Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen Bagian 22
mau hidup terus sampai sekarang ini...."
"Tetapi Thian maha adil, taysu Lihat saja sijahat akan makan hasil perbuatan busuknya" Siauw Pek menghibur. Han in menghela napas.
"Benar, bengcu. Loolap bersumpah dengan tanganku sendiri akan menghukum si murid murtad, guna mengambil kembali kekuasaanku selaku ketua partai. Kalau tidak, tak ada muka loolap menemui mendiang guruku yang berada dunia lain Dan dihadapan para murid yang lurus dan setia, akan loolap umumkan kejahatan si murtad itu, supaya kemudian loolap dapat memperbaiki partai loolap itu."
Beda dari pada ketuanya. Soat Kun menggeleng kepala atas niat Han in pulang kegunungnya itu. Kata nona ini. "Taysu, waktu sudah berubah, suasana telah salin rupa. Daya taysu ini sudah tak sempurna lagi."
Mendengar itu, Han in Taysu menatap si nona akan tetapi ia cuma bisa mengawasi cala nona itu.
"Nona, kau sangat mengagumkan loolap." katanya kemudian- "Maukah nona memberi petunjuk kepadaku?"
"Taysu, kata-katamu ini sangat memuji aku." berkata Nona Hoan"Loolap bicara dari hal yang benar."
"Taysu, pandanganku begini," berkata sinona kemudian- "Ngo Bie Pay lain dari pada Siauw Lim Pay maka itu, kalau taysu bertindak seperti pihak Siauw Lim, kau tentu tak akan berhasil. Tindakan rombongan Su Kay Taysu itu, didalam tempo yang pendek. bakal tersiar luas, hingga semua orang mengetahuinya. Dengan demikian, bukankah telah ada contoh" Apakah Hoat ceng tak bakal menyediakan payung sebelum hujan turun" pastilah dia telah bersiap sedia akan menyambut taysu"
"Benar" Oey Eng turut bicara. "Sekarang Hoat ceng mengetahui Ngo Bie Pay. Dia memegang kekuasaan besar, mudah saja dia
bergerak. Bukankah dia Cerdik dan licik" Taysu pulang seorang diri,
apakah itu bukan artinya menyerahkan diri masuk kedalam jaring?"
"Bicara terus terang, taysu," Ban Liang juga turut bicara. "Taysu bercacat terutama pada kedua kaki taysu, hingga tak merdeka kau menggunakan kedua kakimu itu. Sekarang taysu mau mendatangi tempat berbahaya, mana hati kami dapat lega?"
"Paling benar" Kho Kong berseru, "Kita semua sama-sama pergi ke Ngo Bie San. untuk menemani taysu dan membantunya membersihkan partainya"
Semua orang Kim Too Bun bersimpatu kepada ketua Ngo Bie Pay ini. Hati Han in Taysu terharu.
"Siecu sekalian, terima kasih untuk kebaikan hati kalian" katanya. "Sekarang ini dunia sedang kacau, Kim Too Bunpun mempunyai urusan sendiri, maka itu mana dapat kalian pergi keSu coan yang sangat jauh" Untuk pergi dan pulang, orang harus menggunakan
tempo banyak sekali. oleh karena itu, tak usahlah Siecu sekalian
melakukan perjalanan yang jauh itu......."
Terdengar Soat Kun menghela napas.
"Memang sebenarnya, suasana tak mengijinkan kami semua turut ke Sucoan," katanya. "Tapi juga tidak tepat untuk membiarkan taysu pergi pula seorang diri. Sedangkan itu adalah perjalanan yang berbahaya. Kita harus bersama-sama untuk memikirkan jalan yang ada kebaikannya buat yang kedua belah pihak. Disamping kita membereskan urusan dalam dari Ngo Bie Pay, kita juga harus mendapatkan kesempatan buat mengumumkan orang-orang gagah yang merdeka, untuk kita bekerja sama menentang Seng Kiong Sin Kun"
"Benar begitu" Giok Yauw pun campur bicara. "Maka itu nona, tolong kau pikirkan daya yang sempurna. Apakah daya itu?"
Han in Taysu mengangguk. Dia setuju.
"Nona cerdas sekali, pasti nona dapat memikir jalan yang sempurna" katanya.
Giok Yauw juga mendesak Nona Hoan- ia sangat ingin membantu pendeta tua itu, yang menurut kenyataan telah menjadi gurunya, sebab ia telah diajari ilmu silat pedang dan tangan "Hui Liam Sam Kiam," dan "Thian Hong Su ciang."
Kemudian Soat Kun bertanya. "Taysu, apakah taysu ketahui, kecuali Hoat ceng, adakah lain orang yang ilmu silatnya liehay didalam Ngo Bie Pay?"
Pendeta itu menggelengkan kepala.
"MenyesaL Siecu, tak loolap ketahui. Sejak dianiaya dan dikurung, loolap asing terhadap partai loolap itu."
Siauw Pek berpaling kepada Su Kay Taysu.
"Dalam hal ini." katanya kepada pendeta Siauw Lim itu. "Mungkin taysu yang dapat memberi keterangan tentang Ngo Bie Pay itu."
"Bengcu menanyakan, tak dapat loolap tak bicara dengan sebenar-benarnya." berkata pendeta itu, mengangguk. "Sekarang ini didalam Ngo Bie Pay ada tiga orang yang ternama, mereka itu terdiri dari satu bikshu, satu bikshuni dan satu orang biasa saja, bukan pendeta bukan imam. Mereka itu mendapat sebutan Ngo Bie Hu hoat Sam ciat."
"Taysu, tahukah taysu nama ketiga orang itu", tanya Han in. Su Kay mengangguk.
"si bikshu adalah Ang In dan si bikshuni Cie in," sahutnya. "Sedangkan siorang biasa ialah Kheng Tan-"
Kembali wajah Han In suram mendengar disebutnya tiga nama itu, bahkan mereka itu disebut "huhoat sam ciat" artinya "tiga pelindung hukum yang terliehay".
"Merekalah murid- murid durhaka dari Ngo Bie Pay" katanya, berduka berbareng mendongkol. "Mereka diusir oleh mendiang guru kami pada tiga puluh tahun yang lalu. Ang In dan Cieng In diusir sebab melakukan pelanggaran agama, ilmu silat mereka telah dihapus. Siapa sangka sekarang mereka muncul pula, malah sebagai pelindung hukum Ngo Bie Pay"
"Merekalah penunjang yang paling diandalkan Hoat ceng." Su Kay memberi keterangan lebih jauh.
"Loolap masih mempunyai seorang paman guru namanya ceng ceng." berkata Han in. "Apakah taysu tahu kalau- kalau dia masih sehat walaftat?"
"Seng ceng Siansu dapat tak dibuat sebutan selang sepuluh tahun lebih." sahutnya. "Entahlah sekarang dia masih ada atau sudah menutup mata." Siauw Pek menghela napas.
"Kalau begitu taysu, lebih baik jangan taysu pulang dahulu." ia mencegah. "Sekarang justru waktunya si sesat berkuasa dan sijujur bersembunyi."
Han in Taysu tertawa tawar.
"Buat loolap. hidup atau mati sudah diluar garis" katanya.
"Bengcu," Giok Yauw berkata, "Bagaimana kalau aku turut taysu pergi ke Ngo Bie Pay?" Siauw Pek tercengang. Itulah pertanyaan diluar dugaannya.
"Sekarang ini bukan soal pergi atau tidak pergi." ia berkata sesudah berpikir. "It Tie dari Siauw Lim Sie, Gouw in Cu dari Bu Tong Pay, Hoot Ceng dari Ngo Bie Pay, dan Shie Siang Hin dari Khong Tong Pay, merekalah penunjang-penunjang yang paling diandalkan dari Seng Kiong Sin Kun, sedang tadinya, mereka menjadi mata- mata didalam keempat partai besar. Soal sekarang ialah kemana kita harus pergi lebih dahulu."
"Bengcu benar, mari kita pahami soal ini." berkata Ban Liang.
Sampai disitu, semua mata diarahkan kepada Nona Hoan- Ketika itu si nona tampak sedang tunduk tanpa mengucapkan sepatah kata perkataan. orang tahu, seperti biasanya, nona itu tengah mengasah otaknya karena itu, tidak ada jalan yang berani mengganggunya. Dengan demikian, sunyilah mereka semua.
Lewat kira-kira beberapa menit, tiba-tiba terdengar suara si nona. "Ada Ada Ada"
Giok Yauw, yang menentang matanya, adalah yang paling dulu bertanya. "Ada apa nona?"
"Ada jalannya" menyahut Nona Hoan- "Asal semua dapat bersatu hati melakukannya, dapat kita membuat pertempuran yang memutuskan dengan Seng Kiong Sin Kun"
Mendengar kata-kata si nona, tiba-tiba orang bagaikan terbangun semangatnya.
"Lekas bicara, nona" Kho Kong berseru. "Daya apakah itu" Siapa
tidak suka bekerja sama dan atau melakukannya dengan sungguhsungguh. Dia dapat dihukum menurut undang-undang perang"
Suara pemuda tak sabaran itu disambut sinona dengan senyuman. Lalu habis itu, kembali ia berdiam.
Menyaksikan demikian, Ban Liang menghela napas.
"Rahasia tak dapat dibocorkan" katanya. "makin rahasia besar, makin tak dapat sembarangan diumumkan. Demikianlah ajarannya Cukat Bu Houw. Sudah, jangan ada yang tanya kepada si nona"
"oh, begitu?" berkata Kho Kong.
Mendengar suara si anak muda, semua orang tertawa. Akan tetapi, didalam hati, semua menerka-nerka. "Daya apakah yang si nona punyai?"
Tidak lama, Soat Kun berpaling kepada Han In Taysu.
"Taysu" kata ia, Jikalau taysu dapat bekerja menurut pikiranku, aku percaya Hoat Ceng bersama ketiga pelindung hukumnya itu akan datang kemari kehadapan taysu, untuk membereskan urusan
rumah tangga Ngo Bie Pay itu......"
"Jikalau itu sampai terjadi, sungguh ringan bagi kita," berkata Siauw Pek. "Dengan begitu tak usah kitalah yang pergi melakoni perjalanan jauh ribuan lie itu"
Han In taysu melongo karena herannya, ia menengadah kelangit. "Berapa lama loolap mesti menanti, nona?" tanyanya.
"Dalam waktu tiga bulan, taysu."
"Tidakkah tempo tiga bulan terlalu lama?" tanya sang pendeta.
"Jika loolap tidak dapat membinasakan murid murtad itu, loolap
akan makan tak napsu dan tidur tak nyenyak" Soat Kun tertawa.
"Untuk berita sampai di Ngo Bie San, buat mereka itu sampai disini, buat pergi dan kembali, sedikitnya dibutuhkan waktu dua bulan." katanya.
"Karena itu, tempo tiga bulan itu bukanlah tempo yang lama." "Suhu, dengarlah aku" berkata Giok Yauw. "Belasan tahun suhu
bersabar.....mustahil tiga bulan tidak?"
Pendeta dari Ngo Bie Pay itu tertawa menyeringai.
"Nona, sudi kiranya kau memberi petunjuk kepadaku," ia minta kepada Soat Kun-"Sebelum murid murtad itu datang kemari, apa saja yang loolap mesti kerjakan?"
Sebelumnya menjawab, Nona Hoan memperlihatkan sikapnya yang sungguh-sungguh.
"Taysu" sahutnya. "Hoat Ceng itu menjadi murid taysu, untuk menghukum dia, taysu yang mesti turun tangan sendiri"
"Kau benar nona, tapi bagaimana caranya?" Sinona tersneyum. "Inilah urusan dalam Ngo Bie Pay, orang luar tak berhak
mencampur...." Han In taysu melengak. tapi segera tampak wajahnya terang. Inilah karena ia dapat berpikir: "Jikalau murid celaka itu datang bersama tiga kawannya, seorang diri sulit aku melayaninya. Jika kau gagal, tidakkah itu membuat penasaran" Dalam mengurus urusan Ngo Bie Pay ini, aku memang tidak dapat minta bantuan orang lain....." Pendeta ini bukannya seorang tolol, ia segera insyaf. Akhirnya ia tertawa.
"Giok Yauw" berkata ia kemudian- "Loolap harus melatih dahulu ilmu silatku Lekas kau pernahkah aku kedalam kereta kuda, kaujaga agar tidak ada orang yang mengganggu.. Ingat, jangan kau membuatku menyia-nyiakan yang amat berharga ini" Giok Yauw gembira sekali.
"Baik suhu" sahutnya. "Murid mu akan mentaati perintah mu"
Tetap nona ini memanggil suhu kepada pendeta tua itu.
Sementara itu tiga buah kereta sudah bercokol ditepi jalan Oey Ho Ciu Ceng telah menempati salah satu kereta. Karena itu, Giok Yauw membawa gurunya kesebuah kereta yang lainnya. Ia membantui gurunya itu naik kereta bersama-sama kursi atau kereta dorongnya sekalian- Sesudah itu, ia sendiri juga turut naik kedalam kereta. Menyaksikan lagak nona Thio, Ban Liang tertawa.
"Kata- katamu, nona," katanya perlahan kepada Soat Kun, "mungkin akan menyebabkan nona Thio menjadi murid dari Ngo Bie Pay"
Soat Kun senyum. Ketika ia menjawab sijago tua, ia bicara tidak tentang Giok Yauw, katanya: "Waktu untuk bertempur sudah tak lama lagi, karena itu membuat kepandaian silat sendiri bertambah menambah tenaga berperang dan itu juga berarti menambah harapan buat memperoleh kemenangan"
"Nona benar" Kho Kong turut bicara. "Pelajaran kami juga perlu dilatih terus"
Siauw Pek mengangguk. ia mengawasi semua kawannya.
"selama menanti ini, apakah yang harus kita perbuat?" tanyanya
"Nona Hoan tentu dapat memberi petunjuk." berkata Kho Kong. Soat Kun menggelengkan kepala.
"Telah ada yang kupikir, akan tetapi didalam tempo satu bulan ini, aku hendak melihat suasana saja," menyahut si nona. "Sekarang ini segala sesuatu aku serahkan kepada kalian-"
Siauw Pek memandang Su Kay Taysu.
"Taysu pikir bagaimana?" ia tanya pendeta Siauw Lim Sie itu. "Loolap menurut saja" sahut orang yang ditanya.
"Menurut aku," Ban Liang berkata. "Baiklah kita berangkat ke Kanglam untuk melihat keindahan disana."
Setelah mendengar pelbagai suara itu, Soat Kun baru berkata: "Ban Loocianpwee benar, Kalau kita pergi ke Selatan, mungkin kita akan memperoleh sesuatu hasil"
Kang Lam ialah wilayah Selatan.
Tiba-tiba Su Kay mendapat pikiran. Maka iapun berkata: "Ngo Bie San berada jauh di See Siok. tak dapat kita pergi kesana, tetapi Bu Tong Pay terletak tak jauh dari sini, kenapa kita tak mau pergi kesana untuk melihat bagaimana keadaan Bu Tong Pay?"
Soat Kun tertawa mendengar suara pendeta itu.
"oh, kiranya taysupun mendapat serupa pikiran sebagai aku" katanya. "Kenapa taysu tak mengutarakan sejak tadi-tadi" Tidak demikian tak usahlah taysu membuat kita semua mesti keras berpikir"
Paras sipendeta bersemu merah. "Pendapatku pendapat yang cupat saja." bilangnya. Siauw Pek heran
"Agaknya Nona Hoan memikir sesuatu terhadap Su Kay Taysu," pikirnya. "Kalau diantara mereka ada ganjalan, aku harus meredakannya supaya selanjutnya mereka mengerti satu sama lain- ..." Maka ia selalu berkata: "Diantara sembilan partai besar, Bu Tong termasuk nomor dua yang kuat dan besar pengaruhnya, maka itu, kalau kita pergi kesana, kita harus berhati-hati. Aku percaya kepergian kita inipun akan lebih banyak untungnya daripada
gagalnya....." Su Kay girang Siauw Pek setujui usulnya itu. "Sungguh jauh pandangan bengcu," kata memuji.
"Taysu cuma memuji," kata sang ketua jengah. "Nona Hoan,
jikalau nona tidak memikir lainnya, mari kita berangkat sekarang"
"Terserah pada bengcu" berkata nona itu. Lalu dengan tangan
kanan dibahu adiknya, ia bertindak kearah kereta bertenda.
Hanya sejenak. maka terdengarlah bergelindingnya roda-roda kereta.
Disepanjang jalan itu kadang-kadang terlihat dua atau tiga murid Siauw Lim Sie yang membekal senjata dengan wajah kucal, mereka tampak dijalan besar atau dijalan kecil, tengah mondar mandir. Kalau mereka berpapasan dengan Su Kay Taysu, mereka memberi hormat. Sebaliknya pendeta tua ini tak menanyakan apa juga kepada mereka itu.
Siauw Pek mengawasi gerak gerik para pendeta, ia tahu bahwa orang-orang itu belum berhasil mencuri It Tie, akan tetapi melihat
arahnya mereka itu, ia menerka tentulah It Tie kabur ke selatan gunung Siong SanDilain hari, ditengah perjalanan rombongan Kim Too Bun menemui banyak murid Siauw Lim Sie.
Pada tengah hari itu, selagi Siauw Pek berada didalam kereta, melihat Ciu Ceng, tiba-tiba keretanya dihentikan, menyusul itu Kho Kong lari menghampirinya, setibanya didekat kereta, saudara itu berkata nyaring. "Bengcu, mari, lekas lihat"
Suaranya anak muda ini sangat mendesak saking tegangnya
hatinya sedang napasnya memburu keras. Siauw Pek tercengang.
"Apakah ada musuh?" tanyanya. Itulah terkaannya yang pertama. Iapun segera melompat turun dari keretanya. Kho Kong lantas menunjuk.
"Ban Huhoat memegat rombongan orang Rimba Persilatan" katanya masih napasnya belum teratur kembali. "Pemimpin rombongan itu justrulah musuh besar kita, orang yang membunuh ayah bengcu."
Hari si anak muda tercekat.
"Kim ciong Tojin?" tanya sambil terus lari kedepan.
"Bukan- Hui Siu ouw Hwee" sahut sang adik angkat yang menyusul lari.
Hanya sebentar, tiba sudah mereka didepan kereta terdepan, maka dari situ mereka dapat melihat tegas.
Ban Liang lagi tersenyum, Oey tengah berdiri menghadang ditengah jalan besar. Pihak yang dihadang itu terdiri dari dua atau tiga belas orang. Yang menjadi kepalanya ialah seorang yang tubuhnya kate dan kecil. Yang hidungnya mirip hidung burung ulung-ulung, tangan kirinya menggenggam golok pendek. Dia itu tengah berkata-kata, tetapi Ban Liang sambil menengadah kelangit, tak menghiraukannya.
Melihat si kate kecil itu dibenak otak Siauw Pek segera berbayang peristiwa hebat didepan Seng Su Kio dahulu itu, hingga didalam sekejap saja timbullah hawa amarahnya. Tanpa membuka suara lagi, ia melompat maju sambil menghunus pedangnya.
Memang benar orang kate kecil itu ialah Hui siu ouw si TUa Terbang, jago partai Pat Kwa BunSiauw Pek mengingat baik musuh itu, sebagaimana si musuhpun segera mengenali anak muda ini. Adalah diluar dugaan mereka berdua bahwa hari ini mereka bertemu ditengah jalan ini.
Mulanya ouw Bwee terkejut hingga ia melengak. tetapi sebentar, dia menengadah kelangit dan tertawa terbahak-bahak.
"Hmm, tua bangka" menegur Ban Liang. "Apakah dengan tertawamu ini kau mencoba membesarkan nyalimu?"
Habis tertawa itu, Ouw Bwee menatap tajam kepada sijago tua, sepasang alisnya bangun berdiri. Setelah itu dia menggeser tatapannya kepada si anak muda.
"Hai, Coh Siauw Pek" dia menegur. "Selama ini telah tersiar berita dalam dunia Kang ouw bahwa kau telah membangun Kim Too Bun bahwa kau yang menjadi ketuanya. Benarkah itu?"
"Tidak salah" sahut Siauw Pek terang. "Berita itu tidak dusta" Ouw Bwee mengawasi pula Ban Liang.
"Eh, Seng Supoan, kau tentulah orang Kim Too Bun," tanyanya.
"Aku si tua adalah seorang huhoat dari Kim Too Bun" Ban Liang mengakul.
Agaknya si tua Terbang terkejut. Dia segera berpikir: "Apakah kebiasaan dan kebijaksanaan Coh Siauw Pek yang muda remaja ini maka juga si tua bangka yang namanya sudah terkenal sejak puluhan tahun yang lalu sudi menjadi huhoat bawahannya" Kenapakah dia rela jadi hanya seorang bawahan?"
Selagi berpikir begitu, ouw Bwee mendapat lihat Su Kay Taysu, mendadak dia tertawa lebar, terus dia berkata nyaring: "Jikalau aku
si tua she ouw tidak lamur mataku, taysu tentulah itu pendeta beribadat dari Siauw Lim Sie ialah Su Kay Taysu yang menjadi salah satu dari empat Kim Kong Siauw Lim Pay?"
"Sungguh malu, demikianlah adanya loolap." Su Kay menjawab dengan sebenarnya. ia merendahkan diri karena ia disebut sebagai salah satu Kimkong, Arhat, dari Siauw Lim Sie.
ouw Bwee tertawa dingin, katanya: "Taysu, menjadi pendeta beribadat, bukankah tak selayaknya taysu merendahkan diri menjadi seorang anggota Kim Too Bun?"
Dengan bersungguh-sungguh Su Kay memberikan kepastian: "Memang benar loolap menjadi salah seorang huhoat"
ouw Bwee terkejut, demikian juga kawan-kawanannya. Mereka semua mengenal pendeta Siauw Lim Sie itu, maka itu mereka menjadi heran bukan main- orang Siauw Lim Sie menjadi huhoat pelindung hukum dari partai Kim Too Bun Mereka bungkam.
"ouw Bwee" Siauw Pek menegur, memecahkan kesunyian. "Ada apakah?" Ouw Bwee balik bertanya, berlagak pilon- Sianak muda memperlihatkan roman bengis.
"Ketika dahulu hari terjadi pengepungan dan pengeroyokan terhadap keluarga Coh didepan Seng Su Kio kan toh salah satu pengeroyok, bukan?" tegur Siauw Pek. jago Pat Kwa Bun itu mencoba menenangkan hatinya.
"Dunia Rimba Persilatan telah menjadi gusar sekali, mana dapat aku si orang she ouw ketinggalan dibelakang?" dia menjawab tak langsung. Siauw Pek tertawa dingin.
"Jikalau aku salah ingat, kau telah menikam punggung ibuku" katanya. "Aku tak salah bukan?"
Tanpa terasa, Ouw Bwee memanggil sendiri.
Siauw Pek berkata pula, bengis: "Dan kakak ku, Kie Pek. telah kena tebas tubuhnya hingga menjadi kutung dua potong, tubuhnya
itu jatuh kedalam selokan jurang. Dan ada lagi, kakakku Bun Koan, telah kau tangkap hidup,hidup Sekarang kau harus membuat perhitungan"
JILID 43 Masih Ouw Bwee dapat tersenyum.
"Kabu benar" sahutnya. "Memang aku telah tangkap hidup Coh
Bun Koan, tetapi......"
"Tetapi apa?" teriak Siauw Pek. "Apakah kau telah membunuhnya?"
"Kau dengarlah" balas teriak Ouw Bwee. "Kakakmu itu tidak mati"
"Baik" seru Siauw Pek. "Kalau kau benar tidak membunuh dia, dimana dia sekarang?"
Bukan main jerinya si Tua Terbang, dengan Cepat hatinya berpikir: "Kabarnya bocah ini mewarisi kepandaian Thian Kiam Kie Tong dan Pa Too Siang Go, sudah begitu disinipun ada Su Kay Taysu dan Ban Liang. Mana dapat aku lolos dari sini" Mesti aku menggunakan akal" Dasar licik, dia segera berpura tabah.
"Tentang dimana adanya Coh Bun Koan sekarang, cuma aku sendiri yang ketahui" berkata dia sambil tertawa kering. "Jikalau kau
tidak menunjukkan kepandaianmu yang membuat aku kagum dan
takluk. jangan kau harap nanti mendapat tahu tentang kakakmu itu"
Si Tua Terbang berharap dengan gertakannya ini, Siauw Pek tidak akan segera membinasakannya. Dia pikir, selama dia masih hidup, dia tetap akan berdaya menolong jiwanya.
Kho Kong yang mengawasi jago tua itu, berkata nyaring: "Mata tu bangka ini memain tak hentinya, dia tidak dapat dipercaya"
"Silahkan toako minggir" berkata Oey Eng. "Biar aku yang
mampuskan dia untuk mengubur arwah ayah toako dialam baka"
Siauw Pek dapat menenangkan diri. Ia tahu ia memang
membutuhkan keterangan musuh ini mengenai kakaknya.
"Saudara-saudara, mundur dahulu." katanya. "Biar aku yang melayani dia"
Kho Kong menghunus senjatanya. Dia berseru: "Mereka yang tak bersangkut paut, mundur lima tindak"
Ouw Bwee membesarkan nyalinya. Dia tertawa menghina.
"Coh Kam Pek menjadi musuh umum" teriaknya. "Disini tidak ada orang yang tidak bersangkut paut"
Sengaja dia berkata demikian, untuk merembet-rembet kawan- kawannya itu, supaya semua kawan itu memburu. Siauw Pek dapat menebak hati orang. "Percuma kau mengharap dapat mengepung aku" katanya. "Waspadalah"
Begitu ia mengancam itu, sianak muda segera menikam. Ouw
Bwee sudah siap sedia, siap menyampok dengan tamengnya.
Siauw Pek tertawa dingin, ia segera menyerang pula. Bahkan ia mengurung dengar sinar pedangnya.
Ouw Bwee repot sekali. Dia menangkis-nangkis dengan tamengnya. Dia mencoba membacok dengan golok pendek ditangannya, tetapi senjata pendek itu tak sampai kepada musuh. Maka terpaksa dia membela diri. Dia memang satu jago tua. Dia segera mengeluarkan ilmu silat "Hoan In Pat Sie" dari partainya, partai Pat Kwa Bun. Ilmu silatnya itu berarti delapan jurus "Membalik Awan". Dengan itu dia berkelahi sambil mencari jalan lolos.
Walaupun lawan mengandalkan tamengnya yang liehay, Siauw
Pek dapat mengurung terus ia dapat membuat lawan repot sekali.
Didalam waktu yang singkat, Ouw Bwee telah bermandikan peluh, hingga hatinya menjadi Ciut sekali. Wajahnya juga tak dapat
menyembunyikan rasa takutnya. Dla selalu melindungi tubuhnya yang katai kecil dibalik tamengnya.
Tengah Hui Siu terdesak itu, diantara rombongannya terdengar perintah segera maju empat orang yang bersenjatakan tameng dan golok pendek. Maka dapatlah diduga bahwa mereka adalah orang- orang Pat Kwa Bun.
Itulah tidak salah Bahkan salah seorang adalah adik seperguruan Hui Sui. Tiga yang lainnya adalah keponakan murid.
Siauw Pek melayani keempat musuh baru itu, sehabisnya ia menangkis setiap serangan mereka, ia serentak mengurung mereka bersama-sama Ouw Bwee.
Oey Eng menonton dengan asyik. Bahkan mereka bisa saling melirik dan tertawa. Karena tahu liehaynya ketua mereka itu, yang tak takut pengepunganLewat beberapa jurus, ketiga keponakan murid Ouw Bwee merasa dirinya sangat terdesak. Tetapi mereka tidak berani melompat mundur untuk keluar dari kalangan. Mereka jeri terhadap aturan keras dari Pat Kwa Bun yang melarang sembarangan orang mundur.
Sebagaimana biasanya, Siauw Pek dapat mengurung lawan- lawannya, akan tetapi buat turun tangan membinasakannya, ia merasa "sulit". Ilmu pedangnya itu cuma dapat mengurung membuat orang lelah.
Dengan perantaraan Soat Gie, Soat Kun mendapat tahu jalannya pertempuran yang bertele-tele itu, segera juga ia memperdengarkan suaranya: "Mereka berlima bukan orang baik-baik, mereka juga musuh- musuh yang membinasakan ayah bengcu, kenapa bengcu tidak mau segera turun tangan membinasakan mereka?"
Mendengar suara si nona, yang tahu-tahu sudah muncul dan datang menonton pertempuran- ketiga keponakan murid Ouw Bwee itu menjadi kaget, mereka takut bukan main, tanpa merasa mereka menoleh kearah nona itu.
Justru orang berpaling itu, justru pedang sianak muda mengancam pinggang mereka. Ujung pedang meluncur terus dengan ancamannya itu.
Ketiga orang Pat Kwa Bun itu terkejut mereka menangkis dan membacok. membela diri sambil menyerang. "Aduh" demikian satu jeritan.
Tahu-tahu ujung golok melesat dan menikam kawan sendiri. Siauw Pek sendiri sudah meneruskan serangannya kepada Ouw Bwee.
Orang yang terluka itu melemparkan tameng dan goloknya,
sambil menutup lubang lukanya dengan kedua tangannya, ia
menjatuhkan diri bergulingan, keluar dari kalangan pertempuran. Ouw Bwee kaget serta takut.
"Siapa berani" teriaknya. Tetapi kata- katanya itu tak dapat diteruskan, karena ia terus lompat kepada keponakan muridnya yang terluka itu, untuk mendepaknya. Sebenarnya ia berniat mengancam supaya jangan ada kawannya yang mundur.
Siauw Pek sementara itu ragu-ragu untuk membinasakan musuh, ia harus menggunakan goloknya. Dengan pedangnya saja ia tak berdaya.
Disaat itu terdengar pula suara nona Hoan: "Bengcu, Jikalau bengcu ingin mendapatkan musuh yang hidup, silahkan bengcu mundur. Biarkan Oey dan Kho Huhoat yang maju"
Suara nona itu dingin. Ia berkata itu karena ada maksudnya.
Kho Kong menerima kata-kata sinona dengan wajar. Ia berkata: "Benar Silahkan bengcu istirahat Lihat adikmu membekuk mereka ini"
Mendengar suara saudara itu, paras Siauw Pek berubah. "Lihat pedang" mendadak ia berseru. "Lihat pedang"
Menyusul seruan itu, berisiklah suara pedang beradu dengan pelbagai tameng disusul dengan suara berisiknya jatuhnya keempat
tameng ketanah. Karena dengan tiba-tiba saja Ouw Bwee semua merasai tangannya nyeri, hingga tanpa merasa mereka melepaskan cekalan atas senjatanya itu masing-masing.
"Bagus" Ban Liang berseru, sedangkan mulanya dia tercengang heranOey Eng dan Kho Kong turut tercengang juga , tetapi lekas juga mereka mengawasi musuh.
Ouw Bwee berempat berdiri diam ditengah medan pertempuran itu, muka mereka pucat pasi. Yang hebat ialah tangan kiri mereka memegangi tangan kanannya masing-masing. Sebabnya ialah, semua jeriji tangan kanan mereka telah terbabat kutung dan darahnya mengucur ke tanah
"Hahaha" tertawa Kho Kong selekasnya dia sadar. "Jikalau kami tidak segera menyerah manda ditelikung, sungguh kamu tak tahu mampus"
Berkata begitu, anak muda ini lari kepada Ouw Bwee, untuk menotok jago tua itu. Hui Siu berlompat mundur, berkelit dari totokan.
"Kau mengandalkan kawan, adakah kau seorang gagah?" bentaknya. Pemuda itu menjadi gusar.
"Tua bangka" bentaknya. "Kau berani mendamprat orang" Ambil senjatamU, aku akan menghajarmu"
Jago tua Pat Kwa Bun itu licik sekali. Dia tidak melayani si anak muda, hanya dia menoleh kepada Siauw Pek.
"Aku si orang she ouw menyerah" katanya. "Sekarang kau maU apa?"
Siauw Pek berdiri diam. Ia memang bagaikan mematung sehabisnya ia membabat jari tangan orang. Inilah karena ia memikirkan ilmu silatnya itu. Ia merasa, itulah bukan jurus ong Too Kiu Kiam. Ia percaya, itulah jurusnya semula sebelum ia mendapatkan pelajaran Kie Tong.
Ouw Bwee melihat anak muda itu berdiam saja, ia heran- Ia berpikir: "Dasar ia masih terlalu muda, dia belum pernah menang
perang. sekali dia menang, dia menjadi girang begini rupa.....Buat apakah aku berdiam saja" Kalau tidak sekarang aku mengangkat kaki, aku hendak tunggu apalagi?"
Maka ia segera berkata pula. "Aku si orang she ouw kalah tak penasaran GUnung hijaU tak berubah, air hijaU mengalir terus, dari itu ini hadiah tebasan pedang, lain hari pasti aku balas"
Begitu ia berkata, begitu Hui Siu menjemput golok dan pedangnya, untuk lari menyingkir.
"Berhenti" mendadak Siauw Pek berseru bengis. Ouw Bwee memutar tubuhnya.
"Apakah kau hendak menanyakan tentang Coh Bun Koan dimana adanya dia?" tanyanya. Siauw Pek tertawa dingin.
"Aku memikir mengambil jiwa anjingmu" jawabnya. Terus ia maju menyerang. Bukan kepalang takutnya Ouw Bwee.
"orang she Coh" dia berteriak. Masih dapat dia menggunakan otaknya. "Kau mengerti aturan Kang ouw atau tidak?"
Ban Liang tertawa terbahak. dia mendahului ketuanya. "oh tua bangka, kau justru bicara tentang aturan Kang ouw"
Siauw Pek tertawa dingin, dia maju kepada musuhnya itu, untuk membulang balingkan pedangnya didada orang empat kali.
Ketika itu tiga orang Pat Kwa Bun lainnya sudah menjemput juga pedang dan tameng mereka dan mereka menghampiri si jago tua pemimpinnya itu.
Siauw Pek berlaku sebal. Ia menggores dada lawannya hingga goresannya itu berupa mirip huruf "che" "Sumur". Dengan begitu maka terlukalah Ouw Bwee dan darahnya turun mengucur. Luka itu tidak dalam tetapi darahnya mendatangkan rasa seram. Justru itu, tibalah ketiga orang Pat Kwa Bun itu, yang hendak membela
pemimpinnya, dengan tameng, mereka mencoba menangkis pedang sianak muda.
Melihat demikian Siauw Pek berseru: "Pedangnya bekerja,
menusuk ke lengan musuh" Dengan serentak.jatuhlah tameng itu,
sedangkan pemiliknya masing-masing merasai lengannya nyeri.
Sekarang ini Siauw Pek bagaikan telah berubah diri, parasnya merah padam, matanya terbuka lebar dan sorotnya bengis ia menghampiri Ouw Bwee, untuk menikamnya. Jago tua itu takut sekali.
"Tahan" serunya sambil ia mementang kedua tangannya. Siauw pek mengancam dada orang.
"Lekas bicara" bentaknya bengis. "Saat kematianmu telah tiba. Jikalau aku tidak membunuhmu, kecewa aku terhadap ayah bundaku didunia baka"
Muka Ouw Bwee pucat tak berdarah, napasnya memburu.
"Coh Bun Koan adalah saudara kandungmu, benarkah kau tak mempedulikan mati hidupnya." dia tanyanya.
Mendengar suara orang itu, Siauw Pek berpikir: "Dia sangat licik, dia harus dipaksa" Maka ia berkata dingin: "Dengan pertanyaanmu kau hendak memeras aku" Hmm,jangan kau bermimpi" Lalu ia menikam dada orang.
Ouw Bwee berteriak kesakitan, dengan kedua tangannya, ia memegang badan pedang, tangan dan tubuhnya bergemetaran- darah mengucur keluar dari lukanya itu, yang tidak dalam karena sianak muda hanya mengancam. Semua kawan Ouw Bwee terkejut dan ketakutan.
Bahkan Oey Eng dan Kho Kong heran karena sikap bengcu itu, yang biasanya murah hati.
Su Kay memuji sang Buddha, terus ia menghampiri Siauw Pek. Untuk memberi hormat dan berkata: "Siecu, sabar... Mari biar loolap yang menanyainya"
Siauw Pek menarik kembali pedangnya, ia mundur dua tindak. Su Kay menatap Hui Siu, agaknya ia tak tega.
"ouw Siecu," sapanya sabar. "Kaulah orang Kang ouw kenamaan, setelah keadaan begini rupa, seharusnya kau bersikap terus terang" Berkata begitu, ia menotok jalan darah orang membuat darahnya berhenti mengucur. Ouw Bwee menarik napas lega, tetapi dia tertawa tawar.
"Terima kasih, taysu" dia mengucap.
"Ketua kami....."
"Jangan mengucap terima kasih, Siecu." Su Kay memotong. "Loolap belum menolongmu." Paras Ouw Bwee berubah, kembali dia tertawa hambar.
"Ada pengajaran apakah, taysu?" dia tanya. Kembali sang pendeta menatap tajam.
"Hendak loolap tanya kau, Siecu sekarang ini nona Coh Bun Koan berada dimana?" demikian tanyanya.
Ouw Bwee berpikir keras, ia tahu kesempatan hidupnya sangat kecil. Siapa tahu pendeta ini dapat menolongnya" Dengan roman likat ia menjawab: "Memang benar dahulu itu didepan Seng Su Kio akulah yang menawan Coh Bun Koan hidup, hidup, akan tetapi itu waktu. Selagi kedua ekor bangau berebut kerang, sang nelayan memperoleh hasilnya: Coh Bun Koan telah dibawa lari oleh orang
lain....." Alis Su Kay berkenyit, kembali ia menatap.
"ouw Siecu" katanya nyaring. "Kau bukannya orang yang mudah diperhina atau ditipu orang, siapa kah yang demikian liehay dapat merampas orang tawananmu?"
Ouw Bwee tertawa pula. Tetap dingin tertawanya itu. "orang itu she cee Didalam dunia Kang ouw, dia ternama besar"
"orang Kang ouw ternama besar?" Su Kay mengurangi, serunya ia menengadah kelangit. "Bukannya dia Hong In Hwee Cu cee cu Ho?"
"Taysu telah menerka tepat, tak usah aku membilangi lagi" berkata si Tua Terbang dengan suara dinginnya. "Hwee cu" ialah ketua perkumpulan (hwee).
"Didalam kalangan Kong ouw tak terdengar berita tentang itu." kata Su Kay Taysu, ragu-ragu. "Apa Siecu tahu apa yang diperbuat cee cu Ho setelah dia merampas Nona Coh itu?"
"Tentang itu," sahut Ouw Bwee seenaknya "cuma cu Ho sendiri yang mengetahuinya."
Pendeta itu menoleh pada Siauw Pek, romannya berduka. Hendak ia membuka mulutnya tapi gagaL Ia ragu-ragu. Ingin ia mohon keampunan jiwa bagi Ouw Bwee tapi ia tahu baik hal
kebiasaannya Coh Kee Po sedesa.... Siauw Pek dapat menerka hati pendeta itu. "Saudara Kho, tolong ringkus empat orang ini" katanya. Kho Kong menyahuti dan maju menghampiri.
Biar bagaimana, nyali Ouw Bwee sudah pecah tak berani ia lari ataupun berkelit. Hanya sedetik, ia merasai pinggangnya kaku, terus tubuhnya roboh.
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oey Eng segera maju, membantu Kho Kong menggotong orang- orang tawanan itu baik keatas kereta.
Masih ada tujuh orang yang menjadi kawan Ouw Bwee itu, mereka berdiam saja sejak mereka dihadang Ban Liang. Sampai pertempuran terjadi, hingga ouw Bwee berempat kena dilawan, akan tetapi sekarang, melihat kesudahannya pertempuran itu, segera mereka memutar tubuh mereka untuk berlalu pergi.
"Para Siecu tahap dahulu" Su Kay menyerukan tujuh orang itu. "Mari, loolap ingin bicara dahulu"
Pendeta itu menggunakan ilmu "Say cu hauw atau Geram Singa" yang dikeluarkan dengan bantuan tenaga dalam. Maka itu suaranya keras bagaikan guntur. Mendengar suara itu, ketjuh orang itu kaget,
serentak mereka menghentikan langkah mereka, paras mereka pucat.
Siauw Pek heran atas sikap si pendeta. Menurut ia, tujuh orang itu ia telah membebaskannya sendiri. Kenapa sekarang sipendeta menahannya"
"Maafkan mataku yang kurang awas." berkata Su Kay kepada tujuh orang itu. "Dapatkah Siecu sekalian memberitahukan loolap kalian ada dari partai apa?"
Tujuh orang itu melengak. mereka saling pandang.
"Maaf, taysu, loohu ialah Houyan Pa dari ImCiu," sahut si orang tua yang matanya celong, tubuhnya kurus sekali dan jubahnya hitam. Dia menjawab sambil memberi hormat.
"Maaf" berkata Su Kay setelah mendengar nama orang. "Kiranya Pek Lin cian Houy an Eng hiong dari im San Pay"
"Pek Lin cian" yang berarti " Panah berCahaya" adalah gelar jago tua itu.
Berkata begitu, Su Kay memandang seorang lainnya. Dia ini memiliki mata sangat tajam, usianya lebih kurang lima puluh tahun, dipunggungnya tersoren sepasang Siang piau atau ruyang.
Saat mata mereka berdua bentrok. orang tua itu mundur satu tindak. sambil mengangkat kedua tangannya, dia memperkenalkan
diri: "Aku yang bodoh ialah Kiang Seng Hiap dari ceng Shia Pay...."
"Oh, kiranya It Pian Toan Liu Kiang Siecu" berkata sipendeta. "It Piau Toan Liu" berarti "Ruyung pembendung sungai."
Sekarang Su Kay memandang orang yang ketiga, yang tubuhnya tegup, dan janggutnya kaku dan mukanya merah. Diapun berusia lanjut. ia berkata: "Siecu, roman Siecu beda sekali dari lain-lain orang, apabila loolap tidak menerka salah, kaulah The Loo Enghiong dari Kun Lun Pay"
Pendeta ini menyebut sekalian gelar jago tua itu (loo Enghiong) ialah "Ay Kun Lun" atau si "Kun Lun Katai."
Jago tua itu tertawa hambar, terus dia berkata: "Taysu bermata
tajam sekali dan ingatan mu kuat. Dan ini...." ia menunjuk dua orang disisinya: "Inilah kedua keponakan murid The Beng."
Su Kay mengangguk. Terus ia menoleh kekirinya, kepada seorang yang mukanya berenjulan dengan daging, yang menggendol golok Kim san too dipunggungnya, seraya berkata:
"Siecu ini....."
orang itu dengan berani segera mendahului: "Hoan Pa yang
orang gelarkan ok Touw hu" Su Kay mengerutkan alisnya.
"Rupanya Siecu adalah seorang gagah dari Tiat Tan Hwee." "Tiat Tan Hwee," ialah perkumpulan (hwee) "Nyali Besi."
ok Touwhu berkata dingin: "Terkaan tepat"
"Heran," pikir Siauw Pek. siapa tahu didalam rombongan ini terdapat demikian banyak partai yang berlainan.
Su Kay sementara itu menyapa orang yang ketujuh. Katanya: "Siecu juga pastilah seorang gagah kaum Kang ouw?"
Orang yang ketujuh itu, atau yang terakhir. Yang baru setengah tua, mukanya putih dan kumisan, tetapi wajahnya suram. Mendengar pertanyaan sipendeta, segera tertawa kering. Menyahutlah ia: "Aku yang rendah bernama Uh bun ceng. Tak sanggup aku menerima panggilan orang gagah. Sebab akulah bu beng Siauw cut"
"Artinya "bu beng Siauw cut" ialah serdadu kecil yang tak ternama."
Nama orang itu membuat Su Kay berpikir: "Satu nama yang asing sekali bagiku, belum pernah aku dengar."
Maka ia lalu menanya: "Uh bun Siecu, adakah kau orang gagah dari sembilan partai besar, dari empat bun, tiga hwee atau dua pang?" Uh bun ceng menggeleng kepala.
"Akulah asal orang tapi aku tak termasuk partai mana juga." sahutnya.
Su Kay tersenyum tawar, kembali ia menatap tujuh orang itu, ia bertanya: "Para Siecu, maafkan loolap kalau dianggap loolap banyak bertanya. Apakah para Siecu berkawan ini hendak menuju ke Siong san?"
Siong San ialah gunung Siong San- Pus at Siauw Lim Sie atau
Siauw Lim Pay. Ditanya demikian, ketujuh orang itu berdiam, cuma
paras mereka tampak berubah. Sang pendeta mengerutkan alis.
"Diantara Siecu sekalian, siapa kah yang menjadi pemimpin?" ia tanya pula.
orang-orang itu saling memandang, mata mereka bersinar. lalu Uh bun ceng tertawa nyaring. Dia menjawab: "Kebetulan saja kami bertemu satu dengan lain dan terus berjalan bersama. Tidak ada pemimpinnya diantara kami"
"Jikalau begitu hendak loolap tanya Uh bun Siecu: "Apakah Siecu mau pergi ke Siauw Lim Sie?"
orang she Uh bun itu berdiam, tetapi sejenak kemudian dia
menjawab keras: "Aku yang rendah, bukan mau pergi kekuil kalian" "Bagaimana dengan The Siecu?" Su Kay tanya The Beng.
Jago Kun Lun Pay itu agak tercengang, tetapi dia menjawab lekas: "The Beng cuma mengagumi Siauw Lim Sie tetapi tidak bergaul satu dengan lain- Kedudukanku tidak seimbang, karenanya buat apa aku pergi kesana?"
Kho Kong heran, pikirnya: "Kenapa pendeta ini menjadi aneh sikapnya" Buat apa dia rewel menanya orang secara melit begini" Pada saat ini dia tampaknya tak pantas menjadi seorang pendeta tua dan beriman"
Tapi Su Kay masih melanjutkan pertanyaannya. "Dan orang gagah ini" ia tanya Hoan Pa. "Aku merasa pasti Hoan Siecu tentu mau pergi ke Siauw Lim Sie"
Hoan Pa bertebiat berangasan tetapi karena dia jeri terhadap nama besarnya Su Kay serta juga Siauw Pek yang gagah sekali, dia
membatasi diri, akan tetapi setelah menyaksikan kemelitan sipendeta. Dia menjadi kurang senang. Maka itu, setelah ditanya, dia gusar, dia menyahut kasar. "Pendeta tua, buat apa mengucapkan banyak kata-kata tak ada gunanya?"
Su Kay tidak meladeni sikap kasar itu, bahkan sebaliknya, mendadak dia menanya bengis: "Loolap tanya Siecu, Siecu mau pergi ke Siauw Lim Sie atau bukan?"
Ok Touwhu tertawa dingin.
"Jikalau benar Siecu tak sudi menjawab pertanyaanku" berkata Su Kay, yang menjadi mengotot, loolap persilahkan Siecu kembali, tak dapat Siecu melanjutkan perjalananmu ini"
Ok Touwhu tertawa berkakak.
"Aku tadinya mengira dikolong langit ini cuma aku ok Touwhu yang biasa berlaku garang dan galak, tak tahunya juga pendeta dari Siauw Lim Sie sangat tidak tahu aturan"
Su Kay menjawab: "Seumurku, loolap belum bersikap begini,
baru sekali ini saja.... Inilah karena loolap sangat terpaksa"
"Siapakah yang memaksa kau?" tanya ok Touwhu dingin. "Tempat ini toh terpisah dari Siauw Lim Sie sejauh seratus lie inilah
jalan besar umum yang setiap orang dapat melewatinya..... Kau memegat, kau menanya melit, kau memaksa bertanya orang, apakah pantas perbuatanmu ini?"
Muka Su Kay menjadi merah. Ia segera berpikir: "Memang aku yang bersalah. Tapi mereka berombongan, mereka mau pergi ke Siauw Lim Sie. Apakah maksud mereka" Tak bolehkah aku
mencampur" Ah, kalau Nona Hoan...."
Pendeta itu tak sempat berpikir, ia diganggu Uh bun ceng. orang yang mengaku tak berpartai itu bertanya bengis: "Taysu hendak mengganggu kami, sebenar taysu mendapat perintah Kim Too Bun atau dari ketua Siauw Lim Sie?"
Su Kay melengak. pertanyaan itu sukar dijawab. maka ia lalu berpaling kepada Siauw Pek.
Ketika itu sekonyong-konyong terdengar suara Soat Kun.
"Taysu, apa kah taysu, apa kah taysu mengalami sesuatu kesulitan?"
"Benar, Siecu" ia menjawab. "Mereka ini datang dalam satu rombongan, mereka tentu mengandung suatu maksud"
"Benar" si nona menjawab. "Pastilah berita tersiarnya peristiwa dalam Siauw Lim Sie sudah menjalar cepat sekali maka mereka ini
datang untuk merampok selagi orang repot di ganggu bahaya
kebakaran. Mereka ingin mendapatkan pusaka dari Siauw Lim Sie" "Anehnya kenapa berita tersiar begitu cepat?" kata Su Kay.
"Tak aneh, taysu. Ada pepatah yang membilang. "Kabar angin bagaikan angin, kabur tanpa kakinya." Tempo satu atau dua haripun sudah cukup banyak"
Su Kay masih memikir, ia melengak.
"Mungkin Siecu tidak tahu" katanya pula. "Beberapa kakak seperguruanku itu berangkat Siang dan malam menyusul It Tie. Beritahukan ditutup rapat Kenapa kah rahasia toh bocor juga?"
Soat Kun tersenyum. "Kalau demikian anggapan taysu. Baiklah, tak usah aku banyak bicara lagi" katanya.
"Tapi loolap......"
Mendadak pendeta ini tak meneruskan kata-katanya itu. Hanya selang sejenak. baru ia menambahkan: "Siecu, Siecu sangat cerdas,
loolap mengaku kalah....."
"Taysu terlalu memuji," kata si nona.
Su Kay lalu berpaling kepada Siauw Pek, mengawasi ketua Kim Too Bun itu. Nampaknya dia likat sendirinya.
"Maaf, bengcu." katanya kemudian- "Loolap menerima perintah suhengku buat berjalan bersama-sama rombongan bengcu,
sebenarnya kami mempunyai pikiran kami sendiri......."
Siauw Pek heran, sampai ia tercengang.
"Taysu menjadi pendeta beribadat" katanya kemudian- " Walaupun taysu mempunyai pikiran lain- Pastilah itu tidak akan mengganggu kami."
"Bengcu, sungguh kau berbudi luhur......"
Ban Liang melihat pendeta itu bersangsi, ia campur bicara. "Taysu" katanya. "Kalau taysu memikir sesuatu, katakanlah itu
kepada kami, mungkin dapat melenyapkan keragu-raguan kami....." Su Kay menghela napas.
"Hal sebenarnya begini, bengcu" katanya akhirnya: "Saudara- saudaraku sedang mengejar It Tie, mereka itu khawatir Siecu beramai nanti mencampuri urusan partai kami ini, maka itu loolap ditugaskan memasuki kalangan Kim Too Bun untuk melakukan
pengawasan......." Hoat Soat Kun tertawa. "Jelaskan Su Khong Taysu beramai mencurigai kami, mereka kuatir selagi kebakaran terbit, kami nanti menggunakan kesempatan merampas kitab-kitab pusakanya itu Benar bukan?"
"Jangan kata sampai kena dirampas, Siecu." berkata Su Kay, jengah. "Sekalipun Siecu beramai dapat membekuk It Tie, asal Siecu sekalian dapat mengambil kitab-kitab pusaka kami itu, kami dari Siauw Lim Sie, kami sudah bukan main malunya, kami bukan main
menyesalnya......oh, Siecu, Siecu sangat cerdas, rahasiaku ini menghamba kepada Kim Too Bun mana dapat ditutup dari mata Siecu?"
Soat Kun tertawa. "Itulah tak mungkin, taysu......"
Su Kay tertawa menyeringai, ia jengah.
"Loolap bekerja saking terpaksa, Siecu" ia mengaku terus terang. "sesungguhnya hati loolap sangat tidak tenang. Dan mengenai mereka itu."
Pendeta ini memandang pada ok Touwhu semua.
"Tak usah taysu menjelaskan lagi." kata Soat Kun menyela kata- kata orang. "Aku juga telah merasa tibanya mereka itu sangat
kebetulan, maka itu mesti ada sebabnya......."
"Maksud Siecu...."
Berkata begitu, mendadak pendeta ini terbangun semangatnya. "Kalau ada perintah, Siecu titahkanlah," pintanya kemudianNona Hoan berkata: "Dalam peristiwa Pek Ho Bun yang menyedihkan itu, semua empat bun, tiga hwee dan dua pang ada sangkut pautnya dengan sembilan partai besar, maka itu terhadap
mereka itu, Kim Too Bun tak usah berlaku sungkan lagi......."
"Jadi Siecu........"
"Maksudku, lebih dahulU tawan mereka, baru kita mengurusnya kemudian"
Mendengar kata-kata si nona, ketujuh orang Kang ouw itu terkejut. Sedang sedari tadi mereka berdiri diam saja, hati mereka penuh keragu-raguan- Mereka jeri terhadap Siauw Pek dan Su Kay Taysu. Tiba-tiba Uh bun ceng memutar tubuhnya, buat terus pergi berlari.
Enam orang yang lainnya terperanjat melihat tindakan orang she Uh Bun itu. Memang, semenjak tadi mereka sudah memikir buar lari kabur. Maka itu, segera merekapun memutar tubuh dan lari.
Su Kay Taysu tercengang, tetapi hanya sedetik, segera ia lari, untuk mengejar. "Tahan, taysu" Soat Kun mencegah.
"Nona....." sahut pendeta itu.
Nona Hoan berpaling kearah timur, ia memasang telinganya.
"coba dengar, taysu. Suara apa kah itu?" ia tanya sipendeta.
Bukan hanya Su Kay Taysu, Siauw Pek dan yang lainnyapun segera memasang kuping.
Didalam rombongan Siauw Pek ini, bicara perihal tenaga dalam Su Kay Taysu adalah yang paling sempurna mahir, maka juga dialah yang pertama merasa bahwa suara itu luar biasa. Mirip suara guntur tetapi samar-samar sekali. Mungkin itu suara sepasukan tentara yang besar sekali, yang tengah mendatangi. Siauw Pek pun mengenal suara itu seperti suara derap banyak kuda.
"Mungkin itu suara kuda diatas seratus ekor" kata Su Kay Taysu kemudian"Siapa kah yang tahu ditimur itu tempat apa?" tanya Soat Kun.
"Bagaimanakah letaknya itu" Itulah tanah pegunungan," sahut Su Kay.
"Apakah ada jalanannya?"
"orang dapat memaksakan jalan disana, kereta tidak....." "Kata adikku ini, disebelah kanan itu, ditanjakan yang nomor dua,
ada jalan yang dapat lewat disana......"
"Mari kita pergi kesana, untuk melihat" Siauw Pek mengajak.
Soat Kun segera mengajak adiknya naik kereta, maka Oey Eng dan Kho Kong turut naik juga , buat melarikan kereta itu. Mereka menggunakan cambuknya. Memang, disebelah kiri itu, tak ada jalanDengan lekas kereta sudah menanjak naik, akan tetapi, tak dapat orang tiba dipuncak tanjakan itu diatas bukit.
"Nona, terpaksa kita mesti jalan kaki......" Oey Eng berkata pada Nona Hoan- Tapi belum berhenti suaranya itu, Soat Kun dan adiknya sudah melompat turun dari kereta dan bersama-sama mereka lari mendaki.
Giok Yauw bersama Han In Taysupun berlari-lari naik.
Ketika itu suara dikejauhan itu masih samar-samar, rupanya
terpisahnya dari mereka ini masih jauh. Maka itu, orang mendaki
terus. Segera setelah berada dipuncak tanjakan, orang terkejut.
Dibelakang bukit itu tampak sebuah tanah datar yang luas tetapi seluruhnya penuh dengan rumput tebal dan tinggi melewati betis. Tak tampak orang atau asap dari rumah-rumah penduduk desa.
Dalam pihak. suasana sunyi dan selam.....
Adalah diarah timur selatan tegalan terbuka itu terlihat debu mengepul naik, suara kuda atau suara pertempuran berisik sekali. Itulah suara yang mereka dapat dengar semenjak tadi. Kemudian lagi mereka menyaksikan kabur mendatangnya sebarisan penunggang kuda, arahnya ialah barat utara, barat laut.
Bukit kiri itu tidak terlalu tinggi, akan tetapi dibandingkan dengan tegalan sebelah selatan, tampak tinggi sekali. Dari atas bukit itu orang bisa melihat jauh kedepan, kesegala arah. Maka tampaklah barisan yang tengah mendatangi itu, walaupun belum jelas.
Su Kay sangat mengagumi Nona Hoan. Karena ia tahu si nona tak dapat melihat, ia terus menuturkan kepada nona itu apa yang ia lihat.
"Tegalan ini luas luar biasa" berkata Ban Liang kagum. "Tegalan
ini bisa jadi medan laga dari ratusan ribu jiwa tentara....."
"Ban Huhoat benar" berkata Kho Kong yang mendapat serupa anggapan.
"coba bilangi aku," berkata Nona Hoan yang memikir sesuatu,
"apakah ditimur selatan itu terdapat tanah pegunungan belaka"
"Betul" Ban Liang menjawab. "Baik-baiknya tidak tinggi tetapi nampaknya seperti garis-garis pembalasan, bersama bukit kita ini
seperti juga bukit- bukit mengurung tegalan....."
"coba lihat, Ban Huhoat" kata pula si nona, "Apakah bukit dikiri itu adalah yang paling tinggi."
"Benar, nona. Bagaimana nona ketahui itu?" "Inilah medan laga pada jaman dahulu" sahut si nona. "Ya,
jaman diakhirnya kerajaan Han Timur......"
Tiba-tiba terdengar suara Siauw Pek. "Lihat Lihat dandanan pasukan berkuda itu"
"Ada apakah yang aneh" tanya Soat Kun cepat.
"Semua penunggang kuda mengenakan bungkus kepala hitam"
Siauw Pek terangkan. "Yang tampak melainkan sinar mata mereka"
Ban Liang semua mengawasi, kata-kata sianak muda benar. Jumlah penunggang kuda itu lebih dari pada seratus jiwa.
Sekonyong-konyong Su Kay berseru: "Rombongan bertutup muka
itu ialah rombongan murid- murid murtad dari Siauw Lim Sie"
Pendeta beribadat itu terperanjat sekali. "Bagaimana taysu mengenalinya?"
"sebab diantara mereka kebanyakan yang memakai jubah suci abu-abu" jawabnya.
Tenaga dalam mahir dari pendeta ini membuatnya bisa melihat jauh melebihi lain orang. Lekas juga ia menambahkan- "Silahkan lihat, bengcu Lihat senjata mereka yang panjang-panjang, bukankah itu sianthung dan hongpiansan?" sambung pendeta yang bermata tajam.
Sianthung ialah tongkat panjang mirip toya yang biasa digunakan para pendeta. sedangkan hongpiansan ialah senjata istimewa lainnya yang mirip garu atau sekop bergagang panjang.
"Taysu benar" kata Siauw Pek kemudian, sesudah ia mengawasi beberapa lama. "Hanya yang lain- lainnya, warna pakaiannya serta macamnya, tak serupa, mereka tak mirip pendeta."
Su Kay berdiam, dia terlihat masgul.
"Entahlah, It Tie berada diantaranya atau tidak." katanya menyesal. Biar bagaimana pendeta ini agak bingung, hatinya tidak tenang.
Rombongan berkuda itu masih juga belum tampak jelas. Tujuan
mereka ialah barat laut. Mereka terpisah masih sangatjauh, sudah
lari kudanya pesat, debupun mengepul bagaikan menutupi langit.
Ban Liang masih belum dapat melihat jelas, lebih-lebih Oey Eng, Kho Kong dan Giok Yauw.
Lewat lagi sesaat, tiba-tiba Soat Kun bertanya: "Apakah pasukan pengejarnya masih belum tampak?"
"Belum." menjawab sipendeta Siauw Lim Sie.
Oey Eng heran sekali. "Nona" tanyanya. Jarak kita masih
sangatjauh, mengapa kita...."
Nona yang ditanya itu tertawa^
"Kita tak dapat berpeluk dagu saja" katanya.. "sekarang kita jadi dahulu penonton. Tempat ini tinggi, dapat kita melihat dengan terang dan jelas" "Lihat, pihak pengejarnya sudah muncul" mendadak terdengar suara Siauw Pek.
Mendengar itu, semua orang memasang mata. Kearah timur selatan Disana tampak segumpalan yang bergerak-gerak mirip bayangan manusia. Jumlah mereka lebih dari tiga puluh orang." berkata Ban Liang.
"Taysu" tanya Soat Kun kepada Su Kay. "Apakah taysu masih belum melihat It Tie?"
"Belum Siecu," sahut sipendeta.
"It Tie menjadi pemimpin." Kata pula sinona. "Kalau dia tidak berada dimuka. Pasti dia mengambil tempat paling belakang. coba taysu mengawasi pula dengan teliti"
su Kay Taysu memandang kedepan.
"Jaraknya masih terlalu jauh, Siecu" katanya kemudian- "Debupun mengepul naik dan tebal muka para penunggang kuda itu masih belum tampak tegas."
Dan rombongan itu mengenakan tutup kepalanya hitam, mereka juga pada mendekam diatas kuda mereka, andaikata mereka sudah datang terlebih dekat, masih sulit buat melihat tegas wajah mereka itu. Karena itu, didalam tegang hati. Su Kay ingin kabur turun gunung, guna menghadang ditengah jalan- Tapi ia ingat, ia sekarang telah menjadi orang Kim Too bun, tanpa perkenan, atau perintah dari Siauw Pek. tidak dapat ia berlaku lancang.
Tiba-tiba terdengar suara Han in Taysu. "Ah Lihat, lihat... Para pengejar juga mengenakan tutup kepala hitam"
Semua orang heran, semua segera mengawasi. Benarkah para pengejar itu, jumlahnya puluhan orang, juga masing-masing bertutup kepala. Su Kay mengernyitkan alisnya.
"Heran" katanya. "Menutupi kepala berarti takut orang
mengenalinya. ini......"
"Mungkin mereka bukan rombongan pengejar" berkata Nona HoanHati Su Kay terkejut. Segera dia mengawasi tajam. Semakin dekat rombongan itu datang, semakin tegas tampaknya. Nyata pakaian mereka itu tidak seragam. Terang mereka bukanlah pendeta-pendeta dari Siauw Lim Sie.
"Nona Hoan" katanya, bertambah heran- "Mereka bukan orang- orang Siauw Lim Sie."
Pendeta ini heran karena bingung, bukan heran karena kaget.
"Berapa jauhkah terpisahnya rombongan pertama dari rombongan yang kedua?"
"Mungkin satu lie, nona."
"oleh karena mereka sama-sama menutup kepala mereka, mungkin merekalah kawan satu dengan lain-" Siauw Pek pun berkata.
"Ah sungguh heran" berkata Su Kay Taysu. "Kenapa It Tie dapat berkawan dengan demikian banyak orang Kang ouw?"
Berkata begitu ia mengawasi kearah timur selatan- Terus ia menyambung. "Mestinya pihak pengejar sudah muncul."
Soat Kun yang berdiam sekian lama, mendadak tertawa perlahan.
"Taysu," tanyanya. "Apakah taysu berniat memegat seratus lebih penunggang kuda itu?"
"Benar" menyahut Su Kay cepat. "Loolap menjadi orang Siauw Lim Sie, sekarang loolap melihat simurid murtad lewat dihadapanku
dapat loolap membiarkannya tanpa dihadang" Lagi pula....."
saking bernafsu, pendeta ini sempat tak dapat melanjutkan kata- katanya itu.
Tak tega Siauw Pek melihat keadaan pendeta itu. "Taysu, taysu
merdeka." katanya. "silahkan taysu pergi, kami menantikan disini."
Mendengar suara ketua Kim Too Bun itu, bukan main bersyukurnya sang pendeta.
"Bengcu, terima kasih" dia mengucap. "Loolap cuma mau menghadang saja, asal pihak pengejar tiba, tak usah dikuatirkan yang it Tie nanti dapat lolos"
"Rombongan itu lari keras sekali, taysu" berkata Nona Hoan- "Mereka mirip dengan gempuran gelombang, taysu seorang diri saja. Mana dapat taysu menghadangnya."
Paras Su Kay menjadi merah Perkataan si nona besar. "Loolap akan berbuat sebisaku" sahutnya. "Walaupun loolap mesti mengorbankan diriku, mesti loolap mencegah dan menghadang mereka itu"
"Bagaimanakah letak tempat dibarat daya?" tanya Soat Kun"Tegalan belukar belaka, penuh dengan rumput" sahut Su Kay menerangkan.
Diam-diam pendeta ini mendapat harapan- ia telah mengenal baik kepandaian sinona. Mungkin sinona itu mempunyai sesuatu pikiran"Sekarang yang bertiup ialah angin barat." kata Nona Hoan pula. "Maka itu, baiklah taysu pergi kebarat laut itu, untuk melepas api disana.Jikalau mereka itu dapat dirintangi oleh api, mungkin pihak pengejar akan keburu tiba"
Girang sekali Su Kay mendengar petunjuk si nona
"Terima kasih, nona" serunya, dan segera ia berlompat, untuk lari kearah barat laut itu.
Siauw Pek beramai menyaksikan bagaimana pesat larinya pendeta itu, yang didalam waktu yang pendek sudah bagaikan lenyap diantara tegalan rumput yang tinggi dan lebat itu.
Tatkala itu, rombongan pertama sudah berada diutara.
Sementara itu, dengan tiba-tiba saja, diarah barat laut itu tampak asap mengepul, menyusul api menyala berkobar.
"Ha, sungguh sebat Su Kay Taysu itu" Ban Liang memuji.
"Tak aneh Su Kay Taysu bertindak mati-matian." berkata Siauw Pek. "inilah saat mati hidupnya Siauw Lim Pay."
Selama Siauw Pek dan Ban Liang bicara itu asap sudah mengepul dilima tempat. Itulah bukti yang Su Kay Taysu telah membakar rumput bukan disatu tempat saja.
Dengan cepat, api menjadi berkobar besar. Dari semacam tabunan berubah menjadi kebakaran, hingga sekarang terdengar juga suara meretek dari terbakarnya rumput.
Seratus lebih penunggang kuda itu agaknya terkejut melihat api berkobar-kobar disebelah depan mereka, serentak mereka memutar
haluan kearah selatan- Rupanya mereka itujeri sendirinya. Mungkin mereka menerka api dilepas oleh musuh. Sementara itu, apipun muncul diarah selatan itu.
Kembali rombongan itu terkejut lantas saja mereka mengambil arah timur selatan-Karena ini, mereka mengambil jalan mendaki tanjakan dimana kumpul rombongan Kim Too BunSekarang kawanan itu tampak lebih tegas. Benar saja diantara mereka lebih banyak yang memakai jubah suci, pakaian para pendeta. Selain yang memegang senjata panjang, ada juga yang membekal golok kayloo dan ruyung. Yang sisanya, pakaiannya campur aduk. ada yang singsat ada yang berjubah panjang seperti dandanan pelajar. yang seragam ialah bungkusan kepala dan muka mereka.
Dan rombongan itu bagaikan dikejar api, dari itu mereka lari terus kekaki tanjakan, atau kekaki bukit itu.
Siauw Pek semua mengawasi tajam. Tak dapat mereka mengenali It Tie. Tiba-tiba Han In menunjuk kearah timur. "Lihat disana Itulah pasukan pengejar"
Semua orang berpaling ketimur. Disana, ditanah datar, terlihat mendatangi sepuluh rombongan kecil. Tengah orang mengawasi itu,
mendadak tibalah Su Kay Taysu, yang bermandikan peluh, dan
napasnya memburu, sedangkan ujung bajunya hangus terbakar.
"Lihat disana, taysu" berkata Siauw Pek, tangannya menunjuk kearah timur. "Itulah pasukan pengejar"
Su Kay Taysu memalingkan kepalanya, terus ia mengangguk- angguk, kemudian ia menoleh kearah Soat Kun"Nona, terima kasih banyak buat bantuanmu" katanya. "Siauw
Lim Sie tak akan melupakan budi ini" Soat Kun tertawa perlahan.
"Harap taysu ketahui." sahutnya. "Aku berbuat ini karena melihat taysu, aku bukan membantu Siauw Lim Pay."
"Loolap akan ingat budi ini buat selama-lamanya" kata sipendeta mengangguk.
"Hai lihat" tiba-tiba Giok Yauw berseru. "Lihat"
Semua orang lalu menoleh. Dikaki bukit itu terlihat munculnya beberapa orang, yang juga membungkus kepala dan mukanya. Mereka lari kepada rombongan dari beberapa puluh orang itu, agaknya untuk mempersatukan diri. Soat Kun tidak bisa melihat tetapi Soat Gie telah memberitahukannya.
Su Kay khawatir Nona tidak tahu, ia memberikan keterangannya tentang beberapa orang yang baru muncul itu.
"Jumlah mereka bertujuh?" tanya Nona Hoan"Benar, tujuh" sahut Kho Kong.
"Rupanya mereka rombongan ok Touwhu" kata Oey Eng.
Su Kay Taysu mengawasi. Iapun melihat mereka itu mirip rombongannya Hoan Pa. Siauw Pek heran hingga ia mengerutkan alisnya.
"Kenapa mereka pada membungkus kepala dan mukanya" Mungkinkah mereka sudah berjaga dahulu atau karena kebetulan saja?" katanya.
"Tak mungkin kebetulan" berkata Ban Liang. Su Kay Taysu juga mengerutkan alis.
"Kalau bukannya kebetulan, mereka mesti ada yang mengaturnya.." bilangnya.
"Kho Huhoat" Soat Kun memanggil.
"Ya" menyahut Kho Kong.
"Lekas bawa Hui Siu Ouw Bwee kemari" perintah sinona. "Baik" sahut si orang she Kho, yang berlari pergi.
Api dari arah barat laut itu sudah merembet sampai ketengah tegalan- Rumput kering dan basah menyala dengan cepat. Bagian
tegalan yang dilanda api itu menjadi hangus hitam dan apinyapun padam.
Beberapa puluh orang bertopeng itu berkumpul disatu bagian tegalan disebelah utara. tanah disitu gundul. Terang mereka mau kebarat.
Rombongan lainnya, yang terdiri dari seratus orang lebih itu masih berlari berputaran, baru kemudian merekapun menuju kesebelah utara itu.
Sekarang ini disebelah timur, ditegalan rumput juga , sudah tampak tegas itu belasan pasukan kecil pendeta-pendeta Siauw Lim Sie. Setiap pasukan terdiri dari dua atau tiga puluh jiwa, dan setiap pimpinan rombongan ialah seorang pendeta yang telah berlanjut usianya. cepat majunya mereka. Pasukan yang pertama segera mendekati pasukan berkuda itu tetapi...bagaikan tak melihat mereka maju terus kearah barat itu mungkin mereka berniat mengambil
sikap mengurung..... Pasukan dari seratus orang lebih itu rupanya insyaf akan ancaman lawan, mereka tidak berdiam saja mereka justru maju, untuk menyerang terlebih dahulu. Maka itu, bentroklah kedua belah pihak itu.
Dengan begitu ramailah tegalan belukar itu yang berubah menjadi medan pertempuran-Berisik dengan suara bentroknya macam-macam senjata. Riuh dengan pekik dan ringkik kuda, juga seruan-seruan mereka sendiri.
Selagi pasukan yang pertama bentrok. Pasukan lain pihak Siauw Lim Sie itu bergerak terus.
Sebenarnya semua ada delapan belas pasukan. cepat sekali mereka sudah membentuk barisan rahasia To Han Tin dengan apa mereka mengurung musuh. Kali ini yang dibilang musuh ialah rombongan dari tiga puluh orang lebih itu serta yang seratus orang lebih. Karena desakan api serta letak tempat, kedua rombongan jadi berkumpul disatu tempat. Demikianlah mereka menjadi terkurung bersama.
Rombongan Siauw Pek diatas bukit dapat melihat jalannya pertempuran itu. Mereka mengagumi liehaynya pasukan Lu Han Tin dari pihak Siauw Lim itu.
Mendadak ada serombongan musuh yang lolos dari kurungan, mereka menyerbu ketimur, hingga mereka bentrok dengan dua rombongan Siauw Lim Sie lainnya.
Tepat waktu itu, Kho Kong telah kembali bersama Ouw Bwee. Dia melempar dan menggabruki orang tawanan itu ketanah. "Nona Hoan, inilah Ouw Bwee" sihuhoat memberitahukan.
"Geledah tubuhnya" Soat Kun memberi perintah.
Kho Kong segera bekerja, ia mendapatkan segumpal kain hitam, ketika ia membuka dan membebernya, ternyata itulah bungkusan kepala dan muka yang sama benar dengan yang dikenakan pasukan-pasukan "musuh" itu. Nona Hoan tersenyum.
"Ban Loo huhoat, tolong periksa orang ini" sinona meminta
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bantuan Ban Liang. "Dia harus dipaksa mengakui segala-galanya" Ban Liang tertawa dingin"Aku si tua tahu bagaimana harus bertindak" katanya. Lantas ia
maju menghampiri ouw Bwee, akan menjambak leher bajunya, buat
mengangkat tubuh orang Ouw Bwee sadar, mukanya pucat-pasi.
"Tak usah mencapikkan hati." kata dia. "Aku si orang she ouw
telah terjatuh ketangan kamu tanyalah segala apa, aku akan jawab"
Soat Kun memperdengarkan suara dingin. "Dari mana kau dapat bungkusan kepala hitam ini?"
"Itulah pemberian ciangbunjin-" sahut Ouw Bwee. "ciangbunjin- ialah ketua partai."
"Ngaco" bentak Ban Liang bengis, yang terus menotok pinggang orang.
ouw Bwee tertawa geli, tetapi mukanya pucat tanda nyeri, dengan gugup dia berkata: "seorang laki-laki dapat dibunuh, tetapi
tidak dapat dihina. Aku omong dari hal yang benar. Jangan kamu menggunakan cara-cara kejam"
Siauw Pek mengulapkan tangan mencegah si jago tua. "Dimana sekarang adanya ciangbunjin kau itu?" tanyanya.
"Di Pat kwa peng." sahut orang tawanan itu. Yang mengerti salatan dan tak sudi dikompes. "Tadi malam aku dan para adik seperguruanku berada di Lamyang. Tiba-tiba kami menerima surat perintah dari ciangbunjin kami. Aku diperintah mengajak sutee dan kedua sutee lekas pergi ke daerah Hie ciang untuk memapak It Tie Taysu, ciangbunjin dari Siauw Lim Sie."
"Siapakah yang diperintah membawa surat perintah itu?"
"Dialah pelayan ciangbunjin kami, yang sekalian membawa bungkusan kepala hitam itu."
"Pat kwa peng berada jauh di Seecuan Barat." menyela Ban Liang. "Sedangkan peristiwa Siauw Lim Sie baru terjadi satu dua hari. Apakah ciangbunjin kamu itu pandai ilmu meramalkan?"
"Itulah keajaiban partai kami, tak dapat aku menjelaskannya. Mungkin orang-orang kedua partai Kun Lun dan ceng shia Pay juga telah menerima perintah dari ciangbunjin kami itu."
Ban Liang tertawa dingin pula, katanya: "ok Touwhu Hoan pa dan Uh bun ceng tak punya ketua. Habis mereka menerima perintah siapa kah?"
"Hal mereka itu, aku si tua tak tahu."
"Apakah hubungannya ciangbunjin kamu dengan Seng Kiong Sin Kun?" Siauw Pek tanya. Ouw Bwee melengak.
"Seng Kiong Sin Kun?" ia mengulangi. "Pernah aku mendengarnya. Tak tahu aku ada hubungan apa diantara dia dan ciangbunjin kami itu."
"Hmmm, kau main tak tahu saja" bentak Ban Liang. "Rupanya kau mesti dikasih rasa"
Berkata begitu, jeriji tangan si jago tua segera meluncur. Itulah Ngo Hun Souw hiat, totokan "Lima Sukma."
Tak ampun lagi, Ouw Bwee merasai seluruh tubuhnya geli dan nyeri, peluhnya mengucur membasahi kepalanya. Dialah seorang jago tetapi tak sanggup dia menderita, saking gusar dia mencaci kalang kabutan.
"Hai Ban Liang, tua bangka. Kau menggunakan siksaan, adalah kau seorang gagah?"
"Aku tanya kau" bentak sijago tua. "Kau konco Seng Kiong Sin Kun atau bukan?"
Masih Ouw Bwee gusar. "Seng Kiong Sin Kun itu manusia macam apa?" bentaknya. "Aku sih orang she ouw adalah anggota Pat Kwa Bun"
"Hei kelinci licik" bentak Ban Liang, "Lihatlah bagaimana aku situa dengan perlahan-lahan membereskanmu"
Walaupun ia mengatakan demikian, Seng Su Poan toh menotok membebaskan orang tawanan itu dari siksaan totokan "Lima Sukma", maka itu segera saja si orang tawanan menarik napas melegakan diri.
"Kamu orang-orang yang memuja prikeadilan, begini kejam perbuatan kamu" kata dia mendongkol. "Kenapa hatimu lain dan mulutmu lain" Apakah kamu tak takut mati ditertawai orang dikolong langit?"
"cis" Ban Liang membentak. "Terhadap kamu bangsa busuk, siksaan sepuluh lipat dari inipun masih tak apa" Lalu ia menoleh kepada ketuanya dan berkata: "Tua bangka ini ada hubungannya dengan Seng Kiong Sin Kun tetapi dia membela menyangkal, karena itu aku lihat, baik dia dihabiskan saja"
"Biarkan dahulu dia hidup sementara waktu lagi." sahut Siauw Pek.
Ban Liang cuma menggertak. maka juga setelah memperoleh
jawaban ketuanya itu, dia jambak ouw Bwee, untuk dibawa pergi.
"Ban Liang huhoat" tiba-tiba Soat Kun memanggil. "Tolong ambilkan bungkusan hitam dari tiga orang lainnya itu"
"Baik, nona" menjawab sijago tua, yang terus lari. Dilain saat ia sudah kembali bersama tiga bungkusan kepala yang diminta itu, sedangkan ouw Bwee telah dikembalikan kedalam kereta.
Dimedan pertempuran, kebakaran rumput sudah padam seluruhnya, tetapi pertempuran masih beriangsung. Pihak musuh masih terkurung oleh beberapa ratus pendeta Siauw Lim Sie itu, yang merupakan pasukan istimewa Lo Han Tin- Nampak diantara mereka yang terkurung itu ada yang mengerti Lo Han Tin, buktinya sejumlah penunggang kuda dapat menerjang sana menerobos sini walaupun mereka belum berhasil menyerbu keluar.
Pertempuran berlangsung hebat tetapi tidaklah kacau, karena dia pihak mudah dikenali. Pihak yang satu berbungkus kepala hitam, yang lain berseragam hijau.
"Taysu," tiba-tiba nona Hoan tanya Su Kay. "Apakah taysu masih belum mengerti It Tie?"
"Loolap telah memperhatikan tetapi belum tampak orang yang mirip."
"Apakah kesembilan tiangloo hadir semuanya?" Su Kay menggeleng kepala.
"Tidak. nona .Jangan tampak cuma Su Seng sutee seorang. Dialah yang mengepalai tin itu."
"jikalau begitu, mungkin It Tie tidak ada dalam rombongan itu." Su Kay bagaikan tersadar.
"Demikianpun dugaanku, cuma loolap tidak berani memastikan. Ada kemungkinan It Tie sengaja menyembunyikan diri, untuk pada saatnya lolos kabur."
"Bagus tipu menggunakan bungkus kepala itu" Siauw Pek puji.
"coba bilang, taysu, apakah rombongan itu dapat lolos dari kurungan tin?" Nona Hoan tanya kemudian"Disiang hari, tidak. entahlah kalau sudah malam." "Sekarang jam berapa?"
Su Kay melihat langit dan sekitarnya, ia nampak masgul. "Lekas juga gelap gulita akan datang," sahutnya. Sekonyong-konyong
Siauw Pek menunjuk kearah barat laut. "Lihat disana, ada orang
mendatangi" katanya. Semua orang menoleh dengan cepat.
Benarlah disana lagi mendatangi beberapa bayangan orang, setelah datang lebih dekat ternyata mereka itu berjumlah belasan. Mereka berlari-lari kearah medan perang. Su Kay Taysu nampak tenang, dia mengawasi tajam.
Hanya sebentar, rombongan itu sudah datang lebih dekat hingga jumlah mereka dapat dihitung tepat, empat belas orang pendeta dan semua mengenakan bungkus kepala hitam. Bahkan setelah mereka muncul lagi empat bayangan lain, yang datangnya pesat sekali.
Dalam ketegangan hatinya, Su Kay Taysu berkata seorang diri: "Empat orang yang belakangan itu, yang lagi mengejar, adalah Suheng Su Khong. Su It dan sutee Su Lut dan Sie wi"
"Kalau sampai Su Khong Taysu yang mengejar sendiri," berkata
Siauw Pek, "Diantara empat belas orang itu tentu ada It Tie."
Sementara empat belas orang itu sudah mendekati tegalan bekas terbakar itu, terpisahnya dari Lo Han Tin tinggal delapan atau sembilan tombak. tapi mendadak mereka memutar haluan lari kebarat selatan, barat daya. Paras Su Kay berubah.
"Jikalau mereka berhasil melintas bukit, mereka bakal dapat lolos" katanya. "Jikalau taysu ingin memegat mereka, silahkan" Siauw Pek memberi perkenan. Nampaknya pendeta Siauw Lim Sie itu sangat bersyukur.
"Bengcu, loolap." katanya yang terhenti dengan tiba-tiba. inilah sebab ia melihat dikiri tanjakan muncul sepuluh orang, delapan diantaranya berkerudung hitam, hingga ia mengawasi dengan perhatian. Segera ia mengenali tiga orang yang paling belakang, yang lagi mengejar tujuh yang didepannya. Mereka bertiga itu ialah Su ci, Su ceng dan Su Beng.
Delapan orang itu mulanya menuju keutara. Lalu belok kearah tempat berkumpulnya rombongan Siauw Pek. Maka itu Su Kay segera maju memapak kedepan sambil menegur: "Siapa kah kamu" Disini Su Kay"
Delapan orang itu nampak kaget. Mereka itu sudah datang dekat sekali. orang yang terdepan terpaksa menggunakan golok kaytoo membacok pendeta yang memapaknya itu.
Su Kay gusar, sambil membentak ia menangkis. Maka bentroklah tongkat dengan golok, lalu apinya meletik munCrat.
Pendeta berkerudung itu menjerit kesakitan goloknya terlepas dan jatuh, sebab telapakan tangannya luka mereka mengucurkan darah.
Ketika itu tibalah Su cu, Su ceng dan Su Beng mereka mengenali Su Kay, ketiganya lantas berseru: "Suheng, pegatlah mereka ini. Jangan kasih lolos"
Oleh karena peristiwa yang hebat itu, walaupun dia berbudi luhur. Su Kay tak dapat menguasai diri lagi, habis berkata itu, dengan hebat ia serang kedelapan murid Siauw Lim Sie itu. ia sampai lupa akan orang sendiri
Serangan hebat itu mengasih dengar suara bentrokan senjata hebat juga , dua pendeta terlepas genggamannya dan tubuhnya terguling kebawah tanjakan, maka Su Kay tinggal melayani enam yang lainnya.
Ada rombongan baru yang berlari-lari mendaki, mereka itu segera dipegat Su cu, Su ceng, Su Beng begitu bergerak. mereka
bertiga tahu bahwa lawan-lawannya itu adalah pendeta-pendeta dari huruf "It."
Sementara itu Su Kay tengah melayani seorang lawan yang tangguh, hingga ia menyangka iawan itu It Tie adanya. Demikian ia berseru: "It Tie, mUrid mUrtad, apakah kaU masih tidak mau mempertihatkan wajahmu?" berbareng dengan itu, ia putar tongkatnya, mengelakkan satu serang berbahaya.
JILID 44 Lawan itu berlaku tenang. Walaupun dia telah dicaci dan dibentak. tak mau dia membuka suara, sebaliknya dia mencoba membalas menyerang dengan satu tipu silat yang membahayakan sekali.
Itulah gerakan "Cie So Hok Liong" atau "Rotan Merah Melibat
Naga". Tangan kiri menyambar, untuk menangkap lengan kiri Su
Kay Taysu, tangan kanannya meluncur kepinggang pendeta itu.
Gerakan itu sangat sebat tetapi juga tanpa suara anginnya. Namanya jurus ialah "Poan Jiak Sian ciang", atau "Tangan Prayna". Itu pula salah satu tipu silat istimewa Siau Lim Pay yang banyaknya tujuh puluh dua macam.
Su Kay Taysu dapat membebaskan diri, tetapi ia terkejut sekali, hingga ia membentak "It Tie, pendurhaka, masih kau tak mau perlihatkan dirimu"
Tetap pendeta yang disangka It Tie itu membungkam, dia bagaikan tuli dengkak dan gagu bisu, tetap dia menangkis dan menyerang, melayani Su Kay Taysu secara yang membuat tiangloo ini heran dan kagum.
Sebenarnya dia antara tiangloo tiangloo Siauw Lim Sie, Su kay adalah yang paling lihay disamping Su Khong Taysu, maka heraniah
yang lawan ini dapat melayaninya dengan kepandaian yang luar biasa hebat itu.
Ketika itu tibalah Su Khong dan Su ie, Su Lut dan Su wie Su Kay
menjadi bertambah semangat, ia menyerang hebat lawannya itu.
Tiba tiba terdengar satu suara menyayatkan hati. Kiranya Su Beng dilain pihak telah menghajar remuk batok kepalanya lawan, hingga dia telah hilang nyawa seketika.
Tibanya rombongan Su Khong itu membuat beberapa orang lawan lari turun tanjakan. Su Beng mau mengejar mereka itu sambil dia membentak. "Kawanan pemberontak, kau hendak kabur kemana?"
Tapi Su Khong menteriak "Sutee, tak usah mengejar mereka itu"
Mulanya Su Beng melengak. setelah ia menoleh, ia mengerti. Maka ia berhenti mengejar lalu ia berdiri diam, bersiap sedia dengan senjatanya. Dengan begitu ia mau menjaga, mencegah lawan lawan lainnya lari turun.
Belasan murid Siauw Lim Sie dapat lolos turun, hingga tinggal itu satu pendeta, yang bertubuh tinggi besar, yang dilihat oleh Su Kay Taysu, Su Khong dan lainnya bertujuh tiangloo pun berdiri diam, berjaga-jaga.
Rombongan Siauw Pek diatas bukit tetap menonton pertempuran yang dahsyat itu. Mereka memikir belum tiba saatnya untuk turun tanganTengah Su Kay melayani lawannya yang lihay itu, mendadak ia mendengar suara teguran su cu Taysu. "Apakah kau It Tie?" Teguran itu mulanya didahulukan suara bentrokan senjata yang nyaring berisik sekali. Itulah bukti bahwa kedua senjata berada ditangan yang lihay.
Su Kay mendengar teguran Su cu itu, hatinya bercekat. Mendengar disebutnya nama It Tie saja sudah membuat darahnya bergolak., Maka segera ia melirik kearah Su cu Taysu, hingga ia melihat, Su cu tengah menghadapi serombongan orang
berkerudung yang lainnya yang telah mendaki tanjakan, Su cu bisa terancam bahaya dikepung rombongan yang baru ini. Maka Su kay berlompat meninggalkan lawannya, akan menyerang beberapa orang itu. dalam murkanya, segera ia menghajar roboh tiga lawan, yang tubuhnya terguling ke bawah bukit.
Han in Taysu menyaksikan kegagahannya, "Sungguh ilmu
tongkat yang bagus sekali Itulah hebatnya sebuah senjata berat "
Menyusul pujian ketua Ngo Bie Pay itu, kembali terdengar seruan
bengis dari Su Kay Taysu, maka kembali tiga orang lawannya, roboh
semua Dengan begitu maka ia bisa terus menghampiri Su cu Taysu.
Su cu Taysu tengah menahan beberapa orang lawan lainnya, ketika ia melihat tibanya sang suheng, ia menjadi girang semangatnya terbangun. segera ia berseru: "Suheng, kau bekuk dahulu itu orang yang bertangan kosong Lihatlah, dia It Tie atau bukan"
Su Kay menoleh kepada lawan yang ditunjuk Su cu itu, yang berada disebelah kiri, melihat seorang pendeta dengan tubuh besar dan kekar, yang mirip dengan potongan tubuh It Tie, maka ia berseru seraya melompat kearah orang itu.
Melihat majunya Su Kay, lawan itu berlompat nyamping, untuk dari situ menerjang punggung orang. Ia telah melayangkan tangannya
Su Kay melihat lawan itu menggunakan jurus "Hang Liong sippat Siang" yaitu tipu silat "Delapan belas Tangan Menaklukkan Naga" Sekarang ia melihat tegas, inilah lawan lihay yang tadi bentrok hebat dengannya. Maka ia segera berlaku waspada.
Tengah saudaranya itu bertempur, Su Khong menegur, "It Tie, murid murtad, apakah kau masih tak mau menyerah" Kau mau tunggu apa lagi ?"
Teguran itu mengejutkan pendeta itu, hingga gerakannya jadi ayal, Su Kay menggunakan kesempatan untuk menghajar kepala orang.
Pendeta itu kaget tapi ia sempat melompat berkelit. Dia melompat sejauh tujuh kaki
Su Khong semua mendongkol. Mereka mengenali kelitan atau lompatan itu, ialah salah satu jurus terlihay dari Siauw Lim Sie. Diantara sembilan tiangloo, cuma Su Khong yang pernah mempelajari tipu silat itu.
Karena pendeta itu menggunai tipu silat yang lihay itu, Su Kong beramai menerka pasti dialah It Tie, si ketua murtad. Maka semua lalu berwaspada.
Dengan berlompat itu, pendeta itu jadi mendekati Su cu Taysu, yang menjaga diarah timur laut. Tanpa ayal lagi, Su cu membentak sambil menerjang. Ia menggunakan tangan kosong.
Atas serangan itu, yang ia dengar anginnya, pendeta berkerudung kepala itu menangkis sambil memutar tubuhnya. Hebat tangkisannya itu hingga ia mundur satu tindak. Dilain pihak. Su cu mundur tiga tindak dengan tubuhnya limbung
Menurut tingkat golongan, It Tie ada terlebih rendah daripada Su cu. Dia dari huruf It Su cu dari huruf "Su". Toh sekarang terbukti, dia terlebih gagah
Sebagai kesudahan dari bentrokan itu, Su Khong beramai berseru, lalu mereka maju berbareng, mengurung bebas ketua itu. Itulah kurungan Lo Han Tin yang dipersingkat.
Kedelapan tiangloo heran sekali menyakslkan kelihayan lawan itu. Kalau dia itu benar It Tie, itulah hebat bukan main- Maka mereka perhebat pengepungan mereka.
Selang dua puluh jurus, baru tampak lawan itu keteter, walaupun
demikian, tak dapat dia segera diringkus atau diroboh kan.
Bertempur terlebih jauh, kedelapan tiangloo bersikap semakin keras. Mereka heran dan penasaran jikalau mesti bertempur satu lawan satu, mungkin mereka bukanlah lawannya. begitulah Su Khong, setelah mendesak keras dia menyapu dengan tongkatnya.
Lawan itu berkelit sambil berlompat, sambil berlompat itu, dia meneruskan menyerang Su Lut dan Su Beng dikiri dan kanannya. Dia bertarung mementang kedua belah tangannya.
Su Kay menggunakan saat orang menyerang ke kedua arah itu, ia berlompat maju, menyerang dengan sianthung, tongkatnya. Tapi ia menyerang bukannya dengan menikam atau menyodok. hanya tongkat itu diteruskan dilepas dari cekalannya, dibuat meluncur pesat
Orang yang diserang itu kaget sekali. Inilah dia tidak sangka. Tapi dia lihay luar biasa, sambil berkelit kesamping, dia mengulur tangan kirinya, menyambut tongkat itu
Berbareng dengan serangannya Su Kay itu Su cu bersama Su Ie dan Su Beng menyerang serempak. Itulah hebat sekali. Lawan belum sempat memperbaiki kedudukannya, sedangkan tangan kirinya baru mencekal tongkatnya Su Kay itu. Toh dia masih mencoba berkelit dan menangkis. Sayang dia repot sekali dia jadi kurang sebat. Mungkin ini disebabkan ia sudah terdesak. karena dia telah letih. Tidak ampun lagi, ujung tongkat Su Ie mampir di pinggangnya, hingga tubuhnya menjadi limbung. Justru itu, tibalah jeriji tangan Su Kay dan Su Khong maka itu dia segera kena tertotok. Di saat tubuhnya limbung hendak jatuh, sebelah tangan Su Khong telah menyambar kekepalanya, menjambret bungkusan kepala hitam itu
Selekasnya kerudung itu terpisah dari kepalanya, tampaklah
kepala gundul dan wajah si lawan. Benar benarnya dia It Tie adanya
Su Ie berlaku sebat, segera ia mengeluarkan tambang istimewa yang dinamakan "Kauw Kin Sun So", atau "tambang otot ular naga". Dibantu oleh Su Lut dan Su Beng, kedua tangan It Tie ditarik rapat kebelakang, terus dilibat diikat erat erat. Bahkan kedua kakinya diikat juga
Disaat itu mendadak terdengar teriakan kaget dari Su Kay Taysu.
"Ditubuh binatang ini tak ada apa apanya" demikian teriakan itu. "Apa?" seru Su Khong bertanya.
"Dari sembilan belas kitab rahasia, satupun tiada" Su Lut pun berseru.
Su Khong kaget hingga ia bermandikan peluh, hingga dengan
kedua tangannya sendiri ia meraba raba tubuhnya itu ketua murtad.
Kesudahannya itu membuat ia mengoceh seorang diri. suaranya bagaikan orang menangis.
Siauw Pek berkata perlahan pada Oey Eng:
"Adik, coba tolong nyalakan obor untuk mereka itu" Memang, ketika itu, cuaca sudah mulai gelap.
Oey Eng serta Kho Kong berlaku sebat, mereka mencari rumput kering, untuk diikat dijadikan obor dan terus disulut.
Ketika itu, Soat Kun memperdengarkan suaranya: "Para taysu, baiklah kalian kekang dahulu semua orang di bawah itu supaya jangan ada yang lolos, sesudah itu barulah kalian periksa It Tie"
Su Khong bagaikan tersadar. Suara si nona benar sekali. Saking tegang hatinya, tadi ia melupakan mereka yang sedang bertempur. Ia pun mengagumi si nona yang cerdas itu. Maka ia lalu memegang It Tie dengan kedua tangannya untuk mengangkat tinggi tubuh sang ketua berbareng dengan mana ia berkata nyaring:
"Kamu dengar, Semua berhenti bertempur... Lihat, It Tie si pemberontak telah kena ditawan. Pemberontak inilah yang bakal dihukum, kalian yang hanya ikut ikutan saja, akan memperoleh keringanan"
Suara ketua tiangloo ini terdengar tegas oleh semua orang yang sedang bertempur itu. Mengalun nyaring suaranya, karena dikeluarkannya menuruti ilmu suara "Hud Bun ciang Keng" yaitu Cara pembacaan khotbah istimewa.
Menyusul itu Su Kay Taysu juga memperdengarkan suara gunturnya. "Berhenti" Ia menggunakan ilmu suara "Say cu Hauw" artinya "Derum singa" Suara itu lantas berkumandang, terdengar oleh semua orang di Tegalan itu.
Hanya sebentar, sunyilah seluruh medan pertempuran itu. Pertempuran berhenti serentak. sebagai gantinya, semua mata diarahkan ke atas bukit
Dalam kesunyian itu terdengar suara Su Khong Taysu: "Su Kay Sutee berdiam disini. Yang lainnya turun untuk mengurus mereka itu semua, guna menjaga jangan ada yang lolos." Atas perintah itu, Su ie semua segera lari turun dari atas bukit.
Di dalam waktu yang pendek. Lo Han Tin sudah berubah menjadi delapan belas pasukan kecil, yang terus bersikap mengurung semua pengikut It Tie Taysu.
Tegalan belukar menjadi terang pada saat lain- Itulah karena pihak $pengurung menyulut unggun, yang mereka tumpuk disana sini. Terutama dari atas tanjakan, dari atas bukit, orang dapat melihat dengan tegas.
Pemandangan dimedan tempur itu menyedihkan. Diantara bangkai bangkai kuda tampak mayat mayat berserakan, mayat yang tak utuh lagi serta berlumuran darah. Tak sedikit kurban telah berjatuhanSegera setelah Su Khong menyaksikan selesainya pengurungan orang orangnya. ia menepuk dua kali tubuh It Tie, membuat bekas ketua itu sadarkan diri.
"Manusia durhaka, mana itu sembilan belas kitab pusaka?" tiangloo ini membentak. "Dimana kau sembunyikan?"
It Tie mementang matanya, mengawasi orang yang menegurnya. Ia bagaikan tak mendengar suara orang.
Bukan kepalang mendongkolnya Su Khong. "Plok" demikian satu gaplokan kepipi orang
It Tie merasakan sangat nyeri, matanya sampai berkunang kunang, sedang mulutnya mengeluarkan darah. Tapi ia tetap berdiam saja, ia berdiri mematung. Memang ia telah diringkus tangan dan kakinya.
Dengan tangan kanan mencekal tulang pipa dari bekas ketua itu, Su Khong menyentil telinga orang
Luar biasa pendeta lawan itu, ia masih saja berdiri diam.
Su Kay gusar bukan main, akan tetapi ia masih dapat menguasai dirinya.
"It Tie," katanya, dengan perlahan, suaranya terharu, "kau menjadi ketua Siauw Lim Sie, mengapa kau berbuat begini rupa" Bagaimana perasaanmu terhadap gurumu yang berbudi, terhadap sucow kita yang maha mulia" Kau tahu sendiri, sembilan belas kitab pusaka itu menjadi pusaka Siauw Lim Sie kita, bahkan empat jilid diantaranya adalah tulisan tangan dari Tatmo couwsu kita sendiri, sedang lima yang lainnya hasil kerja susah payah dari seluruh kita. Kitab-kitab itu memuat tujuh puluh dua rupa ilmu silat istimewa dari partai kita. Mana dapat semua kitab itu dihilangkan atau dimusnahkan" Lekas kau kasih tahu, dimana kau sembunyikan" Asal kau bicara terus terang, bersedia menjamin keselamatan jiwamu, kau memperoleh hukuman yang ringan"
Su Khong gusar tetapi, dengan nada sengit, ia toh berkata: "Asal kau mengaku, aku jamin seutar nyawamu"
It Tie terus berdiam, tak peduli apa katanya kedua pendeta itu. Mulutnya tertutup rapat, sedang matanya mengawasi saja kesatu arah biji matanya itu tak berputar atau memain.
Bukan main berkuatirnya Su Khong berkuatir akan keselamatan kitab kitab pusaka partainya.
"Apakah kau telah merusak habis semua kitab itu?" tanyanya pula, keras.
Su Kay juga bingung, hingga ia menyambar lengan orang, untuk dipegang dengan keras.
"Lekas bilang " bentaknya, "Apakah kitab kitab itu berada pada It ceng ?"
Masih itu berdiam saja. Sampai itu waktu, Hoan Soat Kun bertindak menghampiri. "Maaf, taysu," katanya. "Dapatkah taysu mengijinkan aku melihat wajah murid murid dari kuilmu ini ?"
"Silahkan, nona," berkata Su Khong, yang segera mundur kesamping. "Tolong nona menanya dia. Sekarang ini pikiran loolap sangat kacau hingga loolap tak tahu harus bagaimana bersikap."
su Kay pun mengundurkan diri.
Soat Kun tersenyum. "coba kau lihat wajahnya, adikku" ia berkata kepada Soat Gie, yang tubuhnya ia tolak kedepan.
Adik itu menghampiri It Tie, untuk berdiri didepannya sekali. Segera ia mengawasi mukanya pendeta itu, bahkan ia mengangkat tangan kanannya untuk meraba pipi orang, kemudian lagi, dengan kedua tangannya, ia membuka kulit matanya. Baru setelah itu, kembali ke sisi kakaknya.
Dilain detik, kedua saudara berCacat itu telah saling berpegangan tangan jeriji mereka memain satu dengan lain- Demikianlah Caranya mereka berbicara dengan terlebih jelas.
"Inilah aneh " berkata Nona Hoan kemudian "Akupun tak mengerti."
"Nona, apakah kata nona?" tanya Su Kay bingung.
"Taysu," menjawab si nona, "orang yang taysu tawan ini bukanlah It Tie yang menjadi ketua kalian itu"
Su Kay Taysu terperanjat. "Apa?" tanya menyusul mana tangan
kanannya menjambret kepada mukanya pendeta tawanan itu.
Soat Kun menjawab, "Dengan satu kepandaian luar biasa, muka orang ini telah diubah hingga menjadi merupakan wajahnya yang sekarang ini. Dia bukannya mengenakan topeng kulit manusia"
Su Kay kaget dan heran bagaikan kalap. dia merobek jubah sucinya It Tie itu It Tie yang dikatakan palsu
Oey Eng dan Kho Kong maju menghampiri dengan membawa obor, untuk dapat menyuluhi dengan terang sekali, maka sekarang tampak tegas dileher It Tie itu ada tampak berbatas seperti kulitnya ditukar.
"Nona, sebenarnya bagaimana ini?" tanya Su Kay. sedangkan Su Khong berdiam saja semenjak tadi.
"Inilah suatu kenyataan," berkata Soat Kun menjawab sipendeta. "Seorang yang mempunyai kepandaian luar biasa, besar sekali cita citanya. Dia hendak menelan semua partai lainnya dan sekarang Siauw Lim Sie menjadi buktinya. It Tie palsu ini adalah karya orang dibelakang tirai itu"
Muka Su Kay menjadi pucat.
"Nona," tanyanya, "apakah nona tahu siapa orang dibelakang tirai itu?"
"Dialah Seng Kong Sin Kun" sahut Soat Kun, dingin. "Sin Kun" Raja Sakti, dari "Seng Kong" Istana Nabi.
Kembali su Kay diam tertegun matanya terpentang, lidahnya terkeluar. Ia berdiam beberapa lama. Baru kemudian ia menuding pada It Tie palsu itu.
"Apakah iniorangnya yang telah membawa kabur pusaka kami?" ia tanya Nona Hoan. Nona Hoan menggelengkan kepala.
"Bukan- sahutnya. "Perbuatan itu dilakukan oleh It Tie. Dia ini muncul ditengah jalan, guna mengalihkan perhatian orang, supaya It Tie sendiri lolos bersama semua kitab pusaka itu. Taysu telah terkena tipu daya Seng Kiong Sin Kun yaitu tipu tonggeret meloloskan kerangka. Jikalau dugaanku tidak keliru, sekarang ini pastilah sembilan belas kitab pusaka itu sudah berada didalam tangan Sin Kun"
Muka Su Kay pucat seperti mayat, segera dengan jeriji tangannya yang kuat bagaikan ujung tombak. ia menutup jalan darah im kauw dari It Tie palsu itu, sambil menotok itu ia bertanya bengis: "Siapa kau" Siapakah yang menitahkan kau berbuat begini" Lekas bicara"
Kena totokan pendeta itu, It Tie tetiron meringis ringis, tubuhnya
bagaikan Ciut ringkas. Dia kesakitan bagaikan tersiksa hebat.
"Jangan gusar, taysu," Soat Kun membujuk. "orang ini telah dilupakan semacam obat, pikirannya tak waras lagi, maka itu, sekarang keterangannya tak dapat didengar."
Su Khong, yang masih berdiam saja, maju akan mendekati It Tie tetiron, untuk mengawasi dengan tajam. Ia mendapati tubuh orang itu menggigil tak hentinya, walaupun demikian matanya tetap tak bergerak. arah matanya cuma satu mendelong saja. Bahkan dia tak merintih kesakitanTanpa ayal lagi, tiangloo ini menotok bebas orang itu dari siksaan totokannya Su Kay.
Dengan roman duka tetapi mengandung keheranan, Su Kay berkata: "Terang ilmu silat orang ini ilmu silat partai kita, bahkan dia telah memperoleh ilmu silat simpanan yang istimewa. cuma ketua partai kita yang dapat mempelajari ilmu silat itu. Loolap menjadi tiangloo, loolap masih tak pandai jurus itu. Kalau dia bukannya It Tie, habis siapakah dia?"
Su Khong Taysu pun bingung. Katanya: "Dengan melihat jurusnya tadi, kalau bukannya peryakinan dua puluh tahun, tak dapat dia sedemikian mahir. Mungkinkah pada dua puluh tahun yang lampau itu rahasia ilmu silat kita ini telah bocor keluar?"
Tipu silat yang dimaksudkan itu adalah "Sie ble KayCie" atau "Semeru Kecil", nama yang diambil dari suatu kitab agama Buddha. Itulah salah satu dari tujuh puluh dua macam tipu silat istimewa dari Siauw Lim Pay.
Tengah orang bingung itu, mendadak Han In Taysu berlompat menghampiri. Dengan kedua tangannya menekan tanah, ketua dari Ngo Bie Pay itu membuat dirinya mencelat kedepan. "Taysu berdua, benarkah taysu tidak tahu siapa orang ini?" demikian tanyanya. Itulah pertanyaan yang dianggapnya aneh, hingga Su Kay melengak.
"Taysu," berkata ia, "sekarang ini pikiranku sedang sangat kusut hingga loolap bagaikan tak sadarkan diri. Adakah petunjuk taysu, yang dapat membuka hati kami" Tolong taysu jelaskan. . . "
Su Kay juga heran, hingga ia mengawasi pendeta tua dan
bercacat itu. Han In Taysu berlaku tenang, ia menghela napas.
"Ini dia yang dibilang, orang yang bersangkutan pudar, orang luar sadar," katanya, perlahan- Lalu, sambil menunjuk orang yang dinamakan It Tie tetiron itu, dengan suara rada menggetar, ia melanjutkan- "Taysu berdua, orang itu pernah bersama sama taysu belajar ilmu silat didalam suatu ruangan besar, yang dengan taysu berdua pun mempunyai hubungan erat bagaikan tangan dengan kaki. Dialah yang taysu berdua mengenalnya semenjak kecil. Mustahil taysu berdua benar benar tak mengenalnya ?"
Su Khong menjadi sangat bingung. "Apakah katamu, taysu?" tanyanya.
Su Kay tak kalah herannya, dia tertegUn seperti kakak sepergUruannya itu. Han In segera memperdengarkan sUaranya yang tawar.
"Taysu berdua," demikian katanya, orang ini adalah ketua terdahulu dari Siauw Lim Sie, kakak seperguruan kalian, atau dialah guru It Tie Taysu "
"Su Hong Suheng" Su Khong memotong. Han In Taysu tertawa dingin"Benar Su Hong Taysu" sahutnya berseru.
Su Khong dan Su Kay saling mengawasi, mata mereka mendelong. Keduanya terus berdiri diam bagaikan patung.
Siauw Pek tahu kedua pendeta tua itu sedang kacau pikirannya,
ia merasa kasihan sekali. Lalu ia bertindak menghampiri mereka itu.
"Taysu berdua, katanya sabar, apa yang dikatakan Han In Taysu tidak salah. Memang benar orang ini adalah Su Hong Taysu, ketua terdahulu dari Siauw Lim Pay." Su Khong heran.
"Coh Siecu, bagaimana kau mengenalnya?" ia tanya ketua Kim Too Bun itu. Siauw Pek tetap bersikap sabar.
"Taysu, ia balik menanya, tolong taysu bilang, andaikata taysu bertempur satu dengan satu dengan orang ini, dapatkah taysu melawannya?"
Su Khong terus dipengaruhi rasa herannya, tetapi ia menjawab sejujurnya: "Tenaga dalam dan ilmu silat orang ini benar lihay luar biasa, buat melawan dia satu sama satu, loolap bukanlah lawannya."
"Dan ilmu silatnya benarkah itu ilmu silat Siauw Lim Pay?" Siauw Pek bertanya pula.
"Memang, seluruhnya memang ilmu silat Siauw Lim Pay," jawah Su Khong.
"Nah, taysu, tolong taysu sudi pikirkan- dijaman sekarang ini,
siapakah orangnya yang sanggup mengalahkan tiangloo dari huruf
Su dari Siauw Lim Pay" siapakah orangnya kecuali Su Hong Taysu ?"
"Tetapi," kata Su Khong, bukan main bingungnya, "Su Hong
suheng itu, ketua kami telah terbinasa dipuncak Yan In Hong."
Mendengar disebut nama puncak Yan In Hong itu. Mendadak muka Siauw Pek menjadi pucat, lalu mengingat akan duduk halnya, mendadak ia menghentikan kata katanya.
Tapi Han In Taysu sambil menengadah kelangit tertawa nyaring
dan berkata^ "Hai, pendeta tua, kau sudah ling lung. Mustahilkah
aku Han In bukannya salah seorang kurban dari puncak celaka itu?"
Siauw Pek menghela napas. Dia segera sadar. Maka dia berkata tenang: "soal sangat sederhana. Dahulu dipuncak Yan In Hong, semua ketua Siauw Lim Pay, Bu Tong Pay, Ngo Bie Pay dan Khong Tong Pay, semua telah terjatuh kedalam tangan Seng Kiong Sin Kun- Han In taysu dirusak mukanya, dikutungi kedua kakinya. Dan Su Hong taysu ini, selain dibikin kacau pikirannya, hingga ia lupa akan dirinya dia pula diubah wajahnya disamakan dengan It Tie,
muridnya itu Dan dia mau dijadikan alat untuk merobohkan Siauw Lim Sie "
Su Khong berpaling kepada Nona Hoan"Nona, kau cerdas dan luar biasa, kau melebihi kebanyakan orang lain, benarkah penjelasan Coh SieCu ini?" ia bertanya kepada nona itu.
Soat Kun mengangguk. "Sedikitpun tidak salah," sahutnya.
Su Khong meraba kulit dilehernya Su Hong taysu itu, bagaikan diri. ia berkata sendirinya: "Benarkah didalam dunia ada orang sepandai ini yang dapat merubah wajah orang begini miripnya " Oh, sungguh tak terpikirkan "
"Memang kejadian sangat aneh" kata Siauw Pek. "Aku sendiri,
jikalau aku bukannya telah melihat seorang yang rupanya sangat
mirip dengan rupaku sendiri, akupun tak nanti mempercayainya "
Kembali orang berdiam, semua tengah berpikir keras. Hanya sebentar, mereka segera disadarkan oleh suara riuh dikaki bukit. Riuh karena berisiknya alat alat senjata yang beradu adu dan seruan bentakan berulang ulang. Dan ketika semua orang menoleh memandang kekaki bukit, tampak Lo Han Tin sedang bergerak gerak. Sebab disana sudah terjadi satu pertempuran seru
Su Khong Taysu heran, tetapi ia segera berkata pada Su Kay: "Sutee, kau berdiam disini menjaga Su Hong Suheng, aku hendak melihat kesana, harap saja aku dapat menemukan It Tie."
Begitu berkata, kakak seperguruan ini membawa tongkatnya lari turun bukit.
Su Kay mengawasi suheng itu, ia melihat kemed an pertempuran, habis itu ia menoleh kepada Nona Hoan"Nona, apakah nona mempunyai daya untuk melenyapkan kekangan atas diri kakak seperguruanku ini?" tanyanya "Aku ingin ia pulih keadaannya."
"Seng Kiong Sin Kun lihay luar biasa, tak sanggup aku menyingkirkan kekangan atas diri saudaramu ini, taysu," menyahut si nona. Su Kay berdiam, nampak dia sangat masgul.
Han In mengawasi Su Hong, ia jadi ingat pengalamannya dahulu, tiba tiba hatinya menjadi panas.
"oh, Seng Kiong Sin Kun yang jahat" katanya keras. "Sampai saat ini, dia masih belum memperlihatkan dirinya. Sebelum aku menuntut balas belum hatiku puas " Siauw Pek pun menoleh kepada Soat Kun"Sekarang ini saatnya kita membutuhkan bantuan," katanya, "Su Hong taysu ini lihay sekali, dia pula musuh besarnya Seng Kiong sin Kun, kalau kesadarannya dapat pulih, bagaimana besar tenaganya untuk kita "
"Bengcu benar," berkata si nona. "Akan aku coba sebisaku untuk memulihkan kesadaran Su Hong Taysu ini."
Berkata begitu, Nona Hoan menghampiri pendeta yang hilang kesadarannya itu, tanpa likat likat, ia mencekal nadi orang.
Su Kay mengawasi si nona dengan perhatian sangat besar. Ia mengharap sangat bantuannya nona itu. Selekasnya nona itu melepaskan pegangannya kepada nadi suhengnya, ia lalu menanya, "bagaimana nona" Benarkah suhengku ini terganggu obat yang luar biasa?"
"Memang ia terkena semacam obat," sahut nona itu, "Disamping itu, masih ada kekangan lainnya." sambung Nona Hoan menjelaskan.
"Kekangan apa itu, nona?" tanya si pendeta.
"Buat sementara ini, belum dapat aku menerkanya," menjawab si
nona, "Harap taysu sabar supaya dapat aku memikirkannya."
Ketika itu terdengar bentakan bentakan keras sekali. Ketika Siauw Pek sekalian menoleh, tampak belasan orang berkerudung kepala itu berhasil menerobos keluar dari garis terakhir dari Lo Han
Tin, tetapi Su Khong Taysu bersama satu pasukannya berhasil mengejar dan membuat mereka itu terkurung pula
Menyaksikan penyerbuan itu, tiba tiba Soat Kun berkata, "Sekarang ini, yang utama ialah kita harus mencari Seng Kiong Sin Kun, setelah itu, yang lain lain segera ada harapannya buat dipecahkan "
"Ya, Seng Kiong Sin Kun itu aneh" kata su Kay, "Sampai sekarang ini, dia masih belum ketahuan siapa, ingin sekali aku melihat wajahnya"
"Sebenarnya aku telah memikir satu hal," kata Nona Hoan kemudian- "Aku percaya bahwa aku akhirnya akan berhasil mencari tahu tentang hal ikhwal Seng Kiong Sin Kun- cuma sayang sekali, terhadap Kim Too Bun, pihak Siauw Lim Sie masih menaruh kecurigaan"Muka Su Kay merah, karena malu sekali.
"Salah mengerti diantara kita sudah dihabiskan" katanya Cepat. "Sekarang ini kita bukan lagi musuh, bahkan kitalah orang orang dalam sebuah perahu Nona, daya apa juga kau punyai, kau gunakanlah itu, pasti Siauw Lim Sie tidak akan mencurigai lagi"
Soat Kun tertawa. "Syukur hati taysu sangat terbuka " berkata gembira. "Inilah untungnya kaum Rimba Persilatan. Ini pula untuk kebaikan Siauw Lim Pay"
"Nona memuji saja " berkata Su Kay. "Daya apakah nona punyai" Silahkan nona tunjukkan padaku, akan loolap lakukan itu. loolap bersedia sekalipun akan menyerbu api "
"Dayaku ini sangat sederhana, taysu," berkata si nona. "Sekarang taysu menggunakan bungkusan kepala lekas taysu turun bukit dengan mempersatukan diri diantara rombongan mereka kabur meninggalkan tempat ini..."
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Meninggalkan tempat ini?" tanya Su Kay heran. "Kemudian ?"
"Selanjutnya terserah kepada taysu, asal taysu bertindak dengan melihat selatan," kata si nona. "Semoga taysu berhasil membekuk It Tie dan merampas kembali kitab kitab pusaka kalian- Atau taysu masuk terus kedalam gua harimau, untuk mencari tahu tentang Seng Kiong Sin Kun-.."
Su Kay mengangguk berulang ulang.
"Bagus tipu ini, nona" ia memuji terus, tanpa ragu ragu, ia menambahkan: "Baik, nona loolap akan bekerja, walaupun mesti mati, loolap tak akan menyesal "
Berkata begitu, pendeta ini menjemput bungkusan kepala It Tie tetiron atau Su hong taysu itu, terus ia pakai. Kebetulan sekali, bungkusan itu cocok dengan kepalanya.
"Taysu, apakah taysu menghentaki bantuanku?" tanya Siauw Pek.
"Bengcu..." kata si pendeta, yang berhenti tiba tiba.
Soat Kun menyela: "Maksud taysu ialah menawan si murid murtad serta merampas kembali kitab kitab pusaka, sedangkan maksud kami ialah menumpas Seng Kiong Sin Kun, guna kebaikan kaum Rimba Persilatan, karena cita cita itu besar, tak dapat tidak, tenaga kita harus bersatu padu"
"Nona benar" Su Kay menyatakan akur. "Loolap setuju"
Sementara itu Soat Kun telah memegang bungkusan kepala Ouw Bwee berempat lalu ia serahkan itu pada Siauw Pek. Oey Eng, Kho Kong dan Ban Liang sambil minta mereka itu mengenakannya. Katanya: "Diwaktu malam yang gelap dan kalian mengenakan bungkusan kepala ini, harus kalian berada bersama sama, jangan kalian berpisah "
"Jangan kuatir, nona," berkata Ban Liang. "Bengcu membekal pedang dan golok, ia mudah dikenali "
"Tetapi Bengcu harus berhati hati," Soat Kun pesan- "Munculnya Thian Kiam dan Pa Too telah diketahui tak sedikit orang Kang ouw,
karena itu bengcu harus menjaga supaya tak mudah orang mengenalimu "
Siauw Pek meloloskan goloknya. "Baiklah nona pegang golokku ini," katanya
"Inilah senjata ampuh untuk menghajar musuh, senjata ini tak dapat terpisah dari tubuh bengcu" berkata si nona. Siauw Pek tertawa.
"Tidak demikian, nona" kata dia. "Dahulu memang aku tak boleh ketinggalan golok ini, sekarang tidak. Sekarang ini aku telah memperoleh kemajuan pesat, maka juga, kecuali aku menghadapi musuh lihay luar biasa, tak perlu aku akan golokku ini"
Ban Liang semua girang mendengar kata kata ketua itu. Mereka percaya, habis pertempuran yang paling belakang ini, ketua itu telah memperoleh kemajuan pesat.
Soat Kun percaya anak muda itu, ia mau menyambut golok mustika itu, tapi mendadak Ban Liang berkata: "Dimedan
pertempuran terjadi sesuatu yang diluar dugaan, karena itu,
bengcu, baiklah golokmu ini akulah siorang tua yang membawanya"
Dan segera ia menyambut golok itu, untuk digendol dipunggungnya Soat Kun tak menghadapi jago tua itu.
Siauw Pek terus memandang si nona dan Han In Taysu, katanya: "Nona bersama taysu baik ikut perlahan lahan dibelakang rombongan Siauw Lim Sie, jikalau kalian sampai bertemu musuh, bertindaklah dengan seksama "
"Jangan kuatir, bengcu, kami dapat menjaga diri kami," berkata si nona. Siauw Pek lalu berpaling kepada Su Kay Taysu, ia memberi hormat. "Kami tak kenal tin, karena itu, kami mengandaikan kepada taysu," katanya.
"Maaf," Su Kay berkata seraya mengangguk terus ia berlari lari turun bukit. Siauw Pek berempat lari mengikuti.
Belum lama, mendadak ada bentakan terhadap mereka: "Berhenti Siapakah kamu?" Itulah Su Ie Taysu, bersama satu pasukan, yang muncul dari samping.
Su Kay Taysu tidak menjawab, ia hanya menangkis Su Ie, setelah mana, ia berkelit dan terus lari turun.
Siauw Pek dihadang tiga buah golok kaytoo. ia tidak menghunus pedangnya, untuk menangkis, sebaliknya, ia berkelit begitu rupa sambil menyambut golok lawan, yang ia terus rampas. Ha bis bertempur dengan Ouw Bwee berempat, ia telah mendapat kemajuan istimewa.
Ban Liang mengikuti ketuanya itu. Iapun terbacok. ia memang biasa tak menggunakan senjata, maka buat menolong diri, ia meneladani sang ketua. Tapi ia salah sangka. Kali ini ia menghadapi lawan lihay. Baru ia menangkap golok tapi lima golok lainnya menyambar ke arahnya
"Trang Trang" demikian suara nyaring berulang ulang.
Buat kebaikan jago tua ini, Siauw Pek dengan golok kaytoo rampasannya itu menalangi kawannya menangkis, hingga Seng Su Poan terhindar dari ancaman bahaya. Tapi ia juga tak berdiam saja. Dengan tangan kosong, dengan kepandaiannya, ia memaksa
seorang pendeta mundur sendirinya. Maka iapun bebas.
Dibelakangnya, Oey Eng dan Kho Kong turut meloloskan diri juga .
Dilain saat, Su Kay telah mengajak keempat kawannya itu memasuki barisan Lo Han TinSelama masih diluar tin, Siauw Pek dan kawan kawannya tidak melihat apa apa yang luar biasa, akan tetapi segera setelah berada didalam, mereka terkejut orang orang bergerak bagaikan bayangan, semUanya sangat gesit. Dan alat senjata bentrok tak hentinya, sUaranya sangat berisik. Ditanah, sebaliknya, terdapat banyak bangkai kuda dan mayat manusia, diantaranya ada yang hanya terluka dan mesti rebah tak berdaya diantara darah melulahan
Su Kay Taysu menyerbu ketengah itu, lalu berbelok. Buat ia, leluasalah ia untuk bergerak didalam barisan rahasia itu Disebelah kiri, ia melihat tiga atau empat puluh orang berkerudung kepala, yang lagi mencoba mencoblos keluar. orang yang memimpin rombongan itu nampak mengenal baik tin itu. Dengan cepat ia menghampiri rombongan itu, untuk mencampurkan diri. Dengan bantuan bungkusan kepalanya itu, mereka tak dikenali musuh.
Misteri Bayangan Setan 3 Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Pembalesan 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama