Pendekar Bloon Karya S D Liong Bagian 26
dengan deras. "Awas, Blo'on, berloncatanlah untuk menghindar serangan
dibawah, nanti yang diatas serahkan kepadaku," kata kakek Lo
Kun. Blo'on menurut. Berulang kali babatan dan tebasan pedang
dari orang pendek yang dibawah, selalu luput karena Blo'on
dengan gerak yang tangkas dan lincah dapat menghindarinya.
Dia hanya menurutkan gerak serangan pedang lawan untuk
menghindar. Sama sekali tak menurut jurus ilmusilat. Tetapi
betapa gencar lawan menyerang, tetap dia dapat menghindar.
Walaupun memanggul kakek Lo Kun tetapi tak mengurangi
kegesitan Blo'on menghindar.
Beberapa tokoh persilatan yang menyaksikan hal itu diam2
kagum disamping geli. Tetapi sepasang orang pendek itu tak
henti-hentinya meraung dan mendesis karena marah dan
geram. Tiba2 kedua orang pendek itu merobah gaya serangannya.
Orang yang diatas bahu, sekonyong-konyong menjatuhkan diri
kebelakang. Dengan begitu tubuhnya berada dipunggung
saudaranya, dengan Kepala dibawah dan kaki tetap
menggelantung pada leher saudaranya. Kemudian mereka
mulai bergerak, berputar putar maju, makin lama makin cepat
sehingga menyerupai sepasang baling2.
'"Mundur !" teriak kakek Lo Kun memberi perintah kepada
Blo'on, "mereka menggunakan siasat baru, kita juga."
Habis berkata kakek itupun terus jatuhkan diri kebelakang
punggung Blo'on, kedua kakinya masih tetap menjepit leher
Blo'on, sedang kepalanya menjulai kebawah tepat dibelakang
pantat Blo'on. Blo'on rupanya mengerti akan maksud kakek itu. Diapun
terus berputar-putar deras, menirukan gerakan lawan.
"Suko, jangan!" teriak Sian Li yang melihat gerak-gerik
Blo'on menirukan lawan. la pikir, tindakan sukonya itu
berbahaya karena sukonya tak bersenjata sedang lawan
menggunakan sepasang pedang gergaji.
Tetapi terlambat. Sepasang orang yang saling bertumpuk
itu sudah maju merapat. Dan rupanya Blo'on juga tak
mendengarkan teriakan Sian Li.
Hoa Sin, Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin dan Pek I lojin
terkejut juga. Jelas Blo'on tentu menderita. Namun mereka tak
dapat berbuat apa2 kecuali cemas.
Tetapi suatu peristiwa aneh telah timbul sehingga membuat
para tokoh persilatan itu tercengang. Entah bagaimana ketika
kedua tubuh bertumpuk itu saling merapat, tiba2 gerakan
tubuh sepasang orang pendek agak lambat, sedang gerakan
Blo'on yang bertumpuk dengan kakek Lo Kun tetap gencar.
Sepasang pedang gergaji itupun bahkan tersiak ketika ular
thiat bi coa menyambar-nyambar.
Walaupun tak dapat bicara tetapi kedua pengawal bertubuh
pendek itu merasa aneh. Ketika Blo'on berputar-putar makin
lama makin dekat, mereka seperti dilanda oleh angin yang
kuat sekali. Mereka tak tahu angin apakah itu tetapi yang jelas
angin itu mengandung tenaga tamparan yang hebat sehingga
mereka harus kerahkan tenaga-dalam untuk menjaga
keseimbangan diri agar jangan sampai terpental mundur.
Ternyata angin itu adalah berasal dari tenaga-dalam Ji- ihsin
kang yang memancar dari gerakan Blo'on. Blo'on sendiri
tak menyadari bahwa karena harus mengeluarkan tenaga
untuk memanggul kakek Lo Kun seraya berputar-putar seperti
gangsingan, tenaga-dalam Ji -ih-sin-kangnyapun berhamburan
keluar. Itulah sebabnya mengapa pedang kedua pengawal itu
seolah lamban gerakannya.
Terkejut kedua pengawal itu ketika menghadapi kejadian
aneh itu. Tiba2 pengawal yang menggelantung dibelakang
punggung saudaranya itu menggeliat keatas lagi dan kembali
duduk pada bahunya. Melihat itu kakek Lo Kun pun cepat menggeliat keatas juga.
Memang tak enak terus menerus kepala menjungkir kebawah
itu. Karena buru2 hendak melonggarkan kepalanya yang
sudah pusing maka kakek Lo Kun pun bergerak dengan cepat
dan keras keatas. Dalam mengayun tubuh menggeliat keatas
itu, tanpa disadari kedua kakinyapun menjepit leher Blo'on
kencang2. "Heh .... heh....." karena lehernya dijepit keras oleh kedua
kaki Lo Kun. Blo'on hampir tak dapat bernapas. Seketika ia
hendak melepaskan jepitan itu. Terdorong oleh keinginan,
maka memancarlah tenaga dalam Ji ih-sin kang sehingga
kakek Lo Kun terlempar ke depan. Tetapi karena kakinya
masih menjepit leher Blo'on, pemuda itupun ikut terseret jatuh
ke muka. Dan tepat sekali keduanya jatuh merubuhi lawanya
yang saat itu tepat sedang membentuk diri dengan bersusun.
Duk ... duk..... Memang aneh2 saja tingkah laku kedua manusia itu, Blo'on
dan kakek Lo Kun. Seperti misalnya dulu ketika mereka
berhadapan dengan barisan Lo han kun dari kaum paderi SiauIim si. Barisan Lo-han kun yang termasyhur itupun bobol juga
karena "gas beracun' dari pantat kakek Lo Kun yang terberakberak,
Dan sekarang terjadi pula keanehan yang lucu. Blo'on dan
kakek Lo Kun terhuyung menjorok ke muka dan membentur
kedua orang pendek itu. Duk, duk, dada kedua pengawal
pendek itu masing2 terbentur kepala Blo"on dan kakek Lo Kun.
Serentak sepasang saudara kembar yang saling terpanggul itu
segera berantakan jatuh ke lantai. Dada mereka remuk.
Juga Blo"on dan kakek Lo Kun ikut jatuh bergelendungan
tetapi mereka tak kurang suatu.
Terdengar gelak tertawa yang nyaring dari para tokoh
persilatan. Benar2 baru pertama kali itu mereka menyaksikan
pertempuran yang aneh dan lucu seperti itu.
Baru Blo'on dan Lo Kun tengel2 bangun, sepuluh pengawal
Baju Merah segera maju. Mereka segera mengurung kedua
orang dan menggerung-gerung seperti harimau.
"Cap hou tin !" seru Pek I lojin.
"Sepuluh barisan macan ?" tanya Sian Li.
PeK I lojin mengangguk. "Siapakah mereka?" San Li menegas.
"Mereka adalah sepuluh saudara Kwan dari gunung Tay pa
san yang pernah menggegerkan dunia persilatan beberapa
tahun yang lalu. Mereka pernah menantang barisan Lo hankun
dari Siau lim-si." "Oh," seru Sian Li, "bukankah barisan Lo-han- kun itu
sangat termasyhur kelihayannya ?"
"Ya," sahut Pek I lojin, "tetapi ternyata kesepuluh harimau
itu dapat mengimbangi juga. Walau pun tak menang tetapi
merekapun tak sampai menderita kekalahan yang
memalukan." "Siapa nama mereka, lo-cianpwe ?" tanya pu la Sian Li yang
rupanya memang senang mengetahui segala apa.
"Mereka orang she Kwan dan memakai nama Hou,
diurutkan menurut dari yang kesatu. Yang pertama Kwan It
Hou, lalu Kwan Ji Hou, Kwan Sam Hou, Kwan Si Ngo Hou,
Kwan Liok Hou, Kwan Jit Hou. Kwan Pik Hou, Kwan Kiu Hou
dan Kwan Sip Hou," kata Pek I lojin.
Sian Li tak dapat melanjutkan pertanyaannya karena saat
itu Blo'on dan kakek Lo Kun sudah mulai diserang oleh
kesepuluh macan dari gunung Tay-pa-san itu. Mereka masing2
menggunakan toya atau pentung besi. Mereka mengepung
kedua orang itu ditengah lalu serempak menyerang.
Blo'on terkejut. Dia hanya bertangan kosong. Karena
gugup, ia menginjak tanah hendak loncat menghindar dan
ternyata tubuhnya melambung sampai dua tombak tingginya.
Kakek Lo Kunpun dapat menangkis serangan tongkat
dengan ular thiat-pi-coanya. Kesepuluh pengawal Baju Merah
itupun serempak mundur lalu menyerang lagi. Gerakan
mereka selalu dilakukan dengan serempak. Cepat dahsyatnya
bukan kepalang. Dua kali serangan mereka tetap dapat dihindari Blo'on dan
kakek Lo Kun dengan cara yang sama.
Tiba2 mereka merubah jurus dan serangannya. Yang lima
menyerang maju, ketika Blo'on loncat ke udara dan kakek Lo
Kun menangkis denga ular thiat-bi-coa, yang lima pun
serempak maju menyerang. Saat itu Blo'on hendak meluncur turun tetapi ketika
melihatnya sudah disambut dengan tongkat lagi, diapun
bergeliatan meronta naik ke udars lagi. Sedang kekek Lo Kun
berputar tubuh menyabatkan ular thiat-bi-coanya. Terpaksa
kedua pengawal Baju Merah yang menyerangnya itu harus
menyurut mundur sambil menggeram.
Setelah dua kali serangannya gagal, kesepuluh pengawal
Baju Merah itu merobah lagi gaya serangannya. Kini yang tiga
maju, kemudian disusul tiga dan terakhir empat orang maju
pula. Tiga lapis serangan itu memang membingungkan kakek
Lo Kun. Dua gelombang serangan ia masih dapat menangkis,
tetapi gelombang yang ketiga, ia terlambat. Untunglah ia
masih mampu berkelit sehingga hanya bajunya yang
tersambar tongkat sehingga robek.
Marah kakek Lo Kun bukan kepalang; "Bangsat, engkau
hendak menelanjangi aku?" teriaknya lalu mengamuk. Ular
Thiat-bi-coa diayun-ayunkan secepat angin sehingga untuk
beberapa saat barisan kesepuluh macam dari gunung Tay-pasan
itu terdesak mundur. Dalam pada itu Blo'onpun sempat meluncur turun. Melihat
kesepuluh pengawal Baju Merah itu menyerang kakek Lo Kun,
Blo'on berteriak-teriak: "Hai, jangan mengganggu orang tua,
hayo lawanlah aku!" serunya.
Betapapun sakitnya, namun karena dikeroyok oleh sepuluh
jago2 kuat yang memiliki barisan sakti, akhirnya kakek Lo Kun
terkena juga kakinya. Ia jatuh di lantai tetapi tetap melawan
dengan ular thiat-bi-coanya.
Melihat kakek Lo Kun terluka dan kesepuluh pengawal Baju
Merah itu tak menggubrisnya, marah sekali Blo'on. Sekali
loncat ia terus menerkam tengkuk salah seorang pengawal,
diangkatnya ke atas kepala lalu diputarnya untuk menyerang..
Gegerlah kesembilan pengawal Baju Merah itu. Mereka
terkejut ketika menyaksikan Blo'on mampu membekuk salah
seorang saudara mereka, justeru yang dibekuk itu adalah
Kwan It Hou atau yang tertua dari kesepuluh saudara Kwan
itu. Lebih terkejut ketika mereka melihat Blo"on membolangbalingkan
tubuh Kwan It Hou sebagai senjata. Apabila mereka
menangkis atau menyerang dengan tongkat, jelas Kwan It
Hou tentu akan mampus. Sebagai tanda untuk menumpahkan kemarahannya, salah
seorang pengawal Baju Merah itu tiba2 memukul kepala kakek
Lo Kun dari belakang Lo Kun menjerit dan rubuh.
Melihat itu kemarahan Blo'on makin berkobar. Kwan It Hou
serentak dilontarkan kearah mereka dan dengan gerak yang
luar biasa cepatnya, ia menyambar seorang pengawal lagi
terus dilontarkan kepada kawan kawannya. Demikian cara
Blo'on mengamuk. Setiap orang yang terkena lemparan tubuh
kawannya tentu akan rubuh.
Terkejut sekalian tokoh2 persilatan menyaksikan Bio'on
mengamuk. Walaupun bukan menurut jurus ilmu-silat tetapi
cara Blo'on menerkam dan melontarkan tubuh lawan itu,
cepatnya bukan alang kepalang. Diam2 tokoh2 itu kagum dan
merasa bahwa dirinya tak mungkin mampu melakukan seperti
perbuatan Blo'on itu. Dalam waktu yang singkat, Blo'on telah mengamuk habis
kesepuluh pengawal Baju Merah itu. Keadaan mereka sungguh
mengenaskan sekali. Ada yang kepalanya pecah, dadanya
rompal, leher putus, tangan hilang, muka hancur dan lain2.
Tak seorangpun yang hidup.
"Kakek, bagaimana engkau," buru2 Blo'on menghampiri
kakek itu dan mengangkat tubuhnya.
Tiba2 kakek itu membuka mata : "Aku tak mati, hanya
merasa pusing ketika kepalanya dihantam tongkat."
Sian Lipun menghampiri: "Kakek Lo Kun, makanlah buah
som ini," katanya seraya memberinya dua butir Cian-tan hayte
som. "Aku tadi sudah makan, kalau terus menerus makan, bukan
saja badanku panas, pun persediaanmu buah som itu tentu
habis. Gunakanlah untuk menolong lain orang," kata kakek Lo
Kun. "Tetapi kakimu?" tanya Sian Li.
"Ah, tak apa2, hanya terkilir, setelah kuurut-urut, nanti
tentu sembuh," kata Lo Kun seraya berusaha bangkit lalu
berjalan. Ternyata jalannya pincang.
"Hoa pangcu, suthay, Hong Hong totiang, tiba2 Blo'on
berseru, "dengan bertempur cara ini, kita hanya
menghabiskan waktu saja. Hari sudah makin gelap. Lebih baik
kita bekuk saja sisa dari kawanan pengawal itu. Setelah itu
baru menangkap ketuanya."
Setelah kesepuluh pengawal Baju Merah itu hancur, telah
duapuluh satu pengawal yang kalah, sisanya hanya tinggal
sembilan belas orang. Bloon, Ceng Sian, Hoa Sin, Hong Hong,
Sian Li dan Hong Ing hanya berjumlah enam. Kakek Lo Kun
masih terluka sedang Pek I lojin tak bisa ilmu silat.
Diam2 Sian Li memperhitungkan kekuatan fihaknya dengan
kekuatan lawan. Ia segera berpaling kearah Pek I lojin.
"Lo-cianpwe, dapatkah lo-cianpwe membantu kami untuk
ikut menyerbu mereka ?" tanyanya.
"Tetapi aku tak dapat bersilat, nona," kata Pek I lojin.
Sian Li kerutkan dahi. Rupanya Hoa Sin tahu apa yang
diresahkan nona itu. Tentulah nona itu mencemaskan
kekuatan musuh. Kalau menyerbu saat itu, berarti seorang
harus menghadapi tiga pengawal Baju Merah. Kalau menilik
mereka itu rata2 berilmu tinggi, sukarlah untuk mengalahkan
mereka. "Sebaiknya, jangan terburu nafsu dulu," kata Pek I lojin,
"lebih baik tunggu setelah mereka berkurang jumlahnya baru
kita serang dengan serempak. Mungkin pada saat itu lojin
yang bernama Lo Kun itu tentu sudah sembuh lukanya dan
dapat membantu." "Ya, benar suko, kata Sian Li," tunggulah beberapa saat lagi
setelah mereka tinggal sedikit jumlahnya, baru kita serbu."
Tiba2 seorang pengawal Baju Merah maju lagi dengan
membawa senjata sebuah pikulan besi. Begitu berhadapan
dengan Blo'on dia terus menyerang, bluk .....
Tahu2 Blo'on disengkelit jatuh. Cepat ia berdiri tetapi sekali
menggerakkan pikulannya, kembali Blo'on jatuh mencium
lantai.
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Blo'on terlongong-longong. Ia bangun lagi tetapi segera
disambut dengan pikulan dan bluk ... ia terpelanting jatuh.
Melihat itu Hong Ing maju hendak menolong Segera ia
mencabut pedang dan menyerang pengawal Baju Merah itu.
Tetapi sekali gerakkan pikulan besinya. Hong Ingpun
terpelanting jatuh juga. "Lo cianpwe, siapakah tokoh yang aneh itu", tanya Siau Li.
"Kalau tak salah, pernah kudengar tertang seorang tokoh
aneh yang digelari orang sebagai Lu san-jau-bu atau
Penebang-kayu dari gunung Lusan. Dia bukan tergolong tokoh
jahat, bukan juga tokoh baik. Pokok, dia tak mau menyalahi
orang. Tak mau menghina juga tak mau dihina. Senjatanya
sebuah pikulan besi, memiliki ilmu pikulan yang aneh sekali.
Setiap kali bergerak orang tentu tersengkelit jatuh," jawab Pek
I lojin. "Aku mau mencobanya," kata Sian Li terus maju
menghampiri pengawal Baju Merah itu dan menyerangnya,
uh..... tahu2 tubuhnya terangkat dan terbanting ke lantai.
Dengan penasaran, ia bangun lagi. Pada saat itu Hong Ing
pun bangun. Keduanya serempak menyerang, bluk, bluk ....
kembali keduanya harus menahan kesakitan karena pantatnya
beradu dengan lantai. Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin dan Hoa Sin terkejut
menyaksikan ilmu permainan aneh dari pengawal Baju Merah
itu. Namun mereka mendapat kesan bahwa setiap kali sudah
berhasil menyengkelit orang, pengawal itu tak mau
menyerang lagi. Ketiga ketua partai persilatan itu segan untuk maju. Apabila
sampai disengkelit jatuh, walaupun tak terluka, tetapi cukup
memalukan. Maka mereka pun tak mau tergesa-gesa. Setelah
mencari akal, akhirnya Hoa Sin menghampiri Blo'on.
"Kongcu," serunya seraya mengangsurkan tongkat
Penggebuk- anjing, "pakailah tongkatku ini untuk melayani
orang itu." "Tidak, pangcu," Blo'on gelengkan kepala.
"Mengapa ?" "Aku jeri kepadanya. Karena setiap kali menggerakkan
pikulannya, aku tentu terpelanting. Kalau terus menerus
dibanting kelantai, pantatku bisa remuk," kata Blo'on.
Tiba2 kakek Lo Kun bangkit dan terus maju kemuka
pengawal itu. Blo'on terkejut, teriaknya : "Kakek, jangan,
engkau masih belum sembuh."
"Siapa bilang?" sahut Lo Kun.
"Engkau tentu terbanting oleh orang itu !"
"Lihat saja sendiri !" jawab kakek itu. Dia memang tak puas
melihat Blo'on dan kedua nona itu disengkelit jatuh beberapa
kali. Ia terus memukul tetapi sekali gerakkan pikulannya,
pengawal itu dapat menyengkelit jatuh kakek Lo Kun.
Aduh! " teriak kakek Lo Kun lalu bangkit lagi, "engkau
berani menyengkelit aku?"
Bluk ..... baru kakek itu berdiri, pikulan pengawal Baja
Merah sudah bergerak menyengkelitnya lagi.
"Hai, ini bagaimana" Ilmu apakah yang engkau miliki itu?"
teriak kakek Lo Kun seraya bangun. Tetapi sebagai jawaban,
pikulan bergerak dan kakek itupun kembali terbanting ke
lantai. "Bangsat, kalau engkau terus menerus membanting aku ke
lantai, kakiku tentu kumat lagi." walaupun berseru begitu
tetapi kakek Lo Kun tak berani berdiri lagi, takut kalau
disengkelit. Memang aneh sekali gerakan dari pengawal Baju Merah itu.
Ceng Sian, Hong Houg dan Hoa Sin juga terlongong-longong
heran. "Bagaimana kalau aku tetap disengkelitnya?" tanya Blo'on
yang masih bersangsi menerima tongkat ketua Kay-pang itu.
"Coba saja," kata Hoa Sin, "tetapi kupercaya hanya kongcu
yaug mampu menandingi orang itu."
Blo'on masih jera tetapi setelah mendapat peringatan dan
Hoa Sin bahwa kalau dia tak mau maju maka Thian-tong kau
tak dapat dihancurkan, terpaksa pemuda itu maju juga.
Tiba2 pengawal Baju Merah itu maju, gerakkan pikulan dan
bluk, kembali Blo'on terkapar di lantai. Cepat ia loncat bangun
tetapi belum sempat berdiri tegak, bluk, kembali ia sudah
terbanting lagi di lantai.
Tiga kali berturut-turut dibanting ke lantai, marahlah Blo'on.
Serentak ia loncat bangun. Ketika pengawal Baju Merah itu
menyerempaki dengan pikulannya, ternyata Blo'on sudah
mengapung diudara, meluncur turun dan mengemplang
kepala pengawal itu. Pengawal itu terpaksa menyurut mundur
beberapa langkah. Dalam kesempatan itu Blo'onpun sudah
dapat berdiri tegak, siap menunggu serangan.
Kali ini Blo'on marah dan penasaran. Darahnya panas dan
mulailah tenaga-sakti Ji-ih-sin-kang bergerak menurut
kehendaknya. Dan sekali tenaga-sakti Ji-ih-sin kang bergerak
maka ilmu Latah yang telah menyusup kedalam tubuhnya
itupun mulai mengembang. Begitu melihat pengawal itu menggerakkan pikulannya,
Blo'onpun segera menirukan juga. Lawan mengungkit, diapun
mengungkit dan akibatnya, bluk, bluk, keduanya saling
terbanting ke lantai. Mereka bangun lagi dan sama2 gerakkan senjatanya.
Pengawal Baju Merah dengan pikulannya dan Blo'on dengan
tongkat Penggebuk-anjing.
Bluk, bluk, keduanya jatuh lagi. Jatuh pengawal Baju Merah
dengan jatuh Blo'on berbeda. Kalau Blo'on hanya merasa sakit
pantatnya dan meringis tetapi pengawal itu jatuh dan
mengerang-erang karena tulang2 pantatnya serasa remuk.
Karena dia telah dibanting dengan tenaga-sakti Ji-ih-sin-kang.
Setelah tiga kali berturut-turun sama2 jatuh maka pengawal
Baju Merah itu tak dapat bangun. Tulang pantatnya memang
patah. Melihat itu kakek Lo Kun terus menghampiri dan menampar
kepalanya : "Nih. upahmu ....."
"Jangan kakek." teriak Blo'on tetapi sudah terlambar.
Tamparan kakek Lo Kun sudah mendarat di kepala pengawal
itu sehingga pingsan seketika.
"Mengapa engkau melarang ?" seru kakek Lo Kun.
"Dia tidak jahat hanya mehyengkelit kita tetapi tak mau
melukai. Mengapa kakek hendak membunuhnya ?"
"Siapa yang membunuh?" balas kakek Lo Kun," hanya
kutempeleng kepalanya. Dia tidak mati."
"Aku senang dengan ilmunya yang aneh itu. Cukup
menyengkelit jatuh lawan tetapi tak sampai melukai," kata
Blo'on. "Coba sekarang sengkelitlah aku," kakek Lo Kun hendak
menguji. "Aku " Tidak bisa!"
"Gila engkau!" seru kakek itu, "bukankah tadi engkau juga
dapat menyengkelitnya jatuh" Mengapa sekarang tidak bisa?"
"Aku hanya menirukan gerakannya saja," sahut Blo'on,
"kalau suruh main sendiri, mana bisa" "
"Ah, jangan pura2," kakek Lo Kun masih tetap mendesak.
"Kakek Lo Kun, " akhirnya Sian Li melerai, "memang sukoku
ini mengandung suatu keanehan. Kalau menghadapi
musuh, dia dapat menirukan segala macam jurus serangan
lawan. Tetapi kalau dia suruh melakukan, tak dapat. Dia hanya
dapat menirukan saja."
Lo Kun geleng2 kepala. Diam2 Ceng Sian suthay, Hong
Hong tojin, Hoa Sin dan Pek I lojin juga merasa aneh dalam
hati. Dalam pada itu maju lagi seorang pengawal Baju Merah.
Kali ini bertubuh kurus dan mencekal sepasang tek-bi atau
trisula pandak. Begitu tiba terus menyerang kakek Lo Kun.
Sudah tentu kakek itu marah dan balas menyerang.
Cukup seru dan ramai pertempuran itu. Lo Kun terpaksa
menggunakan ular thiat-hi coa untuk melayani tetapi
pengawal itu dengan sepasang tek-bi dapat menghalau setiap
serangan Thiat-bi-coa. Bahkan tampaknya ular itu jeri
terhadap senjata tek bi tersebut.
Tiba2 ular itu terkait ujung tek-bi dan Lo Kun berusaha
untuk menariknya. Belum berhasil ia menarik ularnya, tek-bi di
tangan kiri lawan sudah menyambar lambung Lo Kun.
Tiba2 pengawal Baju Merah bersenjata pikulan yang
pingsan tadi loncat bangun, gerakkan pikulannya dan bluk ....
tahu2 pengawal yang bersenjata tek-bi itu terpelanting jatuh.
Untung sebelum kakek Lo Kun menerkamnya, dia sudah dapat
berdiri bangun. Tetapi baru saja kakinya tegak di lantai,
kembali pikulan kawannya berayun dan bluk .... Kembali
pengawal bersenjata tek-bi itu terpelanting jatuh.
Kali ini kakek Lo Kun terus menubruknya tetapi orang itu
dengan sekuat tenaga melenting bangun sehingga kakek Lo
Kun ikut terseret keatas, bluk .... tiba2 pikulan bergerak dan
kedua orang itu, pengawal beserta kakek Lo Kun, terpelanting
lagi kelantai. "Gila. mengapa engkau juga menyengkelit aku?" teriak Lo
Kun sambil menuding pengawal yang menggunakan pikulan.
Tiba2 ia menjerit kaget karena tubuhnya didekap oleh
pengawal bersenjata tek-bi dan terus diangkat berdiri.
Tetapi pikulan kembali berayun dan bluk.... kedua orang itu
terbanting ke lantai pula.
"Engkau benar2 edan!" teriak Lo Kun seraya deliki mata
kepada pengawal bersenjata pikulan, "eh, ya, engkau ini juga
pengawal Baju Merah dan dia juga Baju Merah. Tentu engkau
membantu kawanmu itu, tetapi eh, mengapa engkau juga
menyengkelitnya ?" Ia terus bangun tetapi pengawal bersenjata pikulan itu tak
mau menyengkelitnya. Sedang pengawal bersenjata tek-bi itu
tetap terkapar telentang di lantai.
"Hai. hayo bangun engkau !" teriak Lo Kun. Tetapi orang itu
sudah tak dapat bangun lagi. Kiranya waktu disengkelit jatuh
yang terakhir tadi, orang itu jatuh lebih dulu baru kemudian
kakek Lo Kun. Kepala kakek itu tepat membentur dada
pengawal itu. Kepala kakek Lo Kun memang luar biasa
kerasnya. Tertimpa kepala kakek itu dada pengawal Baju
Merah seperti ditimpa palu besi. Seketika dia tak dapat
berkutik lagi. "Eh, mengapa engkau tak menyengkelit aku?" tiba2 Lo Kun
menegur pengawal bersenjata pikulan itu.
Orang itu gelengkan kepala .
"Hai, engkau dapat menerima kata-kataku " Aneh, tadi
engkau seperti orang tuli dan bisu, mengapa sekarang engkau
dapat mendengar pertanyaanku ?" seru Lo Kun tak habis
herannya. Orang itu gelengkan kepala tanda tak tahu apa sebabnya.
"Apa engkau tak dapat bicara"* tegur Lo Kun.
Orang itu gelengkan kepala.
"Apa engkau gagu ?"
Orang itu kembali gelengkan kepala.
Lo Kun tercengang. Ditanya, mengatakan tidak gagu tetapi
disuruh bicara tak bisa. Lalu bagaimana dia itu"
Rupanya Hoa Sin tahu juga akan peristiwa aneh itu. la
menghampiri pengawal Baju Merah itu dan menegur:
"Saudara, adakah sesuatu kesulitan pada diri saudara?"
Pengawal Baju Merah itu mengangguk seraya menunjukkan
kerongkongannya. Hoa Sin segera memeriksa dan dapatkan
bahwa jalandarah pada kerongkongan orang itu memang telah
dirusak sehingga dia tak dapat bicara.
"Hoa pangcu, kita harus melindunginya," seru Ceng Sian
suthay, "kelak kita usahakan supaya dia sembuh."
Baru rahib ketua dari Kuo-lun pay berkata, seorang
pengawal Baju Merah terus maju dan taburkan sebuah benda
warna hitam, sebesar buah kelengkeng kearah pengawal Baju
Merah yang bersenjata pikulan itu.
Bum.... Hoa Sin Cepat menghantam dengan tongkatnya dan benda
hitam itupun meletus mengeluarkan gulungan asap hitam.
"Awas, asap beracun !" seru Pek I lojin seraya mendekap
hidungnya. Perbuatan itu segera ditiru oleh tokoh2 yang
berada disitu. Tetapi pengawal Baju Merah itu taburkan pula sebuah
benda hitam. Kembali Hoa Sin menamparnya dan benda
itupun pecah menghamburkan gulungan asap hitam.
Ceng Siau suthay marah. Jika keadaan itu terus
berlangsung begitu, tentu membahayakan keselamatan
mereka. Cepat suthay itu loncat kemuka dan menyerang
pengawal itu. Dengan serangan itu tak sempat lagi pengawal
Baju Merah itu untuk menaburkan senjatanya yang beracun.
Ceng Sian marah terhadap manusia yang begitu liar.
Walaupun ia tahu bahwa pengawal2 Thian-tong-kau itu sudah
kehilangan kesadaran pikirannya, tetapi cara yang dilakukan
oleh pengawal yang seorang itu, tak dapat diterimanya.
Pengawal itupun segera mengeluarkan senjatanya yang
aneh, semacam ruyung yang mempunyai ruas sebanyak
duabelas. Ceng Sian suthay tak tahu apa yang terkandung
dalam senjata ruyung duabelas ruas itu. Diserangnya
pengawal itu dengan seru.
Rupanya mengawal itu kewalahan juga menghadapi ketua
Kun lun pay yang menggunakan senjata hud tim. Tiba2 ia
merobah serangannya, sengaja ia memperlambat sabatan
ruyungnya agar di tangkis oleh lawan.
Tar .... ruas yang paling ujung dari ruyung itu karena
tersabet hud tim telah pecah dan menghamburkan asap
hitam. Untung Ceng Sian sudah bersiap, la loncat kesamping
sembari menutup pernapasan lalu menyerang lagi.
Pengawal Baju Merah itu menggerung. Rupanya dia geram
sekali melihat lawan masih belum rubuh. Mengisar ke samping
ia sabatkan lagi ruyungnya, tar ..... ujung kedua dari ruyun itu
hancur ketika tersampar hud-tim dari Ceng Sian suthay.
Tring, tring, tring.... dari ruas yang kedua itu segera
memuntahkan beratus paku2 kecil. Untung Ceng Sian sudah
waspada dan dapat menyapu dengan hud-tim.
Pengawal Baju Merah itu memang sengaja hendak adu
senjata. Sebenarnya Ceng Sian sudah curiga tetapi diam2 ia
marah sekali kepada pengawal yang memiliki senjata begitu
ganas. Dia tetap hendak mengetahui apa isi daripada kedua
belas ruyung lawan. Tar .... Kembali terjadi benturan antara hud tim dengan ruas
ruyung yang ketiga. Beratus jarum yang halus segera
menabur muka Ceng Sian. Ceng Sian loncat mundur seraya
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memutar hud-tim untuk melindungi diri. Memang dalam hal
senjata rahib dari Kun-lun-pay itu memiliki kepandaian yang
istimewa. Cepat ia maju menyerang lagi. Dan trang ..... ruas keempat
dan ruyung lawan ditamparnya. Yang muncrat dari ruas itu
kali ini adalah semacam bubuk halus tetapi yang mengandung
racun ganas untuk menghilangkan kesadaran pikiran orang.
Cara Ceng Sian untuk melindungi diri yalah loncat mundur
sembari memutar hud-tim. Setelah bubuk beracun itu lenyap
barulah ia loncat maju menyerang lagi.
Ruas kelima berisi tumpahan air hitam yang sangat ganas
sekali. Apabila menciprat mengenai kulit, kulit tentu akan
melonyoh dan dagingnya rusak.
Cret, hanya sepercik kecil jari tangan kiri rahib dari Kun-lunpay
itu terciprat, seketika ia rasakan kulitnya panas sekali
seperti dibakar api. Rasa panas itu makin lama makin hebat
dan ketika sempat memeriksa ternyata jari tengah tangan
kirinya telah melonyoh. Buru2 ia kerahkan tenaga-dalam untuk menahan jangan
sampai racun menjalar lebih luas. Dan karena ia sudah makan
buah som Cian-han-hay-te-som, luka itupun tak sampai
menghebat. Namun ketua Kun-lun-pay itu marah sekali kepada manusia
yang memiliki senjata seganas itu.
Diam2 ia siapkan segenggam jarum ditangan kiri lalu maju
menyerang lagi. Kali ini dia tak mau mengadu senjata. Begitu
pengawal Baju Merah itu ayunkan ruyungnya, dengan sebuah
gerak tipuan, Ceng Sian berhasil menghindar dan maju
merapat ke muka lawan. Tiba2 ia taburkan jarum dalam
tangan kiri. Rupanya pengawal Baju Merah terkejut, cepat ia
tundukkan kepala kebawah, seraya mengendap, hendak
menggerakkan ruyung menusuk perut lawan. Tetapi saat itu
Ceng Sian sudah siap. Dengan jurus Hoan-thian-to-hay atau
Membalik-langit-menjungkir-Iaut, hud timnya segera
ditamparkan kemuka lawan. Hud-tim yang terbuat daripada
bulu kuda lemas, saat itu telah disaluri dengan tenaga-dalam
yang tinggi dari Ceng Sian sehingga bulu2 itu meregang tegak
seperti sikat baja yang runcing. Bukan melainkan itu saja, pun
karena gemas, Ceng Sian telah mengerahkan seluruh tenagadalam
sehingga berpuluh lembar bulu hud-tim itu muncrat
menyerang muka pengawal Baju Merah.
Terdengar suara raung dahsyat mirip singa kelaparan ketika
tubuh pengawal Baju Merah itu terpelanting jatuh
kebelakang!. Seluruh mukanya berdarah, kedua biji mata
pecah sehingga menimbulkan suatu pemandangan yang
mengerikan sekali. Tetapi Ceng Sian sendiripun sehabis menyelesaikan lawan,
terhuyung-huyung ke belakang lalu jatuh terduduk. Karena
mengerahkan seluruh tenaga-dalam untuk menyerang, racun
pada jari kirinyapun mulai bekerja lagi. Rasa sakit yang hebat
membuat mata ketua Kun-lun pay itu berkunang-kunang gelap
sehingga ia terhuyung jatuh.
Sian Li terkejut dan cepat memburu.
"Suthay, jarimu terkena racun," seru Sian cemas lalu
berpaling kearah kakek Lo Kun, "kakek pinjam mustika kumala
naga merah yang engkau simpan itu."
"Buat apa?" seru kakek Lo Kun.
"Suthay terluka kena racun jarinya. Kumala naga merah itu
dapat menghisap racun," kata Sian Li.
Lo Kun gopoh mengeluarkan kumala Naga-merah yang
sedianya akan diberikan kepada Blo'on. Sian Li pun terus
menyambutinya dan melekatkan pada jari Ceng Sian. Tetapi
sampai beberapa waktu belum juga terjadi perobahan pada
luka itu. Sian Li kerutkan dahi, kemudian menyerahkan kembali
kepada kakek Lo Kun: "Celaka, kumala merah itu tak punya
khasiat apa2." Sian Li bingung dan cemas. Tiba2 kakek Lo Kun berteriak :
"Masih ada kumala burung hong hijau yang berada ditangan
budak perempuan itu," katanya seraya terus menghampiri
Hong Ing, "berikan kumala hijau itu untuk menolong rahib
yang terkena racun."
Hong Ing sebenarnya segan memberikan tetapi karena
beberapa tokoh itu mencurah pandang kepalanya, terpaksa ia
menyerahkan. Ketika Sian Li melekatkan kumala batu hijau itu pada jari
Ceng Sian suthay, tak berapa lama mulai air warna hitam
mengalir keluar dari luka
==== Hal 49-52 tdk ada ==== berdiri tegak. Rupanya dia tahu bahwa pedang si-nona itu
sebuah pedang pusaka yang luar biasa.
Sian Li tak mau memikir apa2 lagi. Melihat lawan mundur,
ia terus memburu maju hendak menyerangnya. Tetapi
pengawal itu segera menarik tali busur,, tung......gayanya
seperti orang memanah tetapi tiada anakpanah yang dilepas.
Anehnya, Sian Li menjerit dan rubuh terjungkal ke belakang
seperti Hong lng. "Gila!" teriak kakek Lo Kun yang terus lari maju. Pengawal
Baju Merah itu bergerak hendak menyerang tetapi tiba2 kakek
Lo Kun berhenti. "Tunggu !" serunya seraya melolos ular thiat bi-coa yang
melilit pada pinggangnya, "kalau engkau memakai senjata,
aku pun terpaksa memakai ular."
Tetapi pengawal Baju Merah itu tak menghiraukan. Dia
terus maju menyerang. Tring, hantaman busurpun disambut
dengan sabatan ular sehingga terhenti.
Pengawal Baju Merah tertegun. Kesempatan itu digunakan
kakek Lo Kun untuk menyabat kaki lawan. Tetapi pengawal
Baju merah itu loncat ke udara dan menarik tali busurnya,
tung .... "Aduh Lo Kun menjerit dan terus rubuh ke lantai.
Melihat itu Blo'on marah. Ia sayang kepada kakek itu.
Tetapi belum ia sempat bergerak, Hoa Sin sudah mendahului
loncat ke muka. Dan pengawal Baju Merah itupun segera
menyerangnya. Tring, tring, Hoa Sin menggunakan tongkat Penggebuk
anjing untuk menangkis. Seru sekali pertempuran itu. Lebih
seru dari yang ketiga orang tadi.
Pelahan lahan tampak pengawal Baju Merah itu terdesak
oleh tongkat Hoa Sin. Dia hanya mampu bertahan tak sempat
balas menyerang. Pelahan-lahan tampak pengawal Baju Merah itu terdesak
oleh tongkat Hoa Sin. Dia hanya mampu bertahan tak sempat
balas menyerang. Memang Hoa Sin bermasud hendak cepat2
merobohkannya dan tak mau memberi kesempatan orang itu
dapat menarik tali busurnya.
Wut .... tiba2 Hoa Sin menyapu kebawah dan pengawal
Baju Merah itu meraung lalu roboh ke belakang. Melihat itu
Hoa Sin maju hendak menggebuknya lagi.
"Jangan tiba2 Pek I lojin berseru mencegah tetapi
terlambat. Ketika Hoa Sin mengangkat tongkatnya, tiba2
pengawal itu menarik tali busurnya, tung ....
Hoa Sin sama sekali tak mengira bahwa jatuhnya pengawal
itu ketanah hanya sebagai suatu siasat untuk menipu. Karena
itu Hoa Sin tinggi mengangkat tongkatnya, la terhuyunghuyung
ke belakang ketika lawan menarik tali busur. Pengawal
Baju Merah itu menggeliat badan seraya menarik tali
busurnya, tung .... Kali ini Hoa Sin tak mampu lapi mempertahankan diri. Ia
rubuh terjerembab ke belakang.
Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin terkejut. Keduanya
hendak serempak maju tetapi Pek I lojin mencegahnya.
"Harap jiwi pangcu jangan terburu nafsu," kata Pek I lojin,
"ada suatu keanehan dalam busur orang itu. Entah busur itu
mengandung tenaga gaib, entah orang itu memiliki ilmu Tancisin-kang yang sakti."
"Tan-ci-sin-kang ?" ulang Hong Hong tojin. Tan-ci sin-kang
artinya ilmu Jentikan jari yang sakti.
Beda sedikit itu It ci sin-kang yang hanya menggunakan
sebuah jari untuk melepaskan tutukan dari jauh, Tan-ci-sinkang
itu yalah menjentikkan tenaga dalam melalui sentikan tali
atau benda apa saja. Saat itu pengawal Baju Merah sudah maju. Blo'on segera
hendak menyongsong tetapi bajunya ditarik Pek I lojin.
" Kali ini biarlah aku yang menghadapi," katanya.
" Tetapi lo-cianpwe tak mengerti ilmusilat. " seru Blo'on.
"Justeru karena aku tak dapat silat, dia tentu sukar
mengalahkan. Bukankah engkau juga demikian " "
Blo'on mtngangguk. Karena pengawal Baju Merah makin dekat, Pek I lojinpun
segera menyongsong. Agaknya ragu-ragu pengawal itu ketika
melihat yang dihadapinya itu seorang tua berwajah terang.
Tetapi pada lain kejab, dia terus ayunkan busurnya
menghantam. "Awas, lo-cianpwe," teriak Bloon melihat Pek I lojin masih
diam saja. Bahkan ketika mendengar teriakan Blo'on, dia
berpaling: " Ada apa?"
Wut, busur menyambar. Tampaknya tentu mengenai kepala
Pek I lojin tetapi entah bagaimana ternyata hanya lewat di
sisinya, hanya terpaut seujung rambut saja dari kepalanya.
"Itu, dia menyerang dengan busur," seru Blo'on.
"Mana," Pek I lojin berpaling lagi kemuka. Sudah tentu
busur sudah lenyap, "tidak ada apa2, mengapa engkau
bingung?" " Lo-cianpwe! " kembali Blo'on menjerit karena pengawal itu
ayunkan busur untuk menghantam dada Pek I lojin.
" Eh, engkau ini memang anak nakal," kata Pek I lojin
seraya berputar tubuh menghadap kearah Blo'on, " mengapa
engkau terus ribut2 memanggil aku saja" "
Tepat pada saat Pek I lojin berputar, busur itu lewat hanya
terpisah seujung rambut dari punggung Pek I lojin.
" Dibelakang lo-cianpwe," seru Blo'on. Dan Pek I lojin
memutar tubuh menghadap kearah pengawal itu pula, "eh,
tidak ada apa2. Siapa yang menyerang" Dia masih berdiri
disitu." Blo'on benar2 heran dan mendongkol. Jelas ia melihat
pengawal Baju Merah itu beberapa kali menyerang dengan
senjata busur, tetapi setiap kali sambil berpaling dan bertanya
kepada Blo'on selalu busur itu luput mengenainya.
"Lo-cianpwe, aku takkan menganggumu lagi, asal engkau
memperhatikan gerak orang itu," seru Blo'on.
"Terima kasih, engkoh kecil. Ternyata baik sekali hati
budimu," kata Pek l lojin. "jangan kuatir, orang itu tentu tak
membahayakan diriku. Lihatlah, dia membawa busur kosong,
tanpa anak-panah. Bukankah dia takkan melukai aku?"
Diam2 Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin yang
menyaksikan gerak gerik Pek I lojin itu merasa heran. Menurut
keterangannya, orang tua baju putih itu tak mengerti ilmusilat
tetapi mengapa sampai dua tiga kali pengawal Baju Merah itu
menyerang, tetap tak dapat mengenai tubuh orangtua itu "
Ceng Sian suthay, ketua partai Kun-lun-pay dan Hong Hong
tojin ketua Go-bi-pay. Sudah tentu kepandaian mereka amat
tinggi. Tetapi keduanya tetap belum mengerti dengan gerak
apakah Pek I lojin menghindari serangan pengawal itu.
Adakah lojin itu juga memiliki ilmu aneh seperti Blo'on. Tetapi
jelas mereka melihat orangtua itu tak bergerak menirukan
gerak serangan lawan. Dengan begitu jelas tidak sama dengan
Blo'on. Pengawal Baju Merah itu sendiripun rupanya heran. Oleh
karena wajahnya tertutup kain cadar merah, maka tak tampak
bagaimana perubahan air-mukanya.
Kini dia mulai menyerang lagi. Busur diayunkan kian kemari
seperti orang memotong rumput tetapi Pek I lojin sembari
ayunkan tubuh kian ke mari seperti orang yang ketakutan,
berteriak: "Hai, jangan, jangan menyerang aku! Aku seorang
tua yang lemah !" Aneh benar. Gerakan busur yang makin lama makin deras
itu, tetap tak mampu mengenai tubuh Pek I lojin. Bahkan
menyentuh ujung bajunya saja pun tidak.
"Hebat, lo-cianpwe!" teriak Blo'on bersorak memuji.
"Apanya yang hebat, engkoh gundul?" Pek I Lojin berpaling
dan menegur Blo'on. "Gerakan locianpwe itu!" teriak Blo'on "dia tak mampu
menghantam lo-cianpwe. Ilmu apakah yang lo-cianpwe
gunakan itu ?" Dalam pada itu pengawal Baju Merahpun hentikan
serangannya. Lalu berganti jurus. Kali ini dia tusukkan ujung
busur ke tubuh lawan. "Kalau engkau bertanya ilmuku itu apa, bertanyalah kepada
dirimu sendiri. Jika engkau dapat menjawab, ilmu apa yang
engkau miliki, nah, jawabanku juga sama dengan itu." seru
Pek I lojin. "Aku tak punya .... hai, Cianpwe, awas dia menyerang
punggungmu !" tariak Blo'on.
"Mana?" kata Pek I lojin seraya berputar tubuh dengan
tenang dan tepat sekali ujung busur itu lewat disisi tubuhnya,
"O, engkau hendak memberikan busur ini kepadaku " Ah.
tidak, tidak, aku sudah tua dan tak pernah membunuh jiwa
manusia atau binatang. Silahkan simpan sendiri."
Kata Pek I lojin itu disertai dengan gerak tangannya seperti
orang menyorong tahu2 pengawal Baju Merah itu tersurut
mundur dua langkah. Pek I lojin berpaling lagi kearah Blo'on : "Apakah engkau
mau busur itu " Kalau engkau mau, biar kuterimanya dan
kuberikan kepadamu."
"Buat apa" seru Blo'on.
"Bagus, engkoh gundul," PeK I lojin tertawa gembira,
"hatimu seperti hatiku, pendirian hidupmu sama seperti aku.
Tak suka belajar silat tak suka mengganggu orang, tak suka
membunuh jiwa. Bukankah begitu, engkoh gundul ?"
"Ya, hai.... dia hendak memanahmu, lo-cianpwe," tiba2
Blo'on berteriak lagi ketika dilihatnya pengawal Baju merah itu
sedang merentang tali busur diarahkan kepada Pek I lojin.
Pek I lojin berputar tubuh dengan suatu gerakan yang
cepat, kemudian berkata: "Ah, dia hanya main2 dengan tali
busur. Mana dia sampai hati hendak memanah ?"
Ternyata walaupun jari tangan sudah memegang tali busur,
namun pengawal Baju Merah itu tetap tak menariknya.
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ho, benar tidak, engkoh gundul ?" seru Pek I lojin seraya
berputar tubuh lagi "jangan engkau ribut2 menguatirkan
diriku." Blo'on mendelik. Dilihatnya pengawal Baju Merah itu mulai
pelahan-lahan menarik tali busur. Aneh, tampaknya dia sukar
sekali untuk menarik tali itu. Tetapi makin lama. tali itu dapat
juga direntang lebar. "Ya, tetapi kalau mataku melihat orang itu sedang menarik
tali busur seperti saat ini, apakah aku harus tutup mulut ?"
seru Blo'on. "Apakah dia sedang menarik tali busur ?" tanya Pek I lojin.
"Coba saja lo-cianpwe berputar tubuh," kata Blo'on agak
scjan. "Baik." kata Pek lojin seraya berputar tubuh. Saat itu
pengawal Baju Merahpun sudah melepaskan tali busur,
tung..... Tetapi Pek I lojin segera julurkan kedua tangannya ke muka
seraya berseru: "Ah, jangan bergurau. Masakan busur kosong
hendak engkau panahkan kepadaku" "
Ceng Sian dan Hong Hong tojin tercengang ketika melihat
Pek I Lojin tak kurang suatu apa, Pada hal tadi jelas, setiap
kali pengawal Baju Merah itu melepaskan tali busur, tentu
lawannya rubuh. Hong Ing, Sian Li dan kakek Lo Kun serta
Hoa Sinpun menderita dari busur tanpa panah itu. Mengapa
Pek I lojin tidak apa2"
Pengawal Baju Merah itu berusaha untuk merentang tali
busur Iagi. Dan tung .... kemudian dilepaskannya tetapi Pek I
lojin tetap tak kurang suatu apa.
Tiba2 Pek I lojin berpaling kearah Blo'on: "Engkoh pundul,"
serunya "masakan dia hendak bergurau dengan aku seorang
tua begini. Walaupun tidak punya anakpanah tetapi dia tetap
melepaskan busur. Lucu bukan?"
"Apakah lo-cianpwe tak merasa apa2?" tanya Blo'on,
" Sama sekali tidak, " sahut Pek I lojin. "Boleh aku
mencobanya ?" tanya Blo'on. Pek I lojin merenung sejenak lalu
berkata: "Boleh saja."
Blo'on segera menghampiri ke hadapan pengawal Baju
Merah yang tengah merentang tali busur nya. Tung ....
"Hai" tiba2 Blo"on menjerit ketika tubuhnya melayang
sampai dua tombak ke belakang.
Bluk. ia terbanting jatuh ke lantai.
Pek I lojin tertawa gelak2, serunya: "Kenapa engkau
menjatuhkan dirimu sendiri, engkoh gundul " Dia hanya
melepaskan angin, bukan anakpanah. Jangan takut, hayo
bangun dan cobalah sekali lagi."
Blo'on melenting bangun, marah2: "Jangan gila-gilaan
kakek. Ternyata busur kosong itu memancarkan tenaga yang
dahsyat sekali." "Siapa bilang " Coba lihatlah, dia bukan memanah lagi, aku
yang menghadapi," kata Pek I lojin seraya julurkan kedua
tangannya dan berseru: "Hai, jangan main gila masakan
orangtua hendak engkau ajak bergurau."
Aneh, talibusur telah dilepas oleh Pengawal itu tetapi tak
terjadi suatu pada diri Pek I lojin.
"Nah, lihat sendiri, apakah aku jatuh ?" tanya Pek I lojin
kepada Blo'on, "hayo, sekarang engkau."
Blo'on maju dan siap. Pengawal Baju Merah itupun
merentang lalu melepaskan tali busurnya, tung .... uh. mulut
menjerit ketika tubuhnya melayang dan terbanting ke lantai
lagi. "Ha, ha, ha," Pek I lojin tertawa gelak2.
Melihat Blo'on dua kau menderita kesakitan karena ditipu
Pek I lojin, Ceng Sian mendongkol. Serentak ia menghampiri.
"Lojin, mengapa engkau mempedayai anak itu " Jelas
jepretan busur itu mengandung tenaga yang hebat," kata
Ceng Sian suthay. Pek I lojin maju merapat dan mengucapkan kata2 pelahan:
"Harap suthay, jangan kuatir. Anak itu kalau tak dibikin sakit
tentu tak dapat memancarkan tenaganya yang sakti."
Habis berkata Pek I lojin terus berseru "Hai, engkoh gundul,
jangan mau kalau didorong, engkau harus kencangkan urat
uratmu dan kerahkan tenagamu. Tanggung tentu tidak akan
jatuh. Kalau jatuh boleh pukul kepalaku."
Blo'on menurut, Ia segera maju kehadapan pengawal Baju
Merah dan pengawal itupun segera merentang tali busur lalu,
tung..... Hebat sekali akibatnya. Beda dengan Pek I lojin yang hanya
dapat bertahan diri, adalah ketika tali busur dilepas oleh
pengawal Baju Merah, bukan saja Blo'on tegak seperti batu
karangpun pengawal itu sendiri segera terpelanting
kebelakang terbanting kelantai.
Ha, ha, ha, "Pek I lojin tertawa gembira, "engkoh gundul,
ternyata engkau lebih jempol dan aku."
Tiba2 terdengar suitan keras, seolah halilintar yang meledak
ke dalam telinga. Sisa pengawal Baju Merah yang masih
berjumlah tiga sampai empat be!as orang itu serempak lari
menyerbu semua. Pengawal2 Baju Merah itu bersenjata
semua dan mereka terdiri dari tokoh2 persilatan yang sakti.
Sudah tentu pihak Blo'on dan Pek I lojin terkejut. Hoa Sin,
Hong Ing, Sian Li. Lo Kun masih duduk menyalurkan
pernapasan. Yang masih segar adalah Blo'on, Pek I lojin, Ceng
Sian suthay dan Hong Hong tojin. Apa boleh buat, keempat
orang itu terpaksa maju. Tiba2 Blo'on terkejut ketika sebatang besi parjang
menghadang dihadapannya. Ternyata pengawal Baju Merah
yang bersenjata pikulan besi tadi memberikan pikulannya
kepada Blo'on. Blo'on pun menerimanya.
Pertempuran segera pecah. Blo'on berempat melawan
empatbelas pengawal Baju Merah ....
Jilid 40 Blo"on, Pek I lojin, Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin
bertempur dengan sekuat tenaga . Keempat belas pengawal
Baju Merah dari Thian tong kau itu, karena mukanya
tertutupkain cadar warna merah, tak dapat diketahui siapa.
Tetapi yang jelas, mereka tentulah tokoh2 yang berilmu sakti.
Dalam jumlah yang sekian banyak sudah tentu Blo"on
berempat kewalahan juga. Yang tampak paling sibuk adalah Ceng Sian suthay dan
Hong Hong tojin. Kedua ketua partai persilatan Kun-lun-pay
dan Go-bi-pay itu, walau pun memiliki ilmu permainan pedang
yang hebat, tetapi karena dikerubut tokoh2 yang berjumlah
tiga empat orang, keduanya pun kalang kabut juga.
Pek I lojin berkelebatan seperti sesosok bayangan yang
sukar didekati. Walau pun dia belum berhasil merubuhkan
salah seorang lawan, tetapi lawan pun tak mampu
mengalahkannya. Blo'on sendiri yang tampak tidak begitu sibuk. Aneh tetapi
nyata. Dia berhadapan dengan tiga orang pengawal Baju
Merah yang masing2 menggunakan tiga macam senjata.
Pedang, toya dan sepasang Tong-jin-kian (trisula yang
bentuknya seperti orang). Juga ketiga pengawal Baju Merah
itu mempunyai ilmu permainan sendiri-sendiri.
Tetapi herannya, Blo'on dapat menirukan semua gerak
serangan dari ketiga lawannya itu. Karena tegang melihat
ancaman ketiga musuhnya, darah Blo'on meluap keras
sehingga Ilmu Ji ih- sin-kang dan ilmu Latah yang diperoleh
dari kitab kecil itu, berhamburan mengembang.
Denting dan dering dari senjata yang beradu selalu
melantang dan pertempuran Blo'on lawan ketiga pengawal
Baju Merah. Makin lama ketiga pengawal Baju Merah itu makin
lemah. Bermula, setiap kali beradu dengan pikulan besi Blo'on
lengan mereka bergetar, kemudian kuda2 kakinya mulai
tergempur, dari setengah langkah menjadi selangkah dan
akhirnya setiap kali beradu senjata, mereka tentu terpental
sampai dua tiga langkah. Namun ketiga pengawal Baju Merah itu tak menghiraukan
apa2 lagi. Walau pun seharusnya mereka menyadari akan
kesaktian aneh yang terdapat pada Blo'on tetapi mereka
seperti tak memiliki kesadaran pikiran lagi. Pokok bertempur
dan menyerang terus. Blo'on marah. Dan makin marah, tenaga dalam Ji-ih-sinkang
pun makin memancar keras. Terdengar aum merintih
dari pengawal Baju Merah yang pedangnya terpukul jatuh oleh
pikulan besi dari Blo'on.
Auh.... kembali terdengar pengawal Baju Merah yang
bersenjata toya, mengerang ketika toyanya terlempar ke
udara. Duk .... Thong jin-kian atau sepasang trisula berbentuk
orang-orangan memancarkan percik api ketika berhantam
dengan pikulan besi. Pengawal Baju Merah terjerembab jatuh
dengan masih mencekal sepasang senjatanya.
Blo'on tak mau berhenti. Melihat Ceng Sian suthay terdesak
empat orang pengawal Baju Merah, ia terus loncat dan
langsung menggebuk musuh. Cepat kedua orang pengawal
Baju Merah mengerubut Blo'on, sedang yang dua masih tetap
mengeroyok Ceng Siang suthay. Dengan berkurangnya lawan,
Ceng Siang suthay pun agak longgar. Dia mainkan ilmu
pedang Gwat-li kiam dari partai Kun-lun-pay. Jika kedua
pengawal Baju Merah itu bukan tokoh yang sakti, tentu
mereka sudah rubuh ditangan ketua Kun-Iun-pay itu.
Begitu berhadapan dengan kedua pengawal Baju Merah,
tenaga -sakti Ji-ih-sin-kung dan ilmu Latah dalam tubuh Blo'on
segera melancar. Betapa pun gerak yang sulit dan aneh dari
kedua lawannya dia tetap dapat menirukan.
Kedua pengawal Baju Merah itu heran, penasaran dan
mempergencar serangannya. Tetapi makin gencar, mereka
makin kelabakan sendiri. Setiap gerakan, baik menabas,
menolak atau pun membabat selalu disongsong dengan
pikulan besi Blo'on yang dapat bergerak dalam jurus yang
sama. Dan setiap kali terjadi benturan, tentu kedua pengawal
Baju Merah itu mengerang tertahan dan bergetar tubuhnya.
Mereka merasa dari pikulan Blo'on itu melancar tenaga pukulan yang sehebat mereka lontarkan. Seolah mereka
seperti ditolak oleh tenaga nya sendiri.
Rupanya kedua pengawal Baju Merah itu bingung. Walau
pun kesadaran pikiran mereka sudah hilang tetapi mereka
dapat juga melihat permainan pemuda gundul yang luar biasa
anehnya. Betapa pun cepat dan dahsyat serangan yang
mereka lancarkan, selalu pemuda gundul itu mampu
menirukan dengan kecepatan dan kedahsyatan yang
seimbang. Akhirnya mereka kewalahan juga dan pada suatu benturan
senjata keduanya terlempar beberapa tombak dan senjatanya
pun terpental jatuh kebawah panggung.
"Suthay, aku satu lagi," seru Blo'on seraya menerjang salah
seorang dari kedua pengawal Baju Merah yang mengerubut
Ceng Sian suthay. "Kongcu, bantulah Hong Hong tojin, aku masih dapat
melayani kedua pengawal Baju Merah ini," seru Ceng Sian
suthay. "Ah, celaka, sudah terlanjur, bagaimana?" teriak Blo'on
mengeluh. "Tinggalkan dia," seru Ceng Sian suthay.
"Dia tak mau melepas aku," teriak Blo'on, "dan aku tak
dapat menghentikan tanganku."
"Celaka," gerutu Ceng Sian suthay dalam hati. Satu-satunya
jalan ia harus mendesak lawannya apar ia dapat
menggantikan Blo'on dan anak itu dapat membantu Hong
Hong tojin. Tetapi lain keinginan dengan kenyataan. Pengawal Baju
Merah yang menjadi lawan Blo'on juga menggunakan pedang.
Ilmu permainan pedangnya tak kalah dengan ilmu pedang
Gwat-li-kiam dari partai Kun-lun-pay. Ilmu pedang pengawal
Baju Merah itu mirip dengan Soanhong- kiam atau ilmu
pedang Halilintar. Ceng Sian suthay makin mendesak, lawan pun makin
gencar membalasnya. Benar2 suatu pertempuran ilmu pedang
yang jarang terjadi dalam dunia persilatan.
Dalam pada itu blo'on pun dengan gigih menghadapi
lawannya yang bersenjata Jit- gwat-lun atau pedang panjang
yang berbentuk roda matahari dan rembulan, Permainan jitgwatlun dari pengawal Baju Merah itu memang aneh dan luar
biasa. Tetapi enak saja Blo"on bergerak menirukan segala
jurus yang dimainkan lawan.
Pengawal Baju Merah itu makin penasaran. Sebuah gerak
tipu yang tak terduga-duga, berhasil membuat Blo'on kecele.
Segera pengawal Baju Marah itu menggunakan kesempatan
yang bagus untuk membacok kepala Blo'on.
Blo"on terkejut. Seketika bangkit keinginannya untuk loncat
menghindar. Tetapi karena gugup, bukan loncat mundur atau
ke samping, kebalikannya ia malah loncat maju.
Duk.......Karena dihadapannya itu pengawal Baju Merah,
sudah tentu loncatan Blo'on itu membentur lawan. Tetapi hal
itu menimbulkan akibat yang tak pernah disangkanya.
Akibat benturan itu, pengawal Baju Merah merasa dadanya
seperti dilanda tenaga yang sedahsyat gunung rubuh. Jarak
tempatnya dengan Blo'on amat dekat dan ia tak pernah
menyangka Blo'on akan gunakan serangan senekad itu.
Tangannya pun sedang menjulur ke muka untuk menabaskan
pedang sehingga tak dapat menangkis atau menolak benturan
blo'on. Pengawal Baju Merah itu mengaum dan tubuhnya
terpelanting ke belakang sampai beberapa langkah jauhnya.
"Suthay, aku sudah bebas." seru Blo'on dengan gembira,
"siapa yang harus kubantu ?"
"Hong Hong totiang," baru Ceng Sian suthay membagi
sedikit perhatian untuk menyahut, tahu-tahu kepalanya sudah
disambar pedang lawan. Untung suthay itu masih dapat
miringkan kepalanya kesamping. Sekali pun demikian
kerudung kepalanya telah terbabat secarik kain putih
berhamburan ke tanah. Sebenarnya blo'on hendak melakukan perintah Ceng Sian
suthay tetapi demi melihat suthay menderita kejut besar,
marahlah Blo'on. "Kurang ajar, engkau berani menghina suthay?" teriak
pemuda gundul itu seraya terus menerjang pengawal Baju
Merah. "Blo'on !" Ceng Sian suthay menjerit kaget karena melihat
pemuda itu menerjang masuk kedalam lingkaran sinar pedang
lawan, tanpa suatu jurus ilmu silat apa2.
Bidadari-turun diatas-mega demikian jurus ilmu pedang
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang digunakan Ceng Sian suthay untuk melambung ke udara
dan kemudian menukik kebawah untuk menusuk ubun-ubun
kepala pengawal Baju Merah itu.
Rupanya pengawal Baju Merah itu terkejut -melihat seorang
pemuda gundul menerjangnya. Baru ia hendak taburkan
pedang membabat tubuh pemuda itu sekonyong konyong dari
udara melayang turun sesosok tubuh yang hendak menabas
kepalanya. Terpaksa ia menangkis serangan dari atas itu.
Tetapi pada saat ia mengangkat pedangnya kearah kepala,
ia pun segera menjerit sekeras-kerasnya dan terus
mendumprah ke tanah. Sebenarnya pada saat menyerbu itu, Blo'on pun ayunkan
pikulan besi itu. la memukul asal memukul, tanpa menurut
jurus ilmu silat. Adalah karena pengawal Baju Merah itu lebih
dahulu hendak menangkis tebasan Ceng Sian suthay, maka
pikulan besi dari Bio'on itu tiada rintangan apa2, mendapat
sasaran kedua paha orang.
Pikulan besi itu bukan sembarang besi, tetapi sebuah besi
murni yang tahan akan tabasan pedang pusaka. Dan gerakan
Blo'on itu pun bukan gerak sembarangan melainkan
digerakkan dengan tenaga dalam Ji ih sin kang yang luar
biasa. Maka tidaklah mengherankan kalau kedua paha dari
pengawal Baju Merah, walau pun pemiliknya seorang tokoh
yang tinggi ilmu Iwekangnya, tetap harus remuk tulangnya
sehingga pengawal Bayu Merah itu pun rubuh lunglai ke
panggung. "Jangan," teriak Ceng Sian suthay seraya menangkis pikulan
besi yang hendak diayunkan Blo'on untuk mengemplang
kepala pengawal Baju Merah itu.
Tring.....Ceng Sian suthay terkejut. Diam2 baru ia
merasakan betapa hebat tenaga Blo'on itu. la dapat
mempertahankan kedua kakinya agar jangan sampai rubuh
tetapi lengannya terasa bergetar keras. Padahal Ceng Sian
suthay adalah ketua partai Kun-lun-pay yang tinggi ilmu
lwekangnya. "Suthay, mari kita bantu Hong Hong totiang," seru Blo'on
seraya lari menyerang lawan2 Hong Hong tojin yang
berjumlah empat. Hong Hong tojin memang kewalahan sekali. Menghadapi
empat pengawal Baju Merah jangankan dapat balas
menyerang, bahkan bertahan pun sudah setengah mati. Dia
sudah mandi keringat namun sebagai seorang ketua partai
persilatan ia rela mati daripada menyerah atau berteriak minta
tolong. Keempat pengawal Baju Merah itu menggunakan empat
senjata golok, sepasang pit, kebut dan rantai gembolan. Cret,
berhasil menghindar dan tiga senjata, akhirnya bahu kirinya
tertampar kebut hud-tim dan dia pun terhuyung-huyung
beberapa langkah ke belakang.
Keempat pengawal Baju Merah itu segera berhamburan
dahulu mendahului hendak menghabiskan jiwa Hong Hong
tojin tetapi tepat pada saat itu Blo'on pun sudah menerjang.
"Jangan takut, totiang, serunya seraya mengamuk. Dia tak
mengerti jurus ilmu silat. Pokok, ia mengayun-ayunkan pikulan
besi sederas mungkin. Tetapi karena dia memancarkan tenaga
dalam Ji-ih sin-kang maka ayunan pikulan besinya itu pun
bukan kepalang dahsyatnya.
Seorang pengawal Baju Merah coba menangkis dengan
golok, tetapi segera dia tersurut mundur setengah langkah
ketika golok beradu dengan pikulan besi.
Wut.... Blo'on ayunkan pikulan besi menghantam pengawal
Baju Merah yang memakai sepasang pit. Pengawal itu
menyongsongkan ujung pit untuk menutuk tetapi ia terkejut
ketika tubuhnya seperti ditolak suatu gelombang tenaga yang
dahsyat sehingga ia tersurut mundur setengah langkah.
Pengawal Baju Merah yang menggunakan hud tim segera
mengebut ke muka Blo'on tetapi saat itu ilmu Latah dalam
tubuh Blo'on sudah mulai mengembang. Orang mengebut dia
pun balas mengemplang. Akibatnya pengawal itu ketakutan
dan loncat mundur. Golok dari pengawal Baju Merah berayun hendak membelah
kepala B'o'on tetapi Blo'on pun sudah menirukan gerak lawan,
menghantamkan pikulan ke kepala pengawal itu. Karena
pikulan lebih panjang maka datangnya pun lebih dulu sebelum
golok tiba, pikulan sudah menghantam kepala. Dengan cepat
pengawal Baju Merah itu miringkan kepala tetapi bahulah tak
sempat lagi menghindar. Duk..... dia meraung, terseok-seok
ke belakang terus rubuh dan muntah darah.
Ngeri ketiga pengawal Baju Merah itu melihat tandang
Blo'on yang mengamuk seperti orang gila. Mereka heran ilmu
silat apakah yang dimiliki pemuda gundul itu. Terpaksa
mereka berpencar untuk menyerang Blo'on dari tiga jurusan.
Terapi Blo'on sudah terlanjur mengamuk. Tenaga sakti Ji ihsin
kang sudah terlanjur pula memancar. Ia tak dapat berhenti
lagi. Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin hanya terlongong
menyaksikan tandang Blo'on yang seperti kerbau gila itu.
Ketiga pengawal Baju Merah yang berilmu silat tinggi, terpaksa
harus bingung dan kacau diamuk serangan Blo'on yang
membabi buta tanpa memakai jurus2 ilmu silat itu.
Karena bingung, ketiga pengawal Baju Merah itu pun
menyurut mundur. Blo'on terus mendesaknya.
Walau pun ngawur tetapi karena dilancarkan dengan
tenaga sakti Ji ih-sin- kang, pikulan itu menderu-deru
menimbulkan sambaran angin yang dahsyat sekali. Dan
cepatnya bukan alang kepalang sehingga sepintas pandang
Blo'on seperti terbungkus dalam lingkaran sinar pikulan.
Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin makin terheranheran
ketika melihat bahwa walau pun sudah bertempur
sekian lama tetapi tenaga dan semangat Bio'on masih
menyala-nyala bahkan semakin hebat. Dia seolah mempunyai
tenaga dalam yang tiada habis-habisnya.
Akhirnya ketiga pengawal Baju Merah itu pun marah.
Mereka sudah tiada kesadaran pikiran nekad menyerang
Blo'on. Terdengar denting senjata beradu keras, disusul pekik
jeritan ngeri dan rubuhnya tiga sosok tubuh ke lantai.
Golok, pit dan rantai, berhamburan terlepas mencelat ke
udara, ketika berbenturan dengan pikulan besi. Dan secepat
kilat pikulan besi itu pun terus menghantam tubuh mereka.
Sudah tentu mereka menjerit dan terkapar di lantai.
"Hayo, siapa lagi!" teriak Blo'on seperti seekor cengkerik
yang gila. Cepat ia melihat Pek I lojin masih berputar-putar
menghadapi empat pengawal Baju Merah.
"Lojin, jangan takut, aku akan membantumu," teriak Blo'on
seraya lari menghampiri. "Kim kongcu, ikuti saja gerakanku, mereka tentu sudah
keok nanti," seru Pek I lojin.
Blo'on menurut. Dia segera mengikuti dibelakang Pek I
lojin. Pada hal saat itu Pek I lojin sedang menggunakan ilmu
Bu-ing-sin poh atau Tanpa-bayangan. Dia seolah-olah hanya
tampak sebagai segulung sinar putih yang menyelubungi
keempat pengeroyoknya. Betapa pun keempat pengawal Baju
Merah itu menyerang namun orangtua baju putih itu seperti
bayangan yang sukar didekati. Setiap dibacok atau ditusuk,
tentu hanya menemui angin kosong saja.
Diluar dugaan Blo'on pun dapat bergerak mengikuti gerak
Bu-ing sin-poh itu. Kini bukan hanya satu bayangan putih
tetapi dua. Sudah tentu Pek I lojin itu terkejut sekati. Demikian pula
Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojm. Mereka tak tahu
apakah yang terdapat dalam diri Blo'on itu. Sepanjang sejarah
ilmu silat dan sepanjang pengetahuan mereka, belum pernah
mereka melihat seorang manusia aneh seperti Blo'on. Dalam
diri pemuda itu merupakan sebuah 'gudang' yang penuh berisi
segala macam ilmu silat. Apa yang dikehendaki dan diambil
orang, gudang itu selalu ada. Apa yang orang mainkan, Blo'on
selalu dapat meniru. Saat itu keadaan dipanggung upacara tampak morat marit.
Hoa Sin, Sian Li, Hong Ing dan kakek Lo Kun masih duduk
menyalurkan tenaga dalam. Tetapi pihak Thian-tong-kau pun
sudah hampir berantakan. Barisan bocah, barisan dara2
cantik, sudah menghilang, barisan pengawal Baju Putih, sudah
tersapu. Barisan pengawal Baju Merah hanya tinggal empat
orang yang masih bertempur lawan Pek I lojin dan Blo"on.
Apabila keempat pengawal Baju Merah itu sudah hancur,
Thian-tong-kau hanya tinggal seperti sebuah hutan yang
gundul. Tinggal pengacara Baju Merah dan ketua Thian-tongkau
yang dijaga oleh sepasang harimau.
Selagi pertempuran masih berlangsung seru, Hoa Sin yang
lebih dulu membuka mata, kerutkan dahi ketika memandang
pertempuran antara Pek I lojin dan Blo'on lawan empat orang
pengawal Baju Merah. Ia heran melihat dua sosok bayangan putih berhamburan
seperti dua gulung asap menyusup diantara empat- pengawal
Baju Merah. Diam2 ia menyadari bahwa Pek I lojin yang
menurut pengakuan tak mengerti ilmu silat, ternyata seorang
tokoh yang memiliki ilmu meringankan tubuh setinggi kakek
baju putih itu, hanya dapat dihitung dengan jari.
Kemudian keheranannya beralih pada diri Blo'on.
Bagaimana mungkin pemuda itu dapat menirukan dan
mengikuti kecepatan gerak Pek I Iojin" Ah, benar2 sukar
dipercaya tetapi memang nyata.
Setelah itu pandang matanya berkeliaran ke sekeliling
panggung. Disana sini tampak tubuh2 baju putih dan baju
merah yang bergelimpangan tak berkutik. Tentulah mereka
anggota barisan Pengawal Baju Putih dan Baju Merah yang
telah rubuh. Ada yang sudah mati ada pula yang terluka
parah. Kemudian pandang matanya dilanjutkan menuju ketempat
pengacara baju merah yang memimpin upacara di panggung
itu. Serentak Hoa Sin pun terbelalak: kaget.
"Hilang....." seru Hoa Sin dalam hati ketika melihat
pengawal baju merah itu sudah tak berada dilempatnya.
Dan terakhir pandang mata Hoa Sin menelusur ke ujung
panggung, tempat pimpinan Thian-tong-kau.
"Hai !" tiba2 ketua Kay-pang itu melonjak bangun.
Sian Li, Lo Kun dan Hong In pun saat itu sudah membuka
mata. Mereka terkejut mendengar teriakan Hoa Sin.
"Mengapa, Hoa pangcu ?" seru Sian Li yang segera
.berbangkit. "Lihatlah," seru Hoa Sin, "bukan saja pengacara baju merah
dari Thian-tong-kau sudah menghilang, pun ketuanya juga
lenyap." Sian Li terkejut juga. .Demikian dengan Lo Kun dan Hong
Ing. Bahkan Lo Kun segera ayunkan langkah.
"Hai, kemana engkau kakek," seru Sian Li
"Mencari ketua mereka," sahut Lo Kun.
"Dia sudah meloloskan diri, kemana hendak engkau cari ?"
kata Sian Li. "Kurang ajar," Lo Kun menggeram, "dia tentu sedang
makan atau pun tidur dan kita dibiarkan berkelahi. Hm, orang
itu harus kuhajar." Tetapi sebelum kakek itu melangkah, Sian Li sudah
memegang lengannya dan berkata : "Kakek, harap tunggu
dulu." "Tunggu apa lagi ?" . sungut kakek Lo Kun.
"Tunggu dulu setelah suko dan Pek I lojin selesai
bertempur, kita tanya pendapat mereka."
"O," Lo Kun rnendesuh," supaya lekas, hayo kita bantu
mereka." "Jangan," kembali Sian Li mencegah, "mereka dapat
menyelesaikan sendiri."
"Kurang ajar!" "Mengapa ?" tegur Sian Li.
"Kakek baju putih itu ternyata gesit sekali. Masakan aku
hampir tak dapat melihat wajahnya. Yang kelihatan hanya
pakaiannya saja." Diam2 Sian Li juga heran mengapa Pek I lojin ternyata
memiliki ilmu meringankan-tubuh yang begitu lihay.
"Eh, mengapa Blo'on dapat juga mengikuti gerak orangtua
baju putih itu " Kapankah dia belajar lari cepat?" kembali
kakek Lo Kun menggerutu seorang diri.
"Suko memang bisa menirukan segala macam ilmu ," kota
Sian Li. Dalam pada itu pertempuran pun mencapai titik yang gawat
Blo'on jemu terus menerus lari tiada hentinya. Tiba2 ia
berhenti kemudian menirukan gerak dari kedua pengawal Baju
Merah yang menyerangnya. Tring tring .... Terdengar suara senjata berdenting-denting. Disusul
dengan gerakan bunga api, terdengar kedua pengawal Baju
Merah yang bersenjata pedang itu mendesuh dan menyurut
mundur setengah langkah. Kemudian mereka menyerang lagi. Tetapi kembali
terdengar benturan senjata yang keras dan kedua orang itu
pun terpental selangkah' Rupanya mereka terkejut karena pikulan besi yang
diayunkan Blo'on itu mengandung tenaga dalam yang hebat
sekali, sehebat seperti yang mereka pancarkan.
Mereka terkesiap tetapi karena kesadaran pikirannya sudah
hilang, mereka pun menyerang lagi tanpa berkata apa2.
Sian Li menimang-nimang keadaan. Pengacara baju merah
dan ketua Thian-tong-kau meloloskan diri. Ini berbahaya dan
harus dicegah agar kelak mereka tidak menimbulkan gara2
lagi, membentuk perkumpulan baru dan mencelakai beberapa
tokoh persilatan seperti yang dialami oleh tokoh2 yang
dijadikan pengawal Baju Merah dan Baju Putih saat ini.
Untuk lekas mencegah peristiwa itu, harus pengacara dan
ketua Thian-tong-kau dicari selekasnya. Dan untuk mencari
mereka, pertempuran yaug terakhir itu harus lekas selesai. Ia
mencari akal. Jika meminta ketiga ketua, partai persilatan
maju untuk membantu, mungkin menyinggung perasaan Pek I
lojin. Harus dicarikan akal. Demikian Sian Li memutuskan.
Tiba2 ia mendapat akal, serunya: " Kakek Lo Kun, maukah
engkau bertaruh?" Lo Kun terbeliak: "Bertaruh" Bertaruh dengan siapa " "
"Dengan aku," sahut Siau Li.
"Bertaruh soal apa" "
"Soal pertempuran itu," kata Sian Li. "siapakah yang lebih
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dulu dapat menyelesaikan pertempuran, suko atau Pek I lojin."
"O, " Lo Kun mendesuh, " bertaruh sih mau saja, tetapi aku
tak punya benda untuk taruhannya. "
" Itu soal mudah, " kata Sian Li, "siapa yang kalah harus
memberi sebuah benda yang luar biasa. Boleh berupa senjata
pusaka, kitab atau benda yang jarang terdapat di dunia ". "
"Uh, mana aku punya benda begitu?" tukas kakek Lo Kun.
"Kalau sekarang belum punya, tak apa. Boleh
dipertangguhkan sampai kapan saja setelah mendapatkan
pusaka itu. Aku sendiri juga belum sedia tetapi kelak sewaktuwaktu
sudah mendapatkan, kalau aku kalah, tentu akan
kuhaturkan sebuah benda yang luar biasa kepada kakek.
Mau?" "Kalau begitu caranya, aku mau," kata kakek Lo Kun, "lalu
bagaimana cara pertaruhan itu" "
"Kakek boleh menjagoi siapa, suko atau Pek I lojin yang
akan menang lebih dulu. "
Lo Kun garuk2 kepalanya yang tak gatal.
"Wah, susah dikata. Begini saja," katanya, "sebagai
orangtua wajib aku mengalah. Engkau boleh pilih dulu."
Selama bicara itu Sian Li sengaja berseru dengan keras
agar terdengar Blo'on dan Pek I lojin.
"Aku menjagoi Pek I lojin!" serunya pula, dengan suara
yang makin melengking keras.
"Engkau curang! " seru Lo Kun, "sudah tentu kakek baju
putih itu yang akan memenangkan pertempuran lebih dulu.
Blo'on tidak bisa bersilat. Dia hanya dapat menirukan gerakgerik
orang saja. Kalau musuh memukul, dia memukul. Musuh
menendang dia pun menendang. Musuh menghantam, ia juga
menghantam. Pendeknya segala tingkah lawan selalu
ditirukan. Bahwa kalau lawan kencing, dia pun tentu kencing.
Dasar Blo'on . . . . "
Sian Li tertawa mengikik.
"Kalau begitu, aku pegang Suko dan engkau yang menjagoi
Pek I Iojin," serunya.
"Jangan! " teriak Lo Kun.
Sian Li kerutkan dahi. "Habis engkau mau menjagoi siapa ?" serunya heran.
"Engkau tahu," kata Lo Kun, "kalau aku menjagoi kakek
baju putih, Blo'on tentu marah kepadaku. Dia tentu tak
mengaku aku sebagai kakek lagi. Wah, celaka aku nanti."
"Mengapa celaka?" seru Sian Li.
"Dunia ini memang penuh manusia, banyak anak laki yang
bagus dan gagah, tetapi tidak ada yang seperti Blo'on. Di
dunia mungkin hanya ada seorang Blo'on. Macam benda
pusaka, dia pun termasuk manusia pusaka. Aku harus
memilikinya. Dia harus tetap menjadi cucuku."
Sian Li tertawa lagi. "Lalu bagaimana kehendak kakek?" tanyanya.
"Jelek2 Blo"onnya sendiri, lihay sekali pun kakek baju putih
itu, aku tetap memilih Blo'on. Sekali Blo"on, tetap Blo'on," seru
kakek Lo Kun. "Jadi engkau memilih suko?" sengaja Sian Li mengulang
dengan suara keras, "yang keras kalau bicara, kakek. Agar
disaksikan orang banyak. Mereka bisa jadi saksi pertaruhan
ini." "Aku tahu Blo'on tentu kalah," teriak Lo Kun sekeraskerasnya,
"tetapi aku tetap memilih dia."
" Baik, aku pilih Pek I lojin," seru Sian Li.
Hoa Sin bermula heran mengapa dalam suasana seperti itu,
Sian Li mau bergurau mengajak Lo Kun bertaruh. Tetapi pada
lain saat, cepat ia dapat mengetahui maksud hati cewek itu.
Tidak demikian dengan Blo"on. Ia mendengar pembicaraan
itu. Ia mendongkol terhadap Sian Li karena sumoaynya
ternyata memihak pada Pek I lojin. Tetapi pada lain saat, ia
terkejut sendiri. Kalau ia marah dan menang lebih cepat dari
Pek I lojin, sumoaynya tentu akan memberi benda pusaka
kepada Lo Kun. Pada hal ia tahu Sian Li tak punya pusaka
apa2. Kasihan, tiba2 timbul rasa kasihan kepada Sian Li. Lebih
baik ia perlambat gerakannya agar Pek I lojin dapat menang
lebih dulu. "Sialan," kakek Lo Kun bersungut-sungut ketika melihat
permainan Blo'on makin lamban. Berulang kali hampir saja ia
terdesak oleh .kedua lawannya.
"Hola, bagus lojin!? tiba2 Sian Li berteriak gembira ketika
salah seorang pengawal Baju Merah ngelumpruk jatuh di
tanah,"tinggal satu lagi dan menanglah aku. Biarlah kakek Lo
Kun memberi hadiah pusaka kepadaku?"
"Blo'on, jangan main gila," teriak Lo Kun, "Rupanya engkau
sengaja memperlambat gerakanmu, agar aku kalah ya ?"
Bio'on tak peduli. Ia tetap bergerak lamban.
"Hi, hi, hi," Sian Li tertawa gembira, "pokoknya, engkau
harus memberi aku benda pusaka, kakek Lo Kun."
Beberapa saat kemudian kakek Lo Kun makin kelabakan.
Blo'on tetap belum mampu mengalahkan lawan, walau pun
seorang saja. Dan dalam pandangan kakek Lo Kun, gerakan
Blo'on itu lamban sekail, seperti tak mau bermain sungguh2.
"Sian Li," teriak kakek Lo Kun tiba2, "aku ada usul, engkau
setuju tidak !" "Bagaimana?" tanya Sian Li.
"Jelas Blo'on hendak main gila supaya aku kalah. Dia
hendak membantu engkau," Kata Lo Kun.
"Ah, jangan berkata begitu, kekek Lo Kun" sahut Sian Li,
"memang suko tidak mengerti ilmu silat. Bagaimana mungkin
dia dapat menandingi Pek I lojin ". Salahmu sendiri mengapa
engkau menjagoi suko."
"Bagaimana kalau aku ganti menjagoi kakek baju putih itu
?" seru Lo Kun. "Wah, enak sekali engkau, kakek Lo," seru Sian Li. sudah
jelas engkau kalah, masakan mau ganti jago. Siapa yang mau
?" "Jangan begitu," kata kakek Lo Kun, "kalau engkau setuju,
aku mempunyai usul begini. Kita ganti jago, tukar menukar.
Aku pasang kakek baju putih, engkau ganti menjagoi
Blo'on....." "Enak, ya ?" tukas Sian Li.
"Nanti dulu," seru Lo Kun, "jangan memutus omonganku
dulu. Dengarkan. Setelah ganti jago, pertaruhannya pun ganti.
Jika kakek baju putih itu menang, engkau Blo"on yang
menang, aku akan memberimu dua buah pusaka. Nah,
bagaimana?" Sian Li merenung. Baginya soal hadiah sih tidak penting.
Pokok, sukonya segera menyelesaikan pertempuran itu. Hanya
dengan cara mencolok dan membikin panas hati, barulah
sukonya akan penasaran dan ngamuk.
"Ya, baiklah, kakek Lo. Tetapi kali ini yang terakhir. Mana
ada orang bertaruh main ganti," kata Sian Li.
Lo Kun mengiakan : "Baiklah, sekali ini aku takkan minta
ganti." "Jadi sekarang kakek menjagoi Pek I lojin dan aku pegang
suko. Kalau kakek kalah, kakek harus memberi dua buah
benda pusaka dan kalau aku kalah, hanya memberi sebuah
pusaka." Sian Li sengaja mengulang dengan suara keras.
"Ya," teriak Lo Kun dengan nyaring juga.
Blo'on mendengar juga pembicaraan itu. Sekarang tiba
saatnya ia akan memberi kemenangan untuk Sian Li agar
sumoay itu mendapat dua buah pusaka dari kakek Lo Kun.
Tring, tring..... Dalam gerak ilmu Latah untuk menirukan tabasan pedang
kedua lawannya, Blo'on ingin segera menghancurkan pedang
lawan. Hati ingin, darah meluap dan tenaga -sakti Ji-ih sinkang
pun memancar. Terdengar dua buah suara dengus tertahan dari kedua
pengawal Baju Merah yang terhuyung-huyung ke belakang
dengan pedang yang tinggal separoh.
Hebat sekali tenaga sakti Ji ih-sin-kang yang memancar dari
pikulan besi Blo'on itu sehingga pedang kedua pengawal Baju
Merah itu patah. Karena kedua orang itu berusaha sekuat
tenaga untuk tetap menggenggam tangkai pedang, akibatnya,
tangan mereka seperti pecah dan lengan pun kesemutan,
tubuh tergempur mundar. Kedua pengawal Baju Merah itu sesaat tertegun. Mereka
terkejut kemudian marah. Diam2 mereka kerahkan seluruh
tenaga dalam, lalu tiba2 mereka maju dan taburkan kedua
batang pedang yang buntung itu kearah Blo'on.
Kembali ilmu Latah dalam tubuh Bio'on memancar. Dia pun
menyabitkan pikulan besi kepada kedua pengawal Baju Merah
itu. Tring..... Kedua pedang kutung terbentur pikulan besi, mental balik
kepada pelontarnya. Tatkala kedua pengawal Baju Merah itu
terkejut ketakutan dan hendak loncat ke samping, tiba2
pikulan besi yang ditaburkan Blo'on itu sudah melayang,
menghantam punggung mereka, bluk, bluk......kedua
pengawal itu pun segera rubuh tak bangun selama-lamanya.
"Mati aku '" teriak kakek Lo Kun.
"Hi, hi, hi," Sian Li tertawa gembira.
"Blo'on curang!" seru Lo Kun.
"Curang bagaimana ?" tanya Sian Li.
"Waktu aku menjagoinya, dia sengaja bergerak lamban.
Tetapi begitu aku menjagoi kakek baju putih itu, dia terus
memberingas dan mengamuk ....."
Tiba2 kakek Lo Kun menghampiri Blo'on dan menuding
muka anak itu: "Hm, engkau memang kurang ajar. Bukankah
engkau sengaja membuat aku supaya kalah dengan
sumoaymu?". "Kalah apa?" tanya Blo'on.
'Kalah bertaruh," sahut kakek Lo Kun, "waktu aku menjagoi
engkau bertempur dengan santai. Setelah aku ganti menjagoi
kakek baju putih, engkau cepat2 mengalahkan kedua
lawanmu. Bukankah engkau memang sengaja?"
"Yang salah bukan aku tetapi engkau sendiri. Mengapa
engkau tidak setya menjagoi aku. Mengapa, engkau menjagoi
kakek itu. Apa karena sama tuanya ?" balas Blo"on.
Hidung kakek Lo Kun menyengir. Tiba2 dia berpaling kearah
Pek I lojin yang masih bertempur dengan seorang pengawal
Baju Merah. "Celaka memang kakek itu. Masakan melawan seorang baju
merah saja tak mampu sehingga aku sampai kalah," teriak
kakek Lo Kun. Tiba2 pengawal Baju Merah itu menerjang kakek Lo Kun
sehingga kakek itu gelagapan dan menjerit. Untung Blo'on
cepat mendorong tubuh Lo Kun ke samping. Walau pun kakek
Lo Kun harus gentayangan mau jatuh tetapi ia terlepas juga
dari tabasan pedang pengawal Baju Merah itu.
Sebenarnya peristiwa itu memang disengaja oleh Pek I
lojin. Dia berputeran mengelilingi lawan sambil mendesaknya
supaya dekat dengan tempat kakek Lo Kun. Kemudian sengaja
ia perlambat gerakannya. Melihat itu pengawal Baju Merah
menggerung dan terus menerjang, Tetapi karena Pek l lojin
menghilang maka yang menanggung akibatnya adalah kakek
Lo Kun. Lo Kun marah Segera ia melolos ular thiat-bi-coa dari
pinggangnya terus menyerbu pengawal Baju Merah itu.
Pertempuran sekarang berganti antara pengawal Baju
Merah lawan kakek Lo Kun. Cukup seru juga.
Ular thiat-bi-coa memang lihay. Ia seperti mengerti
kehendak kakek Lo Kun. Setiap kali ditebas pedang, dengan
gerak yang licin dan cepat, ular itu menghindar lalu menyerbu
muka orang. Sudah tentu pengawal itu gelagapan dan
menyurut mundur. Karena berulang kali menderita kejutan, marahlah pengawal
Baju Merah itu. Segera ia memutar pedangnya sederas kitiran
sehingga tubuhnya, tak tampak lagi karena terbungkus sinar
putih. Melihat itu kakek Lo Kun terkejut. Kini dia lah yang berganti
harus mundur. Jika memaksa mengajukan ular thiat-bi-coa. Ia
takut ular itu akan terpaksa kutung oleh pedang lawan.
Tiba2 Lo Kun lepaskan cekalannya sehingga ular itu jatuh
ke lantai. Kemudian ia lepaskan pukulan.
Karena sedang mainkan pedang deras, pengawal Baju
Merah itu tak sempat memperhatikan ular yang jatuh ke
lantai. Ia hanya melihat kakek itu memukul dengan
tangannya. Sudah tentu dia tak mau lepaskan kesempatan
sebaik itu. Pedang serentak dihamburkan menjadi sebuah hujan sinar
yang mencurah kearah pukulan Lo Kun. Tetapi pada saat
pedang hampir mengenai tangan orang. tiba2 ia menjerit
keras. Sedemikian keras sehingga sekalian orang terkejut dan
berdebar-debar hatinya. Jeritan itu disusul pula dengan tubuh
pengawal Baju Merah yang terjerambab jatuh kebelakang. Ia
menggelepar-gelepar dan meronta ronta macam ikan dalam
jaring. Betapa kejut rombongan ketua partai persilatan itu ketika
melihat kerudung muka dari pengawal Baju Merah itu telah
basah dengan darah dan bagian hidung sampai ke mulut,
menyingkap sebuah lubang sehingga kelihatan.
"Hidungnya hilang !" teriak Blo"on ketika melihat muka
pengawal Baju Merah itu. "Lepaskan!" tiba2 kakek Lo Kun berteriak seraya menarik
pulang ular Thiat bi coa. Tangan kirinya mencekal mulut ular
itu. "jangan makan hidung menusia. Jangan membuat aku
malu karena tak memberi engkau makan. Nih......"
Kakek Lo Kun merogoh kedalam baju dan mengeluarkan
segenggam buah som lalu diberikan ke mulut ular. Rupanya
ular Thiat bi-coa itu memang luar biasa dan aneh. Selekas
melihat buah som, ia terus lepaskan gumpalan daging hidung
dari pengawal Baju Merah tadi. Buah som itu dimakannya
dengan lahap. Tiba2 Pek I Lojin menghampiri pengawal Baju Putih itu.
Sambil gerak-gerakkan tangannya ia berseru: "Sudahlah,
jangan meronta ronta. Tidur saja, jangan bergerak."
Aneh. Pengawal Baju Merah yang bermula bergeleparan
rupanya menurut perintah Pek I lojin. Tubuhnya terus diam
tak berkutik. "Apa dia mati ?" tanya Blo"on.
Pek I !ojin gelengkan kepala : "Tidak, hanya beristirahat."
Jika Blo"on percaya akan keterargan kakek baju putih itu
tidaklah demikian dengan Hoa Sin, Ceng Siang suthay dan
Hong Hong tojin. Ketiga tokoh itu adalah ketua dari partai
bersilatan yang ternama. Sudah tentu kepandaian mereka
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tinggi sekali. Dalam pandangan mereka, jelas pengawal Baju
Merah bukan diam karena beristirahat tetapi karena tertutuk
jalan-darahnya. Mereka terkejut. Jelas kakek baju putih itu tak langsung
menutuk tubuh pengawal itu melainkan hanya menggerakkan
tangannya pelahan tetapi jalan darah pangawal itu pun telah
tartutuk, sehingga dia tak menderita kesakitan dan
pendarahan hidungnya pun berhenti.
"Kek gong tiam-hwat yang sakti," seru ketiga ketua partai
persilatan dalam hati. Kek-gong tiam- hwat artinya Ilmu menutuk jalan darah dari
jarak jauh. Hanya tokoh yang memiliki tenaga dalam
sempurna dan ilmu menutuk jalan darah yang tinggi, mampu
melakukan hal itu. Tetapi mereka tak sempat menyelidiki dan bertanya kepada
Pek I lojin itu. Suasana diatas panggung Thian-tong-kau
memerlukan tindakan dan penyelesaian yang segera.
Saat itu diatas panggung sudah tak tampak barang orang
Thian tong kau. Pangacara baju merah dan ketua Thian tong
kau sudah lolos. Yang masih tertinggal hanya sosok2 tubuh
dari pengawal Baju Merah dan Baju Putih. Ada yang sudah
manjadi mayat, ada pula yang pingsan dan menderita luka
yang parah. Sementara dibawah panggung, tetamu2 yang terdiri dari
tokoh2 persilatan itu, jumlannya pun tak banyak. Karena
sebagian mereka telah menjadi korban keganasan orang Thian
tong-kau. Apabila datang secara rombongan maka
rombongannya atau anakbuahnya yang mengangkut mayat
pemimpin mereka. Oleh karena sebagian besar ketua,
pemimpin dan tokoh2 ternama dalam rombongan tetamu itu
banyak yang mati dan luka, maka saat itu hanya sebagian
kecil saja yang masih berada dibawah panggung.
Selama diatas panggung berlangsung perternpuran Blo"on
dan kawan-kawan, melawan pengawal2 Baju Marah dan Baju
Putih, mereka tak berani turut campur:
Tetapi setelah melihat kasudahan pertempuran dimana
Blo'on dan rombongannya yelah berhasil membasmi orang2
Thian-tong-kau, maka timbullah nyali mereka lagi. Mereka
hendak melampias dendam kemarahan mereka atas kematian
dari pemimpin mereka dan beberapa tokoh persilatan lainnya.
Serempak mereka berhamburan loncat ke atas panggung
untuk membantu Blo'on mengobrak-abrik: sarang Thian tong
kau. "Mau apakah saudara2 ini ?" seru Hoa Sin ketika berpuluh
puluh orang naik keatas panggung.
"Hoa pangcu," sahut mereka yang kenal siapa Hoa Sin itu.
"izinkan kami membantu pangcu untuk membasmi
gerombolan Thian-tong-kau itu."
"Saudara2 tak perlu berjerih payah, aku dan para cianpwe
ini sanggup untuk mengobrak-abrik mereka," seru Blo'on yang
kasihan terhadap mereka. Mereka adalah anakmurid atau
anakbuah dari rombongan partai persilatan yang telah
kehilangan pemimpinnya. "Biarlah, kongcu," akhirnya Hoa Sin berkata, "mereka tentu
penasaran apabila tak ikut dalam gerakan untuk membalas
dendam kepada orang2 Thian-tong-kau."
Kemudian Hoa Sin mengatakan kepada, orang2 itu bahwa
bantuan mereka dapat diterima. Tetapi diminta mereka jangan
bertindak menurut kehendak sendiri "Saudara2 harus ingat,
bahwa markas Thian-tong kau itu tentu masih dijaga oleh
tokoh2 yang sakti". Hoa Sin memberi penjelasan.
"Baik, pangcu. Kami akan menurut perintah pangcu
sekalian," kata mereka.
Rahasia dibalik rahasia Setelah lengkap semua, Pek I lojin mengajak rombongan
orang gagah itu menyerbu kedalam markas Thian tong-kau.
Mereka memasuki sebuah ruang sempit yang panjang
seperti lorong. Ternyata markas Thian-tong-kau dibangun
dalam sebuah guha. Guha itu diperluas dan dibangun
sehingga merupakan sebuah bangunan indah dalam tanah.
"Hati2 saudara. Mungkin dalam markas ini telah dilengkapi
dengan alat2 perangkap yang berbahaya." Hoa Sin memberi
peringatan. Tepat pada saat ketua Kay-pang memberi peringatan,
sekonyong konyong dari atas langit2 ruang guha itu meluncur
sekeping baja yang menutup jalan dimuka. Dan serempak
dengan itu, dari belakang pun segera terdengar bunyi
berderak derak dan sebuah pintu besi yang meluncur dari atas
langit2 ruang itu. "Celaka, kita tertutup disini," seru Hoa Sin.
Dung .... dung ..... tiba2 kakek Lo Kun lari menghampiri
pintu besi itu dan menghantam. Tetapi pintu besi yang amat
tebal itu, sedikit pun tak melekuk.
"Ham, jangan kuatir kakek Lo," seru Sian Li yang juga
menyusul datang. Ia mencabut pedang Pek-liong-kiam lalu
mulai membacok:. Cret, eret... pintu itu sedikit demi sedikit
dapat terpapas dengan pedang pusaka itu.
Tetapi tiba2 pula, entah dari mana datangnya, rombongan
orang gagah itu terkejut ketika merasa bahwa ruang itu mulai
dihambur asap warna hitam.
"Saudara2, lekas tutup pernapasan. Kemungkinan asap
hitam ini mengandung racun." seru Hoi Sin pula. Sekalian
orang gagah segera melakukan perintah.
'Hoa pangcu, bagaimana cara menutup napas ?"' seru
Blo'on. Hoa Sin tertegun. Segera ia menyadari bahwa pemuda itu
memang tak mengerti ilmu silat. Kalau disuruh menghentikan
pernapasan secara biasa, Bio'on tentu tak kuat. Jika hidungnya
saja yang disuruh mendekap, mulutnya tentu masih
menyedot. Selang beberapa ketua partai persilatan itu bingung
memikirkan cara bagaimana menyuruh Blo'on menutup
pernapasan, tiba2 Sian Li berseru.
"Kakek Lo, bukankah engkau hendak memberi batu giok
merah berbentuk Naga kepada suko ?" kata Sian Li sambil
masih melanjutkan menggempur pintu baja.
Kakek Lo Kun teringat akan mustika itu. Memang ia hendak
membelikan kepada Blo'on. Maka ia pun segera menghampiri
Blo'on dan menyerahkan mustika itu.
"Buat apa ?" seru Blo'on.
"Jika engkau dekapkan mustika ini ke hidung engkau tentu
takkan mati terkena asap beracun?" kata kakek Lo Kun.
"Apakah asap hitam ini beracun ?" tanya Blo'on pula.
"Aku sendiri juga tak mengerti," kata Lo Kun.
"Ya, memang beracun, kongcu." sahut Hoa Sin.
"Tetapi mengapa aku tak mati ?" tanya Blo'on.
"Sudahlah, kongcu, harap melindungi dirimu dengan
mustika itu," Hoa Sin tak mau berdebat berkelarutan.
Tetapi Blo'on tetap bandel. Ia hanya menyimpan mustika
merah itu kedalam baju. Asap hitam itu makin lama makin tebal sehingga ruangan
itu gelap sekali. Sian Li pun hanya dapat menghantam pintu
dengan sembarangan saja, tanpa arah. Akibatnya pintu itu
lama sekali tak terbuka. Beberapa saat kemudian, asap makin lama makin tipis
tetapi tokoh2 yang berada di ruang itu pun berobah
perangainya. Mereka menangis tersedu-sedu.
Beberapa tokoh yang berilmu tinggi, Pek I lojin, Hoa Sin,
Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin, kakek Lo Kun hanya
mengalirkan airmata. Tetapi yang lain2, Hong Ing, Sian Li dan
rombongan orang gagah yang ikut mereka, sama manangis.
Ada yang menangis keras, ada yang tersedu sedan ada yang
tersekat sekat. Hanya Blo'on seorang diri yang tidak menangis tetapi
terlongong-longong. Ia heran mengapa orang2 itu berobah
seperti orang yang ditinggal-mati keluarganya.
"Hai, mengapa kamu ini ?" teriaknya. Kemu dian ia
menghampiri kakek Lo Kun. "Kakek, mengapa engkau
mengucurkan airmata "**
Tetapi kakek itu tak menjawab. Dia tetap menangis. Blo'on
bertanya kepada Pek I lojin : "Lojin, mengapa engkau
mengucurkan atrmata?"
Kakek biju putih itu hanya geleng2 kepala tak menyahut.
"Aneh," guman Blo'on lalu bertanya kepada Hoa Sin, Ceng
Sian suthay, Hong Hong tojin, Sian Li, Hong Ing dan lain2
orang. Tetapi mereka hanya diam tak menyahut dan tetap
menangis terus. Entah bagaimana, Blo"on merasa tentu terkena asap hitam.
Jika terus menerus berada dalam ruang ini, mereka tentu mati
semua, kecuali aku !. Serentak ia melihat Sian Li yang masih menangis tersedu
sedan itu sudah hentikan gempurannya pada pintu besi. Blo'on
pun dapat mengetahui bahwa pedang yang kini menggeletak
di sisi sumoay itu sebuah pedang pusaka yang luar biasa
tajamnya. Adalah karena Sian Li kurang cepat menghantam,
atau mungkin karena tenaganya kurang, maka pintu itu tak
dapat segera bobol. Segera Blo'on mengambil pedang Pek liong-kiam itu lalu
dengan sekuat tenaga ia menghantam pintu besi. Bumi terasa
bergetar keras ketika pintu besi itu berdering dering dibacok
pedang Pek-liong kiam. Entah bagaimana, tiba2 saja Blo'on itu seperti orang yang
tidak blo'on. la dapat melihat dan mengetahui apa yang
terjadi. Dia pun dapat mengerahkan tenaga sehingga
bacokannya itu hebat sekali. Dalam waktu singkat, pintu besi
yang setebal batu merah itu pun bobol dan terbuka sebuah
lubang besar. Dia terus membacok dan lubang pada pintu besi
itu pun makin besar. "Hayo, kita keluar," ia berseru seraya menarik orang2 itu
keluar. Tangis orang2 itu pun makin lama makin reda, kemudian
berhenti. Blo'on tak mau memaksa mereka untuk melanjutkan
perjalanan. Ia membiarkan mereka beristirahat dulu. Dia
sendiri bingung bagaimana harus menghibur mereka.
Lebih kurang sepenanak nasi lamanya, tiba2 rombongan
orang gagah itu berdiri. "Kim kongcu, tempat apakah ini ?" Hoa Sin lebih dulu yang
pertama-tama membuka mulut.
"Entahlah," sabut Blo"on.
"Kongcu," kata Pek I Iojin, "jika tak salah tadi engkaulah
yang membobol pintu besi itu dan membawa kami keluar,
bukan ?" "Mungkin," sahut Blo'on merenung.
Sekalian orang terbeliak. Mengapa pemuda itu tak dapat
mengingat hal itu. Kemudian mereka meminta penjelasan dari
Pek I lojin. "Peristiwa ini memang aneh," kata Pek I lojin, "asap hitam
tadi telah menyebabkan kita semua kehilangan kesadaran
pikiran dan menangis terus menerus. Aku sendiri yang sudah
berpuluh-puluh tahun tak pernah menangis, leher bajunya
sampai basah dengan airmata."
"Lojin masih dapat mengingat semua kejadian tadi ?" tanya
Hoa Sin. "Secara samar-samar," kata Pek I lojin." rupanya asap
hitam itu memang luar biasa sekali sehingga walau pun
saudara sekalian sudah berusaha untuk menutup pernapasan
tetapi pengaruh asap hitam itu menyusup kedalam tubuh
saudara." "Lalu siapakah yang mengobati kita, lojin" Apakah suko ?"
tanya Sian Li. Pek I lojin gelengkan kepala : "Bukan kalau tak salah
dugaanku, setelah kita berada di alam terbuka, pengaruh asap
hitam itu hilang sendiri."
"O, tetapi mengapa suko tak apa-apa?" tanya Sian Li pula.
Pek I lojin menghela napas, katanya: "Disinilah letak
keanehan pada diri anak itu. Apabila tak salah penilaianku,
soalnya begini. Asap hitam itu beracun tetapi justeru racun
itulah yang menyembuhkan kesadaran otaknya sehingga ia
dapat berpikir terang. Sebaliknya kita, yang berotak waras,
menjadi hilang kesadaran karena asap hitam. Jadi dia adalah
kebalikan dari orang biasa."
"Jika demikian," kata Sian Li, "kalau kita sudah pulih
kesadaran pikiran kita, dia tentu akan kambuh lagi
penyakitnya itu." "Mungkin." sahut Pck I lojin "tetapi mudah-mudahan saja
tidak begitu " "Suko, bagaimana perasaanmu sekarang"* Sian Li langsung
bertanya. "Mengapa aku?" tanya Blo'on "aku tak apa2. Apa engkau
kira aku ini gila?" Sekalian orang tertawa. Kemudian Hoa Sin terseru: "Tugas
kita masih belum selesai, entah kita harus menghadapi bahaya
apa lagi. Mari kita lanjutkan menghancurkan sarang Thiantongkau." Blo'on dan rombongan segera berjalan pula. Lorong markas
dibawah tanah itu memang cukup lebar sehingga jika tak
tahu, orang tentu tak merasa bahwa mereka sebenarnya
sedang berada dibawah tanah.
Tak berapa lama berjalan, kembali mereka menghadapi
peristiwa yang hampir sama. Sekeping baja tiba meluncur dari
atas dan menutup jalan mereka. Dan pada saat itu pula,
mengalirlah asap putih. Seperti yang tadi, pun rombongan orang gagah itu segera
menutup pernapasannya. Dan seperti tadi pula, Blo'on tetap
tak mau meniru kawan-kawannya. Alasannya dia tak dapat
menutup pernapasan. Rupanya asap buatan orang Thian-tong-kau itu memang
hebat ramuannya. Tokoh2 semacam Hoa Sin, Ceng Sian
suthay, Hong Hong tojin dan Pek I lojin yang berilmu tinggi,
akhirnya tetap menyerah juga.
Tiba2 sekalian orang itu tertawa! Hoa Sin, Ceng Sian, Hoag
Hong dan Pek I lojin masih mending. Mereka hanya tertawa
biasa. Kakek Lo Kun tertawa seperti suara burung kukukbeluk.
Hong lng, Sian Li tertawa mengikik. Sekalian anak-murid lain2
rombongan tertawa gelak2. bahkan ada yang melonjak-lonjak
seperti anak kecil. Blo'on seperti tadi, tampak memberingas. la dapat berpikir
terang. Tahu bahwa orang2 itu mempunyai daya khasiat
membuat orang tertawa geli. Karena terus menerus tertawa,
akhirnya orang akan lemas dan rubuh. Yang lemah ilmu
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Iwekangnya tentu akan putus urat-nadinya Sedang yang tinggi
lwekangnya hanya pingsan atau terluka.
"Gila," seru Blo'on, jika tadi mereka menangis, sekarang
mereka diserang penyakit tertawa. Jika tak lekas2 membobol
pintu, mereka tentu akan celaka."
Tanpa banyak bicara, Blo"on segera menyambar pedang
Pek-liong-kiam dari tangan Sian Li dan terus menghantam
pintu besi. Berkat tenaga sakti Ji-ih sin-kang, dapatlah Blo'on
membobolkan pintu besi itu. Dan ketika berada diluar,
menghirup udara segar, orang2 itu pun sembuh. Celakanya.
Blo'on sendiri yang kumat ketolol-tololannya.
Ruang ketiga yang juga dirintangi dengan pintu, tak kurang
berbahaya. Setelah pintu besi mengatup, maka bermunculan
beratus ratus ekor ular besar kecil menyerang mereka.
Para ketua partai persilatan marah. Mereka hendak
membasmi kawanan ular itu.
"Jangan," tiba2 terdengar seorang lelaki berseru. Dia
ternyata seorang anakmurid dari partai persilatan Kim-coa
pang (Ular emas), dari gunung Lu liang-san. Ketua mereka.
Pui Tik, telah mati dalam pertempuran dengan pengawal Thian
tong kau. "Mengapa ?" tanya Pengemis-sakti Hoa Sin.
"Aku dapat mengatasi kawanan ular itu," kata orang itu lalu
mengeluarkan bungkusan dari bajunya. Bungkusan itu
merupakan bubuk putih. Bubuk itu segera ditaburkan kearah
kawanan ular, kemudian disulut dengan korek api. Dan bubuk
itu segera memancarkan api warna biru. Kawanan ular itu
ketakutan lari masuk kedalam liang lagi.
Setelah keluar dari tempat itu, mereka melanjutkan
perjalanan menyusur lorong yang akan membawa mereka tiba
di pusat markas Thian-tong-kau.
Seperti yang telah diduga semula, tiba2 mereka tertutup
pintu besi lagi. Oleh karena sudah mempunyai pengalaman
maka rombongan orang gagah itu pun bersiap siap.
Dan persiapan mereka memang tepat Karena tak lama
kemudian dari ruang lorong itu segera menghambur berpuluh
macam senjata rahasia ke arah mereka.
Jika perangkap berisi senjata rahasia itu ditujukan pada
jago2 biasa, mnngkin akan membawa hasil. Tetapi yang
menyerbu kedalam lorong itu adalah tokoh2 ketua partai
persilatan. Sudah tentu serangan senjata rahasia itu tak
banyak gunanya. Empat buah tempat berbahaya berhasil dilalui dengan
selamat. Kini rombongan orang gagah itu berhadapan pula
dengan sebuah rintangan. Beda dengan keempat pos
berbahaya tadi, mereka tidak menghadapi rintangan pintu besi
tetapi sebuah lubang lebar. Lorong terputus, jika hendak
melanjutkan perjalanan harus dapat melampaui sebuah lubang
yang mirip sebuah jurang.
Kedua tepi lubang itu terpisah sepuluh tombak jauhnya.
Dasar dari lubang itu entah berapa puluh meter dalamnya.
Samar2 itu melihat bahwa dalam datar lubang yang
menyerupai sebuah jurang itu, seperti mengandung air warna
hitam yang tampak bergolak golak seperti air mendidih. Jika
jatuh ke bawah dasar, jelas tentu mati.
Mungkin hanya beberapa tokoh yang mampu loncat
melampaui mulut lubang itu. Tetapi rombongan yang lain
dikuatirkan tak mampu. "Hebat sekali markas Thian tong- kau," seru Sian Li, "locianpwe,
bagaimanakah benggolan2 Thian tong kau itu
melintasi jalan ini ?" tanyanya kepada Pek I lojin.
"Mungkin mereka memliliki ilmu meringankan tubuh yang
hebat," sahut Pek I lojin.
"Tetapi tidak semua anakbuah Thian tong-kau memiliki
kepandaian tinggi, lo-cianpwe. Lalu bagaimana cara anakbuah
mereka melalui tempat ini ?"
"Ya, memang mengherankan," Pek I lojin hanya menjawab
ringkas. "Jika tak salah, mereka tentu menyediakan alat, entah
jembatan gantung atau jembatan tali atau alat2 iain untuk
menyeberangkan mereka ke tepi dimuka," kata pengemis sakti
Hoa Sin. "Jika begitu, mari kita cari alat itu. Mungkin berada
disekeliling tempat ini," kata Sian Li.
Beberapa orang segera mencari kesekitar tempat itu tetapi
tak menemukan hasil apa2.
"Aku sanggup menggendong seorang untuk loncat ke
seberang sana," seru kakek Lo Kun.
Pek I lojin tertawa sembari gelengkan kepala: "Berbahaya.
Jangan kita menempuh cara yang membahayakan jiwa."
Kakek Lo Kun tak puas. Ia merasa dianggap tak mampu,
serunya : "Jangan menghina aku si Lo Kun tua ini. Kalau aku
tak mampu, biarlah aku meluncur turun kebawah jurang."
Pek I lojin tertawa : "Jangan salah faham. Soal ini harus
kita pikirkan semasak-masaknya karena menyangkut jiwa.
Loheng, engkau mungkin mampu mulakukan hal itu. Dan
andaikata gagal, engkau pun sudah bersedia tercebur kedasar
jurang. Tetapi bagaimana dengan orang yang engkau
gendong itu " Bukankah dia juga akan kehilangan nyawa ?"
Lo Kun tak dapat menjawab.
"Lojin dan pangcu sekalian " tiba2 Pergemis-sakti Hoa Sin
berkata, "aku mempunyai usul. Entah pangcu sekalian dapat
menyetujui atau tidak."
"Cobalah katakan," seru Hong Hong tojin.
"Kita bentuk jembatan hidup!" seru Hoa Sin.
"Maksud Hoa pangcu, membuat jembatan manusia ?" cepat
Hong Hong tojin menanggapi.
"Ya. Dengan tujuh atau delapan orang saling berpegangan
sambung menyambung, tentulah kita dapat menciptakan
sebuah jembatan hidup. Saudara saudara yang lain dapat
menggunakan jembatan itu unruk melintas ke seberang tepi
sana." "Bagus, bagus!" teriak kakek Lo Kun, "hayo, segera saja kiia
jadi jembatan." "Tidak!" tiba2 Blo'on menolak, "aku manusia, bukan
jembatan. Jadi jembatan tidak enak, badan dan kepalaku
tentu diinjak-injak orang."
"Blo'on," teriak kakek Lo Kun, "jangan engkau memikirkan
kepentinganku sendiri. Demi menyelamatkan sekian banyak
orang, engkau harus mau berkorban."
"Ada banyak cara untuk berkorban, tidak harus menjadi
jembatan," bantah Blo'on lagi.
"Bagaimana caranya ?" tanya kakek Lo Kun. "Entah, aku tak
dapat berpikir," sahut Blo'on.
"Kim kongcu memang benar," tiba2 Ceng Sian suthay ikut
bicara," jembatan orang itu memang baik. Tetapi berbahaya
juga. Selain itu, membentuknya pun juga sukar. Hoa pangcu,
dengan cara bagaimana kita akan membentuk jembatan itu?"
"Pertama, kita harus saling bertumpuk. Seorang naik dan
berdiri diatas bahu seorang, kemudian ada lagi orang yang
naik diatas bahu orang kedua itu, orang keempat naik dibahu
orang ketiga, demikian seterusnya sampai enam atau tujuh
orang. Kemudian barisan susun itu harus berdiri di tepi lubang.
Yang paling atas sendiri segera berayun menjatuhkan diri
kemuka. Yang dibawahnya harus ikut merebah kemuka.
Dengan demikian orang yang paling atas akan dapat mencapai
tepi seberang. Setiap orang harus memegang kaki orang yang
berdi ri diatas bahunya."
"Apabila sudah selesai, nanti bagaimana cara untuk
melepaskan diri?" tanya Ceng Sian sutbay pula.
Hoa Sin mengatakan bahwa harus ada gerakan serempak
untuk bersama-sama mengayunkan tubuh.
"Pertama, dibagian tengah harus dilepas sehingga jembatan
itu seperti kutung ditengahnya. Kedua, kelompok itu harus
mengayunkan tubuh ke udara, agar dapat berayun ke tepi
kembali." "Bagaimana kalau umpamanya saat itu fihak Thian-tongkau
mengetahui lalu mereka menyerang atau melepaskan
senjata rahasia kearah mereka yang sedang membentuk
jembatan manusia itu " Walau pun yang dipilih menjadi
jembatan manusia itu tentu para tokoh yang berilmu tinggi,
tetapi mereka kehilangan daya perlawanannya menghadapi
serangan musuh. Dalam keadaan merebah diatas jurang itu,
musuh tentu mudah untuk menghancurkan kita."
Keterangan suthay itu memang sukar dibantah. Hoa Sin
tertegun. Diam2 ia menganggap pandangan Ceng Sian suthay
itu memang tepat. Dalam keadaan menjadi jembatan, tokoh2
itu tentu tak mampu melawan serangan fihak Thian tong kau.
"Lalu bagaimana"' tanya kakek Lo Kun.
Tiba2 Sian Li berseru : "Ada akal. Tiada yang dapat
mengerjakan pekerjaan ini kecuali suko !"
"Bagaimana ?" teriak kakek Lo Kun.
"Begini," kata Siau Li, "jelas dalam tubuh suko mengandung
tenaga sakti yang aneh. Selama dalam pertempuran tadi
kuperhatikan, setiap kali musuh memukul, musuh itu tentu
terpelanting sendiri. Ini menunjukkan bahwa tenaga -sakti
dalam tubuh suko itu memiliki daya tolak yang hebat. Dengan
begitu apabila dengan sepenuh tenaga kita mendorongnya,
tenaga -sakti suko itu akan jadi tenaga -tolak yang hebat
sehingga kita akan terlempar jauh ke belakang. Atau berarti
dapat melintasi jurang ini."
"Benar," seru Pengemis sakti Hoa Sin, "tetapi masih ada
kekurangannya. Bagaimana dengan saudara2 yang tenaga
dalamnya kurang sempurna itu " Jika tenaga dorongan
mereka kurang kuat, tubuh mereka pun takkan terlempar
jauh. Mungkin hanya mencapai sepertiga atau setengah dari
muIut jurang. Dengan begitu mereka pasti akan meluncur
jatuh kedasar jurang."
Sian Li tak dapat menjawab. Memang ulasan pengemissakti
itu benar. Hanya beberapa tokoh saja yang dapat
meminjam tenaga -tolak Blo'on untuk melampaui mulut
jurang. Yang lain2, mungkin sukar.
"Soal itu," tiba2 Pek I lojin ikut bicara, "tergantung pada
Kim kongcu saja." "Apakah itu lojin"' tanya Sian Li. "Untuk yang kurang tinggi
ilmu tenaga dalamnya bolehlah Kim kongcu melemparkannya
saja." "Apakah engkau sanggup suko?" tanya Sian Li.
"Apakah engkau kira aku sanggup melakukan hal itu ?"
Blo'on balas bertanya. "Asal engkau mau memancarkan tenaga -sakti dalam
tubuhnya, tentulah engkau dapat melakukan hal itu," seru
Sian Li. Akhirnya karena tiada jalan lain, terpaksa Blo'on
menyanggupi. Ia segera berdiri lima langkah dari tepi jurang.
Kemudian ia bersiap. Tetapi sebelum mulai, tiba2 Pek I lojin bergerak
menyerangnya. Blo'on menjerit kaget : "Hai, kakek baju
putih,fmengapa engkau menyerang aku?"
Tetapi Pek I lojin tak peduli. Diserangnya Blo'on sampai
kalang kabut. Karena mengkal, marahlah Blo'on. Dan karena
marah tenaga -sakti Ji-ih sin-kang pun memancar, keluar. Ia
dapat mengimbangi kegesitan Pek I lojin yang menyerang
dengan gaya lari berputar-putar mengelilingi Blo'on.
Beberapa saat kemudian tiba2 pula Pek I lojin loncat keluar
dan gelanggang pertempuran dan berseru; "Nah, rasanya
tenaga -sakti dalam tubuh Kim kongcu sudah memancar.
Silahkan mulai." Seorang anakbuah sebuah rombongan, maju kehadapan
Blo'on, menyerahkan diri untuk diangkat Blo'on lalu
dilemparkan ke muka. Wut.... tubuh orang itu melayang
sampai tujuh delapan tombak ke udara dan melayang turun ke
tepi seberang. "Bagus, suko," teriak Sian Li, "engkau hebat."
Berturut-turut anakmurid dari rombongan perkumpulan dan
perguruan silat telah dilontar Blo'on ke seberang tepi dengan
selamat. Ketika tiba giliran Hong lng, nona itu menolak: "Tidak, aku
dapat melintasi sendiri."
Habis berkata nona itu terus menghimpun tenaga dalam
lalu melambung ke udara. Bagaikan seekor burung belibis
melayang, tubuh nona itu pun melayang kearah seberang tepi.
Tepi sekonyong-konyong tubuhnya makin lama makin
meluncur turun. Pada hal jarak dengan tepi masih lebih
kurang setombak. "Celaka," teriak Hoa Sin, "nona itu pasti meluncur kebawah
jurang." "Suko, lekas lepaskan tamparan," cepat Sian li mendorong
Blo'on. Dan karena gugup Blo'on- pun segera ayunkan
tangannya menampar sekuat-kuatnya ke muka, diarahkan
pada Hong Ing. Saat itu Hong Ing sudah meluncur tepat sejajar dengan
permukaan tepi jurang. Sedikit lagi, dia tentu sukar tertolong.
Untunglah gelombang tamparan tangan Blo'on itu
memancarkan tenaga yang kuat sehingga tubuh Hong Ing
terdorong kemuka dan tepat berguling-guling diatas tanah.
Menyaksikan hal itu beberapa ketua partai persilatan
menghela napas longgar. Diam2 mereka memuji tenaga -sakti
yang dimiliki Blo'on. "Sumoay, bagaimana engkau?" tanya Blo'on.
"Aku ada cara," kata Sian Li, "cobalah engkau berdiri tegak
dimuka jurang ini". Blo"on tak mengerti apa yang hendak dilakukan sumoaynya
itu tetapi ia menurut juga. Begitu ia berdiri tegak, tiba2 dari
belakang Sian Li loncat dan berdiri diatas bahu sukonya.
Blo'on terkejut. Dan lebih terkejut sekali ketika kaki Sian Li
terasa berat sekali memijak bahunya. Sedemikian berat
sehingga tubuh Bto'on mengendap kebawah hampir saja
sampai berjongkok. "Angkat suko," teriak Sian Li.
Agar jangan sampai terjatuh, tiba2 Blo'on kerahkan tenaga
dan berdiri tegak lagi. Uh .... ia merasa ringan. Dan ketika
memandang kemuka ternyata Sian Li sudah melayang di udara
dan meluncur di tepi seberang.
Ternyata waktu menginjak bahu Blo'on, dara itu gunakan
ilmu Ciau-kin tui atau tindihan seribu-kati sehingga tubuh
Blo'on blesek ke bawah. Pada saat Blo'on kerahkan tenaga
sakti ji-ih-sin-kang, Sian Li pun menyerempaki dengan
mengayunkan tubuhnya keudara. Dengan cara meminjam
tenaga pijakan itu, dapatlah ia selamat mencapai tepi
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seberang. "Aku juga," seru kakek Lo Kun seraya terus loncat
mencemplak di atas bahu Blo"on. Blo"on terkejut dan berontak
sekuat-kuatnya, sehingga tubuh kakek itu terlempar ke udara.
Dalam melayang itu karena belum siap, tubuh Lo Kun
berguling-guling di udara seperti bola.
Hoa Sin, Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin serentak
ayunkan tubuh. Ketiga ketua partai persilatan masing2
memiliki ilmu meringankan-tubuh yang tinggi. Bagaikan
burung garuda melayang, tubuh mereka melambung diudara.
Begitu tiba di tengah-tengah, mereka menghimpun tenaga
dalam Iagi lalu meronta sekuat-kuatnya. Ceng Sian suthay
mengebutkan hudtim untuk meminjam tenaga. Hoa in
menginjakkan kaki kanan pada kaki kiri untuk meminjam
tenaga. Sedang Hong Hong tojin melesakan hantaman ke
bawah agar tubuhnya melayang kemuka.
Demikian ketiga ketua partai persilatan mempunyai cara
dan gaya sendiri2 untuk melintasi mulut jurang yang lebar itu.
Kini hanya tinggal Blo'on dan Pek I lojin.
"Lojin, aku kuatir tak dapat loncat melampaui jurang yang
begini lebar. Huh, ngeri kalau sampai meluncur kebawah,"
tiba2 Blo"on berkata.
'Ah, kongcu memiliki tenaga yang hebat. Tak mungkin
kongcu tak dapat melintasi. Hayo, mereka telah menunggu
kita," kata Pek I lojin lalu menarik tangan anak itu terus diajak
loncat keatas. Habis menarik Blo'on, Pek I lojin terus melepaskannya
karena dia sendiri harus mengerahkan tenaga dalam untuk
melambung ke udara dan meluncur ke seberang tepi.
Blo'on meluncur turun kebawah jurang. Ia menjerit-jerit
karena terkejut sehingga membuat sekalian orang terkejut
sekali. "Suko, merontalah supaya tubuhmu dapat melambung
keatas," teriak Sian Li.
Blo on mendengar juga teriakan sumoaynya itu dan ia pun
mencobanya. Tetapi tetap tak dapat mencegah tubuhnya yang
terus meluncur ke bawah itu.
Tak berapa lama Blo'on pun lenyap dalam asap yang
berasal dari air didasar jurang yang menguap itu.
"Suko.....!" Sian Li menjerit dan dengan kalap terus hendak
loncat kedalam jurang. Tetapi untunglah Ceng Sian suthay
cepat mencegahnya. "Jangan sicu, kita harus mencari daya untuk menolong
sukomu. Dengan cara nekad hendak terjun kedalam jurang,
sukomu takkan tertolong bahkan engkau sendiri malah
terancam bahaya," kata suthay ketua Kun lun-pay itu.
Juga kakek Lo Kun tak kurang bingungnya Ia menjerit-jerit
dan berteriak teriak memanggi Blo'on tetapi tiada penyahutan.
"Blo'on, aku ikut engkau !" tiba2 kakek Lo-Kun terus loncat
kedalam jurang. Beberana ketua partai persilatan terkejut bukan main.
Mereda hendak mencegah tetapi terlambat. Kakek itu sudah
meluncur turun dan lenyap dalam gumpalan asap tebal.
"Oh, kakek Lo..." tiba2 diluar dugaan Sian Li pun terus
loncat kedalam jurang menyusul suko dan Lo Kun.
Saat itu Ceng Sian suthay sedang memperhatikan Lo Kun
yang terjun kedalam jurang sehingga ia lepaskan perhatiannya
kepada Sian Li. Ketika nona itu loncat, ia tak keburu mencegah
lagi. Sampai beberapa saat sekalian orang sibuk berusaha untuk
menolong Blo'on bertiga. Tetapi tiada lain jalan kecuali hanya
menghela napas. "Adakah kita harus terjun untuk menolong mereka ?" tanya
Hong Hong tojin. Hoa Sin kerutkan dahi, menyahut: "Kurasa tak perlu. Lebih
baik sekarang kita lanjutkan lagi menyerbu markas Thian
tong-kau." "Lalu bagaimana nasib ketiga orang itu?" tanya Hong Hong
tojin. "Mereka bertiga tergolong manusia2 yang besar rejeki.
Sudah berulang kali mereka terancam bahaya maut tetapi
setiap kali tentu tertolong." kata Pek I lojin.
"Lojin maksudkan kali ini mereka tentu juga akan tertolong
lagi ?" Hong Hong menegas.
"Aku tak berani memastikan, pangcu," kata Pek I lojin,
"tetapi kulihat wajah anak itu tak tampak sesuatu tanda2
bahwa dia akan meninggal dalam waktu dekat. Cahaya rejeki
besar masih memancar pada wajahnya. Mudah-mudahan akan
menjadi kenyataan," kata Pek I lojin.
"Lalu bagaimana langkah kita selanjutnya?" tanya Hong
Pukulan Si Kuda Binal 1 Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Harpa Iblis Jari Sakti 24
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama