Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo Bagian 1
:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 1
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 2
https://www.facebook.com/groups/KhoPingHoo
:: CerSil KhoPingHoo :
Penerbit :
CV. ANALISA
Jakarta
Pelukis :
Oen Tiong Ho
Sumber Image :
Awie Darmawan
Kontributor :
Yon Setiono
Konversi Image ke teks & E-Book :
Cersil KPH
Cetakan 1961:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 3
:: CerSil KhoPingHoo :
Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Perang!!! Kata-kata ini, diucapkan dalam bahasa apapun, merupakan kutukan hebat bagi setiap bangsa,
merupakan bencana. yang paling mengerikan bagi setiap manusia! Siapakah orangnya yang tidak
membenci perang? Biarpun ada orang yang tidak menguatirkan keselamatan sendiri dalam perang,
setidaknya ia akan merasa ngeri apabila ia mengingat bahwa perang dapat membinasakan seluruh
harta-bendanya, seluruh keluarganya, isteri, anak, handai-taulan dan orang yang paling dicintainya
didunia ini. Bunuh-membunuh antara manusia, kekacauan, pengkhianatan, kekejaman, perbuatan yang
tak patut dilakukan oleh manusia yang berakal-budi dan yang menganggap dirinya sebagai makhluk
semulia-mulianya dipermukaan bumi ini. Perang diliputi oleh nafsu merusak semata, nafsu membunuh
dan membinasakan yang hidup dan yang indah. Semata terdorong oleh nafsu ingin menang,
kemenangan hampa! Memang, perang adalah kutukan dan bencana bagi setiap manusia, dan pada
umumnya perang dibenci oleh rakyat semenjak zaman dahulu sehingga sekarang.
Tiongkok semenjak dahulu selalu dilanda perang yang tak lain menimbulkan penderitaan dan
kesengsaraan pada rakyat. Pada sekitar tahun 755, selama kurang lebih delapan tahun, diwaktu Kaisar
Hian Cong menjadi raja, rakyat telah menderita karena timbulnya perang yang tiada hentinya. Kaisar
mengangkat seorang Tartar bernama An Lu San menjadi seorang panglima besar yang diberi kekuasaan
penuh di Hopei. Akan tetapi, panglima ini setelah memiliki kekuasaan besar dan mengepalai banyak
tentara, lalu memberontak, memimpin lima belas laksa tentara memukul dan menyerbu kearah selatan.
Kaisar terpaksa lari mengungsi ke Secuan karena tentaranya tak dapat menahan serbuan ini. Akhirnya
berkat perlawanan rakyat jualah maka pemberontak itu dapat dipukul mundur, padahal ketika terjadi
perang, rakyat pula yang harus menderita.
Sampai pada saat kaisar Hian Cong diganti oleh kaisar Su Cong perang masih merajalela, yang
ditimbulkan oleh pemberontak yang sementara itu telah diganti pula oleh Sie Se Ming. Didalam
peperangan yang ditimbulkan oleh pemberontakan ini, siapapun yang bersalah dalam hal ini, baik fihak
kaisar maupun fihak pemberontak, yang sudah tetap dan pasti adalah bahwa rakyatlah yang menderita
karenanya. Para tentara yang memberontak itu melakukan segala macam kejahatan. Kampung dibakar,
dirampok, orang kampung dibunuh, karena setiap orang dusun mereka curigai dan dituduh sebagai
anggauta? barisan gerilya yang dilakukan oleh para pemuda rakyat. Wanita diganggu, petani-petani
ditebas batang-lehernya tanpa kenal ampun lagi, dan banyak pula anak kecil dibunuh dengan cara amat
kejam dan diluar perikemanusiaan.
Didalam perang, iblis dan setan berpesta-ria dan hasil keindahan seni alam di injak hancur, sedikitpun
tidak ada harganya lagi! Terutama sekali dusun yang dilalui oleh rombongan kaum pemberontak
dibawah pimpinan An Lu San ketika ia menyerbu keselatan, Dusun ini dibakar habis dan entah berapa
puluh ribu jiwa orang kampung yang dibinasakan oleh anggauta tentara pemberontak yang tidak
bertanggungjawab. Dan oleh karena yang dirampok bukan hanya harta-benda yang berada didalam
rumah, akan tetapi juga hasil sawah-ladang disikat habis dan dijadikan persediaan ransum bagi barisan
pemberontak yang besar jumlahnya itu, maka selain mengalami penderitaan yang timbul dari
kekejaman para pemberontak, juga rakyat mendapat ancaman bahaja lapar karena kehabisan makanan
sebelum sawah-ladang mereka menghasilkan panen baru.
Sisa orang yang dapat menjelamatkan diri dari tangan maut yang menjangkau dari pedang dan golok
para pemberontak, kini diserang oleh tangan maut yang mencengkeram dari perut mereka sendiri yang
kosong. Orang yang mati kelaparan menggeletak dimana. Ada seorang dusun yang menjadi gila karena:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 4
:: CerSil KhoPingHoo :
penderitaan ini dan karena rasa lapar yang mematahkan semangat dan melumpuhkan jiwanya. Keluarga
petani tua ini telah habis binasa menjadi korban para pemberontak, dan kini dia sendiri hampir binasa
menjadi korban kelaparan. Ia berlari kesana-kemari menangis diantara suara ketawanya yang
mengerikan. Tubuhnya kurus-kering, pakaian compang-camping, dan berulangkali mulutnya menjerit,
"Lapar... lapar!!" Akan tetapi, siapakah yang akan dapat menolongnya? Siapa yang dapat
menghiburnya? Semua orang berkeadaan sama, bahkan banyak pula yang lebih buruk daripada orang
gila itu, karena sudah rebah diatas lantai gubuk bobroknya, rebah tak berdaya untuk bangun kembali,
tinggal menanti datangnya maut menjemputnya dan membebaskannya daripada penderitaan itu! Sigila
itu lari kesawah yang masih kosong. Ia menjatuhkan diri diatas tanah, menangis dan meraung, makin
lama makin lemas, dan tiba-tba matanya menjadi liar, dicengkeramnya tanah lembek lalu dimakannya!
"Tanah, tanah... dari kaulah segala macam makanan lezat terjadi... ibu tanah... kalau anak mu enak
dimakan dan mengenyangkan perut, mengapa kau tidak...?" Biarpun ia merasa betapa kasar dan tidak
enak rasa tanah didalam mulutnya itu, namun ia memaksanya memasuki perutnya! Kejadian seperti itu
masih belum hebat. Bahkan ada orang-tua yang membunuh anak mereka sendiri dengan
melemparkannya kedalam sungai oleh karena sudah tak kuasa lagi memeliharanya. Dan dalam
kelaparan dan penderitaan, orang dapat menjadi gelap mata dan pertimbangannya telah rusak dan tak
dapat dipergunakan lagi. Oleh karena itu, tekanan penderitaan menimbulkan kejahatan yang tak segan
dilakukan oleh seorang yang tadinya hidup secara baik dan terhormat!
Maling dan curi terjadi disana-sini. Gadis-gadis dijual oleh ayah-ibunya sendiri ditukarkan dengan beras
yang harus menghidupkan adik gadis itu! Kejam, ganas, mengerikan! Demikianlah perang! Dimanapun
dia merajalela, selalu mendatangkan kebinasaan dan menimbulkan pelbagai kengerian yang tak layak
pula terjadi diatas dunia yang telah dikuasai oleh orang! Terkutuklah perang! Dan terkutuk pula orang!
yang dengan sengaja maupun tidak menyalakan api peperangan! Mampuslah orang yang gila perang,
pergilah keneraka jahanam, Kami, rakyat sedunia, tidak membutuhkan kalian dipermukaan bumi ini!
Sebagai akibat dari perang yang ditimbulkan oleh pemberontak An Lu San, banyak anak kehilangan
orang-tuanya dan hidup terlunta, terlantar dan berkeliaran kemana saja sepasang kaki yang masih
lemah itu membawa tubuh.
Pada suatu hari, diatas jalan raya didusun Hong-yan yang telah menjadi tumpukan puing, nampak
seorang kakek berjalan sambil memandang kekanan-kiri dengan wAyah sedih. Berulang kakek ini
menarik napas dan keluhan perlahan keluar dari dadanya kalau ia melihat pemandangan yang
mengerikan akibat perang. Orang yang masih hidup mulai berusaha membangun rumah untuk tempat
tinggal mereka, yakni kalau yang mereka bangun itu boleh disebut rumah, karena sebetulnya lebih patut
disebut kandang babi! Kakek ini berjalan terus dengan kening dikerutkan, dan ketika ia tiba disebuah
tikungan, tiba-tiba ia mendengar suara anjing menggonggong marah. Ketika ia menghampiri tempat itu,
dilihatnya dua orang anak laki berusia kurang lebih enam tahun sedang menghadapi seekor anjing yang
kurus-kering dan yang berusaha menerjang mereka.
Entah mana yang lebih kurus, kedua orang anak laki atau anjing itu karena ketiga-tiganya nampak jelas
tulang iga mereka yang menonjol dari kulit yang tipis dan yang tak ditutup oleh ???-apa. Dibelakang dua
orang anak laki itu, nampak seorang anak perempuan yang usianya paling banyak lima tahun tengah
duduk menangis sambil memegang seekor ayam yang telah mati. Bangkai ayam itu dipegangnya erat
bagaikan seorang kikir memegang kantung uangnya! Anjing itu menyalak lagi dan tiba-tiba menyerbu,
hendak menerobos dua orang penjaga itu dan merampas bangkai ayam dari tangan anak perempuan
yang segera menjerit ketakutan. Akan tetapi, dua orang anak laki itu tanpa kenal takut lalu menyambut:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 5
:: CerSil KhoPingHoo :
serbuan anjing dengan kaki tangan mereka yang kurus kecil.
Mereka memukul, menjepak dan membetot ekor binatang itu. Si anjing meraung marah dan membuka
mulut hendak menggigit, akan tetapi sebelum ia berhasil menanamkan giginya kedalam kulit
pembungkus tulang kaki anak itu, tiba-tiba ia meraung keras dan roboh dengan kepala pecah! Ternyata
bahwa kakek itu telah menyambitnya dengan sepotong batu hingga kepalanya menjadi pecah dan mati
seketika itu juga. Kedua anak laki itu seakan tidak tahu dan tidak memperdulikan pertolongan yang
diberikan oleh kakek itu, dan kini mereka menghampiri anak perempuan yang masih memegang bangkai
ayam dan yang didekap pada dadanya yang kurus. Sepasang matanya yang saju memandang terbelalak
kepada mereka dan tiba-tiba terdengar suaranya yang nyaring,
"Jangan ambil ayamku, aku lapar..." Suara ini setengah bermohon setengah menegur.
"Siapa yang hendak mengambil ayammu? Kau makanlah, aku tidak sudi merampas makanan anak
perempuan!," kata seorang diantara kedua orang anak laki itu yang mempunya? tahi lalat ditengah
jidatnya.
"Kita telah menolongnya, sebaliknya ia menuduh kita hendak merampas ayamnya. Memang anak
perempuan tidak tahu berterima kasih!," kata anak laki kedua yang berwAyah tampan sambil
bersungut?
Anak perempuan itu memandang dengan sepasang matanya yang lebar, lalu tiba-tiba tersenyum dan
mengulurkan kedua tangannya yang memegang bangkai ayam itu.
"Marilah, kita bagi bertiga!," katanya. Kedua anak laki tadi saling-pandang dan mereka pun tersenyum.
Anak yang bertahi lalat pada jidatnya itu lalu menerima bangkai ayam itu dan setelah mencabuti semua
bulu-bulunya lalu menarik kaki ayam dan memotongnya menjadi tiga, dibantu oleh kedua orang anak
yang lain. Kemudian, mereka lalu makan daging ayam itu mentah?! Melihat pemandangan ini, dan
menyaksikan betapa lahapnya tiga mulut manusia kecil itu mengunyah daging ayam mentah, kakek tadi
yang masih berdiri disitu sebagai patung, tiba-tiba memejamkan matanya untuk beberapa lama dan
keningnya berkerut seakan ia menahan rasa sakit yang menikam hatinya. Ketika ia membuka kembali
kedua matanya, maka mata itu menjadi basah. Ia lalu melangkah maju menghampiri ketiga orang anak
kecil itu. Anak yang berwAyah tampan itu ketika melihat kedatangannya, lalu serentak berdiri dan
mengepalkan kedua tinjunya yang kecil sambil membentak,
"Jangan kau mencoba untuk merampok makanan kami!" Ia berdiri dengan gagah dan siap melawan
kakek itu apabila kakek itu hendak merampas daging ayam yang sedang mereka makan! Anak yang
bertahi lalat pada jidatnya itu segera mencela kawannya,
"Tidak, dia takkan mengganggu kita. Dialah yang tadi membunuh anjing itu. Kakek yang baik, kalau kau
juga merasa lapar, marilah kau kuberi bagian sedikit dari daging ayamku."
"... Ah, anak... ah... kasihan sekali kalian..." hanya ucapan inilah yang dapat dikeluarkan oleh kakek yang
merasa amat terharu hatinya itu. "Aku tak lapar dan tidak ingin mengganggu kalian. Akan tetapi,
janganlah kalian makan daging mentah itu. ayam ini telah mati karena sakit, maka kalau dimakan
mentah-mentah akan membahajakan kesehatan. Kalian akan jatuh sakit." Ketiga orang anak kecil itu
memandang kepadanya dan mulut mereka tersenyum, sedangkan mata mereka seakan berkata,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 6
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 7
:: CerSil KhoPingHoo :
"Apa artinya jatuh sakit? Takkan lebih menyakitkan daripada perut yang perih karena lapar!" Kakek itu
mengerti akan perasaan hati dan pikiran mereka, maka ia lalu membuat api dan menyuruh anak itu
memanggang daging ayam itu diatas api. Anak itu segera menurut dan memanggang daging ayam itu,
oleh karena memang daging itu alot sekali dan akan lebih enak kalau dipanggang dan dimakan matang.
Sementara itu, kakek tadi lalu menggali lubang kemudian menyeret bangkai anjing yang pecah
kepalanya untuk ditanam,
"Kalau tidak ditanam, ia akan membusuk dan akan menjadi penyakit," katanya, Akan tetapi, sebelum ia
menimbun kembali lubang itu dengan tanah, tiba-tiba datang dua orang wanita tua yang berteriakteriak,
"Jangan tanam dia, jangan...!" Mereka berlari menghampiri dan ketika kakek itu memandang dengan
heran, kedua orang wanita itu dengan girang sekali lalu menubruk bangkai anjing itu dan membawanya
lari sambil berseru kegirangan, seakan anak kecil kelaparan yang diberi makanan enak! Kakek itu
menggelengkan kepalanya dengan sedih.
"Ya Tuhan, semoga jangan terjadi lagi perang...," doanya dengan suara perlahan. Setelah semua daging
ayam termakan habis oleh ketiga orang anak tadi, kakek itu lalu duduk mendekati mereka dan bertanya,
"Siapakah kalian ini, apakah kalian masih bersaudara?" Ketiga orang anak itu saling pandang dan
tersenyum, kemudian anak perempuan itu berkata,
"Namaku Eng, she Kui. Aku tidak kenal kepada dua orang ini!"
"Dimanakah rumahmu dan siapa orang-tuamu?," tanya kakek itu dengan manis. Tiba-tiba Kui Eng
menangis terisak.
"Ayah dan semua orang dalam rumah dibunuh dan rumah dibakar, ibu dibawa lari penjahat..." Kui Eng
menjawab sambil megap dan menangis makin sedih. Kakek itu lalu memeluknya dengan hati hancur.
"Ayahnya adalah kepala kampung kami," tiba-tiba anak yang tampan itu berkata.
"Dan kau siapakah, nak?" tanya kakek itu kepadanya.
"Aku bernama Bun Hong, ayahku adalah Tan-Wangwe (hartawan Tan) didusun ini. Keluargaku pun telah
habis binasa oleh setan itu!" Sambil berkata demikian, kedua tangan anak ini dikepalkan dan matanya
memancarkan cahaja penuh dendam!
"Dan saudaramukah ini?," tanya kakek itu sambil menuding kearah anak bertahi-lalat dijidatnya.
"Bukan," jawab Bun Hong, "kami bertiga tak saling mengenal akan tetapi aku pernah melihat anak
perempuan ini digedung kepala kampung kami."
"...Siapakah kau, nak? Apakah kau juga anak dusun sini dan dimana pula keluargamu?," tanya kakek itu
kepada anak ketiga. Anak itu menggelengkan kepala dan kedua matanya menjadi basah ketika ia
mendengar pertanyaan itu.
"Ayahku adalah seorang petani didusun sebelah selatan sana dan namaku adalah Gan Beng Han. Ayahku:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 8
:: CerSil KhoPingHoo :
tewas dalam pertempuran melawan barisan pemberontak, karena ayahku ikut dalam gerakan gerilya
rakyat. Sedangkan ibuku... dan adik perempuanku entah pergi kemana. Mungkin mengungsi dengan
orang lain ketika setan itu datang menyerbu. Rumah kami sudah dibakar habis, aku hidup sebatang
kara."
"Setan-setan itu kurang-ajar sekali! Bahkan semua padi dan gandum kami dirampok habis!," kata Bun
Hong dengan suara gemas.
"Ah, anak, kalian hanyalah tiga diantara ribuan anak yang menjadi korban perang. Kalau kalian mau,
marilah kalian ikut aku kegunung untuk belajar silat." Bun Hong nampak gembira sekali.
"Belajar silat? Ah, aku suka sekali! Kalau aku bisa silat, tentu aku hajar semua setan yang dulu menyerbu
kesini!" Akan tetapi Beng Han memandang kepada kakek itu dan kemudian menggelengkan kepala
perlahan.
"Mengapa, nak?," tanya sikakek, "Apakah kau tidak suka belajar silat?"
"Bukan kakek yang baik. Tentu saja aku suka belajar silat dan menjadi seorang yang berguna. Akan
tetapi, kalau kami bertiga ikut dengan kau orang-tua, kami harus makan."
"Tentu saja kalian harus makan," kata kakek itu heran.
"Inilah sukarnya! Kami tidak punya apa-apa, hanya punya tiga buah mulut dan perut yang tiap hari harus
diisi. Kau adalah seorang tua yang melihat pakaianmu bukan seorang kaya, maka kalau kami ikut, selain
pelajaran silat, kaupun harus memberi sedikitnya tiga mangkok nasi tiap hari. Bagaimana kau akan kuat
memelihara kami?" Kakek itu tertawa geli dan didalam hatinya ia memuji. anak ini yang kelak tentu
menjadi seorang yang waspada dan mempunyai pertimbangan yang baik sekali.
"Beng Han, hal ini tak perlu dikuatirkan, karena aku percaya bahwa kalian bertiga tentulah bukan anakanak malas yang hanya bisa makan, tapi tak dapat bekerja seperti watak babi! Kalian tidak mau
dipersamakan dengan babi, bukan?" Tiba-tiba Kui Eng bangkit berdiri dan memandang marah.
"Siapa berani menjebutku babi?!'' Ia mengepalkan tangan dan matanya bersinar marah.
"Aku bukan babi!," Bun Hong juga memandang marah.
"Kami dapat bekerja, kakek, akan tetapi kau yang juga miskin ini dapat memberi pekerjaan apakah untuk
kami?" Kembali kakek itu tertawa. Melihat sikap dan mendengar jawaban ketiga orang anak ini, sudah
dapat dibajangkan watak masing-masing dan ia merasa gembira sekali. Kui Eng memiliki kekerasan hati
dan keangkuhan, yang baik sekali dimiliki oleh seorang wanita sedangkan Bun Hong memiliki
kegembiraan dan kejenakaan, juga keangkuhan hati dan manja, mungkin karena tadinya ia seorang
putera hartawan. Sebaliknya, yang amat mengagumkan hati kakek itu ialah sikap dan ucapan Beng Han
oleh karena ia dapat membayangkan bahwa kelak anak ini tentu menjadi seorang bijaksana yang
berpemandangan luas.
"Anak, Thian adalah Maha Murah dan Maha Adil. Tanah subur terbentang luas, menanti digarap. Kita
telah dikurniai tangan-kaki dan akal-budi, maka kalau kita kerjakan tanah itu, apakah tidak akan
menghasilkan makanan yang kita butuhkan? Betapapun besar kurnia Thian, namun tanpa kita kerjakan:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 9
:: CerSil KhoPingHoo :
dan usahakan, bagaimana ada makanan dapat berloncatan masuk kedalam perut kita sendiri? Dan
segala macam usaha kalau kita kerjakan dengan tekun dan rajin, pasti akan berhasil baik. Maka, ajohlah
anak-anak, mari ikut padaku, Mari kita bekerja!"
Ajakan ini mengandung suara gembira yang mendorong hati ketiga orang anak itu, maka tanpa
diperintah untuk kedua kalinya mereka lalu berdiri dan mengikuti kakek itu keluar dari desa yang telah
hancur itu, menuju kearah barat dimana nampak menjulang tinggi puncak gunung Swi-hoa-san. Kakek
itu adalah Lui Sian Lojin, seorang kakek pertapa yang telah lama mengasingkan diri dipuncak Swi-hoasan. Dimasa mudanya Lui Sian Lojin adalah seorang hiapkek atau pendekar besar yang hidup bertualang
didunia kang-ouw hanya berkawan sebatang pedangnya. Tak terhitung banyaknya jasa kakek ini dalam
menolong sesama manusia dan membasmi kejahatan, hingga selain ribuan orang mengenang namanya
sebagai seorang penolong yang budiman, banyak pula orang jahat yang mengingat namanya dengan gigi
gemeretak karena gemas dan sakit-hati.
Akhirnya Lui Sian Lojin merasa bosan merantau. Ia tidak mau menikah oleh karena gadis pujaannya
ternyata tidak membalas cintanya, bahkan menikah dengan orang lain. Maka ia bersumpah tidak akan
menikah, dan hanya hidup berdua dengan pedangnya yang dalam banyak pertempuran telah menjadi
kawan dan pembelanya. Ia memilih puncak Swi-hoa-san yang kaya akan tamasya alam indah, dan juga
yang memiliki tanah subur, untuk menjadi tempat pertapaan dimana telah belasan tahun ia bertapa
sambil tekun memperdalam ilmu batin dan bahkan menciptakan semacam ilmu pedang yang ia
namakan Swi-hoa Kiam-hwat atau Ilmu pedang dari Swi-hoa-san. Lui Sian Lojin belum pernah
mempunyai murid karena tidak ada murid yang dianggapnya cocok dan cukup berbakat untuk menerima
warisan ilmu pedangnya yang diciptakannya diatas puncak gunung itu.
Kemudian ia mendengar tentang pemberontakan yang dipimpin oleh An Lu San, maka ia turun gunung
untuk melihat keadaan. Bukan main sedih dan marah hatinya melihat bekas kekejaman anak buah
pemberontak itu. Hampir semua dusun dikaki gunung Swi-hoa-san yang kebetulan dilewati oleh barisan
itu, rusak binasa. Dan dalam perantauannya ini ia bertemu dengan Kui Eng, Tan Bun Hong dan Gan Beng
Han. Keadaan yang menjedihkan dari ketiga orang anak inilah yang menarik hatinya untuk membawa
mereka keatas gunung dan mengangkat mereka menjadi murid-muridnya. Lui Sian Lojin sengaja tidak
mempergunakan ilmu kepandaiannya yang tinggi untuk menggendong ketiga orang anak itu dan berlari
cepat menuju kepuncak gunung Swi-hoa-san, oleh karena ia hendak menguji keuletan ketiga calon
muridnya ini.
Ketiga orang anak itu telah menjadi lemah karena tidak tentu makan dan telah menderita kesengsaraan
selama berbulan-bulan. Akan tetapi biarpun perjalanan itu amat melelahkan mereka, terutama setelah
Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jalan mulai menanjak bukit, namun mereka tak pernah mengeluh! Lui Sian Lojin berjalan didepan
sebagai penunjuk jalan dan orang-tua ini tak pernah menengok kebelakang seakan ia tidak ambil
perduli, akan tetapi sebenarnya diam-diam ia membuka telinga dan pendengarannya yang tajam dapat
membuat ia tahu akan semua gerak-gerik ketiga anak itu tanpa melihat mereka. Ketiga orang anak itu
telah merasa amat lelah terutama Kui Eng dan Tan Bun Hong. yang pertama oleh karena ia adalah
seorang anak perempuan yang lemah, sedangkan Tan Bun Hong oleh karena sebagai bekas putera
hartawan yang jarang melakukan pekerjaan berat, maka perjalanan itu terasa amat melelahkan kedua
kaki dan tubuhnya.
Apalagi perut mereka telah menjadi kosong lagi dan mulai terasa perih! Sedangkan Gan Beng Han
adalah seorang anak yang sudah biasa bekerja berat, membantu ayahnya bekerja disawah-ladang,
mencangkul, membajak, bahkan mencari kayu dihutan-hutan hingga seringkali ia berjalan jauh, maka:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 10
:: CerSil KhoPingHoo :
keadaannya lebih kuat dan ulet apabila dibandingkan dengan dua orang kawannya. Biarpun merasa
lelah sekali hingga jalannya terhuyung-huyung namun Kui Eng yang keras hati dan tidak mau
menunjukkan kelemahannya serta tidak mau kalah oleh dua orang kawannya itu, terus maju dengan
tindakan lunglai. Ia merasa betapa kedua kakinya telah pegal dan sakit, sedangkan rasa perih didalam
perutnya membuat kedua matanya berlinang! Akan tetapi, sungguh kuat hatinya karena tidak pernah
terdengar keluh-kesah atau isak-tangis keluar dari mulutnya!
Sedangkan Bun Hong yang juga merasa lelah sekali dan telapak kakinya yang telanjang itu telah menjadi
pecah-pecah karena menginjak duri dan batu tajam hingga terasa sakit dan perih, juga perutnya telah
menggeliat-geliat karena laparnya, namun pemuda cilik ini dengan kedua tangan terkepal, kepala
ditegakkan, dan sepasang bibir digigit kedalam mulut, melangkah lebar dan gagah! Ia telah mengambil
keputusan untuk bertahan dan berjalan sampai mati! Sementara itu, biarpun merasa lelah juga, namun
Beng Han masih dapat bertahan. Telapak kakinya berkulit tebal dan ia sudah biasa berjalan hingga
langkahnya masih tetap, hanya peluhnya saja membasahi bajunya yang compangcamping itu, Anak ini
melihat keadaan Kui Eng yang terhuyung? lalu mendekati anak perempuan itu dan mengulurkan tangan
hendak menggandengnya, akan tetapi dengan angkuh Kui Eng menolakkan tangannya.
Beng Han merasa kagum akan kekerasan hati Kui Eng, maka ketika tawarannya untuk menggandengnya
ditampik, ia berjalan dibelakang anak perempuan itu untuk berjaga-jaga. Ternyata dugaannya tepat
karena tak lama kemudian, tiba-tiba kaki Kui Eng yang lemas itu tersandung batu dan tubuhnya
terhuyung kedepan hendak jatuh. Sebelum Kui Eng jatuh, Beng Han telah memburu dan menangkapnya
hingga ia tidak jadi jatuh. Kemudian, melihat betapa tubuh anak itu menjadi lemah dan matanya
dipejamkan, Beng Han lalu tanpa ragu lagi menggendongnya dibelakang punggungnya! Kini Kui Eng tidak
menolak lagi dan ia mengeluarkan napas lega ketika merasa betapa tubuhnya dapat beristirahat diatas
punggung Beng Han! Sedangkan Bun Hong yang melihat hal ini, lalu berkata kepada Beng Han,
"Han, biarlah nanti kalau kau sudah lelah, kugantikan menggendongnya! Tapi kalau sudah berkurang
lelahmu, kau jangan minta digendong terus, Eng, dalam waktu seperti ini, kau tidak boleh menjadi anak
manja!" Beng Han tersenyum saja sedangkan Kui Eng membuka matanya lalu mencibirkan bibirnya
kepada Bun Hong.
"Kau tidak mau menggendong sudahlah, jangan mengatakan orang manja segala. Kalau aku kuat
berjalan, untuk apa aku minta digendong?" Sementara itu, biarpun dengan telinganya Lui Sian Lojin
dapat mengetahui semua hal ini, ia berpura-pura tidak tahu dan terus berjalan sambil diam tersenyum!
Akhirnya, baik Bun Hong maupun Beng Han merasa kehabisan tenaga dan tidak kuat maju melangkah
lagi. Langkah mereka makin lama makin lambat dan kemudian Beng Han berkata,
"Kakek yang baik, mohon kau orang-tua suka menaruh kasihan kepada kami dan biarkanlah kami
beristirahat sebentar!" Kakek itu berhenti dan berpaling dengan pandangan kagum, karena biarpun
kedua kakinya telah menggigil kelelahan, namun Beng Han masih tetap menggendong tubuh Kui Eng,
sedangkan Bun Hong mengganding tangan kawannya yang dibebani berat itu!
"Bagus, bagus, kalian bertiga tidak mengecewakan hatiku! Jangan kuatir, hatiku tidak sekejam
dugaanmu, Beng Han," katanya sambil tertawa dan Beng Han merasa terkejut oleh karena memang tadi
ia memandang dengan hati mengandung rasa penyesalan dan tuduhan bahwa kakek itu terlampau
kejam membiarkan mereka bertiga menjadi kelelahan!
"Maaf, maaf, aku... tidak sengaja...," katanya dan kakek itu tersenyum lagi. Kemudian kakek itu lalu:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 11
:: CerSil KhoPingHoo :
mematahkan sebuah cabang kayu cukup besar dan panjang.
"Beng Han, dapatkah kau membuat keranjang?," tanyanya.
"...Tentu saja dapat, aku seringkali membuat keranjang untuk memikul kayu atau rumput."
"Bagus, nah, ajoh kau bantu aku membuat keranjang dari ranting kayu. Kita membuat dua dan aku akan
memikul kalian didalam keranjang!" Bun Hong dan Ku? Eng yang tidak tahu cara bagaimana membuat
keranjang dari ranting kayu, lalu membantu dengan mengumpulkan ranting kayu yang cukup kuat. Beng
Han dan Lui Sian Lojin lalu menganyam ranting itu menjadi dua buah keranjang yang kuat. Kedua
keranjang itu lalu diikatkan dikedua ujung cabang pohon yang dipatahkan oleh kakek itu tadi.
"Sekarang Kui Eng dan Bun H?ng duduklah didalam keranjang ini, Kui Eng didepan dan Bun Hong
dibelakang. Sedangkan Beng Han yang masih agak kuat, kau boleh kugendong dipunggungku dan
berpeganglah kuat pada leherku!" Beng Han menurut, demikianpun Kui Eng dan Bun Hong, sungguhpun
mereka merasa heran dan kurang percaya apakah kakek ini akan dapat mengangkat mereka sekaligus.
Setelah Kui Eng duduk didalam keranjang didepan dan Bun Hong dibelakang, kakek itu menyuruh
mereka berpegang pada tali keranjang baik. Kemudian ia menyuruh Beng Han melompat
kepunggungnya dan berpegang pada lehernya. Beng Han lalu memeluk leher kakek itu kuat.
"Hati-hati, kalian berpeganglah erat jangan sampai jatuh!," kata Lui Sian Lojin dan dengan tangan kanan
ia lalu memikul pikulan dua keranjang yang berisi dua orang anak itu! Kemudian ia lalu mengeluarkan
ilmu kepandaiannya berlari cepat hingga ketiga orang anak itu merasa betapa angin menyambar muka
mereka dari depan dan yang membuat tubuh mereka merasa dingin!
"Kalau merasa ngeri, pejamkan matamu!," kata Lui Sian Lojin yang mempercepat larinya. Kakek yang
lihai ini berlari cepat dan kadang melompati jurang yang curam dan lebar dengan gerakan ringan sekali
seperti seekor burung sedang terbang saja! Beberapa kali ia memandang kearah murid-muridnya karena
kuatir kalau mereka merasa ngeri dan takut, akan tetapi alangkah heran dan gembiranya tatkala ia
melihat bahwa baik Kui Eng maupun Bun Hong, sama sekali tidak memejamkan mata, bahkan
membukanya selebar-lebarnya dengan kagum dan gembira! Kui Eng dan Bun Hong merasa seakan
mereka ini naik seekor burung besar yang terbang melayang diangkasa. Mereka memandang kekanankiri dengan girang dan kadang kalau kakek sakti itu melompati jurang, keduanya berseru karena
gembira.
"Lihat! Jurang ini curam sekali!," seru Bun Hong sambil menjenguk keluar dari keranjang dimana ia
duduk. "Dasarnya sampai tidak kelihatan!"
"Lihat, pohon berlari-larian didepan kita! Alangkah cepatnya kita meluncur kedepan. Sungguh enak dan
senang!," kata Kui Eng dan sepasang matanya yang lebar dan jernih itu mulai ditinggalkan awan muram
dan sayu yang tadinya mengganggu keindahan matanya.
"Hush! Kalian jangan banyak bergerak!," tiba-tiba Beng Han yang digendong dipunggung menegur
mereka. Kini Kui Eng memandang Beng Han dari tempat duduknya didalam keranjang sambil
melonjongkan bibirnya kepada anak dipunggung kakek itu!
"Kui Eng, jangan kau nakal. Kalau kalian banyak bergerak hingga terpelanting keluar dari keranjang, akan
celakalah!," kata Beng Han pula. Ucapan ini ada pengaruhnya karena kata-kata ini membuat Kui Eng dan:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 12
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 13
:: CerSil KhoPingHoo :
bahkan Bun Hong juga, merasa ngeri! Alangkah hebatnya kalau tubuh terpelanting keluar dan melayang
kedalam jurang itu! Maka mereka lalu duduk diam didalam keranjang masing-masing sambil berpegang
erat pada tali keranjang. Setelah melakukan perjalanan dengan cara begini, tak lama kemudian tibalah
mereka dipuncak bukit dan Lui Sian Lojin, lalu menghentikan larinya. Ketika ketiga orang anak itu turun
dari tempat duduk masing-masing, ternyata mereka berada disebuah tanah datar yang penuh dengan
rumput hijau dan dibawah beberapa batang pohon yang besar terdapat sebuah pondok kayu yang
sederhana.
"Nah, kita sudah sampai dirumah kita!," kata Lui Sian Lojin sambil tersenyum, dengan perasaan seorang
ayah yang baru saja pulang dari melancong dengan tiga orang anaknya! Kehadiran ketiga orang anak ini
mendatangkan kebahagiaan baru dalam hati Lui Sian Lojin, kakek yang selama hidupnya tak pernah
kawin dan belum pernah merasai punya anak itu! Ketiga orang anak itu memandang kekanan-kiri
dengan girang karena pemandangan disitu benar-benar indah dan dari banyaknya tumbuh-tumbuhan
yang hidup subur diatas bukit, dapat diduga dengan mudah bahwa tanah ditempat ini tentu subur dan
baik. Tiba-tiba Beng Han menjatuhkan diri berlutut didepan Lui Sian Lojin sambil berkata,
"Setelah menjadi murid suhu, seharusnya teecu bertiga mengangkat kau orang-tua sebagai suhu lebih
dulu." Melihat perbuatan Beng Han ini, Bun Hong dan Kui Eng juga lalu menjatuhkan diri berlutut
didepan Lui Sian Lojin. Kakek itu tertawa terbahak-bahak dan sambil memandang kepada tiga orang
muridnya, ia menggunakan ujung lengan bajunya untuk mengeringkan kedua matanya yang tiba-tiba
menjadi basah
"Karena kalian sendiri telah mendahuluiku, maka biarlah sekarang dilakukan upacara pengangkatan
guru. Ketahuilah, murid ku, aku adalah seorang pertapa ditempat ini dan namaku Lui Sian Lojin. Kalian
bertiga takkan merasa menyesal bila telah menjadi murid ku, dan untuk menjaga segala kemungkinan
buruk yang kuharapkan takkan terjadi selamanya. kalian harus bersumpah!" Kemudian, Lui Sian Lojin
menyuruh ketiga orang muridnya itu bersumpah untuk mentaati perintah dan pantangan-pantangan
seperti berikut :
1. Mereka harus mempergunakan ilmu kepandaian yang mereka pelajari untuk menolong sesama
makhluk hidup, membela kebenaran, menjunjung tinggi keadilan dan membasmi kejahatan berdasarkan
perikemanusiaan.
2. Mereka harus berlaku sabar, berani mengalah dan menghindarkan permusuhan dan perkelahian yang
timbul karena hal-hal yang remeh.
3. Mereka tidak boleh sembarangan menewaskan seorang lawan apabila tidak sangat perlu dan lawan
itu bukan seorang yang memang benar jahat dan berbahaja bagi umum hingga perlu dibinasakan.
4. Mereka tidak boleh menyombongkan kepandaian sendiri dan sekali tidak boleh mempergunakan
kepandaian untuk menindas orang lain yang lemah.
Tiga orang anak itu berlutut sambil mengucapkan sumpah untuk mentaati semua perintah itu dan
mengucapkan sumpah menurut apa yang dikatakan oleh Lui Sian Lojin, Biarpun mereka masih kecil dan
belum dapat mengerti dengan baik apa yang mereka ucapkan, namun mereka telah bersumpah dengan
sungguh-sungguh, bahkan Kui Eng dan Bun Hong yang berwatak jenaka dan suka main-main itu pada
waktu berlutut dan bersumpah, nampak sungguh-sungguh dan mengucapkan sumpah penuh
penghormatan hingga guru mereka menjadi puas.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 14
:: CerSil KhoPingHoo :
"Nah sekarang kita makan dulu. Aku mempunyai persediaan ubi didapur. Setelah makan barulah kita
beristirahat dan mulai besok pagi kalian harus bekerja diladang, membantu aku mencangkul ladang
ditimur itu dan menanam padi," kata Lui Sian Lojin sambil tertawa. Demikianlah, semenjak hari itu,
ketiga orang anak itu hidup diatas puncak gunung Swi-hoa-san, mempelajari ilmu silat sambil melakukan
pekerjaan bertani,
Dibawah pimpinan Lui Sian Lojin yang amat menyayangi mereka seperti anaknya sendiri. Selain
mendidik mereka dengan ilmu silat yang tinggi, juga Lui Sian Lojin memberi pelajaran ilmu suratmenjurat kepada murid-muridnya, karena walaupun dia bukan seorang ahli sastera yang pandai, namun
berkat kerajinan dan ketekunannya mendidik ketiga anak itu, mereka tidak buta huruf dan dapat
membaca dan menulis dengan baiknya. Disamping semua ini, Lui Sian Lojin memberi dasar ilmu batin
dan pelajaran budi-pekerti hingga ketiga orang anak itu mengerti dan terbuka mata batin mereka bahwa
diantara segala ilmu pengetahuan, yang terpenting adalah perilaku yang baik agar jalan hidup mereka
tidak sampai tersesat kelembah kehinaan dan kejahatan.
Kita tinggalkan dulu ketiga orang anak yang berlatih dan mengejar ilmu dipuncak Swi-hoa-san itu, dan
marilah kita mengikuti pengalaman ibu dari Kui Eng atau nyonya Kui Lok. Benar sebagaimana pengakuan
Kui Eng ketika ditanya oleh Lui Sian Lojin, ketika tentara pemberontak menyerbu dan masuk dusun
Hong-yan, mereka tidak memberi ampun kepada dusun itu dan terutama kepala kampungnya, yakni Kui
Lok, segera dibunuh mati, hartanya dirampok habis dan nyonya Kui Lok yang masih muda dan cantik itu
lalu dilarikan oleh seorang laki bernama Bu Pok Seng.
Memang belum nasib Kui Eng untuk tewas maka pada waktu hal itu terjadi, ia dapat melarikan diri dan
para pemberontak tidak begitu memperhatikan seorang anak kecil. Bu Pok Seng ini adalah seorang
penjahat yang tadinya menjadi kepala perampok. Ia masih muda dan ilmu silatnya cukup tinggi, akan
tetapi oleh karena semenjak kecil berhubungan dengan orang-orang jahat, maka akhirnya ia menjadi
seorang yang jahat pula, Ia ikut menggabungkan diri dengan pemberontak bukan oleh karena ia
bersimpati terhadap usaha pemberontakan itu, akan tetapi semata untuk mencari kesempatan
memperkaya diri sendiri dengan hasil perampokan dikota dan didusun yang diserbu oleh barisan
pemberontak. Memang banyak sekali orang-orang jahat semacam Bu Pok Seng ini jang membonceng
pemberontakan untuk memburu nafsu sendiri.
Untuk beberapa lamanya, semenjak mengikuti gerakan pemberontakan Bu Pok Seng telah berhasil
mengumpulkan barang berharga terdiri dari emas dan perhiasan-perhiasan orang yang dirampok. Akan
tetapi, ketika ia ikut menyerbu ke Hong-yan dan melihat kecantikan nyonya kepala kampung Kui Lok,
hatinya menjadi tertarik sekali, maka diculiknyalah nyonya muda yang cantik itu dan dibawanya lari. Tak
seorangpun memperhatikan perbuatannya itu oleh karena memang sudah menjadi pemandangan yang
tidak aneh lagi apabila anggauta-anggauta pemberontak itu menculik wanita! Akan tetapi, kali ini Bu Pok
Seng menculik nyonya Kui Lok bukan hanya dengan maksud mengganggunya. Ia benar-benar jatuh hati
kepada nyonya muda itu dan setelah berhasil melarikan nyonya cantik itu,
Ia tidak mau kembali kepasukannya dan membawa nyonya itu keselatan. Dengan lemah-lembut ia
membujuk nyonya Kui Lok untuk menjadi isterinya. Nyonya Kui Lok adalah seorang wanita yang lemah
dan melihat betapa suami dan seluruh keluarganya telah tewas serta rumahnya. telah habis dimakan
api, hatinya hancur dan semangatnya seakan telah meninggalkan tubuhnya Ia merasa berat sekali untuk
menerima bujukan Bu Pok Seng, akan tetapi oleh karena ia tidak berani menolak sedangkan untuk
membunuh diri ia tidak mempunyai cukup keberanian, akhirnya ia menerimanya juga. Bu Pok Seng:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 15
:: CerSil KhoPingHoo :
merasa girang sekali dan ia lalu membuka sebuah rumah penginapan dikota Kauwciu, mempergunakan
barang perhiasan hasil rampokannya sebagai modal!
Semenjak itu, ia hidup berbahagia dengan isterinya dan nyonya Kui Lok lambat-laun juga terhibur
hatinya oleh karena Bu Pok Seng yang dulu berhati kejam dan jahat itu ternyata amat tunduk
terhadapnya! Cinta hatinya terhadap isterinya ini benar-benar besar, terutama sekali ketika dua tahun
kemudian isterinya melahirkan seorang anak perempuan. Dan terlahirnya anak ini merupakan obat yang
amat mustajab bagi luka dihati nyonya itu, karena muka anak ini sama benar dengan anak
perempuannya, jaitu Kui Eng, yang disangkanya juga binasa didalam kekacauan ketika para
pemberontak menyerbu Hong-yan. Ia mulai menjadi gembira dan oleh karena rumah penginapan yang
mereka buka itu mendatangkan hasil yang lumayan, maka boleh dikata hidup mereka cukup beruntung.
Sementara itu, dusun disebelah timur kampung Hong-yan tempat tinggal orang-tua Gan Beng Han, juga
tidak terluput daripada keganasan para pemberontak, ayah Beng Han adalah seorang petani yang hidup
dengan isteri dan dua orang anaknya, yakni Beng Han dan seorang anak perempuan bernama Beng Lian
dan pada waktu penjerbuan terjadi, baru berusia empat tahun. ayah Beng Lian ketika itu sedang bekerja
disawah dan tidak terluput dari ujung senjata para pemberontak yang menewaskannya, dan ibu Beng
Han beserta Beng Lian dapat melarikan diri bersama lain pengungsi, terpisah dari Beng Han yang tidak
lari mengungsi bersama ibunya, hanya bersembunji saja didalam hutan. Ibu Beng Han atau nyonya Gan
ini bernama Ong Siok Nio. Sambil menggendong Beng Lian, ia berlari menjelamatkan diri dengan hati
duka.
Ia telah mendengar bahwa suaminya telah terbunuh mati disawah oleh para pemberontak yang
mengetahui bahwa suaminya itu adalah anggauta pasukan gerilya yang mengadakan perlawanan.
Memang para gerilya itu kalau siang bekerja biasa sebagai petani agar tidak menimbulkan kecurigaan,
akan tetapi ketika mereka menyerbu sampai ke Hong-yan, mereka telah tahu akan siasat ini, maka tiap
orang laki disemua dusun mereka bunuh tanpa memeriksanya lagi! Siok Nio mempunyai seorang paman
diselatan, maka ia lalu menuju ketempat tinggal pamannya itu. Oleh karena perjalanan itu jauh dan
makan waktu sedikitnya tiga hari perjalanan, sedangkan ia tidak membawa apa ketika melarikan diri,
maka dapat dibajangkan betapa sengsaranya nyonya muda ini. Pada keesokan harinya ketika ia berjalan
sampai disebuah hutan, tiba-tiba muncul serombongan perampok yang banyak terdapat dimasa itu.
Melihat seorang wanita muda menggendong seorang anak perempuan lewat dihutan itu, mereka timbul
maksud jahat hendak mempermainkannya, sedangkan Siok Nio ketika melihat dirinya dikurung oleh
belasan orang laki-laki tinggi besar dan kasar, tak dapat berbuat lain kecuali menangis ketakutan. Juga
Beng Lian menangis dan menjerit dalam gendongan ibunya, Anak yang baru berusia empat tahun ini
sudah dapat membedakan orang baik dan jahat, maka melihat sikap kasar dan muka penuh cambangbauk dari para perampok itu, ia memekik-mekik dengan keras membuat para perampok itu menjadi
gemas. Seorang diantara mereka mengulurkan tangan hendak menangkap anak kecil itu untuk
dibantingkannya, akan tetapi tiba-tiba ia roboh dengan leher tertancap sebatang jarum.
"Perampok-perampok jahat jangan mengganggu orang!," terdengar bentakan halus dan tahu-tahu disitu
telah muncul seorang Nikouw (pendeta wanita) berjubah putih yang sikapnya lemah-lembut.
Perampok itu berjumlah belasan orang, yang bertubuh kuat dan berwatak ganas. Tentu saja mereka
tidak takut menghadapi seorang Nikouw tua yang bertubuh lemah, maka mereka segera maju dengan
golok diangkat untuk menghancurkan tubuh Nikouw itu. Akan tetapi, Nikouw itu mengajunkan kedua
tangannya dan dari setiap tangannya melayang keluar tiga sinar putih yang kecil menyambar kearah:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 16
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 17
:: CerSil KhoPingHoo :
enam orang perampok yang segera menjerit kesakitan dan roboh dengan jalan darah ditubuh mereka
tertusuk jarum terbang! Sisa perampok yang menyaksikan kelihaian ini, menjadi gentar, dan mereka lalu
melarikan diri sambil menyeret tubuh kawan-kawan mereka yang terluka! Nikouw itu tersenyum
melihat hal ini dan ia lalu bertanya kepada Siok Nio yang masih duduk diatas tanah sambil menangis dan
memeluk anaknya.
"Toanio, siapakah kau dan mengapa kau berada didalam hutan liar ini berdua saja dengan puterimu?"
Sambil menangis, Siok Nio lalu menceritakan mala-petaka yang menimpa kampungnya dan yang
mengakibatkan tewasnya suami dan puteranya, bahkan yang membuat seluruh rumah-tangganya
hancur berantakan. Nikouw itu menghela napas panjang dan berkata,
"Telah banyak pinni mendengar tentang kerusakan ini. Semoga Thian segera membebaskan kita dari
keadaan yang amat buruk ini. Toanio tidak baik bagi seorang wanita muda seperti kau melakukan
perjalanan seorang diri dalam waktu sekacau ini. Kalau kau suka, lebih baik untuk sementara waktu kau
tinggal bersama pinni diKuil Kwan-Im-Bio. Orang yang baik tentu akan mendapat perlindungan Thian
dan mendapat berkah Pouwsat (Dewi Kwan-Im)." Siok Nio berlutut dan mengaturkan terima-kasihnya
dengan bercucuran air-mata. Kemudian ia lalu pergi mengikuti Nikouw tua itu menuju kesebuah Bio
(Kuil) yang berada diluar tembok kota An-kian. Oleh karena Nikouw tua itu pandai sekali menghiburnya
dan juga menceritakannya tentang kebahagiaan seorang beribadat, maka akhirnya Siok Nio mengambil
keputusan untuk menggunduli kepalanya dan masuk menjadi seorang Nikouw!
Nikouw-tua itu bernama Pek-I Nikouw dan mengepalai sejumlah besar Nikouw yang berdiam diKuil
Kwan-Im-Bio yang besar. Ia adalah seorang Nikouw yang berilmu tinggi karena Pek I Nikouw adalah
seorang anak murid Thai-san-pai yang telah mencapai tingkat kedua. Siok Nio setelah masuk menjadi
Nikouw, diberi nama Siok Thian Nikouw dan nyonya janda ini menjalani penghidupan suci sambil
merawat puterinya yang segera menyadi kesayangan semua Nikouw didalam Kuil itu. Pek I Nikouw
sendiri amat suka kepada Beng Lian dan mulai memberi latihan silat kepada anak perempuan itu,
sedangkan Nikouw lainnya yang pandai ilmu surat-menjurat lalu memberi pelajaran membaca dan
menulis padanya. Beng Lian yang semenjak umur empat tahun hidup didalam Bio dan bergaul dengan
orang yang menuntut penghidupan suci,
https://www.facebook.com/groups/KhoPingHoo
Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tentu saja mempunyai perangai yang halus dan sopan, bergaja lemah-lembut, dan pandai bergaul serta
suka merendahkan diri, hingga siapa saja yang melihatnya akan merasa suka dan sedikitpun takkan
menyangka bahwa dia memiliki ilmu silat yang diwariskan oleh Pek I Nikouw yang berilmu tinggi itu.
Apabila kita mengikuti dan memperhatikan majunya waktu detik demi detik, akan terasa amat lama
sekali. Akan tetapi, sebentar saja perhatian kita beralih, maka sang waktu akan meluncur cepat laksana
anak-panah terlepas dari busurnya! Demikianlah, dua belas tahun telah lewat tak terasa semenjak tiga
orang anak yang menjadi kurban bencana perang, yakni Kui Eng, Tan Bun Hong, dan Gan Beng Han, ikut
kepuncak Swi-hoa-san menjadi murid Lui Sian Lojin. Kakek ini telah menurunkan seluruh ilmu
kepandaiannya kepada mereka dengan adil dan tidak berat-sebelah.
Bahkan ilmu pedang ciptaannya, yakni Swi-hoa Kiam-hwat, ia ajarkan sampai tamat. Ketiga orang murid
itu menerima pula latihan lweekang dan ginkang yang tinggi. Biarpun mendapat latihan berbareng dan
mempelajari ilmu silat yang sama, namun ilmu silat adalah semacam ilmu yang hidup dan yang
bercabang-ranting tiada batasnya, oleh karena ilmu silat termasuk cabang kesenian. Seperti juga
kesenian yang lain, ilmu silat mempunyai variasi dan keindahan yang tergantung sepenuhnya kepada
yang memainkannya. Guru silat hanya memberi pelajaran dasar gerak tangan dan kaki belaka serta
memberi contoh tentang gerakan atau gaya menurut keadaan peribadinya sendiri, akan tetapi:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 18
:: CerSil KhoPingHoo :
selanjutnya, untuk mematangkannya tergantung kepada si murid yang memberi tambahan variasi dan
gaya menurut bakat dan peribadinya masing-masing.
Demikian pula ketiga orang murid Lui Sian Lojin itu, biarpun mereka mempelajari ilmu silat yang sama,
namun persamaan ini hanya terletak pada dasar gerakan kaki dan tangan mereka, sedangkan kelihaian
masing2 berbeda sifatnya. Kui Eng memiliki gaya ilmu silat yang indah dipandang. bagaikan seorang
bidadari tengah menari, lemah-lembut gayanya. Akan tetapi didalam kelemah-lembutannya ini
tersembunyi tenaga lweekang yang cukup hebat dan ia memiliki ginkang atau ilmu meringankan tubuh
yang lebih tinggi sedikit daripada tingkat kedua suhengnya (kakak seperguruan). Tan Bun Hong memiliki
gerakan yang cepat dan ia pandai membuat gerak-gerak tipu yang ditambahkan pada gerak-gerak tipu
sesungguhnya,
Yakni gerakan-gerakan palsu dengan pedangnya hingga membingungkan fihak lawan yang belum
mengenal betul ilmu pedangnya. Kecepatannya memang luar biasa hingga kalau ia sedang berlatih
pedang, maka pedang ditangannya berubah menjadi segulungan sinar yang ganas bagaikan seekor naga
menyerbu dari langit! Sebaliknya, Gan Beng Han memiliki tenaga dalam yang paling tinggi oleh karena ia
tekun dan kuat sekali berlatih dan bersamadhi dan latihan pernapasan hingga tenaga dalamnya amat
kuat. Gerakan pedangnya lambat dan tidak banyak variasi, namun gerakan kaki dan tangannya yang
tetap dan teguh itu membuat pedangnya seolah-olah sebuah dinding baja yang sukar sekali ditembus!
gaya dan variasi dalam ilmu silat memang berpengaruh besar oleh sifat dan perangai pemainnya,
Karena semua gerakan itu dikendalikan oleh rasa, sedangkan perasaan seseorang mempunyai hubungan
erat dengan sifat peribadinya. Lui Sian Lojin maklum sepenuhnya akan hal ini, maka ia membantu
perkembangan ilmu kepandaian silat ketiga orang muridnya itu dengan menjesuaikan gerakan dengan
sifat masing-masing. Ia memberikan petunjuk dan nasehat yang amat berharga dan yang ditaati
sepenuhnya oleh ketiga orang murid yang juga menganggapnya sebagai orang-tua sendiri. Dalam hati
ketiga orang muda ini tumbuh kasih-sayang dan bakti seperti perasaan seorang anak terhadap orangtuanya, oleh karena mereka merasa betapa besar rasa kasih-sayang kakek ini terhadap mereka. Pada
suatu hari Lui Sian Lojin memanggil ketiga orang muridnya itu berkumpul dan setelah ketiga orang muda
itu duduk dan berlutut dihadapannya, ia berkata,
"Beng Han, Bun Hong, dan Eng Eng!" Telah lama ia menjebut Eng Eng kepada Kui Eng karena
sesungguhnya ia amat memanjakan gadis ini, "Dua belas tahun kalian bertiga telah belajar silat ditempat
ini hingga kini kalian telah memiliki ilmu kepandaian silat yang lumayan juga. Masih ingatkah kalian
kepada sumpahmu dulu?" Tentu saja ketiga anak muda itu masih ingat oleh karena seringkali suhu
mereka memberi peringatan agar isi sumpah itu berakar didalam sanubari mereka, maka mereka bertiga
mengangguk.
"Nah, syukurlah kalau begitu. Sekarang tibalah masanya bagi kalian untuk memberi isi kepada
sumpahmu itu, turun gunung dan mempergunakan ilmu kepandaian ditempat yang benar agar kalian
menjadi manusia yang berguna bagi orang lain. Kalian harus turun gunung dan mulai melakukan tugas
kewajiban sebagai pendekar muda yang gagah perkasa serta mencari pengalaman hidup. Ketiga orang
muda itu merasa terkejut karena belum pernah terpikir oleh mereka untuk pergi turun gunung, terjun
kedalam dunia ramai yang kini terasa asing bagi mereka itu. Terutama sekali Kui Eng merasa kaget sekali
hingga ia berlutut mendekati suhunya dan berkata dengan suara mengandung keharuan,
"...Turun gunung, suhu? Turun gunung dan pergi meninggalkan kau? Suhu, kau sudah tua dan kalau
kami pergi, siapakah yang akan merawatmu? Teecu tak sampai hati meninggalkan suhu dan biarlah:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 19
:: CerSil KhoPingHoo :
kedua suheng ini turun gunung memperluas pengalamannya. Akan tetapi biarkan teecu tinggal disini
bersama suhu. Teecu tidak ingin meninggalkan suhu."
Bun Hong tidak berkata apa, karena didalam hatinya ia merasa gembira sekali. Biarpun ia tidak pernah
menyatakan dengan mulutnya, akan tetapi setiap kali ia berdiri diatas batu karang besar yang berada
dipuncak bukit dan memandang ketempat jauh, maka hatinya berdebar tegang timbul keinginannya
untuk melihat bagaimana pemandangan dan keadaan didunia yang jauh itu! Akan tetapi, setelah kini
dengan tiba-tiba suhunya bicara tentang turun gunung, iapun menjadi ragu-ragu, tak obahnya seperti
seekor burung yang dilepas dari kurungan dan tidak tahu harus terbang kemana! Sementara itu, Beng
Han berkata kepada suhunya dengan suaranya yang tenang,
"Suhu, sungguhpun teecu ingin sekali menjalankan perintah suhu untuk turun gunung ini akan tetapi
pada pendapat teecu, kata-kata sumoi tadi benar juga. Kalau teecu bertiga pergi dari sini, suhu tentu
akan merasa kesepian dan siapakah yang akan merawat suhu yang sudah tua ini? Lebih baik teecu
bertiga turun gunung dengan bergiliran, apabila seorang sudah kembali, barulah orang kedua pergi
hingga dengan demikian, suhu tidak akan pernah ditinggalkan seorang diri." Lui Sian Lojin tersenyum.
"Anak-anakku, kalian anggap bagaimanakah aku ini. Aku adalah seorang yang sudah biasa hidup
menyendiri, dan untuk merawat tubuhku yang sudah tua ini kiranya tidaklah sukar. Aku dapat menjaga
diri sendiri dan tidak ada kesenangan lain kecuali mengenangkan kalian sedang berjuang demi kebaikan
didunia ramai! Ketahuilah bahwa pohon buah yang bagaimana lezatpun takkan ada gunanya apabila
tumbuh didalam tempat yang terasing hingga buahnya takkan pernah dinikmati orang. Ibarat pohon
buah-buahan, kalian bertiga adalah tiga batang pohon kecil yang baru tumbuh ketika bertemu dengan
aku. Kemudian aku membawa kalian kepuncak ini, merawat dan menyirami ketiga batang pohon kecil
itu hingga sekarang telah tumbuh menjadi besar dan berkembang. Apabila kalian tidak turun gunung
sekarang untuk membiarkan kembang itu berbuah dan dinikmati orang, bukankah kembang-kembang
itu akan sia-sia belaka dan buah-buahnyapun akan jatuh satu demi satu dan membusuk diatas tanah.
Dan kalau sampai demikian halnya, bukankah itu berarti bahwa susah payahku selama merawat dan
menyirami pohon kecil itu menjadi sia-sia belaka?" Ketiga orang murid itu tunduk dan ucapan suhu
mereka ini berkesan dihati masing-masing, karena mereka mengerti dengan baik maksud suhunya.
"Oleh karena itu, anak-anakku, kalian turunlah dari tempat ini dan merantau didunia ramai. Aku akan
menunggu kalian ditempat ini dan kuberi waktu tiga tahun pada kalian untuk meluaskan pengalaman.
Tiga tahun kemudian, pulanglah kalian kesini dan kurasa tubuhku yang sudah tua ini akan kuat menanti
dan hidup sampai tiga tahun lagi!" Mendengar kata-kata ini, Kui Eng mengangkat mukanya dan
memandang kepada Lui Sian Lojin. Kakek ini sekarang telah nampak tua benar, rambut dan jenggotnya
telah putih bagaikan benang-benang perak dan kulit mukanya telah penuh keriput. Bahkan alisnya telah
berwarna putih pula semua, menandakan bahwa usianya sudah sangat lanjut. Tiba-tiba timbul rasa
kasihan dalam hati Kui Eng dan gadis itu kembali menjatuhkan diri berlutut sambil berkata,
"Akan tetapi, suhu, kau betul sudah sangat tua dan hatiku tidak membenarkan untuk meninggalkan
suhu. Diperantauan, hati teecu akan selalu teringat kepada suhu dan selalu merasa kuatir." Sambil
berkata demikian, kedua mata gadis itu menjadi basah. Melihat betapa gadis itu hampir menangis
karena berat meninggalkannya, bukan main terharu dan girang hati kakek itu. Ia merasa amat
berbahagia oleh karena ketiga orang muridnya yang telah dianggap anaknya sendiri itu ternyata amat
mengasihinya hingga tidak sia-sialah ia merawat mereka semenjak kecil. Akan tetapi, kakek ini bukanlah
seorang yang lemah dan yang mementingkan diri sendiri. Maka dikuatkannya hatinya dan berkata
dengan suara tetap dan keras,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 20
:: CerSil KhoPingHoo :
"Eng Eng! Tidak selayaknya bagi seorang gadis yang gagah untuk mudah mengobral air mata! Dan tidak
seharusnya seorang muridku yang gagah seperti kau ini menjadi lemah hati. Angkat mukamu dan
keringkan air matamu, lalu tersenyumlah!" Kui Eng mengangkat mukanya dengan perlahan dan ketika ia
melihat betapa wajah suhunya tersenyum kepadanya dan sepasang mata orang-tua itu bersinar-sinar
dengan seri-gembira, lenyaplah kelemahan hatinya dan iapun lalu tersenyum!
"Nah, begitulah seharusnya, anakku yang baik! Eng Eng, dulu kau bilang kepadaku, bahwa ibumu
dilarikan penjahat. Masih ingatkah kau kepadanya? Kui Eng terkejut sekali mendengar ini. Telah lama ia
mencoba untuk melupakan bayangan peristiwa dimasa kecilnya itu dan bayangan ini selalu
mengikutinya, bahkan telah mengganggunya diwaktu tidur. Dan sekarang suhunya telah mengingatkan
ia akan hal ini! Sebetulnya tadinya Lui Sian Lojin tidak ingin membangkit-bangkitkan hal ini dalam hati
ketiga orang muridnya, akan tetapi melihat keraguan hati Kui Eng untuk turun gunung, terpaksa ia
mengemukakan hal ini untuk mendorong keinginan hati gadis itu turun gunung dan mencari ibunya.
Tiba-tiba terdengar gadis itu terisak ketika ia teringat akan nasib keluarganya.
"Suhu, sekarang juga teecu hendak mencari orang yang menculik ibu dan hendak membelah dadanya!,"
katanya dengan gemas dan marah.
"Nah, nah... sabarlah, jangan demikian mudah di kuasai nafsu, anakku. Mudah saja kau mengeluarkan
kata ancaman itu seakan yang hendak kau belah dadanya itu hanyalah seekor ayam saja! Bagaimana
kalau kemudian ternyata bahwa orang yang melarikan ibumu itu bahkan menjadi penolongnya?" Kui Eng
terkejut lagi dan kini ia menjadi bingung.
"Kalau begitu... ah, teecu minta petunjuk, suhu, karena teecu tak mengerti harus berbuat apa...,"
katanya gugup. Suhunya tersenyum dan menahan geli hatinya.
"Dengarkanlah Kui Eng, dan kalian juga, Beng Han dan Bun Hong Kalian telah bersumpah dihadapanku
dan diantara sumpah itu terdapat pernyataan bahwa kalian tidak akan membunuh jiwa orang secara
serampangan saja. Harus diingat bahwa pembunuhan adalah suatu dosa yang besar sekali dan yang
akan mengikatmu dengan hukum karma hingga jiwamu akan selalu menderita. Kita tidak berkuasa
mencipta manusia, mengapa pula kita harus mengakhiri hidup seorang manusia yang diciptakan oleh
Thian? Hanya Tuhanlah yang berkuasa mencabut nyawa manusia! Ingatlah baik, kalau tidak sangat
terpaksa, dan apabila masih ada jalan lain, janganlah sekali-kali kalian menurunkan tangan kejam dan
membunuh orang! Lihatlah ini!"
Sambil berkata demikian kakek itu mencabut pedangnya, sebuah pedang pusaka yang bercahaya
kekuningan dan yang tajamnya luar biasa sekali karena ketiga orang murid itu pernah melihat suhu
mereka mendemonstrasikan kehebatan pedang itu dengan membacok batu karang sebagai orang
membacok tahu saja!
"Selama aku masih hidup dan pedang ini masih berada ditanganku, kalau kalian melanggar sumpah dan
melakukan kejahatan dengan mengandalkan kepandaianmu yang kalian pelajari disini, biarpun hatiku
amat mencintai kalian, maka siapa yang berbuat dosa dan jahat kuserang dengan pedang ini!" Ketika
kakek ini mengucapkan kata itu, wajahnya nampak gagah dan sungguh hingga ketiga orang muridnya
menjadi gentar. "Dan sekarang, kalian boleh turun gunung. Terserah kepada kalian untuk merantau
bersama atau hendak berpisah, akan tetapi aku menghendaki agar supaya kalian saling membantu dan
agar kalian bertiga datang ketempat ini pada tiga tahun kemudian!":: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 21
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 22
:: CerSil KhoPingHoo :
Dengan hati berat, ketiga orang itu lalu berkemas. Selama berada disitu, suhu mereka yang amat
mencintainya itu telah mencarikan pakaian yang cukup banyak bagi mereka, dan masing diberi sebatang
pedang yang biarpun bukan pedang mustika, namun cukup baik. Kemudian mereka berlutut lagi didepan
suhu mereka, lalu mulai meninggalkan tempat itu, turun gunung!
Lui Sian Lojin berdiri diatas batu karang yang besar itu dan memandang kepada ketiga orang muridnya
sampai bayangan ketiga orang muda itu lenyap dari pandangan matanya. Kemudian ia turun dari batu
itu dan berjalan perlahan memasuki pondoknya, Pondok yang kosong itu betapapun juga
mempengaruhi hatinya yang tiba-tiba saja terasa kosong. Hidupnya seakan mati dan semangatnya
seperti dibawa pergi oleh ketiga orang muda itu. Dadanya terasa sesak dan kerongkongannya bagaikan
disumbat sesuatu dari dalam, akan tetapi kakek yang gagah perkasa ini lalu menggunakan kekuatan
batinnya untuk menindas rasa duka dan sepi itu dan duduk bersila diatas pembaringannya sambil
bersamadhi dan mengatur pernapasannya.
Bukan sembarang anak muda yang turun dari gunung Swi-hoa-san pada hari itu. Kui Eng telah menjadi
seorang gadis yang cantik jelita dan wajahnya sangat manis. Rambutnya yang hitam pajang itu dikepang
dua dan diikat dengan pita sutera merah, sedangkan diatas kepalanya sebelah kiri dihias dengan hiasan
rambut berupa setangkai bunga bwe terbuat daripada batu merah pemberian suhunya, Wajahnya yang
cantik jelita bertambah manis karena senyumnya yang selalu menghias bibir dan sepasang matanya
yang lebar dan bersinar laksana bintang pagi itu membuat wajahnya nampak terang dan berseri selalu.
Tubuhnya ramping dan padat, menandakan bahwa ia memiliki tenaga yang kuat, sedangkan kulitnya
yang halus putih kekuningan itu menjembunyikan kepandaiannya yang luar biasa. Sungguhpun ia selalu
berdiam diatas gunung dan jauh dari kota besar,
Namun suhunya yang amat mengasihinya telah membelikan sutera hijau yang menjadi kesukaannya.
Dan kini iapun mengenakan pakaian sutera berwarna hijau yang membuat kulitnya nampak lebih putih
dan gemilang Sabuk yang mengikat pinggangnya yang kecil terbuat dari kain merah, ujungnya melambai
tertiup angin gunung ketika ia berlari bersama kedua suhengnya. Sepatunya berwarna hitam dan
potongannya kecil. Gagang pedang yang nampak tergantung dipinggangnya membuat ia nampak gagah.
Cantik dan gagah, demikianlah sifat Kui Eng bagaikan setangkai bunga yang indah mengharum, akan
tetapi ia bukanlah bunga sembarang bunga. Bukanlah bunga harum indah yang mudah dijangkau tangan
dan mudah pula dipetik. Ibarat bunga, ia berada ditempat tinggi dan kegagahannya yang melindungi
kecantikannya bagaikan duri yang tajam melindungi bunga harum itu.
Mudah dipandang akan tetapi sukar untuk dicapai tangan! Tan Bun Hong yang berlari disebelah kirinya
juga merupakan seorang muda yang patut dikagumi. Semenjak kecilnya mudah diduga bahwa ia akan
menjadi seorang pemuda yang cakap dan tampan. Rambutnya hitam dan digelung diatas, diikat dengan
sutera biru dengan erat, hingga keningnya yang tinggi dan lebar itu menambah ketampanannya. Kulit
mukanya halus dan putih hingga bibirnya nampak merah bagaikan bibir seorang wanita. Sepasang
matanya kocak dan jenaka, menunjukkan bahwa ia memiliki kecerdasan otak, sedangkan senyum manis
yang tak pernah meninggalkan bibirnya itu membuat orang merasa suka kepadanya. Tubuhnya agak
kurus, akan tetapi bahunya lebar dan tegak sedangkan langkah kakinya yang tetap itu membuktikan
adanya kekuatan besar dalam tubuhnya.
Pakaiannya berwarna kuning gading dengan ikat pinggang warna biru pula. Pakaiannya yang rapi dan
bersih itu menandakan bahwa ia seorang yang rajin dan pesolek yang suka akan kebersihan, Juga
pedangnya tergantung dipinggang kiri hingga ia merupakan seorang muda yang cakap tampan dan
gagah sekali. Disepanjang jalan tiada hentinya ia bercakap-cakap hingga perlahan kedukaan hati kedua:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 23
:: CerSil KhoPingHoo :
saudara seperguruannya karena berpisah dengan Lui Sian Lojin itu dapat terusir oleh kejenakaan dan
kelakar yang dikeluarkan oleh Bun Hong yang berwatak gembira. Gan Beng Han adalah seorang pemuda
yang bertubuh tinggi, lebih tinggi dari Bun Hong dan tubuhnya lebih tegap. Rambutnya yang subur dan
hitam juga diikat ke atas seperti rambut Bun Hong, diikat dengan sehelai pita warna hitam.
Mukanya lebar dan sepasang telinganya besar berbentuk bagus. Alisnya tebal, membuat wajahnya
nampak lebih menarik dan gagah, sedangkan kedua matanya bersinar lembut dan jujur, bergerak lambat
menandakan bahwa ia memiliki ketenangan, Dagunya yang berlekuk pada tengah-tengahnya itu
menjadi tanda akan kejantanannya, akan tetapi bibirnya menunjukkan kesabaran besar. Pakaiannya
terbuat daripada kain tebal berwarna abu-abu dan karena ketiga orang muda itu membuat pakaian
mereka sendiri, maka melihat pakaian yang dipakai oleh Beng Han, menunjukkan bahwa ia bukan
seorang pesolek dan bahkan seorang yang berjiwa sederhana. Kulit mukanya tidak seputih Bun Hong,
akan tetapi apabila orang bertemu dengan Beng Han, ia takkan ragu bahwa pemuda ini adalah seorang
muda yang gagah perkasa dan boleh diharapkan.
Wajah Beng Han biarpun tidak bisa disebut buruk, akan tetapi ia lebih kelihatan gagah daripada tampan.
Langkah kakinya tidak seringan Kui Eng yang berjalan disebelah kirinya, juga tidak secepat Bun Hong,
akan tetapi lebih tetap dan kuat, dengan langkah yang lebar dan lenggang yang jelas membayangkan
kehebatan tenaganya. Ketiga orang muda yang pada saat itu menuruni gunung Swi-hoa-san, boleh
disebut sebagai lambang dari kecantikan, ketampanan, dan kegagahan! Dan apabila orang telah
mengetahui akan ilmu kepandaian mereka yang amat tinggi, maka ia akan menyatakan bahwa yang
sedang berlari cepat menuruni gunung itu bukanlah tiga orang muda sembarangan, akan tetapi tiga
naga sakti yang turun dari langit, turun menuju kedunia ramai untuk melakukan tugas suci!
Pada masa itu, kerajaan Tang yang baru saja terlepas daripada gangguan pemberontak, dan kini yang
menjadi Kaisar ada adalah seorang yang lemah, maka amat miskin dan tidak becus mengatur
pemerintahan. Pembesar kerajaan, terutama para Thaikam (orang kebiri) yang memainkan peranan
penting dalam tampuk kerajaan, adalah orang-orang yang beriman lemah dan terlalu mementingkan
kesenangan sendiri hingga korupsi merajalela di kerajaan. Kembali rakyat kecillah yang celaka dan
menderita tekanan hebat. Pajak penghasilan sawah diperhebat dan diperberat hingga boleh dibilang
bahwa para petani itu membanting-tulang memeras-keringat semata hanya untuk menambah gemuk
para pembesar dan tuan tanah belaka!
Oleh karena tekanan berat ini, tidak heran bahwa banyak orang yang memiliki ilmu kepandaian dan
kegagahan lalu lari kedalam hutan, menjadi perampok! Tekanan dan penderitaan hidup yang membuat
rakyat hidup dalam keadaan miskin dan kurang makan, menimbulkan kekacauan dan mata gelap. Ketika
Kui Eng, Beng Han dan Bun Hong tiba disebuah hutan dikaki gunung Swi-hoa-san, mereka bertemu
dengan orang pertama, akan tetapi pertemuan ini mengecewakan hati mereka oleh karena orang
pertama yang mereka jumpai ini bukan lain ialah serombongan perampok! Lebih dari dua puluh orang
perampok yang berpakaian compang-camping dan bertubuh kurus, dengan ganas keluar dari belakang
pohon dengan golok ditangan dan wajah bengis. Kepala mereka, seorang yang tinggi besar bermuka
hitam, dengan golok ditangan berdiri dengan kedua kaki terbentang lebar.
"Tiga orang muda yang sedang lewat, berhenti dulu dan tinggalkanlah bungkusan dan pedang, baru
boleh lewat terus!," katanya. Tiga anak muda itu saling pandang sambil tersenyum.
"Suheng, inilah orang-orang jahat yang perlu dibasmi!," kata Bun Hong dengan tenang sambil meraba
pedangnya. Juga Kui Eng diam meraba gagang pedangnya dengan hati berdebar karena baru kali ini akan:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 24
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 25
:: CerSil KhoPingHoo :
mengalami pertempuran dan mempraktekkan ilmu kepandaiannya. Akan tetapi Beng Han tetap berlaku
tenang.
"Sahabat," katanya dengan halus dan tenang, "kita tidak pernah berkenalan, juga tak pernah
bermusuhan, mengapa kamu minta yang bukan-bukan. Aku pernah mendengar bahwa orang yang minta
barang orang lain secara paksa, disebut perampok. Apakah kalian ini hendak merampok kami?" Tiba-tiba
kepala rampok itu tertawa terbahak-bahak dan semua anak buahnya ikut pula tertawa geli, seakan
suara ketawa kepala rampok itu merupakan perintah kepada mereka supaya tertawa!
"Anak muda, kau boleh sebut kami perampok atau apa saja. Pendeknya, kami yang berkuasa dirimba ini
dan setiap orang yang bertemu dengan kami harus meninggalkan barangnya. Kalau kalian bertiga anak
muda ini membantah, jangan katakan kami berlaku keterlaluan apabila golok kami yang mewakili kami
bicara!"
"Perampok kurang-ajar! Kamu kira kami ini orang. apakah?" bentak Bun Hong yang tak dapat menahan
kesabaran hatinya lagi. Sambil berkata demikian, ia melangkah maju sambil mengangkat dada dan
mengepalkan tinju!
"Sergap mereka!," teriak kepala rampok itu dan belasan batang golok berkilauan menerjang mereka
bertiga.
Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jangan gunakan pedang!" Beng Han memperingatkan kedua saudara seperguruannya dan ketika dua
puluh lebih golok para perampok itu maju mengerojok, tiga bayangan Kui Eng, Bun Hong dan Beng Han
berkelebat kesana-kemari seperti tiga ekor naga sakti mengamuk. Terdengar pekik kesakitan susulmenjusul dan golok-golok beterbangan keatas tanah. Sebentar saja, termasuk kepala rampok itu, telah
rebah diatas tanah dalam keadaan tertotok, terpukul dan tertendang yang membuat mereka tak dapat
bangun lagi! Para perampok itu lebih merasa heran dan terkejut daripada menahan rasa sakit. Mereka
hanya rebah dan memandang dengan mata terbelalak dan mulut menganga. Bahkan kepala rampok
yang terpukul oleh sentilan jari tangan Bun Hong pada iganya itu lalu merajap bangun dan berlutut
didepan ketiga pendekar muda itu.
"Ampunkan kami, samwi enghiong (tiga orang gagah)! Mata kami telah buta dan tidak mengenal tiga
hiapkek (pendekar) besar yang sedang melakukan perjalanan!" Bun Hong dan Kui Eng memandang
dengan senyum sindir, akan tetapi Beng Han segera membangunkan kepala rampok itu dan berkata,
"Sahabat, mengapa kalian yang masih muda-muda dan gagah ini melakukan pekerjaan yang demikian
rendah?" Kepala rampok itu memang sedari masih muda telah menjadi rampok, maka ia tidak dapat
menjawab dan pula tidak berani menjawab, hanya menundukkan kepalanya. Akan tetapi anak-buahnya
dengan suara sedih menjawab,
"Hohan (orang budiman), kami menjadi perampok oleh karena terpaksa! Anak-isteri dirumah harus
diberi makan dan pekerjaan halal apakah yang dapat kami kerjakan pada waktu begini sukarnya? Harap
hohan sudi mengampunkan kami yang sengsara ini!"
"Alasan kosong belaka!," tiba-tiba Bun Hong membentak sambil memandang tajam. "Kalian harus insyaf
dan tidak mengulangi pekerjaan jahat ini. Awas, kalau lain kali aku lewat disini dan melihat kalian masih
menjadi perampok, aku takkan mempergunakan tangan dan kaki belaka akan tetapi aku tentu akan
menggunakan pedangku untuk menamatkan riwajat hidup kalian!" Sambil menganggukkan kepala:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 26
:: CerSil KhoPingHoo :
karena takut, semua perampok berjanji untuk mentaati perintah ini. Kemudian ketiga pendekar muda
itu lalu melanjutkan perjalanan mereka. Mereka langsung menuju kedusun Hong-yan. Melihat dusun
tempat kelahiran mereka, Bun Hong dan Kui Eng merasa terharu sekali dan terbayanglah segala
peristiwa dulu didepan mata, hingga diam-diam Kui Eng menggunakan saputangan untuk menghapus air
mata yang menitik turun keatas pipinya.
Dusun itu telah banyak berobah semenjak mereka pergi. Rumah baru telah dibangun, akan tetapi orang
yang tinggal didusun itu sebagian besar adalah pendatang baru dari lain dusun. Biarpun masih banyak
penduduk lama kembali ditempat itu dan mendirikan rumah lagi, akan tetapi oleh karena Bun Hong dan
Kui Eng pergi meninggalkan Hong-yan diwaktu mereka masih kecil, maka tidak ada orang yang mengenal
mereka, sedangkan mereka berduapun tak melihat seorangpun yang dikenalnya. Ketika kedua orang
muda itu mencoba untuk bertanya kepada orang-orang disitu tentang keadaan keluarga mereka,
jawaban yang mereka dapat dari penduduk lama hanyalah helaan napas dan gelengan kepala, sambil
dibarengi ucapan sedih,
"Semua binasa, semua habis...!" Demikian pula dengan keadaan dusun tempat kelahiran Beng Han.
Melihat keadaan dusun yang amat miskin dan penghidupan rakyat dusun yang amat sengsara itu, ketiga
pendekar muda ini merasa terharu dan kasihan sekali.
Pada masa itu, para pembesar Thaikam yang berkuasa penuh di kotaraja, mengadakan peraturan pajak
yang amat menekan dan mengisap darah para petani dan menentukan pajak sebanyak lima puluh
sampai seratus kati gandum bagi tiap mou sawah. Pajak ini luar biasa beratnya, karena hampir meliputi
bagian terbesar dari hasil tanah, bahkan diwaktu musim kering, sawah tak dapat menghasilkan gandum
sebanyak itu! Oleh karena mendapat contoh dari pembesar tertinggi, maka para tuan tanah dikampung
dan para petugas yang mendapat kekuasaan seperti kepala kampung, tidak mau kalah dan menurut
contoh ini dengan setia. Merekapun menetapkan pajak sebesar itu bagi para petani hingga keluh-kesah
rakyat kecil makin menghebat, yang menjadi kepala kampung di Hong-yan adalah seorang pendatang
baru yang kaya, seorang she Gu. Untuk dapat menjalankan pekerjaannya dengan lancar, kepala
kampung she Gu ini memelihara beberapa belas orang tukang pukul,
Karena banyak terjadi pertentangan dengan para petani yang merasa mashgul dikenakan pajak yang
amat berat itu. Tiap orang petani yang tak dapat memenuhi dan membajar pajaknya, akan ditangkap
dan diberi hadiah beberapa puluh kali cambukan pada punggungnya! Apabila ada petani yang hendak
membangkang dan melawan, tukang pukul itulah yang akan beraksi dan menghentikan segala sikap
membangkang itu dengan pukulan dan pembunuhan! Biarpun kepala kampung she Gu ini boleh disebut
kejam dan jahat, namun ia hanyalah merupakan mata-rantai kecil dari kekuasaan jahat yang berkuasa
pada waktu itu. Kepala kampung inipun berada dibawah kekuasaan pembesar atasannya yang berada
dikota An-kian yang kekuasaannya meliputi wilajah dusun Hong-yan dan dusun-dusun disekitarnya.
Pembesar ini berpangkat Tihu dan she Yap dan dialah yang menetapkan besarnya pajak bagi para petani
didusun-dusun, hingga terpaksa kepala kampung Gu itu harus mentaati perintahnya. Namun, oleh
karena tiap kali ada "makanan enak dan mudah," anjing datang berebutan kepala kampung inipun tidak
mau kalah dan menumpuk penghasilan dan hartanya dengan jalan mengkorup hasil pajak atau memberi
tambahan extra untuk dia sendiri pada pajak yang sudah amat berat menekan itu! Ketika mendengar
tentang keadaan ini dari para petani bukan main marah dan gemas hati Kui Eng. Bun Hong dan Beng
Han. Terutama sekali Kui Eng yang menjadi puteri seorang kepala kampung yang amat jujur.
Terbangunlah semangatnya ketika seorang petani tua yang mendengar cerita kawannya kepada mereka
menghela napas dan berkata,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 27
:: CerSil KhoPingHoo :
"Alangkah baiknya kalau Kui-Khungcu (kepala kampung Kui) masih hidup dan menjadi kepala kampung
kita..." Kui Eng maklum bahwa petani tua ini memuji ayahnya, maka ia lalu mengajak kedua suhengnya
untuk pergi kerumah kepala kampung she Gu itu.
"Kita harus memberi pelajaran kepada kepala kampung pemeras itu!," katanya dengan sengit. Kedua
suhengnya mempunyai pendapat yang sama, maka bertiga lalu pergi menuju kerumah kepala kampung
Gu yang merupakan gedung besar dan mewah. Kedatangani mereka disambut oleh para tukang pukul
yang merasa curiga melihat kedatangan tiga orang muda asing yang membawa pedang pada pinggang
mereka.
"Samwi hendak mencari siapa?," tanya kepala tukang pukul yang bertubuh pendek gemuk dan agaknya
pandai ilmu silat.
"...Siauwte bertiga ingin bertemu dengan Gu-Khungcu," jawab Beng Han sambil mengangkat kedua
lengan memberi hormat.
"Siapa nama dan ada keperluan apa?," tanya kepala pengawal itu. Pertanyaan dan sikap pengawal yang
sombong ini menggemaskan hati Bun Hong yang segera berkata kaku,
"Laporkan saja kepada kepala kampung supaya keluar menjumpai kami, soal nama dan keperluannya
kau sigemuk tak perlu tahu!" Marahlah pengawal gemuk itu. Ia adalah terkenal sebagai seorang kepala
tukang pukul yang ditakuti orang dikampung Hong-yan dan belum pernah ada orang berani berlaku
kasar kepadanya, apalagi menghinanya seperti yang dilakukan oleh pemuda tampan ini. Maka dengan
mata melotot ia menjawab,
"Kalian ini orang kurang ajar pergilah dari sini! Gu-Khungcu sedang sibuk dan tidak ada waktu melayani
kalian!" Melihat hal ini, Beng Han segera berkata dengan suara halus,
"Twako, janganlah mencari perkara dengan kami. Kami tidak mempunyai urusan dengan kau, kami
hanya ingin berbicara dengan kepala kampung." Akan tetapi, kepala pengawal itu telah menjadi marah
dan berkata,
"Setiap orang yang hendak menghadap Gu-khungcu harus bersikap sopan dan tidak boleh sekali
membawa senjata tajam. Kalau kalian mau menanggalkan pedang, menyerahkannya kepada kami lalu
menanti disini sambil berlutut, barulah kami mau melaporkan kedatanganmu!"
"Apa?" Kui Eng melangkah maju dengan marah. "Menanggalkan pedangku? Eh, babi gemuk, dengarlah!
Kami sengaja membawa pedang untuk digunakan mengetok kepala orang she Gu itu beserta semua
kaki-tangannya, termasuk kau!"
"Perempuan kurang ajar!" Pengawal gemuk itu lalu mengulurkan tangan hendak mencengkeram tubuh
Kui Eng. akan tetapi sekali ia memutar tubuhnya, cengkeraman itu menangkap angin dan sebelum
sigemuk tahu apa yang terjadi dengan dirinya, tahu-tahu tubuhnya telah terpelanting dan dadanya
terasa sakit sekali terkena pukulan Kui Eng yang dilakukan cepat sekali hingga hampir tidak terlihat oleh
yang dipukulnya!:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 28
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 29
:: CerSil KhoPingHoo :
Dengan marah dan membentak keras, beberapa orang pengawal maju mengerojok, akan tetapi Kui Eng,
Bun Hong, dan Beng Han menangkap mereka seorang demi seorang dan melemparkan mereka kekanan
dan kekiri, lalu melangkah maju terus kedalam gedung itu. Gu-Khungcu yang mendengar suara ribut
diluar, lalu keluar untuk melihat dan menegur akan tetapi ketika melihat tiga orang muda sedang
melabrak tukang pukulnya, ia menjadi ketakutan dan hendak lari pergi. Tiba-tiba berkelebat bayangan
orang dan tahu seorang gadis jelita dan gagah berdiri didepannya dan menodongnya dengan pedang
tajam didadanya! Lemaslah kedua kaki kepala kampung itu. Dengan tubuh menggigil dan suara gemetar
ia lalu menjatuhkan diri berlutut dan berkata,
"Lihiap... ampunkan jiwaku..." Sementara itu, belasan tukang pukul telah dapat dibikin roboh hingga tak
berdaya oleh pukulan Bun Hong dan Beng Han yang keras hingga mereka hanya bisa merangkak dan
mencoba bangun sambil memandang kearah kepala kampung dengan mata terbelalak.
"Orang she Gu!," Kui Eng membentak sambil mengancam dengan pedangnya keleher kepala kampung
itu, "Apakah kau benar ingin hidup?" Dengan suara menggigil bagaikan orang terserang penyakit
demam, kepala kampung itu menganggukkan kepalanya berulang-ulang dan berkata,
"Hamba ingin hidup... Lihiap... ampunilah hamba..."
"Kalau kau ingin memelihara nyawamu yang rendah, mulai sekarang kau harus merobah peraturan
pajak pada para petani yang miskin! Kau adalah kepala kampung disini, dan seorang kepala kampung
seharusnya menjadi ayah dari seluruh penduduk, mengatur, membela, dan menjaga agar semua orang
hidup dalam kebahagiaan. Akan tetapi, sebaliknya kau bahkan memeras mereka dan hidup mewah dari
hasil cucuran peluh dan darah mereka!"
"Anjing macam ini seharusnya dibunuh saja, sumoi!," kata Bun Hong dengan suara sengaja dikeraskan
untuk menakut-nakuti kepala kampung itu,
"Benar, bunuh saja!," kata Beng Han yang tahu akan maksud sutenya. Makin ketakutanlah kepala
kampung itu.
"Baik, baik... akan kuatur sebaiknya, akan tetapi... bagaimanakah aku dapat mengurangi pajak yang
sudah ditetapkan...? Akupun hanya menjalankan perintah atasan..."
"Siapa yang menetapkan besarnya pajak itu?," tanya Beng Han
"Hamba mendapat perintah dari Yap-Tihu..."
"Dimana tinggalnya Yap-Tihu itu?"
"Dia... dia tinggal dikota An-kian dan kampung ini berada dalam wilajah dan kekuasaannya."
"Baik, kami hendak mendatangi Tihu keparat itu. Akan tetapi, mulai sekarang, kau harus bubarkan
semua tukang pukulmu itu dan jangan berlaku sewenang-wenang kepada rakyat. Kalau kau tidak mau
merobah kelakuanmu, pasti aku akan datang kembali mengambil kepalamu!," kata Bun Hong dengan
suara mengancam,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 30
:: CerSil KhoPingHoo :
"...Dan jangan kira bahwa kami hanya mengeluarkan ancaman kosong belaka" kata Kui Eng. Lihat,
apakan lehermu lebih keras daripada balok itu?" Gadis itu memandang keatas, kearah sebatang balok
sebesar pinggang yang melintang diatas. Ia lalu mengajunkan tubuhnya melompat cepat kearah balok
itu sambil mengajunkan tangan yang memegang pedang menyabet. Melihat hal itu, Bun Hong juga
melompat keatas dengan pedang ditangan meniru perbuatan gadis itu, menyabet kearah balok dengan
pedangnya, Beng Han tersenyum dan merasa bahwa hal ini perlu sekali untuk mejakinkan dan
menakutkan hati kepala kampung, maka sambil berseru iapun melompat keatas dan menyabet dengan
pedangnya.
Kemudian ketiga orang pendekar muda itu meninggalkan rumah Gu-Khungcu. Kepala kampung dengan
sekalian tukang pukulnya memandang dengan bimbang. Balok itu terbuat daripada kaju keras dan
melintang ditempat yang tinggi. Akan tetapi, ketiga orang pemuda itu dengan sekali loncat dan sekali
bacok saja ternyata sudah berhasil membabat putus balok itu dan biarpun balok itu telah dibacok hingga
putus ditiga tempat, akan tetapi karena tajamnya pedang dan keras serta cepatnya bacokan, maka balok
yang melintang itu tidak jatuh kebawah! Kepandaian yang hebat ini tentu saja membuat Gu-Khungcu
menjadi bergidik ketakutan dan pada hari itu juga ia lalu memberi hadiah kepada semua tukang
pukulnya dan minta supaya mereka semua meninggalkan kampung Hong-yan.
Hal ini diturut oleh semua tukang pukul yang masih merasa beruntung tidak terganggu keselamatan
mereka oleh tiga pendekar itu! Dan semenjak hari itu, benar saja Gu-Khungcu mengubah kelakuannya
dan melakukan tugasnya sebagai seorang kepala kampung yang baik hingga penduduk dusun Hong-yan
merasa amat beruntung dan berterima-kasih. Semenjak ibunya menjadi Nikouw diKuil Kwan-Im-Bio
diluar tembok kota An-kian, Beng Lian juga tinggal diKuil itu dan mempelajari ilmu silat dari Pek I Nikouw
serta ilmu surat-menjurat dari Nikouw lain. Kini, dua belas tahun telah lewat dan ia telah menjadi
seorang gadis berusia enam belas tahun yang manis dan gagah. Gadis manis ini oleh ibunya telah
ditunangkan dengan putera Tihu bernama Yap Yu Tek,
Dan pertemuan antara kedua anak muda ini terjadi dalam sebuah peristiwa yang menarik. Lebih kurang
setahun yang lalu, ketika Beng Lian baru berusia lima belas tahun dikota An-kian ribut karena gangguan
seorang penjahat yang melakukan pencurian dan juga gangguan terhadap anak-bini orang. Telah ada
tiga rumah orang hartawan didatanginya dan mengambil sejumlah besar harta mereka, bahkan seorang
gadis telah terbunuh mati ketika melakukan perlawanan terhadap gangguan penjahat kejam itu! Tihu
dikota An-kian bernama Yap Kam Kun, seorang pembesar yang berbeda dengan pembesar lainnya,
karena ia melakukan tugasnya dengan taat dan keras menurut perintah dari kotaraja, akan tetapi
sedikitpun ia tidak mau melakukan perbuatan yang bersifat buruk dan tidak mau melakukan korupsi
hingga keadaannya tidak kaya seperti halnya lain pembesar pada umumnya.
Ketika mendengar laporan tentang sepak-terjang penjahat yang berani mengganggu kotanya, Yap-Tihu
lalu mengerahkan pasukan penjaga kota untuk menangkap maling itu. Akan tetapi, ternyata penjahat itu
memiliki ilmu silat yang tinggi dan ketika ia pernah kepergok dan dikepung, ia berhasil mengalahkan dan
merobohkan banyak anggauta penjaga keamanan hingga keadaan menjadi gempar. Kepala penjaga
sendiri yang terkenal gagah telah terluka pada dadanya oleh golok penjahat itu maka diam-diam YapTihu merasa kuatir sekali. Pembesar ini pernah mendengar berita bahwa kepala Nikouw diKuil Kwan-ImBio, yakni Pek I Nikouw, adalah seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka ia sendiri lalu pergi
keKuil itu untuk minta bantuan Pek I Nikouw agar supaya pendeta wanita tua itu suka membantunya.
"Taijin," jawab Pek I Nikouw dengan suaranya yang halus, pinni (aku wanita bodoh) adalah seorang
wanita lemah dan tua yang tidak memiliki kemampuan apa-apa. Urusan ini adalah menjadi tanggung-:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 31
:: CerSil KhoPingHoo :
jawab Taijin yang menjadi pembesar ditempat ini. Mengapa Taijin tidak mendatangkan perwira-perwira
yang gagah untuk membasmi penjahat ini? Bukan sepatutnya kalau seorang Nikouw harus mengurus
segala-macam kejahatan." Nikouw tua ini memang merasa kurang puas terhadap para petugas
pemerintah yang sebagian besar hanya kenal memeras rakyat mengumpulkan harta benda belaka.
"Maaf Suthai," kata Yap Kam Kun dengan hormat. "Memang seharusnya aku tidak boleh mengganggu
ketenteraman hidup Suthai, dan memang sudah menjadi kewajibanku untuk mengurus sendiri hal ini,
akan tetapi, siapa lagi yang kuharapkan untuk menghadapi penjahat yang lihai ini? Para penjaga
keamanan telah kewalahan menghadapinya, bahkan kepala penjaga telah menderita luka. Kalau Suthai
tidak sudi mengulurkan tangan membantu, apakah akan jadinya dengan kota kita ini?" Pek I Nikouw
menghela napas panjang.
"Taijin pandai mengumpulkan hasil pajak untuk disetorkan kepada pemerintah, mengapa tidak pandai
menolak bahaya yang sedemikian kecilnya saja? Apakah akan kata rakyat yang telah memeras keringat
untuk membajar pajak apabila gangguan ini saja fihak pemerintah tak dapat menghalanginya?" Yap Kam
Kun adalah seorang yang mempunyai pertimbangan adil, maka mendengar sindiran ini ia hanya
menundukkan kepalanya. Memang ia maklum akan keburukan pemerintah pada waktu itu, apakah akan
sebagai seorang pembesar yang hanya berpangkat Tihu, ia dapat berdaya? yang dapat dilakukannya tak
lain hanya menurut perintah atasan dan menjalankan tugasnya sebaik mungkin. Melihat pembesar itu
tak dapat menjawab dan berdiam saja, Pek I Nikouw berkata lagi,
"Mengapa Kaisar tidak teringat akan pelajaran Nabi Khong Cu tentang sembilan jalan kebenaran sebagai
syarat memimpin negara dan rakyat? Tahukah Taijin akan maksud pinni? Apakah Taijin masih ingat
syarat keenam daripada sembilan jalan kebenaran itu?" Yap-Tihu menganggukkan kepalanya.
"Aku masih ingat dengan baik dan syarat keenam itu ialah, Mencintai rakyat seperti anak sendiri."
"Nah, itulah! Mengapa sekarang rakyat bukannya diberi kecintaan dan kasih-sayang, diperhatikan nasib
mereka dan diperlakukan dengan seadil-adilnya sehingga mereka itu dapat bekerja dengan gembira dan
mempertinggi hasil pertanian? Sebaliknya rakyat diperas habis-habisan, diperlakukan dengan tidak adil,
dibiarkan menderita dan sengsara. Kalau timbul kejahatan yang datang dari kegelapan pikiran
disebabkan oleh semua penderitaan ini salah siapakah itu?" Yap-Tihu mendengarkan segala ucapan
pendeta wanita itu dengan tunduk dan tak dapat membantah. Memang, ia sendiri dapat memaklumi
bahwa Kaisar yang sekarang memegang kendali pemerintah, amat lemah hingga lupa akan segala
petuah dan nasehat yang diajarkan oleh para cerdik pandai di zaman kuna. Ujar-ujar Nabi Khong Cu yang
disebut oleh Pek I Nikouw tadi adalah ujar-ujar yang terdapat dalam kitab Tiong Yong fatsal kedua puluh
ayat kedua belas yang berisi pelajaran Nabi Khong Cu dan yang selengkapnya berbunyi seperti berikut,
Untuk memimpin negara dan rakyat terdapat sembilan syarat atau jalan kebenaran, yakni,
1. Memperbaiki (mengoreksi) diri peribadi.
2. Menghargai para cerdik pandai.
3. Mencintai seluruh anggauta keluarga.
4. Menghormati pembesar-pembesar tinggi.
5. Membimbing pembesar tingkat rendah.
6. Mencintai rakyat seperti anak sendiri.
7. Mengundang ahli pembangunan.
8. Menyambut tamu-tamu dari luar negeri dengan ramah-tamah.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 32
:: CerSil KhoPingHoo :
9. Menarik simpati dan persahabatan dari negara lain.
Setelah mendengar segala macam ucapan yang dikeluarkan Pek I Nikouw sebagai penyesalan dan
teguran kepada keadaan pemerintah pada waktu itu yang timbul dari kemenyesalan dan kemarahan
yang ditahan-tahan, Yap-Tihu lalu berkata,
"Semua ucapan Suthai memang benar belaka, akan tetapi, apakah daja kita? Suthai hanya seorang
pertapa wanita, akan tetapi akupun hanyalah seorang Tihu yang tidak mempunyai wewenang untuk
mencampuri urusan ketata-negaraan yang berada dalam tangan para pembesar tinggi. Mungkin baru
sepatah kata saja keluar dari mulutku, aku akan ditangkap dan dihukum dengan semua keluargaku,
dituduh pemberontak! Biarlah, Suthai, kalau kau memang sudi menolong dan hendak bermurah hati,
jangan pikirkan dan ingat kepada pemerintah. Anggap saja bahwa kau bukan menolong seorang Tihu,
akan tetapi hanya menolong rakyat atau penduduk An-kian yang sedang berada dalam ketakutan dan
kecemasan dengan adanya gangguan penjahat itu." Pek I Nikouw mengangguk.
"Yap-Tihu, pinni sudah tahu keadaanmu dan seringkali pinni hanya dapat menarik napas panjang.
Seorang pembesar seperti Taijin ini tidak layak menghambakan diri kepada pemerintah yang demikian
buruknya. Alangkah baiknya kalau Taijin menjadi pembesar pemerintah yang baik. Tentu penduduk
didaerah ini akan menikmati hidup sebagaimana mestinya. Akan tetapi, segala peristiwa yang terjadi
pada seseorang itu timbul dari perbuatannya sendiri, sebagai buah daripada pohon yang ditanamnya.
Taijin seorang yang jujur dan bersih, akan tetapi sayang sekali Taijin kurang memperhatikan keadaan
keluarga sendiri hingga tidak tahu bahwa didalam rumah telah ada seorang penjaga yang cukup
tangguh." Yap-Tihu terkejut dan memandang kepada Nikouw itu dengan bingung dan heran.
https://www.facebook.com/groups/KhoPingHoo
"Apakah maksud Suthai?" Pek I Nikouw tersenjum.
"Sudahlah, nanti Taijin tentu akan mengerti sendiri. Sekarang pulanglah dengan hati tenteram oleh
karena malam hari ini pinni akan mengutus murid pinni pergi mencari dan menangkap penjahat itu!"
Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bukan main girang hati pembesar itu. Walaupun ia belum tahu siapa adanya murid Nikouw itu, akan
tetapi ia telah merasa lega, oleh karena kalau murid itu tidak pandai, tidak nanti Nikouw tua ini akan
mengutusnya menangkap penjahat yang ganas! Ia lalu menjura dan mengaturkan terima-kasihnya, lalu
pulang ke gedungnya. Setelah pembesar itu pergi, Pek I Nikouw lalu memanggil Beng Lian. Gadis ini
menghadap kepada gurunya dan menerima perintah untuk keluar pada malam hari itu, meronda
diseluruh kota dan mengintai penjahat yang sedang merajalela di An-kian.
"Beng Lian, kau belum pernah bertempur menghadapi lawan yang sungguh-sungguh, maka kuharap kau
harus berlaku hati. Kalau kiranya penjahat itu terlalu kuat bagimu kau boleh pergunakan jarummu untuk
merobohkannya."
Nikouw tua ini memberi banyak nasehat kepada Beng Lian yang segera mempersiapkan diri untuk
melakukan tugas pertama semenjak ia belajar silat itu. Biarpun usianya pada waktu itu baru lima belas
tahun, namun ia memiliki ketabahan hati yang besar dan keberaniannya ini dipertebal karena
pengertiannya bahwa ia sedang menghadapi semacam tugas kebajikan, yakni menolong orang terhindar
dari pengaruh yang jahat. Sementara itu, setelah hari menjadi gelap, diatas genteng Yap-Tihu berputarputar bayangan putih yang cepat sekali gerakannya. Bayangan ini bukan lain ialah Pek I Nikouw sendiri
yang segera menuju kebagian belakang gedung itu, lalu mengintai dari jendela kamar yang berada
disudut kiri sebelah belakang.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 33
:: CerSil KhoPingHoo :
Didalam kamar itu nampak seorang pemuda yang tampan dan yang sedang membaca sebuah kitab tebal
dengan asyiknya. Karena ringannya gerakan kaki Pek I Nikouw, maka pemuda itu sama sekali tidak
mendengar sesuatu dan tetap membaca dengan asyik. Tiba-tiba Nikouw itu mengajunkan tangan kirinya
dan sebuah benda putih melayang dan menancap didepan pemuda itu, diatas meja dekat tangannya!
Orang akan merasa heran melihat betapa pemuda yang berpakaian sebagai seorang sasterawan muda
itu dengan gerakan cepat sekali telah meniup padam lampu didepannya, kemudian sekali ia
mengajunkan tubuhnya, ia telah melompat keluar dari jendela dan terus meloncat keatas genteng!
Bukan main cepatnya gerakan pemuda ini yang ternyata telah menggunakan gerak loncat Burung Walet
Menyambar Belalang.
Akan tetapi, betapapun cepatnya gerakan pemuda itu, gerakan Pek I Nikouw lebih cepat lagi hingga
ketika pemuda itu telah berada diatas genteng dan menengok kesana-kemari mencari dengan mata,
disitu kosong dan sunji tak terlihat bayangan seorangpun! Pemuda itu terheran, kemudian menarik
napas panjang dan melompat turun lalu masuk kedalam kamarnya kembali. Dinyalakannya lagi api
lampu di mejanya dan diamat-amatinya jarum kecil yang menancap dimejanya. Ternyata bahwa jarum
itu digunakan untuk menyambitkan sepucuk kertas yang dilipat kecil. Ketika pemuda itu mengambil
jarum dan membuka lipatan kertas, maka ternyata kertas itu merupakan sepucuk surat yang ditulis
dengan tulisan tangan halus. Ia membaca dengan cepat lalu menggeleng kepala dan berbisik,
"Ah, benar lihay sekali Pek I Nikouw! Kalau begitu, suhu berkata benar!" Dibacanya sekali lagi isi surat
seperti berikut,
Yap Kongcu,
Mungkin kau pernah mendengar nama pinni dari suhumu. Dan karena pinni kenal baik suhumu kakek
pengemis itu, maka biarlah pinni mewakilinya memberi nasehat kepadamu. Yap-Kongcu, kau telah
mempelajari ilmu kepandaian, untuk apa kepandaianmu itu apabila tidak dipergunakan pada saat yang
perlu! Kentang akan menjadi busuk kalau disimpan saja, sedangkan ilmu kepandaian akan menjadi siasia kalau tidak dipergunakan.
Suhumu melarang kau memperlihatkan kepandaian dengan maksud agar supaya kau tidak
menyombongkan kepandaian itu, akan tetapi, kalau kau mempergunakannya untuk menolong rakyat
dan membasmi penjahat yang mengacau An-kian, suhumu pasti takkan merasa keberatan. Pinni yang
akan bertanggungjawab kalau kelak ia marah kepadamu!
Dari pinni, Pek I Nikouw.
Pemuda ini adalah Yap Yu Tek, putera tunggal dari Yap-Tihu. Semenjak kecilnya, pemuda ini tekun
mempelajari ilmu surat-menjurat, sesuai dengan kehendak ayahnya. Akan tetapi semenjak kecil pemuda
ini ingin sekali mempelajari ilmu silat. Ia tertarik membaca sejarah dan cerita tentang kepahlawanan dan
kegagahan para pendekar budiman, maka berkali-kali ia minta kepada ayahnya agar supaya ia
diperkenankan belajar silat. Akan tetapi ayahnya berpendirian lain. Menurut pendapat orang-tua ini,
kepandaian silat hanya akan mendatangkan melapetaka belaka.
"Lihatlah betapa banyaknya orang hukuman itu yang sebagian besar adalah orang yang tadinya belajar
silat! Mereka mempergunakan kepandaian mereka untuk melakukan pelbagai kejahatan!," katanya
kepada anak tunggalnya. Dan Yu Tek tak berani membantah karena ia memang amat berbakti kepada
ayahnya. Pernah pula ia mengemukakan pendapatnya,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 34
:: CerSil KhoPingHoo :
"Ayah, bukankah segala kejahatan yang timbul itu tergantung dari batin seseorang?" Memang demikian
kalau dipikirkan sepintas lalu belaka! Akan tetapi, orang yang tadinya lemah dan tidak berkesempatan
melakukan kejahatan, sekali ia telah memiliki kepandaian dan kekuatan, ia lalu menjadi lupa dan
berubah jadi jahat! Keadaan diluar seringkali lebih berkuasa daripada tenaga batin.
"Jangan, anakku, daripada kau membuang waktu yang berharga dengan segala macam ilmu memukul
orang dan ilmu membunuh orang, lebih baik kau pergunakan untuk mempelajari ilmu kesusasteraan."
Dan anak itu tak berani lagi bicara tentang ilmu silat. Pada suatu malam, ia membaca cerita tentang
kegagahan pahlawan zaman dahulu. Demikian tertarik hatinya hingga ia berkata seorang diri yang
diucapkan dengan kata cukup keras,
"Ah, alangkah senangnya kalau aku bisa mencontoh perbuatan para pendekar gagah ini..." Tiba dari luar
jendela terdengar suara orang menjawab kata-katanya ini,
"Apa susahnya? Kemauan besar disertai ketekunan memungkinkan segala apa!" Yu Tek terkejut dan
anak yang baru berusia sepuluh tahun itu lalu lari menghampiri jendela dan menjenguk keluar.
Dilihatnya seorang tua yang berpakaian penuh tambalan duduk dibawah jendela kamarnya. Entah
bagaimana kakek pengemis itu dapat masuk kedalam pekarangan yang dikelilingi tembok tinggi itu.
Kakek ini tangan kirinya membawa sebatang tongkat bambu dan tangan kanannya membawa sebuah
cawan arak yang sudah tua. Melihat keadaan pengemis ini, Yu Tek bertanya,
"Kakek tua, kaukah yang mengucapkan kata tadi?"
"Disini tidak ada orang lain, kalau bukan aku yang mengeluarkan kata-kata tadi, pasti bayanganku!,"
jawab kakek itu sambil memandang dengan matanya yang bersinar ganjil dan tajam. Yu Tek mengamatamati pengemis itu dan hatinya menjadi ragu?
"Kakek," ia berkata dengan suara mengandung celaan. "Kau sendiri kulihat kurang memiliki kemauan
keras dan ketekunan!" Kini pengemis itu bangkit berdiri dan memandang kepada anak itu dengan heran.
Setelah ia berdiri, ternyata. bahwa tubuhnya amat tinggi dan kurus.
"Eh, Kongcu, apakah artinya kata-katamu tadi?"
"Kakek tua, kau tadi menyatakan bahwa dengan ketekunan dan kemauan besar, segala apa mungkin
dicapai. Akan tetapi, kalau kau memiliki ketekunan dan kemauan besar, tak mungkin kau berada dalam
keadaan miskin dan sengsara seperti ini!" Kakek itu tertawa gelak hingga suara itu bergema didalam
gedung. Ayah Yu Tek yang kebetulan lewat tak jauh dari tempat itu segera menghampiri kamar anaknya
dan ketika mendengar langkah kaki orang mendatangi dari dalam, tiba-tiba tubuh kakek-pengemis itu
berpusing-pusing dan lenyap! Yap-Tihu muncul dan memandang kepada anaknya yang berdiri didekat
jendela, lalu bertanya heran,
"Yu Tek, suara apakah tadi yang seperti suara orang tertawa keras itu?" Yu Tek sedang berdiri
termenung karena terkejut melihat betapa tubuh kakek pengemis itu menghilang, maka teguran
ayahnya itu dijawabnya dengan gagap,
"Suara... mungkin suara burung malam, ayah!" Tihu itu masuk kedalam kamar, menjenguk keluar
jendela, lalu menutup jendela itu dan berkata,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 35
:: CerSil KhoPingHoo :
"Sudah jauh malam, nak. Tidurlah. Tak baik membuka jendela diwaktu malam, kau bisa terkena angin."
Kemudian ia meninggalkan kamar puteranya. Setelah ayahnya pergi, Yu Tek kembali menghampiri
jendela dan membukanya. Ternyata kakek-pengemis yang tadi menghilang, kini telah berdiri lagi
ditempat semula!
"Kongcu, kau mempunyai pertimbangan yang wajar dan kecerdasan yang baik. Tadi kau mengagumi
para pendekar, sukakah kau belajar silat agar kau memiliki kegagahan seperti para pendekar itu?"
"Tentu saja aku akan suka sekali belajar silat, akan tetapi, ayah melarangku dan siapa pula yang sanggup
mengajarku?"
"Kongcu, biarpun tua dan buruk, kiranya aku Tiongsan Lokai masih sanggup menggemblengmu menjadi
seorang pendekar gagah!"
"Akan tetapi, kakek tua, keadaanmu sendiri... o ya, kau belum menjawab pernyataanku tadi!"
"Tentang kemiskinanku? Ha, ha, Kongcu, kalau aku ingin kaya, apakah susahnya? Akan tetapi aku lebih
suka menjadi pengemis tua, hidup mengembara sebagai seekor burung, bebas lepas diudara dan aku
mengemis bukan untuk mencari sesuap nasi, akan tetapi aku mengemis untuk membebaskan diri dari
segala keinginan yang tiada habisnya." Ucapan kakek tua ini terlalu sulit untuk dimengerti oleh Yu Tek,
akan tetapi sikap kakek itu menarik hatinya, maka Yu Tek lalu mempersilakan kakek itu masuk kedalam
kamarnya dimana mereka bercakap-cakap sampai jauh malam!
Pengemis tua ini adalah seorang luar biasa yang berilmu tinggi, disebut orang Tiongsan Lokai atau
Pengemis Tua dari Tiongsan. Melihat ketajaman otak dan keinginan Yu Tek untuk belajar silat, hati kakek
ini tertarik sekali, maka ia lalu mengangkat Yu Tek sebagai muridnya dengan diam-diam. Yu Tek telah
menyaksikan kepandaian kakek itu ketika menghilang dari hadapannya pada saat ayahnya masuk
kekamar, lebih-lebih ketika ia telah mengadakan pembicaraan dengan kakek itu yang ternyata biarpun
berpakaian pengemis, namun memiliki pemandangan yang amat luas dan pengalaman yang tidak kalah
hebatnya dengan pengalaman para pendekar didalam bukunya, maka iapun tanpa ragu pula lalu
menjatuhkan diri berlutut didepan kakek itu dan pada waktu menjelang fajar ia telah mengangkat kakek
itu sebagai gurunya!
"Yu Tek," kata Tiongsan Lokai kepada muridnya, "Aku mengangkat kau sebagai muridku hanya dengan
pengharapan agar supaya kelak kau dapat menjadi seorang gagah dan seorang pendekar pembela
keadilan. Kaulah yang akan mengharumkan namaku dan yang akan membikin aku mati dengan mata
meram dan rela apabila kau kelak menjadi seorang yang patut disebut pendekar gagah. Aku tidak
menghendaki sesuatu darimu, kecuali sebuah syarat yang harus kau taati benar. Syarat itu ialah bahwa
sebelum kau tamat belajar silat dan mendapat perkenanku, kau tidak boleh sekali-kali membocorkan
keadaanmu kepada orang lain! Bahkan kepada ayahmu sendiri kau tidak boleh memberitahukan tentang
pelajaran silat dariku ini. Kalau kau membocorkan hal ini, jangan kau menjesal kalau aku tak mau datang
lagi dan selamanya aku takkan mau mengakui kau sebagai muridku!"
Yu Tek berjanji akan menaati pesan suhunya ini dan semenjak saat itu, ia menjadi murid Tiongsan Lokai!
Beberapa malam sekali, kakek itu dengan diam-diam datang kekamar Yu Tek dan mereka lalu berlatih
silat dipekarangan belakang, diwaktu malam hari. Yu Tek ternyata berotak terang dan cepat sekali ia
dapat menguasai dasar ilmu silat yang diajarkan oleh suhunya hingga Tiongsan Lokai menjadi girang
sekali. Ia menggembleng pemuda itu sampai lebih kurang delapan tahun. Seringkali kakek jembel ini:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 36
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 37
:: CerSil KhoPingHoo :
meninggalkan muridnya sampai beberapa bulan dan meninggalkan pesan agar supaya muridnya ini
berlatih seorang diri dan mematangkan segala pelajaran ilmu silat yang telah diajarkannya. Kalau ia
datang kembali, ia menguji muridnya itu dan memberi pelajaran selanjutnya.
Selama itu, benar saja Yu Tek menyimpan rahasia ini rapat hingga tak seorangpun dapat menyangka
bahwa pemuda yang halus tutur-sapanya dan sopan-santun ini adalah seorang yang memiliki ilmu silat
tinggi! Akan tetapi pada suatu malam, ketika guru dan murid. itu sedang berlatih silat, dari jauh nampak
sepasang mata yang tajam mengintai dan ketika menjelang fajar saat si kakek jembel hendak
meninggalkan gedung Tihu, dengan tiba-tiba melayang dan berpusing-pusing sesosok bayangan putih
lalu berdiri dihadapannya.
"Lokai, kau diam-diam telah mempunyai seorang murid yang berbakat! Kionghi, kionghi! (Selamat)."
Kakek-jembel itu tertawa-tawa riang ketika melihat siapa orangnya yang menegurnya diwaktu fajar itu.
Ternyata bahwa orang itu adalah seorang Nikouw berbaju putih yang lemah-lembut gerakannya, akan
tetapi yang memiliki sepasang mata tajam luar biasa.
"Pek I Nikouw, matamu memang awas benar, akan tetapi kuharap kau tidak akan membocorkan rahasia
ini."
"Untuk apa pinni membocorkan rahasiamu? Aku hanya mendengar dari muridku bahwa ia telah melihat
bayangan hitam berkelebat masuk digedung Tihu dan keluar pula diwaktu fajar menjingsing. Menurut
muridku, bayangan itu cepat sekali gerakannya hingga ia tak dapat melihat siapa orangnya, maka karena
ingin tahu, terpaksa pinni melakukan penjelidikan. Tidak tahunya kau orang-tua yang keluar masuk
gedung Tihu! Sungguh tak pernah kuduga!"
"Hm, hm, aku sudah melihat muridmu itu. Gadis cilik itu memang pantas menjadi muridmu. Ia berbakat
baik sekali," kata kakek jembel pula. Demikianlah, maka diseluruh kota itu, hanya Pek I Nikouw saja yang
tahu bahwa putera Yap-Tihu memiliki ilmu kepandaian tinggi karena dilatih oleh Tiongsan Lokai.
Alap Alap Laut Kidul 9 Pendekar Pulau Neraka 16 Rahasia Bunga Cubung Biru Bencana Patung Keramat 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama