Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 9
Karena terkejut dan heran, hampir saja Bhok Gun menjadi korban tamparan tangan kiri Bi Lan yang menyambar ganas. Tangan itu menyambar de-ngan amat cepatnya dan hanya
dengan melempar diri ke kiri saja Bhok Gun dapat menghindarkan diri, akan tetapi ketika tangan yang mengandung hawa pukulan panas itu lewat, dia terkejut dan maklum bahwa tangan itu mengandung hawa pukulan beracun! Guru pemuda ini juga seorang ahli racun maka tahulah dia akan bahayanya tangan beracun dari Bi Lan itu dan diam-diam diapun terheran-heran mengapa gadis ini dapat memiliki ilmu aneh dan ganas itu, padahal dia tahu benar bahwa Bi-kwi tidak memiliki ilmu semacam itu. Teringatlah dia akan cerita Bi-kwi bahwa Bi Lan pernah digembleng selama beberapa bulan oleh Pendekar Naga Sakti Gurun Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
243 Pasir dan isterinya yang juga amat lihai. Dari mereka itukah gadis ini mempelajari ilmu pukulan beracun"
Bi Lan juga merasa lega karena ia tidak melihat munculnya Bi-kwi, sucinya yang lihai itu.
Kalau su-cinya muncul dan ia dikeroyok dua, rasanya sukar baginya untuk dapat
menyelamatkan diri, apa lagi tanpa adanya Ban-tok-kiam di tangannya. Akan te-tapi, sucinya tidak juga muncul maka jalan terbaik adalah cepat-cepat merobohkan dulu Bhok Gun. Kalau tidak dikeroyok, ia tidak gentar menghadapi Bhok Gun maupun sucinya. Maka iapun cepat me-nyerang dengan pukulan-pukulan gencar dan untuk mendesak lawan, ia mengubah
gerakannya dan kini ia mainkan Sam Kwi Cap-sha-kun yang lebih ganas lagi itu! Ia tahu bahwa pada dasarnya, mereka ber-dua memiliki sumber ilmu silat yang sama dan untuk mengeluarkan ilmu-ilmu yang dipelajarinya dari suci-nya atau Sam Kwi, tidak akan banyak gunanya meng-hadapi Bhok Gun. Akan tetapi Sam Kwi Cap-sha-kun adalah ilmu ciptaan baru dari Sam Kwi dan kiranya sucinya juga masih merahasiakan ilmu ini terhadap siapapun.
Dugaannya benar karena Bhok Gun terke-jut bukan main menghadapi desakannya dan
pemuda itu terserempet tamparan pada pundaknya, membuat dia terhuyung ke belakang.
Tangan kiri Bhok Gun bergerak dan sinar-sinar kecil menyambar ke depan.
Bi Lan memiliki penglihatan tajam sekali dan ia pun dapat bergerak lincah. Begitu ada sinar menyam-bar, ia sudah dengan cepatnya meloncat ke kiri, ta-ngan kanannya menyampok dan runtuhlah tiga ba-tang paku hitam yang beracun! Kalau ia tidak cepat mengelak dan menyampok, paku-paku itu dapat mendatangkan bahaya maut!
Biarpun senjata rahasianya dapat dihindarkan lawan, akan tetapi setidaknya serangan gelap itu dapat memberi kesempatan kepada Bhok Gun untuk mem-perbaiki posisinya yang tadi terhuyung oleh serangan Bi Lan. Dia lalu berteriak ke arah rumah ke dua, "Para ciangkun harap suka keluar dan membantu kami menghadapi musuh!"
Terdengar teriakan jawaban dari rumah kedua itu, daun pintunya terbuka dan lima sosok bayangan orang berloncatan keluar dari rumah itu. Kiranya mereka adalah lima orang laki-laki bertubuh gagah yang memakai pakaian perwira kerajaan dan begitu mereka mengepung dan menggerakkan pedang mere-ka menyerang, Bi Lan terkejut karena ia memperoleh kenyataan bahwa lima orang ini memiliki ilmu pe-dang yang kuat dan cepat, sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan para anggauta Ang-i Mo-pang. Maka iapun mempercepat
gerakannya, menubruk ke samping dan dengan sebuah tendangan dan sambaran tangan, ia berhasil merobohkan seorang anggauta Ang-i Mo-pang dan merampas pedangnya. Dengan pedang ini ia lalu menghadapi pengeroyokan lima orang perwira dan Bhok Gun!
Gadis ini memang hebat sekali. Semangatnya besar, memiliki keberanian dan ketenangan sehingga biarpun dikeroyok enam orang yang lihai, tetap saja ia dapat mengamuk seperti seekor naga betina. Pedangnya berubah menjadi sinar ketika ia mainkan Ilmu Pedang Ban-tok Kiam-sut. Terdengar suara nya-ring berdencingan ketika pedangnya itu menangkis serangan para pengeroyoknya dan lewat tigapuluh jurus, pedangnya berhasil melukai dua orang perwi-ra, akan tetapi pada saat itu, pedang di tangan Bhok Gun yang datang dengan amat kuatnya telah berhasil mematahkan pedang rampasan di tangan Bi Lan.
"Krakkk....!" Pedang itu patah menjadi dua dan pada saat itu, dua orang perwira datang menyerang dengan pedang mereka.
"Haiiiittt!" Bi Lan mengeluarkan suara melengking nyaring dan tubuhnya menyambar ke Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
244 depan seperti terbang, dengan tubuh direndahkan seperti menyeruduk ke depan. Itulah satu di antara jurus Ilmu Silat Sin-liong Ciang-hoat (Ilmu Silat Naga Sakti) yang dipelajarinya dari Koa Kok Cu! Dan kembali dua orang perwira rebah dan pedang mereka terlempar jauh, tidak tahan mereka menghadapi jurus dari Sin-liong Ciang-hoat yang aneh dan hebat itu. Akan tetapi, dari samping Bhok Gun sudah menggunakkan kakinya pada saat Bi Lan melancarkan serangan tadi.
Desss....!" Pinggang Bi Lan terkena tendangan sehingga tubuhnya terpelanting dan terguling-guling! Sementara itu, empat orang perwira yang roboh, sudah bangkit kembali dan Bi Lan terkepung kembali ketika ia akhirnya dapat pula meloncat bangun. Pinggangnya terasa nyeri dan kepalanya agak pening. Kembali dara itu berdiri tegak dan tak bergerak seperti patung, melirik ke kanan kiri, ke arah enam orang yang kembali sudah mengepung-nya dengan wajah beringas karena mereka kini men-jadi marah sekali.
Lima orang perwira itu adalah utusan rahasia dari pembesar Hou Seng di kota raja, yang diutus oleh pembesar itu yang sudah berhubungan dengan guru Bhok Gun untuk mengundang Bhok Gun dan para anggauta Ang-i Mo-pang untuk memperkuat kedu-dukan guru itu menjadi kaki tangan dan orang ke-percayaan Hou Seng!
Kini bukan hanya lima orang perwira dan Bhok Gun yang mengepung di sebelah dalam, akan tetapi di bagian luarpun belasan orang anak buah Ang-i Mo-pang sudah mulai bergerak lagi atas perintah Bhok Gun, bahkan di antara mereka ada yang sudah mengambil senjata berupa jaring-jaring lebar yang dipegang oleh tiga orang. Melihat ini, Bi Lan maklum bahwa ia terancam bahaya, apa lagi tendangan Bhok Gun masih terasa bekasnya, pinggangnya masih nye-ri dan membuat sebelah kakinya tidak dapat bergerak selincah kaki yang lain. Akan tetapi, ia mengambil keputusan nekat untuk membela diri sampai titik darah terakhir dan tidak akan sudi menyerah!
Pada saat itu, ketika Bi Lan berada dalam keada-an terancam dan gawat, muncullah seorang pemuda perkasa. Pemuda ini muncul sambil membentak, "Sekumpulan laki-laki mengeroyok seorang wanita muda, sungguh memalukan sekali. Hanya laki-laki berwatak pengecut saja yang sudi melakukan hal se-perti ini!"
Bhok Gun terkejut dan cepat memandang. Juga Bi Lan mengerling ke arah orang yang baru muncul itu dan jantungnya berdebar ketika ia mengenal pemuda tinggi besar itu. Pemuda itu bukan lain adalah pemuda perkasa yang pernah mengagumkan hatinya ketika pemuda itu menolong keluarga sepasang mem-pelai dari Phoa Wan-gwe dan para tukang pu-kulnya. Dan kini pemuda perkasa itu tiba-tiba saja muncul untuk menolongnya!
Beberapa orang anak buah Ang-i Mo-pang sudah menerjang maju untuk merobohkan
pemuda yang dianggap lancang itu. Akan tetapi, segera terdengar teriakan-teriakan kaget ketika pemuda itu dengan mudahnya menendangi dan menangkapi orang-orang itu dan melempar-lemparkan mereka seperti orang melemparkan kayu bakar saja.
"Keparat, berani kau mencampuri urusan kami?" Bhok Gun marah sekali dan menerjang ke arah pe-muda itu, menggunakan tangan kanan memukul ke arah kepala. Serangannya ini selain cepat, juga kuat sekali karena dalam kemarahannya Bhok Gun sudah mengerahkan tenaga yang besar. Pemuda itu menge-nal serangan ampuh, maka diapun memasang kuda-kuda dan mengangkat lengan kanan menangkis.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
245 "Dukkk....!" Dua tenaga besar bertemu dan akibatnya amat mengejutkan hati Bhok Gun karena dia terdorong dan terlempar ke belakang oleh tenaga yang amat dahsyat! Tentu saja dia tidak tahu bahwa lawannya itu telah mewarisi tenaga raksasa dari ayah kandungnya, yaitu Cu Kang Bu yang berju-luk Ban-kin-sian (Dewa Bertenaga Selaksa Kati). Pemuda itu adalah Cu Kun Tek, jago muda dari Lem-bah Naga Siluman itu. Sebetulnya, kalau diukur ilmu silat di antara mereka, tingkat Bhok Gun masih lebih tinggi dari pada tingkat yang dikuasai Kun Tek. Akan tetapi, tadi Bhok Gun mengadu tenaga dan akibat-nya dia kalah kuat sehingga dia merasa gentar, me-ngira bahwa pemuda tinggi besar ini memiliki ilmu kepandaian yang jauh lebih tinggi dari pada tingkat-nya.
Melihat pemuda tinggi besar itu sudah bertanding melawan Bhok Gun, Bi Lan
mempergunakan kesem-patan baik ini untuk bergerak menyerang para pengepungnya, yaitu lima orang perwira tadi. Lima orang yang pernah merasakan kehebatan tangan Bi Lan, menjadi gentar dan menjauhkan diri.
"Nona, mari kita pergi!" Kun Tek berseru nya-ring sambil merobohkan dua orang pengepung dengan tendangan-tendangannya. Kegagahan Kun Tek tidak saja membuat gentar hati Bhok Gun, akan tetapi juga para pengepung menjadi ketakutan. Baru mengha-dapi nona itu saja mereka tadi merasa kewalahan untuk mengalahkannya, apa lagi sekarang muncul seorang pemuda tinggi besar yang demikian gagah perkasa. Karena merasa gentar, mereka tidak banyak bergerak untuk menghalangi ketika Bi Lan dan Kun Tek berlompatan keluar dari pekarangan itu. Bhok Gun serdiri tidak melakukan pengejaran. Pertama adalah karena dia sendiri meragukan apakah dia akan dapat menang menghadapi Bi Lan dan pemuda tinggi besar itu walaupun dia dibantu oleh para perwira dah anggauta Ang-i Mo-pang, dan ke dua karena dia tidak melihat pedang pusaka di tangan Bi Lan, diapun tidak terlalu bernafsu untuk melakukan pengejaran. Dia memang jatuh hati kepada Bi Lan yang dianggapnya amat manis menggiurkan. Terutama sekali karena gadis itu tidak mau menyerah dan tidak semudah wanita lain untuk ditundukkan, maka justeru sikap inilah yang menambah daya tarik pada diri Bi Lan baginya. Andaikata Bi Lan mau, agaknya dia akan suka mempunyai seorang kawan hidup tetap, seorang isteri, seperti gadis itu. Wanita-wanita seperti Bi--kwi hanyalah menjadi teman bermain-main dan mencari kepuasan nafsu belaka, bukan untuk menjadi isteri dan ibu anak-anaknya. Akan tetapi Bi Lan me-nolaknya, bahkan nampak benci kepadanya.
Sementara itu, Bi Lan terus melarikan diri ber-sama permuda tinggi besar itu. Tidak tahu siapa di antara mereka yang memilih jalan, karena keduanya hanya menurutkan jalan kecil yang menuju ke utara itu saja. Akan tetapi setelah mereka merasa yakin bahwa pihak musuh tidak melakukan pengejaran, terpaksa mereka mengurangi kecepatan lari mereka dan hanya melanjutkan dengan jalan kaki biasa karena cuaca malam itu cukup gelap. Hanya bintang-bintang saja di langit yang menurunkan sinar penerangan remang-remang.
Keduanya tidak banyak cakap dan melanjutkan perjalanan sampai akhirnya Bi Lan berhenti.
Pemu-da itupun ikut berhenti. Mereka berada di sebuah jalan kecil yang membelah persawahan yang luas. Sunyi sekali di situ. Tidak nampak dusun di sekitar tempat itu. Kalau ada, tentu nampak lampu-lampu penerangan rumah-rumah mereka. Sunyi sepi dan tidak ada sedikitpun angin sehingga batang-batang gandum di kanan kiri jalan itu tidak-ada yang berge-rak. Tidak ada apapun yang bergerak kecuali berke-lap-kelipnya laksaan bintang di langit dan suara yang terdengar hanya jengkerik dan bunyi katak yang sa-ling bersahutan.
"Engkau siapakah?" Bi Lan bertanya, merasa agak tidak enak karena sejak tadi pemuda itu diam saja membisu, padahal ia tahu benar bahwa pemuda itu tidak gagu.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
246 "Namaku Cu Kun Tek," jawab Kun Tek sambil menatap wajah yang biarpun hanya nampak remang-remang namun tetap saja mudah dilihat kecantikan-nya. Garis-garis dan lengkung lekuk wajah itu jelas membayangkan kemanisan dan sepasang mata yang jeli itu masih nampak memantulkan sinar bintang-bintang yang redup. Jawaban yang singkat inipun membuat Bi Lan mengerutkan alisnya. Sikap pemuda yang pendiam ini seolah-olah
menunjukkan rasa tidak suka kepadanya. Sama sekali tidak ramah. Kalau begitu, kalau memang tidak menyukainya, kenapa tadi menolongnya"
"Kenapa kau membantuku?" Pertanyaan dalam hati itu keluar melalui mulutnya, seperti orang me-nuntut.
"Engkau seorang gadis muda, dikeroyok banyak pria, tentu saja aku membantumu." Jawaban inipun singkat saja. Suasana menjadi kaku dan Bi Lan ingin meninggalkan pemuda itu, Akan tetapi bagaimana bagaimanapun juga, pemuda itu mendatangkan rasa kagum di hati-nya dan sudah menolongnya, rasanya tidak pantas kalau ia pergi begitu saja tanpa memperkenalkan diri. Akan tetapi pemuda itu tidak bertanya, agaknya ti-dak ingin mengenalnya!
"Apa kau tidak tanya namaku?"
Barulah pemuda itu kelihatan bergerak seperti orang gelisah atau orang yang merasa canggung dan malu-malu. "Eh, siapakah namamu" Engkau masih begini muda akan tetapi ilmu silatmu sudah begitu hebat, sanggup menghadapi pengeroyokan banyak orang lihai."
"Namaku Can Bi Lan. Eh, kau ini sombong amat, menyebutku gadis yang masih muda
sekali. Apakah engkau ini sudah kakek-kakek" Kukira aku lebih tua darimu!" kata Bi Lan yang merasa men-dongkol juga mendengar kata-kata pemuda itu.
"Tidak mungkin!" Kun Tek membantah. "Be-rapakah usiamu" Aku berani bertaruh bahwa aku jauh lebih tua."
"Hemm, kiranya engkau hanya seorang penjudi! Sampai-sampai urusan usia saja
kaupertaruhkan." "Aku tidak pernah berjudi selama hidupku!" Kun Tek. membantah, mendongkol juga melihat sikap gadis yang ditolongnya ini demikian galak.
"Memang tak mungkin engkau bisa berjudi, eng-kau masih seperti kanak-kanak. Kutaksir usiamu paling banyak limabelas tahun, jadi aku masih lebih tua dua tahun." Tentu saja Bi Lan hanya sengaja menggoda karena dongkol hatinya, tidak sungguh-sungguh mengira usia pemuda itu limabelas tahun.
Kun Tek balas menggoda. "Aha, kiranya baru tujuhbelas tahun! Masih amat muda, hampir kanak kanak. Aku sendiri sudah berusia sembilanbelas tahun."
Keduanya berdiam kembali dan keadaan menjadi amat sunyi. Suara jengkerik kembali terdengar nyaring diselingi suara katak. Bi Lan tak dapat mena-han lagi perasaan tidak enaknya. "Jadi engkau mem-bantuku hanya karena melihat aku seorang perempuan muda, setengah kanak-kanak, dikeroyok banyak pria?"
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
247 "Bukan anak kecil, melainkan masih amat muda akan tetapi sudah amat lihai!" Kun Tek berkata cepat.
"Baiklah, seorang perempuan muda dan perem-puan muda ini mengucapkan terima kasih atas ban-tuanmu, walaupun sesungguhnya aku sama sekali ti-dak mengharapkan dan tidak membutuhkan bantu-anmu. Nah, selamat tinggal!" Dengan marah Bi Lan lalu meloncat dan lari dari tempat itu. Ia meloncat ke depan, dan terdengarlah suara keras ketika ia ter-perosok ke dalam lubang yang besar di tepi jalan itu. Lubang itu penuh dengan tanah lumpur, sehingga tentu saja pakaian dan badannya penuh lumpur dan ia terkejut bukan main.
"Aduhh....!" Dengan sekali loncatan saja Kun Tek telah berada di tepi lubang dan mengulurkan tangan, memegang pergelangan tangan Bi Lan dan menariknya keluar. Melihat betapa seluruh pakaian Bi Lan kotor dan gadis itu menahan rasa nyeri pada tumitnya yang agak-nya terkilir, Kun Tek menjadi khawatir sekali.
"Ah, kenapa tidak hati-hati" Gelap begini mana bisa melihat jalan" Apanya yang sakit"
Kakimu" Mungkin terkilir mana kubetulkan letak ototnya kembali." Tanpa banyak cakap lagi Kun Tek lalu memegang kaki kiri Bi Lan, mengurut bagian pergelangan kaki dan memang jari-jari tangannya cekatan sekali dan penuh tenaga. Pemuda ini telah mempelajari ilmu pengobatan dari ayahnya, terutama sekali penyambungan tulang dan ilmu pijat otot.
Bi-arpun pijatan-pijatan itu menimbulkan rasa nyeri, Bi Lan hanya menggigit bibir dan merintih lirih sampai akhirnya otot-ototnya pulih kembali dan rasa nyeri itupun menghilang.
"Bagaimana" Sudah enakan?"
Bi Lan hanya mengangguk. "Wah, pakaianmu kotor semua. Mari kita mencari sumber air bersih di mana kau dapat mencuci tubuhmu dan pakaianmu. Lain kali yang hati-hatilah, di tempat gelap yang tidak dikenal lagi."
Bi Lan bangkit berdiri dibantu oleh Kun Tek yang memegang lengannya. "Engkau sih!" Bi Lan mengomel. "Sikapmu tadi kaku dan tidak bersahabat, menimbulkan rasa dongkol dalam hatiku."
"Tidak bersahabat" Aih, bukankah aku telah membantumu" Maafkanlah, sesungguhnya aku ber-sikap kaku karena aku ingin bersikap sopan kepa-damu...."
Biarpun mendongkol karena pakaian dan tubuh-nya kotor penuh lumpur, Bi Lan terheran-heran men-dengar pengakuan itu. "Bersikap sopan?" Ia men-desak, menuntut penjelasan.
Kun Tek menundukkan mukanya, merasa cang-gung dan malu, lalu mengangkatnya kembali meman-dang wajah gadis itu dalam keremangan malam. "Kita baru saja berkenalan, kalau aku bersikap terla-lu ramah, bukankah engkau akan menyangka yang bukan-bukan, bahwa aku seorang laki-laki yang ceriwis dan kurang ajar" Aku terus terang saja, aku belum pernah berkawan dengan seorang gadis, dan menurut ibuku, sebagai seorang pemuda aku tidak boleh bersikap.... eh, menjilat terha-dap wanita...."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
248 Bi Lan ingin tertawa keras, akan tetapi ditahannya dan ia hanya tersenyum. Pemuda ini sungguh seorang yang berwatak aneh dan jujur! "Siapa ingin kau menjilat dan bermuka-muka" Aku malah akan benci sekali kalau engkau bermuka-muka dan bermanis di mulut saja."
Cu Kun Tek merasa betapa jantungnya berdebar girang. Gadis ini tidak marah lagi sekarang!
"Adik Bi Lan, mari kita mencari air bersih untuk engkau mencuci tubuhmu dan pakaianmu."
Dia mendahului mencari-cari dan akhirnya mereka menemukan seba-tang anak sungai yang cukup bersih.
Karena malam itu hanya diterangi bintang-bintang yang remang-remang, Bi Lan tidak terasa canggung atau malu untuk membersihkan tubuhnya, menang-galkan semua pakaiannya yang sudah berlumuran lumpur itu dan berganti dengan bakaian bersih. Un-tung pakaiannya yang berada dalam buntalan tidak terkena lumpur. Selama ia membersihkan dirinya, Kun Tek menjauhkan diri sampai tidak dapat melihat gadis itu dalam keremangan malam. Dia membuat api unggun agak jauh dari situ, di bawah sebatang pohon.
Tak lama kemudian, Bi Lan datang mendekat dan duduk di dekat api unggun. Rambutnya masih basah, akan tetapi pakaiannya sudah berganti dengan pakaian bersih, sedangkan yang kotor sudah dicuci-nya, kini dibentangkannya di atas cabang pohon. Mu-kanya nampak segar kemerahan tertimpa cahaya api unggun dan diam-diam Kun Tek merasa kagum bukan main.
Gadis ini memang manis dan gagah per-kasa, juga amat sederhana, wajar dan lugu dalam ge-rak-geriknya.
"Dingin....?" tanya Kun Tek, melihat be-tapa kini gadis itu berusaha mengeringkan rambut-nya yang masih basah. Hawa udara malam itu me-mang agak dingin.
Bi Lan mengangguk. "Tadi memang airnya di-ngin sekali. Akan tetapi sekarang tidak lagi, hangat dan nyaman dekat api unggun ini."
Mereka berdiam diri agak lama, kadang-kadang saling pandang saja sekilas. Sikap Kun Tek yang canggung dan malu-malu, yang tidak berani menen-tang pandang mata gadis itu terlalu lama, menularkan perasaan canggung pada hati gadis itu. Biasanya Bi Lan tidak pernah merasa canggung berhadapan de-ngan siapapun. Ia polos dan wajar. Akan tetapi me-lihat betapa pemuda tinggi besar yang gagah perkasa ini agaknya malu-malu kepadanya, hal itu membuat-nya sadar bahwa ada sesuatu yang tidak wajar dan diapun menjadi malu-malu pula.
Ia sendiri merasa heran mengapa ada perasaan ini terhadap pemuda yang baru dikenalnya ini, seolah-olah pemuda ini me-rupakan suatu keistimewaan. Padahal, apakah beda-nya pemuda ini dengan orang-orang lain" Mnngkin karena sikap Kun Tek itulah! Dan iapun tidak me-ngerti mengapa seorang pemuda gagah perkasa seper-ti ini bersikap demikian pemalu dan canggung terhadapnya.
Tiba-tiba pendengaran Bi Lan yang amat tajam terlatih itu mendengar sesuatu yang membuatnya me-nahan senyum. Heran, mengapa iapun menjadi suka merahasiakan hal yang demikian lucunya" Ia telah mendengar bunyi keruyuk dari perut pemuda itu! Biasanya, menghadapi peristiwa lucu seperti ini, ia tentu akan tertawa sejadi-jadinya dan tidak meraha-siakan kegelian hatinya. Dan suara keruyuk perut pemuda itu mengingatkannya bahwa iapun sebenar-nya sudah lapar sekali, apa lagi karena tadi ber-kelahi sehingga ia kehabisan tenaga, juga bekas ten-dangan Bhok Gun pada pinggangnya masih terasa nyeri.
Ketika ia membersihkan tuhuhnya tadi, ia me-raba pinggangnya dan ternyata kulit di bagian Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
249 itu matang biru dan memar.
"Aih, perutku lapar sekali," katanya sambil menekan senyum di hatinya. "Kau....?"
Pemuda itu mengangguk. "Aku juga lapar."
"Dan pinggangku terasa nyeri, tadi kena tendang si jahanam Bhok Gun."
"Bhok Gun" Laki-laki yang lihai itu" Orang apakah dia dan mengapa kau tadi dikeroyok"
Siapa pula engkau, adik Bi Lan" Dari perguruan mana dan dari mana hendak ke mana?"
Kini Bi Lan memperoleh kesempatan untuk te-tawa, melepas semua kegelian hati tanpa khawatir menyinggung seperti kalau ia mentertawakan keruyuk perut pemuda itu. "Hi-hi-hik, kau menghujankan pertanyaan seperti itu. Kalau kujawab semua, tentu membuat perutku semakin lapar saja."
"Ohh, aku mempunyai dua buah bakpao yang kubeli siang tadi." Pemuda itu melepaskan buntalan pakaiannya dan memang dia mempunyai dua buah bakpao yang cukup besar, yang dibungkus dalam ker-ras putih, "Sayang bakpao ini sudah dingin, akan tetapi masih baik." Dia menyerahkan bakpao itu ke-pada Bi Lan.
Tanpa malu-malu lagi Bi Lan mengambil sebuah dan makan dengan lahap. Bakpao itu memang enak, lunak, dan dagingnya gurih. Kun Tek memandang dengan girang melihat betapa gadis itu makan demi-kian enaknya sehingga dia tidak tega untuk makan bakpao yang ke dua. Setelah bakpao itu habis dima-kan Bi Lan, Kun Tek menyerahkan lagi yang ke dua.
"Nih, makanlah ini, nona. Engkau lapar sekali."
Bi Lan memandang bakpao itu dengan mata ma-sih ingin, karena selain bakpao itu enak, juga ia lapar sekali, belum cukup hanya oleh sebuah bakpao tadi. Akan tetapi ia teringat akan berkeruyuknya perut Kun Tek, maka ia menggeleng kepala.
"Tidak, engkau sendiri juga lapar. Makanlah yang itu."
"Aku dapat bertahan sampai besok, adik Bi Lan...." Bi Lan tertawa dan pemuda itu memandang kha-watir. Apa lagi yang ditertawakan, pikirnya. "Hi-hik, Cu Kun Tek, engkau ini memang orang aneh. Perut lapar berpura-pura lagi, dan bagaimana pula itu caramu memanggil aku. Sebentar adik, sebentar nona. Mengapa susah-susah amat sih" Namaku Bi Lan, panggil saja namaku seperti aku memanggil na-mamu Kun Tek. Kan lebih santai?"
Kun Tek tersenyum dan baru sekali ini Bi Lan melihat senyumnya. Wajah yang gagah itu tidak be-rapa menyeramkan kalau tersenyum. Memang tampan walaupun kulit muka itu agak gelap kehitaman.
"Maaf, aku memang canggung menghadapi wa-nita. Belum pernah punya teman wanita sih.
Baiklah, aku memanggilmu Bi Lan saja. Nih, kaumakan saja ini, Bi Lan. Aku sudah sering kali menahan lapar, kalau sampai besok saja masih kuat."
"Tidak, sedikitnya engkau harus makan sebagian, baru aku mau. Aku malu kalau harus menjadi orang yang pelahap dan tamak. Aku tadi mendengar perut-mu berkeruyuk, tak perlu Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
250 berpura-pura lagi." Terpaksa Kun Tek mengalah dan membagi bakpao itu menjadi dua. Mereka lalu makan bakpao dan agaknya bukit es yang menghalang di antara mereka kini sudah mencair sehingga mereka dapat bercakap-cakap dengan santai tanpa merasa sungkan-sungkan lagi seperti tadi.
"Bi Lan, sekarang ceritakanlah tentang dirimu, tentang peristiwa pengeroyokan tadi."
"Nanti dulu," bantah Bi Lan, kini merasa nya-man setelah perutnya kemasukan bakpao satu sete-ngah potong dan kehangatan api unggun sungguh nikmat rasanya. "Aku ingin mendengar lebih dulu tentang kau, terutama sekali tentang ibumu yang menasihatkan bahwa engkau tidak boleh bermuka-muka kepada wanita. Siapakah ayah ibumu dan siapa gurumu?"
Kun Tek menarik napas panjang. Biasanya, dia tidak suka memperkenalkan namanya karena menurut ayahnya, nama besar di dunia kang-ouw itu hanya memancing datangnya banyak musuh dan lawan saja. Karena itulah dalam peristiwa di dusun itupun dia tidak mau memperkenalkan nama. Dan sebagai pu-tera tunggal majikan Lembah Naga Siluman, tentu saja ada sedikit perasaan manja dalam hati Kun Tek, akibat kemanjaan yang diberikan ibunya, dan ada pula sifat sedikit tinggi hati. Akan tetapi dia sendiri merasa heran mengapa kini berhadapan dengan Bi Lan, dia menjadi lembut dan mau saja mengalah.
"Guruku adalah ayah ibuku sendiri," dia mulai bercerita. "Ayahku bernama Cu Kang Bu dan ting-gal di Lembah Naga Siluman di Pegunungan Himala-ya. Aku dalam perjalanan merantau dan kebetulan sekali aku melihat peristiwa di dusun itu dan turun tangan membantumu melihat kau dikeroyok demiki-an banyak orang lihai. Nah, sekarang giliranmu ber-cerita."
"Wah, sedikit amat kau cerita tentang dirimu!" "Habis, tidak ada apa-apa lagi yang patut diceri. takan, Bi Lan."
Orang ini sungguh tidak ingin menonjolkan diri, pikir Bi Lan yang merasa semakin suka kepada Kun Tek. "Dan perbuatanmu di dusun ketika menolong sepasang pengantin dusun itu kauanggap tidak patut diceritakan?"
Kun Tek membelalakkan matanya memandang gadis itu. "Eh" Kau tahu tentang peristiwa itu?"
"Tentu saja, dari awal sampai akhir. Sejak kau memasuki ruangan itu, menghajar Phoa Wan-gwe dan para tukang pukulnya, sampai engkau mening-galkan ruangan tanpa
memperkenalkan diri." Bi Lan tersenyum. "Engkau sungguh gagah, Kun Tek."
Kun Tek menundukkan mukanya, agak tersipu. "Ah, perbuatan seperti itu kan sudah seharusnya kita lakukan" Kalau tidak kita lakukan, lalu untuk apa kita bersusah payah mempelajari ilmu dan memiliki kepandaian silat" Nah, aku siap mendengarkan ce-ritamu, Bi Lan."
"Pertama-tama, aku sudah tidak punya ayah ibu lagi."
"Aduh kasihan! Apa yang terjadi dengan me-reka?"
"Mereka telah meninggal dunia, tewas terbunuh orang-orang jahat ketika aku masih kecil."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
251 "Ah! Siapakah orang-orang jahat itu, Bi Lan Aku akan membantumu menghukum mereka itu!"
Bi Lan tersenyum. "Eh, bagaimana engkau begitu sembrono, Kun Tek" Bagaimana kalau keluar-gaku yang jahat, lalu mereka yang membunuh ayah ibuku itu yang benar dan baik?"
"Mana mungkin. Bukankah engkau tadi yang mengatakan sendiri bahwa ayah ibumu dibunuh orang jahat?"
"Itu kan aku yang mengatakan karena mereka membunuh orang tuaku. Siapa tahu mereka itu juga mengatakan bahwa kami orang jahat. Bagaimana engkau berani mempercayai aku begitu saja?"
Kun Tek tersenyum. "Memang benar kata-kata-mu, Bi Lan. Semua orang, baik atau buruk, tentu akan mengatakan jahat kepada musuhnya. Akan te-tapi aku kan sudah berhadapan denganmu dan aku yakin bahwa orang seperti engkau ini tidak mungkin jahat."
"Kenapa engkau begitu yakin?"
Kun Tek menatap wajah gadis itu. "Karena si-kapmu, karena wajahmu, matamu dan
mulutmu.... ah, sudahlah, Bi Lan, kaulanjutkan ceritamu. Kenapa orang tuamu dibunuh orang jahat?"
"Ketika aku masih kecil, berusia sepuluh tahun, bersama ayah ibu aku pergi meninggalkan kampung halaman kami di Yunan Selatan karena di sana dilan-da perang. Di tengah jalan, kami dihadang sepasu-kan orang Birma. Ayah ibu terbunuh oleh mereka dan aku sendiri ditolong oleh tiga orang sakti yang kemudian mengambil aku sebagai murid dan mereka bertiga telah membasmi semua orang yang telah membunuh orang tuaku itu."
"Ah, syukurlah kalau musuh-musuhmu sudah terbasmi. Siapakah tiga orang sakti yang menjadi gurumu itu?"
"Mereka berjuluk Sam Kwi."
Kun Tek tidak menyembunyikan kekagetannya mendengar nama itu. Dia pernah mendengar dari ayahnya tentang tokoh-tokoh kaum sesat dan di anta-ranya yang menonjol adalah nama Sam Kwi.
"Kaumaksudkan.... Sam Kwi.... para da-tuk kaum sesat itu?" tanyanya ragu sambil meman-dang wajah Bi Lan.
Bi Lan tersenyum mengangguk. "Benar sekali. Nah, engkau tentu mulai meragukan
pendapatmu bahwa aku orang-orang baik sekarang."
Kun Tek menggeleng kepala. "Aku tidak perca-ya! Sungguh tidak mungkin seorang gadis seperti engkau ini menjadi murid tiga orang datuk sesat yang jahat." Dia berhenti sebentar tanpa mengalihkan pandang matanya dari wajah gadis itu, lalu melanjut-kan, "Seorang gadis yang berwatak gagah dan memi-liki sifat baik seperti engkau tentu tidak akan mau menjadi murid datuk-datuk sesat yang kabarnya amat jahat seperti iblis itu. Aku tidak percaya."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
252 Bi Lan tersenyum. "Kun Tek, coba bayangkan ini. Andaikata engkau sendiri menjadi aku, dalam usia sepuluh tahun, melihat ayah ibu dibunuh orang-orang jahat, kemudian engkau sendiri diselamatkan oleh tiga orang datuk itu, yang juga membalaskan sakit hatimu dengan membasmi semua penjahat itu, dan kemudian tiga orang itu memeliharamu, mendi-dikmu dengan ilmu silat, apakah engkau akan meno-laknya?" Dia memandang tajam. "Boleh jadi Sam Kwi amat jahat terhadap orang-orang lain, akan teta-pi terhadap diriku mereka itu baik sekali." Bi Lan masih merasa berhutang budi kepada tiga orang ka-kek itu, maka kepada siapapun juga ia tidak sudi menceritakan usaha mereka untuk memperkosanya.
Kun Tek mengangguk-angguk, dapat membayang-kan keadaan gadis itu dan diapun tidak dapat menyalahkannya, bahkan kini dapat mengerti mengapa seorang gadis seperti Bi Lan ini menjadi murid Sam Kwi yang terkenal jahat. Makin heranlah hatinya. Kalau Bi Lan menjadi murid tiga orang datuk sesat, kenapa gadis ini tidak mengikuti jejak guru-gurunya dan bahkan menjadi seorang gadis yang berwatak gagah dan begini baik budi"
"Aku mengerti sekarang. Bi Lan dan maafkan ka-ta-kataku tadi. Dan sekarang, ceritakan kenapa eng-kau dikeroyok oleh orang-orang lihai itu" Siapakah mereka?"
"Laki-laki yang lihai sekali itu, yang telah menendang pinggangku, masih terhitung seorang su-hengku sendiri...."
"Ehh....?" Kembali Kun Tek terkejut, akan tetapi dia segera teringat siapa adanya guru-guru qa-dis ini, maka diapun tidak begitu heran lagi. "Siapa dia?"
"Namanya Bhok Gun, dia cucu murid mendiang Pek-bin Lo-Sian, paman guru dari Sam Kwi.
Dia memang memusuhiku dan tadi dia ingin menangkap-ku, dibantu oleh anak buahnya, yaitu para anggauta Ang-i Mo-pang, dan dibantu lagi oleh para perwira yang aku sendiri tidak tahu siapa dan dari mana da-tangnya."
"Sungguh mengherankan keadaanmu, Bi Lan. Engkau, seorang gadis perkasa yang baik budi, bukan saja menjadi murid orang-orang seperti Sam Kwi, akan tetapi juga dimusuhi oleh seorang suheng sen-diri! Kenapa dia memusuhimu?"
"Karena dia cinta padaku."
"Wah" Apa lagi ini" Dia cinta padamu maka dia memusuhimu" Aku tidak mengerti."
"Dia cinta padaku, itu menurut pengakuannya dan dia hendak memaksa aku menjadi
isterinya, sekutunya untuk bekerja sama membantu seorang pembesar di kota raja. Aku menolak dan dia lalu memusuhiku."
"Hemmm, dan itu dia katakan mencinta" Mana ada cinta macam itu?" Kun Tek berseru marah.
Melihat kemarahan pemuda itu, Bi Lan tersenyum dan tertarik untuk membicarakan soal cinta yang ju-ga tidak dimengertinya itu dengan pemuda ini. "Kun Tek, engkau lebih tua dariku dua tahun, tentu engkau lebih berpengalaman dan tahu tentang cinta. Apa sih sebenarnya cinta itu" Dan bagaimana seharusnya cinta itu?"
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
253 Kun Tek seringkali bicara tentang kehidupan, tentang cinta dan sebagainya dengan ibunya.
Kini dia mengerutkan alisnya, sikapnya seperti seorang guru besar sedang memikirkan persoalan yang amat rumit, kemudian berkata, "Cinta itu sesuatu yang suci, mencinta berarti tidak akan memusuhi orang yang dicinta. Mencinta orang berarti ingin melihat yang dicintanya itu hidup berbahagia."
"Bagaimana kalau orang yang dicinta tidak membalas?" Dara ini teringat akan Hong Beng yang mengaku cinta kepadanya dan yang tidak dibalasnya. "Apakah dia tidak akan merasa kecewa dan marah seperti halnya Bhok Gun itu?"
"Hemm, tentu saja kecewa dan patah hati, akan tetapi tidak marah dan tidak membenci orang yang menolak cintanya. Mungkin yang ada hanya duka dan kecewa. Kalau dia marah-marah lalu memusuhi orang yang dicintanya seperti yang dilakukan Bhok Gun itu, jelas dia itu tidak mencinta dan dia jahat sekali!"
Bi Lan menahan ketawanya melihat betapa pemuda itu menarik muka seperti seorang guru besar mem-beri kuliah. "Dan bagaimana kalau engkau sendiri yang jatuh cinta" Bagaimana kalau engkau mencinta orang" Apa yang akan kaulakukan kalau orang yang kaucinta itu tidak membalas cintamu, Kun Tek?"
"Aku tidak akan jatuh cinta!" Jawab Kun Tek dengan singkat dan tegas, dan mukanya berubah merah.
"Begitukah" Akan tetapi seandainya engkau yang jatuh cinta, bagaimana sikapmu terhadap orang yang kaucinta itu kalau ia tidak membalas cintamu?"
"Aku akan tetap mencintanya, melindunginya dengan taruhan nyawa, aku ingin melihat ia berba-hagia."
"Biarpun ia tidak menjadi isterimu dan biarpun ia hidup di samping laki-laki lain?"
"Ya...." "Dan engkau akan merana selama hidupmu, ke-cewa dan putus asa?"
"Tidak, aku....aku ah, aku tidak akan jatuh cinta! Jatuh cinta itu suatu kebodohan!"
"Wah, ini sesuatu yang baru bagiku!" Bi Lan berseru dan matanya bersinar-sinar penuh kegembiraan. Ternyata Kun Tek merupakan orang yang pe-nuh kejutan dalam membicarakan soal cinta. "Jatuh cinta itu suatu kebodohan" Mengapa?"
"Karena jatuh cinta itu sama dengan mengundang datangnya duka nestapa dan kesengsaraan.
Sekali orang jatuh cinta, berarti ia telah terperosok dengan sebelah kakinya ke dalam jurang yang akan membuat hidupnya merana."
Bi Lan sengaja menarik mukanya seperti orang merasa ngeri. "Ihhh! Jadi, menurut pendapatmu, tidak ada orang berbahagia karena mencinta dan di-cinta?"
Kun Tek teringat akan keadaan ayah ibunya. Dia tahu bahwa dalam banyak hal, ayahnya selalu me-ngalah kepada ibunya, dan ayahnya telah banyak me-nyimpan kedongkolan hatinya Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
254 karena kekerasan hati dan kerewelan ibunya, dan semua itu dilakukan ayah-nya karena dia mencinta isterinya. Dia menggeleng kepala. "Tidak ada! Cinta mendatangkan ikatan yang membuat orang selalu menderita duka. Dan ke-setiaan seorang wanita terhadap kekasihnya sekali waktu akan teruji dan runtuh, dan sang pria yang akan menderita patah hati karena cinta, tenggelam dalam duka."
Bi Lan merasa tersinggung dan menahan kemarahannya. Ia masih tersenyum ketika bertanya,
"Jadi, menurut pendapatmu, semua wanita itu tidak se-tia dan karenanya engkau tidak mau jatuh cinta?"
"Begitulah. Aku hanya akan jatuh cinta kalau ada wanita yang setia sampai mati, yang lemah-lembut dan baik budinya, cantik jelita lahir batin, yang mencinta suaminya dengan seluruh tubuh dan jiwanya, yang selalu menyenangkan hati suaminya, tiada cacat celanya...."
"Perempuan begitu bukan manusia! Harus di pesan langsung ke surga, di antara bidadari dan mala-ikat! Pendapat seperti itu adalah pendapat orang gila yang tolol, sombong dan keras kepala."
Melihat Bi Lan sudah bangkit berdiri, memban-ting kaki dan mukanya membayangkan kemaraharan itu, Kun Tek terkejut dan terheran-heran. "Kau.... kau marah-marah, Bi Lan"
Kenapa?" Bi Lan segera teringat akan keadaan dirinya dan ia sadar kembali. Kenapa ia harus marah-marah" Biarlah pemuda ini berpendapat apa yang disukainya, walaupun pendapat itu tolol dan merendahkan kaum wanita. Hemm, ia ingin sekali membuat pemuda itu kecelik, membuat pemuda itu tersandung pendapatnya sendiri dan bertekuk lutut! Iapun menarik napas panjang dan duduk kembali.
"Maaf, aku lupa diri.... ah, aku sudah me-ngantuk, aku ingin tidur."
"Tidurlah, beristirahatlah, biar aku yang berjaga di sini."
Bi Lan lalu merebahkan dirinya miring di dekat api unggun, berbantal buntalan pakaiannya.
Melihat ini, Kun Tek cepat membuka buntalan pakaiannya. "Aku, membawa selimut tipis, kaupakailah ini," katanya sambil menyerahkan selimut itu.
"Tidak, aku tidak perlu selimut. Api itu sudah cukup hangat," kata Bi Lan. Suaranya masih ketus karena hatinya masih panas. Kalau ia memaksa diri untuk tidur, hal itu hanyalah untuk mencegah agar ia jangan sampai lupa diri dan marah-marah lagi.
"Terserah kepadamu, Bi Lan," kata Kun Tek yang duduk kembali termenung memandang api unggun, menambahkan kayu bakar yang tadi dikum-pulkannya. Dia melirik ke arah tubuh Bi Lan. Seo-rang gadis yang hebat, pikirnya. Karena rebah mi-ring, nampak jelas lekuk lengkung tubuh gadis itu yang bagaikan serangkai bunga sudah mulai mekar. Rambutnya yang tadinya dibiarkan terurai menutupi sebagian lehernya, dan di antara celah"celah gumpal-an rambut nampak kulit leher yang mulus dan kuning lembut, seperti mengeluarkan kehangatan, seperti mengeluarkan kehangatan yang lebih nyaman dari pada kehangatan api unggun. Rambut itu terus menyelimuti pundak dan punggung.
Tiba-tiba Bi Lan membuka mata dan cepat Kun Tek memutar leher mengalihkan
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
255 pandangannya kem-bali kepada api unggun. Dia tidak mau gadis itu me-lihatnya
memperhatikan. "Kun Tek, benarkah engkau takkan jatuh cinta kecuali kalau ada gadis.... yang.... bagaima-na tadi" Gadis yang setia sampai mati, yang lemah lembut dan baik budi, yang cantik lahir batin, yang mencinta dengan tubuh dan nyawa. Bagaimana kalau ada gadis seperti itu turun dari kahyangan dan men-jumpaimu" Engkau akan jatuh cinta kepadanya"
"Mungkin ya, mungkin juga tidak."
"Lho! Kok mungkin juga tidak" Bagaimana pula ini?" Bi Lan kembali bangkit duduk saking herannya mendengar jawaban itu. Kantuknya hilang seketika dan ia duduk memandang pemuda itu dengan mata terbelalak.
"Tergantung cocok atau tidaknya seleraku."
Hampir saja Bi Lan memukul pemuda itu, akan tetapi ia masih menahan perasaannya dan berseru, "Engkau memang orang gi...." ia masih sempat menahan makiannya. Pemuda ini baru saja dikenal-nya, belum ada satu hari, tidak baik kalau ia menge-luarkan kemarahannya secara terbuka.
"Apa....?" "Orang aneh sekali, belum pernah aku jumpa orang seaneh kau. Hemm, aku mau tidur!" Dan dengan keras Bi Lan membanting tubuhnya lagi di atas tanah berumput, membalikkan tubuh, miring membelakangi pemuda itu dan selanjutnya tak mau menengok lagi. Begitu mengkal rasa hatinya, gemas dan dongkol tapi ditekan dan ditahannya.
Sementara itu, Kun Tek duduk termenung memandang api. Hati dan pikirannya penuh dengan diri Bi Lan. Gadis yang aneh sekali, pikirnya, aneh dan menarik. Baru saja mengenalnya sudah berani me-maki-makinya. Gila, tolol, sombong dan keras ke-pala! Kalau saja dia dimaki seperti itu oleh orang lain, tanpa sebab tertentu, agaknya dia tidak akan dapat menahan diri dan akan menghajar orang itu. Akan tetapi stingguh aneh. Kenapa dia dimaki-maki oleh gadis ini dan sama sekali tidak ada rasa marah di hatinya, melainkan bingung dan menyesal" Apa-kah karena mendengar akan nasib gadis ini yang ayah bundanya mati terbunuh orang ketika masih kecil membuat dia merasa kasihan dan mengalah"
Sementara itu, Bi Lan yang tidur miring membelakangi pemuda itu, merasa mendongkol sekali. Biarpun Kun Tek tidak menujukan pandangannya tentang perempuan itu kepada dirinya, akan tetapi ia merasa mendongkol dan seperti mewakili semua perempuan yang dipandang rendah oleh Kun Tek. Sombongnya! Iapun merasa penasaran. Hampir se-mua pria yang dijumpainya, selalu memandang kepa-danya dengan sinar mata kagum dan suka, akan tetapi Kun Tek bersikap seolah-olah ia hanya terbuat dari angin saja! Dianggap angin lalu!
Tidak memperli-hatkan kemarahan, tidak pernah memuji, apa lagi ke-lihatan tertarik. Bahkan jelas-jelas memandang ren-dah kepadanya ketika mengatakan bahwa dia takkan jatuh cinta kecuali kepada perempuan khayalnya tadi. Tanpa cacat cela! Serba sempurna! Phuahhh!
Dengan hati penuh kemurungan dan kesebalan, akhir-nya Bi Lan tidak ingat apa-apa lagi karena sudah ti-dur pulas.
*** Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
256 Rasa dongkol itu agaknya tidak juga terhapus oleh tidurnya. Begitu ia terbangun dari tidurnya, Bi Lan sudah teringat lagi dan merasa tak senang dan dong-kol. Akan tetapi, ketika ia bangkit duduk dan meli-hat kain yang menyelimuti tubuhnya, rasa panas dongkol itu menjadi agak dingin. Semalam Kun Tek telah menyelimuti tubuhnya! Ia menoleh ke kanan kiri. Pemuda itu tak nampak, akan tetapi buntalan pakaiannya masih berada di situ. Sinar matahari pagi telah mengusir kegelapan malam dan api unggun su-dah padam, baru saja padam karena masih berasap, agaknya padam setelah ditinggalkan pemuda itu.
Bi Lan menggeliat, seperti seekor kucing betina baru bangun dari tidurnya. Dan iapun menyeringai karena ketika ia menggeliat, terasa pinggangnya masih nyeri. Keparat Bhok Gun, ia memaki dalam hati-nya, dilipatnya kain selimut itu dan diletakkannya di atas buntalan pakaian Kun Tek, lalu ia duduk me-lamun.
Pemuda macam itu yang demikian sombong, per-lu apa didekati, pikirnya. Menurut hatinya yang panas, ia ingin pergi sekarang juga tanpa pamit. Akan tetapi, pikirannya mengatakan lain. Terlalu enak bagi Kun Tek kalau dibiarkan mengembang kempis-kan hidungnya dengan sombong, melanjutkan penda-patnya yang memandang rendah kaum wanita. Pe-muda seperti itu harus diberi pelajaran, harus dibuk-tikan bahwa pendapatnya itu hanya timbul sebagai suatu kepongahan, kesombongan, dan gertakan atau bualan belaka. Ia harus dapat membuat dia bertekuk lutut untuk membuktikan kepalsuan pendapatnya yang sombong itu.
"Bi Lan, kau sudah bangun" Nih, lihat apa yang kudapatkan!" Tiba-tiba terdengar suara Kun Tek dari jauh dan nampak pemuda itu berlari-lari datang sambil memanggul seekor kijang muda yang sudah mati. Binatang itu dia turunkan di depan kaki Bi Lan dan dia berkata, "Bi Lan, ketika aku mandi, nampak binatang ini turun minum air di hulu sungai maka aku berhasil merobohkannya dengan lemparan batu. Apakah kau dapat memasak dagingnya?"
Tadinya Bi Lan hendak menolak, akan tetapi ia teringat akan niat hatinya, maka ia tersenyum manis dan menjawab, "Tentu saja bisa. Tapi bumbu-bumbunya...."
"Jangan khawatir. Buntalan pakaianku itu me-rupakan sebuah almari yang cukup lengkap.
Lihat ini, ada garam, ada bawang ada kecap, bahkan aku membawa sebuah panci," katanya gembira dan ketika dia mengangkat muka menatap wajah gadis itu, hampir saja Kun Tek terpesona. Wajah itu, wajah yang baru bangun tidur dan belum mencuci muka, namun begitu manis luar biasa. Rambutnya yang kemarin riap-riapan itu kini sudah kering dan awut-awutan, akan tetapi menambah kemanisannya. Apa lagi gadis itu tersenyum dan nampak lesung pipit di ka-nan kiri mulutnya, dengan bibir yang merah basah dan kedua pipi yang kemerahan, sepasang mata yang begitu bening dan bersinar tajam. Bukan main!
"Kau kenapa, Kun Tek?"
"Tidak apa-apa...." pemuda itu agak panik. "Hanya.... sayang sekali aku tidak mempunyai beras atau gandum...."
"Kijang muda ini cukup gemuk dan kurasa dagingnya cukup untuk mengenyangkan kita, malah tak-kan termakan habis."
"Biar sebagian kubikin dendeng agar dapat diba-wa sebagai bekal."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
257 "Aku mau mandi dulu," kata Bi Lan.
"Pergilah, aku akan mengulitinya. Mandinya di tempat kau membersihkan tubuh dan pakaianmu se-malam, Bi Lan. Airnya jernih dan sejuk."
"Baik, akan tetapi kau jangan ke sana selagi aku mandi," kata Bi Lan sambil mengerling danmenahan senyum, sikap yang manja dan menarik sekali. Kem-bali Kun Tek melongo, kagum melihat segala kein-dahan wanita yang berada di depannya itu.
"Mau apa ke sana" Aku.... aku tidak seku-rang ajar itu, Bi Lan."
"Siapa tahu" Laki-laki biasanya suka mengintai, biasanya memang kurang ajar," kata Bi Lan dan tan-pa menanti jawaban Kun Tek, sambil terkekeh ia lalu lari menuju ke anak sungai yang berada tak jauh dari tempat itu, namun tidak nampak terhalang oleh se-kelompok pohon.
Sambil mandi, Bi Lan mengepal tinju. "Akan kujatuhkan kau, manusia sombong!" katanya.
Ia ter-ingat betapa sucinya, Bi-kwi pernah bercakap-cakap tentang pria dengannya, pada saat hati sucinya itu sedang puas dan senang. Mula-mula ia yang menegur sucinya mengapa sucinya suka bermain-main dengan pria, berganti-ganti pria.
"Aku suka mempermainkan pria, siapa saja yang menarik hatiku."
"Ah, bagaimana kalau ada yang menolakmu, su-ci" Bukankah engkau akan malu sebagai wanita di-tolak pria?"
"Hemm, laki-laki mana yang mampu menolak" Kalau diusahakan, kita kaum wanita, asalkan tidak cacat atau buruk sekali rupanya, akan mampu menundukkan laki-laki yang manapun juga. Betapapun gagah dan kuatnya pria, akan mudah bertekuk lutut kalau kita hadapi dengan senyum, dengan kerling mata memikat, dengan gerak-gerik yang luwes dan menggairahkan."
Mengingat akan ucapan sucinya itulah Bi Lan kini mengambil keputusan untuk menjatuhkan Kun Tek, hanya untuk membuktikan bahwa pendapat Kun Tek tentang wanita tidak benar, bahwa Kun Tek da-pat jatuh cinta kepada seorang wanita, bukan seorang perempuan khayal.
Ia merasa penasaran dan ingin memberi pelajaran kepada pemuda yang dianggapnya
membual dan sombong itu. Setelah selesai mandi, Bi Lan membereskan pakaiannya, mematut-matut diri dan menyisir rambut-nya. Ia nampak semakin segar dan cantik jelita wa-laupun pakaiannya sederhana ketika dengan langkah perlahan ia kembali ke tempat di mana Kun Tek si-buk menguliti kijang tadi.
"Sudah selesaikah engkau menguliti kijang itu?" tanya Bi Lan dengan suara halus dan manis.
Kun Tek yang sedang berjongkok dan sibuk itu menoleh dan mengangkat mukanya. Dengan girang dan diam-diam mentertawakan pemuda itu, Bi Lan melihat betapa sepasang mata pemuda itu kini kehi-langan sinar yang dingin dan acuh itu. Sinar mata itu kini penuh semangat memandang kepadanya, penuh kekaguman. Dan memang Kun Tek terpesona.
Karena Bi Lan datang dari arah timur, maka sinar matahari pagi nampak di belakang gadis itu, seperti cahaya keemasan mengantar dara manis itu, membuat ia nampak gilang-gemilang seperti seorang dewi pagi turun dari kahyangan menyeberang ke bumi melalui cahaya Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
258 matahari! "Kau.... kenapa, Kun Tek?" Bi Lan mene-gur, menahan tawanya dan hanya tersenyum manis melihat betapa pemuda itu berjongkok seperti patung memandang kepadanya, tangan kanan memegang pi-sau berlumur darah, tangan kiri memegang sepotong tulang.
"Mau diapakan tulang itu?"
"Apa...." Tu.... tulang....?" Kun Tek tergagap dan baru dia melihat bahwa dia masih memegang tulang dan baru ia sadar bahwa dia melongo seperti orang bodoh, terlongong seperti orang bengong. "Eh, ini.... aku sudah selesai menguliti kijang dan sedang menyayati dagingnya.Kau.... kau nampak...."
" Ya....?" Senyum itu semakin manis. "Nampak bagaimana....?"
"Anu.... nampak....segar sekali!"
Bi Lan tertawa renyah dan menghampiri pemuda itu. Pesona itu membuyar dan Kun Tek menyerah-kan potongan-potongan daging kepada Bi Lan. "Cu-kupkah sebegini" Kalau cukup, lainnya akan kubuat dendeng."
"Cukup, kita berdua menghabiskan daging sebeginipun sudah akan kenyang sekali," jawab Bi Lan. Kun Tek sudah menyalakan lagi api unggun dan sudah menyiapkan semua keperluan masak seperti pan-ci, bumbu-bumbunya dan dia lalu membawa kulit, tulang-tulang dan sebagian daging yang akan dibuatn-ya dendeng, lalu pergi agak menjauh.
Tak lama kemudian, setelah keduanya bekerja tanpa bicara, merekapun menghadapi masakan daging kijang yang dibuat oleh Bi Lan. Sejak kecil, Bi Lan yang melayani gurunya memang sudah biasa me-masak, bahkan biasa masak bahan-bahan yang seder-hana menjadi masakan yang cukup enak. Dengan bumbu seadanya, ia telah membuat dua macam masakan saja, yaitu daging panggang dan masakan yang ada kuahnya. Dan karena mereka berdua merasa lapar sekali, ditambah suasana yang amat menyenangkan hati, keduanya makan dengan lahap.
Apalagi Kun Tek. Dia makan dengan lahap dan kelihat-an nikmat sekali.
"Lunak sekali masakanmu, Bi Lan. Daging kuah ini gurih dan sedap, dan panggang
Suling Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dagingnya juga enak. Kau memang pandai memasak!" puji Kun Tek sambil meggerogoti daging panggang.
Bi Lan tersenyum. "Terima kasih atas pujianmu, Kun Tek. Bagaimana dengan wanita khayalmu itu, Kun Tek?"
"Wanita khayal...." Apa.... apa mak-udmu, Bi Lan?" Kun Tek benar terkejut menden-gar pertanyaan yang tak diduga-duganya itu.
"Wanita khayalmu yang tanpa cacat itu, Apakah diapun pandai masak?" Bi Lan menatap tajam wajah Kun Tek yang kulitnya menjadi semakin gelap keti-ka dia teringat akan makna pertanyaan itu.
"Tentu saja.... tentu saja seorang wanita harus pandai masak, kalau tidak, ia tidak lengkap menjadi seorang wanita, bukankah begitu?" Kun Tek dibesarkan di daerah barat di mana Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
259 kaum wanita bertugas di dapur, tidak seperti suku bangsa di selat-an yang kedudukannya terbalik, yaitu kaum prianya yang biasa memasak di dapur sedangkan para wa-nitanya biasa pula memikul air dan bekerja di sawah.
Mereka selesai makan dan ketika Bi Lan hendak mencuci tangannya, ia mengeluh. Ketika bangkit dari duduk di atas tanah itu, gerakan ini mendatangkan rasa nyeri yang menusuk pada pinggangnya. "Aduhhh...."
Kun Tek terkejut dan cepat menghampiri. "Kau kenapa, Bi Lan?" Melihat gadis itu menekan-nekan pinggangnya yang kiri, dia bertanya, "Apakah ping-gang yang kena tendang lawan itu masih terasa nye-ri Bi Lan mengangguk dan menyeringai kesakitan. "Nyeri sekali kalau aku memutar pinggang, seperti tertusuk rasanya."
"Wah, jangan-jangan ada yang terkilir di situ. Kalau terkilir harus cepat-cepat dibetulkan letak otot--ototnya, Bi Lan, kalau tidak bisa membengkak dan semakin berbahaya."
Bi Lan menatap wajah pemuda itu dengan sinar mata tajam. "Kau mau mengobati
pinggangku" Malam tadi engkau mengobati kakiku yang terkilir, engkau tentu ahli membetulkan otot yang terkilir."
Kun Tek tersenyum dan mengangguk. "Aku per-nah mempelajarinya dari ayah. Kalau
engkau mau, tentu saja aku suka sekali mencoba untuk memeriksa dan membetulkan letak otot yang terkilir.
"Tentu saja aku mau, kenapa kau bertanya lagi. Siapa orangnya diobati sampai sembuh tidak mau?"
"Tapi.... untuk memeriksa dan membetul-kan bagian yang terkilir, aku harus melihatnya, me-nyentuhnya dan membetulkannya dengan pijatan-pi-jatan dan urutan-urutan, aku harus....
mena-ngani bagian pinggangmu yang terkilir itu."
Diam-diam Bi Lan tertawa dalam hatinya. "Ka-lau begitu mengapa" Nah, kaulakukanlah cepat agar nyerinya segera hilang." Tanpa ragu-ragu lagi Bi Lan lalu agak menurunkan celananya di bagian kanan dan menarik ke atas bajunya bagian itu juga sehingga nampaklah kulit pinggangnya yang putih mulus, ke bawah sampai di lekuk pinggul dan ke atas sampai pada permulaan bukit dada.
Biarpun jantung berdebar seperti diguncang-guncang keras, Kun Tek menekan perasaannya dan de-ngan sikap biasa seolah-olah dia hanya akan mengo-bati lengan atau kaki saja, dia mulai memeriksa bagi-an pinggang itu dengan jari-jari tangannya yang terla-tih. Setelah memijit sana mengelus sini, tak lama ke-mudian dia dapat meraba dan menentukan bahwa memang ada otot yang terkilir, akan tetapi tidak be-rapa parah dan mungkin rasa nyeri itu hanya karena memar saking keras dan kuatnya tendangan. Akan tetapi, cukup lama baginya meraba-raba itu sehingga mukanya penuh keringat, dan terasa jelas oleh Bi Lan betapa jari-jari tangan itu gemetar dan panas dingin!
Bi Lan menahan senyumnya, senyum kemenangan melihat betapa pemuda itu kini mulai mengobati pinggangnya dengan tekanan dan pijatan jari-jari tangannya yang gemetar dan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
260 ketika ia menoleh, ia melihat betapa pemuda itu telah memejamkan kedua matanya!
"Aduhh.... jangan kuat-kuat.... di situ nyeri....!" Bi Lan sengaja merintih, lalu berta-nya dengan nada suara heran, "Kun Tek, kenapa engkau memejamkan kedua matamu?"
Pertanyaan yang tiba-tiba itu mengejutkan Kun Tek dan dia cepat membuka matanya, akan tetapi ketika pandang matanya bertemu dengan pandang mata gadis itu, yang seolah-olah sinarnya menusuk dan menjenguk ke dalam jantungnya, dia cepat me-mejamkan kembali kedua matanya. "Ah, aku sudah terbiasa, ketika belajar dulu. Dengan memejamkan kedua mata, jari-jari tanganku lebih peka...."
"Tapi ketika engkau mengobati kakiku yang terkilir, matamu tidak kaupejamkan! Jangan-jangan engkau memejamkan matamu agar tidak melihat pinggangku!"
"Ah, kenapa?" bantah Kun Tek tanpa membuka matanya.
Bi Lan tertawa dalam hatinya. "Siapa tahu, pinggangku buruk."
"Pinggangmu bagus sekali!"
"Kulitnya kasar dan hitam."
"Tidak, halus dan putih mulus."
"Mungkin bau keringatku tidak enak sehingga kau muak."
"Bau keringatmu sedap, Bi Lan."
Hampir Bi Lan tak mampu menahan ketawanya dan ia cepat menutup mulutnya dengan
tangan. Ia telah menjalankan siasat seperti yang pernah dide-ngarnya dari sucinya, si ahli pemikat laki-laki itu dan ternyata baru sebegitu saja, ia sudah merasa dapat menguasai Kun Tek! Memang pinggangnya masih terasa agak sakit, akan tetapi tidaklah begitu nyeri dan sebetulnya tidak perlu disembuhkan dengan pijat. Tadi ia hanya berpura-pura saja untuk memancing Kun Tek dan ternyata siasatnya itu berhasil baik. Ia berhasil membuat pemuda ini berpeluh dan gemetar, bahkan lalu memuji-mujinya.
"Sudah cukup, Kun Tek, sekarang tidak terasa nyeri lagi. Terima kasih."
Ada dua macam perasaan menyelinap di hati pe-muda itu ketika Bi Lan berkata demikian.
Ada rasa lega karena dia seperti terbebas dari ketegangan yang membuat dia berpeluh dan gemetar, akan tetapi ada rasa kecewa pula bahwa jari-jari tangannya harus meninggalkan buah pinggang yang ramping, gempal, lunak, halus dan hangat itu.
"Tidak perlu berterima kasih, Bi Lan. Bukankah kita sudah menjadi sahabat baik dan sudah sepatut-nya kalau kita saling menolong?"
Bi Lan mau melanjutkan siasatnya untuk menco-ba dan menjatuhkan Kun Tek agar ia dapat memberi pelajaran kepada laki-laki yang sombong ini. Ia lalu bangkit dan mengemasi buntalan pakaiannya, menggendongnya di punggung kembali.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
261 "Sekarang tiba saatnya aku melanjutkan perjalananku. Selamat berpisah, Kun Tek. Engkau baik sekali dan terima kasih." Berkata demikian, Bi Lan lalu meloncat pergi.
"Eh, Bi Lan, nanti dulu...." Kun Tek ber-seru dengan kaget. Keputusan Bi Lan yang tiba-tiba untuk meninggalkannya itu sungguh mengejutkan hatinya. "Engkau hendak ke mana?"
"Aku hendak melanjutkan perjalananku."
"Kita dapat melakukan perjalanan bersama...."
"Tidak, aku mempunyai urusan penting sekali!"
"Aku akan membantumu, Bi Lan, sampai engkau berhasil dalam urusan itu!"
Bi Lan tersenyum manis. "Engkau memang se-orang yang baik budi, Kun Tek. Akan tetapi, aku merasa tidak enak kalau harus mengganggumu selalu. Di antara kita tidak ada hubungan apa-apa...."
"Kita sahabat baik!"
Bi Lan mempermanis senyumnya sehingga nampak lesung pipit di kanan kiri. Manis sekali.
"Memang, engkau seorang sahabatku yang baik sekali. Akan tetapi hal itu bukan berarti bahwa engkau harus ber-susah payah selalu untukku. Nah, selamat tinggal!"
"Bi Lan....!" Kun Tek berseru akan tetapi gadis itu tidak menoleh lagi dan berlari cepat me-ninggalkan tempat itu.
"Bi Lan....! " Kun Tek berteriak lagi dan diapun cepat mengumpulkan barang-barangnya, ber-kemas sambil kadang-kadang menengok ke depan, ke arah perginya Bi Lan yang kini sudah tidak nampak lagi bayangannya itu. Hati Kun Tek terasa panik dan khawatir sekali kalau-kalau dia akan kehilangan gadis itu dan tidak akan bertemu lagi dengannya.
Akan tetapi sebelum dia berlari untuk melakukan pengejaran, tiba-tiba berkelebat bayangan yang agak-nya sejak tadi bersembunyi di balik semak-semak di seberang ladang itu dan bayangan ini membentak, "Manusia tak tahu malu, berhenti dulu aku mau bi-cara!"
Kun Tek terkejut, tidak menyangka di tempat sunyi itu ada orang bersembunyi di belakang semak-semak. Ketika dia membalikkan tubuhnya, ternyata orang itu adalah seorang pemuda yang usianya sebaya dengan dia, seorang pemuda bermuka bersih cerah, berkulit kuning.
Seorang pemuda yang tampan walau-pun pakaiannya yang berwarna biru itu amat seder-hana.
Dengan alis berkerut, Kun Tek memandang tajam dan menegur, "Siapakah engkau dan ada urusan apa dengan aku maka engkau datang-datang me-ngatakan aku tidak tahu malu?"
Pemuda ini bukan lain adalah Gu Hong Beng! Pemuda ini merana sejak ditinggal pergi Bi Lan. Sa-kit sekali rasa hatinya oleh penolakan Bi Lan terha-dap cintanya. Dia merasa hidupnya seakan-akan men-jadi kosong dan sunyi. Dia melanjutkan perjalanan untuk memenuhi perintah gurunya, menuju ke kota raja, namun semangatnya sudah menipis sekali.
Malam tadi dia secara kebetulan sekali mengam-bil jalan yang sama dengan Bi Lan sehingga Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
262 ketika Bi Lan yang ditolong oleh Kun Tek berhenti di tem-pat mereka melewatkan malam, dari jauh Hong Beng melihat api unggun mereka. Pemuda ini menjadi cu-riga melihat api unggun dan dengan hati-hati dia men-dekati. Dapat dibayangkan betapa kaget hatinya keti-ka dia melihat Bi Lan sedang tidur dan rebah miring di dekat api unggun, dan hati yang tadinya menjadi girang itu tiba-tiba berubah panas penuh rasa cembu-ru ketika dia melihat seorang pemuda tinggi besar menggunakan kain untuk menyelimuti tubuh Bi Lan yang tidur pulas!
Dan diapun segera mengenal pe-muda tinggi besar itu sebagai pemuda yang dipuji-puji oleh Bi Lan, pemuda yang turun tangan mengha-jar Phoa Wan-gwe dan tukang-tukang pukulnya.
Dengan hati panas penuh rasa cemburu, Hong Beng lalu bersembunyi dan melakukan
pengintaian. Dia me-rasa tidak enak kalau harus muncul menemui Bi Lan pada saat itu, apa lagi melihat gadis itu sedang tidur nyenyak. Dia ingin sekali melihat apa yang akan di-lakukan dua orang muda itu, ingin melihat sampai sejauh mana hubungan di antara mereka yang nam-paknya sudah akrab itu. Panas sekali hatinya. Tak disangkanya Bi Lan yang baru saja meninggalkannya, kini sudah bersahabat dengan seorang pria lain, dan mengingat betapa Bi Lan memuji-muji pemudating-gi besar itu, hatinya penuh rasa iri dan cemburu.
Dia melihat segala yang terjadi dari tempat sembunyinya. Dia memang tidak melihat pemuda itu melakukan sesuatu, kecuali menyelimuti tubuh Bi Lan dengan kain, akan tetapi itupun dilakukannya dengan sikap sopan. Kemudian melihat betapa mereka ber-dua itu bercakap-cakap yang tak dapat didengar sua-ranya karena tempat sembunyinya cukup jauh. Dan hatinya semakin panas melihat betapa mereka berdua itu makan bersama dengan sikap yang demikian gem-bira. Akan tetapi, ketika dia melihat betapa pemuda itu mengobati pinggang Bi Lan dengan jalan meraba dan memijat pinggang yang telanjang itu, hampir dia tidak dapat menahan diri yang dibakar oleh api cem-buru! Dia dapat menduga bahwa tentu pemuda itu melakukan semacam pengobatan, akan tetapi caranya yang membuat dia tidak kuat menahan kemarahan hatinya. Pemuda itu begitu saja, dengan tangan telanjang, meraba dan memijat pinggang yang tidak tertutup itu. Kenapa Bi Lan membiarkan tubuhnya dipegang-pegang"
Dan pemuda itu, betapa kurang ajar dan tidak sopan sekali!
Ketika dia melihat Bi Lan pergi meninggalkan pemuda itu dan melihat pemuda itu agaknya hendak mengejar, memanggil-manggil nama Bi Lan begitu saja, diapun cepat meloncat keluar dari tempat persembunyiannya dan lari menghampiri Kun Tek. Ti-balah saatnya untuk turun tangan menghajar pemuda tak sopan itu, karena kalau Bi Lan masih berada di situ, tentu saja dia merasa malu untuk mencampuri urusan pribadi mereka. Kini Bi Lan tidak ada dan dia boleh menumpahkan semua perasaan hatinya yang panas dan penuh cemburu kepada pemuda itu.
Sejenak dua orang itu berdiri saling berhadapan dan saling memperhatikan dengan sinar mata tajam. Dua orang pemuda yang sebaya dan sama-sama tam-pan dan gagah. Hanya bedanya, kalau wajah Hong Beng diliputi kemarahan dan kebencian, sebaliknya wajah Kun Tek mengandung keheranan dan penasar-an.
"Gadis yang baru pergi tadi, apamukah ia" Isterimukah?" Hong Beng bertanya, suaranya ketus.
Kerut merut di antara alis yang tebal di wajah Kun Tek makin mendalam dan sinar matanya me-nyambar marah ke arah penanya itu. "Hemm, apa sangkut-pautnya hal itu denganmu?"
"Sangkut-pautnya dekat sekali!" kata Hong Beng semakin marah. "Gadis itu, Can Bi Lan, adalah seorang sahabatku!"
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
263 Kun Tek terbelalak dan memandang penuh seli-dik. Kalau pemuda ini sahabat baik Bi Lan, kenapa mengambil sikap bermusuh dengannya" "Begitukah" Akupun sahabat Bi Lan, sahabat baiknya."
"Tak perlu engkau mengelabuhi aku. Engkau baru saja bertemu dengannya, karena ketika kami berdua melihat engkau turun tangan terhadap Phoa Wan-gwe, ia belum mengenalmu."
"Ah, kiranya engkaupun bersama Bi Lan ketika melihat aku melawan anak buah Phoa Wan-gwe" Kalau begitu tentu benar seorang sahabat. Siapakah engkau, sobat?"
"Aku Gu Hong Beng."
"Namaku Cu Kun Tek."
"Engkau seorang pemuda yang tidak sopan dan kurang ajar! Engkau sangat tidak tahu malu!"
Tentu saja Kun Tek kembali terbelalak dan dia mulai marah. "Saudara Gu Hong Beng, seingatku, baru sekarang kita saling berhadapan. Aku belum pernah mengganggumu, akan tetapi mengapa engkau datang-datang memaki-maki aku" Jelaskan, apa kesalahanku maka engkau memaki aku?"
"Engkau masih pura-pura tidak tahu" Apa yang kaulakukan terhadap nona Can Bi Lan tadi"
Kauk-ira aku tidak tahu" Sejak semalam aku sudah ber-ada tak jauh dari sini dan menyaksikan semua perbu-tanmu yang tidak senonoh."
"Eh-eh-eh, apakah engkau ini orang gila" Aku tidak melakukan sesuatu yang tidak baik, kenapa mulutmu kotor sekali memaki-maki orang?"
"Hemm, dasar muka tebal! Engkau tadi mera-ba-raba dan memijati pinggang Bi Lan begitu saja, tanpa kain penutup, apakah kaukira perbuatan itu pantas dan patut dilakukan oleh seorang yang sopan" Engkau memang laki-laki ceriwis dan keji, mempergunakan kelemahan seorang gadis yang masih hijau untuk merayu. Orang macam engkau ini harus di-hajar!"
Berkata demikian, Hong Beng yang menjadi semakin marah karena membayangkan apa yang terjadi tadi, sudah menerjang dengan dahsyatnya.
"Ah, manusia tolol!" Kun Tek mengelak de-ngan lompatan ke samping. Diam-diam dia terkejut sekali karena serangan Hong Beng tadi benar-benar amat dahsyat dan berbahaya.
Baru angin pukulan saja menyambar sedemikian kuatnya. "Aku meng-obatinya karena pinggangnya terkilir, dan kau menu-duh yang bukan-bukan!"
"Aku bukan anak kecil," kata pula Hong Beng marah, "aku tahu bahwa engkau melakukan pengobatan, akan tetapi itu hanya dalih agar engkau dapat meraba-raba tubuhnya. Keparat, apakah engkau pu-ra-pura tidak tahu bahwa yang boleh melakukan seperti itu hanya antara suami isteri saja" Engkau memang berwatak cabul. Jai-hwa-cat!"
Dimaki jai-hwa-cat atau penjahat pemetik bunga, sebutan bagi penjahat yang suka memperkosa wanita, Kun Tek marah bukan main. "Jahanam bermulut kotor, kaukira aku takut padamu?" Dan diapun ma-ju menyerang, membalas serangan Hong Beng tadi. Hong Beng sudah tahu akan kelihaian lawan, maka diapun cepat menangkis sambil mengerahkan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
264 tenaga Hui-yang Sin-kang.
"Dukk....!" Keduanya terpental ke bela-kang dan Kun Tek terkejut bukan main ketika mera-sa betapa lengannya dijalari hawa yang amat panas. Cepat dia mengerahkan tenaga sinkang untuk mela-wan. Di lain pihak, Hong Beng juga terkejut karena lawannya memiliki tenaga yang amat kuat sehingga diapun terdorong mundur.
Segera dua orang pemuda ini terlibat dalam perkelahian seru. Mereka berdua sama sekali tidak sa-dar bahwa perkelahian yang seru dan mati-matian itu hanya disebabkan oleh hal yang sepele saja! Ka-rena cemburu! Mereka berkelahi seolah-olah saling memperebutkan Bi Lan.
Setelah Hong Beng mengeluarkan ilmu-ilmu silat dari Pulau Es, Kun Tek terkejut dan terdesak. Dia tidak mengenal ilmu silat itu, hanya merasa betapa ilmu silat lawannya itu makin lama semakin kuat. Ka-rena maklum betapa lihainya lawan, Cu Kun Tek yang kini menjadi penasaran dan marah sekali, sudan mencabut senjatanya, yaitu sebatang pedang yang me-ngeluarkan sinar berkilauan dan hawa yang menye-ramkan. Begitu dia mengelebatkan pedang itu, ter-dengar suara mengaum keras yang amat mengejutkan hati Hong Beng.
Pemuda ini segera tahu bahwa la-wannya memiliki sebatang pedang pusaka yang amat ampuh. Dia tidak merasa jerih, akan tetapi bersikap hati-hati sekali.
"Tahan senjata....!" Terdengar bentakan halus dan tiba-tiba saja muncullah Bi Lan di situ.
Melihat gadis yang sesungguhnya menjadi penyebab perkelahian mereka, dua orang pemuda itu menjadi terkejut. Muka mereka berubah merah dan keduanya tidak tahu harus berkata apa.
Bi Lan berdiri diantara mereka, memandang ke kanan kiri, bergantian, kemudian menatap wajah Kun Tek. Dipandang seperti itu, Kun Tek menjadi gugup dan untuk menenangkan perasaannya yang bingung, dia menyarungkan kembali pedang pusakanya dan di-simpannya ke dalam buntalan pakaiannya.
"Kun Tek, apa artinya semua ini" Baru seben-tar kau kutinggalkan, tahu tahu sudah berkelahi mati-matian!" Bi Lan menegur.
"Bukan aku yang mencari permusuhan, akan tetapi dia ini datang-datang seperti orang gila menuduh aku yang bukan-bukan dan menyerangku. Tentu saja aku membela diri, tidak sudi mati konyol dalam se-rangan tangan yang keji."
Bi Lan menghadapi Hong Beng yang menunduk dengan muka sebentar pucat sebentar
merah. "Dan apa artinya perbuatanmu ini, Hong Beng" Engkau datang-datang menyerang Kun Tek, padahal engkau sendiri sudah tahu bahwa dia bukan orang jahat ke-tika dia membantu keluarga mempelai yang diganggu oleh Phoa Wan-gwe" Apa maksudmu?"
"Bi Lan, aku.... aku melihat betapa dia tidak sopan ketika mengobatimu.... dan aku.... aku tidak tahan. Dia terlalu kurang ajar, maka sete-lah engkau pergi, aku segera keluar dan menyerang-nya."
Bi Lan mengerutkan alisnya. Hatinya merasa ti-dak senang kepada Hong Beng. Pertama, bahwa Hong Beng diam-diam mengintai mereka, dan ke dua, ia menganggap Hong Beng hendak mencampuri urus-an pribadinya!
"Hong Beng, engkau sungguh lancang tangan. Aku tidak minta perlindunganmu, dan Kun Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
265 Tek ini sama sekali tidak kurang ajar, melainkan mengobati pinggangku dan apa yang dilakukannya itu atas per-setujuanku. Apa sangkut-pautnya dengan dirimu?"
Melihat betapa gadis yang dicintanya itu marah-marah dan memarahinya di depan pemuda lain itu, Hong Beng makin menundukkan mukanya. Hatinya terasa seperti disayat-sayat dan diapun sadar bahwa tindakannya tadi sebenarnya terburu nafsu, terdo-rong oleh cemburu yang berkobar-kobar.
"Bi Lan, memang seharusnya aku tahu diri.... saudara Kun Tek, kaumaafkanlah aku. Selamat tinggal!" Hong Beng lalu melompat dan berlari sece-pat mungkin meninggalkan tempat itu agar tidak tam-pak oleh mereka bahwa kedua matanya menjadi panas dan basah.
Kun Tek memandang kagum. "Hebat, dia seo-rang pemuda yang hebat, ilmu silatnya luar biasa, jauh lebih tinggi dariku dan lihat betapa hebat gin-kangnya ketika dia lari."
"Tentu saja, dia adalah murid keluarga para pendekar Pulau Es."
"Ahhh....!" Kun Tek terbelalak dan mengangguk-angguk, "Pantas tadi pukulannya
mengan-dung tenaga panas seperti api. Pernah aku mende-ngar dari ayah tentang dua ilmu sin-kang amat hebat dari Pulau Es yang disebut Hui-yang Sin-kang yang panas sekali dan Swat-im Sin-kang yang dingin sekali. Sayang aku tidak sempat berkenalan lebih baik de-ngan dia. Akan tetapi, kenapa dia bersikap begitu aneh dan menyerangku seperti orang gila saja?"
"Karena cemburu."
"Cemburu?" "Dia mencintaku akan tetapi aku menolaknya. Agaknya dia cemburu melihat cara engkau meng-obati pinggangku tadi."
"Ahhhh....!" Muka pemuda itu menjadi merah. Hening sejenak, dalam suasana yang sunyi menegangkan.
"Kun Tek, aku kembali untuk bertanya kepada-mu apakah engkau mengenal orang yang sedang kucari."
"Siapakah dia?" tanya Kun Tek, merasa lega bahwa percakapan beralih sehingga suasana mene-gangkan tadipun terputus.
"Julukannya Suling Naga, Pendekar Suling Naga" "Suling Naga....?" Sepasang mata Kun Tek terbelalak. "Tentu saja aku mengenalnya! Bukan-kah namanya Sim Houw?"
"Mungkin, aku tidak tahu, hanya julukannya Pendekar Suling Naga. Tahukah engkau di mana dia dan di mana aku dapat bertemu dengannya?"
"Bi Lan, ada urusan apakah engkau mencari Pendekar Suling Naga Sim Houw?"
Kembali Bi Lan mengerutkan alisnya. "Urusan pribadi. Kalau engkau tahu, katakan saja di mana aku dapat bertemu dengan dia."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
266 "Dia seorang pendekar perantau, Bi Lan, tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Akan tetapi menurut ayah, pendekar itu suka berkelana dan ber-tapa di sekitar puncak Tai-hang-san."
"Terima kasih, Kun Tek dan selamat tinggal."
"Nanti dulu, Bi Lan!
"Ada apa lagi?"
"Baru saja engkau menyelamatkan diriku dari tangan Hong Beng dan aku sungguh merasa menye-sal sekali dengan peristiwa yang terjadi dengan dia. Dia seorang murid keluarga Pulau Es dan sahabat baikmu...."
"Aku dongkol padanya. Dia terlalu cemburu, ada hak apa dia mencampuri urusan pribadiku"
Dia cemburu tanpa alasan! Engkau dan aku adalah sa-habat baik, dan engkau mengobati aku dengan hati jujur dan bersih. Tidak ada alasan baginya untuk mencemburuimu."
Kun Tek menarik napas panjang. "Dia tidak bersalah, Bi Lan, dan memang ada alasannya maka dia mencemburui aku."
"Heiii" Apa maksudmu?"
"Maksudku, dia beralasan untuk cemburu karena memang sesungguhnya akupun.... jatuh cinta pa-damu, Bi Lan."
"Ehh....?" Ingin Bi Lan tertawa gem-bira. Inilah saatnya yang dinanti-nanti. Memang ia sudah berusaha untuk menjatuhkan Kun Tek, dan ketika meninggalkan pemuda itupun termasuk siasat-nya. Akan tetapi tak pernah disangkanya ia akan ber-hasil secepat dan semudah itu. "Mana mungkin" Kita baru semalam berkenalan, Kun Tek!"
"Mengenalmu satu malam bagiku seperti telah mengenalmu bertahun-tahun, Bi Lan."
"Tapi.... tapi bagaimana engkau bisa beginu yakin?"
"Ketika kita bercakap-cakap, ketika kita makan bersama, ketika aku mengobatimu, kemudian ketika engkau pergi meninggalkan aku. Perasaanku takkan menipuku, Bi Lan. Ketika engkau pergi, aku merasa begitu hampa dan berduka, aku takut kehilangan engkau, dan sekarangpun aku takut kehilangan eng-kau karena aku aku cinta padamu, Bi Lan."
Bi Lan memandang tajam. "Yakin benarkah eng-kau, Kun Tek" Ingat, aku hanya seorang perempuan dari darah daging belaka, tidak lemah lembut dan -tidak baik budi, tidak cantik lahir batin, banyak cacat celanya!"
"Aku yakin sepenuh hatiku, Bi Lan. Aku cinta padamu, terasa benar dalam hatiku."
Kini Bi Lan tersenyum, senyum sinis dan mengejek. "Hemm.... hemmm.... lalu ke mana larinya perempuan khayalmu itu, Kun Tek?"
Pemuda itu terbelalak. "Perempuan khayal....?"
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
267 "Ya, lupakah engkau bahwa engkau takkan jatuh cinta kecuali kepada seorang perempuan yang seperti khayalanmu itu, tanpa cacat cela dan segalanya itu" Bagaimana engkau sekarang, hanya dalam waktu se-hari saja, sudah melupakan perempuan khayalmu itu dan mengatakan jatuh cinta padaku?"
Kun Tek teringat dan dia merasa terpukul. "Aku telah bodoh selama ini, Bi Lan. Perempuan seperti yang kukhayalkan itu tidak ada di dunia ini, bukan dari darah daging, tidak mungkin ada wanita tanpa cacat cela dan...."
"Cukup! Engkau memang tolol, bodoh, som-bong. Aku tidak sudi.... aku tidak dapat mene-rima cintamu. Engkau cintailah saja wanita khayalan yang bukan dari darah daging, dan tidak akan dapat menolakmu. Selamat tinggal!" Dan dengan cepat Bi Lan pergi dan berlari cepat.
Kun Tek menjadi bengong. Dia menjadi bingung, tidak mengerti kesalahan apa yang telah dilakukan-nya kepada Bi Lan yang menyebabkan gadis itu nam-paknya demikian marah kepadanya. Dia tidak berani melakukan pengejaran karena hal itu tentu akan membuat Bi Lan semakin marah. Dia hanya duduk ter-longong termenung tenggelam dalam lamunan. Dia mengingat kembali segala percakapannya tadi dengan Bi Lan, juga percakapan mereka kemarin. Setelah ki-ni dia dapat menenangkan pikirannya, nampaklah de-ngan jelas semua kesalahannya.
"Aku memang tolol, bodoh dan sombong. Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Bi Lan tadi,"
bisik-nya duka. Kini nampaklah olehnya betapa sikapnya dan kata-katanya merupakan kebodohan demi kebo-dohan yang tidak ketulungan lagi. Mula-mula dia menggambarkan bahwa dia tidak akan jatuh cinta kecuali kepada seorang wanita seperti yang digambar-kannya itu dan tentu saja ucapan seperti ini di depan seorang gadis menyinggung perasaan dan harga diri gadis itu. Kemudian dalam pengakuan cintanya, de-ngan tolol sekali dia mengatakan bahwa wanita tan-pa cacad itu TIDAK ADA, dengan demikian kembali dia telah
menyinggung perasaan wanita yang dicintanya, karena dengan ucapan itu seolah-olah dia su-dah mengatakan bahwa Bi Lan tidak seperti wanita khayalnya itu, bahwa Bi Lan penuh cacat cela Sungguh amat tolol! Hatinya kini merasa berduka sekali. merasa betapa keadaan sekelilingnya tanpa Bi Lan nampak sunyi mati, segala sesuatu nampak kurang menarik lagi.
Beginilah kalau cinta asmara sudah menye-rang orang dan membuat orang itu menjadi korban kegagalan. Yang datang kemudian hanyalah kekecewaan yang melenyapkan gairah hidup sehingga hidup ini nampak amat buruk. Semua ini karena perasaan iba diri yang menikam perasaan. Merasa diri paling celaka karena idam-idaman hatinya terbang melayang meninggalkannya.
Sementara itu, Bi Lan berlari dengan cepat sekali. Tanpa tujuan tertentu, asal dapat meninggalkan Kun Tek secepatnya. Hatinya terasa panas bukan main. Tadinya ia ingin mempermainkan Kun Tek untuk memberi "hajaran" kepada pemuda yang diangap-nya
sombong itu, yang seolah-olah menganggap di dunia ini tidak ada wanita yang pantas untuk dirinya, pantas menjadi jodohnya! Kemudian, ia berhasil menggerakkan hati dan kejantanan Kun Tek yang membuat pemuda itu bertekuk lutut dan menyatakan cinta kepadanya. Tadinya ia hendak mentertawakan-nya, merasa gembira karena berhasil memberi hajar-an. Eh, tidak tahunya kembali pemuda itu mengelu-arkan kata-kata amat menyinggung hatinya. Katanya bahwa wanita tanpa cacad itu tidak ada! Padahal ba-ru saja menyatakan cinta kepadanya.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
268 Bukankah hal itu sama saja dengan membandingkan ia dengan perempuan khayal itu"
Perempuan khayal itu yang paling hebat dan ternyata perempuan seperti itu tidak ada! Dan ia sendiri" Dengan demikian ia bukan perempuan yang paling baik bagi Kun Tek. Sombong!
Pemuda tolol dan sombong!
Agaknya berlari cepat sampai mengeluarkan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya membuat kemarahan Bi Lan mereda pula. Hati yang panas mulai dingin dan ia lalu
menghentikan larinya dan duduk di lereng sebuah bukit karena ketika lari tadi tanpa disadarinya ia menanjak sebuah bukit. Pantas saja keringatnya bercucuran, tak tahunya tempat ia berlari tadi menanjak terus.
Lereng bukit itu sunyi sekali dan iapun duduk di bawah sebatang pohon yang berdaun rindang. Se-juk sekali tempat itu dan angin semilir mengusir ke-gerahan. Dengan sehelai saputangan, diusapnya keringat dari leher dan mukanya. Kemudian ia duduk termenung, membayangkan hal-hal yang baru saja terjadi. Ada tiga orang pria berturut-turut menyata-kan cinta kepadanya! Pertama adalah Bhok Gun, ke dua Gu Hong Beng dan ke tiga Cu Kun Tek.
Tanpa disadarinya, ia membanding-bandingkan tiga orang pria itu, dan melamunkan kalau ia menjadi jodoh seorang di antaranya.
Bhok Gun yang tertua di antara mereka, berusia kurang lebih tigapuluh tahun, seorang pria yang su-dah matang dan banyak pengalamannya. Bhok Gun berwajah tampan dan nampak makin menarik karena dia pesolek dan pandai merias diri. Ilmu silatnya juga lihai karena sebagai cucu murid Pek-bin Lo-sian, dia mewarisi ilmu yang satu sumber dengan ilmu-ilmu yang dimiliki oleh Sam Kwi. Akan tetapi pria ini mata keranjang, bahkan cabul dan gila perempuan. Juga memiliki sifat-sifat jahat dan curang. Menjadi isteri seorang pria macam Bhok Gun ini memang bisa saja berenang dalam lautan kemewahan, akan tetapi hatinya tentu akan selalu dirong-rong karena pria ini takkan berhenti mengejar wanita-wanita lain. Rayuan-rayuan mautnya itu semua hanyalah palsu belaka, hanya untuk menundukkan wanita yang sebentar lagi akan dicampakkannya begitu saja kalau dia sudah merasa bosan! Tidak, ia tidak sudi menjadi jodoh pria macam itu. Apalagi perkenalannya dengan Bhok Gun itu hanya melalui sucinya yang menjadi kekasih Bhok Gun. Masih muak kalau ia mengingat kembali apa yang didengarnya dan dilihatnya antara Bi-kwi dan Bhok Gun, kemuakan yang membuat wajahnya merah dan jantungnya berdebar aneh. Bagaimanapun juga, Bi Lan sudah mulai dewasa! Belum pernah Bhok Gun melakukan sesuatu yang baik baginya. Tidak, ia tidak sudi menjadi jodoh Bhok Gun.
Lain lagi halnya dengan dua pemuda lainnya dan kini diam-diam ia membanding-bandingkan antara Hong Beng dan Kun Tek. Kedua orang pemuda itu, Gu Hong Beng dan Cu Kun Tek, keduanya sama mu-da, sama gagah perkasa, sama pendekar dan keduanya pernah
menyelamatkannya dari bahaya yang bahkan mungkin lebih hebat dan mengerikan dari pada maut sendiri! Ia sukar membayangkan betapa akan jadi-nya dengan dirinya kalau tidak ada Hong Beng dan Kun Tek. Tentu sudah dua kali terjatuh ke tangan Bhok Gun jahanam itu.
Gu Hong Beng sudah dikenalnya dengan baik. Seorang pemuda yatim piatu yang nasibnya hampir sama dengan nasibnya sendiri. Wajahnya cukup mena-rik walaupun pemuda ini amat sederhana dengan pa-kaiannya yang serba biru, seperti seorang petani saja, atau seorang buruh biasa. Akan tetapi kepandaiannya hebat karena pemuda ini adalah murid dari keluarga Pulau Es! Sayang wataknya terlalu pendiam dan bahkan agak pemalu walaupun budi
bahasanya halus, akan tetapi dia amat pencemburu seperti yang sudah dibuktikan ketika dia menyerang Kun Tek hanya ka-rena melihat Kun Tek meraba kulit pinggangnya yang tanpa Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
269 ditutup kain. Memang disengajanya untuk "menjatuhkan" Kun Tek sebagai penghajaran!
Pa-dahal, sentuhan itu hanya dilakukon oleh Kun Tek untuk mengobatinya, dan hal itu sudah membuat Hong Beng cemburu dan menyerang Kun Tek! Ah, ia takkan merasa berbahagia hidup sebagai isteri orang pencemburu seperti itu, yang tidak mempunyai rasa humor sedikitpun dalam hidup. Sama saja de-ngan mempunyai suami patung hidup, betapapun li-hainya dalam ilmu silat!
Bagaimana dengan Kun Tek" Pemuda yang ga-gah perkasa, tinggi besar dan biarpun
mukanya ber-kulit agak kehitaman, namun dia ganteng dan gagah perkasa. Sayang, selain juga tidak banyak bicara, ka-lau bicara amat tajam dan galak, juga agak terlalu tinggi menghargai diri sendiri sehingga ada kecon-dongan kepada sifat sombong dan besar kepala.
Ti-dak, iapun takkan berbahagia bersuamikan Kun Tek.
Sampai lama gadis itu bengong saja, akhirnya teringat akan nasibnya sendiri. Sebetulnya, ia sendiri tidak mempunyai persoalan, tidak mempunyai mu-suh karena semua pembunuh orang tuanya sudah di-basmi habis oleh Sam Kwi. Akan tetapi, kalau tadi-nya ia berhutang budi kepada Sam Kwi, kini budi itu dioper oleh Bi-kwi, sucinya yang telah menyelamatkannya dan membebaskannya dari bencana di-perkosa oleh Sam Kwi. Dan ia sudah berjanji kepada sucinya itu untuk merampas Suling Naga dan kelak kalau sempat ia akan membantu pula sucinya yang ingin menjadi jagoan nomor satu di dunia persilatan dengan Suling Naga di tangannya! Pusaka yang kini menjadi milik Pendekar Suling Naga Sim Houw itu sudah dia ketahui di mana harus dicarinya. Dari Kun Tek ia sudah mendengar bahwa Pendekar Suling Na-ga yang bernama Sim Houw itu kadang-kadang berke-liaran di sekitar puncak
Pegunungan Tai-hang-san. Persoalan merampas pusaka itu untuk membalas budi sucinya seperti pernah ia janjikan, kini telah mulai nampak jalan keluarnya. Akan tetapi sebelum pusaka itu dapat direbutnya, muncul persoalan baru. Pedang Ban-tok-kiam, yang oleh subonya hanya dipinjamkan kepadanya, kini dirampas orang! Dan perampasnya adalah seorang pendeta Lama yang demikian lihai! Dia dibantu Hong Beng saja tidak mampu merampas kembali, apa lagi kalau menghadapinya sendiri. Akan tetapi, apapun resikonya, ia harus dapat merampas kembali Ban-tok-kiam. Ia akan ke Tai-hang-san lebih dulu, akan mencari pendekar Sim Houw yang berju-luk Pendekar Suling Naga dan merampas kembali pedang pusaka itu! Ia akan membujuk pendekar itu untuk mengalah dan menyerahkan kembali pedang itu yang memang menjadi hak dari keturunan Sam Kwi, karena pendekar itu merampasnya atau menerimanya dari Pek-bin Lo-sian, susiok (paman guru) dari Sam Kwi.
Berangkatlah dara yang tabah itu seorang diri dan karena memang pada dasarnya ia berwatak gem-bira jenaka, maka begitu ia bangkit dan melangkah pergi, semua pikiran tentang masalah-masalah yang menyulitkan itupun sudah ditinggalkannya! Ia akan mencari Pendekar Suling Naga dan tentang bagaimana nanti selanjutnya, terserah keadaan sajalah. Ia tidak mau berpusing-pusing tentang hal yang belum ter-jadi!
Keadaan batin seperti yang dimiliki Bi Lan ini membuat ia dapat menikmati hidup.
Kehidupan menjadi indah karena apa yang dilihatnya senantiasa baru. Kebanyakan dari kita tidak mau hidup seperti itu. Kita tergantung kepada hal-hal yang lalu, terikat kepada hal-hal yang akan datang seperti yang kita harap-harapkan. Kita terluka parah oleh masa lalu dan kita terbuai oleh masa depan yang kita namakan cita-cita. Karena terluka oleh masa lalu, selalu meng-ingat-ingat masa lalu, maka wajah kita menjadi selalu muram dan seolah-olah selalu diliputi awan gelap. Dan karena kita selalu mengejar-ngejar cita-cita atau yang kita namakan pula kemajuan, yang bukan lain hanyalah keinginan-keinginan yang diharapkan akan terjadi di masa depan, keinginan akan suatu keadaan yang lebih menyenangkan, maka kita
terombang-ambing antara masa lalu dan masa depan sehingga kita lupa bahwa HIDUP adalah Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
270 SEKARANG, saat ini! Hidup adalah saat demi saat ini. Yang lalu su-dah mati, tak perlu diingat lagi, walaupun dari pengalaman-pengalaman masa lalu dapat membuat kita lebih waspada dalam menghadapi segala peristiwa hi-dup. Masa depan adalah khayal. Lebih baik bekerja keras dari pada melamunkan masa depan yang baik. Suatu keadaan yang baik tidak hanya dapat terjadi karena direncanakan atau dilamunkan, melainkan BEKERJA, Dan BEKERJA adalah SEKARANG ini. Hidup adalah sekarang ini. Bahagia adalah sekarang ini!
Kalau pikiran kita berhenti berceloteh, berhenti mengoceh mengenai kenangan masa lalu dan harap-an masa depan, maka batin kita menjadi tenang dan mata kita menjadi waspada sekali terhadap SAAT INI, yaitu terhadap HIDUP ini. Kita dapat menik-mati hidup ini hanya setiap saat sekarang, bukan be-sok atau lusa. Mengapa pusing-pusing tentang besok atau lusa kalau nanti mungkin saja kita mati"
Ada orang tua yang menasihati anak-anaknya agar sekarang bersusah payah dahulu dan bersenang-senang kemudian" Apa maksudnya ini" Apakah anak kita harus sengsara dulu sekarang ini dan dengan ber-susah payah, bersengsara sekarang ini lalu kelak akan senang dan bahagia" Betapa malangnya anak yang disuruh begitu. Mungkin dia menurut, lalu bersusah payah setengah mati sampai dewasa, kemudian oleh suatu sebab dia mati. Dengan demikian berarti bah-wa sejak kanak-kanak sampai matinya, hidupnya ha-nya diisi oleh jerih payah dan susah payah, tak per-nah diberi kesempatan untuk bersenang atau bersu-ka! Orang tua yang bijaksana dan benar-benar mencinta anak-anaknya akan memberi kebebasan kepada mereka, membiarkan mereka tumbuh subur, hanya tinggal memupuk dan mungkin meluruskan kalau tumbuhnya bengkok, akan tetapi memberi kesempatan seluas-luasnya kepada mereka untuk berbahagia. SEKARANG! Bukan besok atau kelak kalau sudah tua. Bukan berarti lalu membiarkan mereka bebas semau gue, gila-gilaan, atau bukan berarti lalu acuh terhadap mereka. Sama sekali tidak. Cinta kasih me-nimbulkan perhatian yang serius, namun tidak meng-ikat, tidak membelenggu. Kebahagiaan tak mungkin didapat tanpa kebebasan!
Dalam keadaan gembira dan merasa bahagia kare-na tidak ada kotoran yang mengeruhkan batinnya, pikirannya kosong sehingga dapat menerima segala keindahan yang terbentang di depan matanya, segala suara yang tertangkap oleh telinganya dan segala ke-haruman tanah dan tumbuh-tumbuhan yang tercium oleh hidungnya, Bi Lan melanjutkan perjalanannya menuju ke Tai-hang-san, perjalanan yang jauh melalui pegunungan, hutan-hutan dan banyak kota dan dusun.
*** Dusun Hong-cun merupakan sebuah dusun yang makmur di luar kota Cin-an.
Kemakmurannya, berbe-da dengan dusun-dusun lain yang tanahnya gersang, adalah karena letaknya di lembah Huang-ho. Me-mang, setahun sekali hampir selalu daerah ini mengalami banjir dari luapan air Sungai Huang-ho. Akan tetapi pada musim-musim lainnya, tanah di situ amat suburnya dan menghasilkan panen yang cukup bagi penduduknya.
Ada sebuah rumah besar sederhana yang dikenal bukan hanya oleh seluruh penduduk dusun Hong-cun, bahkan dikenal oleh semua orang di kota Cin-an. Rumah ini adalah rumah keluarga Suma Ceng Liong! Para pembaca tentu belum lupa akan nama ini. Su-ma Ceng Liong. Baru melihat nama marganya saja, orang akan dapat menduga bahwa ini adalah keturun-an keluarga para pendekar Pulau Es.
Suma Ceng Liong adalah putera dari mendiang Suma Kian Bu. Dia cucu langsung dari Pendekar Su-per Sakti Suma Han dan Puteri Nirahai, jadi masih ada darah bangsawan dari Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
271 neneknya. Namun, seperti semua keturunan para pendekar Pulau Es, tidak ada seorangpun yang menonjolkan keturunan bangsawan ini dan Suma Ceng Liong juga hidup sebagai petani biasa saja di dusun Hong-cun. Sebagai cucu Pende-kar Super Sakti, Suma Ceng Liong mewarisi ilmu-il-mu kesaktian dari Pulau Es, bahkan ia pernah digem-bleng selama bertahun-tahun oleh seorang Raja Iblis, yaitu Hek-i Mo-ong. Oleh karena itu, dapat diba-yangkan betapa lihainya pendekar yang kini sudah berusia tigapuluh dua tahun itu.
Seperti kita ketahui, kurang lebih tigabelas tahun yang lalu Suma Ceng Liong menikah dengan seorang gadis pujaan hatinya yang bernama Kam Bi Enq. Is-terinya inipun, yang usianya sama dengan dia, bukan orang sembarangan. Ia puteri pendekar sakti Kam Hong yang terkenal pula dengan julukannya Suling Emas. Sebagai puteri pendekar sakti, tentu saja Kam Bi Eng ini juga merupakan seorang pendekar wanita gemblengan yang sukar dicari
tandingannya. Setelah setahun menikah, suami isteri ini mempunyai seorang anak perempuan yang mereka beri nama Lian, lengkapnya Suma Lian. Lian berarti bu-nga teratai dan nama ini diberikan karena ketika me-ngandung, ibunya bermimpi menerima setangkai bunga teratai dari seorang bidadari yang dapat terbang dan bersayap! Pada waktu itu, Suma Lian telah berusia duabelas tahun, seorang gadis cilik yang mungil, akan tetapi ia mewarisi watak ayah ibunya yang lin-cah, jenaka, nakal dan juga galak! Akan tetapi di ba-lik watak yang kadang-kadang suka mempermainkan dan menggoda lain orang itu terdapat suatu sifat keg-agahan yang diwarisi pula dari ayah ibunya. Biar pun baru berusia duabelas tahun, Suma Lian akan dapat mencak-mencak saking marahnya dan akan berubah menjadi harimau betina kalau ia melihat ketidakadilan terjadi. Dan ia mudah menaruh hati iba kepada sesama hidup yang menderita.
Ibunya pernah marah-marah karena ketika masih kecil, baru berusia delapan tahun, Suma Lian pernah mencuri gandum dan beras dari gudang dan membagi-bagikannya kep-ada orang-orang miskin. Padahal yang diambilnya itu adalah simpanan keluarga mereka sendiri. Untuk menolong orang-orang miskin, ia bahkan berani menc-uri gandum keluarga sendiri. Nakal memang, akan tetapi dasarnya adalah karena ia merasa iba melihat mereka yang menderita dan ia berani mengorbankan diri dimaki-maki ibunya demi kebahagiaan orang-orang lain.
Selain ayah, ibu dan anak ini, di dalam rumah gedung sederhana itu tinggal pula seorang nenek yang usianya sudah enampuluh enam tahun. Ia juga bukan nenek sembarangan, karena nenek itu adalah Teng Siang In, ibu dari Suma Ceng Liong! Setelah suaminya meninggal dunia dan menjadi janda, Teng Siang In mencurahkan kasih sayangnya kepada Suma Lian, kadang-kadang malah memanjakan cucu itu.
Dusun Hong-cun terletak di sebelah utara Sungai Huang-ho dan tidak begitu jauh lagi dari Peking atau kota raja yang terletak di sebelah utara kota Cin-an. Karena tanah di lembah itu menghasilkan sayur-ma-yur yang baik, juga rempah-rempah, dan ikan yang cukup banyak, maka tentu saja keadaannya menjadi makmur dan ramai. Boleh dibilang hampir semua orang dari selatan yang hendak pergi ke kota raja melalui Cin-an, akan lewat dulu di dusun Hong-cun ini.
Semenjak neneknya tinggal di rumah itu, Suma Lian memperoleh guru ke tiga! Nenek ini tidak mau kalah oleh putera dan mantunya dalam mendidik ga-dis cilik itu berlatih ilmu silat!
Bahkan ia sudah mulai mengajarkan dasar-dasar ilmu silatnya yang paling berbahaya bagi lawan, yaitu Soan-hong-twi (Ten-dangan Angin Puyuh). Akan tetapi Suma Ceng Liong yang maklum betapa ibunya amat sayang kepada Su-ma Lian, berpesan kepada ibunya agar nenek itu ja-ngan mengajarkan ilmunya yang lain, yaitu ilmu sihir!
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
272 "Terlalu berbahaya ilmu itu bagi perkembangan jiwanya, ibu. Kecuali kelak kalau ia sudah dewasa," demikian pesannya kepada ibunya.
"Ayaaaa.... kau ini anak-anak tahu apa, Ibumu tentu sudah tahu dan akan mengatur sebaik-baiknya," jawab nenek itu dan diam-diam Suma Ceng Liong mendongkol. Ibunya ini galak dan keras kepala, dan agaknya masih saja menganggap dia yang sudah berusia tigapuluh dua tahun itu sebagai kanak-kanak saja. Akan tetapi Ceng Liong seorang anak yang berbakti dan patuh, tidak membantah lagi.
Pada suatu hari, pagi-pagi sekali sudah terdengar bentakan-bentakan dan teriakan-teriakan suara nenek dan cucunya itu ketika mereka berlatih di kebun be-lakang. Memang nenek Teng Siang In ini lebih suka melatih cucunya di kebun belakang dari pada di ruangan latihan silat yang tertutup. Di kebun lebih se-hat dan baik, katanya, karena di tempat udara terbuka. Suma Lian yang berusia duabelas tahun itu dila-tih berloncatan dan berjungkir balik ke depan, ke belakang, ke kanan atau ke kiri, akan tetapi bukan hanya jungkir balik sembarangan saja, melainkan jungkir balik sambil menendang. Itulah gerakan-ge-rakan pertama untuk dapat menguasai ilmu tendang Soan-hong-twi yang amat sukar dilatih, akan tetapi sekali orang sudah menguasainya, maka tubuh-nya akan dapat mengirim tendangan dalam posisi
bagaimanapun juga. Kaki lebih panjang dari lengan, maka, jika ilmu tendangan dikuasai dengan baik, akan berbahayalah bagi lawan.
Bentakan-bentakan itu dikeluarkan oleh si nenek untuk memberi petunjuk dan teriakan-teriakan yang keluar dari mulut Suma Lian itu memang seharusnya demikian. Gerakan-gerakan itu menggunakan banyak tenaga dari otot-otot bagian perut sehingga perlu di-keluarkan teriakan-teriakan itu untuk mengatur khi (hawa dalam tubuh) yang selain menciptakan tenaga dalam, juga melindungi isi perut.
"Gerakan memantul ke belakang tadi keliru. kepalamu jangan diangkat, melainkan
didongakkan dan dilempar ke belakang sehingga memudahkan tubuh-mu berjungkir balik ke belakang karena gerakan itu menambah daya luncur dan menambah lengkungan tubuh!"
Nenek itu lalu memberi contoh beberapa kali dan ternyata tubuh nenek yang usianya sudah enampuluh enam tahun itu masih gesit dan lincah membuat gerakan sukar itu.
Pada saat itu, di tepi dusun Hong-cun nampak seorang kakek tinggi besar yang wajahnya menyeramkan karena wajah itu penuh dengan rambut, membuat muka kakek itu nampak seperti muka singa. Akan tetapi karena kepalanya gundul dan dia memakai jubah pendeta Lama, keseraman wajahnya itu tertutup, bahkan menimbulkan rasa hormat dalam hati orang-orang yang berjumpa dengannya. Ketika itu, kakek ini menyapa seorang pejalan kaki, seorang setengah tua dengan suara yang halus akan tetapi agak kaku, tanda bahwa dia datang dari daerah barat.
"Selamat pagi, saudara. Semoga Sang Buddha memberkahi anda. Maukah anda menolong saya dan memberi tahu di kuil atau rumah mana kiranya saya dapat beristirahat melemaskan tubuh dan mendapatkan sekedar semangkuk bubur dan seteguk air?"
Orang yang ditanya itu merasa senang sekali. Pagi-pagi sudah memperoleh doa restu seorang pende-ta, sungguh mujur dia! Maka dengan hormat dia memberi hormat dan menjawab, "Losuhu, di dusun ini tidak ada kuil besar, yang ada hanya sebuah kuil kecil untuk pendeta-pendeta wanita. Akan tetapi kalau lo-suhu mendatangi rumah keluarga pendekar Suma, tentu Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
273 lo-suhu akan disambut dengan baik. Keluarga Suma terkenal suka menolong orang, apa lagi seorang suci seperti lo-suhu."
"Omitohud....! Suma...." Mungkin-kah dia Suma Han" Si Pendekar Super Sakti dari Pulau Es?" gumamnya dan matanya yang lebar terbelalak.
Orang itu tersenyum. "Saya hanya tahu bahwa nama pendekar itu Suma Ceng Liong dan memang kabarnya dia itu keluarga pendekar Pulau Es."
"Omitohud, semoga Sang Buddha memberkahi anda untuk kedua kalinya! Terima kasih! Di ma-na rumah keluarga Suma itu?"
"Tak jauh dari sini. Harap lo-suhu jalan saja lurus kalau melihat sebuah rumah gedung kuno di tepi jalan sebelah kanan, bercat kuning, itulah ru-mah mereka. Tak salah lagi karena tidak ada lagi rumah sebesar itu di dusun ini."
Pendeta Lama itu lalu menjura dan pergi. Siapa-kah dia yang mengenal Suma Han, Pendekar Super Sakti Pulau Es" Sebetulnya mengenal sih tidak, akan tetapi sebagai seorang bertingkat tinggi di dunia persilatan, tentu saja dia pernah mendengar nama besar keluarsa Pulau Es.
Pendeta Lama ini bukan lain adalah Sai-cu Lama, pendeta pelarian dari Tibet yang kini menuju ke kota raja karena diam-diam dia sudah melakukan hubungan dengan pembesar tinggi Hou Seng di kota raja yang sedang merajalela di is-tana sebagai kekasih kaisar!
Hubungan ini melalui seorang kenalan lamanya yang bernama Kim Hwa Nio-nio yang
sekarang telah menjadi pembantu pembesar Hou Seng itu.
Mendengar bahwa di dusun kecil itu terdapat keluarga Pulau Es, tentu saja hatinya tertarik sekali. Dengan langkah lebar dia lalu mencari rumah gedung besar kuno itu dan dapat menemukannya dengan mudah. Niatnya hanya hendak berkenalan dan meli-hat sendiri keadaaan keluarga yang terkenal di dunia persilatan itu, bahkan kalau mungkin menguji kepandaian Suma Ceng Liong itu, di samping ingin membuktikan apakah benar mereka itu demikian budiman suka menolong orang.
Akan tetapi, ketika dia tiba di pekarangan depan, lapat-lapat telinganya mendengar bentakan-bentakan yang menunjukkan bahwa orang yang mengeluarkan bentakan itu memiliki khi-kang yang tinggi. Dia me-ngerahkan perhatiannya dan tahulah dia bahwa di kebun belakang rumah itu ada orang-orang yang se-dang berlatih silat karena dia mendengar juga teriak-an-teriakaan seorang anak perempuan yang nyaring sekali.
Niatnya untuk mengetuk pintu dibatalkan dan dengan berindap-indap dia lalu berjalan menuju ke kebun belakang lewat samping rumah. Kalaupun ada -orang di atas jalan depan rumah itu, tidak akan menaruh curiga sama sekali melihat seorang kakek ber-pakaian pendeta berkepala gundul berjalan di samping rumah itu menuju ke belakang. Rumah itu adalah rumah keluarga pendekar dan sudah sering menerima kunjungan orang-orang aneh. Bahkan nenek yang tinggal di situ, bagi orang umum juga sudah merupa-kan seorang yang berwatak aneh sekali.
Ketika Sai-cu Lama mengintai ke dalam kebun dan melihat Suma Lian, sepasang matanya mengelu-arkan sinar mencorong karena kagumnya. Anak perempuan itu hebat, pikirnya!
Tepat seperti yang selama ini dicarinya. Sahabatnya di kota raja, Kim -Hwa Nio-nio, berpesan kepadanya bahwa majikan mereka, yaitu calon perdana menteri Hou Seng yang menjadi Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
274 "kekasih" kaisar itu, suka sekali akan anak-anak perempuan yang mungil, yang berusia antara sepuluh sampai limabelas tahun. Dan anak perempuan ini sungguh memenuhi syarat. Usianya tentu baru duabelas atau tigabelas tahun, dan memiliki wajah yang cantik manis, tentu akan menyenangkan hati pembesar Hou Seng kalau dibawanya dan dipersembahkannya sebagai
"oleh-oleh" kedatangannya. Andaikata pembesar itu tidak mau, lebih kebetulan lagi. Anak perempuan itu tepat untuk dirinya sendiri bukan, sama sekali bukan untuk menjadi mangsa nafsu berahinya seperti yang akan dilakukan pembesar Hou Seng itu, melainkan untuk dijadikan muridnya. Sudah lama dia mendambakan seorang calon murid yang baik anak perempuan ini memiliki bakat yang luar biasa. Anak sekecil itu sudah pandai menirukan gaya si nenek dalam ilmu tendangan yang demikian sulitnya. Apa lagi kalau diingat bahwa anak ini ke-turunan keluarga Pulau Es. Sungguh cocok menjadi muridnya dan tidak akan memalukan.
Dia akan bangga kalau diketahui orang kelak bahwa muridnya ada-lah keturunan keluarga Pulau Es. Bukankah dahulu nama besar Hek-i Mo-ong juga terangkat naik karena dia mempunyai murid keturunan keluarga Pulau Es" Pernah dia melihat anak yang menjadi murid Hek-i Mo-ong itu. Kalau tidak salah, namanya pakai Liong begitu. Tiba-tiba dia terbelalak.
Suma Ceng Liong, demikianlah nama pemilik rumah ini. Apakah bukan Suma Ceng Liong ini yang dulu pernah menjadi murid Hek-i Mo-ong" Dia masih muda ketika itu dan dia
mendengar betapa nama besar Hek-i Mo-ong semakin menjulang tinggi.
Kalau benar demikian, tentu anak ini ada hubungannya dengan Suma Ceng Liong. Mungkin puterinya! Wah, betapa bangga hatinya kalau sampai puteri Suma Ceng Liong menjadi muridnya! Dan kalau pembesar Hou Seng mau, pembesar itupun tentu akan merasa bangga dapat memperoleh anak perempuan dari keluarga besar itu!
Pada saat itu, kembali nenek Teng Siang In mem-beri petunjuk. "Untuk melakukan
tendangan jurus ke tiga yang datangnya dari atas, engkau lebih dulu harus menendangkan kaki kiri ke arah muka lawan sambil mengayun tubuhmu. Kalau tendangan itu tertangkis, tenaga tangkisan dapat kausambut dan kaupinjam untuk melayangkan tendangan susulan dengan kaki kanan. Delapan bagian dari sepuluh tendangan ke dua itu pasti berhasil. Kalau dielakkan tendangan pertama, tubuhmu langsung mencelat ke atas terbawa tenaga tendangan dan ketika meluncur ke atas itulah engkau jungkir balik tiga kali agar cu-kup tinggi. Dari atas lalu engkau meluncur turun dengan kedua kaki bergantian menotok ke ubun-ubun dan ke tengkuk."
"Wah, gerakan itu amat sukar, nek!" Suma Lian yang sudah mulai lelah itu mengeluh.
Nenek itu bertolak pinggang dan memandang cucunya dengan marah. Ia menyayang dan memanja-kan Suma Lian, akan tetapi dalam hal melatih silat, ia memang keras sekali.
"Apa" Baru begitu saja engkau mengeluh, ingat, engkau ini Suma Lian, jangan merendahkan dan membikin malu nama keluarga Suma dengan ke-luhan! Keluarga kita tak pernah
mengeluh menghadapi kesukaran yang bagaimanapun juga! Tahu?"
Sudah menjadi watak Suma Lian, kalau dihadapi dengan kekerasan, iapun memperlihatkan sikap keras. Ia hanya memandang wajah neneknya dengan mata tajam menentang dan mulut cemberut!
Melihat sikap cucunya ini, hati nenek itu menjadiluluh. Ia sendiri dahulu terkenal sebagai seorang wanita yang keras hati dan keras kepala, juga kekerasan hatinya itu menurun kepada Suma Ceng Liong. Agak-nya kini diwarisi pula oleh cucunya ini. Nenek itu teringat bahwa Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
275 menghadapi Suma Lian dengan keke-rasan sama saja dengan mencari lawan! Ia lalu
terse-nyum dan merangkul cucunya.
"Cucuku yang manis, ilmu silat keluarga kita tidaklah mudah untuk melatihnya, harus tekun dan untuk itu kadang-kadang nenekmu ini harus meng-gunakan gemblengan keras kepadamu.
Mengertikah engkau?"
Suling Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suma Lian juga sudah luluh kekerasan hatinya melihat senyum neneknya. "Aku mengerti, nek. Akan tetapi aku tadipun tidak mengeluh, hanya me-ngatakan yang sebenarnya bahwa gerakan itu amat sukar. Cobalah beri contoh lagi kepadaku, nek."
"Baik, kaulihat baik-baik, cucuku!"
Dengan teriakan melengking nenek itu lalu menendangkan kaki kirinya ke depan, dan tubuhnya terus melayang ke udara karena tendangan itu tidak ada yang menyambut, seperti dielakkan lawan dan tubuh itu membuat jungkir balik ke atas sampai lima kali, hal yang sungguh sukar untuk dilakukan. Ke-mudian, bagaikan seekor burung garuda yang turun menyambar korbannya, tubuh itu meluncur ke bawah dan kedua kakinya bergerak melakukan tendangan-tendangan beruntun ke arah ubun-ubun dan tengkuk lawan yang tidak ada!
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 1 Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung Pengelana Rimba Persilatan 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama