Bagi seorang kang-ouw, kalah menang dalam sebuah pertandingan adalah hal biasa, akan tetapi para rekannya itu telah membuat dia malu karena mereka tadi melakukan pengeroyokan, apa lagi yang dikeroyok adalah seorang gadis muda! Sudah kalah, mendapat malu dan nama buruk pula!

Sementara itu, melihat betapa pemuda itu telah dapat mengusir pergi orang-orang yang tadi mengganggunya, Liang Hong Yi segera maju menghampiri dan memberi hormat.

"Tai-hiap (pendekar besar), saya Liang Hong Yi mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongan tai-hiap. Tanpa ban-tuan tai-hiap, entah bagaimana nasibku tadi."

Han Si Tiong memandang Hong Yi dan dia merasa kagum sekali, tak disangkanya bahwa gadis yang dikeroyok banyak laki-laki tadi, yang melakukan perlawanan dengan gigih dan cukup tangkas, ternyata seorang gadis yang begini cantik jelita!

"Nona Liang Hong Yi, harap jangan sebut aku tai-hiap. Aku seorang pemuda dusun biasa yang sedang merantau, namaku Han Si Tiong. Sebut saja namaku tanpa taihiap, nona membuat aku menjadi malu dengan sebutan itu."

Hong Yi tersenyum manis, hatinya tertark sekali. Pemuda ini gagah perkasa, biarpun tutur sapanya sederhana dan bahkan agak kasar, namun seluruh sikap dan pribadinya membayangkan keterbukaan, kejujuran dan kesederhanaan. Alangkah jauh bedanya dengan para pemuda yang dikenalnya atau yang diperkenalkan Lu-ma kepadanya, bahkan yang telah dilayaninya. Mereka itu pada umumnya pemuda yang tampan, kaya raya, pesolek, berlagak dan pura-pura. lapun dapat menerima sikap jujur itu dengan gembira dan berkata sambil tersenyum manis.

"Baiklah, aku akan menyebutmu koko (kakak) Han Si Tiong. Akan tetapi, Tiong-ko (kakak Tiong), engkaupun harap jangan menyebutku nona. Akupun hanya seorang.... gadis biasa saja yang tidak pantas menerima penghormatan dari seorang gagah sepertimu."

"Aku akan menyebutmu adik. Yi-moi (adik Yi), bagaimana engkau seorang gadis berada di sini seorang diri dan dikeroyok oleh segerombolan orang jahat tadi?"

"Aku.... aku.... diganggu mereka dan karena tidak mau melayani, mereka lalu mengeroyokku. Tiong-ko, banyak terima kasih atas pertolonganmu tadi." Tentu saja saja Hong Yi merasa rikuh sekali untuk mengaku terus terang apa yang menjadi sebab perkelahiannya dengan orang-orang tadi. Kalau menceritakan dengan terus terang, ia akan terpaksa harus menceritakan bahwa la adalah seorang pelacur!

"Ah. Yi-moi, tidak perlu dibicarakan lagi hal itu. Kalau seorang laki-laki melihat wanita dikeroyok banyak laki-iaki tanpa turun tangan menolong, dia adaiah seorang pengecut dan aku tidak mau disebut seorang pengecut. Sekarang, mari kuantar engkau pulang. Di manakah rumahmu?"

Hong Yi menuding ke depan di mana sudah tampak tembok kota Cin-koan.

"Rumahku di kota Cin-koan itu, akan tetapi terima kasih, Tiong-ko, engkau tidak perlu menyusahkan diri mengantar aku pulang."

"Sama sekali tidak menyusahkan diri, Yi-moi, Aku mengantarmu sampai ke rumah dengan selamat. Aku khawatir kalau orang-orang jahat tadi akan kembali menghadang dan mengganggumu. Aku harus mengantar dan mengawalmu, Yi-moi," kata Han Si Tiong dengan suara tegas.

Hong Yi menghela napas panjang. la merasa kasihan kepada pemuda gagah itu kalau sampai ketahuan orang bahwa pemuda itu mengantar ia, seorang pelacur pulang. Untuk membuat pemuda itu mundur, terpaksa ia harus mengaku siapa dirinya.

"Tiong-ko, ketahuilah bahwa aku.... aku.... tidak sepantasnya engkau antarkan pulang. Aku tidak berharga untuk kaukawal, Tiong-ko. Hal itu hanya akan merendahkan namamu dan mencemarkan kehormatanmu."

Han Si Tiong terbelalak, lalu mengerutkan alisnya yang hitam tebal.

"Eh, apa maksudmu kata-katamu itu, Yi-moi? Apa artinya itu?"

"Tiong-ko, ketahuilah, aku sama sekali bukan seorang gadis terhormat seperti yang kausangka. Aku.... aku.... hanya seorang gadis pelacur....! Dua orang di antara mereka tadi hendak memaksaku melayani mereka dan aku menolak, maka mereka menjadi marah dan hendak mengeroyokku... nah, engkau tahu sekarang siapa diriku, karena itu tidak sepantasnya engkau mengantar aku.... selamat tinggal Hong Yi lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan cepat meninggalkan Si Tiong menuju ke kota Cin-koan.

Akan tetapi ia mendengar langkah kaki di belakangnya. Hong Yi menengok dan ternyata pemuda itu berjalan mengikutinya tanpa bicara.

"Eh, Tiong-ko, mengapa engkau mengikuti aku?"

"Aku harus mengawalmu pulang," jawab pemuda itu singkat.

"Akan tetapi aku.... aku...."

"Engkau juga seorang manusia, bukan? Selama engkau seorang manusia, engkau tidak ada bedanya dengan aku."

Hong Yi menghela napas dan melanjutkan langkahnya, tetap diikuti oleh Si Tiong.

"Akan tetapi, pekerjaanku...."

"Aku tidak menilai manusia dari pekerjaannya, kedudukannya, atau keadaan harta dan kepintarannya, melainkan dari sikap dan perbuatannya. Dan aku melihat sikap dan tindakanmu terhadap orang-orang jahat tadi cukup baik dan mengagumkan, Yi-moi."

"Tiong-ko...." Hong Yi berkata lirih lalu diam dan melanjutkan langkahnya, diikuti oleh Si Tiong. Mereka tidak bercakap-cakap lagi tenggelam dalam lamunan masing-masing. Han Si Tiong yang sudah berusia dua puluh lima tahun itu belum pernah bergaul dan berdekatan dengan wanita, bahkan belum pernah merasa tertarik kepada wanita. Akan tetapi sekali ini dia merasa tertarik dan kagum sekali kepada Hong Yi. Bukan saja tertarik dan kagum akan kecantikan gadis itu dan kegagahannya berani melawan pengeroyokan banyak laki-laki, akan tetapi juga kagum mendengar pengakuan gadis itu bahwa ia seorang pelaCur. Pengakuan ini saja membuktikan bahwa gadis ini berwatak jujur dan tidak menyembunyikan keadaan dirinya agar dianggap terhormat. Dan dia melihat dan merasakan bahwa biarpun gadis ini mengaku dirinya sebagai pelacur, namun sikapnya sama sekali tidak membayangkan sebagai seorang wanita yang tidak mengenal kesusilaan. Kenyataan ini membuat hati Si Tiong menjadi penasaran dan dia ingin sekali mengetahui mengapa seorang gadis seperti Liang Hong Yi ini sampai menjadi seorang wanita penghibur pria.

Hong Yi juga; melamun dan jantungnya merasa berdebar-debar. la sendiri belum pernah jatuh cinta kepada seorang pria. Biarpun ia terpaksa menyerahkan diri untuk melayani pria, namun hal itu hanya dilakukan tubuhnya saja. Perasaan hatinya tidak pernah tersentuh oleh cinta nafsu. Sekarang, setelah ia mengetahui isi ramalan dari Kwan-im-bio ten-tang pertemuannya dengan harimau putih dan seorang laki-laki bermarga Han yang kemudian menjadi kenyataan, hatinya terguncang. la merasa seolah-olah kemunculan pemuda ini mempunyai arti yang penting sekali dalam kehidupannya, seolah-olah pemuda ini akan mendatangkan perubahan besar dalam hidupnya. Ia sendiri tidak tahu apakah ia jatuh cinta, akan tetapi yang jelas, ia merasa kagum dan berhutang budi kepada si Han Tiong yang kini mengawalnya dengan Jangkah tegap di belakangnya.

Baru saja Hong Yi tiba di depan pintu rumah pelesir Bunga Seruni, Lu-ma sudah menyambut dengan wajah berseri dan mata mengandung penuh pertanyaan dan harapan. Saking tegangnya, ia hanya memperhatikan Hong Yi dan seolah tidak melihat bahwa gadis itu datang bersama. Han Si Tong.

"Bagaimana, Hong Yi, ramalan apa yang kaudapatkan?" tanyanya penuh keinginan tahu.

Hong Yi tersenyum dan menoleh kepada Si Tiong lalu memperkenalkan pemuda itu.

"Bibi, taihiap (pendekar besar) ini adalah Han Si Tiong yang telah menyelamatkan aku ketika para piauwsu tadi mengeroyokku di jalan bersama teman-temannya. Tiong-ko, ini adalah bibiku Lu-ma."

Barulah Lu-ma memperhatikan pemuda itu dan mendengar bahwa pemuda itu telah menyelamatkan Hong Yi dari pengeroyokan banyak orang, ia bersikap ramah dan hormat walaupun alisnya berkerut melihat pemuda itu berpakaian kain kasar sederhana karena biasanya para pria yang berkunjung ke situ semua berpakaian mewah dan indah.

"Ah, Han-taihiap, silakan masuk dan silakan duduk." la mempersilakan pemuda itu masuk ke ruangan tamu. Mereka bertiga memasuki ruangan tamu dan ketika Si Tiong melihat beberapa orang gadis muda dan cantik berpakaian indah duduk di ruangan itu, dia menjadi ragu dan memandang kepada Hong Yi.

"Yi-moi, maafkan aku. Karena engkau sudah sampai di rumah dengan selamat, maka aku mohon pamit, hendak melanjutkan perjalananku." Dia dapat menduga bahwa empat orang gadis cantik yang tersenyum-senyum manis itu tentulah para gadis penghibur. Walaupun dia sendiri belum pernah berkunjung ke rumah hiburan, namun dia pernah mendengar tentang rumah pelacur semacam itu.

Hong Yi terkejut mendengar inl.

"Nanti dulu, Tiong-ko. Harap engkau suka duduk dulu...." Hong Yi melihat betapa pemuda itu melirik ke arah para gadis penghibur dengan alis berkerut dan tahulah ia mengapa pemuda itu tergesa-gesa hendak pergi. Ia membei isarat kepada empat orang gadis itu untuk meninggalkan ruangan tamu. Empat orang gadis itu mengerti dan sambil tersenyum sinis mereka lalu meninggalkan ruangan tamu dan memasuki ruangan dalam.

"Silakan, Tiong-ko. Silakan duduk dulu, Aku akan bicara dengan Bibi Lu-ma sebentar." Hong Yi bertepuk tangan dan muncullah seorang pelayan wanita setengah tua.

"Bibi, hidangkan minuman dan makanan kering untuk tamu!" Setelah mengangguk lagi kepada Si Tiong, Hong Yi lalu menarik tangan Lu-ma, diajak masuk ke dalam kamarnya.

"Bibi, telah terjadi hal yang aneh dan luar biasa sekali padaku!" kata Hong Yi sambil duduk di atas kursi dalam kamarnya dan Lu-ma duduk di sebelahnya.

"Apa yang telah terjadi? Engkau tampak begini tegang dan gembira," tanya Lu-ma yang memang sudah ingin sekali mendengar apa yang dialami Hong Yi ketika pergl ke kuil Kwan-im-bio.

"Aku telah sembahyang di kuil dan minta ramalan dan inilah hasil ramalan itu." la mengeluarkan sehelai kertas lalu membacanya dengan lirih agar jangan sampai terdengar dari luar kamar.

"Harimau Putih bukan untuk ditakuti seyogianya menjadi teman sejati temuilah seorang bermarga Han bersamanya berjaya di Lin-an.

"Wah, menarik sekali. Tapi, apanya yang luar biasa dan aneh?"

"Begini, bibi. Ketika aku pulang dan berada di jalan sunyi, tiba-tiba aku melihat seekor harimau putih yang besar.

"Ehh? Lalu bagaimana?" Lu-ma semakin tertarik.

"Karena takut kalau-kalau hanimau putih itu menyerangku, aku lalu menyambitnya dengan batu. Dia lari ke belakang semak-semak dan ketika aku mengejarnya, dia lenyap dan di belakang semak semak itu aku melihat seorang pemuda terbangun dari tidurnya. Kukira dia terinjak harimau itu, akan tetapi harimaunya lenyap".

"Hemmm, mungkin harimau putih itu semangatnya yang keluar ketika dia ter tidur kata Lu-ma.

"Kemudian bagaimana?".

"Aku lalu melanjutkan perjalanan dan tiba-tiba muncul delapan orang, di antaranya dua orang piauw-su (pengawal barang) yang kuhajar di sini, dan mereka mengeroyokku. Aku tentu celaka kalau saja tidak ditolong orang. Dan engkau tahu, bibi, siapa penolong itu? Dia bukan lain adalah pemuda yang kulihat terbangun dari tidur di belakang semak-semak di mana harimau putih itu lenyap! Dan yang lebih aneh lagi, namanya Han Si Tiong, dia bermarga Han seperti yang dikatakan ramalan Kwan-im-bio itu! Dan dia itulah orangnya!" Hong Yi menudingkan telunjuknya ke arah luar di mana si Han Si Tiong duduk di ruangan tamu.

Lu-ma terbelalak.

"Wah.... cocok benar, coba, bagaimana bunyi ramalan itu tadi? Harimau putih bukan untuk ditakuti seyogianya menjadi teman sejati, temuilah seorang bermarga Han, bersamanya berjaya di Lin-an. Hemm, sungguh cocok pula dengan mimpiku. Hong Yi, tidak salah lagi, dialah jodohmu dan engkau akan menjadi orang besar kelak bersamanya kalau kalian berdua pergi ke Lin-an!.

"Tapi, bibl...." terkejut juga hati Hong Yi mendengar ucapan itu karena sebelumnya lak pernah sedikitpun terpikir, olehnya tentang kemungkinan perjodohan dengan seorang laki-laki yang baru saja dijumpainya.

"Tapi apa lagl, Hong Yi? Biarpun aku baru melihat sekejap, dia masih muda bertubuh tegap dan wajahnya tidak buruk apalagi dia adalah seorang pendekar yang telah menolongmu. Apakah engkau tidak mau menjadi isterinya?"

Hong Yl menghela 'napas panjang.

"Entahlah, bibi, akan tetapi yang perlu dipertanyakan, apakah dia mau menjadl suamiku?"

"Kalau begitu, berarti engkau mau menjadl isterinya, bukan? Biarkan aku bertanya kepadanya sekarang juga. Hong Yi, firasatku mengatakan bahwa kelak engkau akan dapat hidup mulia bersamanya. Semua cocok dengan mimpiku dan cocok pula dengan ramalan Kwan-im-bio" Tanpa menanti jawaban Hong Yi wanita itu lalu melangkah keluar dari kamar Hong Yi menuju ke ruangan tamu. Hong Yi tidak mencegah. la hanya pasrah. Bukankah jauh lebih baik menjadi isteri seorang pendekar budiman yang gagah perkasa daripada menjadi seorang pelacur hina? Pelacur hina? Hong Yi tercenung dan melamun. Pertanyaan ini selalu menggores kalbunya. Pelacur dianggap oleh umum sebagai wanita yang kotor, rendah, dan hina, bahkan nyaris tidak dipandang sebagai manusia lagi, melainkan sebagai sampah masyarakat yang selalu dikutuk dan dimaki. Orang tidak perduli dan tidak mau tahu lagi tentang. alasan mengapa para wanita itu menjadi pelacur. la sendiri yang langsung terjun, ke dalam dunia pelacuran, walaupun belum lama dan hanya jarang saja ia diharuskan melayani pria, ia mengenal kehidupan mereka dan tahu mengapa mereka itu terpaksa menjadi pelacur. Sebagian besar dari mereka adalah korban kemelaratan, korban kelemahan mereka dan korban laki-laki! Seperti Siu Lin itu, la anak keluarga miskin di dusun yang sudah tenggelam dalam hutang sampai ke leher mereka. Ayahnya terpaksa mentegakan hati menjual anak perempuannya itu ke rumah hiburan yang dikelola Lu-ma. Hasil penjualan gadisnya itu untuk melunasi hutang-hutangnya, menebus sepetak sawah yang digadaikan sehingga keluarga itu dapat lagi bercocok tanam dan menghidupi semua anggauta keluarga. Penghasilan inipun masih tidak mencukupi kebutuhan perut suami isteri dengan sisa lima orang anak itu sehingga Siu Lin harus membantu keluarga orang tuanya, menyisihkan sebagian hasil pekerjaannya menjual diri untuk memungkinkan adik-adiknya makan setiap hari.

Gadis penghibur yang bernama Si Hu itu tidak lebih baik nasibnya daripada Siu Lin. Kalau Siu Lin menjadi korban kemelaratan orang tuanya, Si Hu menjadi korban kejahatan dan kekejaman laki-laki. Iapun dari keluarga melarat dan ketika ia berusia tujuh belas tahun, pada suatu hari yang naas baginya ia diperkosa oleh seorang penjahat. Penjahat itu kemudian melarikan diri meninggalkan Si Hu yang bukan hanya kehilangan kehormatannya melainkan juga kehilangan nama baik. Peristiwa itu membuat ia dicemoohkan dan dipandang rendah orang karena ia sudah bukan perawan lagi. Kaum wanita mencibirkan bibir kepadanya, dan kaum pria bersikap kurang ajar dan berusaha untuk menggoda dan mengganggunya, menganggap ia seorang wanita murahan! Dalam keadaan seperti itu, para pemuda yang tadinya menaruh perhatian untuk mempersuntingnya sebagai isteri, satu demi satu mengundurkan diri dan mereka itu tidak lagi berhasrat untuk memperisteri Si Hu, melainkan Untuk menjinai dan mempermainkannya. Lebih menghancurkan hatinya lagi, orang. tuanya merasa malu dan akhirnya iapun, meninggalkan dusunnya dan ditampung oleh Lu-ma untuk menjadi gadis penghibur atau pelacur.

Kui Nio lain lagi. la sudah bertunangan. Akan tetapi ketika tunangannya merayunya, ia jatuh dan menyerahkan dirinya digauli tunangannya sebelum mereka menikah. Kemudian, bagaikan seekor kumbang yang telah menghisap sari madu setangkai bunga, tunangannya itu meninggalkannya begitu saja! Karena keadaannya yang sudah tidak perawan lagi itu tidak memungkinkan ia untuk dapat memperoleh suami lagi, ia melarikan diri dari dusunnya untuk menghindarkan aib dan malu dan akhirnya karena ia butuh sandang pangan dan tidak dapat bekerja lain, tidak bermodal uang, terpaksa ia . menjadi pelacur bermodalkan tubuhnya yang masih muda dan segar dan wajahnya yang cukup manis. Kui Nio inipun menjadi pelacur akibat kejahatan laki-laki.

Siok Li dan Ceng Nio keduanya adalah janda muda beranak satu yang diceraikan suami mereka. Sebagai janda dengan anak satu mereka harus mencukupi kebutuhan anak dan diri mereka sendiri. Merekapun tidak dapat bekerja lain kecuali memperdagangkan dirinya. Kembali kedua orang inipun menjadi korban pria yang tidak bertanggung jawab.

Memang ada beberapa orang gadis penghibur, tidak banyak jumlahnya, yang terjun ke dunia pelacuran karena ingin hidup kecukupan, ingin mencari uang dengan mudah. Ada pula, dan yang ini hanya sedikit sekali jumlahnya, yang menjadi pelacur selain mencari uang mudah, juga untuk mencari kesenangan dan kepuasan diri.

Akan tetapi, apapun alasannya orang tidak mau mengerti dan tetap saja pelacur selalu dipandang rendah dan hina. Sedangkan, anehnya, para laki-laki yang datang melacur, sama sekali tidak dipandang rendah atau hina! Padahal, dalam pandangan Hong Yi, para pria yang datang untuk melacur itu jauh lebih rendah dan hina ketimbang pelacurnya! Sejahat-jahat dan sejelek-jeleknya pekerjaan seorang pelacur, ia masih mempunyai mengandung banyak jasa. la menghibur hati pria yang sedang kesepian, ia menjadi tempat penampungan dan pelarian bagi pria yang sedang berduka atau patah hati, iapun menjadi tempat penyaluran nafsu yang kalau tidak tersalur dapat saja menimbulkan adanya perkosaan atau perjinaan. Betapapun rendahnya dipandang orang, apa yang ia lakukan adalah sebuah pekerjaan, sumber nafkah, dan dalam melakukan pekerjaan itu ia tidak mengkhianati siapa-siapa, iapun tidak memaksa orang untuk membeli tubuhnya. Semua terjadi dengan suka rela dan senang hati. Sebaliknya, para pria yang datang melacur tetap dihormati orang. Padahal apa yang mereka lakukan? Pria melacur karena iseng dan semata-mata untuk mencari kesenangan dan melampiaskan nafsunya. Dan yang lebih jahat lagi, dia mengkhianati tunangannya atau isterinya yang setia menunggunya di rumah!

Kasih Diantara Remaja Eps 22 Pedang Ular Merah Eps 2 Kasih Diantara Remaja Eps 13

Cari Blog Ini