Jodoh Si Mata Keranjang 10
Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 10
Tentu saja Cang Sun terkejut bukan main. Dia memang penakut, dalam arti kata tidak menyukai kekerasan, akan tetapi sama sekali bukan pengecut! Bagaimana ayahnya akan tahu bahwa dia diculik orang dan bagaimana pula akan dapat menebusnya? Akan tetapi karena dia tidak mampu bergerak dan bersuara, maka dia pun diam saja.
Orang itu sudah mendayung perahunya, dan meninggalkan perahu orang itu yang berwarna hitam tadi. Perahu di dayung cepat ke pantai oleh orang berkedok itu. Dan di pantai itu telah menanti pemilik sepasang mata yang ke dua, yang bersembunyi di balik semak-semak. Pantai itu memang bagian yang sunyi dan tidak nampak seorang pun manusia di situ. Ketika perahu sudah tiba di dekat pantai, orang berkedok itu berdiri, mencengkeram punggung baju Cang Sun dan sekali tubuhnya bergerak, dia sudah melompat ke darat. Gerakannya demikian ringan dan tangannya bergitu kuat sehingga Cang Sun mengerti bahwa dia terjatuh ke tangan orang yang lihai sekali, yang membawanya meloncat dari perahu ke darat seperti membawa benda yang amat ringan saja! Akan tetapi begitu dia mendarat, terdengar bentakan merdu dan nyaring keluar dari balik semak-semak.
"Penculik jahat, lepaskan dia!"
Dan muncullah seorang wanita cantik. Begitu muncul, wanita itu bergerak cepat bukan main, tubuhnya seperti terbang saja menyerang ke arah pria berkedok yang menjadi terkejut.
"Ihhh...!"
Pria berkedok itu mengangkis dan terhuyung ke belakang. Wanita itu lalu menggerakkan tangannya, membebaskan totokan Cang Sun dengan beberapa kali tusukan jari tangan dan tepukan. Cang Sun mampu bergerak dan bersuara lagi. Akan tetapi dia tidak sempat bicara karena orang berkedok itu kini telah menyerang si gadis cantik dengan pukulan-pukulan dahsyat. Namun, wanita itu dengan tenang menyambut serangan itu, mengelak atau menangkis dan membalas tidak kalah cepat dan kuatnya.
Cang Sun yang sudah bebas mendapat kesempatan untuk memperhatikan penolongnya. Wanita itu memang cantik sekali, cantik dan manis dengan wajah lonjong, wajahnya cerah dengan senyum selalu membayang di mulutnya, matanya jeli dan sinarnya tajam. Perkelahian itu berlangsung seru. Cang Sun diam-diam merasa khawatir kalau-kalau penolongnya itu akan kalah. Tempat itu amat sunyi sehingga dia tidak minta tolong orang lain. Akan tetapi, kekhawatirannya itu tidak perlu. Kini dia melihat betapa wanita cantik itu mendesak si penculik, Cang Sun menjadi kagum. Wanita cantik itu mengingatkan dia kepada Kui Hong! Seperti juga ketua Cin-ling-pai itu, gadis ini cantik manis dan memiliki ilmu kepandaian yang lihai! Dan gadis itu kini mati-matian menolong dan membelanya dari ancaman si penculik yang jahat dan kejam.
"Penjahat yang keji, buka kedokmu dan berlutut minta ampun, baru aku akan mengampunimu!"
Terdengar wanita gagah itu berseru. Seorang pendekar wanita, pikir Cang Sun. Seorang pendekar wanita yang berbudi. Akan tetapi penculik itu agaknya tidak mau membuka kedoknya, bahkan menyerang semakin ganas.
"Bagus, engkau memang jahat dan harus dihajar!"
Wanita itu berseru lagi sambil mengelak dan balas menyerang. Kembali mereka saling serang, sedemikian cepatnya sehingga sukar bagi Cang Sun untuk dapat mengikuti gerak mereka.
"Plakk!"
Tiba-tiba si penculik itu terhuyung ke belakang, agaknya terkena tamparan pada pundaknya. Dia mengaduh, terhuyung dan sebelum pendekar wanita itu sempat menyerang lagi, si penculik sudah meloncat jauh dan melarikan diri!
"Keparat, hendak lari kemana kau?"
Bentak gadis itu dan hendak mengejar, akan tetapi Cang Sun cepat mencegahnya.
"Lihiap, harap jangan kejar dia!"
Gadis itu tidak jadi mengejarnya, membalik dan menghadapi Cang Sun.
"Kenapa kongcu? Kenapa aku tidak boleh mengejarnya?"
Tanyanya dan ketika dia bicara, nampak kilatan giginya yang putih, menambah kecantikannya.
"Dia sudah lari dan berbahaya mengejar penjahat yang melarikan diri. Pula, dia tidak menyakiti aku dan..."
Pada saat itu, muncul seorang pemuda dari lain jurusan, seorang pemuda yang tampan dan gagah.
"Bi-moi (Adik Bi), apa yang terjadi?"
Tanya pemuda itu dan melihat kemunculannya yang tiba-tiba, Cang Sun dapat menduga bahwa pemuda ini pun seorang yang memiliki ilmu kepandaian silat tinggi.
"Aih, Ki-koko (Kakak Ki), engkau baru tiba? Baru saja aku menolong kong-cu ini dari tangan seorang penculik jahat. Dia melarikan diri!"
"Kemana dia lari?"
Tanya pemuda itu. Wanita itu menunjuk ke arah larinya penculik tadi dan tanpa menanti wanita itu bicara, pemuda gagah tadi sudah meloncat dan melakukan pengejaran. Cang Sun kagum dan bertanya kepada gadis itu.
"Lihiap, siapakah orang gagah tadi?"
"Dia adalah kakakku, Kong-cu."
"Ahhh! Sungguh mengagumkan sekali kalian kakak beradik yang gagah perkasa. Dan engkau telah menyelamatkan nyawaku, Lihiap. bolehkah aku mengetahui siapakah nama Lihiap dan siapa pula nama kakakmu tadi?"
"Kami she Liong, Kongcu. Nama kakakku Liong Ki dan namaku sendiri Liong Bi. Kami datang dari selatan dan baru beberapa hari berada di Nan-king. Hari ini kami berpesiar di danau ini dan tadi kami berpisah karena kakakku hendak membeli minuman, dan aku kebetulan melihat Kongcu diculik orang jahat berkedok tadi. Siapakah Kongcu dan mengapa pula Kongcu di culik penjahat tadi?"
"Liong-Lihiap (Pendekar Wanita Liong), terimalah hormatku dan ucapan terima kasihku,"
Kata Cang Sun sambil memberi hormat yang cepat dijawab oleh Liong Bi.
"Namaku Cang Sun dan penculik tadi menculikku untuk minta uang tebusan, begitu menurut ancamannya tadi. Kalau dalam waktu dua puluh empat jam ayahku tidak memberi uang tebusan seribu tail, dia akan mnyiksa dan membunuhku."
"Cang Kongcu, she (nama keturunan) Kongcu mengingatkan aku akan seorang pembesar yang amat terkenal, yaitu Menteri Cang Ku Ceng. Apakah barangkali Kongcu masih ada hubungan keluarga dengan Cang Taijin..."
"Aku puteranya."
"Aihhh...!"
Gadis itu cepat-cepat memberi hormat yang dibalas oleh Cang Sun.
"Maafkan aku, Kongcu. Sungguh mati karena tidak tahu, maka aku bersikap kurang hormat kepada putera Menteri Cang yang terkenal di seluruh penjuru. Beruntung sekali aku dapat bertemu dengan Kongcu!"
"Hemm, Lihiap terlalu merendahkan diri. Ayahku memang seorang menteri yang terkenal, akan tetapi aku ini hanya anaknya yang tidak memiliki kemampuan apapun."
"Sekarang aku tidak merasa heran mengapa ada penjahat yang hendak menculikmu, Kongcu. Selain untuk mencari uang tebusan, tentu penjahat itu pernah sakit hati terhadap ayahmu yang terkenal keras terhadap para penjahat. Akan tetapi yang membuat aku merasa heran, mengapa Kongcu bepergian seorang diri tanpa pengawal? Itu dapat berbahaya sekali!"
"Hemmm, apa sih bahayanya? Aku orang biasa, dan selama ini belum pernah aku mengalami gangguan, baru tadi. Mungkin penjahat itu agak miring otaknya..."
"Aih, jangan berkata demikian, Cang-kongcu! Andaikata Kongcu sendiri tidak atau belum memiliki kedudukan tinggi dan nama yang terkenal, Kongcu tidak boleh lupa bahwa Kongcu putera seorang menteri yang amat terkenal! Karena itu, seyogyanya Kongcu menjaga diri dengan pengawalan, karena kalau terjadi sesuatu terhadap diri Kongcu, tentu ayah Kongcu juga ikut merasa berduka dan menyesal."
Pada saat itu, pemuda tampan gagah tadi datang berlari seperti terbang cepatnya dan gadis cantik itu menyongsongnya.
"Bagaimana, Koko, berhasilkah engkau mengejar penjahat tadi?"
Pemuda itu menggeleng kepalanya.
"Aku tidak menemukan lagi bayangannya, dan tidak ada orang lain yang melihat orang berlari kesana."
Pemuda itu memandang kepada Cang Sun.
"Bagaimana pun juga, masih untung bahwa penjahat itu tidak melukai saudara ini..."
"Koko, kongcu ini adalah Kongcu Cang Sun, putera dari Menteri Cang Ku Ceng yang terkenal itu."
Pemuda tampan itu nampak terkejut, dan cepat dia memberi hormat kepada Cang Sun.
"Maaf, karena tidak tahu maka aku bersikap kurang hormat, Cang-kongcu."
Cang Sun memandang kepada pemuda itu dengan kagum. Seorang pemuda yang usianya sebaya dengan gadis itu, wajahnya tampan tubuhnya sedang namun tegap, dan sikapnya sopan, bicaranya lembut dan halus pula, tanda bahwa pendekar ini selian lihai ilmu silatnya, juga mengenal tata-susila.
"Liong-Taihiap... (pendekar besar Liong)."
Pemuda yang tadi di perkenalkan oleh gadis itu bernama Liong Ki cepat memberi hormat.
"Jangan sebut aku Taihiap, Kongcu. Namaku Liong Ki, sebut saja namaku."
Cang Sun semakin kagum dan senang.
"Baiklah, saudara Liong Ki, dan engkau nona Liong Bi. Aku sungguh berterima kasih sekali dan merasa berhutang budi kepada kalian. Entah bagaimana aku dapat membalas budi kebaikan kalian. Kalau kalian tidak berkeberatan, aku mengundang kalian untuk datang ke rumah, agar aku dapat mengajak kalian makan minum dan kuceritakan peristiwa tadi kepada ayahku."
Liong Ki dan Liong Bi saling pandang, dan Liong Ki yang berkata,
"Sesungguhnya kami sama sekali tidak mengharapkan balas jasa, Cang Kongcu. Menolong sesama hidup yang sedang berada dalam kesukaran merupakan kewajiban kami. Akan tetapi, kami tidak berani menolak undangan Kongcu dan kami merasa gembira dan terhormat sekali."
"Juga kami harus mengawal Kongcu sampai kerumah, karena siapa tahu penjahat tadi masih penasaran dan akan muncul lagi mengganggu Kongcu,"
Kata Liong Bi.
Mereka lalu kembali ke Nan-king dan diam-diam Cang Sun merasa senang sekali. Bairpun baru saja dia terbebas dari ancaman maut, kini bersama kakak beradik yang lihai itu, dia merasa aman dan terjamin keselamatannya! Setibanya dirumah, Cang Sun lalu memerintahkan para pelayan untuk menyediakan hidangan yang serba mahal dan lezat untuk menjamu kakak-beradik itu. Ayahnya masih belum pulang, maka dia mengajak dua orang penolongnya untuk makan minum. Dua orang muda itu pun tidak sungkan-sungkan lagi sehingga hubungan mereka menjadi akrab. Apalagi ketika Cang Sun mendapat kenyataan betapa Liong Ki memang memiliki pandangan luas, bahkan tidak asing pula dengan sastra. Mereka makan minum dengan asyik sekali.
"Sekali lagi kuulangi bahwa aku berterima kasih kepada kalian. Kalau saja aku dapat membantu kalian untuk sekedar membalas kebaikan itu, aku akan merasa gembira sekali."
Liong Ki tersenyum.
"Kongcu, sudah kami katakan tadi bahwa kami tidak mengharapkan balasan karena perbuatan kami itu sudah menjadi kewajiban bagi para pendekar."
"Tapi, Koko, siapa tahu Cang Kongcu dapat membantu kita? Bukankah kita jauh-jauh datang ke Nan-king untuk mencari pekerjaan?"
Kata Liong Bi.
"Ahh, Bi-moi, kita tidak boleh merepotkan Cang-kongcu!"
Tegur kakaknya. Wajah Cang Sun berseri.
"Ah, kalian membutuhkan pekerjaan? Ceritakan, pekerjaan apa yang kalian butuhkan, tentu aku akan membantu kalian!"
Liong Ki menghela napas panjang.
"Sesungguhnya kami tidak ingin merepotkan Kongcu, akan tetapi karena adikku sudah lancang bicara, biar kami ceritakan kepada Kongcu keadaan kami. Kami kakak-beradik tinggal diselatan, di lembah Sungai Yang-cee yang berada diperbatasan Propinsi Secuan dan Hupek. Dusun kami ditepi sungai mengalami kebanjiran hebat sehingga ludeslah seluruh milik kami. Kami sudah yatim piatu, maka kami mengambil keputusan untuk mengembara. Bersama tunangan saya yang bernama Mayang, kami bertiga lalu melakukan perjalanan ke Nan-king untuk mencari pekerjaan."
"Hemm, dimana tunanganmu itu, saudara Ki Liong? Kenapa tidak ikut dengan kalian ke sini?"
"Ia tinggal di rumah penginapan karena merasa kurang enak badan tadi,"
Jawab Liong Bi.
"Ah, begitukah? Nah, sekarang katakan, pekerjaan macam apa yang kalian perlukan. Mungkin aku dapat membantu kalian."
"Kongcu, kami tidak memiliki kepandaian lain kecuali ilmu silat. Juga tunanganku seorang ahli ilmu silat. Maka, tidak ada lain pekerjaan yang lebih cocok bagi kami bertiga kecuali menjadi pengawal. Akan tetapi kami tidak ingin menjadi perajurit. Kami ingin menjadi pengawal hartawan yang dermawan, atau pejabat yang bijaksana, keluarga orang berpangkat yang berbudi luhur dan..."
"Aih, kalau begitu, kalian bertiga bekerja disini saja, membantu keluarha kami!"
Cang Sun berseru girang.
"Saudara Liong Ki dapat menjadi pengwal kami, mengawal ayah sebagai pengawal pribadi, atau menemani aku sebagai kawan dan merangkap pengawal. Sedangkan nona Liong Bi dan tunanganmu itu dapat menjadi pengawal kelaurga ayah, menemani ibu kalau bepergian sambil menjaga keselamatannya..."
"Aduh, terima kasih sekali, Kongcu!"
Liong Bi berseru dan matanya bersinar-sinar penuh kegirangan, senyumnya manis bukan main.
"Ah, jangan tergesa-gesa, Bi-moi. Setidaknya, Cang-kongcu harus memberitahukan orang tuanya untuk mendapat ijin mereka,"
Kata Liong Ki. Pada saat itu, seorang pelayan masuk memberi laporan kepada Cang Sun yang sudah memesannya tadi, bahwa ayahnya baru saja pulang dan berada di ruangan dalam bersama ibunya.
"Laporkan bahwa aku akan menghadap ayah dan ibu bersama dua orang tamu yang penting, yaitu dua orang sahabatku!"
Kata pemuda bangsawan itu. Pelayan segera pergi melaksanakan perintahnya dan tak lama kemudian datang lagi memberi laporan bahwa Menteri Cang Ku Ceng dan isterinya telah siap menerima Cang Sun dan dua orang sahabatnya.
Biarpun Liong Ki dan Liong Bi merupakan dua orang yang berkepandaian tinggi, namun sekali ini mereka merasa tegang dan jantung mereka berdebar keras ketika mereka mengikuti Cang Sun untuk menghadap Cang-taijin. Nama besar Menteri Cang itu mempunyai wibawa yang amat kuat! Akan tetapi ketika dua orang kakak-beradik itu berhadapan dengan Menteri Cang, mereka merasa kagum dan hati mereka terasa tenang. Pembesar yang amat terkenal itu memang kelihatan amat menyeramkan, tinggi besar dan brewok, dan masih nampak kuat dan gagah walaupun usianya sudah mendekati enam puluh tahun. Akan tetapi sinar matanya yang mencorong itu dapat menjadi lembut dan suaranya halus ramah ketika dia bicara.
"Ayah dan Ibu, dua orang kakak-beradik Liong Ki dan Liong Bi ini saya ajak menghadap Ayah dan Ibu karena kalau tidak ada pertolongan mereka berdua ini, mungkin sekali saya telah dibunuh orang."
Tentu saja ucapan ini mengejutkan ayah bundanya.
Cang sun segera menceritakan pengalamannya ketika dia berperahu seorang diri di danau. Mendengar semua ini, Menteri Cang Ku Ceng mengerutkan alisnya yang tebal, dan sepasang matanya mengamati kedua orang kakak-beradik itu dengan sinar mata penuh selidik, membuat Liong Ki dan Liong Bi merasa tidak enak duduk. Sinar mata itu seolah-olah menembusi dada mereka dan menjenguk isi hati! Pada saat itu, terdengar langkah kaki dan muncullah dua orang gadis yang cantik jelita ke dalam ruangan itu. Mereka itu adalah Cang Hui dan adik misannya, Tan Cin Nio. Kalau Cang Hui masuk dengan sikap bebas, sebaliknya Cin Nio nampak ragu dan sungkan. Bahkan setelah masuk, Cin Nio memandang ke arah paman bibinya, lalu berkata lirih,
"Nah, Enci Hua, apa kataku tadi, kita mengganggu paman dan bibi yang sedang menerima tamu!"
Ia lalu memberi hormat kepada Menteri Cang dan isterinya, dengan sikap hormat berkata.
"Mohon maaf kepada Paman dan Bibi kalau saya mengganggu."
"Tidak mengapa, Hui-ji (anak Hui) dan Cin Nio, kalian duduklah. Kami sedang mendengarkan cerita kakak kalian yang mengejutkan. Dia baru saja diculik pembunuh dan diselamatkan oleh sepasang kakak-beradik ini!"
Kata Menteri Cang. Tan Cin Nio segera duduk di belakang bibinya, sedangkan Cang Hui yang mendengar ucapan itu lalu mendekati kakaknya.
"Sun-kok, benarkah itu? Engkau telah diculik pembunuh! Dan mereka ini... telah menyelamatkanmu? Apakah mereka ini orang-orang yang pandai silat?"
Gadis yang keranjingan silat ini tentu saja tertarik dan sinar matanya yang tajam mengamati dua orang kakak-beradik itu dengan penuh selidik.
"Pandai silat?"
Kata Cang Sun.
"Hemm, adikku yang manis. Mereka berdua ini adalah pendekar-pendekar yang amat lihai, kurasa jauh lebih lihai dibandingkan gurumu itu."
Sebelum Cang Hui membantah dan dua orang kakak beradik itu berbantahan seperti biasa, Cang Taijin menengahi,
"Sudahlah, Sun-ji (anak Sun). Kakak-beradik Liong ini sudah berjasa, engkau harus memberi hadiah kepada mereka."
"Itulah masalahnya, Ayah. Mereka ini sama sekali tidak mengharapkan imbalan jasa. Mereka hanya membutuhkan pekerjaan! Saudara Liong Ki ini bahkan mempunyai seorang tunangan yang tidak ikut ke sini, dan mereka bertiga ini mengharapkan pekerjaan yang sesuai dengan kepandaian mereka. Saya sudah menjanjikan kepada mereka untuk menerima mereka sebagai pengawal-pengawal pribadi, Ayah. Saudara Liong Ki ini dapat menjadi pengawal pribadi Ayah dan saya, sedangkan nona Liong Bi dan tunangan saudara Liong Ki dapat menjadi pengawal keluarga kita. Dengan demikian, keamanan keluarga bisa terjamin."
"Tapi keluarga kita sudah mempunyai pasukan pengawal!"
Bantah Cang Hui.
"Dan aku sendiri bersama Cin-moi sedang memperdalam ilmu silat. Kami dapat menjaga keamanan keluarga kita."
"Pasukan pengawal itu terlalu kaku. Sebaiknya kalau mereka ini menjadi pengawal pribadi, tidak kentara, seperti anggauta keluarga saja,"
Bantah Cang Sun.
"Dan ingat, mereka telah menyelamatkan aku sehingga kalau kita menerima mereka menjadi pengawal pribadi, ada balas budi yang menguntungkan kedua pihak."
"Tapi, kita sama sekali tidak mengenal mereka. Kita harus yakin benar bahwa mereka dapat diandalkan. Sebaiknya kalau kita uji dulu sampai di mana kemampuan mereka, apakah pantas untuk menjamin keamanan keluarga kita,"
Bantah Cang Hui yang memang lincah dan pandai bicara. Liong Ki sejak tadi mengamati Cang Hui dan Tan Cin Nio, dan diam-diam dia kagum terhadap Cang Hui. Dia lalu cepat bangkit berdiri dan memberi hormat kepada Menteri Cang.
"Kami kakak-beradik mohon maaf sebesarnya kalau kedatangan kami hanya mendatangkan gangguan belaka. Atas pertanyaan Cang-kongcu, kami berterus terang bahwa kami sedang mencari pekerjaan di Nan-king, yang sesuai dengan kemampuan kami. Cang-kongcu yang menawarkan pekerjaan sebagai pengawal pribadi di sini. Kalau sekiranya keluarga Cang yang terhormat ini keberatan, tentu saja kami tidak berani memaksakan diri. Kami amat berterima kasih atas segala perhatian Cang-kongcu."
"Tidak, saudara Liong Ki. Jangan dengarkan kata-kata adikku ini! Ia memang cerewet. Keputusannya ada pada ayah. Bagaimana, Ayah? Dapatkah ayah menerima mereka bekerja sebagai pengawal keluarga disini?"
Cang Ku Ceng adalah seorang yang cerdik dan berhati-hati, namun diapun seorang yang berwatak gagah. Kalau puteranya sudah menjanjikan kepada mereka, tentu saja amat tidak baik kalau dia menolaknya. Akan tetapi menerimanya begitu saja, juga merupakan perbuatan yang gegabah, karena dia belum mengenal siapa mereka.
"Engkau dan adikmu memang benar. Sebagai seorang yang menerima budi pertolongan, sudah sepantasnya kalau engkau membalas budi pertolongan mereka. Akan tetapi, adikmu benar pula. Kalau mereka itu hendak bekerja sebagai pengawal keluarga, kita harus benar-benar yakin akan kemampuan mereka."
"Tentu saja, Ayah. Aku merasa yakin bahwa kepandaian kedua kakak-beradik ini lebih lihai daripada semua jagoan yang ada disini, lebih liahi daripada guru silat Coa yang tua itu! Kalau mereka ini menjadi pengawal keluarga, nona Liong Bi ini akan dapat menggantikannya dan menjadi guru silat Hui-moi."
"Baiklah, kita uji dulu kepandaian mereka. Akan tetapi aku ingin bertanya dulu, apakah kalian berdua kakak-beradik Liong suka menerima kalau kami beri pekerjaan sebagai pengawal keluarga kami?"
Tanya Cang Taijin.
"Bertiga dengan tunangan saudara Liong Ki, Ayah."
Cang Hui mengingatkan.
"O ya, tiga orang, dan semua akan diuji kepandaiannya. Bagaimana jawaban kalian? Suka menjadi pengawal keluarga kami melalui ujian kepandaian dulu?"
Liong Bi memandang kepada kakaknya dan Liong Ki menjawab dengan sikap gagah.
"Tentu saja kami menerima dengan perasaan bersukur dan bangga kalau Taijin sudi menerima kami sebagai pengawal kelurga, dan tentang ujian, hal itu memang sudah sepatutnya dan semestinya. Kami berdua, dan tunangan saya nanti, siap untuk menghadapi ujian."
"Ayah, biar kami dan suhu yang melakukan ujian!"
Kata Cang Hui galak, masih penasaran dan sama sekali tidak percaya bahwa dua orang muda yang usianya beberapa tahun lebih tua darinya itu akan mampu mengalahkan gurunya. Cang Taijin tersenyum. Dia sendiri, bairpun bukan ahlisilat yang pandai, namun sudah banyak bertemu dengan para pendekar dan dia dapat menilai tingkat kepandaian seseorang dari gerakannya dan tenaga yang terkandung dalam gerakan itu.
"Baik, kau undang gurumu ke sini!"
Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cang Hui memperlihatkan kegesitannya. Dahulu sebelum belajar ilmu silat, ia adalah seorang gadis yang gerak-geriknya lemah lembut walaupun sejak kecil ia memang mempunyai perbawaan lincah jenaka. Kini, ia meninggalkan ruangan itu sambil berlari dan gerakannya nampak gesit sekali. Melihat ini, diam-diam Liong Ki dan Liong Bi menahan senyum mereka. Gadis bangsawan yang baru satu atau dua tahun belajar slilat itu tentu saja tidak ada artinya bagi mereka.
Ketika Coa-ciangkun (Perwira Coa) yang usianya sudah enam puluh tahun itu muncul, Cang Taijin lalu memberitahukan bahwa dia menerima tiga orang myda untuk bekerja sebagai pengawal keluarga, dan untuk itu dia minta kepada Coa-ciangkun untuk menguji ilmu kepandaian silat mereka. Perwira yang bertugas sebagai sebagai guru silat dari puteri dan keponakan Cang Taijin itu menyanggupi dan mereka lalu pergi ke lian-bu-thia (ruang latihan silat) yang berada di sebelah belakang. Ruangan ini memang sengaja dibuat untuk keperluan Cang Hui berlatih silat, sebuah ruangan yang kosong dan cukup luas. Bukan saja Cang Taijin yang ikut menonton, bahkan isterinya yang ingin sekali melihat kepandaian orang-orang yang akan menjadi pengawal keluarganya ikut pula menonton. Suami isteri bangsawan ini duduk di sudut, dan Cang Sun juga duduk di situ bersama Cang Hui dan Tan Cin Nio.
"Ayah, biarlah aku dan Cin Nio yang menguji wanita itu, dan nanti suhu tang menguji kakaknya. Aku ingin sekali tahu dan yakin bahwa orang yang dicalonkan sebagai guruku benar-benar memiliki kepandaian yang tinggi, lebih tinggi dari suhu!"
Menteri Cang mengangguk, dan mendengar ini Coa-ciangkun juga mundur. Demikian pula Liong Ki meninggalkan adiknya yang akan diuji oleh puteri Menteri Cang sendiri. Tan Cin Nio yang diam-diam telah jatuh cinta hati kepada Cang Sun, pemuda yang dicalonkan menjadi suaminya, bagaimanapun juga ingin memamerkan kepandaiannya di depan pria yang dikasihinya. Maka ia pun bangkit dan memberi hormat kepada paman dan bibinya.
"Saya mohon Paman dan Bibi untuk menandingi wanita ini."
"Eh, nanti dulu, Cin-moi. Biar aku yang maju lebih dulu melawannya, baru nanti engkau yang maju kalau aku sudah mengukur kepandaiannya,"
Kata Cang Hui yang juga bangkit berdiri. Melihat dua orang gadis cantik itu berebut, Liong Bi tersenyum ramah.
"Ji-wi siocia (nona berdua) harap jangan sungkan. Silakan maju bersama agar ji-wi dapat berlatih dan sekalian menguji apakah aku pantas menjadi guru ji-wi atau tidak."
Ucapannya lembut dan ramah sehingga tidak terdengar seperti tantangan, dan sikapnya bahkan membimbing.
"Baik, kami akan maju bersama!"
Kata Cang Hui.
"Mari, Cin-moi!"
Keduanya menghampiri Liong Bi dan wanita ini kembali tersenyum dan ebrkata halus.
"Ji-wi siocia, karena ini hanya merupakan ujian, maka sebaiknya kalau sebelumnya diadakan aturan tertentu. Aturan ini hanya untuk aku, bukan untuk ji-wi. Ji-wi (kalian berdua) boleh menyerangku sesuka hati, dengan tangan kosong boleh dengan senjata apa pun boleh. Dan aku tidak akan balas memukul, aku akan berusaha untuk mengambil perhiasan rambut ji-wi tanpa melukai ji-wi, kemudian aku akan mengembalikannya lagi dan ji-wi boleh mengelak atau menghalangi. Bagaimana pendapat ji-wi dengan aturan itu?"
Dua orang gadis itu saling pandang, bahkan Cang Sun dan ayah ibunya tertegun. Demikian lihaikah Liong Bi, atau amat sombong?
"Wah, kalau begitu kalian tidak boleh menggunakan senjata!"
Seru Cang Sun kepada kedua orang gadis itu.
"Tidak, kata Menteri Cang.
"Gadis itu diuji untuk menjadi pengawal, dan dalam pekerjaannya ia mungkin harus berhadapan dengan penjahat atau pembunuh! Sebaiknya kalau kalian menggunakan senjata yang biasa kalian latih."
Mendengar ini, Cang Hui dan Cin Nio lalu menghampiri rak senjata dari mana mereka mengabil sepasang pedang yang biasa menjadi senjata mereka ketika latihan. Coa-ciangkun sendiri hanya berdiri menonton.
Dia tahu bahwa dua ornag gadis yang menjadi muridnya itu masih mentah dalam ilmu silat mereka, akan tetapi kalau mereka maju bersama dengan siang-kiam (sepasang pedang), apalagi kalau lawan tidak boleh membalas, mereka akan cukup membahayakan lawan. Untuk dapat menang seperti yang dijanjikan tadi, wanita cantik itu harus mempunyai gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang hebat! Kini Cang Hui dan Cin Nio sudah berdiri di depan Liong Bi, dengan kedua pedang bersilang di depan dada, suatu pasangan kuda-kuda yang mereka peljari dari guru mereka. Coa-ciangkun adalah murid Kun-lun-pai, maka ilmu pedang pasangan yang dikuasai dua orang gadis itu adalah ilmu pedang Kun-lun-pai. Liong Bi yang mengenal banyak macam ilmu pedang, sekali lihat saja tahu bahwa dua orang gadis itu menguasai ilmu pedang Kun-lin.
"Nah, ji-wi siocia boleh memulai. Seranglah aku dan jangan sungkan lagi!"
Tantangnya dengan suara lembut dan ramah, tidak mengandung kesombongan.
"Lihat pedang!"
"Jaga seranganku!"
Dua orang gadis itu lalu menggerakkan pedang mereka, Cang Hui menyerang dengan tusukan ke arah perut sedangkan pedang kiri Cin Nio menyambar ke arah leher. Serangan ini dilanjutkan dengan pedang ke dua. Namun, gerakan Liong Bi amat lincahnya.
Dengan tenang dan mudah saja ia mengelak dengan langkah ke belakang, bahkan ketika pedang ke dua menyambar ke arah kaki dan kepala, ia pun dapat menghindarkan diri dengan tenang saja. Memang, bagi wanita yang sudah menguasai ilmu silat tinggi dan amat mahir ini, gerakan kedua orang gadis bangsawan itu terlampau lamban. Pada saat itu, Coa-ciangkun yang menjadi penonton, mengerutkan alisnya. Tadi dia menganggap wanita cantik itu terlalu sombong, menyuruh dua orang muridnya mengeroyok dengan senjata sedangkan wanita itu bertangan kosong bahkan mengajukan peraturan yang amat merugikan dirinya sendiri. Menghadapi dua orang lawan yang berpedang tanpa membalas, bahkan harus mengambil hiasan rambut tanpa melukai, lalu mengembalikannya lagi! Hal ini bukan main-mian.
Akan tetapi, ketika dia melihat gerakan wanita itu menghindarkan diri, diam-diam dia terkejut karena dia segera mengenal gerakan seorang ahli silat yang sudah matang! Buktinya, gerakan Liong Bi itu bukan hanya mengelak menjauhkan diri saja, asal tidak terkena serangan lawan saja. Liong Bi bahkan berani mengelak dengan gerakan mendekat, dengan perhitungan matang bahwa biarpun dekat, kedudukannya itu menyulitkan lawan untuk menyerang. Kedua kakinya membuat langkah-langkah aneh, namun selalu ujung pedang kedua orang gadis itu tak pernah mampu menyentuhnya, bahkan beberapa kali dua orang gadis itu berbenturan pedang satu sama lain! Setelah membiarkan dua orang gadis itu menyerangnya dania hanya mengelak ke sana-sini sampai dua puluh jurus lebih, tiba-tiba wanita cantik itu mengeluarkan bentakan halus namun nyaring.
"Ji-wi siocia, awas terhadap seranganku! Lindungi hiasan rambut kalian!"
Mendengar peringatan ini, Cang Hui dan Cin Nio cepat memutar sepasang pedang mereka, membentuk perisai untuk melindungi kepala mereka agar hiasan rambut mereka tidak sampai terampas.
Namun, tiba-tiba mereka terkejut bukan main dan menjadi bingung. Bahkan semua penonton termasuk Coa-ciangkun terkejut melihat betapa tiba-tiba tubuh wanita itu lenyap bentuknya dan yang nampak hanyalah bayangan berkelebat cepat sekali, membuat dua orang gadis itu merasa seolah-olah mereka menghadapi lawan yang banyak sekali dan menyerang dari segala jurusan! Mereka berusaha untuk melindungi kepala dengan sepasang pedang mereka. Tiba-tiba saja dua orang gadis itu merasa betapa kedua lengan mereka lumpuh kehilangan tenaga dan pedang mereka seperti terbang meninggalkan tangan mereka, kemudian mereka betapa hiasan rambut mereka direnggut orang. Ketika mereka memutar tubuh memandang, ternyata wanita itu telah memegang empat batang pedang di satu tangan dan dua buah hiasan rambut du tangan yang lain!
"Maafkan, ji-wi sio-cia, ini pedang ji-wi saya kembalikan!"
Katanya sambil mengulurkan tangan yang memegang empat batang pendang, digenggam begitusaja pada ujung nya yang tajam! Hanya Coa-ciangkun dan Cang Taijin yang melihat betapa wanita cantik itu tadi menggunakan ilmu menotok yang luar biasa membuat kedua lengan dua orang gadis itu kehilangan tenaga, merampas empat batang pedang dengan mudah kemudian dengan gerakan secepat kilat, tangan kanan merenggut hiasan rambut dari kepala mereka! Cang Hui adalah seorang gadis yang keras hati dan pemberani. Kalau Cin Nio sudah menjadi gentar dan tunduk, ia masih merasa penasaran.
"Kami tidak membutuhkan pedang yang sudah terampas! Kau kembalikan hiasan rambut di kepala kami, dan kami akan mencegah dengan kedua tangan kami saja!"
Gadis ini berani dan juga cerdik.
Tadi ia sudah mendapat kenyataan betapa dengan sepasang pedang, ia dan Cin Nio sama sekali tidak berdaya, bahkan pedang itu menjadi penghalang melindungi kepala. Maka, ia memilih tanpa senjata saja agar kedua tangannya mampu melindungi kepala dan mencegah wanita cantik itu mengembalikan hiasan rambutnya. Ia memasang kuda-kuda dengan mengambil tempat di belakang Cin Nio, beradu punggung sehingga mereka dapat saling melindungi bagian belakang, dan kedua tangan mereka dapat dipergunakan untuk melindungi bagian depan. Wanita ini tentu akan sukar sekali untuk dapat mengembalikan hiasan rambut ke kepala mereka! Liong Bi mengangguk dan tersenyum.
"Bagus! Siocia memang cerdik sekali. Biar saya kembalikan dulu dua pasang pedang ini!"
Dan wanita itu memandang ke arah rak senjata di sudut jauh, sekali ia menggerakkan tangan kiri yang menggenggam empat batang pedang pada ujungnya, empat batang pedang itu meluncur ke arah rak itu, bagaikan empat ekoar burung yang terbang berlomba. Dan semua orang, termasuk Coa-ciangkun, terbelalak heran dan kagum ketika melihat betapa dua pasang pedang itu dengan tepat memasuki lubang di rak senjata itu seperti dimasukkan dengan tangan saja! Cang Taijin mengangguk-angguk. Dari gerakan ini saja dia tahu bahwa wanita itu memang memiliki ilmu kepandaian yang hebat, mengingatkan dia akan kelihaian Cia Kui Hong!
"Hu-ji, lanjutkan ujian itu!"
Teriaknya kepada puterinya dan nada suaranya gembira. Walaupun kini Cang Huy juga gentar melihat betapa wanita cantik itu dapat mengembalikan empat batang pedang seperti itu, namun ia masih penasaran dan mendengar teriakan ayahnya,
Ia lalu memberi isyarat kepada Cin Nio dan keduanya menyerang Liong Bi sambil mengeluarkan smua jurus piliahan dengan pengerahan seluruh tenaga mereka. Liong Bi juga seperti tadi hanya mengelak saja, bahkan menangkis pun tidak karenaia tidak ingin menyakiti dua orang gadis itu. Gerakannya memang jauh lebih lincah, bagaikan seekor burung walet saja ia menyelinap diantara empat tangan dan empat kaki yang menyambar-nyambar menyerangnya. Karena Liong Bi berloncatan ke arah belakang dua orang gadis itu, hal ini membuat Cang Huy dan Cin Nio terpaksa seringkali memutar tubuh dengan cepat. Dan gerakan ini membuat keduanya mulai berkeringat dan napas mereka memburu setelah lewat tiga puluh jurus mereka menyerang sekuat tenaga dan selalu serangan mereka mengenai tempat kosong belaka.
Karena kelelahan, apalagi tadi juga sudah memainkan siang-kiam, kedua orang gadis ini menjadi lambat gerakannya. Dan akhirnya, dengan kecepatan luar biasa, ketika dua orang gadis itu menyerang, tubuh Liong Bi seperti terbang dengan loncatan ke atas, berjungkir balik di udara dan kini dengan kepala di bawah tubuhnya meluncur turun, didahului kedua tangannya dan tahu-tahu hiasan rambut itu sudah berada kembali di kepala Cang Hui dan Cin Nio, terpasang dengan rapi! Cang Taijin bertepuk tangan, isterinya tersenyum-senyum kagum, juga Cang Sun bertepuk tangan lebih keras daripada ayahnya. Coa-ciangkun mengangguk-angguk dan memandang kagum pula. Cang Hui dan Cin Nio juga menjadi kagum dan Cang Hui kehilangan perasaan penasarannnya. Ia sudah takluk dan bahkan girang mendapatkan seorang guru yang demikian pandainya.
"Engkau memang hebat, enci Liong Bi!"
Katanya memuji.
"Aih, siocia terlalu memuji. Siocia juga mempunyai bakat yang baik sekali,"
Kata Liong Bi, bukan sekedar menyenangkan hati puteri bangsawan itu melainkan memang sebenarnya gadis itu memiliki bakat yang baik untuk belajar ilmu silat.
"Sekarang harap Coa-ciangkun suka menguji saudara Liong Ki!"
Kata Cang Sun gembira dan Menteri Cang juga mengangguk ke arah Coa-ciangkun.
Perwira itu adalah bawahan Menteri Cang. Andaikata tidak menjadi guru dua orang gadis itu pun dia tetap seorang perwira yang memiliki tugas lain. Baginya, menjadi guru kedua orang gadis itu atau tidak, sama saja dan tidak ada bedanya karena mengajar dua orang gadis iyu pun merupakan pelaksanaan tugas yang diperintahkan atasannya. Kini dia mendapat tugas menguji kepandaian pemuda yang katanya kakak dari wanita cantik itu. Dia dapat menduga bahwa kalau adiknya yang perempuan saja demikian lihai apalagi kakaknya. Dia bangkit, memberi hormat kepada Menteri Cang dan isterinya, kemudian melangkah ke tengah ruangan. Liong Ki juga memberi hormat kepada tuan rumah, lalu melangkah menghadapi Coa-ciangkun, memberi hormat kepada perwira itu.
"Ciangkun, maafkanlah dan bermurah hatilah kepada saya yang muda."
Ucapan itu sungguh merupakan ucapan yang merendah. Mendengar ini dan melihat sikap pemuda itu, senanglah hati Coa-ciangkun. Orang muda ini tentu lihai dan sikapnya sopan dan rendah hati, sungguh akan merupakan hamba yang baik dan dapat diandalkan. Akan tetapi bagaimanapun juga dia harus yakin akan kemampuan pemuda ini yang akan dijadikan pengawal pribadi atasannya.
"Orang muda yang gagah, melihat tingkat kepandaian adikmu, aku dapat mengerti bahwa engkau tentu lihai bukan mai. Harap jangan sungkan, aku hanya bertugas menguji kepandaianmu."
"Kalau begitu silakan, Ciangkun. Bagaimana Ciangkun hendak mengatur ujian ini? Bertangan kosong? Bersenjata?"
Coa-ciangkun menghadap Menteri Cang dan bertanya,
"Taijin, bolehkah saya mengujinya dengan cara saya untuk melihat apakah dia ini benar-benar cakap untuk menjadi pengawal pribadi Taijin?"
Menteri Cang mengangguk-angguk.
"Lakukanlah, Ciangkun. Engkau lebih tahu bagaimana harus menguji calon pengawal pribadi yang baik."
"Terima kasih, Taijin,"
Kata perwira itu yang kini menghadapi pemuda itu lagi.
"Liong-sicu (orang gagah Liong), menjadi pengawal pribadi atau pengawal keluarga, harus siap menghadapi segala kemungkinan adanya bahaya yang mengancam. Mending yang mendatangkan bahaya bukan hanya seorang saja sanggupkah engkau menghadapi serbuan lima orang pengacau?"
"Tentu saja, Ciangkun. Kalau saya menjadi pengawal, maka saya akan melindungi dan membela keselamatan yang saya kawal dengan taruhan nyawa saya."
"Bagus kalau begitu. Nah, katakanlah bahwa saya dan lima orang anak buah saya menyerbu rumah Cang Taijin dan engkau harus melindungi keselamatan keluarga beliau."
Perwira itu melangkah ke pintu dan memanggil lima orang pengawal yang masing-masing memiliki ilmu kepandaian yang cukup tinggi karena mereka itu adalah para sute (adik seperguruan) darinya. Lima orang prajurit itu masuk, memberi hormat kepada keluarga Menteri Cang, kemudian atas isyarat suheng mereka, mereka berdiri mengepung Liong Ki dalam setelam setelah lingkaran.
"Liong-sicu, kami berenam adalah pengacau-pengacau yang menyerbu rumah keluarga yang kaulindungi. Kami semua bersenjata dan kami akan menyerang dengan sungguh-sungguh. Sanggup dan beranikah engkau menghadapi kami? Karena ini hanya ujian, tentu saja engkau tidak boleh melukai kami, hanya boleh merobohkan tanpa melukai. Sanggup?"
"Nanti dulu!"
Cang Sun berseru.
"Tidak adil kalau begini. Masa seorang dikeroyok enam orang? Di sini masih ada nona Liong Bi, dan ada pula tunangan saudara Liong Ki. Mereka bertiga tentu akan bergerak melawan kalau rumah di serbu enam orang penjahat!"
Akan tetapi Liong Bi sambil tersenyum ramah.
"Biarkan saja, Cang-kongcu. Kurasa kakakku masih akan mampu menghadapi keroyokan enam orang penguji itu. Nanti kalau kewalaham, baru aku akan membantunya, kalau saja diperbolehkan."
Mendengar ini, Cang-taijin yang sudah merasa gembira dan kagum itu berkata,
"Tentu saja boleh kalau nanti engkau akan membantu kakakmu."
Perwira Coa yang sudah mencabut pedangnya, juga lima orang sutenya yang sudah mengeluarkan senjata mereka, ada yang memegang golok ada yang membawa tombak atau pedang, berkata,
(Lanjut ke Jilid 10)
Jodoh Si Mata Keranjang (Seri ke 11 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 10
"Naih, Liong-sicu, keluarkan senjatamu untuk menghadapi keroyokan kami."
Liong Ki melolos sabuknya, sebuah sabuk sutera yang berwarna biru muda, lemas dan panjangnya ada dua meter. Dia menggerakkan tangan kanan dan sabuk itu melayang ke atas, membuat lingkaran dan membelit-belit lengannya sampai tergulung semua.
"Inilah senjataku, Ciangku. Cu-wi (kalian semua) mulailah!"
Liong Ki memang tampan dan gagah sehingga dua orang gadis itu memandang penuh kagum. Betapa gagahnya pemuda itu, menghadapi enam orang yang bersenjata tajam hendak mengeroyoknya, bersikap demikian tenangnya, bahkan senjatanya pun sehelai sabu sutera tipis dan lemas! Semua orang memandang tegang kecuali tentu saja Liong Bi. Wanita ini yakin benar bahwa kakaknya akan mampu menandingi pengeroyokan enam orang itu.
"Liong-sicu, awas, kami mulai menyerang!"
Kata Coa-ciangkun dan ia mendahului sutenya untuk menyerang dengan pedangnya. Gerakannya cpat dan mengandung tenaga yang kuat sehingga pedangnya berubah menjadi sinar terang dan ketika menyambar, mengeluarkan suara bersiutan! Gerakan pedang ini di susul oleh gerakan senjata lima orang sutenya. Karena mereka adalah prajurit-prajurit yang biasa bertempur sebagai pasukan, apalagi mereka adalah kakak-beradik seperguruan yang mengenal ilmu silat masing-masing, maka gerakan mereka itu teratur dan rapi, tidak simpang siur dan saling mendukung.
Tadinya semua orang memandang tegang melihat enam buah senjata menjadi gulungan sinar yang menyilaukan mata, menyambar-nyambar ke arah tubuh pemuda itu. Akan tetapi mereka pun terbalalak kagum ketika tubuh Liong Ki lenyap dan terbungkus lingkaran gulungan biru yang dibuat oleh sabuk suteranya. Bahkan Liong Bi juga memandang kagum. Kakaknya memang hebat, lebih hebat darinya! Dan enam orang pengeroyoknya itu terkejut karena seringkali senjata mereka bertemu dengan sabuk yang sinarnya bergulung-gulung itu, mereka merasa betapa telapak tangan mereka tegetar hebat! Bahkan pertemuan antara senjata dengan sabuk itu menimbulkan suara berdenting seolah-olah sabuk itu berubah menjadi baja yang kaku! Itu menunjukkan bahwa pemuda itu memang memiliki tenaga sin-kang yang sudah tinggi tingkatnya, dapat membuat sabuk sutera menjadi keras dan kaku.
Mula-mula, Liong Ki mempergunakan kelincahan gerakannya yang didasari gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang sduah mencapai tingkat tinggi. Tubuhnya berkelabatan dan menyelinap di antara gulungan sinar enam buah senjata. Hanya kadang-kadang saja pengelakannya di Bantu oleh tangkisan sabuk suteranya. Sampai belasan jurus dia menghindarkan serangan-serangan itu dengan mengandalkan keringanan tubuh dan kecepatan gerakannya. Nampaknya, memang lucu dan indah. Enam orang itu bagaikan enam orang anak-anak yang berlomba menangkap seekor burung walet yang beterbangan di antara mereka. Setelah lewat belasan jurus, Liong Ki mengubah permainannya.
Dia tidak lagi berloncatan mengelak, melainkan berdiri tegak dan memutar sabuknya. Sabuk itu berubah menjadi benteng sinar biru yang melindungi dirinya sehingga semua serangan yang datang dari depan, kanan kirii dan atas itu terpental kembali karena bertemu dengan benteng sinar sabuk biru! Berulang kali enam orang itu mengerahkan tenaga, menggunakan senjata mereka menyerang untuk menembus perisai atau benteng sinar biru, namun semua serangan itu gagal karena senjata mereka terpental seperti bertemu dengan kitiran baja yang amat kuat! Kalau pengeroyok berusaha untuk mengelilinginya, Liong Ki memutar tubuh dan gulungan sinar itu pun menyelimuti seluruh tubuhnya! Sampai belasan jurus Liong Ki mengandalkan senjata yang istimewa itu untuk menghalau semua serangan, sama sekali tidak mengelak lagi.
"Awas, jaga senjata kalian!"
Tiba-tiba Liong Ki berseru dan gerakan sabuknya berubah, kini berlenggak-lenggok seperti gerakan ular. Tiba-tiba seorang pengeroyok berteriak kaget. Pedangnya terlibat ujung sabuk dan begitu ditarik, pedang itu pun terlepas dari pegangannya! Coa-ciangkun cepat menerjang dengan pedangnya, membacok ke arah sabuk untuk merampas kembali pedang anak buahnya yang terampas.
"Tranggg...!"
Hampir saja pedang itu terlepas dari tangan Coa-ciangkun ketika ujung sabuk itu membalik dan pedang rampasan itu menangkis pedang ini. Kemudian, sekali ujung pedang bergerak, pedang rampasan itu telah terbang ke arah rak senjata dan menancap di papan rak!
Dan kini sabuk itu mengamuk. Bagaikan seekor ular besar atau seekor naga, sabuk itu menyambar-nyambar dengan amat cepatnya sehingga para pengeroyok yang tinggal lima orang itu terkejut dan menggerakkan senjata melindungi diri. Akan tetapi bertutur-turut empat orang anak buah Coa-ciangkun berteriak dan senjata mereka satu demi satu beterbangan karena dirampas ujung sabuk dan semua senjata itu menancap pada papan rak senjata! Tinggal Coa-ciangkun seorang! Coa-ciangkun yang merasa penasaran cepat menerjang dengan nekat. Akan tetapi tiba-tiba gerakannya terhenti dan tubuhnya sudah terbelit-belit sabuk sutera sehingga kedua lengannya tak mampu digerakkan lagi, juga pedang di tangannya! Dia hanya dapat berdiri tegak dengan mata terbelalak!
"Ciangkun, maafkan aku!"
Kata Liong Ki dan sekali menggerakkan tangan, sabuk itu pun melepaskan libatannya. Cang Sun dan semua orang bertepuk tangan memuji dan Coa-ciangkun mau tidak mau harus mengakui kehebatan ilmu kepandaian pemuda itu. Dia memberi hormat kepada Menteri Cang dan berkata dengan sungguh hati.
"Harap paduka ketahui bahwa kepandaian Liong-sicu ini benar-benar amat tangguh dan dapat dipercaya untuk menjadi pengawal pribadi paduka."
Tentu saja Menteri Cang girang sekali, terutama Cang Sun juga merasa gembira karena dua orang penolongnya itu di terima oleh ayahnya. Bahkan Cang Hui juga merasa gembira. Ia mendekati Liong Bi dan berkata,
"Enci, engkau harus mengajarkan ilmu silatmu yang lincah tadi, dan cara engkau merampas senjata dan melemparkan ke rak senjata! Aku tidak akan menyebut engkau subo (ibu guru). Engkau masih terlalu muda untuk menjadi ibu guru. Biar kusebut engkau enci (kakak) saja!"
Liong Bi menjura dengan hormat.
"Jangan khawatir, Siocia. Aku akan mengajarkan semua ilmu yang kuketahui kepadamu..."
"Aku juga, Enci Liong Bi..."
Kata Tan Cin Nio. Liong Bi merasa ragu karena ia belum tahu siapa gadis cantik pendiam ini. Melihat keraguan wanita itu, Cang Sun segera berkata,
"Ia juga, Enci. Ia bernama Tan Cin Nio, adik misanku dan ia pun merupakan anggauta keluarga kami, bahkan calon anggauta dekat sekali."
Liong Bi mengangguk dan tersenyum.
"Baiklah, akan kuajarkan kepada kalian berdua."
Liong Ki dan Liong Bi lalu berpamit untuk mengambil pakaian di rumah penginapan, juga untuk menjumpai tunangan Liong Ki yang di tinggalkan di rumah penginapan.
Menteri Cang menyetujui dan mereka pun meninggalkan gedung itu dengan hati dipenuhi kegirangan karena cita-cita mereka tercapai. Para pembaca tentu dapat menduga siapa Liong Ki dan Liong Bi itu. Mereka adalam Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa! Itulah rencana siasat yang diatur oleh Su Bi Hwa pada malam hari ia berasil memikat Ki Liong sehingga pemuda itu tidur sekamar dengannya, tanpa diketahui Mayang yang tidur sendiri di kamar lain. Wanita itu memang cerdik dan berpengalaman. Ia adalah seorang bekas tokoh Pek-lian-kauw yang sejak kecil ditanamkan bibit kebencian terhadap pemerintah. Akan tetapi, usahanya menghancurkan Cin-ling-pai bersama para tokoh Pek-lian-kauw telah gagal, bahkan nyaris ia tewas seperti juga tiga orang gurunya, yaitu Pek-lian Sam-kwi. Ia berhasil lolos dan ketika ia bertemu dengan Sim Ki Liong segera ia mendapat kenyataan yang sama yang menyenangkan hatinya.
Ia mendapatkan seorang kekasih yang tampan dan gagah perkasa, yang menguasai ilmu silat tinggi lebih tangguh darinya, dan ia menemukan pula dalam diri pemuda itu seorang sekutu yang amat baik dan dapat diandalkan. Maka, ia pun menyusun siasat untuk bersama pemuda itu bertualang ke kota raja dan mencari kedudukan agar setelah memperoleh kedudukan, hal itu dapat di manfaatkan demi Pek-lian-kauw! Sim Ki Liong yang sudah mabuk akan kesenangan yang diberikan wanita cantik itu, dan juga dia melihat bahwa wanita itu berpengalaman dan cerdik sekali, menurut saja dan demikianlah, di Nan-king mereka meninggalkan Mayang di rumah Mayang dan keduanya segera keluar untuk memulai dengan petualangan mereka. Agaknya memang bintang mereka sedang terang, secara kebetulan sekali hari itu Cang Sun keluar seorang diri dan pergi ke danau.
Dua orang petualang itu memang sejak tadi, sesuai dengan rencana Su Bi Hwa untuk "mendekati"
Keluarga Cang yang ia tahu memiliki kekuasaan tertinggi di samping Menteri Yang Ting Hoo setelah kaisar sendiri, melakukan pengintaian terhadap rumah gedung itu. Mereka melihat Cang Sun dan Su Bi Hwa yang sudah mempunyai data lengkap tentang keluarga itu, segera mengajak Sim Ki Liong untuk membayanginya. Ketika melihat bahwa pemuda bangsawan itu berperahu seorang diri, epat Su Bi Hwa mengatur siasat. Ia menyuruh Ki Liong menyamar sebagai penculik dengan berkedok, menculik pemuda bangsawan itu dan ia sendiri muncul sebagai penolong! Dan akhirnya, mereka berdua berhasil diterima sebagai pengawal keluarga Cang! Mayang menyambut mereka dengan cemberut.
"Dari mana saja kalian?"
Tegurnya kepada mereka. Ki Liong menjawab dengan wajah berseri.
"Ah, kami beruntung sekali, Mayang! Kami telah berhasil baik sekali! Kau tentu tidak dapat menduga apa yang telah kami capai."
"Hemm,"
Mayang menyambut kegembiraan itu dengan sikap dingin saja.
"Kalian baru pulang dari rumah Menteri Cang Ku Ceng! Apa yang kalian lakukan di sana?"
Dua orang itu terkejut dan terbelalak.
"Ehh? Engkau sudah tahu? Mayang, kami... Eh, kita bertiga diterima menjadi pengawal-pengawal keluarga Cang! Bayangkan! Kita menjadi pengawal keluarga menteri yang amat terkenal itu. Kita akan berpenghasilan besar, berkedudukan tinggi terhormat, dan hidup kita terjamin!"
"Benar, adik Mayang. Menteri yang berkenan menerima kita bertiga menjadi pengawal keluarga. Tunanganmu ini menjadi pengawal pribadi sang menteri dan kita berdua menjadi pengawal keluarganya. Bukankah itu bagus sekali?"
Akan tetapi mayang masih mengerutkan alisnya.
"Hemm, bagaimanapun bagusnya, kalian telah melakukan penipuan! Kalian kira aku tidak tahu apa yang kalian lakukan terhadap pemuda bangsawan di perahu itu? Kalian menipunya untuk mencari pahala!". Kembali Ki Kiong dan BI Hwa saling pandang dan mereka terkejut bukan main,
"Mayang, jadi engkau tahu semuanya?"
"Kau kira aku ini anak kecil yang dapat kalian bohongi begitu saja? Sejak kalian pergi hatiku sudah tidak enak. Aku pergi menyusul dan melihat kalian pergi keluar kota. Aku membayangi terus dan melihat segala yang terjadi dengan penuh keheranan dan penasaran!"
"Adik Mayang, maafkan aku.Terus terang saja, pembesar yang ku kenal itu telah pindah. Kebetulan sekali kami melihat Cang-Kongcudan kami membayangi dia ke danau."
Kata Bi Hwamembela kekasihnya yang sejenak kebingungan itu.
"Benar, Mayang. Meliahat dia, timbullah harapan kami.Menteri Cang merupakan pembesar yang berkedudukan tinggi . Kalau kita dapat menghambakan diri kepadanya, tentu kami mendapat kesempatan besar sekali untuk berjasa kepada negara san memperoleh kedudukan yang baik."
"Tapi, kalau hendak bekerja kepadanya, kenapa harus menggunakan tipu muslihat, pura-pura menculk puteranya kemudian di bebaskan?"
Mayang membantah, masih marah.
"Adik Mayang, terus terang saja, semua ini rencanaku. Saudara Sim Ki Liong ini tidak bersalah. Dan aku pun menggunakan siasat itu karena terpaksa. Kita membutuhkan pekerjaan dan kami tadi tidak mencelakai orang. Semua itu hanya sandiwara belaka. Tanpa menggunakan siasat itu, bagaimana mungkin Menerti Cang Ku Ceng menerima kami? Kami tidak mengenalnya, dan tidak ada perantara yang memperkenalkan kami. Dengan jalan itu, kami percaya dan buktinya, kami berhasil di terima menjadi pengawal-pengawal keluarga."
"Benar, Mayang. Semua ini demi kebaikan kita, dan kebaikanmu. Kalau aku sudah mendapatkan pekerjaan yang tetap, kedudukan yang baik, tentu aku tidak malu menghadap ibumu dan subomu."
Karena di bujuk-bujuk dua orang itu, akhirnya Mayang terpaksa menerima juga.
Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Baiklah, akan kulihat saja bagaimana perkembangannya di sana nanti,"
Katanya. Ki Liong girang bukan main.
"Dan untuk membuat mereka tidak bercuriga, kami telah menggunakan nama palsu dan mengaku kakak-beradik, Mayang. Aku memakai nama Liong Ki dan ia bernama Liong Bi, adikku."
"Aku tidak mau menggunakan nama palsu seperti penjahat saja!"
Kata Mayang, kembali mengerutkan asisnya. Diam-diam Ki Liong memberi isyarat kepada Bi Hwa untuk meninggalkan mereka. Bi Hwa menangkap iyarat ini dan ia pun berkata sambil melangkah keluar.
"Kalian bicaralah, aku akan mengemasi pakaian."
Setelah Bi Hwa pergi, Ki Liong berkata,
"Mayang lupakah engkau siapa aku ini? Engkau tentu masih ingat bahwa aku adalah seorang berdosa yang setelah bertemu dengan engkau, engkau berusaha untuk kembali ke jalan benar! Aku pernah menyeleweng, Mayang, dan engkau tahu benar akan hal ini. Demi cintaku kepadamu, aku harus berusaha keras untuk kembali ke jalan benar!"
"Kalau hendak kembali ke jalan benar, kenapa harus menipu keluarga itu?"
"Aih, Mayang, pikirkan dulu jangan berkeras. Aku melakukan sandiwara itu hanya dengan satu tujuan, agar aku diterima di sana dan mendapatkan pekerjaan. Setelah aku bekerja dengan baik, bukankah itu berarti aku telah kembali ke jalan benar? Aku terpaksa menggunakan nama palsu. Kalau aku menggunakan nama sendiri dan kemudian Menteri Cang tahu bahwa aku pernah melakukan penyelewengan, apakah dia akan mau memberi pekerjaan kepadaku? Berikaplah adil, Mayang..., semua ini kulakukan demi engkau!"
Mayang mengerutkan alisnya, akan tetapi ia diam saja. Ia mengerti kebenaran alas an pria yang dicintanya itu. Memang, kekasihnya itu pernah menyeleweng dan membantu golongan sesat, akan tetapi kini telah bertaubat, bahkan sudah membuktikan mau mengembalikan pedang ke Pulau Teratai Merah. Kalau kini kekasihnya itu terpaksa menggunakan nama palsu agar dapat memperoleh pekerjaan dan kedudukan yang baik, apa salahnya?
"Baiklah, akan kulihat perkembangannya nanti,"
Katanya mengulang pendapatnya tadi. Ki Liong merangkul dan mencium pipinya. Sejenak Mayang terlena. Bagaimanapun juga, ia kagum dan tertarik kepada pria ini, bahkan mencintanya, maka tentu saja cumbuan ini mendatangkan kemesraan dan kebahagiaan hatinya. Akan tetapi ia teringat Bi Hwa dan dengan lembut namum pasti ia melepaskan rangkulan pemuda itu.
"Mari kita berkemas! Dan di sana, biarpun engkau mengaku bahwa aku ini tunanganmu, akan tetapi engkau jangan macam-macam jangan membuat aku menjadi malu."
Pendekar Mata Keranjang Eps 46 Pendekar Mata Keranjang Eps 41 Kumbang Penghisap Kembang Eps 29