Ceritasilat Novel Online

Kisah Pendekar Pulau Es 39


Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Bagian 39



Sunyi sekali keadaan di bangunan itu dan cuaca mulai remang-remang. Tiba-tiba daun pintu yang menembus ke ruangan belakang, terbuka dari luar. Nyonya Fu mengira bahwa yang masuk itu tentulah Puteri Kim atau seorang di antara para dayang. Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ia melihat bahwa yang masuk itu adalah Pangeran Kian Liong, adik suaminya, pangeran yang amat terkenal sebagai seorang pangeran yang bijaksana dan baik budi, juga tampan dan halus penuh kesopanan. Munculnya sang pangeran ini di dalam kamar membuat Nyonya Fu demikian terkejut, terheran dan membuatnya tak mampu berkata-kata, hanya terbelalak memandang pangeran itu melalui cermin di depannya. Pangeran Kian Liong menghampirinya sambil tersenyum dan di tangan pangeran itu terdapat setangkai bunga mawar merah.

   "Alangkah indahnya rambutmu....!! kata Pangeran Kian Liong halus dan dipasangnya setangkai bunga itu di atas rambut nyonya cantik itu. Nyonya Fu Heng hanya memandang dengan mata merah dan berusaha menutupi dadanya dengan kedua tangan karena kimono tipis tembus pandang itu tidak dapat menyembunyikan tubuhnya dengan baik.

   "Alangkah halusnya kulitmu....!! Pangeran Kian Liong membungkuk dan menyentuh leher itu dengan bibirnya.

   Nyonya Fu tersentak bangkit berdiri dan hendak menjerit, akan tetapi tiba-tiba pangeran yang sudah tergila-gila itu lalu menjatuhkan dirinya berlutut sambil mencabut pedangnya.

   "Kalau engkau menolak cintaku, lebih baik sekarang juga aku membunuh diri di depan kakimu daripada hidup menanggung rindu dan malu!!

   Tentu saja nyonya cantik itu terkejut sekali. Pangeran yang berlutut di depan kakinya ini adalah pangeran mahkota, yang akan menggantikan kaisar yang kini sedang menderita sakit hebat. Pangeran ini adalah calon kaisar, maka kalau sampai membunuh diri di depannya, tentu hal itu merupakan malapetaka dan bencana hebat bagi dirinya dan keluarganya.!Tidak....! Aduh, pangeran, jangan bodoh.... harap simpan kembali pedang paduka itu....!!

   Pangeran Kian Liong tersenyum gembira. Pencegahan itu tentu saja boleh diartikan bahwa nyonya cantik ini menerima cintanya. Dia melepaskan pedangnya, lalu bangkit berdiri sambil memondong tubuh nyonya itu. Nyonya Fu Heng menahan jeritannya, dan terkulai lemas tak berdaya lagi setelah berada dalam pondongan pangeran muda itu. Pangeran Kian Liong membawa kekasihnya ke pembaringan dan dia menumpahkan rasa cintanya dan rindunya dengan penuh kemesraan. Nyonya Fu hanya dapat memejamkan mata, tidak berani berteriak atau menolak. Akan tetapi, nyonya ini merasakan pengalaman baru yang tidak pernah didapatkannya selama ini. Dia merasakan kemesraan yang luar biasa, yang membuatnya menerima pangeran itu dengan hati terbuka.

   Semenjak malam itu, Nyonya Fu Heng tidak mau lagi digauli suaminya dan seringkali ia mengadakan pertemuan rahasia dengan Pangeran Kian Liong. Hal ini terjadi sampai sang pangeran menjadi kaisar. Bahkan ketika kaisar tua meninggal, Pangeran Kian Liong menerima berita kematian itu di dalam kamar ketika dia sedang mengadakan pertemuan asyik masyuk dengan Nyonya Fu Heng!

   Akan tetapi hubungan itupun seperti putus ketika dia naik tahta dan Nyonya Fu melahirkan seorang putera keturunan Kian Liong! Hanya kadang-kadang saja Kaisar Kian Liong mengadakan pertemuan dengan kekasihuya yang masih menjadi kakak iparnya itu.

   Setelah menjadi kaisar, kesukaan Kian Liong akan wanita-wanita cantik bahkan semakin menjadi. Tak dapat disangkal bahwa dia melakukan tugasnya sebagai kaisar dengan amat baik, memerintah dengan bijaksana dan adil. Namun, kesukaannya akan wanita menimbulkan banyak persoalan, bahkan kebencian kepada sebagian orang, terutama para pendekar yang memang sudah tidak suka melihat bangsanya dijajah oleh Bangsa Mancu.

   Orang pertama yang memperoleh bagian kemuliaan ketika Pangeran Kian Liong menjadi kaisar adalah Thaikan Siauw Hok Cu. Begitu pangeran itu naik tahta menjadi kaisar, thaikam ini lalu diangkat menjadi Kepala Thaikam dan diberi nama Hok Sen. Thaikam Hok Sen ini terkenal di dalam sejarah sebagai seorang thaikam yang berhasil menumpuk kekayaan yang luar biasa banyaknya dan menikmati kedudukan tinggi dan mulia selama Kian Liong menjadi kaisar sampai puluhan tahun!

   Sudah menjadi hal yang wajar bahwa di dalam suatu pemerintahan terdapat banyak sekali orang-orang berambisi yang ingin mencari kedudukan bagi dirinya sendiri. Pengejaran kedudukan ini menimbulkan pelbagai cara yang curang dan kotor, di antaranya sifat menjilat. Dalam sebuah pemeritahan, selalu ada dan banyak saja orang-orang yang suka menjilat ini, menjilat sebagai jalan untuk memperoleh imbalan. Menjilat untuk menyenangkan atasan agar atasan membalas jasanya dengan kenaikan pangkat, dengan hadiah dan sebagainya.

   Demikian pula halnya dengan Kaisar Kian Liong. Setelah kelemahannya diketahui orang, maka banyaklah para pembesar korup yang mendekatinya dan menjilat-jilat dengan cara menyuguhkan gadis-gadis cantik yang mereka dapatkan dengan berbagai cara, kadang-kadang dengan cara yang kotor pula. Gadis-gadis itu mereka haturkan kepada kaisar dengan harapan kaisar akan merasa senang dan tentu akan memberi imbalan jasa yang lumayan. Apalagi kalau sampai gadis pemberian mereka itu kelak memperoleh kedudukan penting tentu sang gadis tidak akan melupakan orang yang mula-mula membawanya kepada kaisar!

   Pada suatu hari, seorang di antara para penjilat kaisar yang melihat kebosanan kaisar terhadap para wanita cantik yang ada, memberitahukan kepada kaisar bahwa di Sin-kiang terdapat seorang wanita yang luar biasa cantiknya! Wanita itu di seluruh Sin-kiang terkenal dengan sebutan Puteri Harum!

   "Apakah ia masih gadis?! Kaisar Kian Liong segera saja memperlihatkan sikap tertarik sekali.

   "Sayang bahwa ia telah menikah dengan seorang kepala suku di Sin-kiang, sri baginda, dan dia adalah puteri kepala suku Ho-co. Akan tetapi, hamba sendiri pernah melihatnya dan hamba berani bersumpah bahwa selama hidup hamba, belum pernah hamba melihat seorang wanita secantik itu! Tidak ada cacat-celanya sedikitpun juga dan tubuhnya mengeluarkan bau harum, bukan keharuman yang dibuat dengan minyak. Kabarnya sejak kecil ia diberi minum semacam obat rahasia yang membuat keringat dan tubuhnya berbau harum. Dan ia masih amat muda, sri baginda, baru dua puluh lima tahun dan belum mempunyai anak.!

   Selanjutnya si penjilat ini menggambarkan kecantikan Puteri Harum dengan kata-kata bermadu, membuat Kaisar Kian Liong tergila-gila dan sampai beberapa hari dia tidak dapat tidur nyenyak atau makan enak. Yang terbayang hanyalah Sang Puteri Harum dari Sin-kiang itu!

   Akhirnya Kaisar Kian Liong tidak dapat menahan lagi kerinduan hatinya. Dia tergila-gila mendengar adanya seorang wanita yang memiliki kecantikan sedemikian luar biasa seperti yang belum pernah didengarnya sebelumnya, apalagi dilihatnya. Maka, dengan nekat dia lalu memanggil Jenderal Cao Hui, seorang jenderal kepercayaannya untuk membawa pasukan besar dan menyerbu ke Sin-kiang. Dia tidak mau mengutus Jenderal Kao Cin Liong karena terhadap jenderal muda ini dia merasa malu. Perasaannya meyakinkan hatinya bahwa jendeeral Kao Cin Liong tentu akan menentang dan tidak akan menyetujui rencana gila itu, menyerbu ke barat dan mengadakan perang hanya untuk merampas seorang wanita!

   Pasukan yang dipimpin Jenderal Cao Hui itu berhasil menyerbu Sin-kiang, membunuh banyak perajurit suku bangsa Ho-co, dan menawan Sang Puteri Harum, dibawa ke timur dan pada suatu hari, tercapailah idam-idaman hati Kaisar Kian Liong berhadapan dengan sang puteri! Tentu saja peristiwa ini mendatangkan rasa penasaran dan kemarahan besar di antara para pendekar. Akan tetapi, tidak ada seorangpun yang beranimenentang karena bukankah yang diserbu itu hanyalah suku bangsa terpencil di barat yang tidak termasuk bangsa pribumi Han?

   Kaisar Kian Liong terpesona menatap kecantikan asing dari sang puteri yang menangis ketika dihadapkan kepadanya sebagai tawanan. Tubuh yang ramping padat itu, kulit yang putih halus kemerahan, bibir yang merah basah, mata yang lebar dan indah bening kebiruan, hidung yang mancung, bulu mata yang panjang-panjang melengkung. Sungguh kecantikan yang berbeda sama sekali dengan kecantikan yang biasa dia lihat. Apalagi bau harum yang jelas tercium oleh hidungnya walaupun sang puteri itu duduk bersimpuh di atas lantai. Seluruh ruangan itu seolah-olah baru saja disiram sebotol minyak harum atau seolah-olah ruangan itu berubah menjadi taman bunga-bunga mawar yang baru mekar!

   "Thian Yang Agung....! kaisar itu berbisik dekat Hok Sen, sang kepala thaikam sambil menatap tanpa berkedip.

   "Ia tentu seorang bidadari yang turun dari sorga....!

   "Hamba yakin memang demikian, sri baginda, dan hanya paduka sajalah yang patut mendampinginya....! bisik thaikam yang pandai menyenangkan hati itu.

   Pada saat itu juga, Kaisar Kian Liong menganugerahkan pangkat Selir Harum kepada sang puteri tawanan, menghadiahkan banyak pakaian dan perhiasan, juga ditempatkan di dalam kamar terindah di dalam istana, menjadi selir baru yang paling dicinta.

   Akan tetapi, Puteri Harum tidak mau menyerahkan diri dan hanya menangis. Ia berduka sekali mengingat akan kematian ayahnya dan suaminya. Berbagai macam cara para dayang menghiburnya, namun ia tetap menangis dan tidak mau bersolek, tidak mau melayani Kaisar Kian Liong. Hal ini tentu saja membuat sang kaisar menjadi kecewa sekali. Akan tetapi, kembali kepala thaikam Ho Sen yang muncul sebagai penasihatnya.

   Atas nasihat sang thaikam yang pandai itu, kaisar Kian Liong memerintahkan orang-orangnya membangun sebuah bangunan istana kecil mungil yang baru, yang diberi nama Istana Bulan Indah. Bukan hanya merupakan sebuah istana yang indah, akan tetapi juga modelnya dibuat seperti bangunan di Sin-kiang, dan untuk menghibur hati selirnya, kaisar memerintahkan orang-orangnya membangun sebuah kota tiruan di dekat istana, sebuah kota yang lengkap dengan mesjid dan para penghuninya yang beragama dan berpakaian orang-orang Sin-kiang yang beragama Islam.

   Di loteng Istana Bulan Indah, Puteri Harum dapat melihat semua ini dan agak terhiburlah kedukaan hatinya. Ia merasa seolah-olah ia masih berada di kampunghalamannya. Ia berterima kasih dan hatinya tergerak oleh kebaikan hati kaisar kepada dirinya. Akhirnya iapun menyerahkan dirinya kepada Kaisar Kian Liong dengan suka rela dan semenjak itu, Puteri Harum menjadi selir terkasih dari kaisar itu.

   Demikianlah, semua ulah kaisar ini menambahkan rasa tidak suka di hati para pendekar yang ingin memberontak, walaupun tentu saja masih teramat banyak mereka yang setia kepada Kaisar Kian Liong.

   "Pouw-sute, engkau tentu tidak lupa akan pesan mendiang suhu dan juga peraturan Kun-lun-pai yang telah dipegang teguh selama ratusan tahun. Engkau tahu bahwa tidak ada seorangpun murid Kun-lun-pai, tiada terkecualinya, yang boleh membuka dan membaca kitab ilmu pusaka Sin-liong Ho-kang. Bagaimana mungkin engkau mengharapkan pinto untuk melanggar peraturan itu?! Ucapan ini keluar dari mulut Hong Tan Tosu, ketua Kun- lun-pai di Tung-keng. Tosu tinggi kurus yang usianya sudah hampir tujuh puluh tahun ini adalah suheng dari Pouw Kui Lok dan dia mengetuai kuil yang menjadi cabang dari Kun-lun-pai itu, di mana dahulu Kui Lok diambil murid oleh suhu mereka.

   Seperti kita ketahui, Pouw Kui Lok menuruti permintaan suhengnya yang baru, yaitu Louw Tek Ciang, untuk berusaha mempelajari ilmu larangan dari Kun-lun-pai itu dalam tekadnya untuk menandingi ilmu meniup suling yang ampuh dari keluarga Kam. Pouw Kui Lok dan Louw Tek Ciang disambut dengan ramah oleh ketua kuil itu yang merasa gembira melihai sutenya dan sahabatnya itu telah kembali setelah mengikuti keluarga Cu yang sakti ke Lembah Naga Siluman di barat. Akan tetapi, ketika Kui Lok menyatakan keinginan hatinya untuk meminjam sebentar kitab Sin-liong Ho-kang untuk dipelajari isinya, tosu tua itu terkejut dan mencela sutenya.

   Mendengar ucapan ini, Kui Lok tidak mampu menjawap dan Tek Ciang cepat maju memberi hormat kepada tosu tua itu.

   "Harap totiang sudi memaafkan Pouw-sute. Sesungguhnya, bukan sute yang menginginkan kitab itu untuk dipelajari, karena sute adalah seorang yang menjunjung tinggi peraturan perguruan Kun-lun-pai. Yang amat membutuhkan bantuan Kun-lun-pai untuk dapat sekedar mempelajari ilmu Sin-liong Ho-kang itu adalah saya sendiri, totiang. Pouw-sute hanya membantu saya saja untuk memintakan ijin dari totiang.!

   "Siancai, siancai....!! Tosu itu mengangguk- angguk.

   "Louw-sicu, hendaknya suka memaafkan pinto. Ketahuilah bahwa ilmu itu oleh perguruan kami dianggap sebagai ilmu yang keji dan sesat, kalau dipergunakan hanya akan mengancam keselamatan nyawa manusia lain saja. Yang mau mempergunakan ilmu seperti itu hanyalah iblis-iblis yang berwatak curang. Oleh karena itu, semua murid Kun-lun-pai dilarang keras mempelajari ilmu itu. Kalau murid sendiri saja tidak boleh mempelajarinya, apalagi orang luar. Harap sicu suka memaafkan dan tidak menjadi kecil hati.!

   Kembali Tek Ciang memberi hormat.

   "Maaf, totiang. Sayapun cukup mengerti dan dapat menerima alasan yang totiang kemukakan itu. Akan tetapi tentu totiang sependapat dengan saya bahwa keji tidaknya suatu ilmu, sesat tidaknya, tergantung sepenuhnya kepada penggunaannya, bukan? Betapapun keji kelihatannya suatu ilmu, kalau dipergunakan untuk kebaikan, tentu menjadi ilmu yang baik pula.!

   "Siancai, ada benarnya memang pendapat Louw-sicu itu. Akan tetapi kita tidak boleh lupa bahwa adanya suatu ilmu amat mempengaruhi pemiliknya. Bagaimana orang dapat melakukan suatu perbuatan keji kalau tidak memiliki ilmu keji itu sendiri? Sebaliknya, biarpun hati seseorang tadinya tidak mempunyai niat keji, kalau sudah memiliki ilmu yang keji itu, mudah saja terbujuk untuk melakukan perbuatan keji menggunakan ilmu itu. Tiada bedanya dengan kekuatan. Orang tidak akan melakukan pemukulan kalau tidak memiliki kekuatan, sebaliknya, setelah memiliki kekuatan, akan timbul dorongan untuk mempergunakan kekuatan itu memukul atau menindas orang lain. Nah, karena itulah, sicu, maka murid-murid Kun-lun-pai tidak diperkenankan mempelajari ilmu itu.!

   Tek Ciang mengerutkan alisnya. Sukar memang membujuk tosu yang agaknya kukuh ini. Akan tetapi Tek Ciang adalah seorang yang cerdik dan licik sekali. Dia tidak memperlihatkan kekecewaan ataupun kemendongkolan hatinya, melainkan tersenyum ramah. Lalu dengan suara halus dia bertanya.!Hong Tan totiang, saya tahu bahwa totiang adalah sahabat baik sekali dari para suhu kami di Lembah Naga Siluman, yaitu para tokoh keluarga Cu. Tentu persahabatan itu berdasarkan rasa kagum akan kegagahan masing-masing.!

   Tosu tinggi kurus itu memandang dengan alis berkerut, tidak mengerti ke mana arah tujuan kata-kata pemuda ini. Akan tetapi dia mengangguk.

   "Tentu saja, mereka adalah keluarga yang sakti dan gagah perkasa, pinto ikut merasa gembira sekali bahwa Pouw-sute dapat menerima gemblengan keluarga Cu.!

   "Totiang, di antara sahabat, baru dapat dikatakan akrab dan benar kalau di situ terdapat kesetiaan dan pembelaan, bukan?!

   "Tentu, tentu....! Tosu itu mengangguk-angguk.

   "Jadi, andaikata ada suatu malapetaka menimpa keluarga para suhu kami di Lembah Naga Siluman, tentu totiang akan sudi membela dan membantu mereka?!

   "Tentu saja, selama tenaga pinto yang sudah tua dan lemah ini mengijinkan. Akan tetapi ada apakah yang telah terjadi dengan mereka, sicu?! Dan tosu inipun menoleh dan memandang kepada Kui Lok yang hanya menundukkan mukanya, maklum akan siasat yang dijalankan oleh Tek Ciang.

   "Nah, baru sahabat saja sudah akan membela dan membantu, totiang. Apalagi murid-murid seperti kami ini. Ketahuilah bawa kami, saya dan Pouw-sute, sedang memikul tugas yang dibebankan oleh kedua suhu Cu Han Bu dan Cu Seng Bu, akan tetapi kami berdua telah gagal dan harapan satu-satunya kami hanyalah bantuan totiang melalui ilmu Sin-liong Ho-kang itu.!

   "Apa yang telah terjadi? Pouw-sute, apakah yang telah terjadi dengan keluarga Cu di Lembah Naga Siluman? Coba ceritakan kepada pinto.! Tosu itu kini menoleh kepada sutenya untuk minta penjelasan untuk meyakinkan hatinya. Biarpun dia sudah mengenal Louw Tek Ciang yang menjadi sahabat sutenya dan kini bahkan menjadi suheng dari sutenya itu karena mereka berdua berguru kepada keluarga Cu, namun dia belum mengenal benar keadaan Tek Ciang sehingga keterangan pemuda itu tidak mungkin dapat diterimanya begitu saja.

   "Suheng, memang apa yang dikatakan oleh suheng Louw Tek Ciang itu benar. Setelah tiga tahun menerima pelajaran ilmu di Lembah Naga Siluman, kedua orang suhu di sana mengutus kami berdua untuk mencari dan menebus kekalahan kedua suhu dari seorang musuh mereka. Suhu tidak mengikatkan kami dengan urusan pribadi di antara mereka, hanya suhu minta agar kami berdua sebagai murid-muridnya menebus kekalahan yang pernah mereka derita dari orang itu. Kami berdua sudah memenuhi perintah suhu, bertemu dengan lawan itu, akan tetapi kami berdua gagal karena lawan memiliki ilmu semacam Sin-liong Ho-kang. Karena itulah maka suheng mengajakku untuk menghadap ke sini dan mohon diberi kesempatan mempelajari ilmu Sin-liong Ho-kang, hanya untuk dipakai melawan ilmu dari lawan itu.!

   Kakek itu mengerutkan alisnya dan nampak bimbang.

   "Siapakah lawan yang dapat mengalahkan orang-orang gagah dari keluarga Cu itu?! Dia memang merasa heran sekali mendengar ada lawan yang mampu mengungguli pendekar-pendekar seperti Cu Han Bu dan Cu Seng Bu.

   "Dia orang she Kam dan tentu totiang belum mengenalnya. Dia sombong sekali! Sebaiknya kalau totiang tidak mengenal agar tidak terlibat dalam urusan pribadi antara keluarga Cu dan keluarganya. Kamipun hanya melaksanakan tugas dan kalau kami belum dapat mengalahkannya, bagaimana saya dan Pouw-sute ada muka untuk menghadap para suhu di Lembah Naga Siluman? Oleh karena itu, sekali lagi, mohon kerelaan hati totiang untuk menolong kami, atau lebih tepat lagi, menolong keluarga Cu dari rasa malu kalau sampai dua orang murid dan wakil mereka kembali dikalahkan oleh musuh lama itu.!

   Tosu tua itu merasa terdesak dan tersudut. Tentu saja dia merasa tidak enak sekali kalau menolak pemintaan bantuan yang pada hakekatnya adalah membantu para sahabatnya, keluarga Cu itu. Padahal dahulu, di waktu mudanya, pernah Cu Han Bu menolongnya dari kekalahan, bahkan mungkin sekali kematian di tangan seorang musuh yang tangguh. Andaikata Louw Tek Ciang datang seorang diri, tentu dia mempunyai alasan untuk menolak, dan hatinya tidak akan bimbang ragu. Akan tetapi kini Tek Ciang datang menghadap bersama Pouw Kui Lok yang tentu saja sudah amat dipercayanya.

   "Louw-sicu, biar bagaimanapun juga, murid Kun-lun- pai tidak boleh mempelajari ilmu itu....!

   "Totiang, saya bukan murid Kun-lun-pai!!

   "Maksud pinto adalah Pouw-sute, dia tidak boleh sama sekali mempelajari ilmu itu, tepat dan sesuai dengan sumpahnya sebagai murid Kun-lun-pai yang taat. Dan biarpun tidak ada peraturan melarang orang luar mempelajari ilmu itu, akan tetapi kalau pinto berikan kepadamu, berarti pinto yang bertanggung jawab kalau sampai kelak ilmu itu dipergunakan untuk membunuh orang....!

   "Totiang, apakah totiang tidak percaya kepada saya dan tidak percaya kepada Pouw-sute? Sudah kami ceritakan bahwa kami membutuhkan ilmu itu hanya untuk menandingi ilmu yang serupa dari musuh keluarga Cu.!

   "Baiklah, Louw-sicu. Pinto mengingat akan kebaikan-kebaikan keluarga Cu, memberi kesempatan kepadamu untuk mempelajari ilmu itu. Akan tetapi ada syarat-syaratnya.!

   "Apakah syaratnya, totiang?!

   "Pertama, sicu harus bersumpah bahwa ilmu itu hanya khusus dipelajari untuk menghadapi ilmu musuh keluarga Cu itu. Dan ke dua, ilmu itu hanya khusus dipelajari di dalam ruangan perpustakaan di mana kitab itu disimpan, sama sekali kitab itu tidak boleh dibawa keluar dari ruangan perpustakaan. Dan ke tiga, sicu hanya pinto beri waktu satu bulan saja untuk mempelajarinya. Setelah lewat sebulan, sicu sudah harus meninggalkan ruangan perpustakaan itu dan.... maaf, meninggalkan pula kuil ini agar tidak mengingatkan pinto bahwa pinto telah melakukan pelanggaran.!

   "Baiklah, totiang dan terima kasih atas kebaikan hati totiang. Saya akan bersumpah sekarang juga.! Louw Tek Ciang lalu diajak ke depan meja sembahyang dan di depan meja sembahyang ini Tek Ciang mengucapkan sumpahnya dengan suara lantang.

   "Teecu Louw Tek Ciang bersumpah, bahwa teecu yang diberi kesempatan mempelajari ilmu Sin-liong Ho-kang, akan mempergunakan ilmu itu untuk menghadapi ilmu suara suling dari keluarga Kam, tidak untuk keperluan lain. Kalau teecu melanggar sumpah ini, semoga teecu dijatuhi hukuman tewas di tangan musuh-musuh teecu!!

   "Cukup, sicu,! kata tosu tua itu dengan hati lega. Dia sama sekali tidak tahu bahwa diam-diam Tek Ciang mentertawakan sumpah itu. Orang seperti Tek Ciang ini mana bisa mengucapkan sumpah dengan bersungguh hati? Dia hanya bersumpah sebagai siasat saja. Bahkan Pouw Kui Lok sendiripun tidak menduga akan hal ini, demikian pandainya Tek Ciang membawa diri dan bersandiwara.

   "Pouw-sute, engkau lah yang mengawasi agar Louw-sicu memenuhi janjinya dan tidak membawa kitab itu keluar dari ruangan perpustakaan, bergilir dengan murid keponakanmu.! Tosu itu mengambil sebuah genta dan membunyikan genta itu. Terdengar suara nyaring berkeloneng dan tak lama kemudian dari pintu belakang muncullah seorang gadis yang berpakaian ringkas dan membawa pedang di punggungnya. Gadis ini memakai pakaian ringkas sederhana, wajahnya tidak dirias, tanpa bedak dan gincu, bahkan rambutnyapun hanya digelung secara sederhana sekali.

   Akan tetapi harus diakui bahwa gadis ini manis bukan main, dan tubuhnya padat dan ramping. Seorang gadis berusia tujuh belas tahun yang manis dan juga kelihatan gagah dengan gerak gerik yang tangkas. Gadis itu maju dan berlutut di depan Hong Tan Tosu dan terdengar suara halus merdu dari bibirnya yang merah.!Suhu memanggil teecu? Ada perintah apakah, suhu?!

   Tosu tua itu tersenyum, agaknya bangga kepada muridnya yang selain manis juga amat berbakti ini.

   "Kui Eng, engkau belum pernah bertemu dengan susiokmu (paman gurumu) Pouw Kui Lok karena ketika tiga tahun yang lalu dia datang, engkau sedang memperdalam ilmu di Kun-lun- san. Nah, ini dia, berilah hormat kepada paman gurumu.! Tosu itu menuding kepada Pouw Kui Lok yang memandang kagum kepada murid keponakannya yang baru sekali ini dilihatnya.

   Gadis bernama Can Kui Eng itu bangkit dan menoleh kepada Pouw Kui Lok. Biarpun ia seorang gadis dewasa dan paman gurunya itu ternyata masih muda, namun ia tidak kelihatan canggung atau malu-malu. Sambil tersenyum sopan ia memberi hormat kepada Pouw Kui Lok.

   "Pouw-susiok, terimalah hormatnya Can Kui-Eng, murid keponakanmu.!

   Kui Lok cepat membalas penghormatan itu.

   "Ah, kiranya suheng mempunyai seorang murid perempuan yang begini gagah. Dan sudah pernah digembleng di Kun-lun- san pula? Nona....!

   "Susiok, seorang paman guru tidak menyebut nona kepada murid keponakannya.! Gadis itu memotong dan wajah Kui Lok menjadi merah. Biarpun usianya sudah dua puluh tiga tahun kurang lebih, akan tetapi pengalamannya terhadap wanita masih nol.

   "Baiklah, Kui Eng. Dan perkenalkan ini adalah suhengku sendiri, akan tetapi bukan saudara seperguruan di Kun-lun-pai, melainkan dari guru lain, namanya Louw Tek Ciang.!

   Kui Eng memberi hormat pula dan sepasang matanya yang bening itu memandang penuh selidik, lalu alisnya agak berkerut. Ada sesuatu pada pandang mata pria ini yang membuat ia merasa tidak enak dan gelisah. Tek Ciang menyambut penghormatan itu dengan senyum memikat.

   "Kui Eng, engkau kupanggil dan kuberi tugas. Engkau bersama susiokmu bertugas untuk menjaga dan mengamati agar Louw-sicu dapat mempelajari kitab Sin- liong Ho-kang dengan tenang di dalam kamar perpustakaan selama satu bulan. Dan kitab itu sama sekali tidak boleh dibawa keluar dari dalam kamar perpustakaan....!

   "Sin-liong Ho-kang....?! Gadis itu terbelalak dan menatap wajah suhunya dengan penuh kekagetan dan penasaran.

   "Dia.... sicu ini hendak mempelajari ilmu larangan itu....? Tapi, tapi, suhu....!

   "Kui Eng, sudahlah. Ini adalah urusan dan tanggung jawah pinto sendiri. Engkau tentu yakin bahwa semua keputusan yang pinto ambil sudah melalui pertimbangan yang matang. Sekarang engkau tinggal melaksanakan tugas jaga bergiliran dengan susiokmu, menjaga agar Louw- sicu ini memenuhi janjinya, mempelajari kitab itu hanya selama satu bulan dan tidak boleh membawa kitab itu keluar dari dalam ruangan perpustakaan.!

   "Baik, suhu! Akan teecu jaga agar dia tidak melanggar janjinya!! Ucapan yang bernada keras ini saja sudah membuktikan bahwa di dalam hatinya, gadis itu merasa tidak senang kepada Louw Tek Ciang dan juga merasa tidak senang melihat betapa suhunya mengijinkan orang luar mempelajari ilmu larangan itu, padahal setiap orang murid Kun-lun-pai tidak diperkenankan mempelajarinya. Akan tetapi Louw Tek Ciang menghadapi sikap gadis ini dengan senyum ramah saja.

   Demikianlah, terhitung mulai hari itu, Tek Ciang mulai memasuki ruangan perpustakaan dan membuka-buka kitab kuno yang sudah kekuningan itu, mempelajari ilmu yang dinamakan Sin-liong Ho-kang. Ilmu ini berdasarkan kekuatan khi-kang yang keluar dari pusar, mengerahkan tenaga khi-kang ini melalui suara gerengan yang mengandung getaran amat kuatnya. Ilmu ini serupa dengan ilmu Sai-cu Ho-kang dan sebagainya, kekuatan yang terkandung dalam gerengan dan auman binatang-binatang buas yang melumpuhkan korban hanya dengan suara gerengan dahsyat itu, akan tetapi Sin-liong Ho-kang ini lebih hebat lagi.

   Bukan hanya getaran hebat yang terkandung dalam gerengan dahsyat menggelegar, akan tetapi juga siapa yang sudah menguasainya dengan baik, akan dapat mengeluarkan suara dari jauh, mengirim suara dari jauh untuk dapat didengar oleh orang yang ditujunya saja tanpa didengar orang lain. Bahkan yang menguasai ilmu itu dapat mengeluarkan suara yang tinggi melengking sampai hampir tidak terdengar, akan tetapi semakin halus suara itu, makin hebatlah getarannya dan amat berbahaya bagi lawan! Akan tetapi, Tek Ciang mendapatkan kenyataan bahwa untuk dapat menguasai ilmu ini secara sempurna, dibutuhkan waktu yang lama, sedikitnya setengah tahun! Maka diapun segera mempelajari teori-teorinya saja untuk dilatih kelak. Memang dia licik dan cerdik. Tahulah dia bahwa tosu tua itu menggunakan akal.

   Pada lahirnya saja memberi ijin kepadanya untuk mempelajari ilmu itu, akan tetapi pada hakekatnya tosu itu berkeberatan. Buktinya dia hanya diberi waktu satu bulan, waktu yang hanya cukup untuk menghafal teori atau isi kitab. Juga larangan berlatih di luar kamar perpustakaan merupakan bukti bahwa tosu itu memang berkeberatan dia menguasai ilmu larangan itu karena untuk dapat berlatih, orang membutuhkan udara terbuka, bukan dalam kamar.

   "Tua bangka sialan!! gerutunya, akan tetapi tentu saja Tek Ciang tidak menyatakan sesuatu kepada Kui Lok, apalagi kepada Kui Eng, gadis yang bertugas menjaga dan mengamatinya itu.

   Penjagaan itu dilakukan secara bergilir oleh Kui Lok dan murid keponakannya. Dan dia mendapat kenyataan bahwa Kui Eng memang seorang murid Kun-lun-pai yang lincah dan cekatan, memiliki gin-kang yang mengagumkan dan ilmu pedangnya juga lihai. Kalau Kui Lok hanya melakukan penjagaan untuk patut-patut saja karena dia sudah tentu saja amat percaya kepada Tek Ciang dan tidak berjaga dengan sesungguhnya, tidak demikian dengan gadis itu.

   Kui Eng berjaga dengan amat waspada dan sungguh-sungguh, seolah-olah ia menganggap bahwa Tek Ciang seorang yang tidak dapat dipercaya dan amat perlu diawasi! Melihat sikap gadis ini, diam-diam Tek Ciang mendongkol sekali dan diapun bersikap hati-hati, tidak berani melanggar janjinya terhadap ketua cabang Kun-lun-pai itu.Kurang lebih sepuluh hari sudah Tek Ciang dengan tekun mempelajari ilmu dari kitab kuno itu, hanya meninggalkan ruangan perpustakaan tanpa kitab itu kalau ada keperluan makan atau mandi dan ke belakang saja. Bahkan tidurpun dia lakukan di dalam ruangan itu!

   Pada suatu malam pelajaran dalam kitab itu sudah sampai pada bagian cara berlatih menghimpun tenaga khi-kang yang harus dilakukan di udara terbuka, di bawah sinar bulan purnama! Dan malam itu kebetulan bulan sedang purnama, jadi sesungguhnya amat tepat untuk memulai latihan di luar kuil! Akan tetapi, hatinya merasa penasaran dan mendongkol sekali karena dia sudah terikat oleh janji dan pada malam itu, yang melakukan perjagaan adalah gadis yang amat tekun mengamatinya itu!

   "Sialan....!! gerutunya dalam hati. Kalau bukan gadis itu yang berjaga, tentu dia akan dapat menyelinap keluar barang satu dua jam untuk mempraktekkan ajaran dalam kitab, yaitu cara menghimpun tenaga khi-kang di bawah sinar bulan purnama.

   "Mengapa tidak?! Demikian hatinya berbisik.

   "Gadis itu, bagaimanapun juga hanyalah murid keponakan Pouw Kui Lok, masih amat muda dan kepandaiannyapun tidak berapa tinggi.!

   Pikiran ini membuat Tek Ciang mulai gelisah. Kalau dia dapat menggunakan ilmunya untuk menyelinap tanpa diketahui, atau membuat gadis tidak berdaya untuk beberapa lama, misalnya dengan menotoknya pingsan, bukankah dia memperoleh banyak kesempatan untuk mencoba degan latihan menghimpun khi-kang.

   Tek Ciang memperhatikan sekeliling. Biasanya, gadis itu berjaga di luar perpustakaan, berkeliaran di sekitar kamar perpustakaan, terutama sekali di depan pintu, dan di depan jendela. Akan tetapi keadaan sekeliling kamar itu kini sepi saja. Dengan menahan napas, Tek Ciang dapat mengikuti setiap gerakan di luar kamar itu dengan pendengarannya yang terlatih. Sunyi. Tidak ada orang di luar kamar itu! Ke mana perginya gadis itu, pikirnya dan diapun mulai bangkit dan berindap-indap ke jendela, mengintai ke luar. Sepi sekali dan cuaca amat indahnya, karena sinar bulan purnama membuat malam itu terang dan sejuk.

   Setelah memyimpan kitab itu, Tek Ciang keluar dari dalam kamar perpustakaan. Dia tidak berani membawa kitab itu keluar sebelum dia yakin benar bahwa tidak ada orang melihatnya. Akan tetapi benar-benar sunyi, tidak nampak bayangan Kui Eng. Malam itu sudah menjelang tengah malam dan tentu penghuni lainnya sudah tidur. Ke mana perginya gadis itu? Benarkah sekali ini Kui Eng meninggalkannya dan tidak mengawasinya?

   Akan tetapi ketika dia keluar dari kuil, dia melihat dua bayangan berkelebat ke samping kuil di mana terdapat sebuah kebun dan ladang yang penuh dengan pohon-pohon buah dan tanaman sayuran. Tek Ciang merasa curiga karena gerakan dua orang yang amat cepat itu mengandung rahasia. Kalau orang Kun-lun-pai, kenapa harus menyelinap ke tempat gelap? Diapun menggunakan kepandaiannya, menyelinap dan memasuki kebun itu sambil mencurahkan perhatian. Akhirnya dia melihat dua orang berdiri berhadapan di bawah pohon dan dia cepat menyelinap mendekati dan mengintai.

   Kiranya seorang di antara mereka adalah Kui Eng! Dan gadis itu berada dalam pelukan seorang laki-laki muda yang bertubuh tinggi besar dan gagah. Tek Ciang tersenyum sinis. Hemm, pikirnya, kiranya gadis itu meninggalkannya untuk berpacaran di kebun ini! Akan tetapi, ketika dia mendengarkan percakapan mereka yang bisik-bisik itu, dia tertarik dan lupa akan pertemuan mesra itu.

   "Eng-moi, urusan ini tidak bisa ditunda lagi. Pertemuan rahasia itu akan diadakan dua minggu lagi di hutan cemara sebelah selatan kota raja. Dan engkau harus menghadiri bersamaku. Penting sekali, Eng-moi.!

   "Aih, Koan-koko, betapa inginku pergi bersamamu menghadiri pertemuan para pendekar patriot itu di sana. Memang inilah saatnya para pendekar harus membebaskan tanah air dari penjajah Bangsa Mancu! Akan tetapi, ahh.... orang she Louw yang menjemukan itu....!!

   "Siapa? Mengapa? Apa yang terjadi sehingga engkau begini lama bertahan di kuil suhumu ini?!

   "Tanpa kusangka-sangka, datang susiokku bersama seorang temannya di kuil ini dan dia oleh suhu diperbolehkan untuk mempelajari Sin-liong Ho-kang selama satu bulan. Dan aku diberi tugas mengawasinya agar dia tidak melatih ilmu itu di luar ruangan perpustakaan. Aku tidak dapat meninggalkan tugas ini dan baru berjalan dua belas hari, masih delapan belas hari lagi....!

   "Kalau begitu akan terlambat!!

   "Harus bagaimana, koko, aku tidak mungkin dapat meninggalkan tugas ini. Dan berterus terang kepada suhu juga berbahaya. Sudah kukatakan kepadamu bahwa Kun-lun- pai masih bersikap ragu-ragu, belum mau menyambut rencana pemberontakan para patriot yang hendak mengenyahkan para penjajah itu.!

   Mendengar suara gadis itu yang demikian kecewa dan berduka, si pemuda lalu mendekapnya dan mencium pipinya dengan mesra, dengan sikap menghibur.

   "Sudahlah, Eng-moi, tak perlu engkau berduka. Biarlah aku yang akan menghadiri pertemuan itu dan kelak kusampaikan semua hasilnya kepadamu. Masih ada tugas untukmu dari kawan- kawan. Biarpun engkau tidak akan dapat menghadiri pertemuan itu, akan tetapi biarlah kuserahkan tugas yang lebih penting lagi kepadamu, setelah engkau bebas dari tugasmu di sini.!

   "Tugas apakah itu, koko?! Si gadis nampak bersemangat.

   "Begini....! Suara itu kini bisik-bisik perlahan, akan tetapi masih dapat tertangkap oleh pendengaran Tek Ciang yang amat tajam.

   "....ini ada surat untuk Gan- ciangkun, seorang panglima yang mendukung para patriot. Surat ini membujuk Gan-ciangkun untuk mencari akal guna menarik jenderal Muda Kao Cin Liong menjadi sekutu kita, atau kalau dia menolak, agar dicarikan akal supaya jenderal itu dapat dienyahkan. Karena, selama dia masih mendukung kaisar, gerakan kawan-kawan kita akan terhalang. Nah, surat ini penting sekali, bukan? Dengan begitu, biarpun engkau tidak dapat hadir dalam pertemuan itu, tugasmu ini bahkan lebih penting lagi.!

   "Aih, Koan-ko.... tapi.... tapi aku.... tugas ini demikian besar dan aku.... ih, gemetar tanganku dan berdebar jantungku, kau pikir aku.... cukup berharga untuk tugas sepenting itu?!

   Kembali pemuda itu menciumnya, lalu melepaskan pelukannya, mengambil sesampul surat dan menyerahkan sampul panjang itu kepada Kui Eng.

   "Sudahlah, Eng-moi. Engkau lah orang yang paling tepat untuk menyampaikan surat itu. Tidak akan ada orang lain mencurigaimu, dan sekarang kita harus berpisah....!

   "Koan-ko, baru saja kita bertemu.... aku masih rindu....!!Ssttt, sayang, bersabarlah. Kita sudah berjanji akan menikah kalau perjuangan ini selesai bukan? Nah, selamat tinggal dan simpan baik-baik surat itu.! Setelah berkata demikian, pemuda tinggi besar itu berkelebat dan lenyap di balik bayangan pohon-pohon. Kui Eng menoleh ke kanan kiri, lalu menyimpan surat di balik bajunya dan pergi dari situ. Ketika dara ini tiba di luar ruangan perpustakaan dan menjenguk dari jendela, ia melihat Tek Ciang masih sibuk membaca kitab!

   Ketika ia hendak meninggalkan jendela itu, Tek Ciang menoleh dan sambil tersenyum berkata.

   "Nona masuklah sebentar.!

   Kui Eng mengerutkan alisnya. Ia menaruh curiga kepada orang yang sinar matanya berkilat dan kalau memandang kepadanya jelas membayangkan nafsu dan kurang ajar itu. Beraninya orang ini menyuruh ia masuk!

   "Ada urusan apakah?! tanyanya dari luar jendela sambil memandang tajam.

   "Masuklah, nona, aku mengetahui sesuatu yang amat penting tentang Koan-kokomu itu!!

   Wajah yang manis itu seketika menjadi pucat, lalu merah dan tanpa banyak bicara lagi sekali loncat ia sudah melayang masuk ke ruangan itu melalui jendela yang terbuka, berdiri di depan Tek Ciang dengan kedua tangan bertolak pinggang.

   "Apa kau bilang? Koan-koko siapa yang kau maksudkan itu?!

   Tek Ciang bangkit berdiri menghadapi nona itu sambil tersenyum lebar.

   "Nona manis, tak perlu berpura- pura lagi. Lebih baik kau serahkan saja surat untuk Gan- ciangkun itu kepadaku!!

   Seketika wajah gadis itu menjadi pucat dan di lain saat dara itu sudah mencabut pedang dari punggungnya. Akan tetapi, baru saja pedang tercabut, tubuhnya sudah terkulai lemas karena secepat kilat Tek Ciang sudah mendahuluinya, menotok jalan darahnya membuat Kui Eng roboh lemas tak mampu berkutik lagi. Tek Ciang menyambut pedangnya sebelum senjata itu jatuh ke atas lantai dan diapun menotok jalan darah di leher gadis itu untuk mencegah gadis itu mengeluarkan suara.

   Lalu direbahkannya tubuh gadis itu ke atas lantai. Kui Eng tidak pingsan, hanya tidak mampu bergerak, tidak mampu bersuara. Gadis itu hanya memandang saja ketika jari- jari tangan yang nakal itu membukai kancing bajunya dan nampaklah sampul surat panjang itu di atas buah dadanya yang tidak tertutup lagi. Tek Ciang mengambil sampul surat itu sambil tersenyum lebar dan cepat memasukkan sampul surat itu ke dalam saku jubahnya.

   "Hemm, nona manis, engkau dapat bicara apa lagi sekarang? Engkau pemberontak hina, ya?! Dan secara kurang ajar sekali, bukan karena tertarik melainkan karena ingin menggoda dan menghina gadis itu, tangannya menggerayangi tubuh orang.

   Pada saat itu berkelebat bayangan orang dan Kui Lok telah berdiri di situ dengan mata terbelalak melihat Tek Ciang jongkok di dekat tubuh Kui Eng yang bajunya sudah terbuka sehingga nampak dadanya.

   "Louw-suheng, apa.... apa artinya ini....?! Dia begitu kaget dan heran sehingga sukar mengeluarkan kata-kata.

   "Sute, nanti saja kuceritakan. Ia terluka, yang penting sekarang kita harus mengobatinya lebih dulu. Penjahat datang melukainya dan aku hanya berhasil mengusir penjahat itu. Lekas kau periksa nona Kui Eng, sute....!

   Pouw Kui Lok terkejut mendengar itu dan kecurigaannya terhadap suhengnya itu lenyap. Dengan penuh khawatir dia berjongkok dan memeriksa tubuh keponakan muridnya dengan teliti. Akan tetapi hatinya lega mendapat kenyataan bahwa Kui Eng tidak terluka, hanya merasa heran bukan main karena ternyata gadis itu lumpuh dan gagu karena tertotok. Kui Lok mengerahkan tenaganya dan hendak menotok dan mengurut leher dan punggung gadis itu agar totokannya terbebas. Akan tetapi pada saat itu ada angin menyambar dahsyat dari belakang kepalanya.

   "Wuuuttt.... crettt....!! Jari tangan yang amat kuat itu memyambar dan menusuk ke arah tengkuk Kui Lok.

   Kui Lok terkejut sekali dan berusaha mengelak, akan tetapi karena pada saat itu dia sedang mencurahkan seluruh perhatian kepada murid keponakannya yang sedang dia coba untuk membebasan totokannya, dan karena serangan itu dilakukan secara tiba-tiba dari jarak sangat dekat, biarpun ia sudah mengelak, tetap saja jari tangan yang amat kuat itu menyambar dan mengenai bawah tengkuknya. Kui Lok terpelanting dan hanya dapat mengeluarkan suara "Oughhh....?! dan iapun tak sadarkan diri.

   Demikian hebatnya ilmu Kiam-ci (Jari Pedang) yang di pergunakan Tek Ciang untuk memukul sutenya sendiri. Biarpun pukulan itu tidak mengenai sasaran dengan tepat, namun pukulan pada pangkal tengkuk itu mengguncangkan isi kepala dan pendekar Kun-lun-pai itupun roboh pingsan.

   
Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tek Ciang terpaksa memukul sutenya karen dia tahu bahwa dia tidak mungkin dapat mengelak lagi dari kenyataan tentang surat yang dirampasnya. Kini ia menghadapi keadaan yang amat gawat. Dia harus bertindak cerdik, pikirnya dan sepasang matanya bergerak liar ketika otaknya diperas untuk mencari akal agar dia dapat mengatasi kegawatan ini dengan selamat. Lalu nampak dia menyeringai kejam, kemudian diapun mengayunkan lagi jari tangannya, dengan ilmu pukulan keji Kiam-ci dia menotok ke arah pelipis kepala Pouw Kui Lok.

   Kelihatannya hanya perlahan saja totokannya itu, akan tetapi tubuh Kui Lok terkulai karena pada saat itu juga dia telah tewas! Sungguh menyedihkan sekali bahwa seorang pendekar demikian gagahnya seperti Kui Lok terpaksa harus mati konyol, mati secara mengecewakan sekali di bawah tangan suhengnya sendiri yang keji dan curang. Setelah mendapat kenyataan bahwa sutenya telah tewas, Tek Ciang menyeringai, kini membalik kepada Kui Eng yang biarpun dalam keadaan tidak berdaya, tidak mampu bergerak maupun bersuara, dapat menyaksikan semua peristiwa itu dengan muka pucat sekali. Kini manusia yan sudah seperti kemasukan iblis jahat itu menubruk.

   Hati Kui Eng menjerit, namun tidak ada suara keluar dari mulutnya dan biarpun ia ingin meronta dan melawan, namun kaki tangannya lemas dan hanya mampu bergerak-gerak sedikit saja.

   Terjadilah perbuatan yang amat terkutuk, perbuatan yang bagi Tek Ciang biasa saja karena diapun sudah amat terlatih untuk melakukan perkosaan terhadan wanita- wanita semenjak dia menjadi murid Jai-hwa Siauw-ok!

   Dapat dibayangkan betapa hancur perasaan hati Can Kui Eng yang dalam keadaan sadar namun tidak mampu bergerak ini menghadapi malapetaka yang menimpa dirinya. Ia diperkosa tanpa dapat bergerak maupun berteriak. Malapetaka yang lebih mengerikan daripada maut. Gadis itu tidak kuat menahan kehancuran hatinya dan iapun pingsan dan hal ini baik baginya karena ia tidak tahu atau merasakan lagi apa yang diperbuat manusia iblis itu terhadap dirinya.

   Setelah selesai dengan perbuatannya yang amat terkutuk itu, Tek Ciang melanjutkannya dengan kekejaman yang lebih hebat lagi. Dia mencabut pedang gadis itu, menaruh gagang pedang dalam kepalan tangan kanan Kui Eng, kemudian dia memaksa tangan yang mengepal gagang pedang itu untuk menusukkan pedang ke dada sendiri. Sungguh amat kasihan nasib gadis itu.

   Baru saja ia mengalami perkosaan yang menghancurkan hati dan kini ia dipaksa untuk membunuh diri! Pedangnya sendiri, didorong oleh Tek Ciang, menusuk dan menembus dada sendiri. Darah bercucuran dan tubuh itu berkelojot sedikit lalu rebah dan tewas. Baiknya gadis itu mengalami semua itu dalam keadaan pingsan sehingga mengurangi penderitaannya.

   Tek Ciang menyeringai puas. Dia lalu membuka-buka pakaian yang menempel di tubuh jenazah Kui Lok, mengawut-awut rambut mayat itu sehingga keadaan pemuda itu seperti orang yang baru saja melakukan perkosaan. Tek Ciang sendiri sudah merapikan pakaian dan rambutnya, dan setelah memeriksa lagi dengan teliti keadaan dua mayat itu, dia lalu berteriak-teriak sambil meloncat keluar ruangan perpustakaan.

   "Tolong....! Pembunuhan....! Tolonggg....!! Dia melakukan ini setelah menyambar kitab pelajaran Sin- liong Ho-kang dan bersama surat dalam sampul untuk Panglima Gan di kota raja dia menyembunyikan di tempat aman, yaitu di balik baju dalamnya.

   Teriakan-teriakannya itu mengejutkan semua penghuni kuil dan berserabutanlah para tosu berlari keluar dari kamar masing-masing. Juga Hong Tan Tosu sendiri nampak berlari-lari datang ke tempat itu. Dengan muka pucat Tek Ciang menutupi muka sendiri dan membiarkan para tosu itu melihat sendiri dua tubuh yang sudah menjadi mayat menggeletak di lantai kamar penpustakaan.

   Tentu saja kematian Pouw Kui Lok dan Can Kui Eng amat mengejutkan mereka semua, terutama sekali Hong Tan Tosu. Kakek ini memandang dengan muka pucat sekali. Sutenya telah tewas dan nampaknya tidak mengalami luka, sedangkan muridnya yang terkasih menggeletak mandi darah, dadanya tertembus pedang sendiri dan tangan kanannya masih memegang gagang pedang itu.

   Dilihat sepintas lalu saja jelaslah bahwa gadis itu telah membunuh diri dengan pedang sendiri. Dan melihat keadaan pakaian Kui Eng yang hampir telanjang bulat, dan pakaian Kui Lok yang setengah telanjang, tidak sukar diduga apa yang terjadi antara kedua orang itu. Inilah yang membuat Hong Tan Tosu pucat dan penasaran. Sutenya berjina dengan muridnya? Ah, dia tidak percaya akan hal itu. Sutenya adalah seorang pendekar sejati, dan muridnya juga seorang murid yang patuh. Akan tetapi, agaknya kenyataan menunjukkan demikian.

   "Louw-sicu, apakah yang telah terjadi? Apakah yang terjadi dalam kamar ini?! Akhirnya dia menghampiri Tek Ciang dan mengguncang pundak pemuda yang masih menangis itu.

   Dengan mata merah karena tangis, atau lebih tepat karena dia gosok-gosok dengan punggung tangan, Tek Ciang memandang tosu itu dengan muka sedih sekali.

   "Ah, totiang, bagaimana aku harus bercerita? Aihhh.... mengapa hal ini menimpa diri kami? Aku.... aku telah membunuh Pouw-sute yang kusayang.... ah, totiang, kalau aku berdosa, silahkan totiang menjatuhkan hukuman kepadaku....! Diapun terisak menangis.

   Tosu tua itu mengerutkan alisnya.

   "Siancai.... segala hal telah terjadi. Sebelum tahu apa yang terjadi dan apa sebabnya, pinto tidak dapat menghakimi. Ceritakanlah, apa yang telah terjadi di sini dan mengapa pula engkau membunuh Pouw-sute?!

   "Totiang, sungguh aku masih merasa bingung dan tidak tahu mengapa sute tiba-tiba saja dapat melakukan semua itu seperti orang kemasukan setan! Karena aku merasa telah setelah membaca kitab sejak pagi, aku pergi keluar untuk mencari hawa sejuk. Kitab kutinggalkan di atas meja dan akupun berjalan-jalan di luar kuil, bahkan sampai ke luar dusun, sampai tubuh terasa segar kembali. Kurang lebih satu setengah jam aku pergi meninggalkan kuil. Ketika aku kembali, aku terkejut sekali melihat sute.... sute....! Dia berhenti dan menutupi muka dengan kedua tangannya.

   "Siancai....! Lanjutkanlah, sicu dan kuatkan hatimu,! kata tosu tua itu hampir tidak sabar.

   "Dia.... dia telah memperkosa nona Kui Eng! Begitu saja, di atas lantai kamar perpustakaan ini. Entah sebelum itu apa yang terjadi aku tidak tahu. Setahuku hanya bahwa mereka melakukan penjagaan seperti yang totiang perintahkan. Ah, masih ngeri dan bingung aku mengenang semua itu....!

   "Lanjutkan, sicu. Lanjutkan....!! Hong Tan Tosu mendesak sedangkan para tosu lain yang menjadi pengurus kuil juga ikut mendengarkan dengan muka pucat. Mereka tidak pernah menyangka bahwa peristiwa memalukan seperti ini akan dapat terjadi di kuil mereka. Suatu aib yang amat mencemarkan.

   "Ketika aku datang, Pouw-sute sudah mengakhiri perbuatannya yang biadab itu. Tentu saja aku langsung menegurnya, akan tetapi dia malah marah dan menyerangku seperti orang gila. Totiang maklum betapa lihainya sute, maka akupun terpaksa melayaninya dan pada saat itu, aku melihat nona Kui Eng mengeluarkan pedang dan membunuh diri. Melihat ini, aku menjadi marah sekali kepada sute yang masih menyerangku, maka akupun lalu membalas serangannya dan akhirnya aku berhasil memukulnya roboh. Bukan niatku membunuhnya, akan tetapi.... ah, dia terlalu kuat untuk dapat dirobohkan begitu saja....!

   Hong Tan Tosu menunduk dan memandang kepada dua mayat yang masih menggeletak di situ. Di dalam hatinya dia meragukan kebenaran cerita Tek Ciang. Ingin dia berteriak untuk menyangkal, tidak percaya akan apa yang diceritakan mengenai perbuatan Kui Lok. Akan tetapi, apa yang dilihatnya di dalam kamar itu, keadaan dua mayat itu, jelas merupakan kenyataan akan kebenaran cerita Tek Ciang.

   Melihat keadaan pakaian mereka, dan melihat pedang yang menusuk dada Kui Eng sendiri sedangkan tangan gadis itu menggenggam gagangnya, merupakan bukti yang sukar untuk disangkal.

   "Dan yang lebih mengejutkan hatiku, totiang, kitab Sin-liong Ho-kang yang tadinya kutinggalkan di atas meja telah lenyap....! "Apa....?! Kini tosu tua itu benar-benar terkejut dan pandang matanya kepada Tek Ciang penuh keraguan dan kecurigaan.

   "Sicu, harap jangan main-main. Engkau lah yang selama ini membaca kitab itu! Mengenai muridku dan suteku, katakanlah ada buktinya sehingga ceritamu dapat pinto percaya. Akan tetapi hilangnya kitab Sin-liong Ho-kang, bagaimana cara membuktikannya bahwa benar-benar kitab itu hilang? Dan siapa yang akan dapat mengambilnya?!

   Wajah Tek Ciang menjadi merah dan dia bangkit berdiri.

   "Totiang, aku bukanlah orang yang tidak mau bertanggung jawab. Aku yakin bahwa kitab itu tentu ada yang mengambilnya, tentu sebelum aku kembali ke dalam kamar ini. Bahkan aku mempunyai dugaan yang amat menyakitkan hati.!

   "Hemm, dugaan apakah?!

   "Mau tidak mau aku harus menduga bahwa memang Pouw-sute telah kemasukan iblis, telah berobah sama sekali. Agaknya dia sendiri yang menyembunyikan kitab itu, kemudian dia melakukan perbuatan terkutuk terhadap nona Kui Eng di kamar ini. Agaknya memang dia sengaja melakukan semua itu dengan maksud untuk menjatuhkan fitnah atas diriku kemudian, dengan menuduh aku menyembunyikan kitab dan memperkosa nona Kui Eng. Untung aku datang lebih dulu sehingga memergoki perbuatannya yang laknat itu....!

   "Louw-sicu! Jangan menuduh yang bukan-bukan terhadap sute yang sudah tidak ada! Apa buktinya bahwa dia yang menyembunyikan kitab?!

   "Memang tidak ada buktinya, totiang. Akan tetapi aku akan mencarinya, dan aku bersumpah bahwa aku akan menemukan kitab itu dan mengembalikannya kepadamu. Nah, selamat tinggal!! Tek Ciang lalu meloncat ke luar dan dalam sekejap mata saja diapun lenyap dari situ. Hong Tan Tosu ingin mencegah, akan tetapi dia maklum bahwa tidak ada di antara mereka yang akan mampu menyusul pemuda itu, apalagi menandinginya. Pula, apa alasannya untuk menahan Tek Ciang yang sudah bersumpah untuk mencari dan mengembalikan kitab? Diapun hanya dapat menyesal dan berduka, lalu menyuruh anak buahnya untuk mengurus kedua jenazah.

   Apa yang disampaikan pemuda tinggi besar yang menjadi pacar Kui Eng kepada gadis itu memang benar dan sudah menjadi rahasia para patriot yang hendak mengadakan pertemuan untuk mulai mengatur pergerakan mereka dan mengangkat seorang bengcu (pemimpin rakyat) agar perjuangan mereka dapat teratur dan tidak simpang siur. Pemuda tinggi besar itu adalah seorang pendekar muda she Kwee dari perguruan Kong-thong-pai yang bertemu dan berkenalan dengan Kui Eng dalam perantauan, di mana keduanya secara kebetulan menghadapi dan menentang gerombolan perampok yang mengganas di sebuah dusun.

   Perkenalan itu disusul dengan rasa cinta kedua pihak. Sebagai seorang pendekar muda yang penuh semangat mendukung gerakan para patriot yang hendak menumbangkan kekuasaan penjajah, sebentar saja Kwee Cin Koan, demikian nama murid Kong-thong-pai itu, memperoleh kepercayaan di antara para tokoh patriot dan karena itu, tidak mengherankan kalau dia menerima tugas menghubungi Gan-ciangkun melalui sepucuk surat. Dan tidak aneh pula kalau Cin Koan mengoperkan tugas itu kepada Kui Eng, kekasihnya yang agaknya tidak mempunyai kesempatan hadir dalam pertemuan para pendekar dan patriot. Tentu saja sama sekali pendekar ini tidak pernah membayangkan bahwa kekasihnya akan tertimpa malapetaka demikian hebatnya sampai menewaskannya.

   Di sebelah selatan kota raja terdapat hutan-hutan yang cukup lebat, yang berkelompok-kelompok di sepanjang kaki Pegunungan Tai-hang-san, berbaris seperti benteng sebelah barat. Dan di antara hutan- hutan ini terdapatlah sebuah hutan yang berada di atas bukit, penuh dengan pohon cemara dan karena itu maka hutan ini dinamakan Hutan Cemara.

   Hutan Cemara tidak begitu disuka oleh binatang-binatang hutan, karena selain kurang rimbun, juga cemara tidak menghasilkan sesuatu yang dapat dimakan, buahnya tidak, daun maupun batangnyapun tidak. Karena itu hutan ini sunyi dari binatang, bahkan jarang terdapat burung-burung di situ, kecuali burung yang terbang lewat. Hutan-hutan lain yang mempunyai tumbuh-tumbuhan liar dan lebat, dengan semak-semak belukar dan rimbun, penuh dengan binatang- binatang dan para pemburu juga lebih suka berkeliaran di dalam hutan-hutan liar ini untuk berburu binatang. Pencari-pencari kayupun jarang memasuki hutan pohon cemara yang dibiarkan sunyi dan kering, jarang sekali nampak ada orang memasuki hutan ini.

   Akan tetapi justeru kesunyian hutan inilah yang membuat para patriot yang hendak mengadakan pertemuan memilih tempat ini. Tempat itu selain sunyi, juga jauh dari kota maupun dusun. Dan di sekitar pegunungan itu terdapat banyak hutan liar di mana para pemburu suka berkeliaran sehingga kedatangan para pendekar di tempat seperti itu tidak akan menimbulkan perhatian.

   Pada hari itu, tempat yang amat sunyi itu nampak ramai dengan hilir mudiknya orang-orang yang datang dari segala jurusan. Dan mereka ini adalah pendekar- pendekar dan orang-orang gagah, dapat dikenal dari pakaian dan sikap mereka. Ada pula yang berpakaian aneh-aneh dan nyentrik, berpakaian pertapa, sasterawan, bahkan ada yang berpakaian pengemis!

   Biarpun di antara mereka belum terbentuk suatu perkumpulan dan belum teratur, akan tetapi mereka semua sudah maklum sendiri dan mereka datang ke tempat itu tidak secara berkelompok sehingga tidak menyolok mata dan tidak menarik perhatian. Dan rata-rata mereka berwajah gembira karena selain menghadiri suatu pertemuan antara patriot yang sehaluan, juga mereka itu mendapatkan kesempatan untuk saling berkenalan dan bertemu dengan tokoh-tokoh yang namanya sudah lama mereka kagumi.

   Di antara banyak pendekar tua muda laki perempuan yang berdatangan ke tempat itu, kelihatan seorang pemuda berusia paling banyak dua puluh tahun, bertubuh tinggi besar dan bersikap gagah perkasa. Wajahnya selalu tersenyum, sepasang matanya bersinar-sinar dan dia kelihatan periang dan lincah jenaka. Tidak ada seorangpun di antara para pendekar yang mengenal pemuda ini dan memang tidak aneh karena pemuda ini adalah seorang tokoh baru yang belum lama berkecimpung di dunia kang-ouw dan namanya masih belum dikenal orang banyak.

   

Jodoh Rajawali Eps 52 Suling Emas Naga Siluman Eps 37 Suling Emas Naga Siluman Eps 9

Cari Blog Ini