Ceritasilat Novel Online

Serigala Bukit Maut 2

Pendekar Rajawali Sakti 131 Serigala Bukit Maut Bagian 2


"Ki Amoksa! Apakah jika bertemu Pendekar Rajawali Sakti kau yakin mampu mengalahkan dan membinasakannya?" tanya Ki Purwareksa.
"Heh" Apakah kau tidak percaya pada kemampuanku, Ki Purwareksa?"
"Ki Amoksa! Agaknya Ki Purwareksa bukannya tidak percaya pada kemampuanmu. Tapi, menghadapi Pendekar Rajawali Sakti, apakah kita tidak mengantarkan nyawa percuma?" timpal Ki Boneng.
"Ki Boneng! Kuakui Pendekar Rajawali Sakti memang telah menjadi buah bibir di mana-mana. Dan mendengar namanya saja, orang akan menggigil ketakutan. Tapi apakah kita akan percaya begitu saja sebelum membuktikannya" Lagi pula, kita tidak bisa mengelak dari perintah Ki Bergola! Kalau kita kabur, dia akan mencari kita. Dan itu sangat mudah baginya," sahut Ki Amoksa mengingatkan.
"Memang. Kali ini, kita mempunyai pilihan sulit...," keluh Ki Boneng.
"Kita tidak punya pilihan, sebab tugas memang harus dijalankan!" Ki Amoksa kembali menegaskan.
"Hm. Lalu, ke mana kita mencarinya?" tanya Ki Purwareksa.
"Itu yang kupikirkan sejak tadi. Kita akan sulit menemukannya kalau sengaja mencarinya. Orang itu tidak menetap di suatu tempat," desah Ki Amoksa.
"Lalu...?" tanya Ki Boneng.
Ki Amoksa berpikir sejurus lamanya, kemudian memandang kedua kawannya bergantian.
"Sering kudengar, pemuda itu kerap muncul bila terjadi kekacauan. Seperti tempo hari. Nah! Kita pancing kemunculannya dengan membuat kekacauan. Lalu, kita buat jejak agar dia menakuti kita...!" jelas Ki Amoksa.
"Ya! Itu usul yang baik!" sambut Ki Purwareksa.
"Bagaimana kalau dia tidak mengikuti kita?" tanya Ki Boneng.
"Jangan berpikir begitu. Aku yakin, dia akan mengejar kita. Setelah peristiwa yang terjadi di desa itu, dia tentu tengah mengejar kita. Hanya saja, dia belum menemukan jejak. Nah! Sekarang, kita buat jejak agar dia sampai pada kita!" jelas Ki Amoksa.
"Lalu, dari mana kita mulai?"
"Ki Purwareksa! Itu pertanyaan bagus. Kita mulai dari desa terdekat dari tempat pertama kali kita membuat kekacauan. Aku bisa perkirakan, dia belum begitu jauh dari daerah itu. Meski dia telah berjalan jauh, paling tidak bisa diperkirakan tempat-tempat mana saja yang pernah dilaluinya!"
"Baiklah. Kalau demikian, aku akan perintahkan anak buah kita untuk menuju timur. Mudah-mudahan di sana kita beruntung, bertemu dengannya!" sahut Ki Purwareksa segera haluan kudanya diputar. Lalu dia berteriak lantang pada anak buahnya yang selalu mengikuti dari belakang.
Tapi, baru saja mereka hendak meninggalkan tempat itu, mendadak berkelebat dua sosok tubuh menghadang. Serentak ketiga anak buah Ki Bergola itu menghentikan derap langkah kudanya. Langsung anak buahnya diperintah untuk berhenti.
"Iblis-iblis Keparat! Ke mana-mana dicari ternyata kalian berada di tempat ini!"
"Heaaaa...!"
Ketiga anak buah Ki Bergola memandang tajam pada seorang laki-laki setengah baya. Tubuhnya agak kurus, dengan sebatang toya baja. Dan di sampingnya, seorang wanita berusia sekitar tiga puluh tahun. Rambutnya sebahu, bersenjatakan sepasang golok panjang yang terselip di pinggang.
"Siapa kalian"!" bentak Ki Amoksa lantang.
"Aku Ki Jawok. Dan, ini Nyai Jawil. Kalian berhutang banyak nyawa pada kami!" desis lelaki setengah baya yang mengaku bernama Ki Jawok.
"Persetan dengan segala ocehan kalian! Menyingkirlah kalau tidak ingin mampus!" hardik Ki Amoksa.
"He-he-he...! Orang-orangnya Iblis Langit selalu sombong dan sangat menganggap rendah orang. Kalau nyawa telah berada di ujung tanduk, baru kalian menyadarinya!" sahut Ki Jawok sinis.
"Orang tua busuk! Syukur kau mengenali kami! Nah! Menyingkirlah sebelum kuremukkan kepalamu!" bentak Ki Purwareksa.
"Keparat! Agaknya kau begitu menganggap rendah kami, heh"! Rasakan toyaku ini.
Heaaatt...!"
Bukan main geramnya Ki Jawok mendengar kata-kata itu. Maka dia langsung melompat menerjang.
"Hiyaaa...!"
"Hm.... Orang tua keras kepala!"
Ki Purwareksa cepat bagai kilat melompat dari kudanya. Langsung disambutnya serangan itu dengan memutar bandul besi berduri di tangannya.
"Yeaaa...!"
"Dan kalian boleh berhadapan denganku!" teriak Nyai Jawil, langsung menyerang Ki Boneng dan Ki Amoksa sambil menghunus kedua golok besarnya.
"Hm.... Wanita ini boleh juga, Ki Boneng! Jangan lukai dia. Lebih baik kita lumpuhkan saja!" kata Ki Amoksa, sambil menyeringai lebar.
"He-he-he...! Ternyata apa yang kau pikirkan sama denganku, Amoksa," sahut Ki Boneng. Dan dia cepat melompat turun dari kuda, untuk menyambut serangan wanita itu.
"Yeaaaa...!"
*** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 131. Serigala Bukit Maut Bag. 5
13. Oktober 2014 um 11:36
5 ? Ki Jawok dan Nyai Jawil sebenarnya adalah dua tokoh persilatan tingkat tinggi. Mereka bermaksud menghabisi kawanan ini, yang telah memporak-porandakan Desa Wandur, tempat tinggal mereka. Memang, pada saat peristiwa itu berlangsung kedua tokoh ini sedang tidak ada di rumahnya. Sehingga, begitu tahu kalau yang membuat kerusuhan itu anak buah Kawanan Serigala Bukit Maut, mereka langsung mencari ketiga orang lawan mereka ini. Namun, sebenarnya tindakan mereka gegabah, karena ketiga pembantu utama Ki Bergola bukanlah orang sembarangan. Mereka adalah tokoh hitam yang kejam berkemampuan amat tinggi.
"Hiyaaa...!"
Kedua golok Nyai Jawil berkelebat-kelebat, menyambar kedua lawannya dengan cepat dan ganas. Kalau saja yang dihadapinya sekarang tokoh berkepandaian rendah, niscaya dalam waktu singkat akan binasa tanpa bentuk lagi. Tapi saat ini, yang dihadapi adalah anak buah Ki Bergola yang terkenal memiliki kepandaian tinggi. Tak heran kalau Ki Boneng dan Ki Amoksa mudah saja menghindari setiap serangan-serangannya. Bahkan sesekali terlihat senjata tombak bermata tiga yang dimainkan Ki Boneng, agak merepotkan wanita itu. Belum lagi sambaran clurit besar di tangan Ki Amoksa.
Trang! Nyai Jawil masih beruntung mampu menangkis ujung tombak Ki Boneng yang tiba-tiba saja menyambar ke arah leher. Dia melompat ke belakang, lalu cepat bersalto ke samping. Namun, senjata Ki Amoksa telah menunggunya. Terpaksa wanita itu menjatuhkan diri, untuk menghindarinya sambil mengibaskan sebelah goloknya.
Tring! "Yeaaa...!"
Tangan wanita itu bergetar hebat. Bahkan telapak tangannya terasa nyeri ketika menangkis senjata clurit itu. Pada saat itu juga, tombak Ki Boneng menyodok ke jantungnya. Maka cepat bagai kilat wanita itu mengibaskan golok. Namun, tiba-tiba Ki Boneng menarik pulang serangan, dan langsung mengelebatkannya ke arah pinggang. Nyai Jawil tercekat. Apalagi pada saat yang bersamaan, Ki Amoksa telah melompat ke atas kepalanya dengan serangan berbahaya.
Sambil bergulingan. Nyai Jawil mengebutkan kedua goloknya di tangannya untuk menepis dua serangan sekaligus.
Trak! Tring! Begitu habis menangkis, perempuan itu cepat bangkit berdiri. Namun tanpa diduga, Ki Boneng sudah cepat melancarkan tendangan kilat menggeledek. Begitu cepat gerakan laki-laki itu, sehingga....
Dukk! "Aaakh...!"
Nyai Jawil menjerit keras, begitu perutnya terhajar tendangan Ki Boneng. Tubuhnya kontan terhuyung-huyung ke belakang. Dan belum juga dia mampu mengusir rasa mual di perutnya, kedua lawan telah kembali menyerang ganas.
"Yeaaa...!"
Nyai Jawil jadi tercekat. Maka dengan nekat sebuah goloknya dilemparkan ke arah Ki Amoksa. Sementara, dia sendiri bersiap menangkis serangan Ki Boneng dengan golok yang satu lagi.
Wuttt! Ki Amoksa tidak berusaha menangkis golok yang dilemparkan ke arahnya. Tubuhnya langsung mengegos ke kiri sedikit, sehingga golok itu luput dari sasaran. Dan seketika dia langsung melesat cepat menyusul Ki Boneng untuk menyerang wanita itu.
Trang! "Uh...!"
Kembali wanita itu mengeluh tertahan, ketika menangkis tombak di tangan Ki Boneng. Lalu sambil mendengus geram, dia berusaha kembali menyerang dengan ayunan tendangan keras ke dada Ki Boneng. Tapi cepat bagai kilat, laki-laki itu mengelak ke samping sambil mengibaskan tombak ke batok kepala Nyai Jawil. Dan pada saat yang bersamaan, clurit di tangan Ki Amoksa menyambar ke pinggang.
Dengan sebisanya, Nyai Jawil mengibaskan golok untuk menangkis kedua serangan yang datang bersamaan. Tapi tanpa diduga, Ki Amoksa menarik pulang serangannya. Bahkan tubuhnya langsung melejit ke bawah. Dan sambil bergulingan, ditotoknya pinggang wanita itu.
Tukkk! "Ooh...!"
Nyai Jawil terkejut. Mendadak saja, tubuhnya ambruk bagai tidak bertenaga.
"He-he-he...! Kini kau tidak berdaya lagi. Dan..., dan dalam genggaman kami!" ledek Ki Amoksa, disertai seringai lebar.
"Keparat! Lepaskan totokanmu pengecut! Aku masih mampu menghadapi kalian sampai seribu jurus lagi...!" maki Nyai Jawil geram, namun tak dapat bergerak lagi.
"Hm, seribu jurus" Tidak kuragukan kemampuanmu. Tapi, tenagaku akan terkuras habis. Dan saat kita berdua nanti, tentu aku akan mudah letih!" sahut Ki Amoksa enteng.
"Bangsat terkutuk! Tutup mulut kotormu itu!" rutuk Nyai Jawil.
Ki Amoksa hanya tersenyum lebar mendengar makian wanita itu. Lalu matanya memandang ke arah Ki Purwareksa yang ternyata tengah mendesak Ki Jawok. Senjata bandul besinya yang penuh paku-paku runcing, berkali-kali mengancam keselamatan lawan. Namun sampai begitu jauh, belum juga mampu menjatuhkan Ki Jawok yang mampu memberikan perlawanan gigih dengan kehebatan permainan ilmu toyanya.
"Hei"!. Kenapa kalian diam saja"! Bereskan orang itu, cepat...!" bentak Ki Amoksa pada anak buahnya yang sejak tadi diam saja memperhatikan pertarungan.
Begitu mendengar perintah, serentak para anggota Kawanan Serigala Bukit Maut itu mengepung dan menyerang Ki Jawok. Tidak mengherankan kalau sejak tadi mereka diam saja. Sebab telah menjadi kebiasaan, kalau ketiga pemimpin mereka tidak suka dibantu bila tengah bertarung satu lawan satu, ketiga orang itu memang begitu menikmati pertarungan. Tapi, agaknya kali ini lain lagi. Ki Amoksa tengah tidak berselera untuk bermain-main. Pikirannya saat ini hanya tertuju pada wanita yang telah dijatuhkannya. Dan kini tidak ayal lagi, anak buahnya mengamuk sejadi-jadinya untuk membereskan lawan secepat mungkin.
Sementara Ki Jawok hanya bisa tersentak kaget Meski berusaha mati-matian mempertahankan diri, tapi jumlah lawannya kelewat banyak. Apalagi rata-rata memiliki kepandaian tidak rendah. Maka dalam waktu singkat saja, hanya soal waktu untuk menjatuhkan Ki Jawok.
*** Nyai Jawil memaki-maki geram. Matanya melotot lebar dengan amarah meluap-luap. Namun Ki Amoksa hanya terkekeh lebar. Dan dengan penuh nafsu laki-laki itu merobek seluruh pakaian yang melekat di tubuh wanita ini. Seketika matanya melotot lebar melihat pemandangan indah di depan mata. Bahkan kini kedua tangannya bergerak lincah, menari-nari di dada yang membusung lebar milik Nyai Jawil.
"He-he-he...! Alangkah indahnya tubuhmu. Hm. Meski kau sudah tidak muda lagi, tapi tubuhmu tidak kalah indah dibanding gadis-gadis perawan...," desah Ki Amoksa, hampir tersedak di tenggorokan.
"Keparat terkutuk! Jangan sentuh aku! Lepaskan! Lepaskaaan...!"
Wanita itu terus berteriak-teriak memaki. Namun bagi Ki Amoksa, teriakan-teriakan itu bagai pembangkit gairahnya. Darah di kepalanya semakin mendidih. Lalu dengan kasar, pakaiannya mulai dibuka satu persatu. Sambil menyeringai lebar, ditubruknya Nyai Jawil yang terbaring tidak berdaya dalam keadaan tertotok!
"Iblis jahanam! Lepaskan! Lepaskaaan...! Ouw...! Keparat! Ouuuw...! Ohh...."
Wanita itu menjerit-jerit memilukan. Namun lelaki itu agaknya telah dirasuki iblis, sehingga tidak mempedulikannya. Malah napasnya turun naik tidak beraturan. Dan sesekali, terdengar dia menggeram hebat. Sementara semak-semak di dekat mereka ikut bergoyang-goyang keras, mengikuti irama gerakan mereka.
Beberapa saat kejadian itu telah berlalu. Sementara, masih terdengar lenguh Nyai Jawil bersama isak tangisnya yang halus. Sedangkan Ki Amoksa hanya terkekeh sambil membetulkan pakaiannya. Sebentar kemudian, dia berdiri dan melangkah tenang meninggalkan tempat itu. Sementara Ki Boneng dan Ki Purwareksa menunggu dengan wajah tidak sabar pada jarak sekitar lima tombak.
*** Terakhir, ketika tiba giliran Ki Purwareksa, kembali terdengar jeritan Nyai Jawil. Kali ini terdengar lebih lemah, namun semak-semak di sekitarnya bergoyang lebih keras!
"He-he-he...! Hebat! Luar biasa! Biarpun dia sedikit lebih tua, tapi masih seperti gadis perawan saja!" kata Ki Purwareksa sambil membenahi pakaiannya.
"Sebaiknya dia dibunuh saja! Kita tidak memerlukannya lagi!" ujar Ki Amoksa.
"Bunuh" Hm, terlalu mudah. Dia masih berguna bagi kita. Paling tidak, untuk beberapa kali lagi," timpal Ki Boneng sambil tersenyum lebar.
"Ki Boneng, jangan rakus! Tugas utama kita belum selesai!" kata Ki Amoksa, sedikit lebih keras.
"Hm.... Kenapa tidak" Anak buah kita pasti telah membereskan desa itu. Apa salahnya kita bersenang-senang sedikit?" sahut Ki Boneng membela diri.
"Aku tidak ingin berdebat denganmu. Tapi kalau saja Ki Bergola tahu kalau kita mengutamakan kesenangan daripada tugas yang diberikan, maka kepala kita akan menjadi taruhan!" Ki Amoksa mengingatkan.
"Sudahlah, sobat. Tidak ada salahnya. Toh, dia tidak akan tahu...."
"Ki Boneng! Ki Bergola bukan orang sembarangan! Masihkah kau meragukannya" Matanya berada di mana-mana. Dan apa yang kita lakukan bisa diketahuinya. Lagi pula, aku yang memimpin tugas ini. Maka kuingatkan pada kalian, patuhi kata-kataku!" kata Ki Amoksa mulai agak keras.
Ki Boneng cuma mengangkat bahu.
"Yah, baiklah...," sahut Ki Boneng pelan.
Baru saja laki-laki itu akan berbalik, tiba-tiba terdengar derap kaki beberapa orang anak buahnya yang berlari-lari menghampiri. Wajah mereka tampak pucat ketakutan.
"Ki Amoksa, Ki Boneng, Ki Purwareksa...! Celaka! Celaka...!" teriak mereka berkali-kali.
"Tenang! Bicaralah yang benar!" ujar Ki Amoksa.
Mereka segera mengambil napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan-lahan. Setelah beberapa kali melakukannya, mereka mulai agak tenang. Lalu seorang di antara mereka bergerak ke depan menghampiri ketiga orang tangan kanan Ki Bergola.
"Seorang pemuda berbaju rompi putih menghadang kami. Kepandaiannya tinggi sekali. Beberapa kawan-kawan tewas di tangannya!" lapor orang itu.
"Siapa orang itu"!"
"Kami tidak mengetahuinya, Ki. Dia datang tiba-tiba, lalu mengamuk dahsyat!"
"Hm. Ayo kita susul ke sana!" ajak Ki Amoksa.
Namun belum lagi mereka beranjak....
"Kalian tidak perlu jauh-jauh mencariku...!"
"Heh"!"
Sebuah suara lantang tiba-tiba mengagetkan semua orang yang ada di tempat ini.
*** Entah dari mana datangnya, tahu-tahu tak jauh dari mereka telah berdiri seorang pemuda tampan berambut panjang. Baju rompi putih menampakkan otot-ototnya yang kekar. Di balik punggungnya, menyembul sebilah pedang bergagang kepala burung. Sementara di belakangnya, berdiri seekor kuda hitam berkilat.
"Ki Amoksa! Pemuda inilah yang tadi menghadang kami...!" teriak salah seorang memberitahu.
"Hm.... Bocah ingusan ini agaknya yang telah berani mengganggu kesenangan kita. Hei, bocah! Siapa kau"! Apa kau sudah bosan hidup, heh"! Tidak tahukah kau, dengan siapa sekarang berhadapan" Kami adalah Kawanan Serigala Bukit Maut!"
"Kebetulan. Ternyata pesanku, belum sampai pada pimpinan kalian," sahut pemuda itu dingin.
"Keparat! Bicara apa kau, he"!"
Pemuda berbaju rompi putih itu tersenyum kecil dengan wajah sinis.
"Kurasa beberapa hari lalu anak buahmu telah menyampaikan pesanku pada pemimpin kalian yang bernama Ki Bergola. Kalian akan berhadapan denganku lagi, bila membuat keonaran!" kata pemuda itu, enteng.
Ki Amoksa tertegun. Demikian juga kedua kawannya. Mereka mulai curiga dan menduga-duga. Benarkah pemuda ini yang tengah dicari-cari"
"Hm.... Kaukah Pendekar Rajawali Sakti?" tanya Ki Amoksa menyelidik dengan nada lebih datar.
"Syukurlah kalau ingatan kalian telah kembali."
"Bagus! Selama ini kami memang tengah mencari-carimu. Pucuk dicinta ulam tiba. Kini, kami tidak perlu repot-repot lagi mencarimu. Dan ternyata telah datang sendiri!" dengus Ki Amoksa.
"Begitukah" Sungguh beruntung. Aku mendapat kehormatan besar, sehingga kalian tidak perlu mencari-cariku. Nah! Sekarang, coba tunjukkan padaku, siapa di antara kalian yang bernama Ki Bergola?" tanya pemuda berbaju rompi putih yang memang Rangga, alias Pendekar Rajawali Sakti.
"Bocah! Kau tidak ada derajat untuk bertemu dengannya. Kami adalah pembantu terdekatnya. Dan itu sudah lebih dari cukup untuk memberi pelajaran bagi orang sepertimu!" desis Ki Amoksa.
"Oh, pembantu dekatnya" Ah, sayang sekali. Agaknya pemimpin kalian begitu pemalu untuk menemuiku?" pancing Rangga ingin memanas-manasi.
"Pendekar Rajawali Sakti! Jangan sembarangan bicara! Kemampuan Ki Bergola sama mudahnya dengan membalik tangan untuk melenyapkanmu. Tidak ada seorang pun yang mampu mengalahkannya. Dia adalah tokoh sakti, dan tidak bisa dibandingkan dengan kemampuanmu yang hanya seujung kuku!" timpal Ki Boneng geram.
"Jangan terlalu angkuh, Kisanak. Di atas langit, masih ada langit. Dan aku tidak akan berarti untuk menghabisi kalian semua!" sahut Pendekar Rajawali Sakti enteng.
"Keparat! Kau kira kami takut padamu, he"!" sentak Ki Purwareksa, mulai bangkit amarahnya.
Rangga tersenyum kecil.
"Aku tidak menganggap kalian takut padaku. Tapi kalau kalian memaksa aku akan memberikannya."
"Setan! Bocah sombong, akan kucincang tubuhmu!" geram Ki Boneng. "Yeaaa...!"
Laki-laki bersenjata tombak bermata tiga itu sudah langsung melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara, Ki Amoksa serta Ki Purwareksa tentu saja tidak tinggal diam. Mereka sadar kalau lawan yang dihadapi kali ini bukanlah orang sembarangan. Maka untuk itu, mereka menyerang secara keroyokan.
Srakkk! Wuk! Wukkk! Ketiga orang itu sudah langsung mencabut senjata masing-masing dengan pengerahan kemampuan tingkat tinggi.
"Uts!"
Rangga cepat melompat enteng, ketika senjata-senjata lawan berkelebat menyambar. Dari angin serangan yang terasa. Pendekar Rajawali Sakti tahu kalau ketiga lawannya berkepandaian tinggi. Maka tanpa ragu-ragu lagi langsung dikerahkan gabungan dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti'. Dan kini tubuhnya mencelat ke atas dengan menggunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Lalu dia berjungkir balik beberapa kali, hinggap di atas cabang sebuah pohon dengan gerakan manis sekali.
"Ha-ha-ha...! Ayo, ke sini. Kejarlah aku...!" ledek Rangga.
"Setan!"
Ketiga orang itu menggeram hebat. Lalu, dua orang mengejar ke atas. Sementara, Ki Purwareksa menunggu di bawah.
"Yeaaa...!"
Rangga cepat melompat ke dahan yang lebih tinggi, lalu melayang ke cabang pohon lain yang lebih rendah. Namun bersamaan dengan itu, bandul besi Ki Purwareksa telah menyambarnya dengan deras.
Sedikit kening Rangga berkerut, lalu cepat melesat bagai kilat, sebelum bandul besi Ki Purwareksa menghancurkan cabang pohon itu. Dan sambil mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' Pendekar Rajawali Sakti melayang bagai elang menyambar anak ayam, ke arah Ki Purwareksa.
"Hiyaaa...!"
"Heh"!"
Ki Purwareksa terkejut bukan main. Satu-satunya cara menghindar hanyalah menjatuhkan diri sambil bergulingan. Sementara itu, Ki Amoksa dan Ki Boneng tentu saja tidak akan membiarkan Pendekar Rajawali Sakti mencecar Ki Purwareksa. Maka mereka langsung menyerang dengan ganas.
Ki Boneng cepat menyambarkan tombaknya ke leher Rangga.
Wuttt! "Uts!"
Dengan gerakan mengagumkan, Rangga menundukkan kepala. Lalu Pendekar Rajawali Sakti melenting ke atas sambil menekuk sebelah kaki. Dan tiba-tiba tubuhnya kembali meluruk gesit, sambil melepaskan tendangan. Dari gerakannya ke arah Ki Boneng bisa ditebak kalau Pendekar Rajawali Sakti mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
Ki Boneng terkejut bukan main, melihat perubahan jurus yang demikian cepat pada lawannya. Bahkan begitu serangan datang, dia tidak sempat mengayunkan tombaknya. Maka dengan sebisanya, dia menjatuhkan diri dan bergulingan untuk menghindarinya.
"Hiiih!"
"Uts!"
Tapi rupanya Rangga tidak meneruskan serangan. Tubuhnya cepat berbalik, dan melompat ke atas. Kini Pendekar Rajawali Sakti langsung menyerang Ki Amoksa secara mendadak.
Ki Amoksa yang menyangka kalau Pendekar Rajawali Sakti akan menghabisi Ki Boneng, tentu saja merasa kaget tidak menyangka. Bahkan tahu-tahu, ujung kaki pemuda itu nyaris menghantam ke arah leher, kalau dia tidak melompat ke belakang.
Tapi, rupanya Rangga terus mengejar dengan sodokan maut bertenaga dalam tinggi. Kali ini, Ki Amoksa mempunyai kesempatan untuk cepat mengibaskan cluritnya. Tapi untung saja Pendekar Rajawali Sakti cepat menarik pulang serangannya. Sehingga tangannya selamat dari sambaran senjata clurit yang tajam berkilatan itu.
Agaknya Rangga memang sengaja bertindak demikian. Maka begitu Ki Amoksa mengibaskan senjata, saat itu juga tubuhnya bergerak ke samping. Lalu cepat bagai kilat tangan kanannya mengibas keras. Begitu cepat Rangga membah jurusnya menjadi 'Pukulan Maut Paruh Rajawali', sehingga Ki Amoksa tidak dapat mengetahuinya. Dan....
Begkh! "Aaaakh...!"
Ki Amoksa menjerit keras begitu dadanya terhantam pukulan yang berisi jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Tubuhnya kontan terjungkal dengan tulang dada terasa remuk. Untung saja, pukulan itu tidak disertai tenaga dalam penuh. Sementara Pendekar Rajawali Sakti sudah melompat beberapa langkah ke belakang, dengan tangan terlipat di depan dada.
"Itu baru peringatan, Kisanak!" kata Rangga dingin.
"Setan....!"
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 131. Serigala Bukit Maut Bag. 6
13 octobre 2014, 11:37
6 ? Ki Amoksa bergegas bangkit, walaupun agak terhuyung-huyung. Seketika dia langsung memberi isyarat pada anak buahnya untuk ikut mengeroyok Pendekar Rajawali Sakti.
"Suiiittt...!"
"Memanggil anak buahmu, heh" Sayang, mereka telah mengantar nyawa percuma!" ejek Rangga sinis.
"Setan! Kau akan mampus di tangan kami. Bocah! Kau berhutang banyak nyawa pada kami. Dan bayarannya hanyalah kepalamu!" desis Ki Amoksa.
"Baiklah, kalau kalian tetap memaksa."
"Serang...!" teriak Ki Amoksa memberi perintah pada sisa anak buahnya yang hanya tinggal lima orang.
"Yeaaa...!"
Meski dengan hati kecut setelah melihat sendiri kehebatan Pendekar Rajawali Sakti, kelima orang itu terpaksa mematuhi perintah Ki Amoksa.
"Yeaaa...!"
Begitu anak buahnya bergerak menyerang, maka saat itu juga Ki Amoksa, Ki Purwareksa, dan Ki Boneng ikut melompat menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Agaknya mereka sengaja menggunakan siasat demikian, dengan mengorbankan lima anak buahnya untuk menjadi bulan-bulanan. Sementara itu, mereka mengincar kelemahan Pendekar Rajawali Sakti.
"Ha-ha-ha...! Bagus! Akal bagus...! Tapi buat sekumpulan maling seperti kalian, jangan coba-coba membodohiku!" ejek Rangga seraya melompat ke belakang, untuk membuat jarak.
"Kejar! Jangan biarkan dia lolos...!" bentak Ki Amoksa.
"Jangan khawatir. Aku tidak akan ke mana-mana," sahut Pendekar Rajawali Sakti, langsung meluruk ke arah para pengeroyoknya.
"Hiyaaaa...!"
Lima orang lawan Pendekar Rajawali Sakti terkesiap. Mereka begitu kagum dengan gerakan Pendekar Rajawali Sakti yang cepat bagai kilat. Dan sebelum ada yang menyadari. Rangga telah melepaskan pukulan keras dan tendangan menggeledek secara bertubi-tubi. Begitu cepat gerakannya, sehingga tak ada yang mampu menghindar.
Des! Plak, bug!
"Aaaa...!"
Pukulan dan tendangan pemuda itu berturut-turut mendarat di tubuh kelima anak buah tiga tokoh sesat itu. Mereka kontan memekik tertahan dengan tubuh ambruk ke tanah, tanpa dapat bangun-bangun lagi. Dan tentu saja hal itu membuat Ki Amoksa, Ki Purwareksa, dan Ki Boneng tersentak kaget.
"Oh...!"
"Hei"!"
"Jangan takut! Kita masih mampu melawannya. Ayo, kita serang dia bersama-sama!" hardik Ki Amoksa memberi semangat pada Ki Purwareksa dan Ki Boneng yang mulai ciut nyalinya.
"Ki Amoksa! Kita tidak akan menang...," bisik Ki Boneng.
"Betul! Lebih baik kita menyerah saja. Siapa tahu dia akan mengampuni kita...," timpal Ki Purwareksa.
"Keparat! Kenapa kalian ini, he"! Ingat! Aku tidak akan melepaskan kalian begitu saja. Ki Bergola tentu akan tahu hal ini!" desis Ki Amoksa geram.
Keduanya terdiam. Dan begitu Ki Amoksa menyentak, mau tidak mau mereka terpaksa ikut menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
"Yeaaaa...!"
Menyadari kalau tiga orang lawannya memiliki kepandaian tinggi. Pendekar Rajawali Sakti mengangkat tangannya, dan berhenti di balik punggung. Lalu....
Cring! Pendekar Rajawali Sakti mencabut pedangnya, yang langsung mengeluarkan sinar biru terang menyilaukan mata. Memang, Rangga tidak ingin bertele-tele lagi.
Begitu ketiga orang itu melompat, Pendekar Rajawali Sakti langsung mengibaskan pedangnya.
Tiga orang tangan kanan Ki Bergola itu terkejut, ketika merasakan hawa panas tajam yang menyambar mereka. Secara bersamaan, mereka berusaha menangkis dengan senjata masing-masing.
Wuttt! Trang! Trakkk! Tapi, senjata mereka sama sekali tidak berarti. Bahkan putus tersambar pedang Pendekar Rajawali Sakti. Dan sebelum ketiga orang itu menyadari, ujung pedang pusaka Rajawali Sakti berkelebat cepat, menebas perut mereka secara bersamaan. Begitu cepatnya, sehingga....
Crasss! "Aaaa...!"
Ketiga orang itu kontan ambruk, mengalami nasib yang sama dengan kelima anak buahnya. Terdengar teriakan kematian yang menyayat berturut-turut. Sementara, Rangga sudah berdiri tegak setelah memasukkan pedang ke dalam warangka di punggung. Seketika, sinar biru itu lenyap, bersamaan dengan masuknya pedang ke dalam tempatnya.
Pendekar Rajawali Sakti bermaksud meninggalkan tempat ini, namun mendadak terdengar rintihan pelan. Rangga segera menghampiri ke arah datangnya suara rintihan tadi. Sesaat hatinya tersentak kaget. Langsung wajahnya dipalingkan ketika melihat seorang wanita terbaring tanpa mengenakan pakaian sedikit pun.
"Nisanak, apa yang terjadi" Cepat kenakan pakaianmu kembali...," sapa si pemuda.
"Oh, siapakah kau" Apakah kau Pendekar Rajawali Sakti yang tadi berhadapan dengan ketiga iblis keparat itu" Tolong bebaskan aku. Lepaskan aku dari totokan mereka...," keluh wanita itu lemah.
Tanpa melihat. Rangga segera membebaskan totokan di tubuh wanita itu. Begitu terbebas, wanita itu cepat menyambar pakaiannya. Sementara Rangga sudah beranjak pergi, dan menunggu tidak jauh dari tempat itu.
*** "Kisanak, berpalinglah...," ujar wanita yang tak lain dari Nyai Jawil dengan suara lemah.
Wajah Rangga segera berpaling. Tampak wajah wanita itu pucat dengan rambut kusut tidak beraturan. Kelihatannya dia begitu letih dan lemah. Bahkan wanita itu hanya diam saja, bersandar di bawah sebatang pohon kecil sambil menundukkan kepala.
"Nisanak, apa yang telah terjadi padamu. Dan, kenapa keadaanmu begini...?" tanya Rangga hati-hati.
Wanita itu masih diam, kemudian terdengar isak tangisnya yang halus.
Rangga jadi berpikir sendiri. Tak lama, dia sudah tahu jawabannya, kenapa tiba-tiba wanita itu menangis terisak. Pasti dia telah jadi korban kebiadaban manusia-manusia terkutuk yang telah tewas di tangannya.
"Keparat itu harus mampus! Aku harus membunuh mereka...!"
Wanita itu tiba-tiba berteriak memilukan. Wajahnya berubah garang dan berusaha bangkit. Namun baru berjalan dua langkah, tubuhnya tersungkur ke depan. Masih untung Rangga cepat menangkapnya.
"Nisanak, tenanglah dulu. Keadaanmu lemah sekali. Kau perlu istirahat banyak...," ujar Rangga, menghibur.
"Tidak! Aku harus membunuh mereka! Mereka harus mampus di tanganku! Lepaskan! Lepaskaaan...!" wanita itu kembali berteriak dan berusaha melepaskan diri dari cekalan tangan Rangga.
Tapi Rangga merasakan kalau tenaga wanita ini lemah sekali. Bahkan untuk menahannya tidak perlu menggunakan tenaga besar. Merasa usahanya sia-sia saja, wanita itu kembali menangis terisak dengan sikap putus asa.
"Oh! Hidupku tidak berguna lagi! Tidak berguna...! Hidupku telah ternoda. Dan, aib ini akan kutanggung seumur hidup. Lebih baik aku mati saja. Lebih baik mati...," ratap Nyai Jawil berkali-kali.
"Nisanak, tenanglah. Ceritakan saja, apa yang terjadi?" pinta Rangga.
Sejenak Nyai Jawil memandang Pendekar Rajawali Sakti dengan sorot mata tajam. Dia berusaha bangkit dan melangkah dengan terhuyung-huyung. Nyaris saja dia kembali tersungkur. Untung saja Rangga buru-buru mencekal tangannya. Namun wanita itu menyentakkan tangannya, dan berusaha melepaskan diri. Kini Rangga hanya membiarkan saja, walau tidak berusaha meninggalkan.
"Nisanak, apa mereka telah melakukan perbuatan tidak senonoh, padamu...?" tanya Rangga hati-hati, walaupun sudah bisa menebak apa yang terjadi.
Nyai Jawil tidak menjawab. Tapi, malah menangis terisak sambil mengangguk pelan.
"Apa benar ketiga orang itu yang membuatmu sengsara?" Rangga ingin meyakinkan diri, sambil menunjuk mayat ketiga pembantu utama Kawanan Serigala Bukit Maut.
Nyai Jawil menoleh, kemudian terdiam beberapa saat. Lalu matanya memandang ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau..., kau telah membunuh mereka..."!" tanya Nyai Jawil, bernada kecewa.
Rangga mengangguk pelan.


Pendekar Rajawali Sakti 131 Serigala Bukit Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sayang sekali.... Seharusnya mereka mampus di tanganku," desah wanita itu sambil menggeleng lemah.
Rangga terdiam. Bisa dirasakan, betapa besarnya penderitaan yang dialami wanita ini.
"Nisanak, aku punya sedikit urusan dengan si Iblis Langit sehingga harus meninggalkanmu. Kalau kau suka, silakan ikut bersama dengan aku," lanjut Rangga.
Wanita itu tidak langsung menjawab. Malah dia memandang Rangga, seperti hendak meyakinkan maksud baik pemuda ini terhadapnya.
"Apa maksudmu?"
"Ketiga pembantu utama si Iblis Langit telah binasa di tanganku. Dan aku telah menuliskan pesan di dekat mayat mereka, agar si Iblis Langit menemuiku di Lembah Selaksa Mayat tujuh hari mulai sekarang. Aku ingin membuat perhitungan atas perbuatannya selama ini, terhadap orang-orang yang tidak bersalah," jelas Rangga.
"Kisanak! Kau hendak menantang si Iblis Langit...?" tanya Nyai Jawil, tidak percaya.
Rangga tersenyum manis sekali, lalu mengangguk perlahan.
Wanita itu menyeka air mata yang masih membasahi pipi. Lalu, kembali dipandanginya pemuda itu dengan seksama, kemudian beralih ke tempat lain.
"Iblis Langit memang harus mendapat ganjaran setimpal atas perbuatannya...!" desis Nyai Jawil geram.
"Hm, baiklah. Tapi, kini aku akan mengantarkanmu pulang. Tentu kau tidak keberatan bukan. Mari, Nisanak!" ajak Rangga seraya melangkah pelan mendekati kudanya.
Wanita itu tak menjawab, dan mengikuti dari belakang. Dituruti saja langkah Rangga yang menuntun kudanya.
"Agak janggal rasanya kalau aku tidak mengetahui namamu, Nisanak."
"Namaku Nyai Jawil."
"Hm. Nyai Jawil.... Mari, kita pergi sekarang...," ajak pemuda itu.
Sebentar kemudian. Rangga sudah membantu wanita itu menaiki punggung Dewa Bayu. Lalu, Pendekar Rajawali Sakti sendiri melompat, tepat mendarat di depan Nyai Jawil. Begitu Rangga menghela tali kekang, maka Dewa Bayu melesat cepat meninggalkan tempat itu.
*** Sejak peristiwa yang menimpa Perguruan Naga Putih, maka bukan hanya tokoh-tokoh persilatan dan perguruan-perguruan silat lain yang amat mendendam dan ingin menghajar Iblis Langit. Bahkan pihak kerajaan ikut campur tangan mengejarnya. Bukan saja merasa terharu terhadap Perguruan Naga Putih. Tapi, tindakan Kawanan Serigala Bukit Maut yang dipimpin si Iblis Langit memang sudah dianggap kelewat batas. Kawanan itu bukan hanya sekadar menculik wanita cantik, tapi juga merampok dan membunuh orang-orang tidak bersalah.
Sementara, Ki Bergola bukannya tidak tahu. Malah sebaliknya, dia juga tidak merasa takut sedikit pun. Bahkan tindakan-tindakannya belakangan ini semakin menggila saja. Perampokan semakin menjadi-jadi. Penculikan terhadap wanita-wanita cantik bertambah banyak. Bahkan pembunuhan yang dilakukan sudah menyebar ke mana-mana.
Sudah banyak tokoh yang berusaha menghalangi tindakan kawanan itu binasa di tangan si Iblis Langit. Dan hal itu semakin membuatnya pongah.
Dan kini, malapetaka itu menimpa Perguruan Tangan Geledek!
Perguruan yang dipimpin Ki Raisan itu terletak tidak begitu jauh dari ibukota kerajaan. Tepatnya, di Desa Dawitan.
Di halaman perguruan Ki Raisan berdiri tegak, saling berhadapan dengan Ki Bergola. Laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun bertubuh tegap dan berotot menonjol itu memandang dengan sinar mata penuh kebencian pada tokoh hitam di hadapannya.
"Hm, bagus! Akhirnya kau mau juga keluar menghadapiku. Hei, Raisan! Menyerahlah. Dan, jangan coba-coba melawan. Kau beserta seluruh muridmu akan kuampuni jika bergabung denganku!" kata Ki Bergola lantang bernada merendahkan.
"Iblis Langit jahanam! Phuih! Kesombonganmu membuatku ingin muntah! Meski kau memiliki ilmu setinggi langit, tidak nantinya aku bersedia bergabung atau menyerah!" desis Ki Raisan garang.
"Ha-ha-ha...! Agaknya kau masih merasa bangga pada keperkasaan leluhurmu. Tapi kini, jangankan dirimu. Bahkan jika guru-gurumu bisa bangkit dari kubur, belum tentu mampu mengalahkanku!" ejek Ki Bergola dengan tawa bergelak.
"Phuih! Untuk menghadapimu, tidak perlu membawa-bawa nama leluhur dan guru-guruku. Kedua tanganku masih mampu mematahkan lehermu!"
"Ha-ha-ha...! Agaknya kau terlalu yakin dengan segala kemampuanmu. Hei, manusia rendah! Tidak tahukah kau kalau selama ini murid-muridmu tidak mampu mengalahkan anak buahku. Mereka telah binasa. Dan hari ini, tempatmu berikut semua muridmu akan kuratakan dengan tanah!"
"Iblis sombong! Jangan banyak mulut! Justru sebaliknya, kalianlah yang akan kuhancurkan!" dengus Ki Raisan.
"He-he-he...! Kau tidak akan sempat menyesal, Raisan! Kau tidak akan sempat menyesal...," ejek si Iblis Langit, langsung memberi perintah pada anak buahnya untuk menyerang.
"Yeaaaa...!"
"Hancurkan mereka...!" teriak Ki Raisan, ketika melihat anak buah si Iblis Langit berteriak gemuruh dan berlompatan menyerang laksana air bah yang keluar dari bendungan jebol. Maka pertarungan tidak dapat dihindari.
Set! Serrr! Crab! Crabbb! "Aaaa...!"
Sebentar saja, sudah terdengar jeritan-jeritan menyayat, dari beberapa orang murid Perguruan Tangan Geledek, ketika puluhan batang anak panah melesat ke arah mereka dari tempat yang tersembunyi. Tubuh-tubuh bersimbah darah pun mulai berjatuhan, tanpa bisa dihindari lagi.
Sementara itu Iblis Langit ternyata bukan saja memiliki kepandaian tinggi. Tapi juga memiliki akal cerdik. Sebagian besar anak buahnya diperintahkan menghancurkan pintu gerbang untuk mengelabui murid-murid Ki Raisan. Dengan demikian murid-murid Perguruan Tangan Geledek menduga kalau seluruh anak buah Ki Bergola telah berkumpul di tempat ini. Tapi secara diam-diam, Ki Bergola telah menempatkan lebih dua puluh orang pemanah ulungnya, di sekitar perguruan. Ketika masing-masing saling berhadapan, anak-anak panah sudah melesat menyambar murid-murid Perguruan Tangan Geledek.
Murid-murid Ki Raisan mulai bingung dan kalang kabut. Sehingga, mereka langsung kehilangan kendali. Maka pada saat itulah seluruh anak buah Iblis Langit membantai mereka dengan sangat mudah sekali!
"Keparat!" desis Ki Raisan geram.
"Hm, kenapa kau memaki" Sebaiknya, lebih baik selamatkan dirimu sendiri," sahut si Iblis Langit, seraya melesat menyerang.
"Huh! Akan kuremukkan kepalamu. Jahanam!" geram Ki Raisan seraya menangkis.
Plakkk! "Uhh...!"
Ki Raisan tersentak kaget disertai keluhan kesakitan, ketika tangannya beradu dengan tangan Ki Bergola. Dia merasakan adanya dorongan tenaga dalam yang kuat luar biasa. Dan belum lagi dia sempat mengirim serangan susulan, mendadak tubuh Ketua Kawanan Serigala Bukit Maut berkelebat mengitarinya. Sehingga, tercipta angin topan dahsyat yang melingkupi seluruh tubuhnya.
"Keparat! Apakah kebisaanmu hanya main kucing-kucingan, he"!" geram Ki Raisan dengan amarah meluap-luap.
Belum sempat Ki Raisan menghentikan gerakan Ki Bergola, tiba-tiba suatu benda keras menyodok lambungnya.
Dukkk! "Aaaakh...!"
Ketua Perguruan Tangan Geledek itu menjerit kesakitan. Tubuhnya terjungkal beberapa langkah, disertai muntahan darah segar. Memang gerakan Ki Bergola cepat bukan main. Sehingga tanpa disadari, tahu-tahu sudah melayangkan satu pukulan keras.
Ki Raisan yang kepandaiannya jauh di bawah Ki Bergola, kini dijadikan bulan-bulanan. Si Iblis Langit sama sekali tidak memberi kesempatan padanya untuk mengembangkan jurus-jurusnya. Gerakannya yang lincah dan gesit, sama sekali tidak mampu diimbangi Ki Raisan.
Kini, begitu tubuh Ki Raisan terjungkal. Iblis Langit telah melesat cepat dengan satu serangan dahsyat.
"Yeaaaa...!"
Dalam keadaan bergulingan, Ki Raisan berusaha menangkis serangan. Namun si Iblis Langit terus mendesaknya dengan tendangan-tendangan dahsyat Ki Raisan memang masih sempat memapaki tendangan dengan tangannya. Namun, kaki si Iblis Langit yang sebelah lagi menghantam telak dadanya.
Plakkk! Begkh! "Aaaa...!"
Kembali Ki Raisan memekik keras. Tulang dadanya seketika remuk. Dan ketika Ki Bergola menubruknya dengan satu hantaman ke leher, Ki Raisan hanya bisa mengeluh tertahan. Nyawanya putus ketika itu juga, dengan tulang leher patah! Tampak darah mengalir dari mulutnya.
"Huh! Inikah ketua kalian"! Nasib kalian akan sama dengannya!" teriak si Iblis Langit. Langsung dicengkeramnya leher Ki Raisan yang telah binasa tinggi-tinggi ke atas.
"Hei"!"
Bukan main kagetnya seluruh murid Perguruan Tangan Geledek melihat nasib gurunya. Untuk sesaat mereka terpana. Dan kesempatan itu digunakan anak buah si Iblis Langit untuk membantai mereka.
Set! Settt! Crab! Crabbb! "Aaaa...!"
Anak-anak panah yang dilepaskan bercampur kelebatan golok anak buah si Iblis Langit membuat murid-murid Perguruan Tangan Geledek terjungkal Lebih dari dua puluh orang murid Perguruan Tangan Geledek tewas saat itu juga!
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Articles de Pendekar Rajawali Sakti
Bahasa Indonesia
s ? 2017 . 131. Serigala Bukit Maut Bag. 7
13. Oktober 2014 um 11:38
7 ? Sisa murid Perguruan Tangan Geledek yang kini kurang dari lima belas orang, terus menyerang dengan semangat menyala-nyala. Mereka bertekad mati bersama, demi membela kehormatan guru dan perguruan. Tapi, ternyata ada sebagian murid yang mulai bingung. Malah, beberapa orang yang bernyali kecil telah melemparkan senjata tanda menyerah.
"He-he-he...! Bagus! Bagus...! Itu lebih baik daripada kalian mati percuma. Nah, mendekatlah padaku!" ujar si Iblis Langit, pada lawan-lawannya yang menyerah.
Mereka yang menyerah serentak menghampiri sambil melangkah pelan. Namun begitu telah berjarak lima langkah, si Iblis Langit tiba-tiba menyorongkan telapak tangannya. Seketika dari telapak tangannya yang terbuka meluruk serangkum angin kencang berhawa amat panas menghantam ke arah murid-murid itu.
Wusss! "Aaaa...!"
Kembali terdengar jeritan setinggi langit dari murid-murid Perguruan Tangan Geledek yang menyerah. Tubuh mereka langsung ambruk, seperti terbakar api yang panas bukan main. Mereka kelojotan sesaat, dan tewas dengan tubuh melepuh.
Melihat itu sebagian murid Perguruan Tangan Geledek yang tadi mencibir dan memaki geram, kini mendengus sinis. Mereka merasa hal itu setimpal bagi pengkhianat seperti mereka. Sedang bagi yang lain menjadi pelajaran, bahwa tidak ada gunanya menyerah. Meskipun tewas, paling tidak mati secara terhormat. Dan dengan tekad itu, maka sisa-sisa murid perguruan ini kembali menyerang. Namun jumlah lawan kelewat banyak. Bahkan rata-rata memiliki kemampuan hebat. Sehingga dalam waktu singkat, mereka dapat mudah dibantai sampai habis!
"Bakar semuanya...!" perintah si Iblis Langit setelah melihat semua orang yang berada dalam Perguruan Tangan Geledek binasa.
"Tapi, Ki. Kita masih bisa mengambil benda-benda berharga yang mereka miliki," sergah seorang anak buahnya mengingatkan.
"He-he-he...! Bagus! Agaknya kau patut menjadi anak buahku yang terbaik. Nah, bawa bersamamu beberapa orang. Lalu, kuras semua harta benda yang berharga. Setelah itu, ratakan tempat ini dengan tanah," ujar Ki Bergola.
"Baik, Ki...," sahut orang itu cepat.
Dan dia langsung melaksanakan perintah si Iblis Langit. Setelah mengajak beberapa temannya, orang itu segera berkelebat cepat memasuki bangunan besar Perguruan Tangan Geledek. Dalam waktu beberapa saat saja, mereka telah menguras habis benda-benda berharga yang ada di dalam perguruan itu. Dan sesuai perintah, semua bangunan yang berada di tempat ini dibakar habis. Api mulai marak. Kobaran semakin besar, bersama gelak tawa Ki Bergola.
Setelah melaksanakan perintah, seluruh anak buah Ki Bergola berkumpul di halaman Perguruan Tangan Geledek. Mereka mengelilingi laki-laki tua itu, seperti menunggu perintah selanjutnya.
"Hua-ha-ha...! Tidak ada seorang pun yang mampu mengalahkan Kawanan Serigala Bukit Maut Siapa pun orangnya yang coba-coba menentang, akan binasa seperti mereka! Ha-ha-ha...!" teriak Ki Bergola diiringi tawa bergelak.
"Hidup Serigala Bukit Maut..!" teriak anak buahnya.
"Hidup Iblis Langit..!"
"Hidup Ki Bergola...!" sambung yang lain dengan suara gegap gempita.
Namun tiba-tiba....
"Hiyaaa...!"
"Heh..."!"
Mendadak teriakan Kawanan Serigala Bukit Maut terhenti ketika mendengar bentakan nyaring, bersama terdengarnya derap puluhan ekor kuda yang mendekat ke tempat ini. Anak buah si Iblis Langit terkejut. Mereka melihat laskar prajurit kerajaan tiba-tiba menyerbu ke arah mereka. Agaknya kedatangan prajurit kerajaan itu persis bersamaan dengan hancurnya Perguruan Tangan Geledek.
"Berpencar seperti tadi. Dan sebagian besar hadang mereka!" perintah Ki Bergola dengan teriakan lantang menggelegar.
Anak buah Ki Bergola segera mengambil tempat Terutama, pasukan pemanah yang tadi memiliki andil besar dalam menghancurkan murid-murid Perguruan Tangan Geledek. Sementara yang lain membentuk suatu barisan setengah lingkaran yang agak panjang.
"Serigala Bukit Maut! Menyerahlah kalian," bentak seorang laki-laki gagah yang menunggang kuda tegap berwarna coklat.
Set! Settt! Namun laki-laki berusia sekitar empat puluh tahun yang agaknya panglima pasukan kerajaan itu, terkejut bukan main. Jawaban yang mereka terima ternyata anak-anak panah yang melesat bagai kilat ke arah mereka.
Dengan tangkas panglima kerajaan itu mencabut pedang besar yang tersandang di punggung. Langsung ditangkisnya anak-anak panah yang melesat ke arahnya.
Trak! Trakkk! Demikian juga prajurit-prajurit kerajaan. Mereka langsung menangkis serangan hujan panah dengan tameng dan pedang.
"Iblis Langit! Aku Panglima Soma Manggala, atas nama Kerajaan Banguntapan terpaksa harus menangkap kalian hidup atau mati!" bentak panglima yang bernama Soma Manggala geram. Langsung dia memberi perintah pada pasukannya untuk menyerang Kawanan Serigala Bukit Maut.
"Hiyaaaa...!"
"Hua-ha-ha...! Inikah prajurit-prajurit kerajaan gagah berani yang diperintahkan untuk menangkap kami"! Ha-ha-ha...! Sebaiknya kalian kembali saja. Atau, mampus di tempat ini!" sahut Ki Bergola.
Ketua Kawanan Serigala Bukit Maut itu melompat ke depan sambil menghantamkan satu pukulan jarak jauh yang bertenaga dahsyat ke arah para Prajurit Kerajaan Banguntapan yang bergerak maju hendak menyerang.
Wusss! *** Panglima Soma Manggala terkejut, ketika merasakan angin kencang menerpa berhawa amat panas.
"Uts!"
Tubuh panglima itu melompat dari punggung kuda, berusaha menghindari. Namun Ki Bergola telah menyambutnya dengan serangan mendadak.
Wusss! "Aaaakh...!"
Sementara para prajurit kerajaan yang tidak sempat menghindar, memekik kesakitan. Tubuh mereka ambruk dalam keadaan melepuh. Dan ini membuat yang lain tersentak kaget. Maka kelengahan itu digunakan anak buah Iblis Langit untuk melepaskan anak panah dengan cepat.
Set! Settt! Crabb! "Aaaa...!"
Kembali terdengar pekik kematian, diikuti robohnya beberapa prajurit kerajaan yang tewas tertancap panah-panah beracun anak buah si Iblis Langit.
"Kurang ajar! Kau akan mampus di tanganku. Iblis Langit...!" dengus Panglima Soma Manggala seraya mengibaskan pedang ke arah Ki Bergola.
"Uts!"
Dengan gerakan gesit tubuh Ki Bergola mengegos ke kanan, menghindari serangan panglima itu. Seketika dia melompat ke atas, membuat beberapa putaran untuk menghindari serangan selanjutnya. Tapi ketika kedua kakinya baru saja menyentuh tanah, ujung pedang Panglima Kerajaan Banguntapan telah kembali menebas ke pinggangnya. Sambil terkekeh kecil, Ki Bergola bergerak ke samping, sehingga pedang panglima itu tidak menemui sasaran.
"Ha-ha-ha...! Tidak sia-sia kau diangkat jadi Panglima Perang Kerajaan Banguntapan. Kepandaianmu boleh juga. Bocah. Tapi menghadapi Iblis Langit, jangan harap bisa selamat," ejek Ki Bergola.
"Huh! Sombong sekali kau. Iblis Langit! Menghadapi orang sepertimu memang tidak sungkan-sungkan!" balas Panglima Soma Manggala.
"Ha-ha-ha...! Kau pintar bicara, Panglima. Tapi bukan berarti bisa mengalahkanku. Coba lihat ini!"
Si Iblis Langit lalu membentak nyaring sambil menghantamkan telapak tangannya ke atas.
Blep! Maka tiba-tiba muncul serangkum angin kencang membawa gumpalan kabut tipis. Kabut itu terus berkumpul, lalu menjelma menjadi semacam awan. Dan perlahan-lahan, awan itu mulai membentuk sesosok tubuh yang amat besar. Kemudian secara cepat, terbentuklah seorang raksasa setinggi pohon kelapa dengan kedua taring panjang dan runcing. Begitu pula kuku-kuku tangan serta kakinya yang runcing-runcing dan panjang.
"Gerrr...!"
"Heh"!"
Raksasa jadi-jadian itu menggeram. Bahkan langsung hendak menerkam Panglima Soma Manggala. Panglima itu terkejut, dan cepat menghindar. Namun si Iblis Langit agaknya tidak tinggal diam. Langsung dilepaskannya pukulan jarak jauh ke arah panglima itu.
"Yeaaa...!"
Panglima Soma Manggala terkejut bukan main. Dia berusaha mengelak dengan menjatuhkan diri ke tanah. Namun, tidak urung lengan kanannya terkena sambaran pukulan jarak jauh Ki Bergola.
Prakk! "Aaakh...!"
Panglima Soma Manggala langsung mengeluh tertahan. Lengannya putus, namun tidak terlihat darah menetes selain bercak berwarna ungu di sekeliling lukanya. Tampak wajah sang Panglima itu berkerut menahan rasa sakit yang amat hebat.
Agaknya pukulan yang dilepaskan Iblis Langit mengandung racun hebat.
"Ha-ha-ha...! Apa yang kukatakan tadi" Kau sama sekali tidak ada artinya bagiku. Panglima Tolol. Kau hanya membuang nyawa percuma saja. Nah! Sekarang terimalah kematianmu!"
Iblis Langit terkekeh-kekeh melihat lawannya terhuyung-huyung kesakitan.
Wajah Panglima Soma Manggala tampak pucat pasi bagai mayat Tubuhnya terasa panas membara, dan tenggorokannya kering seperti tercekik. Keringat sebesar jagung sudah menetes di sekujur tubuhnya. Bahkan pandangan matanya mulai mengabur. Begitu juga pendengarannya. Namun masih bisa disadari kalau bahaya tengah mengancam dirinya. Dengan sisa tenaga yang dimiliki, panglima itu berusaha menghindar dari serangan Ki Bergola yang berikut.
"Yeaaaa...!"
Namun sebisa-bisanya menghindar, keadaan panglima itu memang sudah tak memungkinkan. Maka ketika dengan cepat sekali Iblis Langit melepaskan pukulan jarak jauh. Panglima Soma Manggala tidak mampu berkutik lagi. Dan....
Brasss! "Aaakh...!"
Panglima Soma Manggala memekik tertahan, begitu hawa panas luar biasa menghantam dadanya. Tubuhnya kontan terpental tiga tombak dalam keadaan melepuh. Begitu ambruk di tanah, nyawa panglima itu melayang.
"Ha-ha-ha...! Sayang, sungguh sayang. Kau terlalu yakin pada dirimu sendiri. Sehingga harus menemui kebinasaan seperti ini...," ejek Iblis Langit.
Pada saat yang sama, kekacauan hebat dialami prajurit-prajurit Kerajaan Banguntapan. Mereka terkejut bukan main, melihat raksasa ciptaan si Iblis Langit menyeringai lebar. Dan ini membuat wajah mereka amat ketakutan. Seolah-olah raksasa, itu hendak menelan mereka semua.
Sebaliknya kelengahan itu, dipergunakan sebaik-baiknya oleh anak buah Iblis Langit untuk membantai para Prajurit Kerajaan Banguntapan. Mereka sadar kalau raksasa ciptaan itu tidak akan menyerang dan hanya menakut-nakuti lawan.
Crab! Cras! Begkh!
"Aaa...!"
Jerit kesakitan dan pekik kematian kini berbaur menjadi satu dengan sosok-sosok tubuh yang ambruk tanpa nyawa lagi. Hal seperti itu membuat para prajurit yang lain semakin bingung saja. Bahkan beberapa orang sudah melarikan diri dari pertempuran. Namun, bagi para prajurit terlatih tetap memberi perlawanan sengit. Maka satu persatu mereka gugur sebagai pembela kebenaran. Dan kini, tak ada lagi prajurit-prajurit Kerajaan Banguntapan yang tersisa, kecuali mayat-mayat prajurit yang bergelimpangan.
"Ha-ha-ha...! Orang-orang dungu yang sudah bosan hidup. Mereka kira mudah menghancurkan kita...!" ujar Ki Bergola sambil ketawa bergelak.
Kemudian orang tua sakti itu menghantam raksasa ciptaannya dengan satu pukulan jarak jauh yang menimbulkan angin kencang. Seketika raksasa ciptaannya itu buyar menjadi serpihan kecil, laksana awan yang dihancurkan angin. Lalu, hilang tanpa bekas.
"Ayo, kita tinggalkan tempat ini. Kita harus merayakan pesta kemenangan kita!" teriak Ki Bergola lantang.
Anak buah Ketua Kawanan Serigala Bukit Maut itu berteriak gembira, menyambut teriakan Ki Bergola. Sebentar saja, mereka mulai meninggalkan tempat itu, sambil sesekali diselingi gelak tawa penuh kemenangan!
*** Pesta tengah berlangsung amat meriah di sebuah bangunan besar di kaki Bukit Maut. Suasana malam yang seharusnya gelap gulita, berubah terang oleh obor-obor. Sementara suara tetabuhan mengiringi beberapa penari wanita dalam pakaian tidak senonoh.
Tampak seorang laki-laki tua terkekeh-kekeh sambil sesekali menenggak arak yang dihidangkan pelayan-pelayannya. Beberapa orang wanita berwajah cantik selalu bergelayut di pundaknya. Dan sesekali laki-laki tua itu mencumbunya. Di dekatnya, terlihat beberapa orang laki-laki berbadan tegap, duduk ditemani beberapa orang wanita yang selalu dicumbu tanpa merasa malu sedikit pun. Bahkan beberapa orang sudah langsung meninggalkan tempat itu, sambil membopong wanita yang menemani. Mereka langsung masuk ke dalam beberapa buah pondok yang tidak jauh dari situ.
Hari semakin malam. Sementara pesta berangsur-angsur mulai usai bersama selesainya tari-tarian yang tadi berlangsung semarak. Sebagian besar dari mereka telah tenggelam dalam impian indah, bersenang-senang bersama wanita yang menemaninya sejak tadi. Sementara, laki-laki tua itu sendiri masih belum beranjak dari tempat semula. Dia ditemani beberapa orang laki-laki berbadan tegap, serta wanita-wanita yang sejak tadi tidak beranjak jauh di dekatnya.
"Hm.... Pergilah kalian ke kamarku. Dan, tunggulah aku di sana," kata orang tua itu pada wanita-wanita itu.
Mendengar itu, wanita-wanita yang berada di dekatnya segera beranjak. Demikian pula wanita-wanita yang berada di dekat beberapa laki-laki berbadan tegap tadi.
"Coba tuangkan lagi arak ke dalam mangkuk ini," pinta orang tua itu, setelah wanita-wanita tadi hilang di balik pondok yang biasa mereka tempati.
Orang tua itu segera menenggak habis isi mangkuknya. Kemudian wajahnya terlihat berseri-seri disertai senyum kecil.
"Adakah sesuatu yang hendak Ki Bergola musyawarahkan pada kami?" tanya seseorang yang tadi menuangkan arak.
"He-he-he...! Tidak! Aku hanya ingin merasakan kemenangan-kemenangan yang diperoleh selama ini," kata laki-laki tua yang ternyata Ki Bergola, Ketua Kawanan Serigala Bukit Maut.
"Siapa yang bisa meragukannya. Iblis Langit adalah seorang tokoh hebat Dan, tidak ada seorang pun yang mampu mengalahkannya!" puji anak buahnya.
"He-he-he...! Dawu Rejo! Kau memang pandai sekali memuji orang."
"Aku berkata yang sebenarnya, Ki. Kita telah melihatnya. Dan selama ini, siapa yang mampu mengalahkanmu?" tandas laki-laki yang dipanggil Dawu Rejo.
Ki Bergola kembali tertawa senang.
"Apa yang dikatakan Ki Dawu Rejo memang benar. Iblis Langit adalah orang nomor satu di kolong jagad ini. Tidak ada seorang pun yang mampu menandinginya!" timpal anak buahnya yang lain.
Mendengar pujian itu, tawa Ki Bergola semakin keras saja.
"Bagus! Bagus! Kalian adalah anak buahku yang setia. Kelak jika aku telah menjadi raja, maka kalian akan mendapat kedudukan istimewa!"
"Apakah Ki Bergola hendak menjadi raja?" tanya seorang anak buahnya dengan wajah takjub.
"Apakah menurutmu tidak pantas?" Ki Bergola malah balik bertanya.
"Ah! Siapa yang bisa menyangkal" Ki Bergola pantas sekali menjadi seorang raja!" sahut anak buahnya, cepat.
"Ha-ha-ha...! Kedudukan itu kini sangat kuidam-idamkan. Setelah aku menjadi raja, maka lengkaplah sudah semua yang kuinginkan dalam hidup ini!" tegas Ki Bergola.
"Kalau begitu, kapan kita akan menyerang kerajaan?" tanya Ki Dawu Rejo.
"Hm, secepatnya! Secepatnya kita akan menyerang setelah menuntaskan satu ganjalan di hatiku!" jelas Ki Bergola.
"Ganjalan apakah gerangan, Ki?" tanya anak buahnya dengan wajah heran.
"Aku harus menguasai dunia persilatan lebih dulu!" sahut orang tua itu.
"Bukankah saat ini Ki Bergola telah menguasai dunia persilatan" Lagi pula, siapa yang berani berhadapan denganmu" Perguruan silat yang besar dan terkenal hebat, hancur di tanganmu. Demikian pula tokoh-tokoh persilatan yang coba menentang. Lalu, apa yang masih menjadi ganjalanmu, Ki?" tanya Ki Dawu Rejo semakin bingung.
Iblis Langit tidak langsung menjawab. Dan dia malah menuang arak di cawannya, lalu cepat menenggaknya. Setelah itu dia menarik napas dalam-dalam. Wajahnya tampak kelam, menyiratkan sifatnya yang menggiriskan.
"Selama ini, Pendekar Rajawali Sakti selalu dipuja dan dianggap yang terhebat di kolong jagad. Kalau dia belum mati di tanganku, maka aku masih saja merasa ada ganjalan!" dengus Ki Bergola geram.
"Bukankah saat ini Ki Amoksa, Ki Boneng, dan Ki Purwareksa tengah mengurusnya?" tanya salah seorang anak buah Ki Bergola.
"Hm.... Aku tidak tahu kabar beritanya, setelah beberapa hari ini. Entah mereka masih hidup atau binasa di tangan bocah itu!"
Belum lagi anak buah Iblis Langit menyahut, mendadak dua orang anak buahnya yang lain muncul di tempat itu. Mereka berlari tergopoh-gopoh dengan wajah pucat bagai mayat.
"Jalul! Dan kau, Dipo. Kalian kukirim untuk mencari tahu, di mana mereka berada. Nah! Apa yang kalian bawa?" tanya Ki Bergola, langsung begitu kedua orang anak buahnya dekat di depannya.
"Hormat kami, Ki Bergola! Kami membawa kabar buruk, Ki. Ki Amoksa, Ki Boneng, dan Ki Purwareksa tewas. Begitu juga semua anak buahnya. Si pembunuh menulis surat tantangan yang diguratkannya di tanah. Isinya, lusa dia akan menantangmu di Lembah Selaksa Mayat," lapor salah seorang.
"Kurang ajar! Siapa yang membunuh mereka"!" geram Ki Bergola bernada garang.
"Di situ tertulis dari Pendekar Rajawali Sakti."
Wajah Iblis Langit tampak gusar, penuh kebencian yang menyala-nyala dari sorot matanya. Untuk sesaat dia terdiam dengan kedua tangan terkepal. Dalam keadaan begitu, anak buahnya hanya terdiam. Tidak ada seorang pun yang berani buka mulut. Mereka sadar kalau sedikit saja salah bicara, maka orang tua itu tidak akan segan-segan menghajar sampai binasa.
"Pendekar Rajawali Sakti! Hm..., tunggulah. Aku akan datang ke sana. Dan, saat itulah akhir dari riwayatmu!" desis orang tua itu seraya bangkit Kakinya lantas melangkah ke pondok, meninggalkan anak buahnya.
*** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 131. Serigala Bukit Maut Bag. 8 (Selesai)
13. Oktober 2014 um 11:39
8 ? Berita mengenai pertarungan Pendekar Rajawali Sakti melawan Iblis Langit ternyata telah menyebar ke mana-mana. Termasuk di antaranya, yang disebarkan oleh Nyai Jawil, tanpa sepengetahuan Pendekar Rajawali Sakti. Dan agaknya ini menjadi berita menarik, sekaligus menggemparkan.
Tak heran kalau di Lembah Selaksa Mayat sekarang ini, telah dipenuhi berbagai tokoh-tokoh persilatan. Baik yang masih berilmu rendahan, maupun yang sudah tinggi tingkatannya. Memang, jarang bagi mereka mendapat tontonan menarik, berupa pertarungan tingkat tinggi. Mereka sudah mulai menduga, siapa yang keluar sebagai pemenang. Pendekar Rajawali Sakti yang sudah terkenal kedigdayaannya, atau si Iblis Langit yang belakangan amat menggemparkan dengan segala sepak terjangnya. Meski banyak yang berharap kemenangan ada di pihak Pendekar Rajawali Sakti, namun tidak kurang yang bersorak kegirangan. Mereka merasa, kali ini Pendekar Rajawali Sakti akan ketemu batunya.
Iblis Langit telah sejak tadi muncul bersama beberapa orang anak buahnya. Kini orang tua itu melangkah mantap dengan dagunya terangkat ke atas, menuju tengah lembah. Siapa pun tahu, akal licik yang digunakannya. Malah bisa jadi, anak buahnya telah mengepung tempat itu untuk menjaga segala kemungkinan yang akan menimpa.
Jalan menuju tengah lembah yang merupakan arena pertarungan, merupakan tanah datar ditumbuhi rerumputan kecil. Sepanjang jalan, banyak orang yang berteriak-teriak menyumpah ke arah Iblis Langit. Namun, tidak kurang pula yang memuji-muji keperkasaannya.
Sementara Ki Bergola sama sekali tidak peduli dengan semua teriakan-teriakan itu. Dia berhenti di tengah-tengah sambil berkacak pinggang. Matanya langsung memandang semua orang yang hadir di tempat itu dengan wajah angkuh.
"Pendekar Rajawali Sakti! Perlihatkan wajahmu kalau benar telah hadir di tempat ini! Atau mungkin kau takut, lalu bersembunyi"!" teriak Ki Bergola lantang.
Tak terdengar sahutan. Sedangkan mereka yang berada di tempat itu memandang ke sekeliling, mencari-cari Pendekar Rajawali Sakti. Namun, tidak ada seorang pun yang tampil ke depan.
"Ha-ha-ha...! Bisa jadi nyali Pendekar Rajawali Sakti mulai ciut, setelah mengetahui kehadiranku! Hua-ha-ha...! Pada dasarnya, dia memang memiliki jiwa pengecut!" teriak Ki Bergola, kembali mengejek.
Orang-orang mulai gelisah. Terdengar suara gumaman-gumaman, mempertanyakan kehadiran Pendekar Rajawali Sakti. Sehingga suara itu mirip ribuan lebah yang sedang marah. Malah ada juga gumaman yang berbunyi sependapat dengan si Iblis Langit, bahwa pemuda itu tidak berani menghadapinya.
"Iblis Langit! Aku di sini...!" teriak seseorang lantang.
Semua mata serentak memalingkan perhatian ke arah datangnya suara tadi. Dan entah dari mana datangnya, tahu-tahu di depan Ki Bergola telah berdiri seorang pemuda tampan berbaju rompi. Di punggungnya terlihat sebilah pedang bergagang kepala burung.
"Itukah Pendekar Rajawali Sakti?" bisik beberapa orang dengan wajah tidak percaya.
Agaknya, selama ini dia hanya sering mendengar nama itu, dan baru bertemu muka hari ini. Sementara orang yang berada di dekatnya mengangguk.
"Hm.... Masih muda sekali! Apa mungkin dia mampu mengalahkan si Iblis Langit?"
"Namanya tidak diragukan lagi di dunia persilatan!"
Sementara itu tokoh yang tengah dibicarakan telah saling berhadapan pada jarak sepuluh langkah.
"Maaf, aku membuatmu menunggu. Ada sesuatu yang harus kukerjakan, sebelum ke sini. Sehingga, aku datang agak terlambat...," ucap Pendekar Rajawali Sakti.
"Ha-ha-ha...! Bagus! Kukira kau seorang pengecut Tapi setelah melihat kehadiranmu, rasanya dugaanku tidak terlalu salah," sahut Iblis Langit, memandang enteng pada pemuda itu.
Rangga tersenyum kecil. Sama sekali kemarahannya tidak diperlihatkan mendengar ejekan laki-laki tua itu.
"Yang disebut pengecut hanyalah laki-laki yang selalu berlindung di balik ketiak pengawal-pengawalnya," sindir Pendekar Rajawali Sakti, seraya melirik ke arah anak buah Ki Bergola.
*** Tiba-tiba saja Ketua Kawanan Serigala Bukit Maut itu melompat Langsung diserangnya Pendekar Rajawali Sakti dengan satu pukulan jarak jauh yang bertenaga dalam tinggi. Agaknya, si Iblis Langit mendengar kedigdayaan Pendekar Rajawali Sakti tidak mau bersikap ayal-ayalan. Terbukti, serangan pertamanya begitu ganas. Bahkan langsung disusul serangan berikut dengan selang waktu hanya sekejapan saja.
"Yeaaaa...!"
"Hup!"
Iblis Langit agaknya sedikit pun tidak ingin memberi kesempatan pada Pendekar Rajawali Sakti. Dia terus mencecarnya dengan serangan-serangan gencar yang mematikan. Sementara, Pendekar Rajawali Sakti memang belum menggerakkan jurus andalannya. Dia hanya menggunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' untuk mengukur tingkat kepandaian lawannya. Kini Rangga harus melompat ke belakang, untuk menghindari pukulan jarak jauh Ki Bergola. Dan ketika telapak tangan kanan Iblis Langit kembali menghantam ke depan, dari situ keluar segumpal kabut tipis. Semakin lama, kabut itu berkumpul menjadi satu seperti awan, lalu membentuk seekor naga raksasa yang siap membelit dan mencincang Pendekar Rajawali Sakti.
"Grrr...! Hosss!"
"Hei"!"
Bukan main terkejutnya Rangga melihat keanehan di depan matanya. Namun, Pendekar Rajawali Sakti harus buru-buru mengelak, karena naga raksasa itu hendak menerkam dengan jari-jarinya yang besar lagi kokoh.
"Yeaaa...!"
Sementara, Iblis Langit berusaha mencuri kesempatan dengan menghantamkan pukulan jarak jauhnya yang bertenaga tinggi ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Masih untung Pendekar Rajawali Sakti sempat melihat serangan itu. Cepat-cepat Rangga menjatuhkan diri ke tanah dan bergulingan beberapa kali untuk menghindarinya. Lalu, tubuhnya kembali melenting dan menjejak manis ke tanah. Dan Rangga jadi mendengus geram, melihat kecurangan lawannya.
Melihat lawan masih belum terpengaruh oleh naga raksasa ciptaannya. Iblis Langit kembali menciptakan serigala jadian yang berukuran besar.
Sementara, Rangga tampak mulai bingung. Kini, Pendekar Rajawali Sakti dikelilingi makhluk-makhluk raksasa berbentuk mengerikan. Mereka siap menerkam dan mencincang-cincangnya. Sedang di sisi lain. Iblis Langit berusaha mengintai kelengahannya.
Untung saja, jalan pikiran Pendekar Rajawali Sakti terbuka. Kepalanya lantas mendongak ke atas. Lalu....
"Suiiittt...!"
Rangga bersuit nyaring namun bernada aneh di telinga. Sebentar Rangga menatap langit, lalu bibirnya tersenyum ketika melihat titik keperakan di angkasa. Semakin dekat, semakin jelas kalau titik keperakan yang kini semakin besar itu adalah seekor rajawali raksasa berbulu putih keperakan. Binatang yang sangat besar itu terbang mengitari tempat pertarungan. Sementara, semua orang yang melihatnya jadi bergidik ngeri. Seumur hidup, baru kali ini mereka melihat burung yang amat besar.


Pendekar Rajawali Sakti 131 Serigala Bukit Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Putih! Halau binatang-binatang celaka ini!" teriak Rangga memberi perintah.
"Kraaghh!"
Rajawali Putih seperti mengerti betul apa yang dimaksud Rangga. Seketika kedua sayapnya dikibas-kibaskannya, sehingga menimbulkan angin topan kencang di sekitar tempat itu.
"Aaah...!"
"Aouww...!"
Mereka yang melihat pertarungan kini semakin ketakutan dan berlari kocar-kacir melihat tindakan rajawali raksasa tunggangan Pendekar Rajawali Sakti. Sementara hewan-hewan ciptaan si Iblis Langit bahkan melayang-layang, seperti kapas diterbangkan angin. Tak lama, binatang-binatang buas itu hancur berantakan menjadi potongan kecil, kemudian hilang sama sekali seperti tertelan bumi.
"Iblis Langit, maaf. Terpaksa aku menggunakan tenaga sahabatku untuk mengusir hewan-hewan jejadianmu. Dan dia sengaja telah kupanggil untuk mencegah anak buahmu yang berkeliaran di sekeliling tempat ini. Maaf aku sudah membaca segala tipu muslihatmu untuk membokongku secara gelap. Biarlah sahabatku itu yang akan mengawasiku jika kau mencoba berbuat curang," jelas Rangga.
"Huh! Segala binatang celaka, apa hebatnya"! Aku bisa melakukan hal yang lebih hebat ketimbang itu!" dengus Ki Bergola dingin.
Kali ini. Iblis Langit merangkapkan kedua tangan dengan mata terpejam. Sejurus lamanya, dia diam membisu tanpa berbuat sesuatu.
Rangga tidak mengerti, apa yang akan dilakukan laki-laki tua itu. Demikian juga orang-orang yang melihat pertarungan. Namun beberapa saat kemudian baru diketahui, apa yang dilakukan Iblis Langit. Karena tak lama terdengar lolongan kawanan serigala liar yang hidup di hutan sebelah timur Lembah Maut. Tampak binatang liar itu berbondong-bondong menuju tempat pertarungan.
"Auuung...!"
"Graungrr...!"
"He, kurang ajar!"
Rangga mendengus geram. Ternyata kawanan serigala liar itu hanya tertuju ke arahnya. Dengan jumlah sekitar tiga puluh ekor lebih, mereka langsung menyerang dengan ganas. Terpaksa Rangga melompat ke belakang dan mencabut pedang.
Sring! Nampak seberkas sinar biru terang menyilaukan memancar dari batang Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Orang-orang yang melihat kontan terpana dengan wajah takjub. Betapa tidak" Pamor pedang itu demikian dahsyat.
"Khraaaghk...!"
Namun sebelum pemuda itu berbuat sesuatu dengan pedangnya, rajawali raksasa yang tadi hanya berputar-putar di angkasa kembali menukik tajam. Langsung dihalaunya kawanan serigala itu dengan kepakan sayapnya yang menimbulkan angin kencang laksana badai topan.
"Grrraung...!"
Hewan-hewan liar itu kontan tercerai-berai ke sana kemari sambil menjerit kesakitan. Namun sesaat kemudian, binatang itu kembali bangkit dan meraung geram ke arah Rajawali Putih.
Pada saat yang bersamaan. Pendekar Rajawali Sakti melesat ke arah si Iblis Langit yang masih terpaku di tempatnya dengan mata terpejam dan kedua tangan ditangkapkan di depan dada.
"Iblis Langit! Rupanya kau memang tidak bisa dibiarkan. Telah banyak jatuh korban akibat ulahmu. Kini, giliranmu untuk menjajal kepandaianmu," teriak Pendekar Rajawali Sakti geram.
Rangga langsung melesat sambil mengebutkan pedangnya.
Wusss! "Uts, Setan!"
Iblis Langit terpaksa menghindar dengan melenting ke belakang. Namun, Pendekar Rajawali Sakti terus memburunya. Pedang pusaka dalam genggamannya menyambar-nyambar, mengincar tubuh Ki Bergola. Saat ini. Pendekar Rajawali Sakti memang langsung menggerakkan jurus, 'Pedang Pemecah Sukma'. Sehingga beberapa kali orang tua itu terkejut kaget, ketika hawa panas terasa menyambar di sekitar tubuhnya. Bahkan pikirannya jadi kacau, membuat jurus-jurus jadi tak beraturan.
"Kurang ajar! Aku tidak bisa tinggal diam saja!" geram Iblis Langit.
Rangga tersenyum dalam hati ketika mengetahui gelagat, kalau orang tua itu sudah mulai tidak terkendali lagi. Pemuda ini sempat melirik ke arah kawanan serigala yang telah dibuat kocar-kacir meninggalkan tempat itu. Rupanya, berkat jurus 'Pedang Pemecah Sukma' perhatian Ki Bergola jadi terpencar. Sehingga, pemusatan pikirannya yang kacau membuat kawanan serigala itu tak dapat dikuasai lagi. Dan Rangga memang sudah menduga kalau orang tua itu menggunakan kekuatan batin untuk mendatangkan serigala-serigala liar tadi.
Begitu kawanan serigala tadi kembali ke tempat semula, maka sang Rajawali Putih pun kembali membumbung tinggi, namun tetap mengitari tempat itu. Dan bersamaan dengan itu, si Iblis Langit membentak nyaring. Dia berusaha mengembalikan pikirannya yang melayang entah ke mana. Lalu, dilepaskannya pukulan maut ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Yeaaa...!"
Rangga sengaja tidak ingin memapak. Dia hanya melenting ke atas untuk menghindari angin pukulan yang datang ke arahnya. Dan hal itu membuat si Iblis Langit semakin penasaran saja. Maka kembali pukulan mautnya diumbar berkali-kali.
"Yeaaa...!"
Rangga mendengus sinis. Mulai dirasakan adanya hawa kemarahan dari setiap pukulan yang dilepaskan Ki Bergola. Melihat hal ini, Pendekar Rajawali Sakti segera meningkatkan kekuatan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'-nya. Sambil melenting menghindari pukulan orang tua itu. Dan begitu kakinya menjejak tanah kembali, telapak tangan kirinya langsung mengusap batang pedang yang sejak tadi digenggamnya. Sementara Iblis Langit sudah meluruk menyerang dengan pukulan jarak jauhnya. Seketika kedua tangannya dihentakkan ke depan. Maka, dari telapaknya yang terbuka, meluruk sinar ungu ke arah Rangga.
"Hiyaaa...!"
Sementara tangan Rangga sudah terselubung cahaya biru berkilauan. Dan begitu serangan Ki Bergola meluncur datang....
"'Aji Cakra Buana Sukma'...!"
Pemuda itu membentak nyaring. Langsung telapak tangan kirinya didorongkan ke arah pukulan maut yang dilancarkan Iblis Langit.
Jderrr! Seketika terdengar ledakan keras menggelegar, membuat bumi jadi bergetar bagai diguncang gempa ketika kedua sinar berbeda warna itu beradu di tengah-tengah. Namun sejurus kemudian, sinar biru yang keluar dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti terus meluruk dan menghantam Iblis Langit.
"Aaaa...!"
Terdengar pekikan nyaring, begitu tubuh Ki Bergola terhantam sinar biru dari 'Aji Cakra Buana Sukma'. Sebentar tubuh Ki Bergola berdiri tegak dengan mata melotot. Lalu tubuhnya ambruk tidak berdaya. Nyawanya terbang saat itu juga. Cahaya biru yang berasal dari pukulan Pendekar Rajawali Sakti tampak masih terlihat di sekujur tubuh Iblis Langit yang hangus sebelum sirna.
"Heh, Iblis Langit tewas!" teriak seseorang.
"Apa" Iblis Langit mati di tangan Pendekar Rajawali Sakti?" sahut yang lain.
Pertarungan tadi memang berlangsung cepat dan hebat. Sehingga, hanya tokoh-tokoh tertentu saja yang mampu melihatnya. Maka ketika mendengar jeritan panjang tadi, sesaat mereka menduga, siapa yang binasa.
Melihat pertarungan usai, beberapa orang segera mendekat ke arena pertarungan. Sementara yang lain segera menyusul satu persatu, untuk meyakinkan kematian Iblis Langit. Dan kesempatan itu digunakan Rangga untuk segera menyelinap dan melompat jauh meninggalkan mereka.
"Benar! Si Iblis Langit tewas!" teriak seseorang dengan wajah gembira.
"Rasakan! Sekarang dia kena batunya!"
"Phuiiih!"
Beberapa orang segera menimpali dengan geram, dan rata-rata, mereka bersuka ria atas kematian si Iblis Langit. Sedangkan mereka yang tadi mendukung secara diam-diam meninggalkan tempat itu. Sementara itu, anak buah si Iblis Langit yang tadi mengepung kini ditangkap oleh tokoh-tokoh persilatan yang mendendam pada mereka.
? SELESAI ? ? ? ? ? Scanned by Clickers
Edited by Lovely Peace
PDF: Abu Keisel
? www.duniaabukeisel.blogspot.com
Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 Sepasang Pendekar Kembar 2 Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Para Ksatria Penjaga Majapahit 8

Cari Blog Ini