Ceritasilat Novel Online

Jurus Tanpa Bentuk 12

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 12 delapan penjuru mata angin, yang kemudian juga menjadi semacam wilayah kekuasaannya, dengan satu wilayah tersisa, yakni wilayah tengah yang diperebutkan oleh siapa pun yang masih menghendaki gelar naga. Tiada seorang pun tahu, siapakah dari antara para naga ini yang paling sakti dan tiada terkalahkan. Suatu keinginan yang semakin sulit dipenuhi karena di antara para naga ini lantas terjadi semacam persekutuan, dengan terbentuknya Musyawarah Sembilan Naga. Ini berarti menantang naga yang satu harus juga berarti siap menghadapi delapan naga yang lain, meski hubungan antarnaga ini bukanlah suatu hubungan persaudaraan maupun seperguruan. Musyawarah Sembilan Naga itu terbentuk hanya oleh kesamaan kepentingan, yakni kekuasaan atas dunia persilatan. Maka inilah yang terjadi, para pendekar tak terkalahkan harus saling berhadapan dan saling membunuh sebelum TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sempat menghadapi para naga yang semakin sulit dicari di mana gerangan keberadaannya. Cahaya Kota Kapur telah berada di hadapanku. Kami berada di puncak bukit ketika hari menjelang senja. Langit merah keemasaan. Ia mengangkat pedangnya yang memantulkan cahaya. Ada berapa banyak ilmu pedang di dunia ini" Aku menunggu saat dia menyerang. (Oo-dwkz-oO) Episode 68: [Dua Pedang Menulis Persandingan] Cahaya Kota Kapur. Nama apakah itu" Seperti bukan gelar seorang pendekar. Namun barangkali nama itu adalah nama yang diberikan kepadanya karena sesuatu yang terdapat dalam ilmunya. Telah kudengar selintas tentang penduduk Kota Kapur yang seluruh tubuhnya berlumur kapur. Apakah yang dimaksudkan dengan Cahaya" Mungkinkah ia seorang pendekar yang begitu penting bagi Kota Kapur itu" Aku belum melupakan kalimat dari prasasti yang disalin itu. Aku tidak mengira betapa dalam dunia persilatan harus kuhadapi begitu banyak ilmu gaib. Aku tidak terlalu suka ilmu gaib karena aku selalu menganggapnya sebagai bukan ilmu silat, tetapi dalam kenyataannya ilmu silat nyaris tidak terpisahkan dari ilmu gaib. Pernah kunyatakan betapa ilmu silat itu dalam penceritaan kembali telah menjadi susastra, maka dalam hal ini sungguh ilmu gaib telah meningkatkan kesusastraannya. Cahaya Kota Kapur berwajah tampan, berkumis tipis yang sebagian sudah beruban, dan tampak kepercayaan dirinya besar sekali. Aku mengetahui kehadirannya selalu hanya beberapa kejap sebelum ia memperlihatkan diri, yang menandakan betapa ilmu meringankan tubuhnya memang tinggi sekali. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Pendekar, benarkah dikau tidak bernama"'' ''Ya, aku tidak pernah mempunyai nama...'' Ia tersenyum. ''Tidakkah dikau menghendaki sebuah nama untuk dirimu sendiri, sekadar untuk membedakan dirimu dengan yang lain"'' Kini kupaksakan diriku tersenyum, karena percakapan seperti ini bagiku sangat membosankan. ''Cahaya Kota Kapur, dikau menantangku bertarung, ataukah bercakap-cakap" Waktuku tak banyak untuk melayanimu.'' Kalimatku seolah-olah belum selesai ketika kusadari ujung pedangnya sudah berada di dekat leherku. Aku berkelebat menghindar dan kami berdua segera menjadi segulungan cahaya yang tidak terlihat mata orang biasa. Dengan segera kualami artinya nama Cahaya Kota Kapur. Bukan saja kelebat tubuhnya yang menjadi cahaya mesti diimbangi dengan kecepatan melebihi cahaya, tetapi betapa setiap kali pedangnya kutangkis, entah bagaimana caranya meletuplah dari pedang itu serbuk kapur yang berhamburan di udara. Aku memainkan Ilmu Pedang Naga Kembar, dengan sepasang pedang hitam yang muncul dari dalam tangan sebagai warisan Raja Pembantai dari Selatan. Paduan keduanya memang luar biasa. Membuatku senang memainkannya dan tidak berusaha terlalu cepat menyelesaikan pertarungan. Meskipun suatu pertarungan yang berbahaya sebaiknya diselesa ikan dengan segera, karena dalam pertarungan tingkat tinggi kelengahan sekejap sudah berarti kematian, aku tidak dapat menahan godaan untuk memperagakan Ilmu Pedang Naga Kembar bagai memperagakan keindahan sebuah tarian, meski pertarungan ini tidak ada penontonnya. Aku merasakan diriku lebih sebagai TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ penari yang lebih peduli kepada gerak daripada seseorang dari rimba hijau yang ingin selalu menundukkan lawan. Begitulah aku berputar-putar dan melenting-lenting mengitari Cahaya Kota Kapur. Setiap kali pedang kami beradu berhamburanlah serbuk kapur selembut tepung ke manamana. Udara penuh serbuk memutih karena serbuk kapur itu, lelatu api berkilatan karena perbenturan pedang sebentarsebentar terlihat di antaranya. Benturan logam terdengar sebagai dentingan halus dalam gulungan cahaya pertarungan kami yang cepat, sangat cepat, dan begitu cepatnya sehingga tidak bisa diikuti mata orang biasa. Kemudian kusadari kehebatan kedua pedang hitam di tanganku yang bagaikan terisi jiwa seorang pembunuh itu. Kedua pedang itu ternyata mampu menyerap habis serbukserbuk kapur yang beterbangan di udara tersebut, tepat ketika aku sudah tak tahan lagi menahan nafas terus menerus dalam pertarungan secepat itu. Saat udara menjadi bersih, Ilmu Pedang Naga Kembar telah sampai kepada Jurus Dua Pedang Menulis Kematian. Maka kupilih percakapan antara Nagasena dan Raja Milinda tentang Jatidiri dan Kelahiran Kembali yang akan mengakhiri riwayat Cahaya Kota Kapur, yang tentu saja juga akan lahir kembali: Sang Raja bertanya: ''Jika seseorang lahir kembali, wahai Yang Mulia Nagasena, apakah dia adalah seseorang yang baru saja mati atau yang lain"'' Yang dituakan itu menjawab: ''Ia bukan yang sama maupun lainnya.'' ''Berikan daku gambaran!'' "Apakah yang Paduka pikirkan, wahai Raja Besar" Ketika Paduka berwujud bayi kecil, baru saja lahir dan sangat lemah, apakah itu Paduka seperti sekarang yang sudah dewasa?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Bukan, bayi itu adalah seseorang, daku sekarang yang dewasa, adalah seseorang yang lain." "Jika demikian, maka, wahai Raja Besar, Paduka tidak mempunyai ibu, tidak mempunyai bapak, tidak mencapai sesuatu dan tidak bertahap! Apakah kita akan menganggap bahwa terdapat seorang ibu bagi janin pada tahap pertama, yang lain pada tahap kedua, yang lain lagi pada tahap ketiga, berbeda lagi pada tahap keempat, masih berbeda pada sang bayi, dan lain lagi bagi yang telah dewasa" Apakah bocah yang tertahapkan ini satu orang, dan yang dilahirkan bocah berbeda" Apakah yang melakukan kejahatan seseorang, tetapi yang tangan dan kakinya dipotong adalah orang lain?" "Jelas tidak! Namun apakah yang akan dikau katakan, Yang Mulia, dengan semua itu?" Yang dituakan menjawab: "Aku pun bukan bayi kecil, yang baru lahir dan masih lemah, maupun yang dewasa; tetapi semuanya melebur dalam kesatuan tubuh ini." "Berikan daku perbandingan!" "Jika seseorang menyalakan api penerangan, bisakah memberi penerangan sepanjang malam?" "Ya, bisa." "Apakah api yang membakar pertama kali sama dengan yang membakar kemudian?" "Tidak, tidak sama." "Ataukah api yang membakar kemudian itu sama dengan api yang membakar pada saat terakhir?" "Tidak, tidak sama." "Apakah dengan begitu kita menganggap terdapat satu lampu pada saat dinyalakan pertama kali, dan lampu lain kemudian, dan lampu lain lagi pada saat terakhir?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Tidak, itu karena cahaya lampu memancar sepanjang malam." "Meskipun begitu kita harus memahami persandingan dari suatu rangkaian kesinambungan dharma. Saat kelahiran kembali dharma terbit, sementara yang lain berhenti; tetapi dua keberlangsungan itu mengambil tempat secara bersama dan bersambung. Maka, tindak pertama kesadaran dalam keberadaan baru, juga taksama dengan tindak terakhir kesadaran dalam keberadaan sebelumnya, dan taksama juga dengan yang lain-lainnya." "Berikan kepadaku perbandingan lain!" "Susu, sekali pemerahan susu selesai, beberapa saat kemudian menjadi dadih; dari dadih menjadi mentega mentah; dan dari mentega mentah menjadi mentega masak. Sekarang apakah boleh dikatakan bahwa susu adalah sama dengan dadih, atau mentega mentah, atau mentega masak?" "Tidak, tentu tidak. Namun mereka terbentuk karena susu." "Begitu juga mesti dipahami persandingan dari rangkaian dharma yang berkesinambungan." Saat itulah Cahaya Kota Kapur tak bisa menghindar lagi, karena dalam Jurus Dua Pedang Menulis Kematian, sebetulnya kematian sudah dipastikan. Adalah kesaktian dan kecepatannya yang luar biasa saja, membuat begitu banyak aksara harus dituliskan oleh kedua pedangku untuk menyelesaikan perlawanannya. Harus kuakui itu pun bukan perkara mudah, karena ia mengenal aksara yang semula kugunakan. Semula kugunakan aksara Pallawa, ketika kuketahui ia bukan hanya mengenal aksaranya, tetapi juga mengenal kutipan dari ajaran Nagasena, maka kuubah aksaranya ke aksara Kawi, yang rupanya tak terlalu dikuasainya dan saat itulah pertahanannya berantakan. Namun aku tidak menulis aksara apa pun di tubuhnya. Suatu hal yang selalu dilakukan Pendekar Aksara Berdarah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang pernah kusaksikan pertarungannya, yang membuatku tergerak untuk mengembangkan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian sebagai suatu jurus yang meminjam tulisan tertentu secara harafiah. Pendekar dari tanah seberang itu terkapar bagaikan tanpa luka, tetapi goresan luka terkecil pun yang berasal dari pedang hitam warisan Raja Pembantai dari Selatan tentu saja tidak akan pernah membiarkan siapa pun selamat. Dengan segenap kemampuanku telah kuusahakan suatu kematian yang tidak menyakitkan, tetapi kematian yang diakibatkan oleh kedua pedang hitam yang bisa masuk sendiri ke dalam kedua tanganku itu tetap saja berbeda dari akibat luka dari pedang biasa. Racun dalam kedua pedang hitam itu adalah racun yang telah dimatangkan dayanya oleh darah para korban. Tiada racun lain yang bisa menandinginya. Kudekati Cahaya Kota Kapur, ia tampak menahan rasa sakit yang teramat sangat. "Terima kasih atas pertarungan ini," katanya, "carilah para naga, dan kalahkan mereka..." Lantas ia menghembuskan napas penghabisan. Saat itu hari menggelap, meski langit masih menyisakan cahaya kemerah-merahan. Dalam sekejap segera kutinggalkan tempat itu. Dari kejauhan terlihat api dari pancaka seadanya yang kudirikan bagi pembakaran jenazah Cahaya Kota Kapur. Apinya yang merah menyala-nyala di atas bukit, bagai berusaha menjilat-jilat langit yang juga semburat merah bagaikan terbakar. Ketika api itu akhirnya padam, langit pun menjadi gelap, dan aku pun berkelebat dalam kegelapan meneruskan perjalananku. (Oo-dwkz-oO) DEMIKIANLAH aku meneruskan perjalanan dalam kegelapan sambil memikirkan sesuatu, bahwa siapa pun yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ berusaha mencapai kesempurnaan dalam ilmu persilatan di sungai telaga Yavabhumipala cepat atau lambat harus menghadapi para naga yang mana pun jua. Bukankah para naga mendapatkan gelarnya juga sebagai usaha mencapai kesempurnaan dalam dunia persilatan dengan cara menempur semua orang yang menyoren pedang dari tiga golongan sampai tak terkalahkan lagi" Gelar Naga adalah gelar yang Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo didapatkan sebagai pengakuan atas suatu wibawa. Dengan kata wibawa maka berarti pemegang gelar Naga itu bukan sekadar diakui ketinggian ilmu silatnya, karena ia pasti tidak terkalahkan; tetapi lebih penting adalah betapa ia lebih disegani daripada ditakuti. Sebenarnyalah gelar Naga juga memberi arti seorang pelindung dan kepada merekalah siapa pun yang lemah dan tidak berdaya meminta pertolongan. Namun sejauh dapat kupikirkan perjalanan waktu telah mengubah makna itu. Jika para naga tidak saling menempur, bukan saja itu berarti masing-masing dari mereka belum boleh dikatakan mencapai kesempurnaan dalam ilmu s ilatnya, tetapi juga bisa dikatakan telah membelokkan tujuan dalam pembelajaran ilmu persilatan. Apakah mereka masing-masing takut kalah" Jika memang demikian, sudah pasti gelar Naga itu tidak berhak lagi mereka sandang karena betapapun terdapat lawan di depan mata yang sama sekali belum mereka tundukkan; dan itu berarti tujuan seorang pendekar dalam jalan pedang untuk mencapai kesempurnaan, meskipun melalui kematian, telah mereka hindari. Sebaliknya, seperti telah disampaikan pendekar Cahaya Kota Kapur, mereka bagaikan menjauh dari para penantang, dengan menyebarkan semacam ketentuan baru, bahwa para penantang haruslah lebih dahulu merupakan pendekar tak terkalahkan di antara para pendekar tak terkalahkan. Dengan cara ini, sangat mungkin tak seorang pun dari para naga itu akan pernah mendapat penantang, karena para penantangnya akan terus saling berbunuhan dari waktu ke waktu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sebaliknya, kudengar kemudian bahwa para naga ini telah menjadi raja-raja kecil yang sulit digapai, bukan saja karena sangat sulit menemukan tempat mereka bermukim yang sangat dirahasiakan, tetapi juga karena mereka memasang barisan pengawal pribadi secara berlapis-lapis dengan ketat sekali. Dengan cerita semacam ini aku tidak mendapat kesan atas keberadaan para naga sebagai seorang pendekar yang mengembara dari pertarungan satu ke pertarungan lain untuk menggapai kesempurnaan ilmu silat; mereka memang melakukannya dahulu, tetapi untuk membangun kekuasaan. Semua itu tentunya hanyalah pernah kudengar. Dalam negeri seperti ini kita tidak dapat membedakan antara warta dan cerita, karena setiap penyampai wacana tiada terhindar pastilah tergoda untuk memberikan penafsirannya. Lagi pula bagi dunia awam, dunia persilatan bagaikan suatu dongeng tiadalah yang dapat menghalangi pencerita mana pun untuk melibatkan kesan. Setiap, warta nyaris tidak pernah diselidiki, bahkan segera terceritakan kembali tanpa kehendak maupun kewajiban untuk setia kepada sumber penceritaan. Dengan demikian segala cerita memang tercatat dalam kepalaku, tetapi kutunda untuk mempercayainya tanpa bukti, meski terhadap setiap cerita itu tentu terdapat cara untuk menggali kenyataannya sendiri. Dalam hal Naga Hitam, sebelum kudengar segala cerita tentang dirinya, telah kualami bagaimana harus kuhadapi segenap pembunuh yang dikirimkannya, tanpa pernah terjamin apakah perburuan itu telah dihentikannya sekarang. Kutahu perhatian Naga Hitam sedang terarah ke istana, suatu kehendak yang mendapat jalan ketika pihak istana memanfaatkan jasanya untuk menyebar kengerian dengan berbagai bentuk pembunuhan. Namun para juru siasat istana yang tentu saja sangat berpengalaman dalam permainan kekuasaan takpernah berhubungan langsung dengan Naga Hitam. Mereka menggunakan guhyasamayamitra atau perkumpulan rahasia Cakrawarti sebagai penghubung, dan menghindari hubungan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ secara langsung yang sangat berbahaya bagi kedudukan istana jika klialayak mengetahuinya. Maka ketika kubongkar rahasia persekongkolan ini di tengah pembangunan candi raksasa Bhumisambharabuddhara itu, serangan balik hanya terarah kepada jaringan kejahatan yang dikelola orang-orang Naga Hitam. Takpernah diketahui betapa segenap pembunuhan mengerikan dengan tujuan menyebar kengerian itu memang berasal dari istana, supaya peranan kerajaan tampak menjadi penting lagi. Aku tidak mendengar lagi perkembangan yang terjadi setelah peristiwa tersebut, tetapi sejauh yang kuketahui tentang para kadatuan gudha pariraksa atau pengawal rahasia istana, aku yakin jaringan kejahatan Naga Hitam akan mendapat kesulitan yang sangat berarti. Meskipun Naga Hitam sendiri kuyakini Sakti, tetapi tingkat ilmu silat para pengawal rahasia istana yang tinggi dan cara kerjanya yang penuh perhitungan serta siasatnya yang cerdas pasti mampu mengobrak-abrik jaringan kejahatan Naga Hitam. Untuk itu semua, kutahu pembalasan Naga Hitam akan ditujukan kepada diriku. Hmmm. Bukankah aku mengasingkan diri selama sepuluh tahun memang agar siap menghadapi Naga Hitam" Semenjak aku keluar dari gua juga sudah kukembangkan ilmu silatku sampai berlipat ganda. Dengan Jurus Bayangan Cermin bukankah telah kuserap hampir semua ilmu dari setiap lawan yang menghadangku" Dengan pemahaman barn atas Benih Aksara Cawan Matahari bukankah telah kukembangkan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian sampai takterlawan lagi" Sedangkan ilmu warisan Raja Pembantai dari Selatan jelas memberi jaminan atas kemampuanku untuk melawan ilmu-ilmu golongan hitam terjahat, mulai dari ilmu racun, ilmu s ihir, maupun segala jenis ilmu silat mereka yang tidak pernah terlepas dari bantuan dunia gaib. Apa lagi yang masih kutunggu" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Memang benar aku sangat percaya betapa gelar Naga bukanlah gelar yang kosong sebagai bukti betapa seseorang takterkalahkan, tetapi betapapun memang sudah tiada lagi nama besar yang harus kutantang dan kuhadapi untuk mencapai dan mengukur kesempurnaan. Sejumlah nama pendekar takterkalahkan yang sering disebut-sebut orang ternyata sudah mengundurkan di, dunia persilatan. Menantang para naga kini menjadi suatu keharusan, hanya terhadap Naga Hitam aku mempunyai alasan takterelakkan, bahwa harus dengan suatu pertarungan penghabisan urusan kami akan terselesaikan. Demikianlah aku berjalan menembus malam, tenggelam dalam pikiranku tanpa menyadari betapa lebih dari seratus orang telah mengintaiku di kiri kanan jalan maupun di balik semak dan di atas pepohonan. (Oo-dwkz-oO) Episode 69: [Mandala dalam Kurungan] Penyergapan mendadak itu sudah diperhitungkan, dan siapa pun yang mengalami penyergapan seperti itu niscaya tiada dapat meloloskan diri. Seratus pisau terbang berdesing ke arahku dari segala jurusan. Tanpa berpikir lagi aku melenting ke atas dengan tujuh putaran. Sesampainya di atas, sebelum turun kembali, kedua pedang hitam dengan sendirinya muncul dari kedua tanganku. INILAH saat yang menentukan, karena saat yang selanjutnya hanya bisa berarti kedua pedang itu menuliskan kematian para penyergap itu. Namun sudah kukatakan tadi betapa penyergapan itu sudah diperhitungkan. Maka pada saat aku sedang akan berkelebat membantai, empat tali jerat yang liat dan bagaikan berkehendak seperti ular telah melingkari kedua tangan dan kakiku. Tubuhku langsung TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ terpentang dengan tali-tali merentang ke empat jurusan. Kedua pedang hitam itu dengan sendirinya masuk kembali ke dalam tanganku. Maka kuperberat tubuhku begitu rupa sehingga tali-tali yang liat itu tidak dapat menahanku turun ke bawah. Namun tindakan ini pun rupanya sudah diperhitungkan, karena ketika aku tiba di bawah rupanya sudah terdapat dasar sebuah kurungan bambu. Baru aku menyentuhnya, empat dinding kurungan datang merapat dari empat arah. Apakah ini berarti aku dapat melompat ke atas" Aku belum selesai berpikir ketika angin pukulan tenaga dalam dari empat jurusan memaksaku menangkisnya, jika aku tidak ingin terkapar muntah darah. Bukan hanya tertangkis, angin pukulan Telapak Darah yang dengan peleburan ilmu-ilmu Raja Pembantai dari Selatan telah menjadi beracun, ternyata mengenai pula keempat penyerang tersebut. Empat sosok jatuh dari pohon dalam keadaan sudah tidak bernyawa, tetapi tak sempat kulakukan apa pun terhadap atap kurungan yang melayang dari atas. Brrrggg! Enam bidang kurungan, empat dinding dan dua bidang sebagai dasar dan atap, langsung saling mengunci. Trrrkk! Aku langsung terkurung bagaikan binatang rimba masuk jebakan. Empat pelempar tali jerat menarik talinya masingmasing sehingga kedua tangan dan kakiku kembali terpentang. Lantas dari balik setiap celah kurungan bambu ditusukkan puluhan tombak tanpa ada yang luput. Bukan untuk membantaiku, melainkan sekadar untuk mengunci tubuhku. Jadi aku terpentang mengambang dalam kurungan karena disangga tombak-tombak yang mengisi segenap celah kurungan. Menggerakkan tubuh pun aku tidak akan mampu. Namun ketika dalam keadaan seperti ini tombak-tombak selanjutnya ditusukkan pula, kali ini benar-benar untuk membantaiku, kukeraskan tubuhku dengan tenaga dalam setiap kali mata tombak itu menyentuhku kulitku, sehingga patah begitu saja bagaikan terbuat dari tanah liat. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Kurang ajar! Rupa-rupanya dia kebal!'' Aku sama sekali tidak kebal. Siapa pun yang tenaga dalamnya lebih tinggi dariku tentu akan mampu menusukkan apa pun ke dalam tubuhku, meskipun itu hanya selembar daun bambu. ''Angkat saja kalau begitu! Biarlah Paduka Y ang Mulia Naga Hitam sendiri mencungkil bola mata astacandala ini!'' Ah, rupanya gerombolan Naga Hitam yang sedang kupikirkan itu! Siapakah yang layak bergelar astacandala sebenarnya" Aku atau mereka" Dengan jalan yang ditempuh Naga Hitam sekarang, ia yang dahulu termasuk pendekar golongan merdeka, apabila mengumpulkan orang-orang jahat yang tersempal dari masyarakatnya seperti sekarang ini, boleh dianggap telah bergabung dengan golongan hitam. Sebenarnya Naga Hitam bukanlah orang yang menempuh jalan kejahatan itu sendiri, melainkan karena hanya golongan hitam yang sejalan dengannya untuk diajak berperan dalam permainan kekuasaan. Suatu kehendak yang harus dibayarnya dengan keterpencilan dan keterasingan dari dunia persilatan. Para pendekar golongan putih dengan sendirinya akan menjadi lawan, sedangkan para pendekar golongan merdeka tidak akan pernah lagi menghargainya sebagai seorang pendekar. Betapa menggiurkannya kekuasaan bagi Naga Hitam, sehingga dilepaskannya kehormatan seorang pendekar dalam dunia persilatan! Namun adalah kekuasaan jua kini yang sedang mengejarnya ke mana pun jaringannya bersembunyi. Para pengawal rahasia istana yang terlatih dalam penyelidikan dan pembasmian setiap gerakan pengkhianatan terhadap negara rupanya telah berhasil menyudutkan mereka. Kini, sebagai pembongkar rahasia pengkhianatan itu, gerombolan Naga Hitam telah berhasil menangkapku. ''Astacandala! Kali ini dikau benar-benar akan mati!'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Dendam mereka tampaknya memang meluap-luap, tetapi mereka tidak tahu cara membunuhku. Sebaliknya, dalam diriku sekarang terhimpun segala macam ilmu sihir dan ilmu racun yang ingin benar kuujikan kepada gerombolan penjahat ini. Kupejamkan mataku dan melalui ilmu pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang kuketahui jumlah mereka 120 orang, dikurangi empat orang yang tewas karena pukulan Telapak Darah. Keempat orang yang tewas itu, mengingat tingkat tenaga dalamnya, kurasa merupakan petinggi rombongan ini. Jenazah keempatnya dinaikkan ke kuda mereka masing-masing, dan rombongan ini segera berangkat sambil berlari. SERATUS enam belas orang berlari secara terjaga dalam kegelapan, sebagian orang berlari sambil mengangkat kurungan. Aku tetap berada dalam keadaan hanya dapat melihat tanah di bawah. Sempat kulihat mereka semua berkancut dengan kain yang sudah kumal, berdestar dengan kain yang juga tak berwarna lagi, dan semuanya bersenjata pisau panjang serta pedang. Kukenal suatu ilmu silat yang memainkan kedua senjata ini, pedang untuk membabat dan memancing tangkisan, pisau panjang menyambar tanpa terlihat setiap saat terbuka pertahanan. Barangkali Naga Hitam telah mengembangkan ilmu itu untuk pertempuranberkelompok, mengingat kegiatannya kemudian yang lebih sering membutuhkan banyak orang. Mereka berlari cukup cepat. Kupikir, semakin aku bisa memperlambat perjalanan ini, semakin aku berpeluang untuk selamat. Meskipun aku telah meningkatkan kemampuan tenaga dalamku berpuluh kali lipat, yang kuperhitungkan mampu mengimbangi tenaga dalam seorang Naga Hitam, aku tidak boleh terlalu percaya diri untuk merasa mampu menghadapinya dalam keadaan terikat seperti ini. Semakin aku bisa memperlambat laju rombongan ini, semakin besar kemungkinan gerombolan ini belum sampai di tempat TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tujuannya pada saat hari terang. Jadi aku diam-diam mulai meludah ke tanah. Rombongan ini cukup cerdik karena sebagian besar telah memisahkan diri berikut empat kuda yang membawa empat jenazah. T inggal lima puluh orang mengawalku, dua puluh di depan dan dua puluh di belakang, sementara sepuluh orang mengangkut kurungan. Kurasakan jalan mulai mendaki, jadi aku harus bertindak cepat sebelum mereka memasuki daerah yang semakin terpencil. Adapun yang kuludahkan adalah racun. Ya, aku mampu membuat ludahku beracun dan mematikan. Meski bagi mereka Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo yang tanpa sengaja menginjak ludahku, hanya akan kesemutan, kehilangan rasa, sebelum akhirnya mengalami kelumpuhan. Sejumlah orang di bagian belakang mulai terguling tanpa sebab yang jelas. Mereka hanya merasa kesemutan, dan karena kehilangan rasa maka bagai tak berpijak, dan ketika terguling tak bisa menggerakkan kakinya lagi. Mula-mula rombongan masih berhenti sebentar untuk menolong. Perjalanan dilanjutkan dengan meninggalkan satu orang untuk memapah, tetapi ketika terjadi lagi beberapa kali karena aku memang terus menerus meludah agar terinjak, siapa pun yang terguling ditinggalkan begitu saja tanpa dipedulikan. Jelas kemarahan Naga Hitam bagi mereka jauh lebih mengerikan daripada nasib malang teman-temannya itu. Demikianlah rombongan masih terus berlari terengahengah dalam kegelapan ma lam. Namun kurasakan kesejukan udara pagi hari. Meskipun bumi masih gelap gulita, dunia akan segera kembali menjadi terang. Aku tak tahu apa artinya kecuali bahwa kemungkinan untuk selamat lebih pantas jadi harapan. "Cepat! Cepat! Kita harus tiba sebelum hari terang!" Namun seorang demi seorang terus terguling lagi. Sampai tiada lagi orang di depan, karena semuanya mengangkut kurungan. Aku terus meludah. Kubayangkan sepanjang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ perjalanan orang-orang bergelimpangan. Tidak mati. Hanya lumpuh tanpa kejelasan. Urutannya jelas mengarah ke tempat bermukim Naga Hitam. Apakah aku harus berhenti meludah" Tali liat yang menjerat kedua kaki dan tanganku sehingga terpentang begini diikatkan pada empat sudut kurungan. Tibatiba saja kurasakan keempatnya mulai mengendor, meski tidaklah begitu kendornya sehingga aku tetap saja terpentang, apalagi dengan adanya tombak-tombak yang mengganjal tubuhku. Seseorang telah menolongku! Namun aku tetap saja tak bisa bergerak dengan adanya tombak-tombak itu. T inggal sepuluh orang berjalan terengahengah, takkuat berlari lagi, mungkin juga karena jalanan mulai mendaki. Aku belum bisa mengambil keputusan, apakah memancing para penyelidik kerajaan menyelidiki urutan mayat sampai ke tempat bermukim Naga Hitam, ataukah siap menghadapi segala kemungkinan dalam keadaan tetap seperti sekarang. Aku jelas tetap akan dibunuh, karena tombak-tombak yang takberhasil menembus tubuhku tadi memang dimaksudkan untuk membunuhku. Apakah yang akan dilakukan Naga Hitam jika melihat diriku dalam keadaan seperti ini" Aku akan sangat senang jika ia memilih untuk bertanding, tetapi aku meragukan kemungkinan itu karena kesempurnaan dalam ilmu silat sudah tidak menjadi tujuannya lagi, yang juga berarti ia sudah tidak s iap untuk mati. Bahwa ilmu s ilatnya begitu tinggi, sehingga ia menjadi salah satu di antara para naga, tidaklah kuragukan sama sekali, tetapi kehendak untuk menikmati kekuasaan sungguh membuat orang menjadi sangat malas untuk mati. Sikap seorang pendekar yang hanya hidup dengan pedang dan pakaian yang melekat di badan sungguh jauh dari dirinya. DISEBUTKAN selain sering berpesta pora dengan para tokoh golongan hitam, Naga Hitam mempunyai istri sampai 20 orang. Para perempuan itu dipersembahkan oleh berbagai TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kelompok golongan hitam yang membutuhkan perlindungan Naga Hitam. Begitu juga dengan segala kebutuhan dan kemewahan berlimpah yang dinikmati perguruannya. Namun pasukan pengawal rahasia istana pasti telah membuat kenikmatan hidupnya terganggu. Aku telah membunuh murid-muridnya, aku telah mengacaukan rencana-rencananya untuk berperan dalam permainan kekuasaan. Semua itu tanpa kumaksudkan memusuhi dirinya. Jalan semakin mendaki. Di sebelah kanan terdapat tebing, di sebelah kiri jurang menganga. Aku masih berpikir ketika tiba-tiba kunci yang saling mengikat kurungan terlepas. Para pengangkut kurungan itu pun tiba-tiba terjerembab sehingga kurungan yang masing-masing bidangnya semula terikat erat jatuh berdebam dan berantakan. Aku ikut jatuh tetapi dengan segenap bidang kurungan yang lepas-lepas itu ambruk menimpa diriku, sehingga aku tidak bisa bergerak, karena tombak-tombak yang berada di antara celah tetap melekat di sana. Kini siapa pun dapat membunuh diriku dalam keadaan tengkurap tanpa daya seperti itu. "Bunuh dia! Bunuh dia!" Kudengar perintah seperti itu. Dengan cepat kusalurkan segenap tenaga dalam ke titik-titik mematikan dalam tubuhku, karena titik-titik seperti itulah memang yang sangat dikenali para pembunuh. Kurasakan sejumlah bacokan mengeluarkan bunyi seperti menimpa besi. Namun sejumlah bacokan lain menghunjam titik-titik yang tidak mematikan, dan betapapun tetap saja rasanya menyakitkan. Sebilah pisau panjang menembus pinggang. Aku membalikkan kepala dengan susah payah, mencoba melihat pelakunya, tetapi aku hanya melihat sesosok bayangan putih berkelebat dan pemegang pisau panjang yang menembus pinggangku itu terpental dan hilang ke dalam jurang. Sejak itu aku tidak tahu apa-apa lagi, meski kemudian memimpikan riwayat hidup Naropa: TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Tilopa berkata: "Jika Anda menginginkan pengajaran, buatlah sebuah mandala." Tetapi Naropa tidak mempunyai beras, sehingga ia harus membuatnya dari pasir; dan walaupun dicarinya ke mana-mana, air untuk dipercikkan tak ditemukannya. Tilopa bertanya: "Apakah Anda tidak punya darah?" Naropa membuat darahnya muncrat dari nadinya; dan dicarinya pula ke mana-mana, tetapi bunga takditemukannya. Tilopa menyindirnya: "Tiadakah Anda punya anggota badan" Potonglah kepalamu dan letakkanlah di tengah mandala. Ambil ah tangan dan kakimu serta aturlah semua itu di seputarnya." Naropa menuruti perintah itu, dan dipersembahkannya mandala itu kepada gurunya, sembari pingsan karena kehabisan darah. Ketika ia siuman kembali, Tilopa bertanya kepadanya: "Naropa, apakah Anda merasa berbahagia?" Sampai di sini mimpi itu terputus, aku mendengar suara pertempuran di sekitarku yang sangat hiruk pikuk. Rasanya lemah sekali tubuhku, dan mataku serasa amat sangat berat untuk dibuka. Aku masih tengkurap dengan wajah mencium TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tanah basah, tetapi suara-suara jerit kesakitan, bentakan, dan makian riuh rendah keluar masuk telingaku. Sepintas kudengar ringkik kuda dan kaki manusia bergedebukan di sekitarku. Pinggangku serasa luar biasa nyeri. Aku tak sadarkan diri lagi. Kemudian mimpiku berlanjut. "Kebahagiaan dipersembahkan kepada guru. Mandala ini dibuat dari darah dan dagingku." Tilopa kemudian berkata: "Naropa, badan ini yang dicemari segala kenikmatan, tiada mempunyai hakekat. Walau demikian, badan sarana mengalami kenikmatan yang abadi. Lihatlah pada kaca dari pikiranmu, suatu keadaan antara, tempat tinggal gaib Dakini." Kemudian iapun disembuhkan dan diberi ajaran tentang "keadaan antara". Lantas aku seperti merasakan diriku tertidur dalam suatu tidur yang panjang dan sangat menyenangkan, ketika hidup dan mati menjadi tidak penting lagi, karena hanya terdapat kehidupan abadi. Meski ini pun ternyata hanya mimpi. "Seandainya semua orang tahu nikmatnya kehidupan abadi," ipikirku, " barangkali semua orang ingin segera mati..." Namun aku belum mati. Umurku 25 tahun dan berada di tahun 796 di Javadwipa, di sebuah negeri yang disebut bernama Mataram, di bawah kepemimpinan Rakai Panunggalan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku merasa sangat lapar. Wajahku seperti penuh dengan benang laba-laba. Sebuah wajah cerah mendadak muncul di hadapanku dengan sebuah mangkok kayu. "Campaka...," kataku lemah. "Pendekar Tanpa Nama, Tuan tak sadarkan diri selama tiga hari..." Tiga hari" Pantas aku merasa lapar sekali. Mulutku menganga saja ketika dengan daun pisang disuapinya aku dengan bubur bercampur daging cincang itu. "Tuan mengalami demam luka, tubuh Tuan sempat panas sekali, Tuan juga mengigau..." "Di manakah kita?" Campaka tersenyum. "Tuan Pendekar, kita berada di bekas persembunyian Naga Hitam." Aku hanya bisa ternganga. "Para penyelidik pasukan rahasia istana berhasil menemukannya setelah menyelusuri mayat-mayat bergelimpangan yang mati keracunan. Ketika berhasil menyusul, kami melihat Tuan berada dalam kurungan yang sudah berantakan dan sedang sibuk dibacok orang-orang Naga Hitam, dan kami segera mengambil tindakan." "Kamu yang menolongku" Melepas tali-tali jerat itu?" "Bukan Tuan, kami memang melihat tali-tali itu sudah terlonggarkan. Kami kira Tuan sendiri yang telah melakukannya." "Tidak Campaka, seseorang telah menolongku diamdiam..." Aku mencoba bangkit. Namun pinggangku sakit sekali. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Jangan bergerak dulu Tuan, biarkan ramuan untuk luka yang dibikin Campaka bekerja." Aku tergeletak lagi. Pinggangku penuh dengan dedaunan obat yang telah ditumbuk, airnya diserap kain bersih, dan kainnya ditempelkan ke luka itu. Tampak luka itu cepat kering, tetapi tentu saja sama sekali belum kering. Kulihat sekeliling. Ini rumah panggung kayu yang sederhana sekali. Di bawah lantai kudengar dengus babi dan anjing yang menyalak-nyalak. Di luar terdengar suara banyak orang. Campaka mengerti arti pandangan mataku yang bertanyatanya. "Naga Hitam ternyata tidak ada di sini. Seluruh anak buahnya yang berada di sini tewas terbunuh. Sebelumnya kami juga telah membasmi lima puluh anggotanya yang bertemu di jalan." Tentu itulah rombongan yang memisahkan diri dalam perjalanan kemari. Para pengawal rahasia istana rupanya melakukan sapu bersih. Tidak seorang tokoh pun, siapa pun dia, yang kewibawaannya boleh me lampaui kewibawaan istana. Walaupun ia seorang Naga Hitam yang tak terkalahkan di dunia persilatan. Dalam keadaan lemah, dalam suapan Campaka aku berpikir, seorang tokoh seperti Naga Hitam tentu tidak akan tinggal diam. (Oo-dwkz-oO) Episode 70: [Campaka Bercerita] Sepuluh tahun lalu, yakni tahun 786, demikianlah seingatku, Campaka kami turunkan di sebuah pelabuhan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ perahu tambang, dengan membawa seekor kuda hitam yang tegap, agar ia melaju langsung ke Ratawun. Di tempat itu para pejabat istana maupun petinggi desa tentu telah sangat menantikan perangkat upacara berupa tumpukan wdihan, tapih, inmas, dan segala macam perhiasan, yang akan diserahkan kepada negara, sehingga penduduk desa yang selama ini membayar pajak atas kepemilikannya, akan bebas dari kewajibannya. Itulah yang disebut upacara penyerahan Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sima. Dalam upacara seperti itu biasanya dituliskan pula sebuah prasasti. Bisa di atas batu, bisa pula di atas lempengan emas. Akan tertulis dalam prasasti itu tentang nama-nama siapa yang hadir, terutama yang dianggap berjasa, dan dalam hal ini adalah berjasa karena telah menyerahkan tanahnya. Mengapa tanah harus diserahkan kepada negara" Sejauh disebutkan dalam prasasti, itu bisa meliputi pembangunan candi, bisa pula karena tanah tersebut besar peranannya dalam penyediaan pangan bagi penduduk, sehingga secara keseluruhan dalam waktu yang panjang, panenannya memiliki nilai yang penting, karena kelaparan serta kemiskinan bukanlah sumber kedamaian. Bagi tanah seperti ini, barangkali tidak dianggap adil untuk tetap memberlakukan pajak. Apabila tanah ini kemudian dengan suka dan rela dipersembahkan kepada negara, betapapun usulan yang semacam itu hanya akan datang dari negara, bukan sebaliknya. Mungkin itu pula sebabnya dalam upacara sima, tanah tidak diserahkan tanpa imbalan. Itulah sebabnya demi upacara di Ratawun tersebut, para pejabat istana telah memesan takkurang dari lima pedati yang penuh dengan wdihan, tapih, inmas, maupun perhiasan pria maupun wanita, gelang kaki, tangan, dan lengan, kalung, ikat pinggang, pengikat rambut, cincin, yang bukan hanya banyak, tetapi juga sebagian besar terbuat dari emas. Aku melihatnya dengan mata kepala sendiri ketika menyelamatkan harta benda itu dari pencurian.1) Itu terjadi sepuluh tahun yang lalu, ketika cita-citaku untuk TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mengembara jadi terbelokkan, karena aku merasa wajib melindungi para mabhasana dalam perjalanan selanjutnya untuk menyampaikan harta benda. Saat itu pun aku sudah bertanya-tanya, mengapa pengiriman harta benda yang sungguh berharga, demi upacara penyerahan sima pula, dibiarkan hanya terkawal oleh pengantar barang biasa" Mengingat nilai barang-barang dan kepentingannya, lima pedati dan para mabhasana itu layak dilindungi oleh para pengawal rahasia istana, setidaknya suatu regu dari pasukan kerajaan yang bersenjata. Jika memang harta benda itu dipesan pihak istana, lima pedati itu sebetulnya tidak dapat dilepaskan begitu saja. Ketika kugagalkan rencana pencuriannya, sudah jelas terdapat suatu komplotan yang mengetahui segala rencana dan bekerja sama. Jika kuingat kembali sergapan Gerombolan Kera Gila yang bertubi-tubi, tentulah mereka seperti sudah mafhum betapa barang-barang di atas perahu tambang bukanlah barang-barang jarahan biasa. Namun teka-teki ini bagiku belum terpecahkan, ketika racun cakaran Si Kera Gila membuatku pingsan, dan seseorang telah membuatku terpendam di sebuah gua, tenggelam dalam pendalaman ilmu silat yang takkusadari sama sekali berlangsung sepuluh tahun lamanya. Aku merasa sangat bersalah, tetapi setelah sepuluh tahun, apakah perananku masih akan berarti sesuatu" Bertemu kembali dengan Campaka, perempuan perkasa yang dalam semalam berubah dari pelacur menjadi pendekar pedang, tentu membuatku sangat penasaran. Namun dalam mingguminggu pertama, keadaanku sendiri tidak memungkinkan perbincangan. Sementara itu, Campaka sendiri rupanya telah mempunyai kedudukan penting sebagai kepala salah satu regu dalam pasukan pengawal rahasia istana. Bagaimana perempuan yang semula tampaknya begitu malang dan nyaris dihukum bakar atau ditenggelamkan sampai mati ini dapat mencapai kedudukan itu, ceritanya baru akan kuketahui nanti; TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang jelas dari gerakannya yang ringan, pandangan matanya yang tajam, dan terutama caranya berbicara yang sangat meyakinkan, kuketahui Campaka telah melakukan lompatan, dalam ilmu silat maupun dalam ilmu kehidupan. Hmm. Dalam sepuluh tahun, apalah yang tidak bisa terjadi bukan" KEPADAKU tentu saja sikapnya sangat sopan dan penuh penghargaan, mungkin karena diketahuinya, meski bukan karena uangku, tetapi adalah usulku, maka Ranu, kepala para mabhasana, penjual pakaian itu, menebusnya karena membutuhkan diriku agar tetap mengawalnya. Tanpa penebusan pun memang aku akan tetap mengikuti rombongan itu, tetapi sungguh karena Ranu sangat memandangku maka Campaka yang seharusnya dihukum itu dibelinya tanpa keraguan sama sekali. Bukan membeli barangkali tepatnya, karena tak ada hukum yang membenarkan penebusan seseorang yang berdosa dengan uang; melainkan menyuap para penjaga gardu di pelabuhan tambang, yang karena jauh dari pusat kekuasaan maka berani melakukan penyelewengan. Begitulah kini aku berjuang menyembuhkan diriku, meski ternyata memang tidak ada yang dapat kulakukan selain menunggu. Belati panjang yang menembus pinggangku dari belakang sampai ke depan memang tidak menusuk di tempat mematikan. Tidak mengenai ginjal, tidak mengenai usus, atau apa pun yang dapat menimbulkan kesulitan. Namun luka adalah luka, tidak dapat disihir agar sembuh seketika. Keuntunganku hanyalah karena racun belati panjang anak buah Naga Hitam itu takberpengaruh sama sekali kepada tubuhku. Ilmu racun warisan Raja Pembantai dari Selatan yang terwariskan kepadaku dengan sendirinya akan menyerap dan memunahkan setiap serangan racun di dalam tubuhku. Campaka, di samping tugasnya yang belum kuketahui di tempat ini, menjaga dan mengatur apa yang boleh maupun tidak boleh kumakan. Kurasa pengaruh perawatannya atas diriku cukup besar, karena aku merasakan lukaku sembuh TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dengan cepat. Entah darimana, Campaka bisa mendapatkan buah merah dan buah naga yang langka, yang memang sangat mujarab dalam pengobatan. Aku tidak diizinkannya makan daging atau ikan, hanya sayuran, tetapi susu kambing dan madu terus menjadi menuku. Memang tetap diberikannya daging cacah, tapi itu hanya sebagai selingan sekali dalam sepekan. Dalam waktu sebulan aku sudah bisa bersilat ringan melawan Campaka. Kami masing-masing memegang batang kayu dan bertarung. Ilmu pedang Campaka jelas maju pesat. Sepuluh tahun lalu memang ia sudah mahir menggunakan dua pedang, tetapi saat itu tanpa tenaga dalam sama sekali. Sekarang dengan tenaga dalam ia bisa bergerak dengan ilmu meringankan tubuh dan batang kayu yang dipegangnya berputar takkelihatan oleh mata telanjang. Siapakah yang telah melatihnya" Berguru ke manakah dia" Tentu saja aku mengenali sebagian dari jurus-jurusnya; tetapi karena agaknya Campaka telah mengembangkan penggabungan jurus-jurus itu, maka aku tidak segera dapat mengenalinya. Lantas, kepadanya aku ingin memperkenalkan sesuatu. Kuperkenalkan kepadanya Jurus Penjerat Naga, yang tentu saja mementahkan hampir semua jurusnya, bahkan jurusjurus yang kurasa merupakan andalannya, yakni Jurus Naga Terbang Menukik ke Bumi. Segala usaha dilakukannya, bahkan kemudian telah dikerahkannya tenaga dalam untuk meningkatkan kecepatannya, tetapi tiada satu gerakan pun menembus pertahananku; sebaliknya, dengan mudah kusentuh lubang-lubang pertahanannya dengan batang kayu itu di sana-sini. Memang benar, ilmu silat Campaka melesat sepuluh tingkat, tetapi ilmu silatku juga melesat, bahkan seratus tingkat. Jika dahulu ilmu silat Campaka hanyalah seperseratus bagian dari yang kukuasai, maka walaupun telah melesat sepuluh tingkat, ilmu silatnya tetap masih jauh di bawahku. Namun ini tidak berarti ia bersilat seperti orang awam, sama sekali tidak. Diriku tidak dapat menjadi ukuran, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ karena dalam hal ilmu silat, riwayat hidupku memang telah memberiku banyak keuntungan. Jurus Naga Terbang Menukik ke Bumi memang indah seperti tarian. Pelakunya seperti sengaja terbang berputarputar di udara bagaikan peragaan, tetapi adalah keterpesonaan terhadap gerakan itulah yang ditunggu, yang artinya terbuka kelengahan terhadap serangan mematikan yang menyusul dalam gerakan selanjutnya. Namun dengan Jurus Penjerat Naga yang kulatih dari kitab Ilmu Pedang Naga Kembar, jurus yang indah itu termentahkan kembali. Bukankah aku melatih jurus ini di puncak tebing di dalam sebuah kuil dahulu itu memang untuk menghadapi Naga Hitam" Dalam kenyataannya, Jurus Penjerat Naga dipersiapkan Sepasang Naga dari Celah Kledung untuk menghadapi siapapun dari para naga, secara sendiri-sendiri maupun secara bersama. Memang tertulis dalam kitab tersebut: Jurus Penjerat Naga dipersiapkan untuk menghadapi ilmu-ilmu Naga Orangtuaku tidak banyak bercerita tentang para naga, tetapi pernah kudengar mereka menolak untuk hadir dalam Musyawarah Sembilan Naga, ketika para naga itu menganggapnya akan lebih berwibawa me lengkapi wahana tersebut dengan naga kesepuluh, yakni pasangan yang harus dianggap sebagai kesatuan, Sepasang Naga dari Celah Kledung. Kisah selanjutnya tidaklah kuketahui. Kami tutup pertarungan latihan itu ketika batang kayu yang dipegang Campaka terpental ke udara dan batang kayuku teracung lurus ke wajahnya. Campaka tersenyum. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Dengan jurus itu, bagaimana mungkin sahaya mengalahkan Tuan" Ilmu silat Tuan tak terbayangkan ketinggian tingkatnya, padahal T uan masih berada dalam taraf penyembuhan. Apakah Tuan sudi mengajarkannya kepada sahaya"'' Aku memang sudah berniat mengajarinya jurus tersebut, karena sebagai anggota pengawal rahasia istana kurasa cepat atau lambat Campaka akan berhadapan dengan murid-murid terkemuka Naga Hitam, jika bukan Naga Hitam sendiri. Tanpa niat itu, aku tidak akan memperlihatkannya dengan terbuka seperti ini, disaksikan para pengawal rahasia istana yang lain pula. ''Janganlah dikau khawatirkan hal itu Campaka, meski dirimu tentunya masih harus bercerita, apa saja yang terjadi sepuluh tahun yang lalu setelah kita berpisah di sungai itu"'' (Oo-dwkz-oO) Malam harinya Campaka naik ke pondok kayu ini, yang sebagai bangunan sebetulnya tampak hanya dibangun untuk sementara, artinya gerombolan Naga Hitam itu tampaknya biasa berpindah-pindah. Inilah ceritanya: ''Tuan, tidak dapat sahaya ungkapkan betapa besar terimakasih kepada T uan, karena jika perjalanan hidup sahaya tidak bersimpangan dengan perjalanan hidup Tuan, niscaya tiadalah Campaka masih berada di muka bumi dan menghirup udara setiap. Adalah Tuan pula yang mempercayakan kepada sahaya tugas yang berat itu, tetapi yang telah memberikan kepada sahaya suatu makna yang besar, betapa kehidupan sahaya yang sebelumnya begitu muram ternyata kini memiliki peluang untuk menjadi berguna. ''Barangkali Tuan bertanya-tanya darimanakah kiranya sahaya sedikit-sedikit mengerti juga ilmu silat, bahkan dapat memainkan sepasang pedang, ketika kita semua harus menghadapi para penyamun di atas perahu tambang itu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sepuluh tahun lalu. Sebenarnyalah Tuan, bahwa saya berasal dari keluarga keturunan prajurit, yang hampir selalu hidup di medan pertempuran. ''Apakah Tuan mendengarkan"'' Ah! Aku tersentak. Tentu saja aku mendengarkan. Namun mataku tertancap kepada gerak bibirnya yang merekah penuh daya, nyalang mata yang cahaya tatapannya sungguh terasa, dan raut wajah pada kulit gelap yang hanya menambah keindahannya. Di antara semua itu aku sangat menyukai rambutnya, yang agak kemerah-merahan, bergelombang seperti riak lautan, jatuh di punggungnya yang telanjang. ''Ah, ya! Tentu saja! Teruskan saja Campaka!'' Selintas, di balik kesopanan dan rasa hormatnya yang takkuragukan, ia melirik tersamar. Wajahku serasa panas. Adakah ia memikirkan bagaimana aku telah memandangnya" Ilmu silatku barangkali saja memang tidak akan terjangkau olehnya, tetapi jika dalam usia 25 tahun sekarang ini pergaulanku sangat amat terbatas, maka Campaka yang usianya 35 tahun niscaya jauh lebih unggul daripadaku dalam pengenalan atas jiwa manusia. Bukan saja ia pernah menikah dan membunuh karena membalaskan dendam suaminya, tetapi bahwa untuk mencapai semua itu harus merelakan dirinya hidup di rumah pelacuran pula. Suatu kematangan jiwa Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo telah dimiliki Campaka yang membuatku takpernah merasa lebih unggul daripadanya sebagai manusia. ''Baiklah kulanjutkan Tuan. Kakek sahaya telah menjadi pengikut Sanjaya dan membantunya dalam penguasaan wilayah semenjak berkuasa tahun 732,'' kisah Cempaka, ''ayah sahaya menjadi prajurit semasa kekuasaan Rakai Panamkaran, dan suami sahaya adalah prajurit yang mengikuti Rakai Panunggalan sekarang, sebelum terbunuh oleh temannya yang culas itu. Syukurlah sahaya telah membunuhnya dan hanya masih hidup sekarang karena pertolongan T uan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Maka betapa dalam keluarga besar kami setiap orang mahir menggunakan senjata adalah sesuatu yang biasa. Anakanak diajari ilmu silat, meskipun tentu tanpa tenaga dalam, karena kami hanyalah orang-orang awam. Namun setidaknya sikap seorang prajurit telah mewarnai kehidupan keluarga kami. Maka ketika ketika Tuan menawarkan, siapa kiranya yang berani berangkat ke Ratawun, bagi sahaya tidak memerlukan keberanian berlebihan untuk menjalankan tugas tersebut. Dengan kuda yang bagus dan sepasang pedang, apalah yang harus sahaya takutkan" Dengan segenap pengalaman yang telah sahaya alami, sahaya tidak terlalu takut mati. Namun justru kegagalan tugas itu lebih menakutkan bagi sahaya daripada kematian. BEGITULAH, sahaya mencongklang kuda di tengah malam berhujan yang nyaris berlangsung sepanjang malam. Bukankah kepada sahaya telah dipesankan agar pesan disampaikan segera tanpa harus ditunda" Jadwal tiba kelima pedati itu sudah terlambat dan upacara penyerahan sima tiada akan berjalan semestinya tanpa harta benda di dalamnya. Ya, sahaya mencongklang kuda menembus malam berhujan tanpa rasa takut, bukan terutama demi kepentingan sebuah upacara, melainkan karena utang budi sahaya kepada Tuan! Menjelang pagi sahaya melaju di tengah jalan yang membelah sebuah desa. Mestinya semua orang masih tidur, tetapi rupanya di desa baru saja berlangsung sebuah pesta semalam suntuk. Bagi sahaya tidak jelas pesta apa yang baru saja berlangsung, mungkin wayang topeng, mungkin pula wayang boneka, mungkin pula pesta tarian tanpa pertunjukan sama sekali, tetapi yang jelas mereka yang baru saja usai berpesta dalam keadaan setengah mabuk itu memenuhi jalanan desa tersebut. Hari masih gelap, tetapi kuda sahaya datang berderap dan melaju. Sahaya kira tentu saja jalanan itu kosong, tetapi ternyata banyak orang, lelaki dan perempuan, berjalan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ terhuyung-huyung di jalanan. Kuda yang sahaya tunggangi melabrak mereka semua. Jarak sudah terlalu dekat ketika sahaya berusaha menghentikannya. Sudah tidak bisa lagi. Mereka berhamburan dan bergelimpangan karena terlabrak. Sahaya sendiri terpental dari atas punggung kuda yang terus melaju kencang itu. Sahaya jatuh terguling-guling. Ketika sahaya berusaha bangkit, orang banyak sudah berada di sekitar saya. Langsung memegang kedua lengan sahaya. Tentu sahaya memberontak, tetapi tangan-tangan mereka mengunci kedua lengan dengan sangat kuat. "Bunuh dia!" kata mereka, "bunuh dia!" Sahaya lihat sekeliling, jumlah mereka yang pingsan dan menangis tersedu-sedu menggambarkan betapa seolah-olah terjadi bencana yang dahsyat. Padahal, apakah sebenarnya yang dapat menjadi bencana dari seekor kuda yang memang berlari seperti itu" Sahaya berontak untuk melepaskan diri, tetapi pegangan tangan mereka semakin erat. Sahaya lihat seorang pemuda datang membawa tombak dan siap menusukkannya ke perut sahaya. Sahaya berpikir di sinilah rupanya ajal sahaya akan tiba. Namun lantas terdengar suara. "Tunggu!" (Oo-dwkz-oO) Episode 71: [Perjalanan Ketegangan] "Orang-orang desa! Dasar tidak tahu aturan! Kenapa pagi buta sehabis pesta mau membunuh seorang perempuan?" Suara itu terdengar penuh wibawa. Seorang lelaki paro baya dengan kumis melintang yang sudah beruban muncul dari balik kerumunan manusia. Busana wdihan dan hiasan di TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ lengannya menunjukkan dia adalah petinggi desa. Rambutnya yang panjang dan juga beruban dijepit hiasan kulit penyu di sisi kiri dan kanan. Selebihnya jatuh menutupi tengkuknya. Orang-orang itu tersentak. "Perempuan" Kami tidak tahu jika dia perempuan, wahai pamget Subhagi." "Makanya jangan sembarang membunuh orang, hai Jakhara! Meskipun orang ini laki-laki juga tidak bisa dibunuh seenaknya seperti itu. Siapa yang telah dibunuh oleh perempuan ini?" Bukankah Tuan masih ingat bahwa sahaya menggulung rambut sahaya dan menutupinya dengan serban" Dada sahaya juga tertutup kain melintang, dan karena naik kuda maka kain yang sahaya kenakan sahaya gulung sahaja seperti kancut. Dengan dua pedang di punggung sahaya dan lari kuda yang secepat itu tentu sahaya selintas pintas, dalam kegelapan pula, akan disangka seorang lelaki. Aku ingat, saat itu pun sebagai remaja 15 tahun aku sudah sangat terpesona kepadanya. Orang-orang desa itu saling berpandangan Tuan. Memang benar sejumlah orang bergelimpangan, memang benar telah terjadi kepanikan, tetapi tidak ada kejahatan apa pun yang membuat seorang perempuan pada pagi buta harus dibunuh. "Nah, bingung kalian bukan" Dasar orang desa! Mau main bunuh seperti binatang tanpa kejelasan! Bahkan binatang hanya menerkam demi berlanjutnya kehidupan!" Mereka semua terdiam, dan pegangan tangan di lengan sahaya merenggang, sampai akhirnya mereka lepaskan sama sekali. "Mau apa lagi kalian" Pulang sekarang dan tidur! Masih banyak lagi upacara harus kita jalankan! Serahkan urusan ini kepadaku!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Mereka semua pergi, menghilang dalam kegelapan di balik rumpun bambu, tidak ada seorangpun terluka parah. Tinggal pamget bernama Subhagi itu bersama sejumlah pembantunya. Ia menatap sahaya dengan tajam dalam kegelapan. "Perempuan gagah," katanya, "apakah yang sedang dikau kerjakan sehingga melaju begitu rupa seperti dikejar kematian?" Sahaya ceritakan segalanya kepada pamget itu Tuan, bahwa Tuan mengutus sahaya menyampaikan berita kepada mereka yang menanti benda-benda upacara penyerahan sima di Ratawun. Pamget itu manggut-manggut. "Urusan sima ini berlangsung di mana-mana. Tanah diserahkan dengan suka rela kepada kerajaan. Masalahnya, kalau tidak diserahkan, apakah kerajaan tidak akan datang menyerbu dan merebutnya begitu saja atas nama keadaan perang?" Ia tampak merenung. "'DI desa ini, desa Kamalagi, sebagian wilayah kami juga dipertanyakan, tapi sampai hari ini kami tetap bertahan. Daku mempercayai dirimu, wahai perempuan, apakah dikau tahu urusan sima yang melibatkan dirimu itu tanah untuk candi Siva atau Mahayana?" "'Tidaklah sahaya mengetahui masalah seperti itu pamget, karena sahaya bukan pemeluk Siva maupun Mahayana, bahkan sahaya tak tahu bedanya.' "Harus sahaya katakan kepada Tuan sekarang, bahwa sahaya bukan tak tahu bedanya Siva dan Mahayana, bahkan sebenarnyalah tahu belaka bagaimana keduanya terhadirkan bersama di Yavabhumipala, tetapi sahaya tidak ingin memberi jawaban yang salah, jika ternyata ada masalah di antara para TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pemeluknya, dan sahaya tidak pernah tahu pamget Subhagi itu ada di pihak siapa." "Dikau telah melakukan hal yang tepat Campaka." "Begitulah Tuan, akhirnya sahaya dipersilahkan meneruskan perjalanan, tetapi sebelum itu ia bertanya tentang diri T uan." "Hah" Tentang diriku" Apa maksudmu Campaka?" "Pamget Subhagi itu bertanya: 'Jadi Pendekar Tanpa Nama itu memang ada" Kukira sebelumnya hanya dongeng sahaja."' Bukankah sudah kukatakan betapa dunia persilatan bagi orang awam hanyalah sebuah dongeng" "Sahaya hanya bisa menjawab, 'Setahu sahaya pendekar itu memang tanpa nama, tetapi dongeng apa saja yang telah beredar tentang dirinya, sahaya justru tidak mengetahuinya pamget Subhagi.' "'Siapalah yang bisa terbang di udara seperti itu jika bukan seorang pendekar" Jika dia memang tidak bernama tentulah dia yang telah disebut dari kedai ke kedai sebagai Pendekar Tanpa Nama." "Begitulah Tuan, sahaya pun melanjutkan perjalanan, ketika pagi masih saja gelap meski ayam jantan telah berkokok karena matanya menangkap cahaya yang takdapat dilihat manusia itu. Bulan sabit masih terlihat bagaikan sampan melayari langit, tetapi sahaya tidak berpeluang untuk menikmatinya, karena kuda hitam yang berlari kencang sekali itu menuntut perhatian sepenuhnya agar bisa dikendalikan. Ratawun masih satu hari perjalanan lagi jauhnya, tetapi dengan perhitungan bahwa kuda ini hanya perlu satu kali istirahat dalam perjalanan, dengan lari sekencang ini sahaya harapkan waktunya akan menjadi lebih singkat. Bukan masalah kuda, melainkan apa saja yang mungkin TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menghadang, menjadi pikiran di kepala sahaya sepanjang perjalanan." "Mengapa dikau berpikir seperti itu, Campaka?" "Saat itu tahun 786 bukan" Kekuasaan baru berpindah dua tahun dari Rakai Panamkaran kepada Rakai Panunggalan. Di antara mereka tak pernah kita dengar masalah permusuhan, tetapi di antara para pengikut yang masing-masing punya kepentingan, sering berlangsung perma inan yang takpernah kita duga akan bisa dilakukan." "Permainan apakah misalnya itu Campaka?" "Sahaya bukan seorang pengamat permainan kekuasaan, Tuan, tetapi saya duga bahwa para pengikut Rakai Panamkaran yang sebelumnya dapat menimba keuntungan dari jabatan, tentu ingin membuktikan betapa ketiadaan peran mereka akan meningkatkan gangguan keamanan, dan itulah memang yang terjadi kemudian. "Menjelang hari terang tanah, sahaya mesti melewati daerah sepi yang tidak pernah dilewati orang, tetapi merupakan satu-satunya jalan tersingkat ke Ratawun, yang harus sahaya lalui jika ingin tiba dengan segera. Jika me lalui jalan memutar, justru karena penuh dengan pemukiman yang ramai, sahaya justru takut banyak hal akan menghambat. Terutama jika diketahui bahwa sahaya adalah seorang perempuan yang berjalan sendirian, Tuan tahu, sahaya takut harus membunuh banyak orang. "JADI saya melaju melewati daerah sepi itu, yakni sebuah daerah gersang yang sulit ditanami dan memang kering kerontang nyaris tanpa sumber air, sehingga jarang sekali menjadi tempat pemukiman, kecuali bagi orang-orang tersingkir, sempalan masyarakat yang dibedakan, mereka yang direndahkan dan disebut astacandala, termasuk kaum apatha, penganut kepercayaan yang dianggap sesat. Namun mereka yang saya sebutkan ini tidaklah terlalu berbahaya, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ karena mereka tidak akan mengganggu orang lain; yang saya khawatirkan adalah para begal yang berasal dari pasukan Rakai Panamkaran yang sengaja menyingkir untuk mengacau. Jika mereka ketahui perjalanan sahaya berhubungan dengan upacara penyerahan sima, tentu mereka sangat berkepentingan untuk menggagalkannya. "Namun sahaya harus melalui daerah sepi itu dan sahaya melaju. Sungguh suatu pemandangan yang tidak indah. Hari mulai terang dan sahaya lihat mereka sudah terbangun dan keluar dari rumah, yang bagi sahaya tidaklah bisa disebut rumah, mungkin gubuk, tapi lebih buruk dari gubuk, seolah hanya batang-batang daun kelapa saja yang didirikan saling menyilang, sekadar cukup untuk tidur sejumlah manusia di bawahnya, yang tentu tidak akan berarti apa-apa, karena tempat itu tak bisa menahan angin, hujan, maupun panas matahari. Sebuah tempat tanpa daya bagi orang-orang tidak berdaya. "Dari jauh sahaya saksikan mereka hanya berjongkok sahaja di luar gubuk-gubuk mereka yang jauh dari layak itu. Tidak terlihat sesuatu yang direbus atau dimasak. Tidak ada makanan dan tidak ada air. Tidak ada semangat dan di mata mereka juga tidak ada cahaya. Bagaimana mereka berada di sana dan mengapa sampai bertampang begitu rupa saat itu tidaklah dapat sahaya perkirakan, sahaya hanya merasa terharu melihat bagaimana mereka serentak berdiri dan mengulurkan tangan melihat sahaya akan melewati mereka. Namun sahaya tetap melaju cepat sekali, karena yang sahaya pikirkan hanyalah tiba dengan segera di Ratawun, meski tetap saja sahaya tangkap dan saksikan pandangan mata mereka yang tanpa daya itu. Benarkah mereka begitu berbeda dengan yang lainnya sehingga begitu layak dibedakan dengan cara begitu rupa" "Setelah sahaya lewati pemukiman mengenaskan itu, dua orang berkuda tampak mengejar sahaya. Sahaya tidak habis TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mengerti darimana mereka datang, karena pemukiman yang baru saja sahaya lewati itu hanya memperlihatkan orang Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo orang yang lemas dan lemah, orang-orang tua, kanak-kanak penyakitan yang menggelantung di bahu perempuan tanpa daya. Darimana kedua penunggang kuda itu datang" Mereka tampak tegap dalam cahaya pagi, sinar matahari menyilaukan yang semburat dari ce lah dua buah gunung itu menampakkan dada mereka yang bidang dan bergambar rajah yang belum dapat sahaya lihat dengan jelas. "Mereka tampaknya datang dari arah kanan dan kiri desa, bergabung searah ketika mengejar sahaya. Keduanya berserban putih, berkancut putih, pada pinggang masingmasing tergantung sarung pedang yang lebar sekali. Sahaya mengerti jenis pedang yang ada di dalamnya, dengan hanya satu sisi tajam, karena pungggungnya jelas cukup tebal. Sahaya mengenal senjata macam itu, yang biasanya disebut kelewang, karena ayah maupun suami saya pernah membawanya ke rumah dan membicarakannya. Dari pangkal ke hulu, bidang kelewang itu makin lebar, sebelum akhirnya meruncing juga. Mereka memainkan kelewang itu dengan ilmu kelewang yang katanya dibawakan seorang pelaut dari utara, tetapi kedua penunggang kuda itu tampaknya orang-orang Javadvipa sahaja. Hanya busana mereka yang serba putih itu membuat diri sahaya bertanya-tanya. "Di luar pemukiman jalan mendaki, naik ke atas bukit, matahari yang baru muncul belum membuat semuanya menjadi terang. Ingin rasanya sahaya menghilang dan bersembunyi untuk menghindari persoalan, tetapi sahaya juga ragu apakah bisa bersembunyi di tempat terbuka seperti ini. Dari mana pun langkah sahaya teramati dengan jelas. Pernah sahaya coba memperlambat lari kuda agar mereka menyalip sahaya, tetapi ketika kuda sahaya berlari lebih lambat, mereka pun memperlambat lari kuda mereka. Jelas sahaya tidak dapat menghindar, kecuali melaju lebih cepat sampai takdapat disusul lagi. Masalahnya, apakah mungkin mereka hanya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ berdua" Jika mereka berkawan, kemungkinan besar mereka akan mencegat di depan. "Maka sahaya menghindari gerumbulan semak-semak, hutan kecil, kebun, apa pun yang memungkinkan manusia bersembunyi dan menyergap tiba-tiba. Sahaya telah berkuda sepanjang malam dan kemungkinan masih berkuda sehari lagi, tentu sahaya tidak punya tenaga dan waktu lagi untuk sebuah pertarungan yang gagah berani." SELINTAS teringat olehku, bagaimana Campaka bertarung dengan dua pedang di atas perahu tambang yang dipadati lima pedati. Memang ia bertarung dengan gagah berani. Kurasa aku tidak akan menyesal mengajarkan Jurus Penjerat Naga kepadanya, karena kurasa Campaka lebih berkemungkinan untuk terus menggunakan dua pedang daripada diriku sendiri. Aku telah menguasai ilmu tangan kosong Telapak Darah, menemukan Jurus Bayangan Cermin, mendapatkan ilmu sihir dan ilmu racun tanpa kukehendaki dari Raja Pembantai dari Selatan. Aku sebetulnya tidak membutuhkan senjata apa pun, bersama dengan itu akupun mampu memainkan senjata apapun. Namun berpindahnya kedua pedang hitam Raja Pembantai dari Selatan ke dalam kedua tanganku memang membuat aku tergoda untuk terus menerus menguji Ilmu Pedang Naga Kembar, tempat aku telah mengembangkan Jurus Penjerat Naga dan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian sampai kepada pencapaiannya sekarang. Campaka masih terus bercerita. ''Namun meski telah menghindari semua tempat yang rawan, di sebuah tempat lapang tak terhindarkan lagi untuk berpapasan dengan puluhan orang penunggang kuda yang busananya sejenis dengan para penunggang kuda yang mengejar sahaya. Mengingat senjata mereka yang terhunus, sudah jelas jika sahaya berhenti maka sahaya hanya menyerahkan nyawa. Menghindar ke mana pun sudah tidak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mungkin, karena dari setiap tempat yang sahaya hindari ternyata muncul orang-orang yang semula, seperti sahaya duga, memang bersembunyi di sana. ''Sahaya berpikir keras. Keberanian orang banyak berbeda dari keberanian satu orang. Siapa pun yang ilmu silatnya cukup tinggi tidak akan bergabung dengan terlalu banyak orang seperti ini. Masalahnya ilmu silat sahaya sepuluh tahun yang lalu juga sangat terbatas, yakni ilmu s ilat yang diajarkan seorang prajurit, yang juga lebih diandalkan sebagai bagian dari kerja sama suatu pasukan, bukan untuk mengembara sebagai pendekar tanpa kawan. Namun sahaya berpikir, bahwa sahaya dapat mempertaruhkan suatu peluang. ''Sahaya menoleh ke belakang, jarak kedua penunggang kuda itu lebih dekat daripada para pencegat di depan. Sahaya coba mengingat kembali segenap jurus ilmu kelewang yang sahaya ketahui. Lantas sahaya membelokkan lari kuda dan berputar balik ke arah dua penunggang kuda yang sejak tadi mengikuti sahaya, dan kini ternyata telah memegang kelewang masing-masing. Bahwa mereka telah siap sebetulnya dapat menjadi masalah, tetapi kenyataannya sahaya tetap melaju sambil mencabut kedua pedang dari punggung sahaya. ''Mengingat kembali peristiwa itu, sungguh sahaya rasakan betapa sahaya sangatlah nekat, tetapi hal itu sahaya lakukan karena sahaya pikir inilah jalan tercepat untuk lolos dari kepungan. Tentu dengan suatu pertaruhan bahwa rencana sahaya mungkin saja akan gagal. Begitulah sahaya mengarah langsung kepada kedua pengejar sahaya yang telah siap mengayunkan kelewangnya. Sahaya tahu, karena mereka lihat sahaya membawa dua pedang, maka mereka akan memancing agar kedua pedang sahaya tertuju ke satu arah. Jadi mereka pasti hanya akan menyerang ke satu titik dengan dua kelewangnya, tetapi ketika sahaya menangkis ke satu titik TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ juga, maka salah satu kelewang itu mendadak akan mengarah ke titik mematikan yang lain. ''Sahaya mengarahkan kuda ke tengah-tengah mereka dan memang segera saja mereka ayunkan kelewang masingmasing ke arah jantung sahaya, dan sahaya tahu belaka betapa jika sahaya akan menangkis kedua kelewang dengan kedua pedang sahaya, jelas salah satu kelewang tersebut akan berbelok arah dengan cepat ke arah perut sahaya tanpa sahaya akan sempat menangkisnya. Jika hal itu terjadi dan kuda sahaya melaju terus, tentu isi perut sahaya akan terkait dan tertinggal di ujung kelewang yang terlalu tajam itu. Maka pada titik kuda sahaya yang melaju berhadapan dengan kuda mereka, dan kelewang mereka sudah terayun bersama-sama, bukan saja sahaya tidak menangkis sambaran kedua kelewang ke arah jantung itu, tetapi menghindarkannya dengan cara berguling ke bawah perut kuda sementara kedua kaki saling menjepit di atas punggung kuda. ''Belum lagi mereka sadar apa yang terjadi, selain bahwa kelewang mereka tidak mengenai sasaran, sahaya telah kembali kepada kedudukan semula, melompat jungkir balik ke belakang, dan terlihat mereka pun sedang memutar balik kudanya. Begitu mereka melihat sahaya dengan dua kaki sudah berada di atas tanah, segalanya sudah terlambat, karena saat itu kedua pedang sahaya sudah menembus leher mereka masing-masing. Ketika mereka berdua ambruk dari kudanya, sahaya telah mencabut kedua pedang itu dengan kedua tangan dan segera menetakkannya ke leher mereka yang telah bersimbah darah. "INILAH rencana nekat yang memang sahaya perhitungkan Tuan. Bahwa mereka akan jeri melihat seorang perempuan bermandi darah membawa dua kepala dan melaju kencang ke arah mereka. Maka segera sahaya bersuit memanggil kuda, segera meraupi wajah sahaya dengan darah yang menyembur dari leher kedua orang itu, menyimpan kedua pedang ke TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sarungnya pada punggung sahaya, membuka serban sahaya sehingga rambut sahaya tergerai dan melambai liar dalam hembusan angin, memegang kedua kepala itu pada rambutnya setelah membuang serbannya, lantas melompat ke punggung kuda yang langsung melaju ke arah para penghadang yang mulutnya masih ternganga. "Tuan janganlah heran dengan kemampuan sahaya sebagai perempuan dalam menunggang kuda, karena semua itu wajar sahaja sebagai kepandaian prajurit pasukan berkuda, sedangkan kakek, ayah, serta suami sahaya telah menurunkan kepandaiannya masing-masing kepada sahaya. Maka dengan sentuhan kaki sahaya pada perutnya, kuda perkasa itu melaju dengan membawa seorang perempuan yang wajahnya berlepotan darah, dengan kedua tangan memegang kepala manusia! "Mendekati mereka, sahaya lemparkan satu kepala sekuat tenaga yang mengenai salah seorang yang tampak seperti pemimpinnya. Dia tampak kaget luar biasa, apalagi darahnya menciprat pula. Belum usai kagetnya, bahkan kepalanya sekarang sudah terkena lemparan kepala sahaya yang berikutnya. Kepala yang mengenai kepala itu lantas terpental ke tengah kerumunan orang banyak, tepat saat itu sahaya telah tiba sambil berteriak-teriak ganas, dan sudah mencabut kedua pedang sembari memutarnya seperti baling-baling pada dua tangan saya masing-masing. "Kalaupun mereka mencoba menangkis, membalas, dan melakukan sesuatu, sahaya rasanya masih berada di atas angin dengan serangan mendadak seperti itu, meski itu rupanya sudah tidak perlu. "Pemimpin mereka berteriak dengan ketakutan: 'Lari! Lari! Perempuan ini gila! Lariiiiii!' "Mereka lari ke kiri dan ke kanan, membuka jalan bagi sahaya yang tidak menunda laju kuda sedikit pun jua. Jadi akal sahaya berhasil Tuan! Kalaulah kepandaian ilmu silat TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sahaya sudah seperti sekarang, sahaya mungkin bisa terbang dan berlari di atas kepala-kepala mereka. Namun saat itu, hanya akal semacam itulah yang mampu sahaya kerjakan karena tidak mempunyai tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh. Semoga Tuan tidak menganggap sahaya terlalu kejam. "Begitulah Tuan, pagi baru mulai terang, embun masih tergantung di pucuk-pucuk daun, tetapi Ratawun masih jauh dari pandangan, dan sahaya belum tahu lagi halangan apa yang masih akan menghadang." Campaka menelan ludah, lantas minum air kelapa muda dari tabung bambu, kemudian melanjutkan ceritanya. (Oo-dwkz-oO) Episode 72: [Mereka Berbahasa Seperti Burung] Di luar pondok kulihat para pengawal rahasia istana sedang melatih banyak orang memainkan senjata. Beberapa pengawal yang lain, tampak membentuk lingkaran masing-masing untuk mengajari mereka berbagai cara tipu daya dalam tugas-tugas rahasia. Para pengawal rahasia istana, dalam busana resmi mereka, berbusana serba putih; tetapi jika mereka bertugas mencari seorang pembunuh bayaran misalnya, yang bahkan seluruh hidupnya diselaputi rahasia, mereka tentu harus menjalankannya secara rahasia pula, artinya berbusana sesuai dengan tuntutan tugas-tugas rahasia mereka. Demi tugastugas itulah mereka mempelajari berbagai macam tipu daya, yang hanya mungkin dikuasai berdasarkan pengenalan atas berbagai jenis pengetahuan pula, sehingga memang bukanlah hanya permainan senjata yang harus dikuasai seorang pengawal rahasia istana. Pada dasarnya tugas pengawal rahasia istana adalah melindungi raja, bukan hanya sebagai pribadi, tetapi sebagai TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bagian dari istana; sedangkan istana adalah pusat pemerintahan seluruh wilayah kerajaan, maka menjaga dan mengawal segenap kepentingan istana, yang berarti menjaga dan mengawal segenap pribadi pendukung istana, jadi bukan hanya raja, menjadi tugas utama. Dengan menjaga dan mengawal, artinya segala ancaman yang terarah ke istana mesti terendus, tentu untuk segera dimusnahkan secepatnya. Jika kini, di bekas pemukiman rahasia Naga Hitam yang tersembunyi ini, mereka seperti membangun pasukan tambahan, tentulah karena ancaman terhadap kepentingan istana diandaikan meningkat. Namun aku tidak akan menanyakan apapun terhadap Campaka sebelum ceritanya tentang segala kejadian sepuluh tahun yang lalu diselesaikannya. ''DEMIKIANLAH sahaya terus melaju Tuan, tanpa bisa mensyukuri sejuknya angin, cerlang lembut matahari, maupun keindahan sayap kupu-kupu kuning yang beterbangan di antara bebungaan tapak dara yang merah maupun putih di kiri dan kanan jalan. Sebetulnya perut sahaya sangat lapar, tetapi tiada lain yang dapat sahaya lakukan selain melaju ke Ratawun. Tempat itu pernah sahaya lewati sebelumnya, ketika menuju tempat sahaya bertemu dengan Tuan di tepi sungai itu. Letaknya di celah antara dua gunung, maka dari tempat sahaya melaju seolah-olah Ratawun menjadi tempat asal matahari terbit. Tempat itu memang subur Tuan, berada di dataran tinggi, sehingga ladang-ladangnya berada di tanah yang miring, tetapi jika tanah yang akan diresmikan sebagai tanah bebas pajak karena akan dibangun candi di atasnya, tentulah suatu tanah yang luas dan datar. ''Sahaya melaju dan tidak menemui halangan sampai menjumpai sebuah anak sungai. Tidak ada pelayanan perahu tambang di sini, karena anak sungai ini memang tidak begitu besar sehingga memerlukan jasa pelayanan penyeberangan, Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tetapi tidak juga berarti anak sungai ini dangkal sahaja. Hanya karena ini sebuah wilayah yang sepi dan jarang dirambah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ manusia, maka tidak terdapat kegiatan apapun sepanjang perjalanan sahaya sampai sungai ini. Namun setelah menyeberang, sahaya tahu terdapat pemukiman yang ramai tempat sahaya dapat sekadar mengisi perut, dan setelah itu pula jalan akan mendaki. Sekarang sahaya harus menyeberangi sungai ini dahulu. ''Di tepi sungai sahaya berpikir, apakah sahaya akan mengambil jalan memutar untuk mencari tempat dangkal, ataukah menyeberang saja dan menyuruh kuda sahaya berenang. Sahaya lihat permukaan sungai itu sangat tenang, tetapi pengalaman membuktikan janganlah menduga segala sesuatu hanya dari permukaannya saja. Sebetulnya yang sahaya pikirkan adalah kemungkinan serangan, karena saat itu tentu saja sahaya belum memiliki ilmu meringankan tubuh sama sekali agar dapat melenting ke atas dengan ringan seperti Tuan. Namun akhirnya sahaya menyeberang, karena tidak memiliki jalan keluar yang lain, sedangkan waktu akan terus merambat berkepanjangan. Sampai di tengah, sungai memang menjadi sangat dalam dan kuda sahaya pun mulai berenang. Untunglah kuda bisa berenang. ''Memang kemudian terjadi sesuatu, air sungai itu ternyata tiba-tiba pasang. Ini memang musim hujan, jadi meskipun pagi sedang menjadi benderang, tentu air datang dari atas gunung. Memang permukaan air tidak naik begitu tinggi sehingga keluar dari sungai, hanya saja arusnya menjadi kuat sekali, sehingga sahaya dan kuda yang sahaya tunggangi itu terseret arus dan tak berdaya bertahan di tempat. Sebaliknya, karena arus yang begitu deras dan datangnya tiba-tiba itu, sahaya dan kuda itu lantas terpisah. Sahaya tak melihat lagi kuda itu, hanya mendengar ringkiknya di kejauhan. ''Sungai itu menyeret sahaya cukup jauh, melewati berbagai wilayah tanpa bisa sahaya atasi. Sahaya tak tahu berapa banyak air telah tertelan oleh sahaya tanpa sengaja, karena meskipun sahaya tahu caranya berenang dan karena TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ itu tetap mengambang, arus yang kuat tetap saja menimbulnenggelamkan kepala sahaya. Setiap kali kepala sahaya timbul, sahaya melirik ke tepian sungai, dan akhirnya suatu ketika sahaya lihat seorang anak kecil sekitar usia 12 tahun kebetulan sedang menuju ke tepi sungai. ''Sahaya melambainya sambil berteriak, 'Hooi! Tolong! Hoooi!', dan anak itu pun terlihat berlari mengikuti sahaya sambil juga berteriak-teriak dalam bahasa yang tidak sahaya kenal. Anak kecil itu mencericit seperti burung dan berlari cepat sekali berusaha mendahului arus. Lantas entah dari mana, karena sahaya tidak dapat melihat terlalu jelas dengan kepala timbul tenggelam seperti itu. Kemudian sejumlah anak yang lebih dewasa, remaja usia 14 atau 15 tahun, tampak lari lebih cepat lagi, bergegas mendahului. Mereka semua juga mencericit-cericit seperti burung. Ternyata mereka menuju ke sebuah jembatan di atas sungai yang terbuat dari sulur-sulur tanaman. Jembatan itu tidak terlalu tinggi dari permukaan sungai, bahkan dari bagian tengahnya kita seperti bisa menyentuh permukaan sungai yang sedang tinggi seperti itu jika bertiarap dan mengulurkan tangan dari celah di antara sulur-sulur itu. Lebar jembatan hanya seluas jalan setapak dan tidak rata, karena hanya memanfaatkan sulur-sulur terpentang. Mereka yang menyeberang mesti berpegangan pada sulur-sulur lain yang juga merentang ibarat jala di kanan kirinya. Di sanalah anakanak itu berada, mereka memegangi kedua kaki anak kecil yang melihatku tadi. Dengan bergelantungan seperti itu tangannya terulur siap menangkap diri sahaya. Maka sahaya pun mengulurkan tangan, jika kami luput saling menangkap, entah ke mana lagi banjir bandang ini akan membawa sahaya. "Kedua tangan kecil itu berhasil menangkap satu tangan sahaya yang terulur. Untunglah sahaya masih mengarahkan diri agar terseret arusnya tepat di bawah anak-anak itu. Begitu tertahan, arus sungai takberhenti menyeret tubuh yang masih TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ terendam air. Begitu kuatnya arus sehingga hampir saja pegangan kedua tangan anak itu terlepas. Ia bertahan dan teman-temannya berteriak mencericit riuh sekali. Anak itu memegang tangan kiri sahaya, maka sahaya angkat lagi tangan kanan untuk meraih sulur-sulur yang menjadi jembatan itu. Arus begitu kuat rupanya, sampai jembatan itu seperti tertarik oleh tubuh sahaya. Sentakan tangan kanan sahaya itu rupanya justru menambah tekanan daya tarik secara tiba-tiba, sehingga bukannya sahaya berhasil meraih sulur-sulur, sebaliknya pegangan mereka kepada kaki anak itu terlepas, dan pegangan anak itu karena terkejut juga menjadi terlepas. Kami berdua segera terseret arus ke sungai yang lebih luas, keluar dari anak sungai yang menyeret sahaya. "Di bagian sungai yang luas, pengaruh banjir bandang taklagi terasa, tetapi tetap merupakan perjuangan untuk mencapai tepian, apalagi karena sahaya harus menolong anak yang sesungguhnyalah telah berjuang keras untuk menolong sahaya itu. Sebetulnya ia juga pandai berenang, tetapi sahaya lihat ia terseret arus, jadi sahaya berenang sekuat tenaga agar bisa menyusulnya. Namun tenaga sahaya sudah habis, dan anak yang kepalanya kini timbul tenggelam itu semakin jauh saja rasanya. Hati sahaya tercekat, ia tampak jauh sekali. Apakah sahaya bukan hanya akan gagal menjalankan tugas, tetapi juga akan mengorbankan nyawa orang dengan sia-sia" Sahaya menjadi lemas karenanya... "Pada saat sahaya nyaris menyerah karena putus asa, pada permukaan air itu sahaya saksikan sepasang bayangan berkelebat mendekati kami. Satu orang melesat ke arah anak itu, dan satu orang lagi mendekati sahaya. Mereka melesat bagaikan tanpa berpijak kepada apapun selain kepada air. Seluruh tubuh mereka terbalut busana yang jelas memudahkan mereka dalam pergerakan, terutama pergerakan dalam pertarungan, yang belum pernah sahaya lihat dikenakan orang sebelumnya. Kaki mereka juga terbungkus sesuatu yang pernah sahaya dengar disebut orang sebagai TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sepatu dan sepatu yang tampaknya terbuat dari kain itu tidak terlihat basah sama sekali. "Rambut mereka panjang, yang seorang mengurai rambutnya di belakang, yang lain mengikatnya dengan sangat rapi. Akan terlihat nanti betapa keduanya adalah suatu pasangan, yang rambutnya terurai segera menyambar anak itu dan membawanya ke tepi, ternyata ia seorang perempuan; yang rambutnya terikat adalah seorang pria yang juga dengan cepat menyambar sahaya, begitu ringan tampaknya diri sahaya baginya, dan meski menjejakkan kaki di air, permukaan air itu bergeming sama sekali. Namun mereka tidak terbang, mereka berlari, meski tepatnya memang melesat. Begitulah pasangan itu me lesat dan berkelebat dari tengah sungai ke tepian membawa diri sahaya dan anak itu, Tuan. Anehnya, sahaya melihat beberapa gerakan mereka mengingatkan sahaya akan gerakan Tuan. "Kami direbahkan di tepian sungai. Luar biasa bagaimana pasangan pendekar ini melenting ke atas tebing, seolah berlari miring di dinding tebing tanpa beban sama sekali. Waktu kami digeletakkan, anak-anak yang lain sudah berada di sana dan mengerumuni kami. Ternyata mereka saling mengenal dan bahasa mereka mencericit seperti burung! Anak-anak remaja itu menjura dengan hormat dan ketakutan, meski keduanya tidak tampak marah sama sekali. Lantas, setelah melihat sahaya baik-baik saja, bercakaplah kami dalam bahasa Melayu. "'Siapakah Anak" Mengapa bisa terseret arus seperti ini"' "Maka sahaya ceritakan saja secara ringkas tentang tugas yang sahaya emban tanpa menceritakan kembali pernikperniknya, dan mereka pun saling berpandangan. "'Anak telah kehilangan kuda dan Anak juga telah terseret arus begitu jauh dari arah yang Anak tempuh, tentu Anak tidak dapat sampai ke tujuan dalam waktu yang singkat, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bahkan jauh lambat. Apakah kiranya yang Anak akan lakukan"' "Sahaya hanya tertunduk sedih, ingin menangis, tapi sahaya tak mau menangis, sahaya tidak boleh berhenti berusaha. Sahaya pun bangkit dan mengucapkan terima kasih kepada mereka berdua, juga kepada anak kecil yang berusaha keras menolong sahaya itu. Setelah minta maaf, sahaya pun pamit untuk pergi. "'Nanti dulu Anak, akan menggunakan apakah Anak kiranya jika kuda Anak pun belum jelas nasibnya?"' ''Sahaya tidak punya cara lain selain berjalan kaki, wahai Puan dan Tuan, sahaya tidak mempunyai ilmu meringankan tubuh yang akan membuat sahaya mampu berlari secepat angin....' '''Kalau begitu, Anak, bagaimana jika Anak kami bopong sahaja. Semoga dengan begitu Anak dapat tiba di tempat secepatnya.' '''Ah, sahaya tidak ingin menyusahkan Puan dan Tuan sekalian. Sahaya sudah terlalu banyak berutang.' ''Lantas pendekar yang perempuan berkata dengan lembut tetapi isinya tegas. '''Anak, sesama manusia kita harus saling menolong, Anak tidak usah sungkan-sungkan menerima bantuan kami. Anak telah berusaha menolong cucu murid kami. Sungguh kami sangat menghargainya. Terimalah balas budi kami, bukan seperti membayar utang, karena barangkali di masa depan kami juga membutuhkan pertolongan Anak.' ''Dengan kata-kata sebijak itu, sahaya tidak dapat menghindar lagi, dan segera sudah berada dalam bopongan pendekar yang pria. Sebelum berangkat, dengan tenaga dalamnya sudah dibuatnya kering baju sahaya yang basah. Lantas mereka berdua melenting ke atas, untuk segera TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ melesat dari pohon ke pohon. Seperti di atas permukaan laut, mereka sungguh seperti berlari di atas pucuk-pucuk pohon, meskipun tentunya lebih tepat mereka melesat dan berkelebat. Apabila pohon-pohon habis maka tetap saja mereka dan sahaya yang dibopong menjadi hanya bayangan yang berkelebat. ''Dibopong oleh mereka berarti sahaya mengalami kecepatan seperti mereka. Apabila kemudian kami melewati pemukiman, mereka melesat di atas atap-atap rumah, maka kecepatan itu terlihat dari lambatnya gerak yang terbiasa sahaya saksikan sebagai gerak keseharian di bawahnya. Orang-orang sahaya lihat bergerak seperti sangat lamban. Apabila kami terpaksa lewat di dekat mereka di bawah, seolah-olah sahaya dapat menyentuh mereka tanpa mereka ketahui karena kecepatan yang sangat tinggi itu. ''Dengan kecepatan seperti itu, sebetulnya kami dapat segera sampai ke Ratawun. Namun juga dengan kecepatan seperti itu, segala sesuatu tampak lebih jelas, sementara kami sendiri tiada akan dapat terlihat. Sekarang sahaya mengerti bagaimana para pendekar dapat menolong mereka yang lemah dan menderita tanpa harus menonjolkan diri, yakni karena mereka memang mampu bergerak secepat kilat takterlihat lantas pergi lagi. ''Itulah yang terjadi di tengah jalan, ketika kami jumpai sejumlah orang sedang menganiaya seseorang yang sudah babak belur. Meski belum jelas masalahnya, betapapun dalam keadaan banyak orang menganiaya satu orang yang sudah tidak berdaya bukanlah suatu keadilan. Artinya meskipun orang itu mungkin pencuri, penganiayaan tanpa peradilan lebih biadab daripada pencurian itu sendiri, apalagi penganiayaan sampai orangnya mati. Menyaksikan penganiayaan tersebut, kedua pendekar yang sedang melesat itu saling memandang, dan keduanya memang segera saling mengangguk penanda kesamaan pengertian. Maka dengan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ cepat pasangan pendekar itu bergerak, tentu sambil salah satunya masih membopong sahaya, untuk menotok jalan darah para penganiaya itu. ''Mereka tentu tak tahu apa yang telah menimpa mereka. Totokan jalan darah itu akan membuat mereka berdiri seperti patung dalam keadaan seperti ketika mereka ditotok, setidaknya sampai matahari berada di atas kepala. Pasangan pendekar itu dalam pandangan sahaya bergerak dengan kecepatan seperti dalam kehidupan sehari-hari, hanya saja penganiayaan itulah yang tampak sangat lamban, terlalu lamban, selamban-lambannya lamban, bagaikan tiada lagi yang lebih lamban, sehingga pasangan pendekar itu dapat menotok jalan darah mereka pada tempat yang dikehendaki dengan tepat. ''Begitulah penganiayaan itu berubah menjadi penganiayaan yang dipatungkan; yang sedang menggebuk tangannya berhenti di udara sambil masih memegang penggebuk, yang sedang menendang berdiri dengan satu kaki dan tentu akan jatuh jika tiada keseimbangan, tentu tetap seperti patung menendang, tetapi yang sedang digeletakkan. Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Setelah pasangan itu melesat jauh, sahaya masih sempat menyaksikan betapa orang yang teraniaya tadi merangkak pelahan di antara para penganiaya yang mendadak kaku seperti patung. ''Dalam keadaan seperti itulah peristiwa tersebut ditinggalkan. Baru sahaya sadari sekarang bagaimana pengertian betapa seorang pendekar itu berkelebat dari tempat yang satu ke tempat yang lain tanpa pernah terlihat. Suatu pengertian yang ternyata memang nyaris berlaku dalam artinya tanpa kiasan. PERISTIWA itu membuat sahaya berpikir, 'Ah, seandainya diri sahaya adalah seorang pendekar.' Sebagai perempuan sahaya telah mengalami dan melihat sendiri bagaimana kaum sahaya tidak dipentingkan, harus dikalahkan, dan jika TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ melawan haruslah ditindas sebagai pembelajaran. Jika sahaya seorang pendekar, betapa sahaya dapat membalik keadaan, menunjukkan apa saja yang dapat dilakukan seorang perempuan, dan terutama melawan penindasan. "Namun mimpi sahaya tentu hanya akan tetap tinggal sebagai mimpi, karena siapalah kiranya pendekar besar yang sudi menerima sahaya sebagai muridnya" Jika hanya sembarang guru silat di sembarang kampung, mereka semua pernah sahaya kalahkan di pasar malam, sayembara kerajaan, maupun dalam pesta-pesta kenegaraan. Sahaya ingin menjadi perempuan pendekar yang mempunyai tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh, agar sahaya dapat bergerak secepat kilat dan mampu melumpuhkan lawan, sehingga sahaya dapat membantu siapapun yang lemah, tiada berdaya, tertindas, dan membutuhkan pertolongan..." Campaka membasahi lagi tenggorokannya dengan air kelapa muda dari tabung bambu. Dari tempatku berbaring, kulihat matanya menyala-nyala. (Oo-dwkz-oO) Episode 73: [Di Ratawun] "Sahaya tiba di Ratawun bagaikan turun dari angkasa karena dibawa sepasang burung rajawali. Sahaya merasa sikap mereka memang gelisah karena perangkat upacara itu tidak kunjung tiba. Namun usaha menjelaskan maksud kedatangan sahaya tersulitkan oleh terkejutnya para pejabat desa maupun pejabat istana melihat tibanya sahaya dengan cara dibopong seoramg pria berbusana asing dari angkasa; yang sebetulnyalah tiada lain kemampuan seorang pendekar berkelebat dengan ilmu meringankan tubuh sehingga bisa melenting dari pucuk pohon yang satu ke pucuk pohon yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ lain sebelum akhirnya tiba-tiba saja mendarat dengan ringan tanpa suara. "Bukannya mereka memperhatikan warta yang sahaya bawakan, sebaliknya mereka bahkan sibuk mempertanyakan asal-usul para penolong sahaya itu, yang dijawab oleh kedua pendekar itu bahwa keduanya adalah pedagang dari sebuah negeri jauh di seberang lautan, yang sementara waktu menetap di Javadvipa. "'Pedagang apa"' kata mereka pula. "'Pedagang kundika,' demikianlah jawabnya dalam bahasa Melayu. Mendengar kata kundika akupun menduga-duga darimana kedua pendekar itu berasal. Memang benar bahwa wadah air tersebut, sejauh terbuat dari tanah liat saja, telah dapat dibuat di Javadvipa. Namun kundika yang lebih canggih, hanyalah yang datang bersama mereka yang datang dari utara, dengan kapal-kapal yang berlabuh di kota-kota pantai sepanjang Suvarnabhumi maupun Javadvipa, baik sebagai barang dagangan maupun harta milik pribadi yang dibawa dalam perpindahan di berbagai jalur perdagangan antarnegara di Suvarnadvipa . Maka, jika keduanya mengaku sebagai pedagang kundika, dan mestinya dengan berbagai barang dagangan lain pula. Itu merupakan cara menyamar yang bisa diterima. Namun bagaimana caranya penduduk Mataram tahun 796 menerima dalam akalnya betapa kedua orang itu datang berkelebat untuk segera menghilang" Adalah Campaka yang menerima banyak pertanyaan, yang membuatnya tiada habis mengerti bahwa hal itu seolah menyita perhatian lebih banyak daripada masalah benda-benda upacara yang terlambat. ''Demikianlah Tuan mereka sibuk bertanya-tanya dengan terpesona. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ '''Jadi yang disebut dunia persilatan itu memang ada" Jadi laki-perempuan yang mengantarmu itu pendekar silat dari mancanegara"' ''Sahaya tentu saja juga sulit menjelaskannya T uan, karena pertemuan sahaya dengan keduanya, seperti Tuan ketahui, juga hanya selintas pintas sebagaimana layaknya kelebat seorang pendekar dalam dunianya yang memang seperti dongeng. Hanya setelah terpaksa sahaya agak keras berbicara, maka mereka menaruh perhatian. ''Maka sahaya ceritakan segenap pengalaman para mabhasana yang pernah sahaya dengar, bahwa isi pedati itu nyaris dirampok pengawalnya sendiri, yang lantas setelah Tuan mengawalnya, tetap saja berada dalam ancaman perampokan Gerombolan Kera Gila seperti sahaya telah ikut mengalaminya, dan bagaimana akhirnya berpisah karena menjalankan tugas dari Tuan. Itu pun perhatian masih harus berbelok lagi karena mendengar perihal T uan. '''Jadi Pendekar Tanpa Nama itu memang ada" Kukira itu hanya dongeng dunia persilatan yang beredar dari kedai ke kedai!'' '''Tuan dan Puan,' kata sahaya dengan suara tegas, -meskipun pendekar yang tidak memiliki nama tersebut masih mengawal para mabhasana dan lima pedati yang diangkut perahu tambang besar jenis akirim agong, betapapun usianya masih lima belas tahun. Beliau memang sakti, tetapi tipu daya dan serangan licik masih akan dapat memperdayainya.''' Itulah yang memang terjadi, karena racun dalam cakar Si Kera Gila dalam ilmu persilatan adalah bagian dari tipu daya dan seorang pendekar dari golongan putih tak akan pernah menggunakannya. Teringat selintas betapa dalam diriku telah terkandung segenap ilmu sihir dan ilmu racun paling jahat warisan Raja Pembantai dari Selatan yang belum mampu kuberdayakan sepenuhnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Tetapi Tuan, rupanya sahaya pun tidak dapat segera membaca keadaan. Mereka tampaknya justru berharap agar upacara penyerahan sima itu gagal, karena sebetulnya mereka kecewa dan terkejut bahwa tanpa dikehendaki para mabhasana itu telah terkawal oleh Tuan.'' ''Lantas apa yang mereka lakukan kepadamu"'' ''Inilah yang kemudian terjadi Tuan. Sejumlah orang bersenjata tiba-tiba sudah mengepung sahaya dan tentu saja tiada yang dapat sahaya lakukan selain melawan. Sahaya cabut kedua pedang di punggung sahaya dan sahaya lawan mereka sekuat tenaga. Segenap serangan mereka adalah mematikan, artinya mereka ingin membunuh dan tidak sekadar menangkap sahaya. Sekitar duapuluhlima orang mengepung sementara orang-orang desa menonton saja. ''Untunglah, meskipun mereka tampaknya prajurit, karena berbusana seperti orang biasa, kepandaian silatnya tidak ada yang mencapai tingkat pendekar, yakni menggunakan tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh. Jadi untuk sementara sahaya masih dapat melawan dengan segala keterbatasan jurus-jurus yang bisa dima inkan dengan kedua pedang sahaya. ''Sembari bertarung sahaya berteriak marah kepada para pejabat yang hanya menonton. --Wahai Tuan-Tuan, apakah maksudnya semua ini Tuan" Semua orang telah berjuang dan berkorban demi kerajaan, yakni menyelamatkan benda-benda upacara penyerahan sima, apakah Tuan-Tuan bermaksud melakukan pemberontakan" Apakah berarti Tuan-Tuan tetap bermaksud menerima harta karun tetapi tanah ternyata tidak diserahkan" Katakanlah, agar jika sahaya memang harus mati, tidak akan mati penasaran dan hantu sahaya tidak mengganggu kehidupan T uan,i kata sahaya. ''Ternyata pancingan sahaya berhasil. 'Huahahahaha, perempuan pandai! Dikau pandai bermain pedang dan pandai pula bermain kata-kata! Huahahahaha! Tapi karena dikau TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ memang akan mati, dikau diizinkan mengetahui segalanya! Huahahaha!' ''Sembari bertarung dalam keadaan selalu terdesak, sahaya mendengarkan baik-baik kalimat seorang pejabat istana. 'Perempuan pandai, ketahuilah bahwasanya bukan kami yang memberontak terhadap kerajaan, melainkan raja yang dikau bela itulah yang telah melakukan pengkhianatan. Pengkhianatan terhadap siapa" Tentu saja pengkhianatan terhadap igama! Bagi kami hanya ada satu kebenaran, yakni kebenaran kami! Meskipun seorang raja, jika ia membiarkan penyerahan sima bagi igama yang berbeda, kami anggap telah mengkhianati igamanya sendiri. Maka tanah ini kami sita dan benda-benda upacara tetap menjadi milik kami! Mengerti dikau Dewi"' ''Sahaya menjadi bingung, karena segalanya tampak ruwet. Bukankah tidak ada cerita tentang permusuhan antara Mahayana dan Siva" Siapa mengkhianati siapakah ini" Lagipula igama macam apakah yang telah menjadi begitu kerdilnya, sehingga tidak mengakui kebenaran, setidaknya keberadaan, igama lainnya" Nanti sahaya memang dapat meraba apa yang telah terjadi, tetapi saat itu sahaya hanya berpikir untuk menyelamatkan nyawa sahaya dahulu, yang telah dipastikannya untuk melayang hari itu juga. ''Maka sahaya memainkan jurus yang sahaya pelajari dari ayah dan suami, tentang bagaimana menghadapi pasukan yang lebih banyak dalam pertempuran. Maka sahaya berlari seolah putus asa untuk memancing kepungan. Apabila mereka kemudian mengepung sahaya dengan penuh kelengahan, karena rasa puas yang belum waktunya, saat serangan serentak dengan bayangan puluhan tombak akan menembus tubuh sahaya, maka sahaya berguling seperti trenggiling untuk berputar dengan kedua tangan terentang seperti balingbaling. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Sahaya sendiri pun belum pernah melihat akibat dari jurus yang meskipun pernah sahaya coba dalam latihan, jelas belum pernah sahaya gunakan karena belum pernah terlibat pertempuran. Apa yang sahaya saksikan sangat mengibakan perasaan. Sebetulnya siasat ini digunakan dalam keadaan terdesak, ketika jumlah pasukan berjalan kaki harus melawan pasukan berkuda. Suatu siasat agar membuat kuda yang ganas dan terlatih dapat terlumpuhkan dengan cepat, sehingga perbandingan kekuatan segera berimbang. Namun dalam hal ini, bukan kaki kuda yang termakan babatan balingbalong kedua pedang sahaya yang ternyata sangat tajam itu, melainkan kaki manusia. ''Seluruhnya, dua puluh lima orang itu bergelimpangan dengan jerit memilukan. Betapa taktega sahaya menyaksikannya, tetapi mereka semua dengan bersemangat ingin membunuh sahaya bukan" Tidak semua memang jadi putus kakinya, ada yang hanya tergores, tetapi jika goresan itu menghancurkan tempurung lutut, tentu saja sangatlah melumpuhkan dengan rasa nyeri taktertahankan. Maka di hadapan sahaya terbentanglah pemandangan memilukan itu, kaki kiri atau kanan yang terlepas dari tubuhnya, takkurangkurangnya yang lepas kedua-duanya, atau tempurung lutut hancur tergores dua-duanya, tetapi yang hanya di sebelah kiri atau kanan pun takbisa berdiri lagi dan hanya bisa mengerang-erang. Sahaya dapat membunuh mereka semua jika berminat, tetapi itu tidak mungkin sahaya lakukan. ''Sahaya bangkit berdiri perlahan-lahan dengan mata yang barangkali telah dibaca sebagai nyalang dan haus darah, rambut sahaya yang penuh debu tanah mungkin pula telah menambah kengerian orang-orang terhadap sahaya. Terbukti ketika sahaya melihat ke sekeliling dan melangkah, orangorang desa yang menonton di lapangan itu segera lari lintang pukang. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Tempat itu menjadi lengang. Hanya tersisa sejumlah pejabat istana dan desa yang berdiri kebingungan, tidak tahu apa yang mesti diperbuat. Belum jelas bagi sahaya, masalah igama yang bagaimana telah membuat para pejabat ini mengkhianati kepercayaan istana kepada mereka, tetapi bagi sahaya cara-cara licik selamanya takbisa dibenarkan. Sahaya mendekati mereka, dan meskipun ketakutan mereka takbisa lari. Beberapa orang bahkan tampak terkencing sehingga menetes dan membasahi kainnya. Sahaya merasa marah teringat segala usaha yang telah kita semua lakukan. Meskipun baru sebentar bertemu dan mengenal para mabhasana, kedua tukang perahu, maupun Tuan sendiri, kesamaan nasib sebagai sasaran penyerbuan para penyamun sungai, dan perjuangan bersama melawannya, telah membuat sahaya merasa menjadi bagian dari rombongan, lebih dari sekadar sebagai kawan seperjalanan. ''Sahaya baru mau membuka mulut, bertanya mengapa mereka tega melakukan pengkhianatan yang licik seperti ini, ketika dari belakang sahaya muncul seregu pasukan berkuda. Sahaya masih tertegun ketika mendadak seseorang melompat turun dari kuda dan langsung memeluk sahaya yang masih dikuasai perasaan. Ternyata dialah Rama Naru, pemimpin rombongan mabhasana itu. Bagaimana beliau dengan cepat Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dapat menyusul, akan sahaya ceritakan nanti, yang jelas saat itu kami berpelukan dan sahaya menangis karena takbisa lagi menahan haru. '''Sudahlah, Anak, biarkan pasukan rahasia istana menjalankan tugasnya. Anak sudah selamat. Tidak ada lagi yang perlu ditakutkan. Tapi daku masih sedih dengan lenyapnya pendekar tak bernama yang telah membantu kita itu, yang rupa-rupanya meski pertarungannya belum terlalu banyak, tetapi belum pernah terkalahkan dan sudah mulai disebut-sebut sebagai Pendekar Tanpa Nama. Di tengah sungai kami telah diserang bayangan berkelebat yang menurut Radri dan Sonta kemungkinan besar adalah Si Kera TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Gila sendiri, pemimpin para penyamun di sungai itu yang tentu telah mengetahui betapa anak buahnya musnah.' ''Apakah yang terjadi kemudian, Rama Naru"' '''Pendekar Tanpa Nama itu lenyap bersama bayangan berkelebat itu, mereka berdua tercebur dan tampaknya bertarung di dalam air. Kami belum tahu lagi apa yang terjadi setelah itu, karena perahu tambang itu terus terseret arus yang semakin lama ternyata semakin deras.' (Oo-dwkz-oO) Selama Campaka bercerita, aku memikirkan sesuatu di balik pengalamannya. Bahwa berbagai peristiwa yang dialaminya tersangkut dengan suatu peristiwa yang jauh lebih luas. Setidaknya dua perkara dapat kutarik dari ceritanya: pertama, tentang penyerahan sima; kedua, tentang bangunan untuk igama. Tentu harus kuyakinkan diriku sendiri betapa aku memang harus mengetahui perkara kedua hal itu, sebelum mencoba menarik suatu kesimpulan dari cerita Campaka. Pemberian anugerah sima oleh raja seringkali diikuti oleh pembukaan tanah lama yang kurang menghasilkan, seperti ladang, pekarangan, kebun, menjadi ladang baru yang lebih menghasilkan, yakni sawah. Ini merupakan cara-cara raja untuk membuat rakyatnya sejahtera, sehingga bukan hanya dibebaskan dari pajak, tetapi tanahnya pun menambah kemakmuran pula. Adapun bagi petinggi desa, ketika kemampuan memimpin dinilai dari kemampuannya membagi kekayaan, cara memperlihatkannya adalah pada saat membagi harta ketika desanya mendapatkan anugerah sima. Di bagian awal rangkaian upacara ini, digambarkan bagaimana pemimpin desa, yang mendapat anugerah sima dari raja, membagi-bagikan harta kekayaannya kepada berbagai lapisan khalayak. Harta kekayaan yang diberikan sebagai hadiah, yakni pasek-pasek atau pisungsung, adalah busana wdihan untuk laki-laki dan ken untuk perempuan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dalam berbagai corak; serta logam mulia, yakni mas dan pirak. Mereka yang mendapat hadiah ini adalah para pejabat dari tingkat pusat, bahkan mulai dari sang raja sendiri sampai pejabat desa. Tidak ketinggalan wakil dari desa-desa tetangga atawa wanua i tpi s iring dari tempat sima itu diberlakukan. Namun tak selalu tanah itu dipandang dari kesuburannya, dan dikembangkan dari ladang menjadi sawah. Bagi raja, pemberian anugerah sima kepada pimpinan desa juga dipandang sebagai tindakan keagamaan. Pernah kujumpai sejumlah prasasti yang menyebutkan betapa pendapatan raja menjadi hanya sepertiganya, karena duapertiga bagian lainnya diberikan kepada kepala sima dan untuk bangunan keagamaan yang berada di atas tanah itu. Di wilayah pusat kerajaan, sang raja sendiri juga mendirikan bangunan keagamaan dengan ukuran yang lebih besar. Jika kutafsir kembali berbagai kalimat dalam prasasti itu, terdapat hubungan antara pujian terhadap kebesaran raja dan upayanya mendirikan bangunan suci, yang disebut arca dewa atau lingga. Dengan mendirikan bangunan igama, terwajibkan pula seorang penguasa untuk memeliharanya. Para pejabat penerima sima juga menyadari betapa anugerah membawa kewajiban baru yang tidak dapat diingkari, yakni pemeliharaan bangunan suci yang berdiri di atas tanah sima miliknya. Bentuk pemeliharaan paling nyata adalah memberikan sebagian hasil pajaknya untuk kepentingan bangunan suci tersebut. Kewajiban kerja bakti bersama-sama juga diadakan untuk perbaikan bangunan yang disebut buncang haji, mengadakan upacara pemujaan kepada dewa yang disebut bhatara, lengkap dengan beaya persajiannya. Waktu masih kecil, bersama orangtuaku pernah kulewati Canggal di atas Gunung Wukir, dan di sana terdapat prasasti yang ditulis tahun 732. Karena belum lancar membaca huruf Sansekerta, maka ayahku menceritakan isinya, yang sekarang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ini kuingat juga menjelaskan hubungan raja dan rakyatnya dalam hubungan dengan bangunan keagamaan. Prasasti itu dikeluarkan oleh raja Sanjaya ketika mendirikan lingga di atas Gunung Wukir, terletak di dekat sebuah candi. Prasasti itu terdiri dari 12 pada. Menurut ayahku pada 1 Legenda Kelelawar 2 Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Rahasia Ki Ageng Tunjung Biru 1

Cari Blog Ini