Ceritasilat Novel Online

Lentera Iblis 1

Wiro Sableng 145 Lentera Iblis Bagian 1


BASTIAN TITO PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIRO SABLENG LENTERA IBLIS Ebook : bagussb Scan : kiageng80 Cover : kelapalima Lentera Iblis 1 AGI ITU Patih Kerajaan Sawung Giring Bradjanata baru saja selesai sarapan. Dia
akan segera P berangkat menuju Keraton untuk menemui Sri
Baginda. Banyak hal penting yang akan dibicarakan. Salah satu diantaranya
menyangkut gerakan orang-orang yang menamakan diri dan mengaku berasal dari
Keraton Kaliningrat. Saat keluar dari ruang makan seorang pengawal datang
memberi tahu bahwa Danang Kaliwarda, kepala pengawal Gedung Bendahara ingin
menghadap. "Danang Kaliwarda....." Patih Kerajaan menyebut nama itu. "Aku pernah melihatnya
beberapa kali. Tapi tak pernah bertegur sapa. Pengawal, apa kau tanyakan maksud
kedatangannya?"
"Memang ada saya tanyakan. Katanya ada hal sangat penting ingin disampaikan.
Namun dia hanya mau bicara langsung dengan Kanjeng Patih," menerangkan pengawal
Gedung Kepatihan.
Setelah berpikir sebentar Patih Kerajaan akhirnya berkata pada pengawal. "Aneh
juga. Kalau ada sesuatu urusan penting seharusnya Bendahara Wira Bumi yang
datang menghadap. Kepala Pengawal itu datang seorang diri atau ada yang
menemani?"
"Dia datang seorang diri, Kanjeng Patih."
"Baiklah, suruh dia menunggu di pendopo sebelah timur. Suguhkan kopi jika dia
belum sarapan. Aku akan segera menemuinya."
Gedung Kepatihan memiliki dua buah pendopo.
Pendopo besar di sebelah barat, pendopo ke dua di sebelah timur, lebih kecil dan
memiliki dua dinding penutup terbuat dari papan jati berukir pemandangan
Bastian Tito 1 Lentera Iblis gunung Merapi. Di tempat ini Patih Kerajaan biasanya menemui tamu-tamu tertentu.
Danang Kaliwarda yang duduk bersila di lantai batu pualam bersih dan licin
berkilat cepat-cepat berdiri begitu Patih Sawung Giring Bradjanata muncul,
melangkah menaiki anak tangga pendopo timur.
"Hormat untuk Patih Kerajaan. Saya Danang
Kaliwarda, Kepala Pengawal Gedung Bendahara." Danana Kaliwarda berucap lalu
membungkuk dalam-dalam.
Patih Kerajaan menyilahkan tamunya duduk kembali.
Keduanya kemudian bersila berhadap-hadapan. Seorang pelayan datang menating
secangkir kopi hangat, diletakkan di depan Danang Kaliwarda.
"Danang Kaliwarda, waktuku tidak banyak karena harus segera menghadap Sri
Baginda. Ceritakan apa maksud kedatanganmu. Apakah Bendahara Wira Bumi yang
mengutusmu datang menghadapku" Sebelum kau menjawab silahkan meneguk kopi lebih
dulu." "Terima kasih Kanjeng Patih. Saya minum." Selesai meneguk kopi hangat Kepala
Pengawal Gedung Bendahara itu meluruskan duduknya lalu berkata. "Kanjeng Patih,
saya mohon maaf kalau kedatangan saya begini
mendadak, apa lagi sampai mengganggu dan menyita waktu Kanjeng Patih. Saya
datang dengan kemauan sendiri. Tidak diutus oleh Raden Mas Wira Bumi."
Sawung Giring Brajanata mengangguk. "Langsung
saja pada maksud kedatanganmu."
"Saya datang untuk menyampaikan satu hal yang
sangat rahasia, Kanjeng Patih."
Patih Kerajaan angkat kepala sedikit, dua mata menatap lekat-lekat ke wajah
tamunya. "Satu hal yang sangat rahasia katamu. Bagiku ini agak mengejutkan. Hal
sangat rahasia macam apa" Menyangkut pribadi atau ada hubungannya dengan
Kerajaan?"
Bastian Tito 2 Lentera Iblis "Dua-duanya, Kanjeng Patih," jawab Danang
Kaliwarda. "Terlebih dulu saya mohon maaf. Kejadiannya berlangsung kemarin
malam. Terjadi di halaman belakang gedung kediaman Kanjeng Bendahara. Semula
saya merasa bimbang apakah akan memberitahu hal ini pada Kanjeng Patih atau
tidak. Kalau saya memberi tahu berarti saya melangkahi atasan saya Raden Mas
Wira Bumi. Kalau saya tidak memberi tahu sebagai seorang prajurit saya merasa
berdosa pada Kanjeng Patih dan Kerajaan ...."
Patih Kerajaan berusia enam puluh tahun tapi masih berwajah segar dan klimis
usap dagunya yang ditumbuhi janggut halus dan rapi.
"Teruskan ceritamu, Danang Kaliwarda."
"Malam itu gedung kediaman Bendahara kedatangan tamu seorang lelaki tinggi kurus
dengan penampilan serba merah mulai dari rambut sampai ke kaki. Walau dia tidak
menyebut nama namun Saya tahu siapa dia karena sebelumnya sudah pernah datang
menemui Raden Mas Wira Bumi. Orang itu saya kenal dengan nama Eyang Tuba
Sejagat. Pada kedatangannya yang kedua kali ini saya lihat ada sesuatu yang
terjadi dengan tubuhnya sebelah luar dan sebelah dalam. Agaknya dia menderita
luka dalam parah. Seperti mengalami keracunan yang sangat hebat. Mungkin saya
menyalahi adat, namun entah mengapa saya begitu ingin mengetahui apa yang
dibicarakan sang tamu dengan Raden Mas Wira Bumi.
Ternyata kecurigaan saya ada hikmahnya. Rupanya, sebelumnya Raden Mas Wira Bumi
telah memberi tugas pada Eyang Tuba Sejagat untuk membunuh dengan cara meracuni
seorang Kiai yang diam di puncak Gunung Gede bernama Kiai Gede Tapa
Pamungkas ....."
Sikap dan air muka Patih Kerajaan langsung berubah mendengar ucapan Danang
Kaliwarda itu. "Kiai Gede Tapa Pamungkas adalah seorang suci
berilmu tinggi yang dianggap setengah Dewa. Dia banyak
Bastian Tito 3 Lentera Iblis membantu Kerajaan. Kalau ada orang jahat ingin membunuhnya pasti ada satu
masalah besar dibalik perbuatan keji itu. Danang, teruskan keteranganmu."
"Ternyata Eyang Tuba Sejagat gagal melaksanakan tugas. Dua pembantunya tewas.
Dia malah dicekoki Racun Akar Bumi miliknya sendiri oleh Kiai Gede Tapa
Pamungkas. Untuk mengobati dirinya yang keracunan dia harus membeli obat dari
seorang tabib. Obat itu mahal sekali. Eyang Tuba Sejagat minta agar Raden Mas
Wira Bumi mau memberikan sejumlah uang. Dia berjanji kalau sudah sembuh akan
segera melaksanakan tugas
berikutnya." Sampai di situ Danang Kaliwarda tidak meneruskan ucapan, dia
menatap sang patih dengan bayangan rasa takut pada wajahnya.
"Kepala Pengawal, kau kelihatan seperti bimbang atau takut meneruskan
ucapan ...."
"Maafkan saya Kanjeng Patih. Terus terang saya memang merasa takut karena apa
yang hendak saya katakan menyangkut langsung diri Kanjeng Patih."
"Katakan saja. Mengapa harus takut?"
"Tugas berikut yang dikatakan oleh Eyang Tuba
Sejagat itu adalah membunuh Kanjeng Patih." Walau suaranya agak bergetar
meluncur juga ucapan itu dari mulut Danang Kaliwarda.
Sosok Patih Kerajaan seolah berubah menjadi patung, diam tak bergerak. Air
mukanya berubah. Namun sesaat kemudian seringai muncul di wajahnya.
"Apakah ucapanmu bisa aku percaya Danang
Kaliwarda?"
"Demi Gusti Allah saya bersumpah saya tidak
berdusta."
"Kalau begitu lanjutkan ceritamu. Apa yang terjadi kemudian?"
Bastian Tito 4 Lentera Iblis "Raden Mas Wira Bumi tidak memberi uang yang
diminta. Malah Eyang Tuba Sejagat dibunuh. Kepalanya dipukul hingga rengkah!"
"Dengan tangan kosong?"
"Betul Kanjeng Patih. Raden Mas Wira Bumi
menghabisi Eyang Tuba Sejagat dengan pukulan tangan kosong. Tangan kanan." Jawab
Danang Kaliwarda sambil mengepal dan mengangkat tangan kanannya sendiri.
"Ceritamu hebat! Luar biasa! Tapi tunggu dulu.
Setahuku Bendahara Wira Bumi tidak memiliki ilmu pukulan tangan kosong yang
sanggup membuat rengkah kepala orang. Kau berdusta padaku, Danang Kaliwarda!"
Patih Kerajaan berkata dengan mata menatap tak berkesip ke mata orang di
hadapannya. Danang Kaliwarda susun sepuluh jari di atas kepala.
"Saya mana berani berdusta Kanjeng Patih. Saya sudah mengucapkan sumpah. Mungkin
Kanjeng Patih tidak tahu kalau beberapa waktu belakangan ini Raden Mas Wira Bumi
telah menuntut ilmu kesaktian pada seorang sakti di pantai selatan."
"Yang aku tahu Wira Bumi pernah minta waktu
istirahat cukup lama. Katanya untuk mengobati penyakit yang diidapnya. Rupanya
dia berguru pada seseorang. Kau tahu siapa orang sakti yang jadi gurunya itu?"
"Saya tidak tahu. Ada seorang pembantu yang dulu pernah bekerja pada Raden Mas
Wira Bumi sewaktu dia masih menjadi Tumenggung. Pembantu itu bernama Djaka Tua.
Kabarnya dia yang tahu siapa adanya guru Raden Mas Wira Bumi. Hanya sayang dia
telah lenyap melarikan diri ...."
"lstri ke tiga Wira Bumi bernama Nyi Retno Mantili juga lenyap dan sampai saat
ini tidak pernah ditemukan."
"Kanjeng Patih, saya yakin lenyapnya pembantu serta istri Raden Mas Wira Bumi
saling punya kaitan. Maaf, ijinkan saya melanjutkan keterangan. Setelah Eyang
Tuba Bastian Tito 5 Lentera Iblis Sejagat tewas, saya diperintahkan membuang mayatnya.
Mayat saya buang malam itu juga ke dalam sebuah jurang di pinggir selatan
Kotaraja."
"Aku tidak percaya dan merasa sangat aneh. Wira Bumi ingin membunuhku lewat
tangan Eyang Tuba
Sejagat. Aku tidak ada permusuhan dengan dirinya. Ketika istrinya lenyap aku
memerintahkan pasukan besar untuk mencari. Jabatannya yang baru sebagai
Bendahara Kerajaan juga aku yang mengusulkan kepada Sri Baginda.
Lalu dia ingln membunuhku. Apa dia sudah gila. Wira Bumi bukan saja membalas air
susu kebaikanku dengan air tuba, tapi malah dengan darah!" Patih Kerajaan
gelengkan kepala berulang kali.
"Ada dua kejadian lagi malam itu yang perlu saya beri tahu pada Kanjeng Patih."
Kata Danang Kaliwarda pula.
"Apa?" Tanya sang Patih. Dia seolah melupakan
waktunya yang sangat terbatas serta rencana menemui Sri Baginda pagi itu.
"Selesai saya membuang mayat Eyang Tuba Sejagat saya kembali ke Gedung
Bendahara. Tak sengaja saya lihat jendela kamar tidur Raden Mas Wira Bumi dalam
keadaan sedikit terbuka dan lampu di dalam kamar menyala terang benderang.
Mungkin Raden Mas Wira Bumi sudah tertidur dan lupa menutup jendela. Saya
bermaksud hendak menutup jendela itu namun di dalam kamar saya lihat Raden Mas
Wira Bumi tengah menggeluti seorang perempuan cantik di atas ranjang. Keduanya
dalam keadaan bugil ....."
"Semua orang tahu Raden Mas Wira Bumi punya tiga orang istri termasuk Nyi Retno
Mantili. Apakah perempuan yang bersamanya saat itu bukan salah satu dari dua
istrinya yang lain?"
Danang Kaliwarda gelengkan kepala.
"Tidak Kanjeng Patih. Perempuan yang digauli Raden Mas Wira Bumi itu bukan salah
satu dari dua istrinya. Saya
Bastian Tito 6 Lentera Iblis tidak pernah melihat perempuan itu sebelumnya. Ada keanehan dengan auratnya.
Salah satu buah dadanya, yang sebelah kiri sangat besar."
"Apa perempuan itu terus berada di Gedung
Bendahara sampai pagi" Menginap?"
"Tidak Kanjeng Patih. Saya bersembunyi di satu tempat setelah lebih dulu memberi
perintah pada anak buah yang bertugas malam itu agar jangan sekali-kali melewati
atau berada di dekat jendela. Menjelang pagi jendela terbuka. Saya lihat
perempuan itu melesat keluar kamar, masih dalam keadaan bugil, menenteng pakaian
lalu lenyap di arah timur. Gerakannya luar biasa cepat pertanda dia memiliki
ilmu kepandaian tinggi. Tak selang berapa lama saya lihat Raden Mas Wira Bumi
keluar pula dari gedung, berjalan cepat menuju bagian luar tembok sebelah
selatan. Saya mengikuti. Raden Mas Wira Bumi berjalan menuju satu rumpunan pohon
bambu. Ternyata di situ ada sosok seorang lelaki, terjepit tak berdaya di antara
empat batang bambu. Ketika saya perhatikan ternyata orang itu adalah Djaka Tua,
bekas pembantu di Gedung Tumenggung dulu. Saya dengar Raden Mas Wira Bumi
menanyakan bayinya dan sebilah golok. Dia menuduh Djaka Tua telah menculik bayi
itu dan mencuri golok. Menurut pengakuan Djaka Tua bayi dan golok diambil oleh
seorang kakek tinggi putih. Dia tidak tahu siapa adanya kakek itu dan berada
dimana. Raden Mas Wira Bumi kemudian mencekik leher Djaka Tua. Hampir pembantu
itu menemui ajal tiba-tiba ada suara perempuan tertawa. Dia mengatakan sesuatu
tapi tak jelas saya dengar. Kemudian ada dua larik sinar putih menderu disertai
dua letusan dahsyat dan menebarnya kabut aneh.
Raden Mas Wia Bumi selamat dari serangan dua larik sinar putih. Namun saat itu
Djaka Tua tak ada lagi di tempat itu.
Saya segera mendekati Raden Mas Wira Bumi dan
menanyakan apa yang terjadi. Dia menjawab tidak terjadi
Bastian Tito 7 Lentera Iblis apa-apa di tempat itu dan mengatakan saya bermimpi lalu
....." Entah apa yang terjadi mendadak udara di pendopo sebelah timur Gedung Kepatihan
itu berubah redup seolah siang telah berganti malam. Satu bayangan merah
berkelebat disertai membahananya bentakan perempuan.
"Danang Kaliwarda, manusia busuk pengkhianat
atasan! Kau memang tidak dalam alam mimpi tapi tengah menuju alam kematian!"
Dua orang yang duduk di lantai pendopo sama
terkejut. Patih Kerajaan merasa sambaran angin menerpa di samping kanan. Di lain kejap
seorang nenek kurus bungkuk tahu-tahu telah berdiri di depannya. Muka keriput,
rambut riap-riapan serta pakaiannya yang berupa selempang kain, semua berwarna
merah. Patih Kerajaan bahkan melihat bagaimana sepasang mata termasuk alis,
lidah dan gigi nenek ini juga berwarna merah
menggidikkan. Danang Kaliwarda tidak tahu siapa adanya nenek serba merah ini. Namun dari
ucapannya tadi dia bisa menduga jangan-jangan perempuan tua ini adalah orang
sakti guru Wira Bumi. Dadanya berdebar, muka pucat.
Sementara Patih Kerajaan maklum siapapun adanya nenek serba merah ini dia adalah
seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Sang Patih mencium adanya bahaya.
Serta merta dia berdiri dan menegur dengan suara datar.
"Nenek muka merah, antara kita tidak saling kenal.
Mengapa berani masuk ke Gedung Kepatihan tanpa ijinku"
Si nenek yang bukan lain adalah Nyai Tumbal Jiwo, guru Raden Mas Wira Bumi
hamburkan suara tawa
bergelak. "Aku datang dan pergi kemana aku suka! Siapa
berani melarang!" .
Bastian Tito 8

Wiro Sableng 145 Lentera Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lentera Iblis Walau merasa dianggap enteng namun Patih Sawung Giring Bradjanata masih bicara
dengan suara rendah.
Malah dengan seringai tersungging di mulut.
"Rupanya aku berhadapan dengan seorang
perempuan tua kurang ajar. Nenek muka merah, dengar.
Aku masih memberi pengampunan padamu jika kau mau angkat kaki dari tempat ini
sekarang juga!"
"Kalau aku tak mau minggat"!" Nyai Tumbal Jiwo menantang.
Habislah kesabaran sang patih. Dia berteriak
memanggil pengawal. Tiga pengawal segera muncul.
Sesaat mereka terheran-heran menyaksikan udara di pendopo redup seperti itu.
"Ringkus perempuan tua muka merah itu. Bawa dia keluar dari Gedung Kepatihan.
Jika berani masuk lagi tangkap!"
Tiga pengawal bertubuh kekar segera lakukan
perintah Patih Kerajaan. Namun apa yang terjadi kemudian membuat Patih Sawung
Giring Bradjanata terkejut luar biasa, juga merinding. Ketika hendak disergap,
nenek muka merah berkelebat. Lalu tiga larik sinar merah berkiblat. Tiga
pengawal menjerit. Ketiganya terpental sejauh dua tombak. Terguling di lantai
pendopo dalam keadaan sekujur tubuh melepuh serta kepulkan asap! Selagi Patih
Kerajaan terkesiap begitu rupa si nenek kembali berkelebat dan tahu-tahu keris
milik sang Patih telah berada di tangan sl nenek sementara sarungnya masih
tersisip di pinggang Patih Sawung Giring.
Selaku Patih Kerajaan Sawung Giring Bradjanata tentu saja memiliki kepandaian
tinggi. Namun kalau senjata di pinggangnya dapat dirampas orang, berarti si
perampas memiliki kehebatan melebihi dirinya.
"Tua bangka kurang ajar! Kembalikan kerisku!" teriak Patih Kerajaan marah besar.
Lalu tubuhnya melesat ke depan. Tidak sungkan lagi dia langsung kirimkan pukulan
Bastian Tito 9 Lentera Iblis kilat ke arah kepala nenek muka merah. Nyai Tumbal Jiwo merunduk. Tertawa
cekikikan. Perkelahian hebat segera terjadi. Seolah melecehkan, si nenek hanya pergunakan
tangan kanan untuk melayani lawan sementara tangan kiri memegang keris tanpa
sarung. Setiap terjadi bentrokan lengan Nyai Tumbal Jiwo terjajar dua langkah ke
belakang sebaliknya Patih Kerajaan merasa kesakitan amat sangat seolah tangannya
membentur pentungan besi.
Dalam jurus ke empat setelah menggempur habishabisan dengan mengeluarkan jurus bernama Menusuk Bumi Menikam Langit Patih
Sawung Giring Bradjanata berhasil mendaratkan jotosan tangan kanannya ke dada
kiri lawan. Nyai Tumbal Jiwo meraung setinggi langit. Asap merah mengepul dari
ubun-ubunnya. Bagian yang barusan kena dipukul adalah tepat payudara sebelah
kiri yang bengkak besar. Walau dasarnya adalah mahluk dari alam roh, namun tetap
saja dia mengalami luka dalam yang hebat. Nyai Tumbal Jiwo semburkan ludah
campur darah dari mulutnya. Sepasang mata laksana memancarkan kilatan api. Dari
ubun-ubun mengepul asap merah tipis.
"Patih jahanam! Terbanglah ke akhirat!" Mulut
berucap lima jari tangan kanan menjentik!
"Wuutt... wuutt... wuutt... wuutt... wuuttt!"
Lima Jari Akhirat!
Lima larik sinar merah berkiblat. Patih Kerajaan berusaha menghindar sambil dua
tangan melepas pukulan sakti mengandung tenaga dalam tinggi, namun tetap jebol!
Seperti diketahui terhadap serangan Lima Jari Akhirat jarang lawan bisa lolos.
Kalaupun sanggup bertahan maka sekujur tubuhnya akan melepuh cacat dan menderita
kesakitan seumur hidup. Patih Sawung Giring menjerit keras ketika empat dari
lima sinar merah menyapu dirinya. Tubuhnya terpental menghantam salah satu tiang
pendopo. Tiang patah, sosok Sawung Giring
Bastian Tito 10 Lentera Iblis Bradjanata terkapar di lantai dalam keadaan hangus mengerikan!
"Anjing pengkhianat! Kau mau lari kemana"!" bentak Nyai Tumbal Jiwo ketika
Danang Kaliwarda dilihatnya berusaha hendak kabur.
"Aku tidak punya dosa kesalahan apa-apa
terhadapmu ...."
"Manusia anjing kurap! Tutup mulutmu! Siapa bilang kau tidak punya dosa
kesalahan terhadapku! Aku Nyai Tumbal Jiwo adalah guru dan kekasih Wira Bumi
yang kau khianati! Aku tahu malam itu kau mengintip dibalik jendela sewaktu aku
bercinta dengan Wira Bumi. Apa kau tergiur"
Apakah kau ingin melakukannya padaku" Hik ... hik..hik!
Kau belum pantas melayaniku! Kau lebih cocok kalau aku kirim keakhirat seperti
majikan besarmu itu! Hik ... hik ...
hik!" Nyai Tumbal Jiwo menyergap.Keris di tangan kanan menderu ke arah dada Danang
Kaliwarda. Kepala
Pengawal Gedung Bendahara ini cepat melompat mundur sambil menghunus golok
besar. "Kau punya nyali juga! Aku mau tahu sampai dimana kehebatanmu!" Tangan kanan
Nyai Tumbal Jiwo yang memegang keris berkelebat laksana kilat. Serangan ganasnya
membuat Danang Kaliwarda kelabakan. Dalam waktu beberapa kejapan saja dia telah
menghunjamkan empat tusukan dan tiga babatan keris ke tubuh Kepala Pengawal
Gedung Bendahara Kerajaan itu.
Danang Kaliwarda hanya sempat menangkis satu kali.
Lalu tubuhnya roboh. Darah bersimbah dari luka-luka di sekujur tubuh dan
tenggorokan. Dengan tenang sambil menyeringai Nyai Tumbal Jiwo melangkah mendekati mayat
Sawung Giring Bradjanata.
Keris yang dipegangnya digenggamkan ke dalam jari-jari tangan Patih Kerajaan
itu. Sebelum meninggalkan pendopo timur nenek muka merah ini hampiri sosok
Bastian Tito 11 Lentera Iblis Danang Kaliwarda yang tengah sakarat. Enak saja dan kurang ajar sekali, tangan
kanannya disusupkan, meraba-raba ke balik celana Kepala Pengawal itu, kepala
mendongak, wajah menyeringai.
"Aaahh, rnenyesal aku membunuhnya terlalu cepat.
Seharusnya aku coba dulu yang satu ini. Hik ... hik ... hik."
Sesaat setelah Nyai Tumbal Jiwo tinggalkan tempat itu, udara di pendopo kembali
cerah. Hari itu juga Kotaraja dilanda geger besar. Tersiar kabar bahwa telah terjadi
perkelahian antara Patih Kerajaan dengan Kepala Pengawal Gedung Bendahara.
Kedua-duanya tewas. Di duga kedua orang ini telah mengadu jiwa akibat satu
dendam atau perkara yang tidak diketahui apa adanya. Hanya saja tidak ada yang
bermata jeli dan menyelidik lebih jauh akan keadaan mayat Patih Sawung Giring.
Danang Kaliwarda tidak memiliki ilmu kesaktian yang mampu membuat dia membunuh
lawannya sampai sekujur tubuh sang Patih melepuh hangus!
Dua puluh hari setelah peristiwa berdarah itu, Raden Mas Wira Bumi dipercayakan
Sri Baginda untuk menduduki jabatan Patih Kerajaan. Malam harinya Nyai Tumbal
Jiwo datang menemui Wira Bumi, minta dihibur sampai pagi.
Dan Wira Bumi melayani sepenuh hati karena dia menyadari jabatan Patih Kerajaan
itu didapatnya dari hasil pekerjaan licik dan keji si nenek dari alam roh itu.
-- << 1 >> -Bastian Tito 12 Lentera Iblis 2 UJAN luar biasa lebat mengguyur puncak Gunung
Merapi. Walau saat itu siang hari namun keadaan H tidak beda seperti malam.
Setiap angin bertiup kencang ranting-ranting serta daun pepohonan bergoyang dan
bergesek mengeluarkan suara bersiur panjang menggidikkan.
Dalam cuaca buruk begitu rupa Pangeran Matahari berlari ke arah utara puncak
gunung. Seperti dikisahkan dalam Episode sebelumnya ( Nyi Bodong) setelah
ditimpa malapetaka berulang kali, Pangeran Matahari menemui gurunya Si Muka
Bangkai alias Si Muka Mayat melalui tapa Aras Bumi Aras Langit. Sesuai petunjuk
sang guru saat itu dia tengah menuju sebuah goa yang puluhan tahun silam pernah
menjadi tempat kediaman Si Muka Bangkai.
Karena sudah sekian lama, ditambah keadaan cuaca yang gelap, di bawah hujan
lebat pula, meski pernah tinggal di situ, cukup sulit bagi Pangeran Matahari
untuk mencari goa tersebut.
Sementara berlari dia ingat semua ucapan Si Muka Bangkai.
"Kau pergilah ke puncak Gunung Merapi sebelah
utara, ke bekas goa tempat kediamanku. Di sana kau akan menemukan seperangkat
pakaian yang harus kau pakai begitu turun gunung. Di dalam goa kau akan
menemukan pula sebuah lentera yang hanya bisa menyala jika kau isi dengan minyak
kasturi ini. Pada dinding goa kau akan melihat guratan tulisan yang aku buat
sebagai petunjuk penggunaan dan kegunaan benda itu. Untuk sementara sampai
keadaan aman bagimu, kau hanya boleh
menampakkan diri pada malam hari. Demi keselamatanmu kau harus membawa dan
menyalakan lentera itu
Bastian Tito 13 Lentera Iblis kemanapun kau pergi. Kau harus sadar musuhmu kini bukan hanya murid Sinto
Gendeng keparat itu. Banyak orang lain yang menginginkan nyawamu! Sebelum aku
lupa, ada satu hal yang harus kau ingat baik-baik. Lentera yang aku katakan tadi
sekali-kali tidak boleh terkena atau bersentuhan dengan cairan atau air yang
keluar dari tubuh manusia. Misal air mata, air keringat, air kencing bahkan air
mani! Ha.. .ha.. .ha! Pokoknya semua air yang berasal dari tubuh manusia! Kalau
larangan itu sampai dilanggar kau akan ditimpa malapetaka besar! Pergilah ke goa
di puncak Merapi. Kau akan mengetahui apa yang harus kau lakukan. Satu hal harus
kau ingat. Selesai membaca dan memahami guratan tulisanku di dinding goa,
tulisan itu harus kau kikis habis. Harus kau lenyapkan!"
Hujan bertambah lebat dan udara semakin gelap.
Sesekali kilat menyambar. Puncak gunung Merapi sesaat jadi terang benderang.
Walau sangat singkat namun cukup memberi petunjuk pada Pangeran Matahari kemana
dimana dia berada saat itu dan kemana dia harus meneruskan larinya.
Karena hujan tak kunjung berhenti dan udara
semakin gelap, kawatir akan kesasar, Pangeran Matahari akhirnya memutuskan untuk
mencari tempat berteduh.
Kalau cuaca sudah baik baru dia melanjutkan perjalanan.
Ketika kilat kembali menyambar dan keadaan terang benderang sekilas, mata tajam
sang Pangeran sempat melihat satu lamping bukit ditumbuhi sederetan pohon-pohon
besar. Pada bagian bawah deretan pohon sebelah tengah ada satu cekungan tanah
cukup dalam. Tanpa pikir panjang Pangeran Matahari segera berlari memasuki
cekungan tanah itu. Cukup lama dia duduk berteduh di situ sampai akhirnya hujan
mulai reda dan langit perlahan-lahan bersih benderang.
Sekitar sepenanakan nasi akhirnya Pangeran Matahari berhasil menemukan goa yang
pernah menjadi kediaman
Bastian Tito 14 Lentera Iblis guru dan dirinya sendiri. Goa ini terletak di lamping sebuah kali kecil yang
saat itu airnya meluber banjir kemana-mana. Begitu sampai di depan goa Pangeran
Matahari mencium bau tengik menyesakkan pernafasan.
Melangkah masuk ke dalam goa sejauh tujuh langkah bau tengik itu semakin keras
dan seolah mencekik jalan nafas.
Dadanya berdebar, dua lutut terasa goyah. Langkah tertahan. Pangeran Matahari
segera kerahkan tenaga dalam, tutup saluran pernafasan untuk beberapa lama
sampai perasaannya tenang kembali dan getaran di kedua lutut lenyap. Hati-hati,
penuhwaspada dia melanjutkan langkah.
"Aneh, seharusnya goa ini berada dalam keadaan gelap gulita. Mengapa seperti ada
cahaya datang dari sebelah dalam" Mungkin lenteranya sudah menyala?"
membatin Pangeran Matahari lalu dia meraba bagian pakaian di balik mana dia
menyimpan tabung berisi minyak kasturi yang diberikan Si Muka Bangkai. Dia
ingat, lentera yang ada di dalam goa hanya bisa dinyalakan dengan minyak kasturi
itu. Setelah lewat tujuh langkah lagi memasuki goa bau tengik yang menyesakkan dada
mendadak lenyap, kini berganti dengan bau wangi kulit pohon kayu manis, yang
menebar rasa segar. Di sisi kanan goa ada satu gundukan batu. Di atas batu ini
terletak seperangkat pakaian berupa jubah hitam panjang selutut, serta celana
hitam dan gulungan kain ikat kepala berwarna merah. Ketika Pangeran Matahari
mengembangkan jubah hitam, pada bagian dada terpampang gambar matahari bulat
besar berwarna merah lengkap dengan sinar yang juga berwarna merah. Pangeran
Matahari terdiam sejurus. Dia ingat, baju dan celana hitam serta ikat kepala
merah adalah perangkat pakaian yang dikenakannya pertama kali sewaktu turun
gunung. Hanya kali ini baju ditukar menjadi jubah dan bentuk gambar matahari
berbeda dari yang
Bastian Tito 15 Lentera Iblis dulu. Dia juga ingat pesan gurunya bahwa pakaian itu baru boleh dikenakan jika
dia siap turun gunung. Apakah pakaian dan ikat kepala itu merupakan tanda bahwa
dia akan turun gunung untuk kedua kalinya, membuka lembaran baru dalam rimba
persilatan"
Sang Pangeran lanjutkan langkah. Baru menindak dua langkah mendadak telinganya
mendengar suara orang mengorok. Suara ini datang dari bagian dalam goa.
Membuat Pangeran Matahari menjadi penuh tanda tanya.
"Ada orang tidur di dalam sana. Siapa" Mungkin guru" Tapi dia sudah meninggalkan
pesan baru akan kembali lagi tiga ratus hari yang akan datang."
Pangeran Matahari usap-usap dagunya yang
ditumbuhi janggut liar lalu kembali teruskan langkah. Kali ini lebih perlahan
sambil tangan kanan siap sedia membekal dan melepas pukulan sakti jika mendadak
ada bahaya tak terduga mengancam. Semakin jauh masuk ke dalam goa semakin terang
cahaya yang datang dari sebelah dalam dan bertambah keras suara mendengkur.
Tiga langkah di depan sana goa membelok ke kiri. Tujuh langkah dari kelokan, goa
itu sampai pada ujungnya.
Pangeran Matahari masih belum melihat, lentera yang dikatakan Si Muka Bangkai.
Mungkin berada di bagian ujung goa, dibalik kelokan. Mau tak mau berdebar juga
dada sang Pangeran ketika dia melangkah memasuki kelokan. Suara tertahan keluar
dan mulutnya begitu melewati kelokan dan memandang ke depan. Tujuh langkah di
seberang sana, goa berakhir pada satu dinding batu. Ujung goa terlihat rata,
membentuk sebuah ruangan batu berukuran dua kali tiga tombak. Ruangan ini bersih
sekali seperti ada yang barusan menyapunya. Di sinilah dulu dia pernah tinggal
bersama Si Muka Bangkai selama bertahun-tahun. Kenangan akan masa lalu serta
merta buyar, berubah dengan rasa kaget luar biasa ketika Pangeran Matahari
melihat bagaimana di salah satu sudut
Bastian Tito 16 Lentera Iblis ruangan bergelung sosok besar seekor ular hitam berkilat, kepala menjulai ke
lantai goa, mata terpejam, mulut sedikit terbuka. Dan dari mulut inilah keluar
suara mendengkur keras seperti dengkur manusia! Tubuh ular yang berkilat itulah
yang memancarkan cahaya menerangi sepanjang goa. Untuk beberapa lama Pangeran
Matahari tegak setengah memicingkan mata karena kesilauan.
"Ular mendengkur seperti manusia..." Ucap Pangeran Matahari dalam hati. Keanehan
ini membuat dia berlaku waspada dan pentang mata lebar-lebar. Dia masih belum
melihat lentera yang dikatakan sang guru. Dia juga tidak melihat guratan-guratan
tulisan seperti yang dikatakan Si Muka Bangkai. Pangeran Matahari memandang
berkeliling. Matanya kembali memperhatikan sosok ular hitam di sudut ruangan. Ah! Kali itulah
dia baru melihat. Di dalam lingkar sebelah dalam gelungan tubuh ular hitam besar
terdapat satu benda yang bukan lain adalah sebuah lentera. Bagian atas lentera
terbuat dari bahan tembus pandang semacam kaca tebal berwarna merah, kuning dan
hitam, diikat oleh sejenis logam berwarna hilam, lengkap dengan pegangan
berbentuk kepala naga. Bagian bawah lentera tidak terlihat karena tentutup
gelungan tubuh ular hitam.
"Gila. bagaimana aku mau mengambil lentera" Ular besar itu menggelung seperti
menjaganya. Si Muka Bangkai, dia hanya membuat diriku susah saja. Di dinding goa
aku sama sekali tidak melihat guratan tulisan seperti yang dikatakannya! Guru


Wiro Sableng 145 Lentera Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak pernah menyebut perihal binatang ini. Apakah ular ini datang begitu saja,
kesasar di dalam goa karena hujan lebat di luar sana" Atau apakah Si Muka
Bangkai menipuku. Sebenarnya dia sengaja
memasang perangkap, ingin membunuhku di tempat ini"!"
Baru saja Pangeran Matahari berkata dalam hati begitu rupa, tiba-tiba ular hitam
besar di sudut ruangan keluarkan suara mengorok lebih keras hingga lantai goa
terasa bergetar. Kepala binatang ini terangkat dan
Bastian Tito 17 Lentera Iblis sepasang mata terbuka sedikit, berputar melirik ke arah Pangeran Matahari. Sang
Pangeran tercekat sewaktu menyaksikan bagaimana dari sepasang mata ular hitam
besar ada cahaya menyambar. Cahaya kematian!
Kemudian ular ini kembali lunjurkan kepala di lantal dan lanjutkan tidur
mendengkurnya! "Aku harus dapatkan lentera itu. Bagaimana caranya"
Apakah aku harus membunuh ular hitam itu terlebih dulu?"
Pangeran Matahari berdiri tak bergerak. Sepasang mata menatap ke arah ular hitam
sementara otak mulai bekerja. Cukup lama dia bersikap seperti itu, perlahanlahan Pangeran Matahari turunkan badan, duduk bersila di sudut yang berlawanan
dengan ular besar hitam yang menggelung lentera. Dua telapak tangan
dikembangkan, lalu diletak ditekankan ke lantai goa. Bersamaan dengan itu murid
Si Muka Bangkai ini kerahkan tenaga dalam dan hawa sakti mengandung kekuatan
dahsyat, disalurkan ke lantai goa dan diarahkan ke sudut ruangan di
seberangnya. Lantai goa yang dialiri tenaga dalam dan hawa sakti yang keluar dari tubuh
Pangeran Matahari tampak retak mengepulkan asap kemerahan. Retakan dan kepulan
asap ini bergerak ke arah sudut ruangan dimana ular hitam besar bergelung.
Lentera di dalam gelungan bergoyang-goyang. Sesaat kemudian tubuh ular ini
kelihatan ikut mengepulkan asap. Suara dengkuran serta merta lenyap.
Sepasang mata membuka. Kepala tersentak naik ke atas dan mulut yang tertutup
kini menganga. Lidah terjulur memancarkan cahaya biru menyilaukan. Dari mulut
binatang ini kemudian mendadak keluar suara tawa panjang. Suara tawa perempuan!
Jelas sudah binatang ini adalah mahluk jejadian!
Yang membuat Pangeran Matahari jadi melengak
kaget bukan hanya karena menyadari bahwa binatang itu
Bastian Tito 18 Lentera Iblis bukan ular sungguhan, atau mendengar tawanya yang menggidikkan, tetapi juga
karena merasakan bagaimana tenaga dalam dan hawa sakti panas yang dikirimkannya
ke arah ular hitam itu kini membalik mengarah dirinya dengan kekuatan berlipat
ganda. Retakan di lantai batu tampak merah membara saking panasnya. Kepulan asap
bukan lagi berwarna merah tapi berubah biru pertanda panasnya sangat luar biasa!
Yang sangat dikawatirkan Pangeran Matahari adalah rusaknya lentera akibat hawa
panas luar biasa.
"Plaakk!"
Tiba-tiba ular hitam sentakkan ekor, menghantam lantai goa. Saat itu juga hawa
panas dan kepulan asap biru menyambar dahsyat. Pangeran Matahari berteriak
keras. Dua tangan dipukulkan. Satu menghantam ke depan ke arah ular hitam,
satunya lagi untuk
membuyarkan serangan hawa panas dan kepulan asap biru.
"Buumm!"
"Buumm!"
Dua letusan dahsyat menggelegar. Goa batu laksana digoncang gempa. Pangeran
Matahari terpental sampai ke tikungan goa. Dia merasa tubuhnya seperti hancur
lebur. Rasa sakit menjalar dari ubun-ubun sampai ke jari kaki.
Namun ternyata dia masih hidup dan mampu berdiri.
Hanya saja ketika memperhatikan keadaan dirinya, tengkuknya langsung dingin.
Jubah kelabu yang
dikenakannya kini telah berubah hitam hangus dan mengepulkan asap! Di dalam goa
sana terdengar suara tawa sang ular, suara tawa perempuan!
"Aneh, kalau pakaianku hangus seharusnya aku
mengalami cidera berat. Bahkan bisa mati! Ada satu kekuatan melindungi
diriku ..." Pangeran Matahari berucap dan bertanya-tanya dalam hati. Rasa
jerihnya perlahan-lahan lenyap, berganti dengan rasa percaya diri.
Bastian Tito 19 Lentera Iblis "Pangeran Matahari, aku tahu kedatanganmu kemari adalah untuk mengambil lentera.
Aku akan memberikan padamu asal kau mau menukar dengan sesuatu!"
Ada orang bicara di dalam goa! Suara perempuan!
Ular itukah yang mengeluarkan ucapan"!
Belum lenyap gema suara ucapan di dalam goa,
Pangeran Matahari telah melompat melewati tikungan dan berdiri lima langkah di
hadapan ular hitam.
"Mahluk jahanam! Jejadian siapa kau adanya"! Apa maksudmu menukar lentera itu
dengan sesuatu"!"
Pangeran Matahari membentak sambil tangan kiri menyiapkan Pukulan Telapak
Matahari yang diwarisinya dari Si Muka Bangkai sementara tangan kanan siap
melepas Pukulan Menahan Bumi Memutar Matahari. Ini adalah jurus pertahanan
sekaligus menyerang yang didapatnya dari seorang sakti bernama Singo Abang.
(Baca Episode berjudul "Kembali Ke Tanah Jawa") Ular hitam angkat kepala lebih
tinggi. Dua mata memandang berkilat. Lidah menjulur lalu mulutnya berucap.
"Pangeran Matahari. Walau banyak lawan telah
menggebukmu, walau mukamu sudah menjadi cacat
buruk, sikap dan ucapanmu masih saja sombong pongah seperti dulu! Pasang
telingamu baik-baik.Yang aku minta sebagai pengganti lentera adalah nyawamu!"
Sepasang mata Pangeran Matahari mendelik berkilat.
Rahang menggembung dan pelipis bergerakgerak. Kepala mendongak lalu dia tertawa
bergelak. "Mahluk jejadian! Ketololan akan membawa celaka bagimu! Kau tidak berada di
alammu, mengapa berani bicara congkak"! Lekas menyingkir dari goa ini atau kau
akan menerima azab yang akan membuat rohmu
tergantung lumpuh antara langit dan bumi!"
Ular di sudut ruangan kembali tertawa panjang.
Bastian Tito 20 Lentera Iblis "Kau tidak tahu indahnya hidup di alam roh.
Sebaliknya apakah kau pernah merasakan hidup sengsara dipendam dua puluh satu
tombak di dalam tanah" Hik ...
hik ... hik! ltulah nasib yang bakal kau alami!"
Saat itu Pangeran Matahari sudah siap untuk
menyerang ular di sudut ruangan. Namun dia kawatir serangannya akan merusak
lentera. Dia harus mencari akal. Paling tidak mengulur waktu.
"Ular betina jejadian! Apakah kekasihmu yang
menyuruh datang mencari celaka ke tempat ini"!"
Mendengar ucapan Pangeran Matahari sang ular
malah tertawa. "Kau tidak tahu! Kekasihku adalah dirimu sendiri!"
Pangeran Matahari melengak kaget dan memaki
dalam hati. "Siapa kau sebenarnya"!" Bentak murid Si Muka
Bangkai. "Aku adalah titisan seseorang."
"Seseorang siapa"!"
"Seorang gadis yang pernah kau permainkan, kau jadikan budak nafsu sehingga
hamil. Lalu kau bunuh!"
Kening Pangeran Matahari mengerenyit. Mulut
ternganga. "Binatang keparat! Katakan kau ini titisan siapa"!"
"Aku adalah Pandan Arum. lngat peristiwa di
Pangandaran" Di sana kau membunuh aku!" (Baca Episode berjudul "Kiamat di
Pangandaran")
Pangeran Matahari jadi tertegun. Apakah binatang jejadian ini tidak menipunya"
Benarkah dia titisan Pandan Arum, adik Bidadari Angin Timur yang hendak menuntut
balas melampiaskan dendam kesumat"!
"Akal ... akal, cerdik ... cerdik! Aku harus punya segala daya, akal dan
kecerdikan ....." Pangeran Matahari berkata dalam hati. Lalu dia mendengus dan
berkata. "Terlalu banyak manusia yang aku bunuh! Aku tidak ingat
Bastian Tito 21 Lentera Iblis satu persatu! Aku tidak tahu kau ini Pandam Arum yang mana! Jika mampu harap
perlihatkan ujud dirimu yang sebenarnya!"
"Dajal busuk! Tumpukan dosa keji membuat matamu buta dan hatimu menjadi batu!
Buka mata lebar-lebar!
Apa kau masih bisa melihat!"
Ular di sudut ruangan membuka gelungan, tubuhnya naik ke atas. Kepala dan tubuh
digoyang tiga kali. Wusss!
Asap putih mengepul. Saat itu juga sosok ular berubah menjadi ujud seorang gadis
berpakaian hitam, rambut hitam, wajah cantik tapi pucat. Sepasang mata berwarna
merah membara pertanda ada pancaran dendam kesumat, menatap tak berkedip ke arah
Pangeran Matahari.
"Pandan Arum, memang dia ...." Ucap Pangeran
Matahari dalam hati. Lalu tidak membuang waktu lagi karena memang ini kesempatan
yang ditunggu, Pangeran Matahari hantamkan tangan kiri kanan. Tangan kanan
melepas Pukulan Tapak Merapi. Tangan kiri melepas Pukulan Merapi Meletus.
Menghadapi dua serangan maut yang bisa
menghancurkan dirinya dan mampu meruntuh goa
perempuan di dalam ruangan rangkapkan dua tangan di depan dada lalu sepasang
mata dikedipkan.
"Wuss! wusss!"
Dua larik slnar merah menderu dahsyat. Dua pukulan sakti yang dilepas Pangeran
Matahari musnah berubah menjadi asap tiga warna. Pangeran Matahari sendiri
terpental jauh, terkapar di lantai goa, mulut kucurkan darah.
"Setan alas, kenapa tidak mampus"! Aku melihat ada cahaya aneh keluar dari
pinggang manusia jahanam itu!
Kekuatan pelindung apa yang dimilikinya"!"
Cahaya aneh berwarna kehijauan yang dilihat
perempuan itu juga sempat dilihat Pangeran Matahari. Dia yakin cahaya itulah
yang telah menyelamatkan dirinya
Bastian Tito 22 Lentera Iblis walau mengalami luka dalam yang cukup parah. Pangeran Matahari meraba pinggang
kiri. Jari-jarinya menyentuh sebuah benda. Dia ingat benda itu adalah tabung
bambu berisi minyak kasturi yang diberikan gurunya Si Muka Bangkai. Berarti
inilah benda yang memberikan kekuatan pelindung maha dahsyat padanya. Tidak
pikir panjang lagi Pangeran Matahari segera keluarkan tabung bambu dari balik
jubahnya yang hangus.
Sepasang mata perempuan di depan sana
mengerenyit. Dua kaki rnelangkah mundur ketika melihat benda yang ada di tangan
Pangeran Matahari.
"Minyak larangan alam roh! Bagaimana bisa berada di tangan manusia jahanam
itu"!" Perempuan dalam ujud gadis bernama Pandan Arum tiba-tiba berkelebat ke
sudut ruangan, berusaha menyambar lentera. Namun Pangeran Matahari bertindak
lebih cepat. Dia melompat
menghadang sambil membuka kayu penutup tabung
bambu. Tabung di dekatkan ke wajah Pandan Arum. Bau harum minyak kasturi serta
merta memenuhi ruangan.
Pandan Arum meraung panjang dan keras. Sosoknya memudar lalu berubah jadi asap
dan bergelung panjang melayang ke arah mulut goa.
Pangeran Matahari terduduk di lantai. Muka pucat, dada berdebar keras. Tabung
bambu ditutupnya kembali lalu dia beringsut mendekati lentera. Lentera
diperhatikan dengan seksama, dibolak balik beberapa kali. Pada bagian samping
bawah yang merupakan dudukan lentera terdapat sebuah lobang kecil. Di samping
lobang menempel sebongkah benda lembut yang ketika diperhatikan lebih teliti
ternyata adalah lilin. Pangeran Matahari buka kayu penutup tabung bambu. Minyak
kasturi yang ada dalam tabung itu dimasukkan ke dalam lentera lewat lobang
kecil. Lobang kecil kemudian ditutup dengan lilin yang menempel di bagian bawah
lentera. Begitu lobang tertutup terjadilah satu keanehan.
Bastian Tito 23 Lentera Iblis Perlahan-lahan lentera menyala sendiri,
mengeluarkan cahaya terang tiga warna. Hitam, kuning dan merah. Keadaan di dalam
goa menjadi terang benderang.
"Luar biasa, menyala sendiri tanpa disulut api ..."
ucap Pangeran Matahari penuh kagum. Namun dia masih ingin tahu sampai dimana
kehebatan lentera ini. Ketika dia hendak menyentuh pegangan lentera mendadak
lentera mengiblatkan tiga sinar ke dinding ruangan. Sinar hitam, kuning dan
merah. Saat itu juga pada tiga dinding ruangan terdapat serangkaian tulisan,
tergurat dalam warna hitam, kuning dan merah.
Pada dinding sebelah kanan, terpampang rangkaian tulisan merah.
Jurus pertama Lentera Iblis.
Di dalam hidup ada kematian. Di dalam kematian masih ada kehidupan. Dua kaki
merenggang ke depan dan ke belakang. Salurkan tenaga dalam. Lentera diputar ke
kanan. Cahaya merah akan berkiblat mencari korban.
!tulah jurus Api Neraka.
Pangeran Matahari baca sekali lagi tulisan yang tergurat di dinding goa sebelah
kanan itu. Lalu alihkan padangan ke dindirig sebelah kiri. Di situ terpampang
rangkaian tulisan ke dua, berwarna hitam.
Jurus ke dua Lentera iblis.
Di dalam hidup ada kematian. Di dalam kematian masih ada kehidupan. Dua kaki
merenggang ke depan dan ke belakang. Salurkan tenaga dalam. Lentera diputar ke
kiri. Cahaya hitam akan berkiblat mencari korban. Itulah jurus Api Akhirat.
Pangeran Matahani menatap lurus ke arah dinding ruangan sebelah depan. Di sini
tergurat jurus ketiga Lentera Iblis dalam warna kuning.
Jurus ke tiga Lentera Iblis.
Bastian Tito 24 Lentera Iblis Di dalam hidup ada kematian. Di dalam kematian masih ada kehidupan. Dua kaki
merenggang ke depan dan ke belakang. Salurkan tenaga dalam. Lentera didorong ke
depan. Cahaya kuning akan berkiblat mencari korban.
Itulah jurus Liang Lahat Menunggu.
Pangeran Matahari usap wajahnya. Dia memandang seputar ruangan batu. Ketika
hendak melangkah
mengambil lentera baru dia menyadari bahwa di lantai ruangan ternyata ada pula
serangkaian tulisan, tergurat dalam selang seling tiga warna.
Lentera hanya akan menyala dalam ruangan dan malam hari serta ketika bahaya
mengancam. Berjalan dan mencari mangsa di malam hari. Istirahat di siang hari.
Lentera Iblis akan menjaga keselamatan diri. Ingat pantangan niscaya kuasa rimba
persilatan akan berada dalam tangan.
Pangeran Matahari meneliti lagi seputar ruangan. Tak ada tulisan atau petunjuk
lain. Dia lalu melangkah mengambil lentera. Ketika pegangan lentera berada dalam
genggamannya dia merasa ada hawa aneh menjalar memasuki tubuhnya, mendekam di
bagian perut lalu mengalir ke arah kepala dan ke kaki.
Sebelum meninggalkan goa, Pangeran Matahari
membuka jubah kelabunya yang telah hangus lalu dirobek.
Sebagian robekan digulung dan dibalutkan pada pegangan lentera. Ini untuk
menjaga agar keringat dan tangannya tidak menyentuh pegangan lentera. Selesai
mengenakan jubah dan celana hitam serta ikat kepala merah Pangeran Matahari
keluar dan dalam goa. Di luar goa nyala lentera langsung meredup lalu padam.
Tanpa disadari satu kealpaan besar telah dilakukan manusia segala akal segala
cerdik ini. Dia lupa menghapus semua tulisan pada dinding dan lantai goa!


Wiro Sableng 145 Lentera Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Padahal gurunya Si Muka Bangkai telah sangat memesan dan mengingatkan hal itu.
Bastian Tito 25 Lentera Iblis *** Selang setengah hari setelah Pangeran Matahari meninggalkan goa di puncak utara
Gunung Merapi, menjelang matahari menggelincir memasuki ufuk
tenggelamnya, seorang perempuan tua berpakaian biru gelap berambut panjang awutawutan berkelebat di depan mulut goa. Mukanya yang putih menjadi pertanda bahwa
dia adalah Nyi Bodong pendatang baru rimba persilatan yang belakangan ini tengah
mengejar manusia keji berjuluk Hantu Pemerkosa yang diyakininya adalah Pangeran
Matahari. Bagian dalam goa tampak gelap. Namun tanpa ragu Nyi Bodong terus saja melangkah
masuk. "Untung Kiai memberiku ilmu melihat di dalam gelap." Nyi Bodong membatin.
Memasuki goa Nyi Bodong melihat jejak-jejak kaki yang masih basah di lantai.
Dada si nenek berdebar. Di satu tempat dia menemukan sisa sobekan jubah kelabu
teronggok di lantai goa. "Aku terlambat lagi. Dia memang ada di tempat ini
sebelumnya."
Nyi Bodong kecewa besar.
Begitu melewati tikungan dalam goa, walau
penglihatannya agak redup namun Nyi Bodong mampu melihat empat rangkaian guratan
tulisan pada tiga dinding serta lantai goa. Sementara hidungnya mencium wangi
minyak kasturi.
"Lentera lblis....." ucap Nyi Bodong perlahan. "Di dinding ada petunjuk tiga
jurus kematian mengandalkan lentera. Aku punya dugaan ada bahaya baru dalam
rimba persilatan. Kemana aku harus mengejar". "
Nyi Bodong jongkok di lantai goa. Telapak tangan kanannya diletakkan di atas
jejak kaki yang ada dilantai.
Ketika dia mengalirkan hawa sakti ke atas jejak kaki, di lereng gunung sebelah
selatan. Pangeran Matahari yang
Bastian Tito 26 Lentera Iblis tengah berlari cepat merasa sesuatu menyengat telapak kaki kanannya hingga dia
nyaris tersungkur di tanah.
Bersamaan dengan itu Lentera lblis yang ada dalam buntalan jubah kelabu mendadak
menyala terang. Di dalam goa kini Nyi Bodong merasakan datangnya
serangan balik. Lantai yang masih ditempeli tangan kanannya mengepulkan asap.
Tangan terpental, tubuh terdorong keras, tersandar ke dinding goa.
"Bahaya besar! Apakah aku perlu memberi tahu Kiai sebelum melakukan pengejaran?"
Nyi Bodong berdiri agak terhuyung. Lalu nenek muka putih ini dengan cepat
tinggalkan tempat itu. Di satu tempat ketinggian dimana dia dapat melihat jelas
goa bekas kediaman Si Muka Bangkai itu, Nyi Bodong berhenti. Dua kaki dikembang.
Tangan kiri di angkat sebatas kepala, telapak di arahkan ke goa. Dari mulut
melesat keluar suara raungan seperti lolong srigala. Sunyi sesaat lalu terdengar
suara tawa cekikikan. Tangan kanan Nyi Bodong bergerak menyingkap bagian perut
pakaian birunya. Pusar bodong tersembul.
"Wuss! Wusss!"
Dua sinar biru berkiblat. Hanya dalam satu kejapan mata, goa di bawah sana
runtuh dan hancur. Longsoran tanah-serta tumbangan pepohonan bergemuruh
menimbun. Goa yang punya peran penting dalam rimba persilatan tanah Jawa itu
kini lenyap untuk selama-lamanya.
-- << 2 >> -Bastian Tito 27 Lentera Iblis 3 ANG SURYA masih belum menyembul di ufuk timur
namun di hutan jati itu cuaca sudah terang-terang S tanah. Di bawah sebuah pohon
besar Djaka Tua sibuk membelah batangan-batangan bambu. Hujan besar yang turun
malam tadi membuat gubuk beratap rumbia yang dihuninya bersama Nyi Retno Mantili
dan Kemuning mengalami bocor di beberapa tempat. Kawatir hujan akan turun lagi,
pagi-pagi sekali dia sudah bangun, mencari bambu dan dedaunan besar untuk
memperbaiki atap yang bocor.
Sementara bekerja kicau burung terdengar bersahut-sahutan. Membelah bambu
mengingatkan bekas pembantu Tumenggung Wira Bumi itu pada kejadian ketika
dirinya ditangkap oleh Nyai Tumbal Jiwo. Ditotok lalu dijepit di rerumpunan
bambu di tembok selatan gedung kediaman Wira Bumi yang waktu itu telah menjabat
sebagai Bendahara Kerajaan. Untung dirinya diselamatkan Nyi Retno. Itu sebabnya
pembantu ini mengangkat sumpah dalam hati, kemanapun Nyi Retno pergi dia akan
selalu mengikuti. Apapun yang terjadi dia akan membela walau harus menumpah
darah menyerahkan nyawa.
Terdengar suara berkereketan. Pintu gubuk terbuka.
Nyi Retno Mantili keluar sambil menggendong Kemuning, boneka kayu yang
dianggapnya sebagai anaknya yang hilang.
"Sepagi ini kau sudah sibuk. Apa yang kau kerjakan?"
bertanya Nyi Retno.
"Hujan malam tadi lebat sekali.Atap gubuk kita banyak yang bocor. Harus cepat
diperbaiki. Saya kawatir hujan turun lagi. Kasihan si kecil Kemuning kalau
sampai terkena tirisan air hujan. Dia bisa sakit."
Bastian Tito 28 Lentera Iblis Nyi Retno tersenyum. Walau sampai saat itu
pikirannya masih tidak waras namun ada kalanya ucapan yang menyentuh hati
membuatnya larut walaupun hanya untuk beberapa saat.
Djaka Tua tahu, sudah beberapa hari Nyi Retno tidak pergi mandi ke telaga kecil
tak jauh dari situ. Maka diapun bertanya. "Den Ayu, apa pagi ini Den Ayu akan
mandi di telaga bersama Kemuning?" Djaka Tua selalu memanggil majikannya itu Den
Ayu karena kalau dipanggil dengan nama Nyi Retno Mantili, perempuan muda yang
terganggu jalan pikirannya itu selalu marah karena katanya namanya bukan Nyi
Retno Mantili. "Uh, mandi di udara sedingin begini" Bisa sakit anakku. Entah kalau siangan
nanti." Nyi Retno Mantili menggeliat, mendekap boneka kayu lalu berkata.
"Sebetulnya atap itu tidak dibetulkanpun tidak jadi apa.
Bukankah kita selalu berpindah-pindah tempat tinggal"
Katamu untuk menjaga keamanan dan keselamatan.
Padahal aku tidak takut pada siapapun! Selama ini aku hanya mengikuti kemauanmu.
Sebenarnya mengapa kita selalu berpindah-pindah" Aku sudah betah tinggal di
gubuk itu. Udara di sini bagus. Ada telaga. Dan selama ini tidak ada mahluk yang
mengusik kita."
"Saya mengerti Den Ayu. Tapi belakangan ini di luaran banyak orang jahat
berkeliaran," jawab Djaka Tua.
Dia menatap perempuan malang itu seketika lalu menyambung ucapannya. "Den Ayu,
terakhir kali saya ke pasar tiga hari lalu, saya mendengar kabar. Tumenggung
Wira Bumi yang belum lama menjadi Bendahara Kerajaan sekarang telah diangkat
menjadi Patih Kerajaan ..."
"Ceritamu itu tidak ada artinya bagiku. Siapa Wira Bumi" Apa itu Tumenggung" Apa
itu Bendahara Kerajaan"
Apa pula itu Patih Kerajaan?"
Djaka Tua terdiam. Kembali hatinya merasa sedih karena sampai saat itu jalan
pikiran Nyi Retno masih
Bastian Tito 29 Lentera Iblis belum jernih. Gangguan jiwanya terlalu dalam dan parah.
lngin dia menerangkan bahwa Raden Mas Wira Bumi yang sekarang menjadi Patih
Kerajaan itu adalah suaminya.
Namun pembantu ini takut akan didamprat Nyi Retno.
Yang paling dikawatirkannya kalau-kalau keterangannya nanti akan membuat
perempuan malang itu bertambah parah sakit jiwanya. Kalau saja Raden Mas Wira
Bumi tidak menuntut ilmu sesat pada Nyai Tumbal Jiwo, tidak akan begini nasib
perempuan muda yang masih belum sampai berusia tujuh belas tahun itu.
Sedikit demi sedikit sang surya menyembul di ufuk terbitnya. Cuaca perlahanlahan menjadi terang.
"Den Ayu, selesai membetulkan atap saya bermaksud pergi ke pasar.
Persediaan makanan kita hanya cukup untuk satu hari."
"Ya, pergilah. Jangan lupa membeli pisang untuk Kemuning. Aku akan mengambil
uang ..." Setiap ke pasar Djaka Tua memang membeli pisang.
Pisang yang katanya untuk Kemuning tentu saja tidak pernah dimakan boneka kayu
itu hingga akhirnya selalu tinggal membusuk.
"Tidak usah Den Ayu. Sisa uang belanja tempo hari masih ada," jawab Djaka Tua.
"Kalau begitu, sebelum kau pergi ke pasar ada
baiknya aku dan Kemuning mandi dulu di telaga." Habis berkata begitu sambil
bernyanyi-nyanyi menggendong boneka kayu Nyi Retno Mantili melangkah pergi. Tapi
dia bukannya menuju telaga. Ketika melewati satu pohon besar yang salah satu
cabangnya meliuk rendah, perempuan ini enak saja melesat ke atas dan sesaat
kemudian dia sudah duduk berjuntai di atas cabang pohon, boneka kayu digendong
diayun-ayun. Lnilah kehebatan yang dimiliki Nyi Retno berkat ilmu yang diberikan
Kiai Gede Tapa Pamungkas padanya. Walau
Bastian Tito 30 Lentera Iblis pikirannya tidak waras namun dengan kuasa Tuhan dia memiliki kemampuan untuk
menyerap beberapa ilmu kepandaian yang dimasukkan sang Kiai ke dalam
tubuhnya. Sambil duduk uncang-uncang kaki Nyi Retno Mantili mulai menyanyi. Sebenarnva
Djaka Tua selalu merasa kawatir setiap kali Nyi Retno menyanyi. Dia takut ada
orang mendengar, mendatangi lalu menyelidiki atau berbuat jahat. Bagaimanapun
juga meski pikiran terganggu, keadaan tidak terawat, namun kecantikan Nyi Retno
Mantili tidak pupus. Sekali melihat wajahnya orang pasti akan tertarik. Apa lagi
yang namanya mata lelaki!
*** WALAU cuaca buruk, hujan gerimis turun dan pasar becek namun tetap saja Pasar
lmogiri ramai dikunjungi orang. Selesai membeli barang belanjaan, untuk melepas
haus dan mengurangi rasa lelah serta dingin Djaka Tua menyempatkan diri minum
air serbat di salah satu sudut pasar. Minuman hangat itu membuat tubuhnya segar
keringatan. Caping bambu yang sejak tadi menempel di kepala dibuka sebentar
untuk mengusap rambut serta keningnya yang basah oleh keringat.
Hanya terpisah beberapa belas langkah dari tempat Djaka Tua minum serbat ada
sebuah kedai makanan yang selalu ramai pengunjung. Dua orang di antara para tamu
yang sarapan di tempat itu adalah perajurit Keraton yang pernah bertugas di
gedung kediaman Wira Bumi semasa masih menjadi Tumenggung. Saat itu keduanya
sedang bebas tugas satu hari dan tidak mengenakan pakaian keperajuritan. Salah
seorang dari mereka sejak tadi memperhatikan Djaka Tua yang asyik menikmati
serbat hangat. Saat itu Djaka Tua telah membuka caping bambunya sehingga
wajahnya terlihat lebih jelas. Perajurit
Bastian Tito 31 Lentera Iblis yang satu ini kemudian menyikut rusuk temannya dan berkata.
"Gondo, coba kau perhatikan lelaki yang sedang minum serbat itu. Aku sangat
mengenali wajahnya.
Bukankah dia Djaka Tua pembantu di gedung
Tumenggung tempat kita pernah bertugas dulu?"
Perajurit bernama Gondo memandang ke arah yang ditunjuk kawannya, memperhatikan
lelaki berusia sekitar setengah abad yang duduk di bangku panjang tengah minum
serbat. Sebuah caping terletak di pangkuan. Di alas bangku di sebelahnya ada
sebuah keranjang berisi barang belanjaan.
"Supat, tampang dan potongan badannya memang
sama dengan Si Djaka Tua," berkata Gondo. "Tapi orang ini tidak memiliki punuk
di punggungnya"
"Walau ini memang aneh." kata perajurit bernama Supat. "Tapi aku tetap yakin dia
Djaka Tua pembantu di Gedung Tumenggung dulu.
Bagaimana kalau kita menyelidiki. .Jika dia memang Djaka Tua dan kita bisa
menangkapnya, pasti akan mendapat hadiah besar dari Raden Mas Wira Bumi. Apa
lagi beliau sudah menjadi Patih Kerajaan. Bagaimana kalau kita tangkap dia
sekarang juga?"
"Tunggu dulu, jangan kesusu. Menangkapnya soal gampang. Dia dikabarkan telah
mencuri bayi Nyi Retno Mantili, istri Raden Mas Wira Bumi. Kalau diam-diam kita
mengikutinya, besar kemungkinan dia akan membawa kita ke tempat dimana bayi itu
disembunyikan. Kalau kita mendapatkan bayi itu hadiah dari Raden Mas Wira Bumi
akan berlipat ganda. Malah tidak mustahil kita akan mendapat kenaikan pangkat
istimewa."
"Aku setuju jalan pikiranmu," kata Supat. "Lihat, dia sudah membayar tukang
serbat. Ayo kita ikuti."
*** Bastian Tito 32 Lentera Iblis DJAKA TUA bukan tidak tahu kalau ada dua orang berbadan tegap mengikutinya sejak
dia meninggalkan Pasar Imogiri. Dia tidak mau berpaling ke belakang untuk
memperhatikan wajah. Namun dari potongan tubuh dua penguntit dia yakin mereka
adalah perajurit Kerajaan. Jika orang menguntit dirinya pasti ada yang diincar
atau hendak diselidiki. Pembantu ini cukup cerdik. Kalau hutan jati tempat
beradanya gubuk kediaman Nyi Retno Mantili terletak di sebelah timur maka saat
itu dia sengaja berjalan ke arah barat.
Setelah sekian lama dan jauh mengikuti, orang yang dikuntit tidak sampai-sampai
ke tempat tujuan, Gondo dan Supat mulai curiga. Dua perajurit Keraton ini
langsung saja mengejar dan menghadang jalan Djaka Tua.
Djaka Tua pura-pura terkejut.
"Kalian ini begal atau apa" Aku tidak punya barang berharga untuk dirampok."
Ucap Djaka Tua.
"Setan alas! Kami bukan begal bukan perampok!"
bentak Gondo. "Kami ingin menyelidik siapa kau adanya!"
"Dulu kau punya punuk di punggungmu! Sekarang
tidak ada lagi. Apa yang terjadi dengan dirimu"!"
Menyambung Supat dengan bentakan pula.
"Ada-ada saja kalian. Aku tidak pernah punya punuk di punggung." Jawab Djaka
Tua. "Kalau kalian mau mencari orang berpunuk pergilah ke desa Getas di kaki
selatan Gunung Merbabu. Kabarnya di sana banyak lelaki perempuan yang punya
punuk di punggungnya."
Supat dan Gondo menyeringai.
"Kau pandai bicara!" ucap Gondo lalu merampas
keranjang di tangan kiri Djaka Tua, memeriksa isinya.
"lni belanjaan dapur. Untuk siapa kau membeli"!"
Bentak Gondo. "Aku yang belanja. Tentu saja untuk keperluanku sendiri di rumah!"
Bastian Tito 33 Lentera Iblis "Jadi kau punya rumah! Nanti tunjukkan pada kami dimana rumahmu!" Berkata Supat
sambil tepuk-tepuk bahu Djaka Tua.
"Di dalam keranjang ada pisang. Untuk siapa"
Makanan bayi?" Gondo menanyai dengan pandangan mata garang.
"Aku tidak punya bayi."
"Tentu saja karena kami tahu kau adalah perjaka tua!" hardik Gondo. "Jangan
bersandiwara. Kau kira kami tidak tahu siapa dirimu! Kau adalah Djaka Tua, dulu
pembantu di Gedung Tumenggung Wira Bumi. Kami
mengenalimu karena pernah bertugas beberapa hari di sana."
Walau dadanya berdebar karena orang sudah tahu pasti siapa dirinya namun Djaka
Tua pura-pura tersenyum dan gelengkan kepala berulang kali. "Keliru. Keliru
sekali. Namaku Lor Arta bukan Djaka Tua. Aku tidak pernah bekerja di Gedung Tumenggung."
"Dusta! Kau kira bisa mempermainkan kami"! Kau tengah menuju ke satu tempat.
Tapi sengaja berputar-putar untuk menipu kami! Sekarang juga bawa kami ke tempat
kediamanmu. Kau mencuri bayi Raden Mas Wira Bumi! Pisang dalam keranjang itu
pasti untuk makanan bayi! Dimana bayi itu kau sembunyikan hah!"
"Makin bingung aku mendengar ucapan kalian


Wiro Sableng 145 Lentera Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdua. Bayi" Bayi apa" Siapa Raden Mas Wira Bumi aku juga tidak tahu. Aku ingin
melanjutkan perjalanan. Harap jangan membuat susah orang desa seperti aku ini."
Supat dan Gondo tertawa gelak-gelak.
"Pandainya kau bersandiwara, Djaka Tua. Apa aku copot dulu salah satu tanganmu
baru kau mau bicara betul"!" Supat rnengancam sambil menghampiri Djaka Tua lalu
menyambar tangan kiri pembantu itu dan
memelintirnya ke punggung hingga Djaka Tua merintih kesakitan.
Bastian Tito 34 Lentera Iblis "Kau bakal tambah sengsara kalau terus menipu
kami. Sekarang juga tunjukkan di mana tempat
kediamanmu! Kalau kau berani menipu atau melarikan diri akan kami tanggalkan
anggota badanmu satu persatu!"
"Aku tidak punya salah apa-apa. Tuduhan kalian dibuat-buat! Dari pada menganiaya
diriku mengapa tidak membunuhku sekarang juga"!"
Djaka Tua sudah nekad. Dia lebih baik mati dibunuh orang dari pada memberi tahu
dimana tempat kediamannya yang berarti sama dengan membuka rahasia dimana beradanya Nyi Retno
Mantili. "Hebat! Berani menantang! Rasakan dulu ini!"
Tangan kanan Gondo berkelebat. Satu jotosan keras mendarat di ulu hati Djaka
Tua. Caping di kepala Djaka Tua terlempar. Tubuhnya yang kecil terlipat ke
depan. Dari mulutnya keluar suara jeritan keras lalu muntahkan darah segar!
"Manusia-manusia jahat! Mengapa tidak
membunuhku saja ..." ucap Djaka Tua dengan suara parau, muka pucat dan darah
berselomotan di mulut dan dagu.
Supat jambak rambut Djaka Tua lalu
menyentakkannya ke atas hingga lelaki berusia setengah abad ini tertegak
terhuyung. "Gondo! Hajar mulut dustanya biar dia tahu rasa!"
Mendengar ucapan kawannya, Gondo segera
layangkan satu jotosan keras ke muka Djaka Tua, tepat di arah mulut dan hidung.
"Praakk!"
Djaka Tuak menjerit keras. Tulang hidung patah, bibir atas pecah. Darah
mengucur. Supat lepaskan
jambakannya, Djaka Tua langsung roboh ke tanah, mengerang tersengal-sengal,
menahan rasa sakit luar biasa.
Bastian Tito 35 Lentera Iblis Jeritan keras Djaka Tua tadi sempat terdengar oleh dua orang yang kebetulan
lewat di tempat itu.
Gondo jongkok di samping Djaka Tua.
"Bagaimana rasanya" Kau akan lebih sengsara kalau tanganmu ini aku tanggalkan
dari persendian. Mau memberi tahu dimana tempat kediamanmu atau tidak"
Dimana kau sembunyikan bayi itu"!" Gondo cekal pergelangan tangan kanan Djaka
Tua erat-erat. "Aku mau kau membunuhku saat ini juga ..." jawab Djaka Tua. Suaranya parau
karena ada ludah campur darah di mulutnya. Pembantu ini memilih mati dari pada
membuka rahasia.
"Manusia tolol! Kau memilih sengsara!" Gondo pelintir pergelangan tangan Djaka
Tua. Ketika dia hendak membetot tangan itu tiba-tiba sepotong patahan ranting
melesat di udara lalu menancap di punggung kanan Gondo. Perajurit Keraton ini
menjerit setinggi langit. Kaget dan sakit. Tubuh terhuyung, cekalannya terlepas
dari pergelangan tangan Djaka Tua. Supat berteriak marah.
Berpaling ke belakang dia melihat dua orang melangkah mendatangi sambil cengar
cengir. Yang di sebelah kanan seorang kakek berkepala setengah gundul, mata dan
kuping lebar, mengenakan celana gombrong basah kuyup di sebelah bawah. Orang
kedua seorang pemuda berambut gondrong, berpakaian serba putih, berjalan cengar
cengir sambil garuk-garuk kepala!
"Kurang ajar! Siapa diantara kalian yang barusan melempar ranting melukai
temanku!" bentak Supat sementara Gondo terduduk di tanah. Darah membasahi bagian
belakang bajunya setelah tadi dengan paksa dia mencabut patahan ranting yang
menancap di punggungnya. "Aku orangnya!" menjawab si kakek yang bukan lain adalah Setan Ngompol sambi!
angkat tangan kiri lalu telapak diulap-ulapkan. "Memangnya kau mau juga" Aku
Bastian Tito 36 Lentera Iblis masih ada sepotong ranting lagi!" Setan Ngompol goyangkan patahan ranting yang
ada di tangan kanan lalu tertawa mengekeh.
Dijawab dan disikapi begitu rupa Supat jadi berang.
Dia melompat menyerbu si kakek. Tinjunya menderu deras ke muka Setan Ngompol.
"Bukkk!"
"Huuwee!" Setan Ngompol meledek sambil julurkan lidah.
Tinju Supat tenggelam ke dalam telapak tangan kiri yang dipakai menangkis oleh
Setan Ngompol. Lima jari tangan si kakek mencengkeram lalu berputar.
"Terbang!" Setan Ngompol berteriak keras. Kencing terpancar.
Supat merasa tangan dan tubuhnya disentak keras.
Saat itu juga tubuh tinggi besar perajurit Keraton ini benar-benar terbang
melesat ke udara sampai setinggi dua tombak. Walau memiliki dasar ilmu silat
yana cukup baik namun seumur hidup baru sekali itu Supat mengalami dilempar
lawan ke udara. Akibatnya dia jadi kelagapan tunggang langgang dan tak mampu
mencari selamat.
Supat terbanting bergedebuk, jatuh punggung di tanah!
Pemuda yang muncul bersama Setan Ngompol, si
rambut gondrong berpakaian serba putih yang tentunya adalah Pendekar 212 Wiro
Sableng tertawa gelak-gelak sambil menunjuk-nunjuk ke arah Supat yang tergeletak
di tanah. Rupanya perajurit ini cukup kuat juga. Setelah nanar terdiam beberapa
lama dia mulai bergerak lalu bangkit berdiri. Muka kelam membesi, tubuh bergetar
tanda hawa amarah yang menggelegak. Sementara itu dalam keadaan hidung dan mulut
cidera berat serta menahan sakit Djaka Tua masih sempat memperhatikan apa yang
terjadi. Dalam hati dia bertanya-tanya siapa adanya kakek dan pemuda yang telah
menyelamatkan dirinya itu.
Bastian Tito 37 Lentera Iblis "Tua bangka jahanam! Kau dan kawanmu mencari
mati! Kalian tidak tahu siapa kami! Kami adalah perajurit-perajurit Keraton di
Kotaraja!" Supat berteriak keras.
"Aha! Jadi kalian ini aparat Kerajaan rupanya. Lalu mengapa enak saja menyiksa
orang "!" tanya Setan Ngompol sambil dua tangan berkacak pinggang.
"Apa yang kami lakukan adalah urusan kami! jangan berani ikut campur! Kalian
berdua lekas minggat dari tempat ini!" Gondo membentak. Perajurit yang terluka
pada punggungnya ini sudah mampu berdiri walau terhuyung-huyung dan muka pucat.
"Dua keparat tidak tahu juntrungan! Manusia yang kami hajar itu adalah penculik
bayi Patih Kerajaan! Kalian hendak melindunginya" Kalian berdua akan kami buat
busuk dalam penjara!" teriak Supat.
"Seorang bertubuh kecil, bertampang tolol begini rupa dituduh menculik bayi
Patih Kerajaan. Dihajar habis-habisan. Luar biasa! Bagaimana menurutmu, Wiro?"
Setan Ngompol delikkan mata pada Supat yang barusan bicara lalu berpaling pada
Pendekar 212. Murid Sinto Gendeng pencongkan mulut, menggaruk kepala lalu menjawab. "Luar
biasa! Aku tidak percaya dia penculik!"
"Manusia-manusia sinting! Kepala kalian pantas dipisahkan dari badan!" teriak
Supat. Lalu dari balik pakaian gombrongnya dia menghunus sebilah golok pendek.
Senjata ini tampak angker karena warnanya tidak berkilat tapi hitam penuh
karatan. Menurut orang yang tahu warna hitam serta karatan itu adalah bekas
darah orang yang pernah dibunuh Supat, tidak diseka dibiarkan kering sendiri.
Selain memiliki ilmu silat tangan kosong, Supat juga menguasai ilmu memainkan
golok yang disebut "Tiga Jurus Rajawali Terbang". Selama ini telah banyak lawan
yang roboh dihajar goloknya. Namun dia tidak tahu tengah
Bastian Tito 38 Lentera Iblis berhadapan dengan siapa ketika dia menyerbu ke arah Setan Ngompol. Seharusnya
ketika tadi dirinya dibuat terbang oleh si kakek dia sudah tahu diri. Namun
amarah membuat dia tidak mampu berpikir jernih, juga temannya yang bernama
Gondo. "Tabas lehernya Supat! Cincang tubuhnya!" teriak Gondo memberi semangat.
Golok di tangan kanan Supat berkelebat ganas.
Menderu deras mengarah kepala Setan Ngompol dalam kecepatan luar biasa.
Perajurit Keraton ini terperangah ketika Tiga Jurus Rajawali Terbang yang
Naga Sasra Dan Sabuk Inten 35 Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Kelelawar Hijau 1

Cari Blog Ini