Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bayangan Malaikat 10

Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 10


Tan Kia-beng bergerak menuju kepuncak Si Sim Hong.
Ketika itu gunung Ui san penuh diliputi oleh kabut tebal,
sepuluh langkah susah mendadak bayangan manusia, Tan Kiabeng dengan mengambil tajam semua berlari balik ke atas
puncak Si Sim Hong. Ketika tiba dibawah puncak, secara samar-samar dari balik
kabut terdengar suara pekikan kesakitan yang menyayatkan
hati bergema memenuhi angkasa, jelas jelas di atas puncak
sedang terjadi suatu pertempuran yang amat sengit.
Tan Kia-beng membenci pihak Isana Kelabang Emas tidak
bisa dipercaya, ia mendengus dingin dan katanya dengan
penuh kegemasan, "Jikalau pihak Isana Kelabang Emas tidak
bisa pegang janji, jangan salahkan aku orang she Tan akan
turun tangan kejam".
"Heee.... heee.... heee.... siapa yang suka bersikap walas
kasih seperti dirimu" haruslah diketahui melepaskan seorang
bajingan maka seribu orang penduduk mulianya akan
mendapat celaka". seru Pek Ih Loo-sat tertawa dingin.
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan itu, dalam hati
merasa amat menyesal, tak terasa ia menghela nafas panjang.
Ketika itu jarak mereka dengan puncak Si Sim Hong sudah
semakin dekat, mendadak....
Dari balik kabut terdengar suara bentakan keras diikuti
munculnya serentetan cahaya keemas emasan bagaikan hujan
badai mengurung seluruh tubuh Tan Kia-beng bertiga hal ini
membuat pemuda itu gusar dan mengirim satu pukulan yang
maha dahsyat menggulung cahaya emas tersebut.
Karena ia membendi terhadap jagoan Isana Kelabang Emas
yang melancarkan serangan bokongan, maka serangan
balasan ini dilancarkan dengan sepenuh tenaga.
Terdengar suara jeritan ngeri bergema memecahkan
kesunyian, agaknya orang yang melancarkan serangan
bokongan itu dalam keadaan tidak bersiap sudah kena dilukai
oleh jarum Pek Cu Kiem Wu Yen Wie Ciam yang terpukul balik.
Pada saat Tan Kia-beng melancarkan pukulan tadi, dua
rentetan cahaya keperak-perakan menyusul ke arah depan,
kiranya Pek Ih Loo sat serta Leng Poo Sianci sama-sama
sudah menubruk ke arah mana berasalnya suara tadi.
Tapi tubrukan mereka sudah mencapai sasaran kosong.
kalangan sunyi senyap tak kedapatan seorang manusiapun.
Melihat hal itu Tan Kia-beng lantas berteriak keras,
"Bajingan bajingan cilik itu tidak berharga untuk kita gubris,
mari cepat-cepat menuju ke arah panggung."
Selesai berbicara pertama tama ia meloncat dulu ke depan
diikuti dua orang gadis yang lain.
Di dalam sekejap mata mereka sudah berada beberapa
puluh kaki jauhnya, dari antara balik kabut yang tebal
tampaklah bayangan manusia saling menyambar diiringi
teriakan teriakan gusar yang gegap gempita.
Dengan ketajaman mata Tan Kia-beng, sekali pandang ia
sudah menemukan di atas tanah rumput yang kering
berceceran darah segar, mayat bergelimpangan memenuhi
permukaan tanah, hal ini membuat darah panas bergolak
dalam dadanya. Sepasang mata merah membara dan tidak
ragu ragu lagi pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam nya dicabut
keluar. Dimana tangannya bergerak, cahaya biru memancarkan
keempat penjuru dan mencapai tiga depa jauhnya, diiringi
tertawa seram teriaknya, "Liu Lok Yen, kau tidak suka pegang
janji, aku orang she Tan pun tanpa sungkan sungkan akan
buka pantangan membunuh"
Suara gelak tertawa ini sudah dikerahkan dengan tenaga
lweekang yang tinggi, suara tersebut bergetar memenuhi
empat penjuru bahkan Hu Siauw-cian serta Leng Poo Sianci
pun dibuat tergetar sehingga jantungnya berdebar ditelinga
terasa berdengung. Baru saja suara tertawa sirap, dari balik kabut muncul suara
tertawa dingin diikuti meloncat keluarnya sosokan bayangan
manusia. "Hmmm! toa-ya mu memang sedang murung karena tidak
temukan dirimu tidak disangka kau suka hantar nyawa sendiri"
bentak orang itu seram. Perkataan selesai diucapkan, muncullah "Gien To Mo Lei"
Go Lun dengan wajah penuh napsu membunuh.
Leng Poo Sianci yang melihat munculnya orang itu segera
mengenalinya kembali kalau pemuda tersebut bukan lain
adalah sang muda yang pernah memaksa Tan Kia-beng
sewaktu ada dikuil Puh Lan Si dengan tanggungan nyawa
Siasap dan mega selaksa li, Lok Tong.
Ia segera membentak keras, pedang pendeknya dengan
disertai cahaya keperak perakan meluncur keluar dan
membabat ke arah pinggangnya, hawa pedang berdesir, angin
serangan menderu deru dengan sangat hebatnya.
Gien To Mo Lei mendadak berkelebat maju ke depan,
kemudian tertawa keras dengan suara yang sangat
menyeramkan. "Haaa.... haaa.... haaa.... Barang siapa yang hadir di atas
puncak Si Sim Hong pada hari ini semuanya bakal mati, jika
kaupun ingin mati, mari.... akan kuhantarkan terlebih dahulu"
Leng Poo Sianci amat mendongkol, tubuhnya berkelebat
bagaikan kilat, dalam waktu yang amat singkat berturut ia
sudah mengirim delapan buah serangan sekaligus.
Sejak kecil ia sudah memperoleh didikan ilmu silat dari
ayahnya Hay Thian Sin Shu, sudah tentu kedelapan buah
serangan yang baru saja ia lancarkan benar-benar merupakan
suatu serangan yang maha dahsyat bagaikan delapan orang
turun tangan bersama-sama.
Pada saat itu Gien To Mo Lei pun tidak berani bersuara lagi,
golok peraknya ditarik kan gencar menutup seluruh keliling
tubuh. Setelah mengeluarkan dua belas jurus berantai
akhirnya dengan susah payah ia baru berhasil menghindarkan
diri dari desakan kedelapan buah serangan tersebut. Sekalipun
begitu badannya pun kena terdesak sehingga mundur tujuh,
delapan depa ke belakang.
Bersamaan waktunya Leng Poo Sianci melancarkan
serangan ke arah Gien To Mo Lei, dari empat penjuru tiba-tiba
berkumandang keluar suara tertawa aneh yang amat
menyeramkan kemudian disusul munculnya segerombolan
bayangan manusia dari balik kabut perlahan-lahan mendekati
Tan Kia-beng. Sekali pandang pemuda she Tan ini dapat mengenali
kembali bila diantara gerombolan jagoan itu selain terdapat
Sam Biauw Ci Sin, Kui So Sian Ong, Si Bangau Mata Satu Kwie
Hwie, serta Im Leng Kui Bo yang pernah bergebrak dengan
dirinya masih ada beberapa orang jagoan yang belum pernah
ditemuinya selama ini. Diam-diam hatinya jadi amat terperanjat, pikirnya, "Jagojago lihay dari pihak Isana Kelabang Emas sudah hadis semua
disini, apakah orang-orang tujuh partai serta Kay-pang sudah
menemui bencana semua?"
Selagi ia sedang berpikir, Kui So Sian Ong sudah tiba
dihadapannya, lalu dengan nada aneh tudingnya ke arah
pemuda tersebut. "Eeei bangsat cilik! kau jangan anggap hanya andalkan
sedikit permainan setan hasil peninggalan Han Tan si setan
tua itu. Lalu kepandaianmu bisa disebut benar-benar lihay ini
hari puncak Si Sim Hong akan berubah jadi tempat
kuburanmu, jika ada pesan pesan terakhir sampaikan dulu
menggunakan kesempatan ini. Jika tunggu sampai nanti aku
takut bakal terlambat!"
Pek Ih Loo-sat yang mendengar perkataannya
menyinggung Han Tan Loojien, alisnya kontan melentik,
pundaknya bergerak siap-siap melancarkan tubrukan ke
depan. Tetapi gerakannya ini dapat ditahan oleh Tan Kia-beng.
"Haaa.... haaa.... haaa.... kalian gerombolan bayangan
setan masih belum berhak untuk mendengarkan pesan
terakhir dari Siauw ya mu" seru pemuda itu sambil tertawa
panjang. "Mana Liu Lok Yen" cepat suruh ia keluar menemui
diriku" Bicara sampai disitu suaranya semakin menyeramkan dan
sangat mendebarkan jantung. tapi Kui So Sian Ong yang
mengandalkan jumlah banyak sudah tentu tak akan jeri
terhadapnya bahkan bersama-sama mendengarkan suara
tawa hinaan yang menusuk telinga.
Tan Kia-beng gusar, mendadak tubuhnya bergetar maju ke
depan, ujung pedangnya dituding dada Kui So Sian Ong.
"Jika kau tidak suka bicara terus terang, siauw ya segera
akan gorok dulu" ancamannya diiringi suara bentak keras.
"Haaa.... haaa.... haaa.... cukupkah kepandaianmu untuk
menggorok aku?" Tangan setannya mendadak dipentangkan mencengkeram
pergelangan pemuda tersebut.
Melihat datangnya serangan pemuda she Tan ini tertawa
dingin. "Heee.... heee.... heee.... kau cari mati!"
Telapak tangannya segera disalurkan tenaga dalam
kemudian dikerahkan ke dalam pedang. Ujung pedang
bagaikan seekor ular mendadak memancarkan cahaya
mencapai tiga depa ke depan, Kui So Sian Ong sama sekali
tidak menyangka akan kehebatan ini.
Belum sempat tubuhnya bergerak mendekat, cahaya
kebiru-biruan tersebut dengan dahsyat sudah menembusi
dadanya, sekalipun ia memiliki kepandaian amat sempurna
saat tanpa mengeluarkan suara dengusanpun roboh binasa ke
atas tanah. Tan Kia-beng yang melihat serangan anehnya berhasil
mengenai sasaran, tidak menunggu mereka turun tangan lagi
tubuhnya segera berputar dan dalam satu kali kebasan
pedangnya membuat ke arah luar.
Sam Biauw Ci Sin sekalian sama sekali tidak menyangka
kalau pedang kumala itu bisa memiliki kedahsyatan yang luar
biasa, tidak menanti cahaya pedang itu berkelebat lewat
dihadapannya, terburu-buru beberapa orang jagoan itu
mengundurkan diri ke belakang.
Tan Kia-beng tertawa dingin, pedangnya dikebaskan dan
sekali lagi maju mendekat.
Terlihatlah cayaha biru laksana sambaran kilat berkelebat
memenuhi angkasa, di dalam sekejap mata berturut turut ia
sudah mengirim empat belas buah jurus serangan gencar.
Bagaimanapun Sam Biauw Ci Sin beberapa orang jago-jago
kenamaan dalam dunia kangouw, hanya di dalam sekejap
mata mereka pun sudha meloloskan senjata dan menerjang
berbareng. Seketika itu juga seluruh kalangan dipenuhi dengan cahaya
golok bayangan pedang yang mengurung tubuh Tan Kia-beng
dari empat penjuru. Pek Ih Loo sat sambil menentang golok peraknya tertawa
terkekeh-kekeh melihat kejadian itu.
"Bagus! bagus sekali! jika ingin bergebrak memang
seharusnya kita bergebrak sampai puas"
Tubuhnya meloncat ke tengah udara lalu menerjang masuk
ke dalam kurungan cahaya tajam.
Dengan ikut sertanya gadis ini ke dalam arena pertarungan
maka ia baru mulai merasa bila orang-orang itu tidak lemas. Ia
merasa tekanan yang ditimbulkan dari empat penjuru sangat
berat bagaikan tindihan gunung Thay-san, bahkan untuk
melancarkan jurus-jurus seranganpun rasanya teramat susah.
Masih beruntung tenaga dalam yang dimiliki Tan Kia-beng
amat sempurna, pedang kumala yang tergenggam dalam
tanganpun merupakan pedang pusaka.
Setelah ia bergerak maka para jago buru-buru
mengundurkan diri dan berhasi lmembebaskan Hu Siauw-cian
dari berbagai tekanan. Tapi kedatangan beberapa orang jagoan ini adalah
bertujuan untuk menghadapi Tan Kia-beng. Oleh karena itu
tanpa mengingat kedudukannya lagi begitu turun tangan
lantas melancarkan penyerbuan berbareng.
Tongkat kepala ular dari Im Leng Kui Bo, Cangklong
penotok jalan darah dari si Bangau Mata Satu serta golok
lengkung beracun dari Sam Biauw Ci Sin rata rata merupakan
senjata andalan yang sangat mengerikan. Jurus jurus
serangan yang mereka pergunakan benar-benar ganas dan
telengas, ditambah lagi beberapa buah senjata aneh dari jagojago yang tidak diketahui namanya, benar-benar membuat
Tan Kia-beng jadi kerepotan.
Ketika itu kabut yang menutupi empat penjuru sudah mulai
berkurang, cahaya sang suryapun memancarkan sinar keemas
emasnya menyoroti padang rumput penuh berlepotan darah
sehingga memancarkan bau amis yang menusuk hidung dan
bikin perut terasa mual. Tan Kia-beng yang terus menerus memikirkan keselamatan
dari anak murid Kay-pang serta Ciangbunjin dari tujuh partai
dan berkeinginan cepat-cepat tiba di atas panggung tapi kena
terkurung oleh gerombolan iblis-iblis ini sehingga sukar
meloloskan diri lama kelamaan jadi gusar juga.
Mendadak ia bersuit nyaring, permainan pedang kumala
ditangannya segera berubah ternyata ia sudah mengeluarkan
ilmu pedang yang paling ampuh "Sian Yan Chiet Can" sedang
tangan kirinya berulang kali didorong kemuka mengirim tujuh
buah serangan dahsyat. Dalam sekejap mata, cahaya kebiru biruan memancar
semakin luas, angin pukulan menderu-deru bagaikan taupan,
di tengah suara jeritan yang amat ngeri ada dua orang rubuh
mati seketika itu juga. Pek Ih Loo sat yang sedang merasa kepayahan, mendadak
melihat Tan Kia-beng berhasil merobohkan pihak musuh,
semangan pun ikut berkobar.
"Naaah! begitulah baru bagus, seharusnya sejak tadi kau
bertindak begini!" teriaknya melengking.
Golok perak laksana kilat mengirim sebelas buah babatan
gencar memaksa jago-jago lihat dari Isana Kelabang Emas
dengan perasaan terkejut dan gelagapan mengundurkan diri
ke belakang. Dengan begitu tekanan yang dipancarkan dari empat
penjuru pun jauh berkurang.
Bersamaan waktunya ketika Tan Kia-beng mengeluarkan
ilmu pedangnya yang ampuh "Sian Yan Chiet Can" tiba-tiba
terdengar Gien To Mo Lei berteriak gusar, "Lonte busuk! Ini


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hari jika bukan sang ikan yang mati adalah jaring yang
berlubang serahkan nyawamu!"
"Hmm.... bicara besar apa gunanya, jika punya kepandaian
ayoh keluarkan semua kepandaianmu. Nona akan sambut
seluruh permainanmu!" jerit pula Leng Poo Sianci diiringi suara tawa yang menyeramkan.
Mendengar bentakan bentakan itu hati Tan Kia-beng tibatiba rada bergerak, kepada Pek Ih Loo sat segera serunya,
"Siauw Cian, di tempat ini cukup aku seorang sudah mampu
untuk menghadapi mereka, kau pergilah kesana untuk
membantu nona Cha!" Walaupun dalam hati Pek Ih Loo sat tidak senang, tapi ia
tetap menggetarkan golok peraknya sehingga memancarkan
cahaya keperak perakan kemudian langsung menerjang keluar
dari lingkaran kepungan. "Hey budak busuk, kau kepingin melarikan diri?" seru Im
Liem Kui Bo sambil tertawa aneh. "Aku kira tidak segampang
itu!" Tongkat kepala ularnya dikebaskan menotok dada lawan,
melihat hal itu Tan Kia-beng membentak keras, dari samping
tubuh ia mengirim satu pukulan dahsyat ke depan.
Segulung tenaga pukulan bertenaga Yang kontan
menggetarkan tongkat kepala ular dari Im Liem Kui Bo
sehingga menimbulkan suara dengungan keras, sedang
badannya sendiri terdesak mundur tiga depa ke belakang.
Mengambil kesempatan itulah Pek Ih Loo sat enjotkan
badannya melayang lewat dari atas kepala Im Liem Kui Bo
tersebut. Pek Ih Loo sat yang sudah terkenal karena keganasannya
menghadapi mangsa mangsanya begitu keluar dari kepungan,
golok peraknya laksana serentetan cahay apelangi
menggulung seluruh tubuh Gien To Mo Lei dan di dalam
sekejap mata berturut turut ia sudah mengirim tiga belas buah
babatan dahsyat. Kepandaian yang dimiliki Gien To Mo Lei dengan Leng Poo
Sianci kira-kira seimbang satu sama lainnya. oleh karena itu
kendati sudah bergebrak sangat lama sukar juga untuk
menentukan siapa yang menang siapa yang kalah.
Tapi dengan ikut sertanya Hu Siauw-cian terjunkan diri ke
dalam kalangan maka keadaanpun segera berubah. itu tiada
kekuatan untuk melancarkan serangan balasan lagi.
Sam Biauw Ci Sin yang melihat Gien To Mo Lei kena
dikurung oleh kedua gadis itu sehingga kepayahan, badannya
segera berputar bermaksud untuk memberi bantuan siapa
nyana ketika itulah Tan Kia-beng sudah menggetarkan
pedangnya sambil tertawa seram.
"Pertempuran mati hidup kita kali ini tak akan selesai
sebelum salah satu binasa kita kan belum berhasil tentukan
siapa menang siapa kalah, kenapa kau ingin melarikan diri...."
Terasa cahaya kebiru-biruan menyusut dan memancar,
laksana aliran listrik dalam sekejap mata ia sudah mengirim
tujuh buah serangan yang secara terpisah menghajar tujuh
orang sekaligus. Ganas, gencar dan dahsyat memaksa Sam Biauw Ci Sin
sekalian harus menggerakkan senjatanya untuk melindungi
badan. Tan Kia-beng yang saat ini sudah tidak memikul beban lagi,
serangan yang ditemukan semakin meluas, ilmu "Sian Yan
Chiet Can"nya dilancarkan dengan kedahsyatan yang luar
biasa. Dibawah sorotan sinar sang surya tampaklah serentetan
cahaya biru laksana naga sakti menggulung, menyabet tiada
hentinya di tengah udara, hawa pedang yang menggidikkan
badan menyelimuti lima kaki di sekeliling tempat itu.
Sam Biauw Ci Sin beserta si Bangau Mata Satu sekalian
walaupun merupakan jago-jago kelas wahid dari dunia
kangouw, saat ini setelah menghadapi jurus jurus pedang
yang luar biasa dahsyatnya mulai merasa bergidik juga
sehingga mengundurkan diri berulang kali.
Im Liem Kui Bo yang melihat tujuh orang jagoan lihay
ternyata tidak berhasil menangkan seorang bocah yang masih
ingusan, napsu buasnya segera muncul.
Sambil menggerakkan toyanya ia menerjang maju ke
depan, bersama itu pula sambil menjerit seram teriaknya,
"Jika ini hari aku tidak berhasil membereskan bangsat cilik ini, dikemudian hari aku tak akan munculkan diri lagi di dalam
dunia kangouw untuk mencari nama"
Beberapa patah kata yang mengandung sindiran dan
hasutan ini seketika itu juga membangkitkan semangat banyak
jago. Terdengar si Bangau Mata Satu bersuit nyaring, senjata
cangklongnya dengan memancarkan cahaya hitam menerobos
masuk ke dalam kurungan bayangan pedang yang sangat
rapat itu. Diikuti Sam Biauw Ci Sin sekalian menerjang ke depan
dengan sepenuh tenaga, dengan demikian suatu pertarungan
yang maha dahsyatpun segera berlangsung di tengah padang
rumput yang sunyi. Perduli ilmu pedang ilmu "Sian yan Chiet Can" dari Tan Kia-beng menimbulkan tenaga tekanan yang maha dahsyat, dan
pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam nya tajam luar biasa, tapi
dibawah desakan dari para jago yang hampir tidak perduli
keselamatan sendiri tak urung makin bergebrak merasa
semakin kepayahan. Tapi bagi Im Liem Kui Bo sekalian untuk merebut
kemenanganpun bukan suatu pekerjaan yang gampang,
masing-masing pihak sudah mengeluarkan seluruh jurus
serangan yang dimilikinya untuk saling mengalahkan pihak
lawan. Tujuh delapan rentetan cahaya yang berbeda dengan
rapatnya mengurung tanah lapangan seluas lima kaki angin
menderu deru, suara suitan aneh melengking, seketika
bayangan manusia bergema jadi satu susah dibedakan mana
kawan mana lawan. Seluruh jago dari Isana Kelabang Emas sudah pada
melancarkan serangan terhadap Tan Kia-beng, dengan
demikian Gien To Mo Lei harus menghadapi ketanan tekanan
kedua orang gadis itu dengan kepayahan.
Tiba-tiba terdengar Pek Ih Loo sat membentak keras.
"Bangsat iblis! coba kau rasakan ilmu pukulan Tok Yen Sin
Ciang dari nonamu!" Diikuti suara dengusan berat, tubuh Gien To Mo Lei dengan
sempoyongan mundur lima langkah ke belakang.
Belum sempat kakinya berdiri tegak, serentetan cahaya
keperak perakan kembali menyambar lewat.
Ketika itu, walaupun ia memiliki kepandaian silat yang amat
lihay tapi sulit baginya untuk meloloskan diri dari serangan
kilat yang dilancarkan oleh Leng Poo Sianci.
Suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
memenuhi angkasa Gien To Mo Lei rubuh binasa dengan
pinggang terputus jadi dua bagian.
Pek Ih Loo sat sekalian tanpa melirik lagi ke arahnya
bersama-sama meloncat ke depan dan langsung menubruk ke
arah Sam Biauw Ci Sin sekalian.
Tenaga dalam maupun kepandaian silat yang dimilikinya
kedua orang gadis ini boleh dikata hampir seimbang dengan
kepandaian yang dimiliki Sam Biauw Ci Sin sekalian, dengan
masuknya kedua orang ini ke dalam kalangan maka situasi
pun segera berubah. Jagoan lihay bergebrak rata rata mengutamakan kecepatan
serta ketepatan gerak, dengan adanya kedua orang gadis itu
ikut serta terjunkan diri ke dalam kalangan berarti pula
mereka telah mendapat tambahan dua orang musuh yang
harus mereka hadapi. Dengan demikian tekanan yang mengurung Tan Kia-beng
pun jadi semakin berkurang, mendadak ia membentak keras,
dengan jurus "Tiang Kiauw Wuo Hong" atau Jembatan
panjang menghadang Pelangi, tiba-tiba pedang kumala
ditangannya terbang lewat.
Dengan membentuk cahaya biru tahu-tahu dua orang
jagoan lihay dari pihak Isana Kelabang Emas rubuh binasa
kena sambaran tersebut. Melihat kejadian itu si Bangau Mata Satu jadi terperanjat,
selama hidup ia kesemsem dengan ilmu silat tapi yang
didengarpun hanya berita yang mengatakan di Bulim ada
semacam ilmu pedang terbang, siapa nyana ilmu dahsyat
tersebut ternyata pada hari ini bisa muncul ditangan seorang
pemuda berusia dua puluh tahunan.
Tak terasa lagi semakin gebrak ia semakin merasa hatinya
berdesir. Mendadak badannya mengundurkan diri ke belakang
kemudian melayang ke arah muka dengan kecepatan luar
biasa. Hanya di dalam beberapa saat saja bayangan tubuhnya
sudah lenyap tak berbekas.
Sepeninggalnya si Bangau Mata Satu, Sam Biauw Ci Sin
sekalian mulai merasa keadaan mereka semakin terkatung
katung, masing-masing mulai timbul maksud untuk
mengundurkan diri. Tapi Tan Kia-beng yang sudah terlanjur membenci orangorang Isana Kelabang Emas mana suka melepas mereka
begitu saja" pedang kumala ditangan kanannya melancarkan
serangan berulang kali mengurung seluruh tubuh keempat
orang jagoan itu ke dalam kepungannya. sedang telapak kiri
diam-diam mulai disaluri dengan tenaga khie kang Jie Khek
Kun Yen Kan Kun So. Walaupun Sam Biauw Ci Sin ada maksud melarikan diri, tapi
kena didesak terus oleh serangan serangan pedang yang amat
gencar memaksa ia sulit untuk meloloskan diri.
Apalagi diluar kalangan masih ada Pek Ih Loo sat serta Leng
Poo Sianci yang selalu mengirim serangan serangan ganas.
oleh karena itu kendati hatinya amat gelisah tapi tak bisa
berbuat apa apa, terpaksa dengan sepenuh tenaga melayani
seluruh serangan dari sang pemuda dan menyingkitkan dahulu
maksudnya untuk mundur. Tan Kia-beng yang melihat saatnya sudah tiba tidak buang
waktu lagi, telapak kirinya membentuk gerakan setengah
busur di tengah udara kemudian perlahan-lahan ditekan
kemuka. Ilmu pukulan Jie Khek Kun Yen Kan Kun So yang amat
dahsyat ini sekalipun Majikan Isana Kelabang Emas sendiri
tidak tahan apalagi Sam Biauw Ci Sin"
Terdengar suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi
angkasa, tubuhnya terpental setinggi dua kaki ke tengah
udara kemudian diiringi ceceran darah segar bagaikan sumber
air terbanting jatuh ke atas rerumputan.
Im Liem Kui Bo melihat peristiwa itu jadi sangat terperanjat,
tongkat kepala ularnya digetarkan berulang kali mengirim dua
buah serangan kosong, setelah itu secara mendadak meloncat
mundur ke belakang siap-siap melarikan diri.
"Haaa.... haaa.... haaa.... Loo Kui bo! kau masih kepingin
melarikan diri?" jengek Tan Kia-beng sambil tertawa panjang.
Pergelangan tangan semakin mengencang cahaya kebiru
biruan memancar keempat penjuru kemudian laksana aliran
kilat menggulung ke arah depan.
Di tengah muncratan darah segar yang memenuhi angkasa,
tangan kanan Im Liem Kui Bo beserta tongkat ularnya
bersama-sama kena terbabat putus jadi dua bagian.
Suara jeritan ngeri bergema memecahkan kesunyian,
badannya berguling guling lalu meloncat bangun dan enjotkan
badan lari terbirit birit dari sana.
Di dalam sekejap mata Tan Kia-beng berhasil melukai dua
orang Pelindung hukum dari golongan Isana Kelabang Emas
kejadian ini kontan membuat dua orang jagoan lihay lainnya
merasa jeri dan lupa bahwa masih ada dua orang iblis wanita
yang sedang menunggu dibelakang.
Selagi mereka berdiri tertegun, terlihatlah cahaya keperakperakan berkelebat lewat diikuti bergemanya dua rentetan
jeritan ngeri Ternyata pinggang mereka berhasil dibabat putus jadi dua
bagian oleh serangan Pek Ih Loosat serta Leng Poo Sianci.
Pada saat ini di atas tanah kecuali terdapat beberapa sosok
mayat jagoan Isana Kelabang Emas dalam keadaan
mengerikan. lainnya sudah berhenti melakukan perlawanan.
Tan Kia-beng menghembuskan napas ringan, ia dongakkan
kepalanya memeriksa keadaan lalu secara mendadak
teriaknya, "Aduuuh celaka! sampai waktu ini mengapa tidak
kelihatan juga seorang anggota Kay-pang pun" apakah
mereka sudah menemui ajalnya semua ditangan orang-orang
Isana Kelabang Emas?"
"Tujuh partai besar berjumlah sangat banyak, jika menurut
keadaan seharusnya tidak secepat ini menderita kekalahan"
kata Leng Poo Sianci sambil menyimpan kembali pedangnya
ke dalam sarung. "Mari cepat-cepat kita berangkat menuju
kepanggung pertemuan"
Pertama tama ia enjotkan badan dulu bergerak menuju ke
depan. Dengan pandangan dingin Pek Ih Loo sat melirik sekejap ke
arahnya, ia tetap berdiri tidak bergerak dari tempat semula.
"Urusan sangat kritis seperti berada di ujung tanduk, mari
kita cepat pergi!" buru-buru Tan Kia-beng sambil menarik
tangannya. Hu Siauw-cian tertawa dingin tiada hentinya.
"Hee heee heee.... sekalipun mereka habis dibunuh semua,
apa sangkut pautnya dengan diriku?"
Walaupun diluaran ia bicara begitu, tapi kakinya dikerahkan
ilmu meringankan tubuh Moo Hoo Sin Lie untuk berlari.
Tiga sosok bayangan manusia bagaikan tiupan segulung
angin ringan dalam sekejap mata sudah tiba di depan
panggung pertemuan. Terlihatlah seluruh permukaan tanah dibasahi dengan noda
darah yang memancarkan bau amis, dimana mana berserakan
kutungan lengan, potongan kaki serta mayat mayat dalam
keadaan tidak utuh. Diantara mayat mayat tersebut ada hweesio berkepala
gundul, ada toosu berjenggot ada pula pengemis dengan
pakaian yang dekil, bahkan tak kurang orang Isana Kelabang
Emas dengan pakaian pakaian yang aneh.
Jika seluruhnya ditotal kemungkinan sekali ada seratus
sosok mayat banyaknya keadaan sungguh mengerikan.
Jelas tidak lama berselang di tempat itu sudah terjadi suatu
penjagalan manusia secara besar besaran.
Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo sat walaupun merupakan
iblis iblis wanita yang membunuh orang tak berkedip, tak


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

urung dibuat pucat pasi juga setelah melihat kejadian yang
sangat mengerikan ini. "Huuu....! sungguh tidak kusangka akhirnya kedatanganku
kemari masih terlambat satu tindak" teriak Tan Kia-beng
dengan gemas, ia depakkan kakinya berulang kali. "tidak
nyana orang-orang Bulim dari Daratan Tionggoan harus
menemui bencana pembantaian secara demikian mengerikan"
"Hee.... hee.... hee.... kejadian ini hanya bisa salahkan
kepandaian silat mereka kurang sempurna, lalu siapa yang
patut disalahkan?" jengek Pek Ih Loo sat segera tertawa
dingin. Perlahan-lahan Tan Kia-beng menghela napas panjang.
"Heeei.... walaupun perkataanmu benar, tapi tindakan
orang-orang Isana Kelabang Emas pun rada sedikit
keterlaluan!" "Tan Siauwhiap, apakah kau tidak merasa kalau
perkataanmu itu keterlaluan?" mendadak dari tempat
kejauhan berkumandang datang suara seseorang
menimbrung. Diikuti suara sambaran angin perlahan, Sak Cing Hujien
dengan ujung baju berkibar tertiup angin tahu-tahu sudah
munculkan diri di tengah kalangan.
Dibelakangnya berdiri Sang Si Ong beserta silelaki kekar
berbadan suku Biauw yang kosen dan buas itu.
Leng Poo Sianci serta Pek Loo sat yang melihat munculnya
musuh, terburu-buru mencabut keluar senjatanya.
Tapi Tan Kia-beng tetap tenang-tenang saja tak bergerak,
alisnya melentik. "Dengan andaikata apa saudara bisa menegur Cayhe bicara
sedikit keterlaluan".... " serunya.
"Maksud tujuan partai besar Bulim didaratan Tionggoan
sukar diduga, mereka pura pura mengadakan pertemuan
pedang di atas gunung Ui san dengan maksud hendak
membasmi kami orang-orang Isana Kelabang Emas. Empat
penjuru gunung Ui san sudah dipasangi jebakan bagaikan
dinding baja. Bilamana bukannya orang-orang Isana Kelabang
Emas sedikit memiliki kepandaian silat yang bisa diandalkan,
kemungkinan besar saat ini kami sudah terkubur di atas
gunung Ui san yang permai ini."
"Tujuh partai besar Bulim berbuat demikian tidak lain untuk
menghadapi siasat busuk yang hendak kalian orang-orang
Isana Kelabang Emas lakukan.
Jika dikatakan yang sebenarnya saja mereka sama sekali
tidak bersalah. Sekarang Cayhe ingin minta beberapa petunjuk kepada
dirimu. Bukankah tadi masing-masing pihak sudah berjanji
hendak lepas tangan dan tidak akan bertempur lagi" mengapa
Majikan Isana Kelabang Emas mungkiri janji dan turun tangan
telengas kepada mereka"
Mendengar teguran itu Sak Cing Hujien tertawa dingin.
"Enci Liuw sebagai Majikan Isana Kelabang Emas kapan
pernah mungkiri janji sendiri" anak murid tujuh partai besar
mengatur jebakan diperbagai mulut gunung dan membunuhi
orang-orang Isana Kelabang Emas yang lewati sana, demi
menjaga keselamatan sendiri terpaksa kami orang-orang Isana
Kelabang Emas harus turun tangan."
"Dan kalian lantas balik lalu turun tangan terhadap ketujuh
orang Ciang Bunjien dari tujuh partai besar"
"Sedikitpun tidak salah, tapi tindakan ini hanya demi
melayani tantangan dari pihak lawan."
"Heee.... heee.... heee.... agaknya alasan kalian amat kuat
sekali" jengek sang pemuda she Tan serta tertawa dingin,
"Sekarang dimanakah keturuh orang ciangbunjin dari tujuh
partai besar beserta anak murid perkumpulan Kay-pang?"
Sang Si Ong yang ada disamping kalangan mendadak
tertawa seram. "Mereka sedang menanti dirimu di tengah perjalanan
menuju Akherat...." serunya.
Mendengar ejekan itu Leng Poo Sianci merasa teramat
gusar, pedang pendeknya dengan menimbulkan cahaya
keperak perakan laksana sambaran kilat menubruk ke arah
depan. Sak Cing Hujien dengan sebat kebutkan ujung jubahnya ke
depan, segulung asap kabut warna hijau dengan kencang
menggulung keluar dan dengan paksa menahan tubrukan
Leng Poo Sianci tersebut.
"Nona untuk sementara jangan turun tangan dulu" katanya
sambil tersenyum. "Biarlah aku selesaikan dulu perkataanku"
Lalu dengan wajah penuh senyum ia berpaling ke arah Tan
Kia-beng, lanjutnya, "Keberanian, serta semangat Siauw-hiap
untuk melindungi yang lemah dan berusaha menegakkan
keadilan dalam Bulim membuat aku merasa sangat kagum.
Tapi saat ini urusan sudah berlalu dan agaknya tiada berguna
kita lanjutkan kembali. menurut pendapatku saat inilah
merupakan suatu kesempatan yang paling baik bagi Siauwhiap
untuk menyusun dan mendirikan kembali Perkumpulan Teh
Leng Kauw lalu bekerja sama dengan Isana Kelabang Emas
malang melintang di daerah Utara maupun Selatan dan samasama merajai Bulim" "Haaa.... haaa.... haaa.... bila Isana Kelabang Emas ada
maksud untuk melindungi keadilan dalam Bulim, seharusnya
tidak bakal menciptakan suatu pembunuhan berdarah
semacam ini" teriak Tan Kia-beng tertawa terbahak-bahak.
"Apa lagi orang she Tan punya ikatan dendam sedalam lautan
dengan pihak Isana Kelabang Emas, apa katamu sebagai kerja
sama aku rasa hanya merupakan omongan kosong belaka,
cuma saja aku orang she Tan mengeri hutang ada pemiliknya,
dendam ada musuhnya, kau tiada ikatan dendam dengan
diriku maka dari itu cayhe tidak ingin menyusahkan dirimu.
Sekarang Liuw Lok Yen ada dimana, aku mau cari dirinya
untuk bikin perhitungan atau dendam berdarah ini."
Air muka Sak Cing Hujien berubah tiada hentinya, ia
termenung sebentar akhirnya menghela napas ringan.
"Jika itulah maksud saudara, akupun tak ada cara untuk
menentangnya, hanya saja kau berbuat demikian cukup
membuat aku jadi kecewa bersamaan itu pula telah melukai
hati seseorang!" Habis berkata ujung baju dikebutkan lalu bersama-sama
dengan silelaki kekar itu berlalu dari sana. Tak terasa lagi Tan
Kia-beng berdiri termangu-mangu disana, lama sekali tak
mengucapkan sepatah katapun.
Disamping ia merasa menyesal dan sedih karena salahnya
perhitungan mengakibatkan tujuh partai besar Bulim serta
Kay-pang menderita kerugian amat besar. Bahkan ia pun
mulai paham siapakah orang yang dimaksudkan oleh Sak Cing
Hujien tersebut. Pak Ih Loo sat yang melihat pemuda itu berdiri tertegun di
tempat semula. tidak terasa lagi sudah mendorong badannya.
"Eee.... urusan apa yang membuat kau seperti kehilangan
semangat" apakah kau teringat kembali dengan kekasihmu si
Si Dara Berbaju Hijau yang tertinggal di gurun pasir?"
Mendengar terguran tersebut Tan Kia-beng tersadar
kembali dari lamunannya tak terasa lagi ia melototi sekejap
dara tersebut. "Eee.... apa yang kau ributkan" siapa punya kekasih"...."
tegurnya keras. Leng Poo Sianci yang ada disamping kalangan segera
tertawa cekikikan. "Buat apa kau ingin cuci tangan dari kenyataan" godanya.
"Si perempuan cantik dari balik kabut pernah memberi tahu
kepada aku tentang apa itu Kongcu serta Loo sat segara
macam urusan...." Mendengar secara tiba-tiba gadis itu menjatuhkan urusan
tersebut kepadanya, air muka Pek Ih Loo Sat tak terasa rada
berubah, melirik sekejap ke arahnya dengan pandangan dingin
tapi mulutnya tetap bungkam dalam seribu bahasa.
Tan Kia-beng takut semakin berbicara jauh sehingga
mengakibatkan hal hal yang tidak enak untuk kedua belah
bagian, buru-buru ia ubah bahan pembicaraan, "Walaupun
urusan di tempat ini untuk sementara sudah dianggap beres,
kitapun ada seharusnya pergi menengok mulut gunung.
orang-orang Isana Kelabang Emas tak akan mengundurkan
diri sedemikian cepatnya."
Tidak menanti pendapat dari kedua orang itu lagi diputar
badan lantas bergerak ke arah depan.
Siapa sangka sewaktu badannya sedang meloncat ke
tengah udara itulah, mendadak....
Serentetan suara suitan aneh yang tinggi melengking
menyeramkan berkumandang memecahkan kesunyian, suara
suitan pertama muncul kurang lebih masih berada dua, tiga li
jauhnya, tapi suara suitan kedua dalam waktu amat singkat
sudah berada dihadapan mereka.
Tan Kia-beng yang mendengar suara suitan tersebut air
mukanya kontan berubah hebat. mendadak tubuhnya
merandek lalu melayang turun kembali ke atas permukaan
tanah. Pek Ih Loo-sat selama ini belum pernah melihat pemuda
she Tan ini menunjukkan sikap tegang semacam ini, ia tahu di
tempat itu tentu sudah kedatangan seorang musuh tangguh,
oleh karena itu iapun lantas mengambil persiapan untuk
menghadapi segala kemungkinan.
Pada saat itulah tampak sesosok bayangan manusia
bagaikan seekor burung elang dengan dahsyatnya meluncur
masuk ke dalam kalangan begitu melayang turun ke atas
permukaan tanah ia tertawa seram tiada hentinya.
Suara tawaan tersebut penuh mengandung hawa lweekang
yang maha dahsyat disertai pula gema pantulan yang dahsyat
menggetarkan seluruh lembah gunung, daun daun, ranting
ranting dari pepohonan diempat penjuru berguguran debu
mengepul memenuhi angkasa. jelas orang ini mempunyai
kepandaian yang sangat mengerikan.
Tan Kia-beng yang memiliki tenaga lweekang sangat luar
biasa jelas tak terganggu oleh suara tertawa itu, sedang Pek
Ih Loo Sat yang sejak semula sudah salurkan hawa murninya
untuk berjaga jagapun tidak mengalami cedera.
Hanya Leng Poo Sianci seorang saja karena tidak terlalu
memperhatikan urusan itu hatinya kena tergetar sehingga
berdebar debar keras, air mukanya berubah hebat.
Pada saat inilah Tan Kia-beng sdah mengenali kalau orang
itu bukan lain adalah Hu Sang Popo itu suhu dari Majikan
Isana Kelabang Emas, tak kuasa hatinya merasa sangat
terkejut. Tapi ketika itu masing-masing pihak sudah saling berjumpa,
iapun terpaksa harus kerahkan seluruh kekuatan yang
dimilikinya untuk mengadu jiwa.
Diam-diam hawa murninya ditarik dari pusar mengelilingi
seluruh tubuh, kemudian tertawa panjang.
"Jikalau kedatangan saudara adalah bertujuan mencari
gara-gara dengan aku orang she Tan, aku rasa lebih baik tidak
usah berjual lagak lagi dihadapanku. Jika punya kepandaian
ayoh keluarkan semua, aku orang she Tan akan mengiringi
kemauanmu." Nada suaranya tidak begitu tinggi tapi setiap patah kata
bergema amat nyaring dan penuh tenaga, seketika itu juga
suara tertawa aneh yang amat menyeramkan itu kena
tertindih dan sirap. Dengan begitu suasana pun jadi sunyi
kembali. Agaknya Hu Sang Popo sama sekali tidak menduga kalau
tenaga lweekang yang dimiliki Tan Kia-beng sudah mencapai
sedemikian sempurna. Wajah tuanya yang banyak berkeriput
terlintas suatu perasaan kaget, tapi sebentar saja sudah
sembuh seperti sedia kala.
Terdengar ia menyengir tertawa seram.
Jilid: 21 "Selama hidup aku belum pernah bergebrak sekalipun
dengan seorang boanpwee, terhadap dirimupun tidak
terkecuali, tapi jikalau kau keras kepala dan ingin cari garagara terus dengan Isana Kelabang Emas kami maka terpaksa
aku harus melanggar kebiasaan tersebut untuk hadapi dirimu.
Apakah kau percaya dirimu bisa menahan sepuluh jurus
seranganku?" "Heee.... heee....heee.... dapat atau tidak aku menahan
kesepuluh jurus seranganmu rasanya merupakan suatu
persoalan yang lain. Jika kau inginkan aku orang she Tan tidak
ikut campur dengan urusan pihak Isana Kelabang Emas
sebenarnya bukan suatu persoalan yang sulit."
"Hmmmm! apakau kau hendak mengajukan beberapa
syarat?" Sedikitpun tidak salah, asalkan Majikan Isana Kelabang
Emas bisa hidupkan kembali orang-orang yang telah ia bunuh,
cayhe segera akan berpeluk tangan tidak ikut campur lagi di
dalam urusan ini." "Manusia busuk! besar benar nyalimu, kau berani
mempermainkan diriku"...."
Mendadak sepasang mata Hu Sang Popo memancarkan
cahaya kehijau-hijauan, kelima jari kukunya yang hitam
bagaikan arang kontan menyentilkan ilmu gulung serangan
dahsyat yang membawa desiran tajam langsung mengancam
jalan darah "Sian Khie" "Khie Bun" "Siang Thay" lima buah jalan darah penting.
Menghadapi musuh tangguh di depan mata sejak tadi Tan
Kia-beng sudah bikin persiapan, karena itu sewaktu serangan
jari Hu Sang Popo menyambar datang ia sudah geserkan
badannya menyingkir sejauh lima depa kesamping.
Siapa nyana belum sampai kakinya berdiri tegak, segulung
hawa pukulan yang maha dahsyat dengan membawa hawa
tekanan yang menyesakkan nafas sudah menekan kembali
seluruh badannya. Kecepatan serangan serta keanehan jurus pukulan ini
benar-benar sangat luar biasa perduli hendak menggunakan
gerakan apapun susah untuk menghindarkan diri dari
kurungan angin pukulan tersebut.
Kejadian ini memaksa pemuda she Tan diam-diam harus
bergertak giginya kencang kencang, sang tubuh mendadak
berputar setengah lingkaran telapak tangan sebelah dengan
jurus "Thiat Bee Kiem Ko" atau Kuda Baja Trisula emas
menerima datangnya serangan dengan keras lawan keras.
"Braak! dengan menimbulkan suara bentrokan keras
masing-masing telapak saling berbentrokan satu kali.
Kuda-kuda Tan Kia-beng kena tergempur berturut turut ia
mundur sejauh tujuh delapan langkah ke belakang. ia


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasakan isi perutnya goncang keras darah bergolak dalam
rongga dadanya. Hu Sang Popo sendiripun tidak menyangka bila Tan Kiabeng bisa menerima datangnya serangan yang ia lancarkan
dalam keadaan tidak menguntungkan itu, ia sendiripun kena
tergetar mundur tiga langkah lebar ke belakang.
Setelah terjadinya bentrokan ini dalam hati mereka masingmasing sudah mempunyai perhitungan sendiri-sendiri.
Walaupun tenaga dalam pemuda she Tan kalah setengah
tingkat jika dibandingkan dengan tenaga lweekang dari Hu
Sang Popo tapi untuk mengalahkan dirinya dalam waktu
singkat rasanya bukan suatu pekerjaan yang gampang.
Sedang Tan Kia-beng sendiri, walaupun ia menderita sedikit
rugi di dalam bentrokan tadi, tapi pandangannya terhadap
keadaan situasipun jauh lebih lunak, lebih tenang dari keadaan
semula. Dalam hati ia merasa sangat gusar dan mangkel atas sikap
Hu Sang Popo yang keras dan mengatakan turun tangan
kontan melancarkan serangan, hawa murninya disalurkan
mengelilingi seluruh badan dan berusaha keras untuk
menahan golakan darah di dalam dadanya, kemudian tertawa
dingin. "Watak semacam ini apakah seharusnya dimiliki oleh
seorang jagoan kenamaan semacam kau?" ejeknya sinis.
Pada wakut itu sifat buas dari Hu Sang Popo sudah kumat,
secara samar sama hawa nafsu membunuh melintas wajahnya
Terhadap perkataan yang diucapkan Tan Kia-beng ia tidak
ambil gubris. Mendadak tubuhnya menubruk ke depan cakar setannya
dalam waktu singkat mengirim lima belas buah serangan
gencar. Seketika itu juga hawa khie kang melanda bagaikan ombak
samudra, desiran angin tajam berkelebat simpang siur. kontan
tubuh Tan Kia-beng kena terkurung ke dalam bayangan
telapak. Menghadapi kejadian macam begitu sejak semula Tan Kiabeng sudah bikin persiapan ia membentak keras telapak
tangannya digerakkan mengiringi gerakan badannya
menyongsong ke depan, begitu turun tangan ia pun
mengeluarkan ilmu telapak Siauw Siang cheit ciang untuk
balas melancarkan serangan
Dalam waktu singkat ia sudah mengirim dua belas buah
pukulan. Dengan munculnya ilmu kuno yang sangat lihay ini,
sekalipun Hu Sang Popo memiliki tenaga lweekang yang sukar
diukur kesempurnaannya pun untuk sementara tak bisa
berkutik terhadap dirinya.
Kedua orang itu dengan gerakan cepat berusaha
mengalahkan pihak yang lain, bagaikan kilat menyambar
kembali dua puluh jurus berlalu dengan sia-sia, sampai saat ini
masih belum berhasil juga menemtukan siapa menang siapa
kalah. Tan Kia-beng pun mengerti kalau tenaga lweekang pihak
lawan jauh lebih tinggi satu tingkat jika dibandingkan tenaga
lweekang nya, waktu semakin lama ia pasti bukan
tandingannya. Sampai waktunya ada kemungkinan besar terpaksa ia
mengandalkan ilmu pedangnya untuk menghadapi serangan
lawan, oleh sebab itu dengan sangat berhati-hati sekali
pemuda itu melayani musuhnya.
Selama hidup Hu Sang Popo belum pernah menemui musuh
tangguh, karena kejadian ini terpeliharalah suatu watak
sombong dan dingin yang bukan buatan, saat ini melihat
serangannya hanya berhasil mencapai kedudukan seimbang
dalam pertempurannya melawan seorang bocah, dalam hati
merasa semakin gusar lagi.
Mendadak ia bersuit nyaring, tubuhnya mencelat setengah
depa ke tengah udara rambut putih di atas kepalanyapun
secara mendadak pada bangun berdiri.
Tubuhnya bergetar satu lingkaran penuh sepasang telapak
saling bersilang menciptakan beribu-ribu buah bayangan
telapak. Seketika itu juga empat penuru dipenuhi oleh hawa tekanan
yang sangat dahsyat menggulung tubuh pemuda she Tan.
Ketika itu Tan Kia-beng sedang salurkan kekuatannya
mempertahankan diri dari tekanan lawan, secara tiba-tiba ia
merasakan adanya segulung hawa angin pukulan tidak
berwujud tapi dahsyat bagaikan ambruknya gunung thay-san
menekan ke arahnya bahkan memunahkan seluruh daya
kekuatan yang ia salurkan keluar, hatinya merasa sangat
terperanjat. Tenaga pukulan sedemikian anehnya baru pertama kali ini
ditemuinya selama hidup. Kelihatan lingkungan kepungan makin lama semakin kecil,
daya tekanan pun makin lama semakin besar, ia tahu jika saat
ini tidak ambil suatu tindakan maka dirinya pasti akan
menderita luka dibawah serangan tenaga lweekangnya yang
amat sempurna itu. Buru-buru ia tarik napas panjang, hawa khei-kang Jie Khek
Kun Yen Cin Khie nya disalurkan mengelilingi seluruh
tubuhnya, sepasang telapak dengan satu hawa Im yang lain
hawa Yang segera membentuk gerakan Thay-kek di tengah
udara membabat keluar. Pada waktu itu ia sudah dapat mengerahkan hawa
murninya sesuai dengan kemauan hati, serangan yang baru
saja ia lancarkan membawa segulung angin taupan yang
hebat tiada tara. "Sreett! Sreeet! dengan menimbulkan suara yang amat
aneh di tengah udara, bergemalah suara ledakan keras
memecahkan kesunyian. Desiran angin putaran memencar keempat penjuru, seluruh
rambut Hu Sang Popo pada bangun berdiri, tubuhnya kena
terpental sejauh delapan depa dari tempat semula.
Sedangkan Tan Kia-beng sendiri berturut turut mundur tiga
langkah ke belakang dengan sempoyongan.
Terdengar Hu Sang Popo menjerit aneh
"Hmmm.... tidak kusangka ternyata kaupun berhasil
mempelajari ilmu Jie Khek Kun Yen Cin Khie, jangan salahkan
aku akan turun tangan telengas terhadap dirimu!"
Begitu perkataan selesai diucap, segulung kabut warna
hijau yang amat tebal bagaikan angin taupan menggulung
datang. Kabut tersebut belum menyambar tiba, empat penjuru
sudah dipenuhi dengan hawa tekanan yang menyesakkan
pernapasan, hal ini membuat tubuh pemuda tersebut susah
untuk bergerak. Tan Kia-beng sudah beberapa kali menemui ilmu pukulan
Hong Mong Ci Khie tapi belum pernah merasakan daya
tekanan sedahsyat kali ini, diam-diam ia merasa bergidik juga
sehingga bulu kuduk pada bangun berdiri.
Mendadak ia membentak keras, sepasang telapak
tangannya dengan sepenuh tenaga didorong ke depan, dalam
keadaan kritis untuk kedua kalinya dia mengeluarkan ilmu Jie
Khek Kun Yen Cin Khie nya dengan sepenuh tenaga.
"Bluuummm!!!" sekali lagi tengah kalangan digetarkan oleh
suara ledakan yang menggoncangkan seluruh permukaan
tanah, pasir debu beterbangan memenuhi angkasa.
Seluruh tubuh Tan Kia-beng kena terpukul getar sehingga
mencelat ke tengah udara dan berjumpalitan beberapa kali
lalu jatuh terbanting ketas tanah.
Sebalinya Hu Sang Popo sendiripun dalam bentrokan
kekerasan kali ini kena terpukul mundur lima, enam langkah
jauhnya. Tapi dengan wataknya yang buas, ganas dan kejam
sewaktu merasakan dirinya terdesak mundur hawa murni
segera disalurkan untuk menahan golakan darah dalam dada.
Tiba-tiba ia bersuit aneh, tubuhnya mencelat ke tengah
udara, dengan kepala di bawah, kaki di atas laksana anak
panah yang terlepas dari busur meluncur ke arah Tan Kiabeng yang menggeletak di atas tanah.
Bersamaan dengan berkelebatnya bayangan tubuh Hu sang
Popo ke tengah udara di tengah kalanganpun digetarkan oleh
dua bentakan nyaring disusul oleh munculnya dua rentetan
cahaya keperak perakan satu dari kiri yang lain dari kanan
mengulang datang. Tapi Hu Sang Popo sama sekali tidak pandang sebelah
matapun terhadap datangnya serangan pedang dari Leng Poo
Sianci serta Pek Ih Loo Sat yang dari kiri serta kanan.
Ujung bajunya ke belakang, seketika terasalah segulung
hawa tekanan yang amat keras mendesak mundur tubrukan
kedua orang itu, sedang ia sendiri melanjutkan tubrukannya
ke arah Tan Kia-beng. Kelihatan jelas sebentak lagi pemuda she Tan itu akan
menemui ajalnya ditangan sang nenek tua.
Sekonyong konyong.... Serentetan cahaya biru yang menyilaukan mata melayang
naik ke tengah angkasa menyambut datangnya tubuh Hu Sang
Popo yang sedang menubruk datang. Si nenek tua itu sama
sekali tidak menyangka dalam keadaan luka parah Tan Kiabeng masih bisa melancarkan serangan dengan menggunakan
pedangnya, dalam keadaan terburu-buru hampir hampir saja
dadanya tertembus oleh cahaya pedang tersebut.
Masih beruntung tenaga dalamnya amat sempurna dan
sudah mencapai taraf kesempurnaan dan dapat diatur
sekehendak hati. Ketika dilihatnya hawa pedang itu hampir menyambut
kedatangan badannya, ujung baju tiba-tiba digetarkan ke
depan, tubuh pun mencelat delapan depa semakin ke atas lalu
sesudah berjumpalitan beberapa kali tubuhnya melayang satu
kaki kesebelah kanan. Kendati perubahan geraknya dilakukan secepat kilat, tak
urung jubat bagian bawahnya kea terbabat juga oleh cahaya
pedang itu sehingga gumpil sepanjang satu depa.
Selama hidup belum pernah dia menerima kerugian seperti
kali ini, melihat pakaiannya kena terbabat robek, hatinya
semakin gusar lagi. Ujung kaki menutul permukaan tanah, tubuhnya kembali
mencelat ke tengah udara dan untuk ketiga kalinya menubruk
ke arah Tan Kia-beng. Mengambil kesempatan sewaktu tubuh si nenek tua itu
kena terdesak mundur oleh serangan pedangnya. Tan Kiabeng meloncat bangun, pedang kumala digetarkan
memancarkan cahaya kebiruan. Bersama-sama dengan badan
ia menubruk ke arah Hu Sang Popo.
Gerakan tubuh dari kedua orang itu sama-sama
dahsyatnya, terlihat bayangan tubuh saling berkelebat, cahaya
pedang kacau balau sukar dibedakan, ketika masing-masing
pihak saling berpisah tubuh kedua orang itu pun mundur lima
depa ke belakang. Kelihatan jelas langkah Tan Kia-beng sudah kacau balau,
setelah mundur sempoyongan beberapa jauh ia baru berhasil
berdiri tegak. Sedangkan Hu Sang Popo dengan mata melotot buas,
sepuluh jarinya dipentangkan lebar-lebar, rambut putih pada
bangun berdiri dan keadaannya mirip kuntilanak, sangat
menakutkan sekali. Ketika itu Pek Ih Loo-sat serta Leng Poo Sianci yang kena
digetar mundur oleh Hu Sang Popo sudah meloncat datang
dan berdiri disamping kiri kanan Tan Kia-beng untuk
melindunginya. Tan Kia-beng dengan padang dilintangkan di depan dada,
sepasang mata memancarkan cahaya tajam yang menakutkan
melototi Hu Sang Popo. Darah kental mengucur keluar membasahi ujung bibirnya,
masing-masing saling berhadap hadapan bagaikan jago
tarung, siapapun tidak berani turun tangan terlebih dahulu.
Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo sat adalah jago-jago
wanita yang belajar ilmu silat sejak kecil, pengetahuan mereka
amat luas. Walaupun melihat keadaan dari Tan Kia-beng sangat
mengenaskan dan hati mereka terasa seperti diiris iris, tapi
siapapun tak berani mengucapkan sepatah katapun.
Tenaga lweekang Hu Sang Popo amat sempurna, setelah
mengatur pernapasan sebentar kesegaranpun sudah pulih
kembali seperti sedia kala.
Tiba-tiba ia membentak keras, sepasang ujung bajunya
diayun keluar. Segulung kabut hijau yang maha dahsyat
bagaikan angin taupan menghajar datang.
Sebat, cepat dan dahsyat jauh berbeda dengan keadaan
biasa. Secepat kilat Tan Kia-beng pun getarkan pergelangan
tangannya, desiran angin pedang menderu-deru, beruntun ia
mengirim tujuh buah serangan sekaligus.
"Kalian cepat mundur!" bentaknya keras.
Pek Ih Loo sat serta Leng Poo Sianci mengerti jika hawa
pukulan Hong Mong Ci Khie ini luar biasa dahsyatnya, dengan
sebat mereka melayang mundur sejauh satu kaki dua depa ke
belakang. Ketika mereka lagi ke tengah kalangan, maka tampaklah
cahaya pedang tersebut sudah saling berbentur dengan
gulungan kabut hijau itu, suara ledakan yang keras bagaikan
ambruknya gunung berapi berkumandang tiada hentinya
menembusi awan. Mendadak Tan Kia-beng memperkencang permainan
pedangnya, diikuti telapak kirinya didorong ke depan sekali
lagi melancarkan satu pukulan dengan menggunakan ilmu Jie
Khek Kun Yen Kan Kun So, dengan demikian hawa pukulan
yang maha dahsyat itu pun berhasil ditahan olehnya.
Kendati begitu tak urung dadanya tergetar juga jauh sejauh
lima, enam langkah ke belakang.
Hu Sang Popo sendiripun kena terdesak mundur sejauh
delapan depa oleh kelihatayan ilmu pedang "Sian Yin Ciet Can"
tersebut. Tapi sebentar kemudian ia sudah meraung keras, tubuhnya
kembali menubruk ke depan mengiringi sepasang telapak
tangannya yang bersama-sama didorong kemuka.
Dalam sekejap mata ia sudah kirim delapan babatan
dahsyat mengurung tubuh lawannya, ia ada maksud di dalam
serangannya kali ini membereskan sang pemuda yang ada
dihadapannya, sehingga tiada sayang sayang tenaga
pukulanpun mencapai sepuluh bagian.


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Angin pukulan yang maha dahsyat laksana tiupan angin
taupan segelombang demi segelombang menerjang dari
empat penjuru, angkasa terasa sumpek dan napas terasa
sesak, pasir, debu, debaran, ranting serta batu-batu kerikil
beterbangan memenuhi angkasa membuat suasana semakin
menyeramkan. Tan Kia-beng serta Hu Sang Popo yang berulang kali saling
mengadu jiwa dengan masing-masing andalan kekuatan Ji
Khek Kun Yen Kan Kun So serta Hong Mong Cie Khienya, saat
ini isi perutnya sudah terluka parah, dan selama ini hanya
bertahan dengan andalkan tenaga murninya.
Melihat Hu Sang Popo melancarkan serangan kembali
dengan sepenuh tenaga terpaksa pemuda itu gertak gigi dan
dengan paksa tarik napas panjang panjang ilmu pedang Sian
Yen Chiet Can nya sekali lagi dilancarkan keluar berturut turut
mengirim tujh buah serangan sekaligus.
Dalam sekejap mata cahaya kebiru biruan memancar
memenuhi empat penjuru, hawa pedang simpang siur tiada
hentinya, seketika terbentuklah selapis cahaya yang rapat dan
kuat. Walaupun Hu Sang Popo sudah kerahkan seluruh tenaga
selama beberapa saat pun susah baginya untuk terjang hancur
kurungan bayangan pedang itu.
Tapi dengan ketajaman mata si nenek tua itu, sejak semula
ia telah menemukan jika Tan Kia-beng sudah tidak tahan lagi,
bila diperpanjang lebih lama lagi maka ia bakal rubuh dengan
sendirinya. Tak kuasa lagi nenek tua itu dongakkan kepalanya tertawa
seram. "Apakah kau sampai saat ini masih belum suka menyerah
kalah dengan hati rela" Haruslah kau ketahui untuk merajai
Bulim bukanlah suatu pekerjaan yang amat gampang."
Tan Kia-beng benar-benar amat mendongkol, sepasang
matanya memancarkan cahaya tajam. Sreet sreeet! Ia
mengirim dua buah babatan dahsyat ke depan.
"Kau jangan bermimpi disiang hari bolong" bentaknya
keras. "Asalkan siauw ya mu masih bisa bernapas, aku tak
bakal menyerah kalah kepadamu."
"Bangsat cilik, sungguh kau barnyali. Lihat saja aku segera
akan bereskan dirimu."
"Jika punya nyali ayoh cobalah, siauw ya tak bakal jeri
terhadap dirimu." Dalam pembicaraan masing-masing pihak kembali saling
menyerang dan bertahan sebanyak tiga puluh jurus.
Walaupun keadaan dari Tan Kia-beng pada saat ini amat
kritis seperti berada diujung tanduk, tapi iapun sadar seberapa
dahsyatnya ilmu pedang Sian Yen Chiet Can yang diandalkan.
Perduli Hu Sang Popo melancarkan serangan seberapa
dahsyatpun dengan sedikit dipaksa ia masih bisa
memunahkannya. oleh karena itu untuk beberapa saat Hu
Sang Popo tak dapat mengapa apakan dirinya.
Pada saat ini orang yang paling gelisah adalah Pek Ih Loo
sat serta Leng Poo Sianci. Walaupun mereka melihat dengan
mata kepala senTan Kia-beng sipujaan hatinya kena terdesak
oleh Hu Sang Popo tapi tak punya kekuatan untuk memberi
bantuan. Mereka berdua tahu bahwa tenaga lweekang yang
mereka miliki masih amat cetek. sekalipun turun tanganpun
hanya mendatangkan kerepotan saja dan memecahkan
perhatian sang pemuda. Oleh karena itu kedua orang gadis tersebut hanya bisa
berdiri disamping kalangan dengan hati gelisah.
Tiba-tiba berubah menghebat kembali dan situasi berhasil
diatasi, mereka baru merasa hatinya rada lega.
Hu Sang Popo yang terang terangan dapat melihat Tan Kiabeng menderita luka parah ia anggap dengan mudahnya
berhasil memusnahkan pemuda tersebut siapa nyana
walaupun sudah diserang beberapa saat lamanya walaupun
pihak lawan kelihatan sangat ngotot tapi tidak berhasil juga
baginya untuk memecahkan pertahanan pedangnya yang
rapat, diam-diam hatinya merasa terperanjat dan rasa kagum
terhadap pemuda she Tan inipun semakin menebal.
Walaupun sedetik, semenit berlalu dalam ketegangan,
ketika itu siang hari sudah tiba. Sang surya memancarkan
cahaya keemas emasan mencoroti wajah Tan Kia-beng yang
pucat pasi bagaikan mayat. Butiran keringat sebesar kacang
kedelai sebutir demi sebutir menetes keluar membasahi
keningnya. Ia mulai merasa kepalanya pening jantung berdebar keras.
dan pemuda ini mulai sadar bila hawa murninya sudah
menemui kerusakan hebat, hal ini jelas bisa dibuktikan dari
panjang pendeknya cahaya pedang yang berhasil ia pancarkan
keluar dari ujung pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam
tersebut. Tetapi, sesuatu keinginan untuk menyambung hidup
membuat ia selalu bertahan, ia tetap menaga ilmu pedangnya
sampai kacau bahkan sejurus demi sejurus ia semakin
mendesak. Cuma saja cahaya pedang yang dipancarkan keluar
pun makin lama semakin kecil, semakin pendek.
Ketika itulah dengan suara yang serak seperti gembrengan
bobrok Hu Sang Popo kebali ***!
"Eee bangsat cilik! asalkan kau suka menyanggupi untuk
bekerja sama dengan pihak Isana Kelabang Emas kami, aku
segera akan tinggalkan satu nyawa buat dirimu."
"Kentutmu! kau sedang bermimpi di siang hari bolong!"
teriak Tan Kia-beng keras, ia betul-betul amat gusar.
Sreeet! Sreeet! cahaya pedang kembali berkelebatan
memenuhi angkasa, seketika itu juga lingkaran penyerangpun
semakin luas hingga mencapai jarak dua kaki.
"Heee.... heee.... heee.... bangsat cilik. aku lihat kau betulbetul keras kepala" bentak Hu Sang Popo sambil tertawa
seram. Dengan tiada sayang sayangnya kau serang aku" tapi
kau lupa bahwa hawa murni yang kau miliki makin lama
semakin habis, sampai waktunya aku tidak usah turun tangan
lagi kaupun tak tak bukan lolos dari kematian. aku cuma
merasa sayang kepandaian silat yang kau dapatkan dengan
susah payah, harus musnah di tempat ini berunding secara
baik-baikpun masih bisa, apa kau anggap aku benar-benar
tidak cara untuk membereskan dirimu?"
Pada saat itulah mendadak dari tempat kejauhan
berkumandang keras datang suara seseorang yang segera
menyambung perkataan dari si nenek tua itu, "Loohu bo! kau
sungguh tidak tahu malu, mendesak-desak seorang angkatan
muda sampai sebegitu rupa.... Hmmm! terhitung enghiong
macam apakah kau". Pek Ih Loo sat yang mendengar perkataan itu hatinya jadi
kegirangan setengah mati tak kuasa lagi ia berteriak keras,
"Su Gien Popok! kau cepat bantu dirinya usir pergi si nenek
setan itu, ia sudah terluka parah!"
Dalam waktu yang amat singkat itulah si Su Gien dengan
ujung baju berkibar tertiup angin tahu-tahu sudah tiba di
depan Tan Kia-beng serta Hu Sang Popo.
"Tahan!" bentaknya keras.
Sreet! segulung hawa khei kang yang amat santar langsung
menggulung tubuh si nenek tua itu.
"Hmmm! kutu busuk, kaupun ingin cari mati!" teriak Hu
Sang Popo seraya tertawa dingin.
Ujung jubahnya segera digetarkan ke depan menyambut
datangnya hawa khei kang yang dibabat keluar oleh Su Gien
tadi. Braaak! suara ledakan keras bergema memecahkan
kesunyian, tubuh Hu Sang Popo kena terpukul mundur
delapan depa ke belakang, air mukanya berubah hebat.
Sedangkan Su Gien sendiri pundaknya hanya bergoyang
keras lalu mundur dua langkah ke belakang tapi ia tahu
kesempatan untuk memperoleh kemenangan justru terletak
pada saat ini. Badannya segera maju lagi ke depan.
"Terima lagi serangan dari aku sikutu buku!" bentaknya
keras. Sepasang telapak dibalik, segulung hawa pukulan Khie kang
laksana angin puyuh secara samar-samar mengandung tenaga
tekanan yang sangat kuat menghajar kemuka.
Dalam bentrokan tadi ia tahu bahwa tenaga lweekang si
nenek tua ini sudah banyak berkorban, karena dalam
pukulannya kali ini ia sudah mengerahkan seluruh tenaga
lweekang hasil latihan selama puluhan tahun ini.
"Braaak!" sekali lagi kedua gulung tenaga pukulan itu
bentrok satu sama lainnya. suara ledakan bergema memenuhi
angkasa diikuti Hu Sang Popo mendadak bersuit nyaring
tubuhnya tahu-tahu sudah berkelebat sejauh tujuh delapan
kaki tingginya, sedikit ujung kaki menutul dahan pohon untuk
kedua kalinya ia mumbul ke atas tanah.
Dalam waktu singkat ia sudah berada kurang lebih dua
puluh kaki jauhnya lalu dalam beberapa kali kelebatan saja
sudah lenyap tak berbekas.
Tidak usah diragukan lagi, ke dalam bentrokan terakhir ini
jelas ia sudah menderita kerugian yang amat besar.
Sedang Su Gien ketika itu masih berdiri termangu-mangu di
tempat semula, lama sekali ia tidak mengucapkan sepatah
katapun. "Hmmm! nenek setan itu benar sangat jahat" teriak Pek Ih
Loo sat sambil depakkan kakinya ke atas tanah. "Pepek,
kenapa kau lepas dia pergi?"
"Heeei....! sebetulnya pepek mu ada kemauan hanya
sayang tenaga kurang" perlahan-lahan Su Gien menghela
napas panjang. "Jika dibicarakan sungguh memalukan sekali,
apabila bukan dia sudah amat lama bergebrak melawan
siauwte ini sehingga sebagian besar tenaga lweekangnya
hancur, mungkin dengan andalkan sedikit tenaga dalamku ini
pepek bukan tandingannya.
Mereka berdua sembari berbicara putar badan dan bergerak
mendekati Tan Kia-beng. Tiba-tiba.... Dengan menimbulkan suara keras tubuh Tan Kia-beng jatuh
terjengkang ke atas tanah. kejadian ini sudah tentu
mengejutkan Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo sat, mereka
menjerit keras lalu bersama-sama menerjang kesisi tubuhnya.
Pikiran kedua orang gadis itu boleh dikata amat kacau, coba
bayangkan Tan Kia-beng dalam keadaan hawa murni punah,
seluruh tubuh amat lemah dapatkah dia menahan datangnya
tubrukan tersebut" Sewaktu tubuh mereka hampir menubruk ke atas tubuh Tan
Kia-beng mendadak.... Segulung angin lunak menerjang keluar menciptakan
selapis tembok tak berwujud menahan jalan maju kedua orang
itu. Merasa dirinya terhadang, baik Leng Poo Sianci maupun
Pek Ih Loo sat sama-sama dibuat tertegun lalu dongakkan
kepalanya ke atas. Tampaklah orang yang turun tangan menghadang mereka
bukan lain adalah Su Gien ketika itu iapun sedang melototi
mereka berdua dengan sinar mata tajam.
"Eeei!!! kenapa kalian begitu tidak tahu urusan?" tegurnya keras. "Saat ini seluruh tubuhnya lemah tak bertenaga, mana
dia kuat untuk menahan gangguan kalian?"
Habis berkata ia membongkok dan menarik pergelangan
tangan Tan Kia-beng untuk diperiksa urat nadinya. akhirnya ia
gelengkan kepalanya berulang kali.
Si orang tua itu Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo sat yang
melihat perubahan air muka saking cemasnya air mata jatuh
berlinang. "Su Gien Pepek, bagaimana lukanya?" seru Hu Siauw-cian
sambil tarik tarik tangan empeknya,
Sambil menghela nafas panjang Su Gien menggeleng.
"Nyawanya sih masih bisa dipertahankan cuma...."
"Cuma kenapa" cepat katakan!"
Su gien melirik sekejap ke arah Hu Siauw-cian, kembali ia
hela napas panjang dan menggeleng.
"Cuma seluruh kepandaian ilmu silatnya bakal musnah."
"Aah! soal ini tidak mungkin, dengan tenaga dalam sebegitu
sempurna, bagaimana mungkin kepandaian silatnya bisa
musnah?" "Semoga saja apa yang kalian ucapkan sedikitpun tidak
salah." Mendadak jari tangannya bergerak cepat menotok beberapa
buah jalan darah penting pada tubuh pemuda tersebut
kemudian menguruti pula beberapa urat pentingnya, setelah
itu ia baru menghembuskan napas panjang dan bangun
berdiri. "Apakah keadaannya tidak parah?" desak Hu Siauw-cian
dengan cepat, ia sudah tidak kanti lagi.
"Biar kita tunggu dulu sampai ia tersadar kembali dari
pingsannya" kata Su Gien sambil usap keringat-keringat pada
keningnya. "Apa yang bisa pepek bantupun hanya terbatas
sampai disini saja."
Pada waktu itulah Leng Poo Sianci berseru tertahan.
"Aaakh! ia sudah sadar...."
Sedikitpun tidak salah ketika itu Tan Kia-beng sudah
membuka matanya kembali, lalu dengan sekuat tenaga
meronta untuk bangun. Buru-buru Hu Siauw-cian maju membimbing dirinya,
mengambil sapu tangan tolong dirinya mengusap darah yang
membekas diujung bibir, lalu katanya cemas, "Engkoh Beng,
bagaimanakah perasaanmu sekarang atas lukamu" coba kau
salurkan hawa murnimu mengelilingi seluruh tubuh, menurut
Su Gien Pepek katanya kepandaian silatmu bakal musnah
keseluruhannya. Tadi sewaktu Tan Kia-beng kehabisan tenaga murni, dan ia
masih bisa bertahan mati-matian melawan Hu Sang Popo
kesemuanya mengandalkan semangat yang kuat serta
harapan melanjutkan hidup yang besar, oleh karena itu ia bisa
bertahan sebegitu lama. Kemudian setelah kedatangan Su Gien dan memukul
mundur musuh tangguh semangatnya jadi mengendor,
sehingga akhirnya jatuh tidak sadarkan diri.
Menanti ia tersadar dari pinsannya, empat anggota badan
segera dirasakan lemah tak bertenaga, semangatnya lesu lagi
kusut. ia tak pernah menyangka kalau ada kemungkinan besar
tenaga dalamnya bisa penuh.
Sekarang setelah disadarkan kembali oleh Hu Siauw-cian
hatinya baru merasa terperanjat. buru-buru hawa murninya


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikumpulkan tiap dicoba mengelilingi seluruh badan.
Siapa nyana kendati ia sudah menggunakan berbagai
macam cara, belum berhasil juga mengumpulkan hawa
murninya, tak terasa lagi dengan hati kecewa ia menghela
napas panjang. Selama ini Hu Siauw-cian selalu bersandar disisi tubuhnya,
melihat keadaannya sewaktu menyalurkan hawa murninya,
dalam hati gadis ini segera mengetahui jika keadaan tidak
beres, melihat pula ia menghela napas panjang semakin
yakinlah hatinya bila dugaan dari Su Gien sedikitpun tidak
salah. Saking cemasnya, jantungnya terasa berdebar debar keras.
Setiap orang yang berlatih ilmu silat kebanyakan
memandang kepandaian silat bagaikan menghadapi nyawa
sendiri, kepandaian silat punah sama artinya mendapat
hukuman mati, apalagi terhadap seorang jagoan seperti Tan
Kia-beng, peristiwa ini rasanya jauh lebih tersiksa daripada
mati. Hu Siauw-cian mengerti jelas akan hal ini, iapun tak berani
bertanya lagi sebaliknya menghibur dengan kata-kata halus.
"Kemungkinan sekali peristiwa ini hanya bersifat sementara,
sesudah beristirahat beberapa hari tentu kesehatanmu bakal
balik pulih kembali, lebih baik pergi dulu ke dusun Biang Cung.
Kemungkinan besar keempat orang bibi bisa memberi
bantuan!" Dengan hati sedih Tan Kia-beng menggeleng, saat ini boleh
dikata hatinya sangat kecewa bercampur putus asa semangat
jantannya ikut lenyap bersama-sama punahnya seluruh
kepandaian silat. Leng Poo Sianci pun tahu kritisnya suasana ketika itu,
setelah tertegun beberapa saat mendadak ia berjalan
mendekati kesisi tubuh Tan Kia-beng.
"Kau tidak usah cemas, aku akan temani dirimu pergi
mencari Tia, setiap tahun penuh dia orang tua suka mencari
obat, ia tentu punya cara untuk membantu."
Sekali lagi Tan Kia-beng menggelengkan kepalanya, ia
menghela napas sedih. Maksud baik nona biar cayhe terima di dalam hati saja,
jangan dikata ayahmu belum tentu bisa menemukan cara
untuk menolong diriku, sekalipun kita punya cara kemana
hendak pergi untuk menemukan dirinya" bersamaan itu pula
cayhepun tidak melelahkan nona karena urusanku, jika nona
tidak ada urusan lagi sekarang juga silahkan berlalu dari sini".
"Eeei.... apa perkataanmu?" seru Leng Poo Sianci rada
melengak. "Teringat aku orang she Tan sudah terlalu banyak
menanam ikatan dendam dengan banyak orang pelbagai
tempat, jikalau peristiwa musnahnya kepandaian silatku
sampai tersiar di dalam dunia persilatan, hal ini tentu akan
memancing datangnya kejaran dari banyak musuh bebuyutan.
Saat itu kemungkinan besar nona akan sangat menderita
sekali." Mendengar perkataan itu Leng Poo Sianci tertawa dingin
tiada hentinya. "Kau anggap aku Cha Giok Yong manusia macam apa"
antara dirimu serta aku sudah terikat tali persahabatan yang
erat. mati hidup bersama-sama, susah sama dijinjing senang
sama dinikmati, sekalipun aku Cha Giok Yong harus mati
dengan berceceran darahpun tak ada yang perlu disesali".
"Heeei! tapi apa perlunya kau berbuat begitu?" Tan Kiabeng menghela napas panjang. "Aku orang she Tan bisa jadi
begini inilah karena nasibku tidak bagus, mana boleh karena
aku lantas menyeret pula orang lain untuk ikut merasakan
tersiksa. Cayhe sudah bulatkan tekad, harap nona jangan
menaruh rasa kuatir lagi terhadap diriku."
Perasaan Hu Siauw-cian paling gelisah, melihat mereka
hanya berbicara terus hatinya semakin cemas.
"Eeei.... waktunya sudah tidak banyak lagi, mengapa kau
masih juga berbicara tiada hentinya" kejayaan serta
kemashuran nama Teh Leng Kauw tergantung pada dirimu.
Apapun yang bakal terjadi kau harus pergi dulu satu kaki
kedusun Tau Siang Cung, pokoknya kau tidak usah kau
pikirkan hal-hal yang tak berguna!"
"Aku pikir satu satunya jalan inilah yang paling tepat"
timbrung Su Gien pula dari samping. "Peduli apapun yang
bakal terjadi kau harus menemui dahulu Teh Leng Su Ci
beserta suhengmu, kemudian perlahan-lahan kita baru cari
akal lain". "Perkataan dari Loocianpwee tidak salah akhirnya Tan Kiabeng mengangguk. "perduli bagaimanapun aku harus pergi
kedusun Tau Siang Cung, mereka masih menunggu
kedatanganku." Setelah berpikir sebentar tambahku, "Cuma aku ingin pergi
menemui Sam Kuang Sinnie terlebih dahulu, kini Ui Liong
supek masih menanti kedatanganku di kuil tersebut ia memiliki
pil Sak Leng, kemungkinan sekali bisa bantu aku memulihkan
tenaga lweekang yang punah."
"Hmmm! aku tahu kau ingin berjumpa dulu dengan Mo
Cuncu" olok Pek Ih Loo-sat sambil cibirkan bibirnya. "Menurut penglihatanku jauh lebih baik bila saat ini pikirkan dulu
persoalan itu, pusatkan saja perhatianmu untuk menuju
kedusun Tau Siang Cung. Setelah tiba disana kita baru kirim
orang untuk pergi mencari Ui Liong Tootiang dan minta obat
Sak Leng Tannya bukankah hal ini jauh lebih bagus"
Belum sempat Tan Kia-beng memberikan jawaban, Su Gien
sudah tidak sabaran lagi, selanya dari samping, "Waktu yang
kita peroleh saat ini sedikit sama nilainya dengan emas satu
kilo, sudah.... sudah.... tidak perlu diributkan lagi, lebih baik
berangkat dulu kedusun Tau Siang Cung. Di sana keadaan
aman dari sanapun kita masih bisa kirim orang untuk mencari
Ui Liong Tootiang, bukankah hal ini jauh lebih baikan?"
Selesai berbicara tidak menanti lagi pendapat dari Tan Kiabeng, ia meloncat ke tengah udara.
Loohu masih ada urusan penting yang harus diselesaikan,
maaf aku harus berangkat satu langkah terlebih dahulu,
setelah urusan selesai aku pergi memberi kabar kepada Teh
Leng Su Ci untuk menyambut kedatanganmu, kalian
berangkatlah perlahan-lahan!" serunya keras.
Sepeninggalnya Su Gien, kembali Tan Kia-beng menghela
napas panjang. perasaan hatinya pada saat ini benar-benar
sangat kacau. suatu kesedihan yang timbul dari dasar hati
kepahlawanannya secara mendadak muncul dari dasar lubuk
hatinya. Hu Siauw-cian takut ia terlalu sedih, buru-buru melangkah
maju ke depan dan menghibur sambil menepuk nepuk
pundaknya yang kekar. "Mari kita berangkat! kau tidak usah bersedih hati lagi
sekalipun kepandaian silat benar-benar punah kaupun masih
ada waktu untuk berlatih kembali. lain waktu aku tentu akan
menjelajahi seluruh tempat untuk mencarikan obat mujarab
dan bantu meningkatkan tenaga lweekang."
Tan Kia-beng tidak menjawab lagi, ia melanjutkan
perjalanan dengan kepala tertunduk rendah rendah. kali inilah
ia baru merasakan tersiksanya seseorang bila kehilangan ilmu
silat, langkahnya terasa berat dan ngambang lain dari pada
keadaan biasa. Sejak Tan Kia-beng mengucapkan sepatah kata tadi Leng
Poo Sianci tidak mengucapkan sepatah katapun, ia berdiri
tertegun di sana. Menanti Tan Kia-beng melangkah pergi tanpa menggubris
dirinya lagi, hatinya merasa semakin sedih, sebenarnya ia
kepingin mengumbar amarah dengan mengucapkan beberapa
patah kata, tapi teringat kalau pada saat ini hatinya sedang
kacau maka ia batalkan maksud hatinya itu.
Dalam hati gadis itu lantas mengambil keputusan untuk
mencari ayahnya terlebih dulu setelah menemui ayahnya
maka ia baru berangkat lagi untuk bantu pemuda ini
memulihkan kembali tenaga lweekangnya.
Sesudah mengambil keputusan ia lantas maju dua langkah
ke depan. "Kalian berdua jalanlah perlahan-lahan. aku segera pergi
mencari Tia kemudian datang mencari dirimu lagi untuk
menyembuhkan lukamu itu...." serunya.
Sehabis berkata dengan kerahkan ilmu meringankan
tubuhnya laksana sambaran kilat ia berkelebat pergi.
Memandang bayangan punggungnya yang lenyap dari
pandangan Tan Kia-beng merasa hatinya amat sedih
seseorang yang berada dalam kesusahan kadang kala baru
bisa merasakan betapa berharganya seorang sahabat karib.
Perkenalannya dengan Leng Poo Sianci tidak begitu lama,
tapi persahabatan yang ia tujukan kepadanya ternyata begitu
jujur, dan bersungguh sungguhnya, sedang ia sendiri.... apa
yang sudah ia berikan kepadanya"
Dari Leng Poo Sianci ia berpikir sampai kewanita cantik dari
balik kabut serta si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian, ia merasa
mereka semuanya adalah sahabat sahabat karib, dua kali si
wanita cantik dari balik kabut dengan taruhan nyawa
melindungi dirinya, si Si Dara Berbaju Hijaupun menanamkan
pula benih budi kepadanya.
Sedang ia sendiri, karena berbagai persoalan yang amat
banyak sukar untuk membalas budi kebaikan orang lain.
Teringat akan hal tersebut tidak kuasa lagi ia menghela
napas panjang, gumamnya, "Heeei! budi kebaikan ini terpaksa
aku akan balas pada penjelmaan yang kedua...."
Sejak Tan Kia-beng menemukan bila seluruh tenaga
lweekangnya punah, hati terasa amat sedih sehingga
menghela nafas panjang tiada hentinya.
Ketika itulah, mendadak....
"Bangsat cilik, tidak kusangka akhirnya kaupun merasakan
juga keadaan seperti ini hari! haaa.... haaa.... haaa...."
seseorang berseru keras dari tempat kejauhan diiringi suara
gelak tertawa yang menyeramkan.
Ketika mereka palingkan kepalanya, tampaklah Pek Lok
Suseng sambil goyang goyangkan kipasnya munculkan diri
dari balik hutan, disisinya ikut berjalan keluar seorang pemuda
yang bukan lain adalah Suto Liem. sedang dibelakang mereka
masih ada segerombolan toosu toosu yang menggembol
pedang. Tak terasa lagi Pek Ih Loo sat mendengus dingin, di atas
wajahnya mulai terlintas selapis hawa napsu membunuh,
dalam hatinya sejak semula sudah bulatkan tekad jika orangorang itu ada maksud jelek terhadap Tan Kia-beng maka ia
akan menggunakan tindakan yang paling telengas untuk
menghadapi mereka. Tan Kia-beng yang melihat orang-orang itu bukan lain
adalah anggota Heng-san-pay hatinya rada jadi tenang karena
ia merasa dengan nama Heng-san-pay sebagai suatu
perguruan kalangan lurus tidak mungkin mereka suka turun
tangan menggunakan kesempatan sewaktu orang lain terluka.
Selagi ia sedang bercakap-cakap dengan Pek Lok Suseng,
mendadak muncul kembali dua orang lelaki berusia
pertengahan dengan dandanan jagoan Bulim, mereka
langsung meluncur masuk ke dalam kalangan.
Diam-diam Tan Kia-beng merasa terperanjat, jika orang itu
adalah anggota Isana Kelabang Emas maka ia bakal
mendapatkan banyak kerepotan.
Pada waktu itu Pek Lok Suseng beberapa orang sudah
bersama-sama menghentikan langkahnya kurang lebih satu
kaki di hadapan Tan Kia-beng lalu bersama-sama memandang
ke arah pemuda itu sambil tertawa bangga.
Kiranya sewaktu Tan Kia-beng beserta Leng Poo Sianci dan
Pek Ih Loo sat meninggalkan Suto Liem sekalian berangkat
kepuncak Si Sim Hong, Pek Lok Suseng sekalianpun
membuntuti dari belakang.
Dengan watak Sie Cu-peng yang licik, dan banyak akal,
sewaktu melihat Tan Kia-beng berulang kali mendapatkan
cegatan cegatan dari musuh tangguh mereka tetap
menyembunyikan dirinya tidak keluar.
Menanti Tan Kia-beng berhasil mengalahkan orang-orang
Isana Kelabang Emas, mereka baru melanjutkan kuntitannya
ke depan. Setibanya dipuncak Si Sim Hong, menggunakan
kesempatan sewaktu Tan Kia-beng bercakap-cakap dengan
Sak Cing Hujien ia melingkar kepuncak sebelah belakang
untuk menggabungkan diri dengan beberapa orang suhengnya
dari partai Heng-san Pay.
Dengan demikian mengerti jelas situasi pertempuran
dipuncak Si Sim Hong beberapa saat berselang, banyak
anggota tujuh partai besar yang terluka maupun binasa,
diantara tujuh orang ciang bunjien dari tujuh partai besarpun
hampir seluruhnya terluka semua. Yen Yen Thaysu dari Siauwlim pay dalam pertempurannya melawan Majikan Isana
Kelabang Emas sudah menderita luka pula.
Tapi beruntung adanya cegatan Yen Yen Thaysu maka
ketujuh orang ciang bunjien dari tujuh partai besar bisa
meninggalkan gunung Ui San dalam keadaan selamat.
Setelah semua orang mengetahui keadaan yang
sesungguhnya merekapun ikut meninggalkan tempat kejadian.
Tapi Pek Lok Suseng yang masih teringat terus akan
dendamnya Heng-san It-hok segera mengusulkan sekali lagi
pergi menengok Tan Kia-beng sekalian.
Kebetulan sekali waktu itu Tan Kia-beng sedang
melangsungkan suatu pertempuran yang sangat mengerikan
melawan Hu Sang Popo. Hal ini membuat mereka jadi
ketakutan sehingga menghembuskan napas berat pun tak
berani. Kemudian Su Gien datang, Tan Kia-beng jatuh tak sadarkan
diri. Walaupun mereka dengar jelas bila tenaga lweekang
pemuda she Tan itu sudah punah tapi mereka takut mencari
gara gara dengan kedua orang wanita iblis itu semakin takut
lagi terhadap Su Gien, maka dari itu menanti mereka sudah
berlalu beberapa orang itu baru turun tangan.
Tan Kia-beng yang melihat Pek Lok Suseng tertawa keras
terus menerus, alisnya segera dikerutkan.
"Urusan apa yang patut membuat saudara merasa bangga"
tegurnya dingin. "Aku sedang mentertawakan keadaan saudara mirip dengan
naga terjerumus dalam air dangkal. macan ganas kehilangan
kuku cakarnya, kejayaan yang telah berhasil kau pupuk sejak
tempo dulupun sekarang hanya tinggal kenangan belaka"
Mendengar perkataan tersebut mendadak Pek Ih Loo-sat


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maju ke depan. "Apakah kau ingin turun tangan menggunakan kesempatan
sewaktu orang berada dalam keadaan bahaya" Hmmm!
haruslah kau ketahui masih ada nonamu disini."
"Heee.... heee.... heee.... walaupun Pek Ih Loo sat terkenal
akan keganasannya, sayang sekali pada saat ini kau tak bakal
bisa mempertahankan nyawamu lagi"
"Hmmm! punya nyali kau boleh coba-coba"
Sudah lama Pek Lok Suseng mendengar nama besar dari
Pek Ih Loo sat, sudah tentu ia sendiri tidak berani turun
tangan. Mendadak ia berpaling ke arah Suto Liem.
"Sute! jika kau ingin membalaskan dendam kekalahan Siong
Hok Susiokmu tempo dulu, inilah saat yang paling baik, ayoh
cepat turun tangan!"
Suto Liem mengangguk. "Baik! biar aku coba...."
Selesai berkata tubuhnya laksana sambaran kilat langsung
menerjang ke arah Tan Kia-beng lalu melancarkan serangan
mangancam pergelangan dari pemuda tersebut.
"Kau berani!" bentak Pek Ih Loo-sat gusar.
Golok lengkung dengan membentuk selapis cahaya keperak
perakan langsung membabat pinggang Suto Liem.
Agaknya Pek Lok Suseng sudah menduga akan kejadian ini,
sewaktu Suto Liem menerjang tadi iapun sudah cabut keluar
pedangnya. Menanti golok Pek Ih Loo sat membabat ke depan, iapun
segera menggerakkan pedang serta telapaknya untuk
menghajar punggung gadis itu hal ini memaksa Hu Siauw-cian
harus putar badan melindungi diri sendiri.
Suto Liem yang melancarkan serangan ke arah Tan Kiabeng sama sekali tidak menggunakan pedang maupun telapak
melainkan mengeluarkan ilmu menangkap, tujuannya jelas
sekali ia ingin mencoba-coba kekuatan lawan dalam
serangannya ini. Tepat pada saat telapak tangannya hampir menyentuh
pergelangan tangan Tan Kia-beng mendadak terdengar
pemuda she Tan itu mendengus dingin. Telapak tangannya
dibalik dengan jurus "Huan Im Hu Yu" atau Mendobrak awan
menghancurkan Hujan balik mencengkeram pergelangan
musuh. Tak terasa Suto Liem jadi terperanjat, cepat-cepat ia
salurkan hawa murninya. ***(hal.58-59 tidak ada)***
per satu" jikalau tujuan kedatanganmu mencari aku
dikarenakan ingin membalas dendam atas kematian Thiam
cong Sam Loo maka orang yang kau tuju adalah salah besar,
jika punya nyali pergilah cari Majikan Istana Kelabang untuk
bikin perhitungan apa gunanya mencari aku?"
"Jika bukan karena kau, mana mungkin mereka bertiga bisa
bencana?" teriak si jago pedang dari Kun Wu dengan gusar.
Sejak kehilangan seluruh kepandaiannya pikiran Tan Kiabeng sudah butek, tidak disangka pada saat seperti ini
berulang kali ia berjumpa dengan manusia manusia tidak
pakai aturan, hatinya semakin gusar lagi.
Ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Sekalipun kematiannya dikarenakan aku orang she Tan,
lalu apa yang hendak kalian lakukan?" tantangnya.
"Cabut keluar ototmu danbeset kulitmu untuk membayar
hutang nyawa dari ketiga orang itu."
Bersamaan dengan selesainya pembicaraan tersebut
mendadak tubuhnya menubruk ke depan, cahaya pedang
laksana rantai membabat ke arahnya.
Tiba-tiba.... Cahaya pedang berkelebat lewat sebelah pedang tahu-tahu
melayang datang dari sisi kalangan langsung mengunci
datangnya gerakan pedang sijago pedang dari Kun Wu ini
bersamaan itu pula di depan tubuh Tan Kia-beng sudah
muncul seorang pemuda tampan.
Tak terasa Yen Hua itu sijagoan pedang dari Kun Wu jadi
melengak. "Siapa saudara" berani benar menghalang halangi
maksudku" bentaknya gusar.
"Suto Liem dari Heng-san-pay!"
**** kangouw, juga tidak pernah tahu peraturan peraturan
apa saja yang berlaku di dalam suatu partai besar.
Ia hanya merasa turun tangan menghadapi seorang yang
kehilangan kepandaian silatnya bukan suatu perbuatan
enghiong. Bersamaan itu pula iapun merasa kagum terhadap
kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng sehingga timbullah
rasa sayang dalam hatinya.
Oleh sebab itu tak terasa lagi timbullah suatu pikiran dalam
benak Suto Liem untuk melindungi pemuda tersebut.
Jilid: 22 Sewaktu si jago pedang dari Kun Wu melihat ia bungkam,
dalam anggapannya pemuda tampan tersebut sudah dibikin
jeri oleh sikap Be Giok Liong, segera sambungnya dengan
suara keras, "Kau anak murid siapa dalam partai Heng-sanpay" haruslah kau ketahui selama ini tujuh partai besar selalu
bekerja sama bagaikan satu tubuh, sekalianpun ciangbunjin
kalian Thian Kang Tootiang sendiripun sewaktu menemui
diriku harus menaruh tiga bagian rasa mengalah, tidak
kusangka ternyata kau berani bersikap kurang ajar. ayoh
cepat menyingkir kesamping."
Beberapa patah perkataan yang membawa nada gertakan
ini jika ditujukan kepada anak murid partai Heng-san-pay yang
lain kemungkinan sekali akan manjur, tapi terhadap Suto Liem
sama sekali tidak mendatangkan reaksi.
Sehabis mendengar perkataan dari Kun Wu Kiam, Suto
Liem kerutkan alisnya sambil tertawa dingin.
"Sudah! Tak usah banyak cakap lagi. Tidak bisa tetap tidak
bisa. Jika kalian paksa hendak menggunakan kekerasan, lebih
baik kalahkan dulu siauw ya mu."
Si jago kelana Bee Giok Liong betul-betul amat gusar,
dengan cepat ia saling tukar pandangan sekejap dengan Kun
Wu Kiam lalu diiringi suara bentakan keras bersama-sama
melancarkan satu pukulan menghajar tubuh Tan Kia-beng.
Serangan yang datangnya secara mendadak ini sama sekali
diluar dugaan Suto Liem dalam keadaan terperanjat
pedangnya langsung digetarkan keras.
"Kau berani!" bentaknya gusar.
Pedangnya dengan sejajar dada langsung dibabat ke
depan. "Hee hee heee bangsat cilik. nyalimu benar-benar tidak
kecil." jengek sijago pedang dari Kun Wu sambil tertawa
dingin. Pedangnya dikebaskan, dalam waktu singkat ia mengirim
tiga buah serangan berantai ke arahnya memaksa Suto Liem
terpaksa harus menggerakkan pedangnya menolong diri
sendiri. Kelihatannya serangan dari si jago kelana tersebut akan
menghajar kepala Tan Kia-beng.
Kejadian ini sudah tentu membuat Tan Kia-beng jadi sangat
mendongkol, sinar mata berkelebat lalu tertawa dingin,
telapak tangan dibalik menyongsong datangnya serangan
tersebut. Ternyata ia sudah lupa kalau tenaga dalamnya telah punah
sehingga tanpa sadar sudah gerakkan tangannya.
Jika dibicarakan pada hari hari biasa, dengan andalkan
tenaga lweekang yang dimiliki Bee Giok Liong saat ini tidak
sampai mengerahkan tiga bagian tenaga sudah cukup untuk
membereskan dirinya, tapi lain keadaannya pada ini hari.
Ketika itulah terdengar suara jeritan kaget berkumandang
memenuhi angkasa. "Jangan, cepat mundur...."
Diikuti segulung tenaga lunak tapi dingin menerjang keluar
dari belakang tubuhnya langsung menyambut datangnya
serangan dari sijago kelana tersebut.
"Braaak!" diikuti suara bentrokan keras, tubuh Bee Giok
Liong mencelat ke tengah udara membawa sembawa darah
segar bagaikan curahan hujan, lalu roboh ke atas tanah.
Suara jeritan ngeri hanya bergema separuh jalan lalu
berhenti, orang itu pun menemui ajalnya seketika itu juga.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini benar-benar
mengejutkan seluruh hadirin di tengah kalangan.
Kiranya Pek Ih Loo-sat yang menguatirkan keselamatan Tan
Kia-beng telah mengirim satu serangan gencar memaksa Pek
Lok Suseng terpukul mundur ke belakang setelah itu ia
meloncat kesisi tubuh Tan Kia-beng.
Kebetulan sekali waktu itu sijago kelana Be Giok Liong
sedang melancarkan serangan ke arah Tan Kia-beng, tanpa
pikir panjang lagi ilmu SIan Im Kong Sah Mo Kang dikerahkan.
bercampur dengan Tk Yen Mo CIang dihantamkan ke depan.
Serangan yang dilancarkan dalam keadaan terburu-buru ini
boleh dikata sudah menggunakan seluruh tenaga lweekang
yang dimilikinya, sudah tentu Be Giok Liong bakal tahan
menerima serangan tersebut.
Ketika itu sijago pedang dari Kun Wu pun kena didesak
mundur tujuh, delapan depa oleh desakan serangan pedang
Suto Liem yang aneh tapi lihay, melihat musuhnya
mengundurkan diri, sang pemuda tampan tersebutpun
menghentikan gerakannya. Dengan adanya kejadian ini Pek Lok Suseng jadi melengak
dan bingung dengan sendirinya, buru ia berjalan mendekati
pemuda she suto itu. "Sute! apa yang sudah terjadi" tenaga lweekang bangsat
cilik itu sudah punah dan saat inilah merupakan suatu
kesempatan yang baik untuk membereskan di Suto Liem
tertawa dingin. "Caramu berpikir sama sekali berlawanan dengan apa yang
aku pikirkan, seluruh ikatan balas membalas harus dibicarakan
lagi setelah tenaga dalamnya pulih seperti keadaan semula.
"Jikalau tenaga dalamnya tak bisa pulih untuk selamanya?"
"Maka semua ikatan dendam yang terikat selama ini harus
dibikin tuntas sampai disini saja, coba kau bayangkan aku
Suto Liem sebagai seorang lelaki sejati patutkah turun tangan
terhadap seorang manusia yang tiada bertenaga untuk
melawan" apa penderitaan yang ia rasakan pada saat ini
sudah cukup besar, kita tak boleh menyusahkan dirinya lagi."
Mendengar perkataan tersebut air muka Pek Lok Suseng
kontan saja berubah sangat hebat.
"Bangsat cilik itu merupakan musuh bebuyutan dari
perguruan kita, sekali pun kau tidak ingin turun tangan, tidak
seharusnya lepaskan dirinya dengan demikian mudah."
Kepada gerombolan toosu yang ada dibelakang ia lantas
ulapkan tangannya. "Ayo turun tangan, kita bereskan dulu si bangsat cilik itu.
"Siapa yang berani turun tangan aku akan suruh dia
rasakan bagaimanakah kehebatan pedangku" mendadak Suto
Liem membentak keras sambil getarkan pedangnya.
Bentakan ini langsung membuat para toosu itu jadi
ketakutan dan bersama-sama menghentikan langkahnya. sinar
mata dialihkan ke arah Pek Lok Suseng.
Terhadap sutenya Pek Lok Suseng sendiripun jadi
kehabisan akal, alisnya lantas dikerutkan rapat.
Sekalipun kau tidak pandang mata terhadap aku yang jadi
suhengmu, apakah peraturan perguruan Heng-san-pay pun
tidak suka kau gubris?" teriaknya.
"Heee.... heee.... heee.... Heng-san-pay adalah sebuah
perguruan besar dari kalangan lurus, dan tidak mungkin
peraturan perguruan yang berlaku tidak mengindahkan
keadilan serta kejujuran. jikalau semisalnya benar-benar
berlawanan dengan keadilan haaa.... haaa.... haaa.... aku Suto
Liem tidak sudi mengikuti perguruan macam itu lagi."
"Kurangajar, benar-benar nyalimu berani membanding
bandingkan perguruan kita" bentak Pek Lok Suseng dengan air
muka berubah hebat. "Apakah kau tidak takut menerima
hukuman siksa potong lengan?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... aku Suto Liem hanya tahu
berbuat apa yang rasanya dapat kulakukan, perduli macam
apakah peraturan yang berlaku aku tidak mau tahu lebih baik
kalian tidak usah mengikat diriku dengan topi besar."
Pek Ih Loo sat yang melihat pertentangan diantara mereka
suheng te berdua makin lama semakin runcing, kepada Tan
Kia-beng segera bisiknya, "Engkoh Beng, mari kita pergi!
jikalau di tengah jalan tiada halangan kemungkinan besar
serbelum hari jadi gelap kita sudah bisa tiba di kota Swan
Jan." Tan Kia-beng mengangguk, mereka putar badan dan
perlahan-lahan turun dari gunung.
Selama ini Pek Ih Loo Sat selalu mengikuti dan melindungi
pemuda tersebut dari arah belakang, sedangkan sijago pedang
dari Kun Wu karena kematian kawannya Be Giok Liong. Dalam
hati lantas mengerti dengan andalkan tenaga dia seorang tak
mungkin bisa melawan pihak lawan, karena itu sambil kempit
mayat kawannya buru-buru lari turun gunung.
Para toosu dari Heng-san-pay pun dikarenakan ketidak
setujuan Suto Liem, tak seorangpun diantara mereka yang
berani turun tangan menghadang, mereka membiarkan kedua
orang itu perlahan-lahan lenyap dibalik kegelapan.
Melihat Tan Kia-beng sudah pergi, Pek Lok Suseng tahu
beribut terus dengan Suto Liem pun bukan suatu cara yang
baik, karena sutenya ini walaupun termasuk dalam perguruan
Heng-san-pay, tetapi kenyataan ia belum pernah mendatangi
kuil Sam Yen Koan di atas gunung Heng-san, jika sampai ribut
terus dengan dirinya kemungkinan besar ia benar-benar bisa
melakukan sesuatu tindakan sehingga memaksa dirinya tak
bisa turun dari panggung lagi.
Jauh lebih baik jika saat ini sedikit mengalah kepadanya.
Dengan wataknya yang kejam dan telengas sejak semula ia
sudah dapatkan satu siasat keji untuk menghadapi Tan Kiabeng, pikirnya, "Bangsat cilik itu mengikat dendam di mana
mana, kenapa tidak aku sebarkan berita punahnya kepandaian
silat bangsat itu kemana mana" Sampai waktunya sekali pun
kepandaian silat dari Pek Ih Loo sat amat tinggipun bakal
sukar untuk menyelamatkan nyawanya."
Setelah keputusan diambil, ia pura-pura perlihatkan sikap
hambar, katanya, "Sute! Bila kau ngotot tidak suka turun
tangan pada saat ini baiklah! Biar kita kasih kesempatan satu
kali buat mereka. Sekarang hari sudah tidak pagi kitapun
harus segera berangkat. Ih heng perlu cepat-cepat kembali ke


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gunung Heng-san untuk meninjau keadaan luka dari Ciang
bun Suheng." Pada hal kembali ke gunung Heng-san adalah palsu,
menjalankan siasat busuk adalah tujuan utamanya.
Karena Suto Liem paling tidak suka terikat oleh segala
macam peraturan perguruan iapun tidak ingin ikut serta Pek
Lok Suseng kembali ke gunung, mendengar perkataan
tersebut ia lantas rangkap tangannya menjura.
"Bila masih ada urusan silahkan suheng berlalu! Siauwte
masih harus berkelana cari pengalaman, di kemudian hari bila
ada kesempatan tentu aku datangi gunung Heng-san untuk
menyambangi suheng."
Habis berkata ia lantas berpisah terlebih dulu, Pek Lok
Suseng pun dengan membawa serta para toosu lainnya buruburu turun gunung. Kita balik pada Tan Kia-beng serta Pek Ih Loo sat setelah
turun gunung. Pek Ih Loo sat yang mengetahui tenaga Tan Kia-beng
sudah punah sehingga keadaannya sama dengan orang biasa,
laripun secara diam-diam lantas salurkan hawa murninya
untuk menarik lengannya melanjutkan perjalanan cepat.
Tapi sebentar kemudian ia dapat merasakan walau tenaga
dalam dari Tan Kia-beng sudah punah tapi langkah kakinya
jauh lebih cepat dari keadaan orang biasa, tak sampai hari jadi
gelap kedua orang itu sudah tiba di kota Swan Jan dan
mencari sebuah rumah penginapan untuk istirahat.
Walaupun jarak antara kota Swan Jan dengan dusun Tau
Siang Cungcuma terpaut tida empat hari perjalanan bahkan Su
Gien sudah berangkat kirim kabar terlebih dahulu, rasanya di
dalam satu, dua hari ini tentu ada orang yang bakal datang
menyambut kedatangan mereka.
Tapi, perasaan hati Pek Ih Loo-sat tetap diliputi
ketegangan, ia takut di dalam satu dua hari yang singkat ini
bisa terjadi suatu peristiwa.
Sejak gadis ini terjunkan diri ke dalam dunia kangouw
belum pernah ia merasakan kuatir, takut, dan terkejut macam
begini. Baru pertama kali ini ia benar-benar merasakan
kejadian tersebut. Tan Kia-beng mengerti jelas bagaimana perasaannya.
sambil tertawa ia malah menghibur, "Mati hidup tergantung
takdir. yang harus kau kuatirkan" walaupun kepandaian silatku
sudah punah tapi menghadapi manusia sebangsa Pek Lok
Suseng sekalian belum sampai kupandang sebelah matapun"
"Sejak aku terjunkan diri ke dalam dunia kangouw" kata Hu
Siauw-cian sambil kerutkan alisnya "Pertarungan mati hidup
sudah kualami entah kesekian kalinya, tapi belum pernah aku
merasa bergidik macam ini hari, aku selalu kuatir bisa terjadi
suatu peristiwa" Tan Kia-beng tersenyum. "Soal ini kemungkinan sekali disebabkan kau terlalu
menguatirkan nasibku, sebenarnya tidak mengapa! eei....!
seharian penuh kau sudah bertempur badanmu tentu lelah,
cepat pergilah tidur dahulu, aku rasa sekalipun ada orang
bermaksud jahat terhadap diriku, berita ini pun tak bakal
tersebar sedemikian cepatnya, apalagi orang yang mengetahui
urusan ini tidak begitu banyak"
"Walaupun perkataanmu benar, tapi aku selalu merasa
bahwa Pek Lok Suseng bukan sebangsa manusia baik-baik"
"Dengan andalkan sedikit kepandaiannya, perbuatan apa
lagi yang masih bisa ia lakukan" sudahlah, kau tidak usah
kuatir terus, pergilah tidur, akupun harus duduk sebentar
kemudian baru tidur"
"Hhmmm.... akupun merasa mulai rada lelah" Hu Siauwcian menguap dan bangun berdiri.
Habis berkata ia lantas melangkah keluar dari kamar
pemuda tersebut, bicara sesungguhnya perjalanan yang baru
saja ia tempuh bersama-sama Tan Kia-beng benar-benar
sangat melelahkan dirinya.
Sewaktu kedua orang itu sedang bercakap-cakap di dalam
kamar tadi, diluar jendela ada sepasang mata yang jeli sedang
memperhatikan keadaan di dalam ruang tersebut.
Sewaktu sinar matanya terbentur dengan wajah Tan Kiabeng yang pucat pasi bagaikan mayat, diam-diam ia menghela
napas panjang dan menanti setelah Hu Siauw-cian berlalu
iapun ikut berkelebat pergi.
Ketika itu magrib baru saja menjelang datang. di tengah
jalan raya banyak sekali orang yang berlalu lalang, di depan
rumah penginapanpun ramai sekali dengan suara hiruk pikuk.
Sang pelayan sedang berdiri menanti kedatangan tamu di
depan pintu rumah penginapan mendadak dibikin sadar oleh
munculnya seorang Dara Berbaju Hijau yang amat cantik dan
berpakaian perlente. Melihat munculnya bidadari cantik, dengan wajah penuh
senyum sang pelayan maju menyongsong.
"Nona apakah kau mencari kamar untuk menginap" di
dalam rumah penginapan kami terdapat kamar kelas satu
yang paling bersih. tanggung nona pasti puas"
Sambil tersenyum nona berbaju hijau itu mengangguk sang
pelayanpun segera menghantar ia ke belakang rumah
penginapan yang merupakan kamar kelas satu.
Setelah pintu kamar terbuka sedikitpun tidak salah,
keadaan disana bersih dan nyaman, dengan perasaan puas
Dara Berbaju Hijau itu mengangguk.
Sang pelayan yang melihat tetamunya sudah ambil
putusan, buru-buru ia bekerja keras menghidangkan air teh,
ambil air untuk cuci muka dan bereskan pembaringan.
Ternyata Dara Berbaju Hijau itu tidak ribut cuci muka atau
minum teh, tapi dari dalam buntalannya mengambil keluar
sebuah benda putih bersih bagaikan salju, keadaannya sedikit
mirip loba berbentuk bayi.
"Coba kau carilah sebuah nampan untukku" katanya kepada
sang pelayan. Sang pelayan menyahut, tidak selang lama kemudian ia
sudah membawa datang sebuah nampan. ketika itulah si Si
Dara Berbaju Hijau mengambil keluar sebilah pisau dan
dibelahnya loba putihi tersebut menjadi berpuluh puluh iris
kemudian diletakkan ke atas nampan setelah itu ia masukkan
kembali sisa loba putih tadi ke dalam buntalan.
"Heeei pelayang" katanya sambil berpaling dan tersenyum.
"Coba kau bawalah barang ini kekamar siang-kong she-Tan
yang ada di sana, jika ia bertanya kepadamu katakan saja ada
buah Touw bagus". Walaupun Sang pelayan menyahut tapi di atas wajahnya
terlintas suatu keragu raguan karena perbuatan semacam ini
sudah sering ia jumpai dalam tugasnya sehari hari, ia takut
nona itu taruh racun di atas nampan atau melakukan sesuatu
perbuatan sehingga mengakibatkan tidak baik buat orang
yang dituju. Sejak semula sidara cantik berbaju hijau itu sudah mengerti
maksud hatinya, dari dalam saku ia ambil keluar setahil perak
dan disusupkan genggamannya. lalu mengambil sebiji loba
dan dimasukkan ke dalam mulut.
"Benda ini sebenarnya akan kuhantarkan sendiri, cuma
dikamarnya masih ada seorang nona berbaju putih...."
Bicara sampai disini sengaja ia mempertajam nada
suaranya. Setelah mendapat uang, pelayan itu dengan setengah
mengerti setengah tidak manggut manggut.
"Hamba paham.... hamba paham."
Dengan membawa nampan ia lantas berlari menuju keluar.
Benda yang ada di atas nampan itu adalah suatu benda
yang sangat berharga, sudah tentu sang Dara Berbaju Hijau
itu tidak berlega hati membiarkan sang pelayan membawa
pergi benda tersebut dengan begitu saja.
Sepeninggalnya sang pelayan, ia pun berkelebat keluar dari
kamar dan mengikuti dari belakang tubuh orang itu.
Pelayan tersebut benar-benar pandai melakukan pekerjaan,
setibanya di depan kamar Tan Kia-beng ia lantas mengetuk
pintu dan menghantarkan loba tadi ke hadapan sang pemuda.
"Buah ini adalah buah Touw dari daerah sekitar sini"
katanya sembari tertawa. Rasanya amat manis dan harum
baunya. Karena hamba muka siankong kurang dan aku pikir
tentu sudah masuk angin maka sengaja kucarikan buah segar
untuk siankong icipi."
Waktu itu Tan Kia-beng sedang duduk murung seorang diri
dibawah sorotan sinar lampu. hatinya amat kesal sekali,
mendadak melihat sang pelayan datang membawa senampan
buah segar dan ucapannya begitu menarik hati, hatinya lantas
menduga jika orang itu sedang menginginkan persenan.
Diambilnya irisan loba tadi dan dimasukkan ke dalam mulut,
ketika merasa amat manis dan segar tak kuasa lagi ia ambil
irisan yang kedua. Tidak selang beberapa saat kemudian beberapa irisan loba
tadi sudah disikat habis, dari sakunya ia lantas ambil keluar
setahil perak dan dilemparkan ke atas baki.
"Eehmmm.... buah tersebut benar-benar manis, terima
kasih terima kasih.... jika besok ada lagi tolong kau bawakan
kemari." Sang pelayan yang mendapat persenan lipat ganda,
wajahnya lantas berubah kegirangan, mulutnya tiada henti
mengucapkan terima kasih sedang dalam hati pikir, "Pekerjaan
bagus semacam ini mungkin selama hidup tak akan kujumpai
lagi. dari mana aku bisa dapatkan buah sebagus itu?"
Sepeninggalnya sang pelayannya, Tan Kia-beng pun tidak
pikirkan urusan itu ke dalam hati, benaknya terus menerus
memikirkan setelah kedatangan didusun Tau Siang Cung.
Ia merasa kepandaian silatnya sudah punah, sudah tentu
tak dapat menjabat sebagai Kauwcu dari Teh Leng Kauw lagi,
tapi perkumpulan tersebut bagaimanapun harus didirikan
kembali. kalau tidak bagaimana ia bisa menghibur sukma Han
Tan Loo dialam baka"
Ia merasa orang yang paling cocok untuk jabatan ini adalah
suhengnya si Penjagal Selaksa Lie. sampai waktunya ia sudah
ambil keputusan untuk serahkan seruling kumala itu
kepadanya. Lama sekali pemuda itu duduk termenung dibawah sorotan
sinar lampu, ia tidak merasa bila mara bahaya sudah
mengancam dari empat penjuru, orang-orang yang ada
maksud mencelakai dirinya satu demi satu mulai mengalir
datang, dan mungkin ratusan orang jago lihay sudah
berkumpul disebelah sana Kiranya tempat ini merupakan suatu tempat yang penting
dalam berkumpulnya jago-jago Bulim. kebanyakan para jago
yang mencari berita dan mereka mereka yang baru turun dari
gunung Ui san pada peristiwa disitu
Pada sore hari itu juga, dalam dunia persilatan sudah
digemparkan oleh dua buah berita, Pertama. Pertemuan
puncak digunung Ui san diakhiri dengan suatu pertempuran
dahsyat karena serbuan orang-orang Isana Kelabang Emas.
Banyak jago-jago liehay dari tujuh partai besar yang menemui
ajalnya dalam pertarungan tersebut bahkan para ciangbunjin
partai besarpun menderita luka parah,
Perkumpulan Kay-pang yang pengaruhnya hampir merata
diseluruh pelosok Bulim pun dalam pertarungan ini banyak
yang menderita luka maupun mati binasa.
Kedua. Ahli waris Han Tan Loojien yang baru baru ini
menggemparkan seluruh dunia kangouw, Tan Kia-beng di
dalam pertarungan tersebut melawan Majikan Isana Kelabang
Emas sama-sama telah menderita luka kemudian di dalam
pertarungannya melawan Hu Sang Popo, guru dari Majikan
Isana Kelabang Emas kehilangan seluruh kepandaian silatnya.
Sekarang dibawah kawalan Pek Ih Loo sat sedang turun
gunung dan melewati kota Swan Jan menuju desa Tau Siang
Cung. Berita tersebut bagaikan segulung angin taupan melanda
seluruh dunia persilatan di dalam waktu yang singkat.
Terhadap berita yang pertama banyak orang kecuali terkejut
hanya bisa menghela napas panjang.
Tapi mengenai peristiwa punahnya kepandaian silat yang
dimiliki Tan Kia-beng laksana besi semberani menghisap
perhatian banyak orang. Demikianlah, mereka mereka yang tempo dulu pernah
mengikat permusuhan dengan pemuda tersebut mulai
melakukan pengejarannya keempat penjuru, mereka hendak
menggunakan kesempatan ini berusaha melenyapkan nyawa
sang "Anakan Iblis" ini.
Dan banyak pula jago-jago Bulim yang mempunyai nafsu
besar pada melakukan pengejaran, tujuan mereka bukan lain
adalah pedang kuno Kiem Ceng Giok Hun Kiam.
Kota Swan Jan yang pada hari hari biasa tenang, dalam
sekejap mata sudah jadi ramai oleh tiupan angin taupan....
Kita balik pada Tan Kia-beng yang duduk seorang diri
dibawah sorotan lampu, selagi ia melamun dengan hati sedih
mendadak telinganya dapat menangkap suara baju tersampok
angin berkumandang datang.
Hatinya jadi amat terperanjat, diam-diam pikirnya.
"Saat ini seluruh tenaga dalamku punah, jika yang datang
adalah musuh tangguh bagaimana aku bisa tahan untuk
melakukan perlawanan?"
Ketika itulah tampak sesosok bayangan manusia berkelebat
lewat, dan orang itu bukan lain adalah Pek Ih Loo-sat.
Setibanya dalam kamar, gadis itu langsung meniup padam
lampu yang menerangi ruangan, kapada Tan Kia-beng bisik
lirih, "Sstt! kelihatannya pada malam ini sangat aneh
kemungkinan besar berita ini sudah bocor".
"Kalau benar-benar bocor maka orang yang membocorkan
berita tersebut tidak luput tentu perbuatan dari Pek Lok
Suseng manusia itu memang patut dibunuh mati" seru Tan
Kia-beng sambil kerutkan alisnya.
"Hmmm! nanti jika aku temui dirinya lagi aku pasti akan
berusaha untuk membinasakan dirinya dibawah tusukan golok
lengkung beracunku".
"Sekarang waktu masih terlalu pagi aku rasa mereka tak
akan berani turun tangan, kau beristirahatlah terlebih dahulu
untuk kumpulkan tenaga...."
"Tidak perlu, aku pikir saat ini Su Gien pepek tentu sudah
tiba didusun Tau Siang Cung, orang yang menyambut
kedatangan kitapun seharusnya sudah datang, aku pikir
daripada menanti disini jauh lebih baik segera berangkat
melakukan perjalanan, kemungkinan sekali tindakan ini jauh


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berada diluar dugaan mereka."
Keadaan Tan Kia-beng pada saat ini benar-benar diliputi
kemasgulan, teringat kekuatan yang ia miliki sampai Majikan
Isana Kelabang Emaspun menaruh tiga bagian rasa jeri
terhadap dirinya, kini sesudah tenaga lweekangnya punah
ternyata harus melarikan diri terbirit-birit.
Hal ini membuat semangatnya terpukul lama sekali tak
terjawabkan olehnya perkataan dari Hu Siauw-cian itu.
Si Pek Ih Loo sat pun tahu bila saat ini hatinya sedang
risau, dengan suara setengah berbisik hiburnya.
"Kadangkala seorang lelaki sejati harus menahan sabar
melihat keadaan, malam ini kau tak bertenaga untuk turun
tangan, sementara waktu menghindarpun rasanya bukan
suatu persoalan yang memalukan. Menanti tenaga
lweekangmu sudah pulih kembali seperti sedia kala perlahanlahan kita cari kembali mereka untuk bikin perhitungan.
"Heeei.... rasanya inilah satu satunya jalan yang bisa
ditempuh" akhirnya Tan Kia-beng menghela napas panjang.
"Kalau begitu mari kita segera berangkat"
Habis berkata mendadak tangannya menyambar
menggendong tubuh Tan Kia-beng ke atas punggungnya lalu
melesat keluar melalui jendela.
Melarikan diri dengan digendong seorang gadis rasanya
baru pertama kali ini dirasakan Tan Kia-beng, suatu perasaan
malu yang sukar ditahan segera mengalir keluar dari dasar
hatinya. "Eeei.... cepat turunkan diriku, aku bisa jalan sendiri
teriaknya cemas. "Sssttt.... perlahan sedikit kalau bicara" buru-buru Pek Ih Loo sat memberi peringatan, "Urusan sangat mendesak,
bagaimanapun aku harus menggendong dirimu keluar dari
pintu kota dulu, kemudian kita bicarakan lagi."
Tidak memperduli suara teriakan dari Tan Kia-beng lagi ia
melesat keluar kota laksana anak panah yang terlepas dari
busur. Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki gadis ini benar-benar
amat sempurna, walaupun ia harus menggendong seseorang
di dalam melakukan perjalanan tapi sedikitpun tidak kelihatan
terganggu. Sejenak kemudian mereka sudah melewati tembok kota dan
tiba disuatu tempat yang sunyi.
Tan Kia-beng yang melihat gadis itu berlari dengan sepenuh
tenaga, lama kelamaan hatinya merasa tidak tenang.
"Siauw Cian, turunkan diriku, biarlah aku berjalan lambat
lambat...." kembali teriaknya.
Pek Ih Loo sat yang melihat pemuda tersebut sekali lagi
berteriak, terpaksa menurunkan dirinya dan menghela napas
panjang. "Saat ini tiada waktu untuk banyak mengindahkan kaidah
kesopanan lagi terus terang kukatakan jikalau bukannya
seluruh tenaga lweekang pun punah perlu apa kita takuti
mereka?" "Heee.... heee.... heee.... kalau memang tidak takut, buat
apa kalian melarikan diri terbirit birit" mendadak dari belakang mereka berkumandang suara seseorang menyambung.
Mendengar perkataan tesebut Pek Ih Loo sat jadi sangat
terperanjat, dengan sebat ia putar badannya.
Tampaklah seorang siucay berusia pertengahan yang
memakai jubah warna merah darah sambil bergendong tangan
sudah berdiri dibelakang mereka dan ketika itu sedang
memandang ke arahnya dengan pandangan dingin Tan Kiabeng sudah tentu kenal dengan si siucay berusia pertengahan
yang bukan lain adalah "Siauw Siang Yu Su" itu kawan dari
Heng-san It-hok dalam usahanya merebut pedang kumalanya.
Tak terasa lagi ia mendengus dingin, kepada Pek Ih Loo Sat
bisiknya lirih, "Dia adalah Siauw Siang Yu Su."
Pek Ih Loo Sat yang melihat hanya dia seorang yang
munculkan diri apalagi nama Siauw Siang Yu Su di dalam
pandangannya sama sekali tidak berharga, tak terasa segera
berseru dengan nada dingin, "Perduli siapakah dia nonamu
tetap tak pandang sebelah matapun, jika ia bermaksud jahat.
Hmmm! mungkin di dalam tempat sesunyi ini bakal bertambah
dengan selembar sukma gentayangan."
"Ooouw benar begitu?" ejek Siauw Yu Su seraya tertawa
dingin, kakinya selangkah demi selangkah maju mendekati
tubuh Tan Kia-beng. Mendadak Pek Ih Loo Sat meloncat ke depan menghadang
dihadapan tubuh pemuda tersebut, alisnya melentik.
"Bila kau berani maju satu langkah lagi nonamu segera
akan cabut nyawa anjingmu bentaknya keras.
Walaupun Siauw Yu Su tidak jeri, tapi bala bantuan ada di
belakang dan sekarang belum tiba, kena dibentak oleh Pek Ih
Loo Sat ia jadi berdiri tertegun dan tidak berani maju lagi.
Terhadap Siauw Siang Yu Su sudah tentu Pek Ih Loo sat tak
akan pandang sebelah matapun, tapi ia tahu dibelakangnya
berturut turut bakal mengejar datang banyak sekali jago-jago
liehay, ia takut setelah kedatangan banyak musuh tak ada
kesempatan lagi baginya untuk melindungi keselamatan
pemuda tersebut. Dengan cepat ditariknya pemuda itu untuk diajak pergi.
"Buat apa kita urusi manusia manusia rendah yang rakus
akan milik orang lain, mari kita pergi!"
Lambat lambat kedua orang itu menggerakkan kakinya
untuk berlari dari sana, tapi pada saat itulah tampak sesosok
bayangan manusia kembali berkelebat datang diiringi suara
tertawa keras yang menusuk telinga.
"Haaa.... haaa.... haaa.... mau pergi tidak susah, asalkan
pedang kumala yang berada di atas pinggangmu berikan
kepadaku" serunya. Tan Kia-beng segera berpaling, dengan cepat ia berhasil
mengenali orang itu bukan lain adalah "Siauw Bian Yen Loo"
Iblis Ular Hijau 2 Istana Yang Suram Karya S H Mintardja Walet Emas Perak 3

Cari Blog Ini