Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen Bagian 24
"Karena itu,jadinya, kau tak pernah merasa memegang kekuasaan?" kata sang kakak. "Kau tak pernah menikmati itu" Sang adik menggeleng kepala.
"Aku tak tahu apakah kenikmatan kekuasaan-" sahutnya.
Bun Koan memandang adiknya. Katanya: "Seandainya ada banyak sekali orang yang hidup matinya, kemuliaan dan kehilangannya, kesenangan dan kesedihannya, semua berada dalam genggamanmu, semua mengandal kepadamu seorang diri, untukmu mereka bersedia menyerbu api, mengurbankan jiwa Bukankah dengan begitu kau bakal merasakan dirimu luar biasa sekali" Bukankah kau jadi bertanggung jawab" Bagaimana perasaanmu andaikata kau dapat memanggil, lalu ratusan orang menyahuti, yah kalau kau suka, dapat kau menyuruh mereka hidup. Jikalau kau membenci, dapat kau membinasakan mereka itu. Ada kau menggedrukkan kakimu, lantas langit dan bumi guncang" Bukankah itu akan membuatmu merasa dirimu besar sekali?"
Mendengar kata kata kakaknya itu, Siauw Pek berpikir: "Dilihat dari sikap kakak sekarang, pastilah sudah bahwa selama hidupnya ia telah menderita sangat. Kalau tidak, mengapa ia jadi gemar akan kekuasaan besar serta pimpinan?"
Bun Koan menghela napas. Adiknya itu tidak menjawab. ia berkata pula. "Sekarang ini keluarga Coh mempunyai kau satu satunya putra, maka itu tak lama lagi aku akan serahkan semua pengikutku kepada Kim Too Bun, untuk dengan Sepenuh tenagaku aku menunjang kepadamu supaya kau berhasil menjadi seorang besar kaum Bu Lim, supaya dengan demikian cepat kau menghadapi Seng Kiong Sin Kun"
Siauw Pek agak tak sepaham dengan kakaknya itu.
"Tujuanku hanya untuk membalaskan sakit hati, yang lainnya ialah urusan belakangan," katanya.
Tapi dengan tawar Bun Koan berkata: "Kau harus ketahui bahwa kaki tangan Seng Kiong sin Kun tersebar diseluruh negeri Sin Kun dapat memerintah atas demikian banyak pengikutnya, mestinya dia
berkepandaian tinggi luar biasa Kau bersendirian saja, mana dapat kau menuntut balas?"
Siauw Pek tertawa. "Menurut terkaan kau kakak It Tie jadinya ada didekat dekat
sekitar gunung Siong San?" tanya ia, menyimpangi pembicaraan"Aku hanyalah menerka," sahut kakak itu. "Mungkin aku keliru. It Tie kabur dengan menggondol kitab kitab pusaka yang sangat berharga, mungkin karena kitab kitab itu, timbullah ketamakannya. Maka juga dia telah mendurhakai terhadap Seng Kiong Sin Kun-.." Sampai disitu, Su Kay Taysu campur bicara
"Jikalau It Tie berhianat terhadap Seng Kiong sin Kun, apakah itu bukan berarti dia menanam dua permusuhan, hingga didepan dan dibelakangnya dia ada seterunya?" tanya pendeta beribadat itu.
"Dengan demikian, walaupun dunia ada besar lebar sebagaimana
adanya ini tapi tak ada tempat lagi dimana dia dapat berdiam diri."
"Hm" sinona memperdengarkan suara tawarnya. "Dunia begini luas dimana saja orang dapat menyembunyikan dirinya. Umpamakata aku menjadi dia, akan aku pilih sebuah kota besar dan ramai dimana akan aku tempatkan diriku. Akan aku salin rupa dan wajahku, untuk aku hidup menyendiri, guna meyakinkan pelajaran pelajaran istimewa dari kitab kitab pusaka itu. Aku percaya tanpa tiga atau lima tahun aku akan sudah berhasil memahami semuanya dengan sempurna, hingga selanjutnya aku dapat pulang ke Siong San guna merampas kembali kekuasaan ketua partai, guna bangun mengangkat diri, untuk menghadapi Seng Kiong Sin Kun, buat merampas pengaruh si Raja Sakti itu, supaya aku menjadi jago tunggal didalam dunia ini. Bukankah itu mudah?"
Siauw Pek kagum berbareng heran buat pikiran kakaknya itu.
"Pernah aku menempur sembilan tiangloo," berkata ia mencari penjelasan, "mereka itu mempunyai masing masing kepandaian yang istimewa maka itu buat It Tie merampas kekuasaan partai, buat ia menaklukkan kesembilan tiangloo, itulah sulit sekali."
"Seorang diri adikku menempur sembilan tiangloo, bagaimanakah kesudahannya?" Bun Koan tanya.
"Kesembilan tiangloo belum mengeluarkan seluruh kepandaiannya, dan Su Kay Taysu senantiasa mengalah, karena itu kesudahannya aku beruntung keluar sebagai pemenang," sahut Siauw Pek terus terang. Ia tidak menyebutkan bahwa ia tidak menggunakan goloknya, belum sampai ia memakai golok yang ampuh itu. Bun Koan tertawa dingin"Mana mungkin orang menempur tetapi bermain mengalah?" katanya. "Pastilah itu disebabkan mereka tak berdaya untuk mengalahkan kau maka mereka mengambil sikap menolak perahu menuruti aliran air, hingga nampaknya mereka mengalah"
Berkata begitu, Nona Coh segera berpaling kepada Su Kay Taysu.
"Apakah kitab kitab pusaka yang dibawa kabur itu memuat ilmu ilmu luhur yang istimewa?" ia tanya pendeta itu.
"Itulah tujuh puluh dua ilmu silat istimewa dari Siauw Lim Pay," sang pendeta rada likat.
"Dan taysu, berapa macamkah diantara ilmu ilmu silat itu yang taysu dapat menguasai?" si nona tanya pula tanpa sungkan sungkan.
"Ilmu silatku sangat terbatas," jawab Su Kay. Dia bersangsi sejenak. lalu dia menambahkan. "Yang dibawa buron It Tie sama sekali sembilan belas jilid, diantara sembilan belas macam itu, loolap baru mempelajari tiga rupa, walaupun demikian, loolap masih belum mencapai kesempurnaan."
"Telah lama aku dengar ilmu silat Siauw Lim Sie banyak rupa dan perubahannya," berkata pula si nona, "dengan berpangkal kepada kepandaian taysu, maka tak sukarlah akan menerka kepandaian tiangloo tiangloo yang lainnya. Hanyalah, tak tahu bagaimana dengan bakat It Tie?"
"Dia berbakat baik sekali," su Kay akui. Jikalau tidak, tidak nanti suheng Su Hong sangat menyayanginya."
"Kalau begitu, untuk mempelajari belasan kitab itu, dia cuma membutuhkan tempo beberapa tahun saja" berkata si nona. "Selewatnya beberapa tahun, pastilah dia mampu untuk mengalahkah kesembilan tiangloo..."
Paras si pendeta menjadi pucat. "Nona benar," ia mengakui. "Nona cerdas sekali." Bun Koan tertawa tawar.
"Jikalau It Tie dapat mengalahkan kesembilan tiangloo," katanya, "dia pasti segera merampas kembali kekuasaannya. Siauw Lim Pay mempunyai demikian banyak murid, tak usah dijerikan lagi untuk menghadapi Seng Kiong sin Kun. Bukankah berkuasa sendiri jauh terlebih baik daripada It Tie berlindung kepada seng Kiong Sin Kun dan buat selama lamanya hidup dibawah perintah orang ?"
Su Kay berdiam, akan tetapi otaknya bekerja. Makin lama makin ia menghargai si nona, yang berpikir tajam dan luas, yang berpandangan jauh. Benarlah apa yang dibilang nona itu.
"Nona ini cerdas tak dibawahnya Nona Hoan," pikirnya. "Dia pula
sangat teliti. Dengan dia pandai silat, dia sungguh liehay..."
Karena ini, sendirinya hati Su Kay menjadi tidak tenang. Sungguh celaka kalau It Tie dapat dibiarkan hidup merdeka selama beberapa tahun hingga dia memperoleh kesempatan mempelajari isi semua sembilan belas kitab pusaka itu.
Sementara itu perjalanan dilanjutkan terus, pada suatu hari
tibalah mereka di kaki gunung Siong san yang tersohor itu, gunung
yang menjadi pusat partai Siauw Lim Pay atau kuil Siauw Lim Sie
Gunung Siong San terpecah dua, ialah Thay Sit San disebelah timur dan Siauw Sit San di sebelah barat. Thay Sit San disebut juga Gwa Hong. Gunung itu letaknya disebelah utara kecamatan Teng Hong, propinsi Holam (Honan).
Tatkala itu sudah tengah malam, jagat sunyi dan gelap. Dikaki
bukit itu ketujuh kiamsu sudah siap menanti perintah pemimpinnya.
Bun Koan melihat letak gunung, setelah itu ia memberikan perintahnya buat orang orangnya membagi diri, buat mendaki
dengan berbareng, guna mencari It Tie Taysu, si ketua murtad dan
durhaka dari Siauw Lim Sie atau Siauw Lim Pay. Biar bagaimana, Su
Kay Taysu toh bersangsi bahwa It Tie masih ada digunung itu.
"Nona," tanyanya, tertawa hambar, "apakah nona benar benar merasa pasti bahwa It Tie masih belum meninggalkan gunung Siong San?"
"Keadaan kita sekarang ini bagaikan permainan catur, sulit untuk menerka pasti," sahut Bun Koan- "Aku juga hendak bekerja sekuat tenagaku, guna mengadu untung"
"Gunung Siong San atau Siauw Sit San ini, luas seratus lie lebih," berkata pula sang pendeta. "Dan tempatnya yang lebat dimana orang dapat menyembunyikan diri sangat banyak jumlahnya. Umpama benar It Tie berada di sini, tanpa petunjuk jalan, mana bisa kita mencarinya" Seharusnya kita mencari orang yang kenal baik keadaan disini..."
"Yang mengenal baik tempat ini hanyalah taysu sendiri" berkata sinona terus terang.
Su Kay terkejut, cepat sekali ia berkata di dalam hati: "Aku menjadi murid Siauw Lim Sie, mana dapat aku membantu orang lain merampas kitab pusaka partaiku..." karena ini ia berdiam, matanya mengawasi tanah.
Siauw Pek tidak menghendaki adanya bentrokan diantara kakaknya dan pendeta itu. ia menghela nafas, lalu ia berkata^ "Kakak... baiklah kakak ketahui, kitab pusaka itu adalah milik Siauw Lim Pay."
"Aku tahu itu" sang kakak memotong, "memang itulah kitab kitab tanpa pemilik"
"Siauw Lim Pay bekerja sama dengan kita dia kawan serikat kita..." kata Siauw Pek.
"Memang sekarang kitalah sahabat sahabat" Nona Coh memotong pula. "Tetapi dahulu, ketika orang menyerbu dan
membasmi Pek Ho Po, diantara para penyerbu itu ada orang orang Siauw Lim Sie"
"Itulah perbuatan It Tie seorang," berkata sang adik, "kita harus mencari It Tie untuk berhitungan dengannya, tak usahlah kita mencari kitab kitab milik Siauw Lim Pay itu..."
"Kau belum tahu" berkata sang kakak, "kitab kitab pusaka itu amat berbahaya bagi kita. Jika kitab dimiliki It Tie, kelak di belakang hari, dia dapat pakai kepandaiannya itu untuk menentang kita Sebaliknya, kalau kita yang mendapati, buat kita besar faedahnya dalam usaha kita mencari balas"
Siauw Pek dapat mengakui kebenaran pendapat kakak itu, tetapi ia toh berkata: "kakak aku berhasil memiliki rangkap dua dua kepandaian Thian kiam dan Pa Too, bahkan paling belakang ini telah aku insyaft kemurniannya, karena itu, didapatnya kitab kitab Siauw Lim Pay itu bagiku tak ada gunanya"
"Hmmm" Bun Koan memperdengarkan suaranya yang dingin,
"kau masih sangat muda, apa yang kau pikirpun terlalu sederhana"
Siauw Pek bingung dan masgul sekali. Tahulah ia bahwa kesan kakaknya terhadap Su Kay Taysu buruk sekali, sudah mendalam, dan itu bahaya kalau kesan itu tidak lekas lekas disingkirkan, bahkan itu akan menambah buruk...
"Kakak." katanya kemudian, sabar sekali, "kakak mempunyai rencana atau pikiran apa yang sempurna" coba tolong kakak tuturkan untuk membuka hatiku yang cupat..." Kakak itu tertawa tawar.
"Tidak ada rencana atau pikiranku yang sempurna" sahutnya. "Aku ingin mendapatkan kitab kitab pusaka Siauw Lim Sie itu guna memakainya mengekang murid murid Siauw Lim Pay, guna memerintahkan mereka itu maju di depan, supaya pertempuran mereka melawan Seng Kiong Sin Kun membuat Sin Kun lemah, dan untuk akhirnya kitalah yang menempurnya secara memutuskan, guna menunaikan pembalasan kita "
Siauw Pek semua mengawasi nona itu, yang pikirannya sempurna dan tak ada bagiannya yang dapat dicela itu.
Adalah Su Kay Taysu, yang kagum berbareng mendongkol. ia
tertawa dingin dan berkata: "Nona, pikiranmu ini sempurna sekali "
"Dendam kesumat besarku ini membuat kami tak dapat bersama sama musuh hidup dikolong langit," berkata si nona, "karena itu, saking terpaksa, aku harus mengambil segala macam daya upaya yang muncul dalam benak pikiranku"
Dengan sungguh sungguh, pendeta itu berkata pula. "Walaupun
terpaksa, cara yang digunakan harus cara yang berterus terang..."
Dengan tawar Bun Koan kata, "Ketika dahulu hari orang menyerang Pek Ho Po, kami dikepung dan dibUnuh bUnuhi bukan oleh orang orang yang berlaku terus terang, bukan oleh bangsa laki laki sejati. Apa yang kami akan lakukan sekarang ini ialah kami cuma menelad contoh orang orang busuk dan jahat itu " Su Kay Taysu bungkam.
"Luar biasa keras hatinya nona ini hingga keputusannya sukar
diubah," katanya didalam hati. "Tak dapat ia diajak bicara..."
Tepat tengah si pendeta berpikir itu, telinga mereka mendengar suara tindakan kaki dari beberapa orang. Walaupun suara itu sangat perlahan tetapi Siauw Pek dan Su Kay Taysu tahu baik, itulah suara serombongan orang orang yang biasa keluar malam, yang tengah mendatangi.
Siauw Pek lalu mengulapkan tangannya.
"St, perlahan" katanya hampir berbisik. "Ada serombongan orang tengah mendatangi kemari, entah apa maksudnya, maka itu mari kita bersembunyi dahulu, sesudah kita melihat jelas, baru kita memikir buat bertindak."
Semua orang setuju, semua segera lari menyembunyikan diri diantara semak semak rumput ditepi jalan.
Siauw Pek bersama kakaknya bersembunyi dibelakang sebuah pohon besar.
Didalam tempo yang pendek tampak tibanya beberapa puluh orang, yang semua berhenti dikaki gunung Siong San itu. Paling belakang terdapat sebuah joli yang digotong dua orang wanita dengan kaki kaki yang besar dan tubuhnya kekar. Malam sunyi sekali. semua orang itu berdiri diam.
Seorang yang bertubuh jangkung kurus, mendekati joli dengan
tirainya yang hijau. Dia menjura kea rah joli itu seraya berkata:
"Lapor kepada Hoa Siang Sudah sampai dikaki gunung Siong San"
Bun Koan terperanjat mendengar disebutnya nama Hoa Siang itu, tanpa merasa tubuhnya menggigil sejenak. Siauw Pek sebaliknya melengak.
"Nama Seng Keng Hoa Siang pernah kudengar," bilangnya.
Bun Koan berbisik: "Seng Kiong Hoa Siang bukanlah hanya satu orang"
Dari dalam joli terdengar satu suara wanita yang halus tetapi nyaring: "Sin Kun telah membilang pasti, It Tie masih belum meninggalkan gunung Siong San, maka itu mengertilah kamu, sejak saat ini, jikalau sampai It Tie dikejar lolos, kamu semua adalah bagian mati"
Mendengar suara Hoa Siang itu, Siauw Pek berpikir: "Nyatalah pikiran Sin Kun sama dengan terkaan kakakku "
Tengah berpikir begitu, tiba tiba ia melihat tubuh kakaknya itu bergemetar, maka ia menjadi heranBun Koan merasa bahwa adik itu mengetahui ia terkejut, segera ia menggenggam tangan sang adik sambil ia berbisik: "Perhatikan musuh. Jangan bicara "
Siauw Pek mengangguk. Ia heran pula sebab ia merasa tangan kakaknya itu dingin. "Kakak gagah dan pintar, apa benar dia begini jeri terhadap Hoa Siang ?"pikirnya.
Sementara itu tampak sijangkung kurus mengulapkan tangannya, atas mana beberapa puluh orangnya Hoa Siang itu segera pergi dengan memencar diri, mencari pelbagai jalan naik, untuk terus mendaki.
Kembali pemuda ini heran- Ia mendapat kenyataan puluhan orang itu mempunyai masing masing ilmu ringan tubuh yang mahir, maka itu nyatalah mereka bukannya sembarangan orang
Bun Koan juga rupanya merasa seperti Siauw Pek mengenai kepandaian orang orang Hoa Siang itu, bahkan diluar dugaan sang adik, sekonyong konyong ia memperdengarkan bentakannya: "Berhenti"
Didalam kegelapan dan kesunyian, bentakan itu terdengar nyata diseluruh kaki gunung itu, bahkan semua orang Seng Kiong Hoa Siang terkejut, hingga serempak mereka itu menghentikan lari mereka. Semua menoleh mengawasi kearah dari mana bentakan itu datang.
Selagi Siauw Pek keheran heranan, juga wanita didalam joli itu tak kurang terkejutnya, dengan satu singkapan tangannya, dia mementang tenda jolinya, hingga tubuhnya segera tampak. Hingga terlihat dialah seorang wanita setengah umur.
"Siapa disana ?" terdengar dia membentak menanya.
Dengan pedang ditangan, Bun Koan keluar dari tempatnya bersembunyi, dengan nyaring ia menjawab memperkenalkan dirinya terus terang. "Kamilah Coh Bun Koan dan Coh Siauw Pek. kakak beradik dari Pek Ho Po"
Wanita itu menjejakkan kakinya, lalu kedua wanita yang menggotong joli menurunkan jolinya itu, setelah mana dengan pesat dia melompat turun, untuk berdiri ditengah jalan tanjakan. Dia melihat kelilingan.
"Mana Coh Siauw Pek?" dia tanya. Didalam gelap. dia tak dapat melihat tegas kepada pemuda she Coh itu.
Siauw Pek maju kedepan, untuk berdiri berendeng dengan kakaknya itu.
"Disinilah dua saudara Coh" ia menjawab sabar.
Dengan mata bersinar, wanita itu mengawasi si anak muda.
"Apakah benar kau Coh Siauw Pek ketua dari Kim Too Bun yang baru dibangun itu?" dia tanya menegasi.
Siauw Pek mengangguk. "Benar" sahutnya. "Anda siapakah?" "seng Kiong Hoa siang" sahut si wanita itu singkat dan tawar. "She nama anda?" Siauw Pek tegaskan, dinginDengan sikap tawar, wanita itu menjawab. " orang Seng Kiong biasanya tak memberitahukan she dan namanya " Berkata begitu, dia memandang kesekitarnya, terus dia berkata pula. "Diantara kalian masih ada beberapa sahabat lagi, kenapa mereka itu tak sekalian memperlihatkan diri?"
Ban Liang segera keluar dari tempat sembunyinya. ia diturut oleh Su Kay Taysu, Oey Eng dan Kho Kong serta keempat pengikut Bun KoanSeng Kiong Hoa siang mengawasi dengan tajam. Dia seperti menimbang nimbang berapa tinggi, atau berapa liehay, ilmu silat rombongan Siauw Pek itu. Kemudian dengan dingin juga, dia
berkata. "Taysu itu tampak bukan seperti sembarang orang,
rupanya taysu adalah dari pihak Siauw Lim Sie dan ternama besar"
Mulanya Su Kay melengak. tetapi lekas dia menjawab. "Loolap. Su Kay"
"Nah, benar juga pendeta luhur dari huruf Su" berkata wanita itu. "Maaf aku kurang hormat "
Bibir su Kay bergerak, akan tetapi dia batal membuka mulutnya.
Hoa Siang sementara itu segera mengulapkan tangannya seraya berkata, "Pat siang Sie turut aku menyambut musuh. Yang lainnya
semua tetap mencari It Tie. Jikalau ada orang yang merintangi, bunuh saja "
Menyusul suara itu, muncullah delapan orang yang bergerak sebat bagaikan bayangan, yang memernahkan diri dikedua sisi wanita itu, sedangkan semua orang yang lainnya bergerak untuk melanjutkan mendaki gunung.
Delapan orang itu ialah yang disebut "pat sia ngSie", yaitu delapan (pat) pengiring atau pengikut (siang-Sie) .
Bun Koang tertawa dingin melihat aksi si wanita.
"Apakah kau sangka, dengan mengandalkan delapan orang mu itu, keselamatanmu akan terjamin?" tanyanya.
Seng Kiong Hoa siang tertawa terbahak bahak.
"Telah punco dengar halnya Kiu Heng Cie Kiam adalah ilmu yang luar biasa sekali, sekarang kebetulan kita bertemu disini, ingin aku belajar kenal dengannya" katanya jumawa.
Paras Bun Koan nampak berubah, sambil menghUnus
pedangnya, ia bertindak majU, untuk menghampiri lawan itu.
"Kakak, tunggu" Siauw Pek mencegahnya. "Berilah pembukaan ini pada adikmu"
Bun Koan berkata perlahan: "Hendak aku melihat dahulu kepandaian dia ini..." Lalu ia memperCepat langkahnya.
Hoa Siang tertawa pula. "Punco cuma mau melihat Kiu Heng Cie Kiam" kata dia. "Jikalau bicara dari hal kepandaian, tak usahlah punco yang turun tangan sendiri"
Bun Koan tidak menghiraukan orang mengejeknya.
"Aku kuatir kau tak dapat berpikir banyak lagi" katanya seraya terus menikam dada lawanHoa siang tertawa tawar, terus sebelah tangannya diulapkan.
Atas itu majulah seorang dengan pa kaian hijau, menyambut Nona Coh.
Bun Koan melihat orang majU tanpa senjata, ia tidak
mempedulikan, terus ia memutar pedangnya, untuk membabat.
orang berbaju hijau itu melompat mundur, akan berkelit, habis itu, dia maju pula seraya menyerang. Dia mengarah lengan kanan Bun Koan- Itulah serangan pembalasan yang lihay.
Dengan Cepat Bun Koan berpikir: "Pantas dia cuma meninggalkan delapan orang pengiringnya, kiranya mereka ini liehay semuanya" Berpikir demikian, habis mengelit tangannya itu, iapun mengulangi serangannya. Menikam lawan
orang itu berkelit. seperti tadi, habis berkelit dia membalas menyerang pula. Kali ini, dia menukar tangannya. Tak tampak pertanda bahwa dia suka mengalah. Dengan begitu bertempurlah mereka berdua. Dengan cepat, lima jurus telah lewat
Mendadak dari kiri gunung terdengar suara bentrokan senjata yang nyaring, dibarengi dengan bentakan bentakan. Dibawa sang angin suara itu terdengar jelas sekali
Mendengar suara itu, Siauw Pek menghunus pedangnya sambil
berseru: "Kakak. silahkan mundur Serahkan mereka ini kepadaku"
sepasang alis kakak itu terbangun, nampak dia menjadi sangat bengis.
"Siauw Pek. dengar" katanya nyaring. Dia pun tak menyebut "adik" lagi, langsung namanya saja, "lebih dahulu kau bekuk seng Kiong Hoa Siang ini Dia sangat bersangkut paut dengan sakit hati ayah kita. Biar bagaimana, jangan biarkan dia lolos"
Siauw Pek melengak. Dia berpikir: "Pantaslah selekasnya melihat Hoa Siang, sifat kakak jadi bengis luar biasa Kiranya dia ini bersangkut paut dengan kematian ayahku"
Tapi tak lama ia berpikir, mendadak saja darahnya menjadi bergelora. Maka sambil berseru seraya melompat pada wanita setengah umur itu ^
Justru sianak muda maju, dua orang berbaju hijaupun berseru berlompat menghadang
orang yang disebelah kiri adalah siorang jangkung kurus. Dialah pemimpin dari Pat siangSie. Dia bersenjatakan thie cio, besi cagak tiga dengan ujung tajam, hitam berkilau.
Siauw Pek bagaikan telah dipalu kakaknya rasa sakit hatinya membuatnya panas sekali, maka kali ini, ia menjadi beda dari pada biasanya. Dengan hati panas, lenyaplah sabar "Mundur" ia membentak bengis seraya ia menyerbu kedua orang berbaju hijau itu
Kedua orang itu terkejut, apalagi yang di sebelah kanan, di dalam segebrakan saja segera memperdengarkan jeritan kesakitan. itulah sebab pedang Thian Kiam telah mengenai lengannya, hingga senjatanya jatuh seketika.
Lawan yang dikiri terkejut, tetapi dia gesit dia lekas menarik kembali lengannya, maka selamatlah lengannya itu. Dia pula tabah dan berani, selekasnya bebas dari ujung pedang dia menyerang pula. Dia tak menghiraukan bahwa kawannya sudah terluka.
Siauw Pek terkejut juga . Diluar dugaannya orang ini demikian berani dan gesit. Segera dia berkelit.
Menyaksikan pertempuran itu Ban Liang berseru, "Mari" Ia pula mendahului berlompat maju. ia segera diturut Oey Eng dan Kho Kong serta empat pengikutnya Bun KoanMelihat majunya semua orang Kim Too Bun itu, Su Kay Taysupun tidak tinggal diam, ia segera turun tangan, maka didalam tempo sekejap ramailah pertempuran di kaki gunung itu. Masing masing orang mencari lawannya sendiri.
Seng Kiong Hoa Siang masih belum turun tangan, dia menonton dengan sangat, perhatian penuh. Hati pemimpin wanita ini guncang
juga mendapat kenyataan semua musuh liehay sekali. sedangkan dipihaknya jumlahnya cuma delapan orang. Hingga mereka itu segera terdesak.
Selagi bertempur itu, kembali terdengar suara nyaring dari nona Coh. "Malam yang panjang banyak impiannya, tak dapat kita ayal ayalan- Adikku, lekas kau maju membekuk Hoa Siang"
Tapi seruan Bun Koan itu disambut tawa Hoa Siang, yang terus berkata keras. "oh Coh Bun Koan yang baik. Alasan apakah kau punyai maka kau menuduh punco bersangkut paut dengan sakit hati ayah kamu?"
"Berdasarkan suara bicaramu"
Hoa Siang nampak terkejut, hingga dia tercengang. cuma
sekejap. dia tertawa nyaring. "Punco tidak mengerti..." dia berseru.
Suara itu diputuskan bentakan Siauw Pek. Pemuda itu yang menjadi garang luar biasa, telah membuat kutung lengan kanannya salah seorang pengiring Hoa Siang Hoa siang kaget sekali, mukanya jadi pucat.
"Dengar" teriaknya segera "Tong Tiat Jie Nio, maju..Bereskan bocah itu"
"Tong Tiat Jie Nio" berarti "dua wanita Djie nio) kuningan (tong) dan besi (tiat)". Nyatalah mereka adalah kedua wanita tukang gotong joli itu. Karena perintah itu, keduanya lantas mencabut dua palang gotongan joli, dan dengan bersenjatakan itu mereka maju kepada Siauw Pek. jadi merekalah yang bernama Tong Nio dan Tiat Nio.
Melihat majunya dua orang itu, Siauw Pek berpikir "Mungkinkah mereka ini jauh terlebih liehay daripada para siangSie?" Tapi selagi berpikir itu, ia menyambut dan menyerang terlebih dahulu
Kali ini Tay Pie Kiam Hoat tak lagi digunakan seperti biasanya yaitu ayal ayalan-sebaliknya kali ini pedang itu menjadi gesit luar biasa. Didalam satu atau dua gebrakan, Tong Tiat Jie Nio hendak segera dikurung, tak peduli mereka berdUa liehay sekali.
Kedua wanita itu bermuka kuning dan hitam itulah rupanya yang membuat mereka memperoleh nama atau sebutannya itu. Mereka bisa bekerja dengan rapih, ialah satu menjaga, lainnya menyerang, atau sebaliknya. Mereka mencoba mendesak.
Selagi pertempuran itu berjalan mendadak terdengar Bun Koan berseru. Nyatalah sinona telah berhasil menikam lawannya. Tapi, diluar dugaannya, lengan kirinya juga tergores ujung thie cio lawannya, yang tak kalah liehaynya.
Tanpa menghiraukan lukanya, Bun Koan menendang roboh lawannya itu.
"Kakak, lekas mundur dan beristirahat" Siauw Pek berseru. "Serahkan mereka kepadaku"
Tapi sang kakak membentak: "Jangan banyak omong Lekas bertempur dan meneruskannya." Dan habis membentak itu, ia lompat ke arah Hoa siang Wanita setengah umur itu tertawa lebar, suaranya tawar.
"Kau cari mampus sendiri. Jangan kau sesalkan punco" serunya. Dan dia menyambut Nona Coh dengan tusukan jari tangannya
JILID 47 Bun Koan tidak tahu lawan menggunakan tipu apa, tetapi ia sudah nekad, ia tidak menghiraukannya, maka ia maju terus sambil menabas dengan pedangnya.
"Hai, wanita galak" Hoa Siang berkata tawar sambil dia berkelit, terus dia menyerang lengan kanan si nona. Dia liehay sekali. Dia gesit dan berani.
Melihat majunya sikakak. Siauw Pek bingung juga. Inilah sebab Tong Tiat Jie Nio benar benar liehay, mereka dapat berkelahi bersama untuk melibatnya.
Dilain pihak. lawan Ban Liang berimbang dengannya. Sebaliknya Oey Eng dan Kho Kong mereka kalah setingkat, akan tetapi dua suadara ini berkelahi dengan semangat penuh.
Su Kay Taysu dapat melayani lawannya, hanya ia tidak berkelahi dengan sungguh sungguh. Sebabnya ialah dia ragu ragu terhadap Bun Koan, karena nona Coh telah mengatakan terus terang hendak merampas kitab kitab pusaka Siauw Lim Sie. Mana dapat dia membantu sinona karena merampas kitab kitabnya itu sendiri" oleh karena ia berkelahi dengan setengah hati, pat siangsi menjadi tak mudah terkalahkan lekas lekas. Lagi lagi terdengar tawa Seng Kiong Hoa siang. Tawa itu tak sedap didengar Siauw Pek.
Sambil tertawa dia mendesak Bun Koan- Liehay jeriji tangannnya,jari itu dapat menoel lengan kiri nona Coh yang tadi terlukakan senjata lawannya yang semula.
"Kau Liehay" seru Hoa siang sambil merangsek.
Terserang lengan kirinya itu, Bun Koan bermandikan peluh. Ia merasakan nyeri pada lengannya itu, yang segera saja bagaikan mati menjadi kaku. Tapi ia menguatkan hati, ia nekad, ia menyerang terus dengan tangan kanannya
Hoa Siang heran orang demikian tangguh, sehingga ia mesti lompat kesisi kanan.
Pada saat itu, Siauw Pek dibikin gusar oleh Tong Tiat Jie Nio, sebab pedangnya tak sanggup merusak senjata kedua lawan itu. Senjata mereka bukannya kayu tapi besi istimewa, sampai tak mempan pedang.
Dalam panas hatinya, sianak muda berseru: "Ban Huhoat, golok"
Ban Liang terkejut mendengar suara sianak muda. Tapi ia mengerti keadaan. Tanpa sangsi lagi, ia berlompat mundur meninggalkan lawannya, untuk menghampiri ketuanya itu,
selekasnya ia menginjak tanah, ia menghunus Pa Too, yang terus dilemparkan pada pemiliknya.
Siauw Pek menyambut golok ampuhnya, setelah mana ia berseru nyaring sekali.
"Aduh" terdengar jeritan Tong Tiat Jie Nio saling susul. Itulah jeritan tertahan sebab keduanya segera roboh terguling, karena kepala mereka tertabas sebatas leher, darahnya muncrat berhamburan- Mereka terbinasa bagaikan tanpa merasa sebab mereka tak melihat bagaimana bekerjanya Toan Hun It Too selekasnya Siauw Pek lompat menyambut goloknya.
Aksi Siauw Pek membuat musuh kaget sekali, hingga serempak mereka itu berhenti berkelahi, semua mengawasi ketua dari Kim Too Bun itu.
Ban Liang dan yang lainnyapuntak menjadi kecuali. Semua mata diarahkan pada golok ampuh itu
Sementara itu, bagaikan tak ada yang melihatnya Siauw Pek sudah berada didepan Seng Kiong Hoa Siang, hingga mereka itu berdua terpisah satu dengan lain cuma sejarak enam kaki. Muka Siauw Pek merah padam mengawasi wanita setengah umur itu
Hoa Siangpun mengawasi tajam, tapi matanya bagaikan medelong, sedang mukanya pucat pasi. Sebab diapun kesima oleh gerakan Pa Too
Selagi mata kedua belah pihak bagaikan bentrok satu dengan lain, karena masing masing sinarnya yang tajam dan bengis, mendadak mata Siauw Pek bergerak. menyusul mana tangannya yang memegang golok bergerak pula.
Hoa siang kaget sekali. Ia menerka tentulah musuh hendak menyerangnya. Maka ia segera mendahului berlompat berkelit. Walaupun begitu, dia tidak diam saja, dia terus menggerakkan kedua tangannya untuk menyerang lawan
Bun Koan telah menyaksikan liehaynya Pa Too, ia terkejut. Tanpa merasa, ia menyerukan adiknya. "Jangan habisi dia"
Siauw Pek mendengar suaranya kakak itu, hampir ia menggerakkan goloknya. Syukur ia dapat berlaku cepat, sembari batal menyerang, ia berlompat mundur
Justru itu, satu sinar kuning emas berkelebat kearah Seng Kiong Hoa Siang, pada saat dia menyerang Siauw Pek. Serangan Hoa siang tak dapat dibatalkan lagi, walaupun serangan itu tak mengenai sasarannya. Dilain pihak sinar kuning emas itu, ialah Kiu Heng Cie Kiam tak terelakkan atau tertangkis. pedang sakit hati menancap dijalan darah eng cong dari Hoa Siang. Maka sekejap itu,
wanita setengah umur itu mati kutu. Kalau pedang tak dicabut, dia
tak dapat bergerak, sebaliknya pedang itu tak meminta jiwa orang
Habis menyerang lawan itu, Bun Koan menunjuk kepada orang orang musuh sambil ia berseru : "Adik, kalau kau belum puas, habisilah sisa sisa rombongan itu"
Nona Coh maksudkan orang orangnya Seng Kiong Hoa siang itu.
Bukan main kagetnya sisa pat siangsie, saking takutnya mereka lupa pada pemimpin mereka, lantas mereka memutar tubuh untuk lari kabur guna menyelamatkan diri mereka. Mereka jeri terhadap golok ampuh dari lawan
Melihat lawan lari, Bun Koan gusar sekali. Selama itu ia lupa pada nyeri lengannya. Sambil berseru ia menimpukkan Kiu Heng Cie Too golok mautnya "Aduh" menjerit seorang siangSie, yang roboh
terguling dan jiwanya terbang melayang. syukur buat lima yang lain,
mereka dapat kabur terus. Siauw Pek menoleh kepada kakaknya.
"Sayang kakak aku berayal, maka bebaslah mereka itu" katanya menyesaL
Sang Kakak berkata dingin : "Hari ini kau berbelas kasihan
adikku. Ingatlah lain kali kau tak dapat berbuat begini. Lolosnya
mereka berlima berarti tambah lima orang lawan yang tangguh"
Muka Siauw Pek merah. Ia jengah. Kakak itu benar. Maka ia bungkam.
Bun Koan segegra membuka tindakan lebar menghampiri Seng
Kiong Hoa Siang. Ia meluncurkan tangan kanannya, menyambar
leher baju pemimpin wanita dari rombongan Seng Kiong Sin Kun itu.
Hoa Siang tak berdaya tetapi dia sadar. Dia kaget. Mendadak dia mengerahkan tenaganya menggunakan kedua tangannya untuk menyambar lengan nona Coh
"Hm, kau cari mampus?" bentak Bun Koan gusar.
Hoa Siangpun gusar. "Jikalau kau hendak membunuh aku, bunuhlah" kata dia "Jikalau kau berani menghina punco, orang Seng Kiong tak akan melepaskanmu"
Nona Coh tertawa dingin, "aku hendak membunuh habis semua orang Seng Kiong" katanya keras dan sengit. "Tak satu jiwa jua akan aku biarkan hidup. Siapa perduli kamu hendak melepaskan aku atau tidak"
Dengan satu pengerahan tenaganya, Bun Koan membebaskan lengannya dari cengkeraman Hoa Siang, lalu dengan lain gerakan yang menyusul, ia membuka melowek leher baju orang hingga tampak sebuah leher yang putih dan halus, hingga ia merdeka menatapnya.
"Kau sangka punco merubah wajahku?" tanya Hoa Siang, "Hmm"
Bun Koan tidak menjawab, ia hanya menatap muka orang,
mengawasi dengan tajam, sedetikpun kedua matanya tak berkedip.
Siauw Pek bertindak mendekati kakaknya itu. "apakah kakak menerka wajah dia telah dirubah oleh Seng Kiong Sin Kun?" ia bertanya kepada sang kakak.
Dengan paras yang bengis, Bun Koan menggelengkan kepala. Ia menjawab keren "Dia ini tak mengubah atau diubah wajahnya, akan
tetapi rasanya kita pernah melihatnya. Hanya karena lamanya sang
waktu, sekarang aku sudah lupa, sulit buat mengingat ingatnya."
Siauw Pek heran hingga ia melongo. Iapun menatap orang tawanannya itu sambil ia mengasah otaknya. Tak dapat ia ingat
dimana ia bertemu atau menemukan orang semacam wanita setengah umur ini.
Bahu Seng Kiong Hoa siang masih tetap tertancapkan pedang Kiu Heng Cie Kiam dan darahnya masih mengalir terus, karena lukanya itu, dia telah kehabisan tenaga. Dia menahan rasa nyerinya hingga selain darahnya itu, dia juga bermandikan peluh pada dahi dan mukanya. Dia telah memikir untuk menghabiskan jiwanya tetapi belum ingin dia mewujudkan itu. Dia masih mengharap datangnya ketika baik guna meloloskan diri. Siapa tahu kalau ada datang pertolongan"
Tiba tiba Bun Koan menggertakkan giginya, sedangkan matanya terbuka lebar, kedua biji matanya itu merah membara. Tiba tiba dengan dua jari telunjuknya dia menyentil pedangnya yang menancap dibahu musuh, hingga pedang itu berbunyi nyaring.
Jalan darah eng cong yang tertancap pedang itu disebut juga jalan darah siang hiat hay, adanya ditetek kiri, satu cun enam hun diatasan tetek itu. Dan pedang itu nancap dalam sampai tiga cun (dim). Karena sentilan itu, yang membuat pedang bergerak. Hoa Siang merasai nyeri yang bukan buatan, hingga dia menjerit keras dan pingsanSiauw Pek gagah dan hatinya kuat akan tetapi tak tega dia melihat penderitaan Hoa Siang, hingga hatinya berdenyutan"Kakak....." katanya
Bun Koan gusar, dia menegur keras "Percuma kau memiliki ilmu silat yang lihay. Terhadap musuh besar, mengapa kau tak bersakit hati" Hmm, hendak aku lihat kalau nanti kau sudah mati, kau mempunyai mUka atau tidak menemui orang tua dan saudara kita dialam baka"
Siauw Pek diam melongo, mukanya pucat. Hebat teguran kakak itu. Lalu dahinya mengucurkan pelUh. Lekas lekas ia tunduk. Tak berani ia menentang kakaknya itu.
Bun Koan mengawasi pula lawannya. Ia menggerakkan sebelah tangannya, menepuk tubuh orang yang telah jatuh dan rebah terkulai. Hanya sebentar, Hoa siang sadar perlahan lahan"Kau she apa?" tanya Bun Koan bengis.
Muka Hoa Siang basah dengan peluhnya, napasnya memburu.
"Kenapa kau tidak mau membunuh punco?" tanyanya. Dia tidak
menjawab. Bahkan dia mengawasi bengis. Nona Coh tertawa dingin.
"Kau harus dibunuh, itulah bagianmu" katanya. "juga mudah untuk membunuh mu. Membunuhmu bukanlah urusan terlalu penting. Kau tahu, seratus lebih jiwa orang Pek Ho Po mati tidak karuan"
Hoa Siang melengak. hanya sebentar, kemudian dia menengadah
langit, terus dia tertawa dingin. Nyaring tawanya itu Hingga
terdengarlah kumandangnya diantara gunung dan lembah lembah.
Su Kay Taysu dan Ban Liang bersama mengawasi saja, hati mereka berdenyutanItulah suatu pemandangan yang hebat. Bagaimana nasibnya Hoa Siang" Apakah tindakan selanjutnya dari nona Coh, yang seluruh dirinya dikuasai sang amarah" Selang sesaat, terdengar suara bengis dari Hoa Siang.
"Jikalau punco tidak bicara terus terang, tak puas hatiku" katanya nyaring. "Dan kau pun tentu sama tak puasnya. Nah, kautanyalah akan aku jawab kau"
"Hm" Bun Koan tertawa dingin. "Kau benar. Untukmu mencari jalan mampus sama sukarnya"
Hening sedetik. Lalu puteri almarhum Coh Kiam Pek bertanya, suaranya tetap dingin "Kau she apa" Dan siapa namamu?"
Siauw Pek terCengang sejenak. lalu segera dia menyela. "Ingat, tak dapat kau mengarang Cerita dan mengaco belo"
Hoa siang berani sekali. Dia menahan rasa nyerinya. "AKu beritahu kepadamu" sahutnya. "Aku Teng So Keng"
"Ha, benar benar kau" seru Bun Koan- ia tertawa. "Seharusnya dapat aku menerka siang siang?"
Siauw Pek berpikir : "Teng So Keng Nama ini rasanya pernah aku
dengar...."
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Segera terdengar suara Bun Koan- "Dia ini adalah saudara seperguruan dari ibu kita. Pada kira kira sepuluh tahun yang lalu, dia pernah datang ke Pek Ho Po. Tatkala itu kau masih terlalu kecil
adikku...." Sepasang alis sianak muda bergerak. SEkarang ia ingat, pada suatu hari pada masa keCilnya itu, pernah kakaknya ini menuntunnya mengajak main main diluar dusun, ketika itu ada datang seorang wanita yang mencari ibunya. Menurut ibunya, wanita itu adalah saudara seperguruan sang ibu. Yang lainnya, tidak ia ingat lagi.
sepasang mata tajam dari Bun Koan bagaikan pisau belati mengupas wajah Teng So Keng.
"Aku tanya kau" tanyanya pula, tawar dan bengis : "Seng Kiong Sin Kun sipengacau dunia Kang ouw itu, orang macam apakah dia sebenarnya?"
Paras So Keng tersungging senyuman hambar.
"Seng Kiong Sin Kun?" dia balik bertanya, suaranya mencemoohkan. "Banyak sekali. Kau hendak tanyakan Seng Kiong Sin Kun yang mana?"
Bun Koan gusar sekali. Ia menyangka bahwa dia diejek. Tangannya segera diangkat, jari tangannya sudah ditekuk, untuk menyentil pula pedangnya. "Tahan" seru So Keng, mukanya pucat. Ia insyaf artinya ancaman nona itu.
"Tak dapat kau bersikap berkepala batu" kata nona Coh. "Paling benar kau tahu diri"
Peluh So Keng masih bercucuran turun.
"Kau meraba salah" katanya, nadanya keras. "Telah punco katakan bahwa punco bersikap berbicara terus terang. Tak usah kau menggunakan lagi tangan atau kakimu" Siauw Pek mengernyitkan alisnya.
"Kalau menurut kau," ia menyesaL "Seng Kiong Sin Kun itu satu nama palsu belaka. Benarkah pemimpin Seng Kiong bukan cuma satu."
So Keng tertawa menyeringai.
"Tak salah" sahutnya "kau cerdas"
"Nah, berapakah jumlahnya pemimpin Seng Kiong?" Bun Koan tanya. Nona itu senantiasa bersikap dingin.
"Hitung saja tiga orang" sahut So keng. Agaknya dia menjawab secara licik. Kedua alis Bun Koan terbangun.
"Kau sebutkan satu dahulu" perintahnya "Yang pertama"
"Yang pertama?" So Keng mengulangi. "Ialah seorang dengan seluruh tubuhnya kaku beku yang macamnya mirip tulang belulang didalam liang kubur, yang tangannya tak mempunyai tenaga sekalipun untuk mencekal seekor ayam"
Bun Koan tertawa seram. "Bagaimana yang nomor dua?" Teng So Keng tertawa tergelak gelak.
"Seng Kiong Sin Kun yang nomor dua adalah seorang yang dapat mencinta sejak bakatnya" sahutnya. "Disamping itu ia pula seorang raja hantu yang punya hati sakit gila"
"Dia aneh" pikir Siauw Pek. "Kenapa dia mengaco belo begini rupa" Mungkinkah karena goncangan yang sangat hebat maka juga otaknya jadi tergerak rusak?" ia membathin.
Bun Koan terdiam. Ia tidak berpikir sebagai adiknya itu, ia cuma mengawasi siwanita setengah usia itu. Kalau toh ia berpikir, ia menerka nerka apa yang tersembunyi didalam kata kata So Keng
itu. Si wanita tawanan itu. Melihat sinona berdiam saja, So Keng tertawa dengan terbahak bahak.
"Masih ada Seng Kiong Sin Kun yang nomor tiga" katanya tanpa menanti pertanyaan-"Eh, kenapa kah kau tidak tanyakan Seng Kiong Sin Kun yang nomor tiga itu?"
Bukannya gusar, Bun Koan justru tertawa. "Bicara terus" perintahnya agak ketus.
Kembali So Keng tertawa. Tetap nada tawanya nada mengejek. Habis tertawa, dia menjawab. "Seng Kiong Sin Kun yang ketiga itu" Hahahah Dialah yang diluarnya manis budi dan sopan santun tetapi hatinya bukan main busuknya. Dialah seorang wanita yang sangat cabul"
Bun Koan tertawa tawar. "Bicara terus" perintahnya.
"Tahukah kau siapakah wanita itu?" balik tanyanya. "Dialah kamu berdua kakak beradik empunya."
Tiba tiba kemurkaan Bun Koan meluap. Sebelah tangannya
melayang dan.... plok satu suara nyaringga ring terdengar dari pipi si wanita she Teng itu.
Tubuh So Keng terhuyung, mulutnya mengeluarkan darah. Hebat tamparan itu. Sebab beberapa buah giginya copot
Su Kay bersama Ban Liang dan Oey Eng serta Kho Kong berdiri mematung. Mereka heran menyaksikan gerak gerik Bun Koan- Hebat tindak tanduk nona ini, sedangkan nampaknya dialah berbudi halus dan lemah lembut.
Beda adalah sikap Siauw Pek. Kata kata wanita she Tong itu membuatnya ingat sesuatu hingga pikirannya menjadi gelap.
Bun Koan juga terdiam, tapi tubuhnya bergerak. ia membungkuk akan menjumput sebutir gigi So Keng, habis meneliti itu, ia masuki gigi itu kedalam sebuah peles kumala yang ia keluarkan dari sakunya. Dengan perlahan ia menyimpan pula pelesnya itu. ia tidak mencuci atau menyusut dulu gigi yang berdarah itu.
Itu sebenarnya adalah sebuah gigi palsu. Itulah gigi yang didalamnya tersimpan semacam obat berbisa yang paling dahsyat. Itulah racun yang sengaja disimpan untuk saat terakhir. Siapa yang menelan itu, tak ampun lagi, dia akan mati seketika. Itulah racun untuk membunuh diri
So Keng telah memikir habis bicara, hendak dia menelan gigi beracun itu, supaya dia tak usah menderita malu dan nyeri lebih lama pula. Tapi dia kalah cerdik, dia kalah sebat dari Sinona Coh. Bahkan Sinona telah mencegahnya mati Dengan begitu, dia juga terCegah mengucapkan terus kata katanya itu.
Nona Coh tertawa dingin, sinar matanya menatap wanita tawanannya itu. Lalu dengan tenang, tetapi dengan nada dingin ia berkata "Aku Coh Bun Koan, dengan tubuhku yang lemah, aku telah menjelajah dunia Kang ouw dimana aku hidup sengsara, terlunta lunta dengan penderitaan, maksudku satu satunya ialah menuntut balas. Hm...Tahukah kau, pengalaman pahit apajuga yang telah aku alami?"
Mendengar kata kata kakaknya itu, tanpa merasa air mata Siauw Pek keluar bercucuran. Didalam hatinya, anak muda ini berkata "Siapa kira kakak demikian menderita karena setiap saat tak pernah dia melupakan sakit hati kita."
"Akulah seorang laki laki, dapatkah aku tak melakukan pembalasan" Sementara itu, sekian tak dapat aku membantu kakakku ini, tidakkah aku harus malupada diri sendiri?"
Ketika itu, terus So Keng menatap bengis kepada Bun Koan- Dia sangat gusar, tapi dia tak berdaya. Mulutnyapun terasa sangat nyeri sebab giginya yang copot terpaksa itu Mulutnya itu masih belepotan darah. Karena darah itu dia mirip hantu. Tepat waktu itu, tampak Cit kiam Cu lari mendatangi.
"Lapor" serunya, selekasnya dia datang dekat kepada pemimpinnya. "Dibelakang gunung ini ada sebuah gua batu, tak dapat kami menyerbunya, karena itu aku datang untuk meminta petunjuk"
Mata Bun Koan terbuka lebar. cepat luar biasa ia menotok So Keng.
"Cie In Han Giok" ia memanggil.
Dua orang perempuan dengan pakaian abu abu muncul dengan segera.
"Hambamu disini, nona" berkata mereka, yang menghampiri nonanya itu. Keduanya menjura dalam.
Dengan mata tajam nona Coh mengawasi kedua nona itu lalu dengan suara dingin, ia berkata : "Ini perempuan bersama Teng So Keng aku serahkan kepada kamu ingat, jikalau kau alpa menjaganya, kamu mesti datang kepadaku dengan kamu menenteng kepalamu"
"Baik nona" sahut kedua hamba itu tanpa menghiraukan
ancaman hebat itu. Mereka toh diperintah menenteng kepala
mereka sendiri. Bun Koan segera menoleh kepada Cit kiamcu. "Jalan" perintahnya, sedangkan tangannya diulapkan
Cit Kiamcu menerima perintah itu, segera dia memutar tubuh, buat berlari pergi.
"Mari" Bun Koan mengajak kawan kawannya seraya ia mendahului bergerak menyusul kiamcunya itu.
Su Kay memandang kearah mana cit kiamcu lari pergi itu. Ia tahu
itulah arah belakang puncak Siauw Sit san- Didalam hati terkejut.
"Aneh" pikirnya "Disitu toh tak ada tempat sembunyi it Tie pasti
ketahui baik gunung ini, kenapa ia sembunyi dibelakang gunung?"
Pendeta ini berpikir demikian karena ia menerka It Tie mungkin bersembunyi dalam gua.
cepat sekali orang telah melintas wihara Bin Pek Am. Lewat belum jauh, dari situ sudah terdengar suara berisik dari bentroknya alat alat senjata berCampuran dengan CaCian dan bentak bentakanBun Koan rupanya telah mendengar suara itu, ia percepat larinya dengan satu lompatan, ia melewati dan mendahului cit kiamcu untuk lari terus dengan pes at sekali. Siauw Pek semuapun segera mempercepat larinya.
sElewatnya sebuah dinding gunung, disana terdengar suara nyaring dari seorang wanita. Dia itu mencaci sembari tertawa mengejek. Terdengar pula suaranya ini tegas dan terang "Mahluk mahluk tak tahu mampus atau hidup. Lekas kamu titahkan Seng Kiong Sin Kun datang menemui aku.Jika tidak, aku bunuh habis kamu semua"
Menyusul perintah atau ancaman ini, terdengarlah jeritan aduh dari seorang lelaki.
"Itulah suara nona Thio" seru Kho Kong. "Nona Thio, siapakah?" tanya Bun Koan"Nona Thio Giok Yauw" sahut Siauw Pek. "Dialah nona gagah dari Kim Too Bun"
Karena menerka kepada Giok Yauw itu, semua orang makin mempercepat larinya.
Kira kira pertengahan gunung, dimana tampak tanah datar yang berdinding batu gunung dan pada dinding itu kedapatan delapan atau sembilan buah gua yang tinggi setinggi manusia. Diantara sinar bintang bintang, ditanah air itu terlihat seorang tua yang rambutnya kusut riap riapan, yang duduk numprah didepan salah satu gua, sedang didepan gua, seorang nona tengah menempur serombongan orang. Nona itu sendirian saja.
Selekasnya dia melihat pemandangan didepan matanya itu, Coh Bun Koan menitahkan keenam kiamcu mengepalai masing masing bawahannya untuk menyerbu kearah gua itu. Dilain pihak. Siauw Pek segera berseru:
"Tahan itulah orang sendiri. Kakak lekas titahkan mereka menghentikan penyerangan"
"Berhenti" sinona memerintahkan setelah ia melihat kelilingnya, setelah mana, ia maju terus.
Melihat pemimpinnya itu, keenam kiamcu segera menitahkan orang orangnya mengundurkan diri, maka disitu lalu terbuka sebuah halaman besar. Dengan titah Bun Koan itu, berhentilah pertempuranNona didepan itu, ialah Thio Giok Yauw segera melihat Siauw Pek yang maju terus ketempat pertempuran itu.
"ooh bengcu" berseru nona Thio melihat ketuanya itu. ia lalu memberi hormat. "Bengcu baik"
Siauw Pek mengangguk. Thio Giok Yauw juga segera melihat Bun Koan, ia mengawasi
sejenak. lalu ia merangkap kedua tangannya memberi hormat
seraya menyapa. "Kiranya kakak Coh. Terimalah hormat adikmu" Bun Koan membalas hormat.
"Nona gagah sekali" pujinya. Terus ia mengawasi slorang tua didepan gua itu.
"Itulah Han in Taysu" Siauw Pek lekas lekas memberi keterangan kepada kakaknya. Ialah ketua terdahulu Ngo Bie Pay ia berCacat karena disiksa oleh Seng Kiong Sin Kun yang kejam"
Bun Koan melihat muka pendeta itu rusak dan kedua kakinya
buntung, tahulah ia bahwa Siauw Pek tidak mendustainya. Maka ia
maju, akan memberi hormat kepada pendeta itu seraya hatur maaf.
Han In Taysu membalas hormat, sesudah mana, ia menoleh pada Siauw Pek. "oh bengcu. Kenapa bengcu bisa tiba disini?"
"Kami datang kemari untuk mencari It Tie,"jawab Siauw Pek. "Menurut terkaan kakakku ini, ketua Siauw Lim Sie itu mesti bersembunyi disini, sebab dia tentunya belum meninggalkan Slong San"
Mendengar itu, kedua mata Han In bersinar terang terus dia tertawa.
"Dasar orang gagah, pandangnya sama" katanya. "Nona Hoan juga menerka serupa. Mereka berada didalam gua."
Su Kay Taysu mendelong mengawasi gua yang ditunjuk itu. la berpiklr. "SEingat loolap, disini tak ada gua..." katanya.
Han In Taysu menunjuk pada tumpukan rumput, batu dan tanah disini mulut gua.
"Mulanya memang sukar mencari gua ini," bilangnya. "Gua telah tertutup batu batu besar tertutupnya sudah buat banyak bulan dan tahun, telah penuh tumbuh rumput, hingga dari luar tak nampak pertanda apa juga. Kecuali orang yang cerdik panda iseperti nona Hoan, walaupun delapan atau sepuluh tahun lamanya orang mencari, tak nanti dia dapat menemukan inilah semacam gua rahasia"
Tiba tiba dari dalam gua itu terdengar suara nona Hoan : "Taysu, jangan terlalu memuji. Kami gagal"
Menyusul kata kata itu, Soat Kun tampak bertundak keluar dengan sebelah tangannya dibahu Soat Gie, adiknya. Mereka berjalan dengan perlahan- Dibelakang mereka menyusul Oey Ho Ciu ceng sijenjang kuning. tangan kanannya mengangkat tinggi sebatang obor,
tangan kirinya mengangkat tongkat pat poo sian thung serta
jubahnya seorang pendeta. Segera dia mendahului kedua nona.
Han In Taysu yang bercokol dimulut gua sekali, telah menggeser tubuh kesisi, membuka jalan buat nona nona itu.
SElekasnya berada diluar gua, Soat Kun menghadapi Siauw Pek, sang ketua, untuk memberi hormat seraya mengucapkan kata kata bahwa ia datang menghadap. Tentu saja adiknyalah yang mengisiki diarah mana berdirinya ketua mereka itu. cepat Cepat Siauw Pek membalas hormat. "Nona banyak Capai" ia menghibur.
Soat Gie dan Ciu ceng turut memberi hormat kepada ketua itu.
Lega hati Siauw Pek melihat Ciu ceng sudah sembuh seluruhnya, bahkan sikapnya gagah, sedang kata katanya barusan selagi menghormati ketuanya tenang dan tegas. Itulah bukti bahwa dia telah bebas seluruhnya dari pengaruh kekangan Seng Kiong Sin Kun, si Raja Sakti dari Istana Nabi...
SEgera anak muda ini berkata kepada Bun Koan kakaknya, sambil menunjuk kedua nona Hoan : "Kakaknya, inilah kedua nona Hoan Soat Kun dan Hoan Soat Gie, puteri puterinya almarhum Hoan Tiong Beng..."
Bun Koan tertawa, ia menyela adiknya itu dengan berkata. "Selama aku hidup terlunta lunta, pernah aku bertemu dengan kedua saudara Hoan ini"
"Apakah disana Nona Coh Bun Koan ya, kakak Coh?" bertanya Soat Kun.
"Benar, inilah aku" jawab Bun Koan, tertawa. "Aku girang adik, setelah berpisah beberapa tahun, hari ini aku nampak kau sehat walafiat melebihi dahulu hari. Hendak aku memberi selamat padamu" Soat Kun tersenyum.
"Kakaklah yang harus diberi selamat" ujarnya. "Kakak tidak kurang suatu apa dan bahkan telah bertemu dengan saudaramu. Sungguh aku girang"
Sejenak itu, Bun Koan menghela napas. Lalu ia berkata pula. "Dahulu hari itu, jikalau tidak ada adik berdua yang memberi petunjuk kepadaku, mungkin tubuhku telah menjadi kerangka yang tersia sia ditanah belukar, mana dapat aku hidup sampai sekarang ini" Juga adik berdua telah menunjang adikku ini. Adik, kau melepas budi bukan main besarnya,aku bersyukur tak habisnya"
"Jangan bersyukur kakak. jangan menghaturkan terima kasih," berkata nona Hoan merendah. "Aku berbuat apa yang seharusnya saja."
Tiba tiba su Kay taysu menyela. "Nona Hoan, tongkat ditangan Ciu Siecu itu mirip tongkat yang biasa digunakan It Tie..." Soat Kun mengangguk.
"Benar, itu benar tongkatnya It Tie" sahutnya. Setelah itu ia berpaling kepada Ciu ceng. Walaupun kedua matanya tak melihat, nona ini dapat berpaling kepada siapa dia suka.
Ciu ceng sangat mengagumi dan menghormati nona itu, begitu dia melihat si nona menoleh kepadanya, ia sudah dapat menerka maksud orang, maka segera ia bertindak menghampiri Su Kay Taysu.
"Inilah senjata It Tie, sebaiknya taysu yang menyimpannya," katanya kepada tiangloo
Dari Siauw Lim Sie itu. Ia mengangsurkan tongkat patpo
sianthung dengan sikap menghormat. Su Kay membalas hormat.
"Terima kasih Siecu" katanya, seraya menyambut tongkat itu. Biarpun tongkat itu tongkat It Tie, ia bersikap menghormati. It Tie pula pernah satu kali menjadi ketuanya.
"Pat poo sian-tung" berarti tongkat suci dengan delapan mustika. Itulah sebab tongkat itu terbuat dari besi pilihan bercampur emas merah, hingga nampaknya berkilauan, sedang pembuatannya indah sekali. Itu pula tongkat ketua Siauw Lim Sie atau Siauw Lim Pay, yang tak biasa ditunjukkan pada orang luar.
Su Kay Taysu berdiam mengawasi tongkat partainya itu. Tongkatnya ada, orangnya tiada. Maka sejenak itu rupa rupa perasaan memenuhi otaknya. Kemudian ia mengawasi jubah pendeta ditangan Ciu ceng. Hendak menanyakan halnya jubah itu tetapi ia batal sendirinya. Ia berada didepan banyak orang, tak
dapat ia membuka mulutnya....
Didalam rombongan itu cuma Siauw Pke seorang yang tetap menghargai Su Kay. Ia melihat roman sang pendeta, ia dapat menerka hati orang. Maka ia mengawasi Ciu ceng dan bertanya : "Saudara Ciu, jubah ditangan saudara itu milik siapakah?"
"Jubah ini serta tongkat itu sama sama terdapat didalam gua, terletak sia sia" sahut Oey Ho siJenjang Kuning. "Nona Hoan menerka kepada miliknya It Tie, tetapi ia belum berani
memastikannya. Karena mungkin nona masih hendak memeriksa
terlebih jauh, barusan aku menjemput dan membawanya sekalian."
"Sungguh dia dapat menjadi pembantuku yang berharga," pikir Siauw Pek. Ia melihat Ciu ceng teliti.
Sementara itu orang she Ciu itu meletakkan jubah ditanah untuk dibeber, untuk dilihat tegas oleh semua orang. Su Kay menghampiri, untuk memeriksa.
"Tak keliru terkaan nona Hoan" katanya nyaring. "Ini memang jubah It Tie."
Mendengar begitu, Bun Koan mementang kedua tangannya.
"Tak salah lagi, pasti sudah It Tie telah melakukan penyamaran" serunya. "Dia telah menukar dandanan, ini menambah kesulitan kita mencarinya"
"Tak salah, inilah jubah It Tie" Su Kay memastikan. "Pada ujung jubah ada tandanya, tanda dari pendeta tukang Cuci."
"Nona Hoan, apakah yang nona pikir mengenai sepak terjang it Tie ini?"
"It Tie kabur meninggalkan Siauw Lim Sie." berkata Soat Kun, "itu artinya dia berkhianat kepada partainya dan memberontak untuk pergi kepada Seng Kiong Sin Kun kepada siapa dia hendak menyerahkan kitab kitab pUsaka, akan tetapi mendadak rupanya dia merubah pikirannya, dia hendak berkhianat jUga terhadap Seng Kiong Sin Kun, maka ditengah jalan dia memisahkan diri dari sekalian pengikutnya, kemudian dia kembali dan pergi ke gua ini untuk menukar pakaian menyalin diri, untuk selanjutnya dia buron sendiri saja. Teranglah sudah bahwa dia hendak mengangkangi sendiri sembilan belas kitab pusaka itu."
Bun Koan mengangguk. "Akupun menerka demikian" katanya.
MEndengar kata kata kedua nona. Su Kay Taysu berpikir "Seng Kiong Sin Kun jauh terlebih liehay dari pada It Tie, daripada kitab kitab pusaka itu terjatuh kepada Sin Kun, lebih baiklah dimiliki It Tie, sedangkan untuk mencarinya ada terlebih mudah."
Oleh karena mendapat pikiran begini, tanpa merasa wajah
pendeta ini menjadi tak suram seperti tadi tadinya. Ia mendapat
harapan dan karena menjadi sedikit terhibur, sedikit girang.
"Hanyalah" Nona Hoan berkata pula, "mungkin masih ada satu hal yang membuat orang tak mengerti, tak mencurigai."
"Apakah itu nona?" tanya Siauw Pek. "Bersediakah nona
menerangkannya?" Bun Koan juga menanyakan demikian"Didalam gua itu kedapatan mayat seorang pendeta muda" sahut nona Hoan "Sedangkan pada dinding gua, ada bekas bekas dari suatu pertarungan seru. Mungkin saat It Tie nyamar itu ada orang yang memergoki dan menyerangnya dan orang itu pasti liehay sekali. Tak dapat dipastikan siapa yang menang dan siapa yang kalah dan bagaimana kesudahannya pertempuran dahsyat itu. Sulit untuk menerkanya..."
"Rupanya ada orang yang menerka sebagai kita hanya dialah terlebih sebat" kata Bun Koan dingin-Soat Kun tersenyum.
"Itulah sebab mengapa aku beranggapan bahwa kali ini kita sudah kalah," bilangnya.
"Tapi siapakah orang itu?" tanya Siauw Pek. "Mungkinkah dia Seng Kiong Sin Kun?"
"Jikalau dia benar Seng Kiong sin Kun, tak dapat tidak kita mesti mengaguminya" berkata pula nona HoanTiba tiba Su Kay Taysu berkat bersemangat: "Ciu Siecu, tolong pinjamkan obor padaku" Ciu ceng menyerahkan obornya.
Dengan mencekal alat penerangan itu, Su Kay lari masuk kedalam gua.
"Kakak Coh, bengcu," Soat kun tanya, "apakah kakak dan bengcu
tak mau masuk kegua untuk memeriksanya?" Bun Koan tertawa.
"Nona telah melihatnya, pasti tak ada yang terlewat" sahutnya.
Sekonyong konyong wajah Soat Gie berubah, cepat sekali dia mencekal tangan kiri Soat Kun kakaknya. Itulah suatu cara bicara diantara kedua saudara itu, yang orang lain tak tahu artinya.
Soat Kun lantas menoleh memandang kepada Han Giok. "Siapa kah itu yang nona pondong?" ia tanya.
Bun Koan lekas mewakili orangnya menjawab. "inilah pelayanku yang bernama Han Giok. Wanita yang dia pondong bernama Teng So Keng, salah satu Hoa Siang."
"Wanita itu telah mati, kenapa mayatnya tak ditinggalkan?" Soat Kun bertanya pula.
Bun Koan tercengang, ia lalu menoleh. Ia melihat kedua mata So Keng separuh meram dan mulutnya separuh tertutup, tubuhnya lemah lunglai, tanda bahwa jiwanya benar sudah melayang.
Han Giok dan Cie in kaget sekali. Mereka yang bertanggung jawab terhadap tawanan itu. Saking bingungnya, air mata mereka lantas meleleh keluar.
Bukan main gusarnya Bun Koan, hingga kedua tangannya
melayang kemuka kedua pelayan itu. Kedua pelayan itu, dengan
muka pucat berdiam saja. Mereka tidak menangkis dan berkelit.
Cepat luar biasa Siauw Pek maju menghadang didepan kedua pelayan itu.
"Maafkan mereka kakak" katanya tersenyum. "Menurut aku ini bukan kesalahan mereka berdua..."
Soat Kun juga berkata: "Menurut kata Soat Gie, adikku. so Keng itu mati disebabkan kumatnya lukanya yang lama."
Suara nona Hoan perlahan dan tenang. Bun Koan masih saja gusar.
"orang mati didalam pondongannya mereka tak tahu" demikian katanya sengit. " orang demikian sembarangan, apakah yang dapat mereka lakukan. Buat apakah mereka hidup lebih lama?"
Siauw Pek sabar sekali. Dia tertawa dan berkata : "So Keng mati belum lama. Aku berada dekat mereka, aku juga tak tahu dia telah mati. Karena itu, mereka tak dapat sesalkan-"
Terus ia menoleh kepada kedua pelayan itu : "Mayat itu sudah tak perlu lagi, pergilah kamu bawa pergi"
Han Giok berlalu dengan memondong mayat So Keng, ia meletakkannya sedikit jauh, setelah kembali, bersama sama Cie In ia mengasih hormat kepada nonanya seraya mengucap terima kasih yang mereka telah diberi ampun. Mereka juga sangat bersyukur kepada Siauw Pek, orang yang menolong jiwa mereka.
Ketika itu terlihat Su Kay Taysu keluar dari dalam gua, wajahnya suram.
"Apakah Taysu mendapatkan sesuatu?" Siauw Pek mendahului bertanya. Pendeta Siauw Lim itu menghela napas.
"Yang mati itu Leng Kong," menjawab dia. "Dialah murid tersayang dari It Tie."
"Apakah taysu telah memeriksa tubuhnya?" Siauw Pek tanya pula. "Mungkinkah taysu mendapatkan sesuatu pertanda" "
"Leng Kong mati terkena pukulan tangan seorang laykee" sahut Su Kay pula. "Itu bukan pukulan ilmu silat Siauw Lim Pay"
"Jikalau begitu, pastilah selagi It Tie merias diri melakukan penyamaran, orang telah datang menyerangnya," Siauw Pek mengutarakan terkaanya. Su Kay mengangguk.
"Selalu loolap menguatirkan kitab kitab pusaka itu terjatuh kedalam tangan Seng Kiong Sin Kun," ia menjelaskan, "melihat keadaan didepan mata ini, kekuatiran loolap itu menjadi bertambah tambah..."
Bun Koan mendengar pembicaraan adiknya dengan pendeta itu,
ia lalu memikir sesuatu, maka segera ia menoleh kepada Soat Kun. "Nona Hoan" sapanya.
"Ya, ada apakah kakak Coh?" Soat Kun bertanya. "ada apakah pengajaran kakak"
"Nona berdua saudara Cerdas dan pintar sekali, aku sangat kagum," kata Bun KoanSoat Kun tersenyum. "Kakak memuji saja padaku" bilangnya.
Bun Koan tersenyum. "Nona" tanyanya, "bagaimanakah anggapan nona tentang Seng Kiong sin Kun" Sebenarn dia orang macam apakah?"
Alls Soat Kun berkenyit, kedua matanya terus dipejamkan. ia berpikir.
"Selama sepuluh tahun ini dunia Kang ouw telah dikacaukan Seng Kiong Sin Kun" katanya setelah hening sejenak, "sebaliknya dia sendiri bagaikan si naga sakti yang terbenam didalam kabut dan mega. tak nampak kepala dan ekornya."
"Demikianiah adanya" Bun Koan membenarkan- "Memang hebat tindak tanduk Seng Kiong sin Kun. Dia menyebabkan Pek Ho Po musnah, sekarang dia membuat Siauw Lim Sie hampir jungkir balik seluruhnya. Lihat Han in Taysu ini, ia tersiksa lahir dan batin, sampai mempunyai rumah tetapi tak dapat pula ng kerumahnya itu. Toh sampai didetik ini, si Raja sakti belum tampak roman wajahnya. Sebenarnya dia laki laki atau wanita, dia tua atau muda" Bagaimanakah kepandaian silatnya" Dia dari partai apakah" Kami bersaudara, rumah tangga kami hancur, keluarga kami mati dan berantakan, kami sendiri sekarang mesti terlunta lunta dalam perantauan Bagi kami tak jelas bagaimana macam musuh kami itu. Tidakkah itu memalukan?" Soat Kun menghela napas perlahan"Sekarang ini kita cuma dapat menerka nerka" katanya sabar.
"Pertama tama sin Kun adalah seorang yang banyak sekali akalnya."
"Nona benar," Su kay taysu turut bicara. "Seng Kiong Sin Kun pandai sekali mencari tahu urusan dalam dari orang lain, dia pandai menempatkan mata mata, guna mengacaukan keadaan dalam dari pihak yang dia tak sukai atau yang hendak diruntuhkannya. Dengan kelicikannya dia pakai tenaga orang lain tenaga musuh untuk merobohkan musuhnya oleh karena itu, kita cuma bisa melawan ia dengan kecerdasan juga..." Nona Hoan mengangguk.
"Tadi tadinya mungkin Sin Kun tidak pandai ilmu silat" katanya "Hanya sekarang baru lewat beberapa tahun, dia rupanya menjadi liehay sekali..."
"Mungkin nona benar" Han In Taysu turut bicara. "Buktinya ialah
pengalamanku yang pahit getir ini...."
Mendengar suara pendeta ketua terdahulu dari Ngo Bie Pay itu, semua orang berpaling kepadanya. Kasihan si pendeta tua, yang
sekarang memiliki tubuh dan rupa tak keruan macam....
Han In Taysu menghela napas dua kali dalam dalam, itu pertanda bahwa hatinya bergolak.
"Setelah peristiwa hebat dan menyedihkan dipuncak Yan in Hong itu" berkata ia pula, "loolap telah terjatuh didalam tangan Seng Kiong Sin Kun. Dia menyiksa loolap dengan segala macam tangan jahat, maksudnya yang utama ialah memaksa loolap membeber kepadanya segala macam ilmu silat istimewa dari Ngo Bie Pay. Kalau dia memang sudah liehay sejak semula, tak nanti dia ingin sekali memperoleh ilmu silat Ngo Bie Pay".
"Itulah peristiwa delapan atau sembilan tahun yang telah lampau," berkata Ban Liang. "Dahulu itu dia sudah sangat cerdik dan liehay, sekarang ini tentu dia bertambah liehay, bahkan liehay luar biasa. Karena itu tak dapat memandang ringan terhadapnya." Ban Liang bicara dari hal yang benar, orang rata rata menganggukkan kepalanya.
"Taysu" tanya Bun Koan terhadap Han in Taysu kepada siapa ia berpaling, "taysu telah melihat Sin Kun beberapa kali, apakah taysu ingat dan mengenalinya?"
"Selama loolap dikurung dan disiksa. Loolap telah bertemu dengannya delapan atau sembilan kali" menyahut Han in "akan tetapi setiap kali loolap berhadapan dengannya, dia selalu menyalin rupa dan usia bahkan lagu suaranya juga berbeda. Adakalanya dia tampak bagaikan imam tua, ada kalanya dia tampak bagaikan imam tua, ad akalanya pula seperti pemuda pelajar yang tampan, hingga sangat sulit untuk mengenali diri dia yang sebenarnya."
"Dengan demikian teranglah dia pasti menyamar" kata Bun Koan tawar. "oleh karena itu taysu, kenapa taysu mau percaya merekalah satu orang ialah dialah Seng Kiong Sin Kun sendiri" Tak dapatkan ia memakai lain orang sebagai penggantinya, orang dalam penyamaran?"
"TEpat pertanyaan nona." berkata Han In- Lalu dia berdiam sejenak. Ketika pada lain saat dia melanjutkan, dia balik bertanya. "Nona, apakah nona pernah memikirkan sesuatu" Tubuh orang,
rambut dan kulitnya dapat diubah, akan tetapi toh ada satu bagian
dari anggotanya yang sukar, ya, yang tak dapat diubah sama sekali"
Bun Koan berdiam untuk berpikir. Ia bisa menerka apa yang dimaksud pendeta itu. Ia berdiam terus, menantikan orang bicara lebih jauh. Han in berdiam hanya sejenak.
"Nona beramai pasti ketahui bahwa sinar mata orang tak dapat disamarkan." katanya melanjutkan- "Pada mata Seng Kiong Sin Kun ada suatu sinar kelobaan, kelicikan dan kekejaman, yang tak mudah dilupakan- Sinar mata itu tak pernah berubah. Pertama kali loolap
berhadapan dengannya, loolap telah melihat sinar mata itu yang
membuat loolap mendapat kesan yang tak dapat dilupakan-"
Kembali ketua Ngo Bie Pay itu menarik napas dalam dalam, untuk melegakan hatinya.
"Ketika pertama kali jahanam itu memaksa loolap membuka rahasia ilmu silat istimewa dari partaiku dan menolak dengan keras,
dengan segera saja dengan kejam dia membacok kutung sebelah kakiku kaki yang kanan" berkata pula Han In Taysu, "Nah, nona beramai boleh pikir, sakit demikian besar, mana dapat loolap melupakannya" Tatkala itu loolap melihat tegas bagaimana sinar matanya memain sinar mata dari kekejaman. SEkarangpun dapat loolap membayangkannya."
"Maka itu selanjutnya, taysu mengenali dia dari sinar matanya itu?" tanya Bun Koan"Ya, setiap kali loolap dihadapkan untuk dipaksa, setiap kali dia menganiaya loolap. setelah kakiku lalu telinga dan mukaku. Sekarang beg inilah keadaan tubuh ragaku" Siauw Pek menoleh kepada kakaknya.
"Teng So Seng membilangi kita bahwa Seng Kiong Sin Kun terdiri
dari tiga orang" kata ia, "katanya Sin Kun pria dan wanita, karena
itu dia pastilah berdusta. Keterangannya itu tidak dapat dipercaya."
"Itupun masih belum pasti, saudaraku" kata Bun Koan tertawa dingin- "Mungkin Seng Kiong mempunyai tiga orang pemimpin, dan orang yang selalu memeriksa dan menganiaya Han In Taysu ialah satu diantarannya"
Hati pendeta Siauw Lim Sie ini demikian tergerak hingga dari ragu ragu dia menjadi memperoleh ketetapan hati.
Sampai disitu, Ban Liang turut bicara pula. Dia memandang kepada nona Hoan"Nona Hoan- katanya "guru nona pandai luar biasa, dia ketahui pelbagai peristiwa Bu Lim dahulu dan sekarang, dan nona telah lama menuntut ilmu dibawahnya, nona juga tentu ketahui banyak segala macam hal, sampaipun hal ikhwalnya pelbagai partai persilatan, nona mungkinkah nona tak dapat menerka sedikitpunjuga tentang asal usul Seng Kiong sin Kun."
Soat Kun tersenyum. "Menerka aku dapat, hanya menerka tepat itulah yang sukar," sahutnya tenang.
"Jikalau nona sukar menerka, mengapa nona tak mau memberitahukan kita apakah terkaan nona itu?" bertanya Su Kay Taysu, "keterangan nona mungkin akan membuka kecupatan hati
kami...." Soat Kun berpikir sebentar, lalu dia berkata "melihat kepandaian Seng Kiong Sin Kun dalam ilmu tabib serta kegemarannya menggunakan racun, dia pasti ada hubungannya atau bersangkut paut dengan ceng Gie Loojin, atau sedikitnya dengan kepandaian atau warisan orang tua yang lihay itu. Atau lagi dia mendapati
kepandaiannya ceng Gie Loojin bukan dengan Cara langsung...."
"cEng Gie Loojin tersohor berhati mulia dan murah" berkata Su Kay Taysu, "dia telah membuat namanya berCahaya dalam dunia Bu
Lim mungkinkah dia...."
"inilah justru yang memusingkan kepalanya untuk menerkanya," Soat Kun menyela.
"ceng Gie Loojin tersohor juga ilmu silatnya," kata Ban Liang. "Aku tak percaya Seng Klong Sin Kun adalah murid atau ahli
warisnya...." Han In Taysu turut berpikir, kemudian ia mengutarakan
dugaannya. "Apakah tak mungkin dia adalah orang jahat dari salah
satu dari sembilan pay, empat bun, tiga hwee dan dua pang."
Semua orang berdiam. Kemudian Bun Kucn memandang mengawasi pendeta itu "Taysu, tahukah taysu dimana pernah atau letak Seng Kiong?"
Pendeta dari Ngo Bie Pay itu menggelengkan kepala.
"Selama ditangan musuh, loolap telah dibawa pergi datang kesana kemari," sahutnya. "Tak tahu loolap dimana sarang Sin Kun yang dia beri nama Seng Kiong itu. Mungkin loolap pernah dibawa
kesana, mungkin juga tidak...."
Setelah orang berbicara banyak itu, pada akhirnya Bun Koan berpaling kepada Ciu ceng. Dia mengawasi dengan tajam tajam. "Bagaimana dengan kau saudara Ciu?" tanyanya kemudianSi Jenjang Kuning, yang sebegitu jauh berdiam saja,
memperlihatkan wajah suram. Nampak dia sangat berduka.
"Selama aku berCampur gaul dengan Seng Kiong Sin Kun, aku telah diberi kedudukan Oey Liong Tongcu" demikian sahutnya. "Aku ditugaskan untuk menjadi pimpinan dengan sejumlah bawahan- Ah..."
Jago she Ciu ini menghela napas, sehingga kata katanya tertunda.
"Oey Liong Tong adalah satu diantara kelima Tong dari Seng Kiong," berkata Bun Koan-"Kedudukan itu bukannya kedudukan yang rendah"
"Memang demikianlah tampaknya nona" sahut Ciu ceng masgul. Lagi lagi ia menarik napas panjang.
"sebenarnya Seng Kiong Sin Kun mempengaruhi bukan dengan mengandalkan obat saja. Dia juga menggunakan suatu ilmu kepandaian silat dengan menotok beberapa jalan darah dari Ciu Huhoat.Jadinya Huhoat dikekang dengan dua Cara."
Bun Koan berdiam tetapi hatinya berpikir:
"Sungguh hebat kepandaiannya Seng Kiong sin Kun" karena memikir ini, ia lalu bertanya kepada Soat Kun"Adik, kau sanggup mengobati saudara Ciu hingga sembuh seluruhnya, kamu tentu tahu juga ilmu apa itu yang digunai Seng Kiong Sin Kun itu?" bertanya Bun Koan"Buat membikin orang lupa dirinya atau kesadarannya dengan menggunakan obat, itulah tidak aneh," sahut nona Hoan- "Asal ada bahan obatnya, akupun dapat membuatnya." Kakak Siauw Pek menghela napas.
"Ah...." katanya menyesal. "Selama kita belum berhasil mengetahui dan mencari sarang lawan, selama itu juga kitalah pihak yang mudah diserang dan dipermainkan musuh kita terus akan dapat diperlakukan sesukanya dia"
Mendengar jawaban itu Kho Konh tertawa. "Pergi dan pulang, kita kembali ketempat asal" bilangnya.
Kata kata "tempat asal" itu membuat Su Kay Taysu mendadak ingat sesuatu, dia lalu menoleh kepada nona Hoan.
"Didalam hal ini, kita mengandalkan kepada nona seorang," bilangnya.
Paras sang pendeta merah.
"Loolap melainkan hanya dapat menjadi kuda atau prajurit yang maju dimuka," sahutnya. "Buat menggunai kepintaran atau kecerdlkan sama sekali loolap tak sanggup,"
Soat Kun tertawa "sebenarnya telah aku pikirkan berulang ulang, akan tetapi sungguh sayang, masih belum dapat aku menerka dimana adanya sarang dari Seng Kiong Sin Kun itu..."
Su Kay Taysu merangkap kedua tangannya kepada nona itu.
"Soal ini mengenai keselamatan banyak jiwa rakyat," kata ia, sungguh sungguh, "maka itu loolap memohon sudilah nona mencapalkan hati memikirkannya."
"Memang nona, tak dapatkah nona memikirkannya pula?" Kho Kong turut memohon- "Aku percaya buat nona tak ada soal yang tak dapat dipecahkan-"
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Benar" Su Kay Taysu menimbrung. "Nona memang cerdas luar biasa" Soat Kun tersenyum.
"Sebenarnya" katanya kemudian, "untuk mencari sarangnya Seng Kiong Sin Kun, ada satu cara atau jalannya."
"Nah, apakah kataku?" Su Kay menyela. "Memang loolap percaya nona mestinya mempunyai jalannya Silahkan nona menyebutkannya, jlkalau loolap diperlukan, tak akan loolap menampik andaikata loolap mesti terjun kedalam api"
Nona Hoan tidak segera menjawab. Bagaikan ada sesuatu yang ia pikirkan- Habis berpikir sekian lama, ia menggeleng kepala.
JILID 48 "Aku telah pikir sesuatu jalan, tetapi jalan itu ada bagiannya yang tak sempurna" katanya kemudian "Taysu, sudikah taysu memberi ketika buat aku memikirkannya pula?"
Giok Yauw tertarik mendengar kata kata nona Hoan- la memang tak sabaran, sedangkan selama mengikuti Han In Taysu, dari siapa ia memperoleh beberapa kepandaian silat baru, keras minatnya untuk mencoba kepandaiannya yang baru itu. Maka dia bertanya
cepat "Apakah jalan itu" Silahkan tuturkan kepada kami. Nona
Hoan...Tak usah nona bersangsi, kau membuatku jadi bingung"
Nona Hoan berlaku tenang. ia bersenyum menoleh kepada Ciu ceng, ia awasi, masih ia tak membuka mulutnya, ia melainkan berkemak kemik.
Si Jenjang Kuning melihat keragu raguan orang
"Apakah itu ada hubungannya?" tanyanya. Nona Hoan mengangguk.
"Diantara kita semua" katanya "Cuma saudara Ciu sendiri yang
pernah pergi keistana nabi dari Seng Kiong Sin Kun. Maka itu untuk
mencari sarangnya itu aku memikirkan kepada kau saudara"
"Memang pernah aku pergi kesana" berkata Ciu ceng "akan tetapi telah aku lupa benar benar. Dahulu itu aku pergi kesana dibawah pengaruh obat. Sekarang ini, biar bagaimana aku mengingat ingat, masih tak dapat aku mengingatnya, bahkan kesannyapun telah lenyap sama sekali"
"Tapi diantara kita, saudara Ciu adalah Sit hun sut, yaitu semacam ilmu menarik atau menguasai sukma manusia" berkata Soat Kun. "Dengan ilmu itu seorang dapat dibikin bagaikan bermimpi dan selama bermimpi itu dia dapat diperintah melakukan
sesuatu, selama itu dia menjadi ingat semua pengalamannya yang sudah sudah."
"Nona, apakah ilmu yang nona sebutkan ini sama dengan ilmu yang digunakan Seng Kiong Sin Kun?" tanya Ciu ceng. "Ilmu Seng Kiong Sin Kun ialah untuk mengekang semangat orang hingga dia dapat memerintah melakukan segala apa sesuka dia."
"Nampaknya mirip tetapi sebenarnya lain" sahut sinona. "Ilmu Sin Kun membuat orang lupa segala apa yang telah lalu, ilmu yang aku sebutkan ini, sebaliknya ialah untuk mengingat kembali segala sesuatu"
"Apakah nona mengerti ilmu itu?" tanya Ciu ceng sungguh sungguh.
"Siapa pandai, tak ada yang dia tak bisa"
Su Kay Taysu menyela "Nona Hoan sangat berbakat dan Cerdas
sekali, ia pintar luar biasa, pasti ia mengerti" Soat Kun tertawa.
"Taysu Cuma memuji" katanya merendah. "Memang aku mengerti ilmu itu tetapi rasanya tenaga dalamku kurang mahir, aku kuatir aku nanti membikin Celaka saja pada saudara Ciu"
"Jangan kuatir nona" berkata siJenjang Kuning bersungguh sungguh. "Jikalau aku tidak ditolong nona, sampai detik ini tentulah aku masih tersiksa lahir batin oleh Seng Kiong Sin Kun. oleh karena itu, guna mencari sarang musuh, jangan kata baru tubuhku rusak. sekalipun mesti hancur lebur, aku tak jeri, aku tak penasaran atau menyesal"
Soat Kun berdiam pula, untuk berpikir.
"Kalau demikian kata saudara" ia bilang kemudian "baiklah sekarang juga kita bekerja. Aku akan mencoba sekuat tenagaku
Semoga aku tidak sampai mencelakai tubuh saudara...."
"Bagaimana nona mau bekerja?" tanya Ciu ceng "apakah yang harus aku lakukan?"
"SEkarang aku minta saudara duduk bersila dan berdiam saja" berkata Soat Kun. "Yang lainnya semua baiklah mundur sejauh lima tombak lebih, supaya selama aku memusatkan pikiranku, aku tidak mendapat gangguan."
Ciu ceng menurut, terus ia duduk bersila, sedangkan Siauw Pek semua segera menjauhkan diri. Hingga disitu tinggal Ciu ceng berdua nona Hoan, Soat Gie mesti selalu mendampingi kakaknya itu.
Soat Kun mengajak adiknya duduk menghadapi Ciu ceng. Tanpa membuang tempo lagi, ia mulai dengan Sit hun sut, ilmunya yang mirip dengan ilmu sihir. Ia tidak memaksa semangatnya si Jenjang Kuning, ia hanya mengajaknya bicara, bagaikan orang mengobrol setiap hari, suaranya halus dan lembut bagaikan siurannya angin musim semi.
Ciu ceng menyangka si nona belum menggunai ilmunya, ia melayani bicara seenaknya saja, sampai satu kali sinar matanya beradu dengan sinar mata si nona. Ia menjadi heran-sinar mata Soat Kun lemah, bagaikan orang yang letih seperti yang kantuk dan mau tidur.
"Nona berdua agaknya letih, baiklah nona beristirahat" katanya. Nona Hoan menjawab halus seperti biasanya "Saudara sudah
letih berhari hari, baiklah saudara juga beristirahat...."
Mendengar kata kata sinona, tiba tiba saja siJenjang kuning merasai pelupuk matanya berat. Segera ia ingin tidur. Ia sampai malas mengatakan bahwa iapun ingin tidur itu. Tanpa merasa sinar matanya telah terbetot oleh sinar mata sinona.
Sementara itu, telinga jago ini tetap mendengar suara lemah lembut dari nona Hoan-Tanpa merasa, ia telah terpengaruhkan hingga ia masuk dalam lingkungan tak sadar akan diri sendiri.
Tiba tiba "Saudara Ciu, kau pernah pergi keSeng Kiong, sebenarnya istana itu dimana adanya?" demikian pertanyaan nona Hoan perlahan.
Wajah Ciu ceng menyatakan ia was was tanpa berdaya, bibirnya sudah bergerak akan tetapi mulutnya tak terbuka, suaranya tak terdengar.
"Seng Kiong" berkata sinona "Aku bilang Seng Kiong istana nabi dari Seng Kiong Sin Kun coba kau ingat ingat"
Benar benar Ciu ceng memperlihatkan sikap tengah berpikir keras.
"Seng Kiong" berkata pula sinona "Ingat, aku tanyakan Seng
Kiong. Ingatkah kau" Tahukah kau, dimana letaknya istana itu?"
Ciu ceng mendengar, terus ia berpikir, berpikir pulang dan pergi. Lama ia berdiam, lama otaknya bekerja, lama lama didalam benaknya itu terbayanglah suatu tempat "Itulah sebuah tanah pegunungan. Tak dapat ia menyebutkan gunung itu gunung apa dan dimana adanya."
Dengan suaranya yang halus, lagi lagi Soat Kun menanya, mendesak orang didepannya, yang lupa dirinya, yang bagaikan ling lung karena terlalu berpikir keras, sedangkan otaknya tak cukup kuat untuk mengingat jelas jelas.
Tiba tiba Soat Gie mencengkram tangan kakaknya, untuk bicara dengan kakak itu.
Soat Kun dapat mengerti kisikan adiknya itu, ia tampak ragu ragu. Lewat beberapa detik ia mengambil keputusan- Maka sebelah tangannya segera merogoh sakunya, untuk mengeluarkan dua batang jarum emas halus bagaikan dua lembar bulu kerbau. Dengan kecepatan luar biasa, dengan cekatan ia menusukkan kedua batang jarum itu ke kedua pelipis orang she Ciu itu.
Ciu ceng tengah tak sadarkan diri, ia lagi mengawasi sinona
ketika ia tertusuk itu, terus tampak dia bagaikan orang ling lung.
Setelah itu terdengarlah suara dalam dari nona Hoan "Sekarang kita mau pergi keSeng Kiong" demikian suaranya itu. "Kau jalan depan, untuk menunjukkan jalan, kita akan mengikuti dibelakangmu"
Mata Ciu ceng mendelong, sinarnya dungu. Mulanya dia diam sejenak, terus dia bangkit, akan memutar tubuh kearah timur selatan- Ia mengawasi kearah itu sekian lama, mendadak dia membuka tindakannya melangkah pergi dengan Cepat untuk terus berlari
Soat Kun dan Soat Giepun, segera bangkit, melihat orang lari keduanya terus lari menyusul. Kakak itu berpegangan pada bahu adiknya, karena mereka lari. Siauw Pek sekalian juga lari, untuk menyusul dengan cepat, agar mereka semua tak ketinggalan.
Sambil berlari itu, Soat Kun mengambil kesempatan akan menoleh kebelakang, guna memperingati Siauw Pek beramai agar
mereka memperhatikan Ciu ceng tetapi jangan membuatnya kaget,
supaya dia tetap berada dibawah pengaruh ilmu sit-hun sut itu,
Sebaliknya kalau Ciu ceng menghadapi musuh, Siauw Pek beramai harus mendahului menyerang dan menumpas musuh itu supaya waktu mereka yang berharga tidak sampai tersiakanSiauw Pek menyahuti bahwa ia mengerti.
"Tetapi nona, keretamu?" ia balik bertanya.
"Ada dikaki gunung" Soat Kun menjawab.
"Kalau begitu, baik nona berjalan perlahan" Siauw Pek kasih tahu "Biarkan kami yang mengikuti Ciu ceng sebentar, kalau nona sudah naik kereta, baru nona menyusul kami."
Habis berkata begitu, terus ketua ini lari keras. Dibelakang ia menyusul Su Kay Taysu serta Ban Liang bersama Oey Eng, Kho Kong dan yang lainnya.
Soat Kun dan adiknya bersama Han In Taysu selekasnya tiba dikaki gunung, mereka mencari kereta mereka, yang disembunyikan dilebatnya pepohonan, setelah itu mereka mulai menyusul.
Bun Koan menyuruh pengikutnya menyusul juga, ia sendiri bersama empat pelayannya lari mendahului untuk menyusul Siauw Pek, guna menjadi satu rombongan dengan pemuda itu semua.
Ciu ceng lari terus, ingatannya hanya satu menuju Seng Kiong, Istana nabi dari Seng Kiong Sin Kun. Kecuali itu, ia bagaikan was- was, tak sadar, sedikitpun ia tak menghiraukan banyak orang yang lari mengikutinya.
Lewat tengah hari, si Jenjang kuning singgah disebuah desa untuk menangsal perut. Siauw Pek beramai segera menemui pemilik rumah makan untuk menyuruh menyediakan barang hidangan buat mereka semua. Ciu ceng duduk seorang diri disebuah meja lain dan ia dahar.
Sendirian dengan lahapnya. Habis dahar, ia masih beristirahat sekian lama, baru ia melanjutkan perjalanannya, tetap dengan berlari lari. Siauw Pek semua menyusul dengan segera.
Perjalanan selanjutnya dilakukan dengan cepat. Jika lapar orang berhenti untuk bersantap dan ma lam singgah untuk beristirahat. Selama itu Ciu ceng dibiarkan seorang diri, ia beristirahat dengan rebah dan tidur dimana saja dia suka, dan selekasnya ia sadar ia berjalan pula.
Pada suatu hari, selagi tiba diwilayah Hoay Lam, rombongan Siauw Pek ini berpapasan dengan rombongan Su Ie dan Su Lut Taysu yang terdiri lebih dari pada dua puluh orang murid pendeta Siauw Lim Sie. Sebenarnya mereka itu sedang mengejar ngejar serombongan orang jahat, sekelompok musuh.
Su Kay Taysu segera menemui kedua saudara seperguruan itu, guna menerangkan halnya Ciu ceng itu, bahwa mereka tengah mencari istana nabi dari Seng Kiong sin Kun, sebaliknya Su Ie dan Su Lut menjelaskan tentang mereka lagi mengepung musuh musuhnya itu, setelah itu bertiga mereka berdamai dan mengambil keputusan
"Su Ie akan mengejar musuh terus, Su Lut akan pulang guna memberi kabar kepada Su Khong Taysu untuk menerima petunjuk. sementara Su Kay tetap mengikuti Siauw Pek."
Maka itu selesai berdamai, bertiga mereka memecah diri.
Tengah orang mengikuti Ciu ceng itu, rombongan bertemu pula dengan rombongan Su Wie Taysu. Mereka ini datang menyusul.
Kembali Su Kay memberi keterangan kepada saudara seperguruan
itu, habis mana, Su Wie terus turut rombongan Siauw Pek itu.
Menurut Su Wie, didalam pertempuran itu, selain banyak orang musuh yang terbinasa dan terluka, pihak Siauw Lim Sie juga menderita kerugian tak sedikit jiwa yang mati dan terluka. Hingga Su Kay taysu menghela napas.
Ciu ceng telah melintasi sungai Tiang Kang, akan tetapi ia masih berjalan terus, menuju keselatan, sampai waktu itu Soat Kun minta Siauw Pek menyusul dan menahan Ciu ceng guna menghentikannya, buat diberi obat. Sesudah berlari lari tak hentinya begitu jauh dikuatirkan sijenjang kuning terluka didalam, maka perlu dia dibantu dengan obat penguat tubuh.
Lewat beberapa hari, akhirnya tibalah orang dikaki gunung Toat cong SanItulah sebuah gunung yang menempati diri dalam wilayah beberapa kecamatan, terutama kecamatan Lee-sui. Kecamatan kecamatan lainnya ialah ceng thian, cin in, SI an Kie, Lim hay, Hong
giam dan Un nia. Bun Koan pernah mencari Seng Kiong kegunung
itu tetapi ia tak berhasil siapa tahu sekarang ia datang pula kesitu.
Untuk mendekati gunung, Soat Kun dan Soat Gie meninggalkan keretanya, begitu juga Han In taysu, bahkan pendeta ini mesti berjalan dengan kedua tangannya menggantikan kedua kakinya
Hari sudah mulai magrib ketika orang terus mengikuti Ciu ceng mendaki gunung yang luas itu, sekarang ini setiap orang bersetengah hati. Karena mereka bakal segera menemukan istana nabi yang termashur itu. Dilain pihak mereka bersemangat, selalu bersedia untuk turun tangan menempur musuh yang sangat jahat itu.
Tengah berjalan, Bun Koan berlompat naik kesebuah puncak kecil, ia memandang jauh kedepan, kesekitarnya.
"Dikiri itu ialah kecamatan Sian Kie" bilangnya "Dan puncak gunung didepan itu ialah puncak utama dari kota chong san" Nyata nona Coh kenal baik gunung itu."
Siauw Pek turut melompat naik kepuncak keCil itu, untuk turut menyaksikan"Sarang Seng Kiong Sin Kun disebut Seng Kiong, mestinya dia mengambil tempat tak keCil" katanya "kalau sarang itu berada dipuncak sekali, mestinya kita sudah dapat melihatnya."
Tiba tiba Soat Kun turut bicara, katanya: "Waspadalah semua..
Kita sudah berada dalam lingkungan lawan, kita mesti berhati hati"
Belum berhenti suara nona Hoan itu, tiba tiba orang telah dikejutkan pekik panjang yang datangnya dari sebuah pohon besar dan tinggi, sedikit lebih jauh dari tempat dimana mereka berkumpul. Pekik itu dibarengi dengan melompat turunnya empat tubuh manusia bagaikan bayangan yang terus lari kepada Ciu ceng
Dengan kecepatan yang luar biasa, su Kay Taysu lompat mengejar. Pendeta ini berlompat sambil berseru. Ia menggunai lompatan "Sie Bie Kay cu", ilmu ringan tubuh istimewa dari Siauw
Lim Sie. Ia terus menggunakan sian thung tongkatnya yang lihay,
menghajar salah seorang yang terdekat dengan si Jenjang Kuning.
Satu jeritan tertahan terdengar, lalu robohlah orang yang diserang pendeta itu. Dia pecah kepalanya berikut tulang bahunya. Dia berpakaian hitam seperti orang konconya.
Penderitaan Siauw Lim Pay membuat Su Kay yang welas asih menjadi berubah, hingga dalam penyerangannya itu, ia nampak menjadi telegas.
Siauw Pek bertindak tak kalah gesitnya daripada sipendeta, bahkan dia sudah lantas menggunakan Pa Too, goloknya yang ampuh. Maka orang berseragam hitam yang kedua roboh terbinasa seketika
Dua orang yang lainnya tidak memperdulikan bahwa dua orang kawannya sudah terbinasa, mereka terus menghampiri Ciu ceng.
Teranglah mereka bertugas untuk membinasakan si Jenjang Kuning. Mungkin dimata Seng Kiong Sin Kun, Ciu ceng sudah terpandang sebagai penghianat yang bakal merusak usahanya yang besar itu. Mereka masing masing bersenjatakan sebatang ruyung dan sebuah golok tajam bagaikan gigi gergaji.
Lantas Su Kay dan Siauw Pek meneruskan berlompat kepada kedua musuh itu. Ciu ceng mesti dilindungi.
Oey Eng bersama Kho Kong berlompat maju, buat turut menyerang musuh. Kedua musuh agaknya lihay, mereka dapat melayani Siauw Pek dan Su Kay.
Ciu ceng seperti tak tahu akan adanya pertempuran itu, bahwa ada orang orang yang hendak membinasakannya. Dengan mendelong dia mengawasi empat orang yang lagi mengadu jiwa itu, sedetik dia ragu ragu, dia bagaikan berpikir keras. Tiba tiba saja dia memutar tubuhnya, buat berjalan kelain arah
"Ban Hu Hoat" Soat Kun berseru "Oey huhoat dan Kho Huhoat Lekas susul Ciu Huhoat. Jagalah ia dari serangan musuh"
Ban Liang menyambuti seruan sinona. Ia menhunus senjatanya, ia segera lari menyusul Ciu ceng, Oey Eng dan Kho Kong menyusul segera, mereka pun menghunus senjatanya.
Bun Koan menonton pertempuran, ia menjadi habis sabar.
"Lekas bereskan mereka" ia berseru "Jangan biarkan mereka itu menggagalkan kita"
Segera juga terdengar bentakan Ban Liang, disusul dengan suara
beradunya senjata senjata tajam. Mendengar itu, Nona Coh
melompat maju, untuk lari menyusul, memutar melewati Siauw Pek.
Sementara itu Siauw Pek dan Su Kay bermula berniat menawan hidup hidup kepada musuhnya masing masing, guna mengorek keterangan dari mulut mereka itu, akan tetapi mendengar anjuran Bun Koan terpaksa keduanya merubah pikirannya itu dan segera mereka menghajar mati masing masing lawannya.
Pertempuranpun terjadi disebelah depan- Telah muncul secara tiba tiba beberapa orang yang berseragam hitam, yang menyerbu kepada Ciu ceng karena mana Ban Liang bertiga segera maju merintangi mereka. Dengan majunya nona Coh, ketiga huhoat menjadi mendapat bantuan cepat.
Orang orang berseragam hitam itu bukan sembarang orang.
Buktinya ialah mereka sanggup melayani Bun Koan berempat,
hingga buat sementara itu mereka kedua pihak sama tangguhnya.
Tengah mereka itu bertempur seru, sekonyong konyong dari atas sebuah pohon didekat mereka semua berlompatan turun satu bayangan orang, yang terus lari cepat kearah Ciu ceng.
"Siauw Pek" Bun Koan berseru ketika melihat gerakan bayangan itu. Ia menguatirkan keselamatannya siJenjang Kuning maka ia meninggalkan lawannya dan melompat memburu kepada bayangan itu, yang gerakannya gesit luar biasa
Siauw Pek dan Su Kay Taysu, yang baru selesai membereskan musuhnya masing masing juga telah melihat bayangan itu, tanpa bersangsi mereka berlompat untuk lari menyusul. Tapi mereka, seperti Bun Koan telah terdahulukan oleh sibayangan hitam.
Ketika itu Ciu ceng tidak dapat berbuat apa apa. Ia boleh gagah tetapi waktu itu ia berada dalam keadaan was was. Ia nampak bagaikan orang bingung atau ling lung. Hebat kesudahannya apabila ia berCelaka ditengah bayangan hitam itu, sedangkan ia adalah orang satu satunya yang tahu sarangnya Seng Kiong Sin Kun
Si bayangan hitam sudah mendekati Ciu ceng ketika dengan mendadak satu tubuh orang yang melesat muncul dari samping, yang terus saja menyerang kepadanya, hingga dia kaget dan bingung, hingga dia tak berdaya ketika orang itu menyerangnya, hingga ia roboh seketika
Habis menyerang, orang itu berlompat kesisi Ciu ceng, maka sekarang ia tampak tegas. Ia adalah seorang tua dengan kulit keriputan, kumisnya sudah putih, sedangkan bajunya baju hitam. Ia
bertubuh jangkung tetapi bungkuk. sedangkan ditangannya tercekal sebatang jeroan pancing
Melihat orang tua itu yang ia kenali, Siauw Pek girang sekali. Sebab orang itu ialah Hie Sian cian Peng
"oh, loCianpwee" serunya girang dan kagum, "sungguh besar
bantuan locianpwee ini. Locianpwee, terima kasih banyak banyak"
Berkata begitu, bengcu dari Kim Too Bun segera memberi hormat. cian Peng tidak berlaku sungkan, bahkan ia tertawa.
"Jangan banyak adat peradatan bengcu" katanya polos. "Soal kita sekarang ini soal besar kaum Rimba Persilatan, karena itu aku si nelayan tua, tak dapat aku tidak menyayangi lagi setakar tenagaku, bahkan harus aku menggunai menghabiskannya. Sebaliknya kau bengcu, berhasil atau tidaknya usaha kita sekarang ini, semua itu bergantung kepada dirimu sendiri. Karenanya bengcu, aku situa justru bersedia untuk menerima segala titahmu"
"Loocianpwee terlalu merendahkan diri" berkata Siauw Pek.
"cukup sudah" berkata Soat Kun. yang segera telah datang pada ketuanya itu. "Kim Too Bun menjadi pembela keadilan, maka juga setiap orang rimba persilatan yang menjunjung keadilan, sendirinya dia menjadi huhoat, pelindung dari Kim Too Bun, karena mana tak usah bengcu berlaku sungkan- Sungkan berarti akan melemahkan bentengan kita"
Cian Peng heran, hingga ia berpaling dan menatap sinona.
"Sungguh Cerdas" ia memuji. Soat Kun tersenyum.
"Loocianpwee" ia bertanya "sekarang loocianpwee berada digunung ini, apakah loocianpwee datang terlebih dahulu daripada kami atau belakangan?"
"Aku selalu mengiring dibelakang rombonganmu nona" sahut Hie sianGiok Yauw tertawa geli mendengar jawaban orang itu. "Loocianpwee sendirian saja ataukah mempunyai kawan?" tanya dia. cian Peng membuka matanya lebar lebar.
"Aku si nelayan tua, aku selalu sendirian" sahutnya "Mana ada kawanku"
Nona Thio tersenyum, dia menoleh kearah rimba dan mengawasi sekian lama.
Menyaksikan lagak nona itu, cian Peng tertawa berkakak. Mendadak saja ia lari kearah rimba dan lompat memasukinya, hingga dia lenyap seketika Semua orang tersenyum. Lucu gerak geriknya jago tua itu.
Kemudian orang menoleh untuk mengawasi Ciu ceng. Si Jenjang Kuning berdiri ditepi jurang, dengan mata mendelong dia mengawasi kebawah jurang itu kearah lembah. Sampai ekian lama dia mengawasi, agaknya dia ragu ragu, terang dia tengah berpikir
keras, mengingat ingat....
Dengan berpegangan pada bahu adiknya, Soat Kun bertindak mendekati jago tua she Ciu itu.
Saat itu rembulan guram, maka juga lembah nampak gelap. hingga nona Hoan tidak dapat melihat apa- apa. Atau sebenarnya, Soat Gie tidak melihat apa juga.
Setelah berpikir, Soat Kun minta semua orang beristirahat ditepi jurang itu, guna menantikan tibanya sang fajar diwaktu mana barulah mereka akan melanjutkan usaha mereka mencari Istana Nabi.
Oey Eng dan Kho Kong mengeluarkan ransum kering, untuk dibagi baglkan kepada sekalian kawan itu, maka semua orang lantas dahar sambil duduk. buat terus beristirahat guna mengUmpulkan tenaga.
cepat rasanya sang malam berlalu, sang fajar segera tiba. Matahari pagi segera tampak diufuk timur. Dengan perlahan lahan, lembah mulai tampak tegas.
Tengah orang mengawasi lembah, tiba tiba saja Ciu ceng berlompat bangun, terus dia lari, untuk melompat turun
Ban Liang ditugaskan selalu mengawasi siJenjang Kuning, jago tua itu terperanjat, tetapi dia tak menjadi bingung, bahkan dia segera lompat menyusul. Su Kay Taysu adalah orang yang kedua yang menyusul Seng Su Poan.
Soat Kun segera diberi kisikan oleh Soat Gie tentang gerak geriknya Ciu ceng iut serta menyusulnya Ban Liang berdua Su Kay Taysu, ia segera berpaling kearah Siauw Pek seraya berkata "Mestinya Ciu ceng mengingat sesuatu, karena itu bengcu silahkan kau menyusulnya buat melihat sekalian melindunginya"
Siauw Pek sementara itu telah menerka, mungkin Istana Nabi berada dilembah itu, maka ia segera menjawab sinona. Tapi iapun lekas berkata "Lembah ini dalam dan berbahaya, nona mungkin tak leluasa buat nona turut turun kesana^
"Jangan kuatir bengcu" sahut sinona cepat, "kami berdua tahu bagaimana harus menuruninya"
"Silahkan berangkat lebih dahulu bengcu" Giok Yauw turut berkata "Bersama sama nona nona Hoan kami akan menyusul" Ketua itu mengangguk.
"Baik Kalian berhati hatilah" pesannya seraya terus lompat turun kelembah.
Didalam tempo yang pendek, Siauw Pek telah dapat menyusul Ciu ceng, bahkan ia melihat siJenjang Kuning tengah menggunakan tangannya menyerang kearah dinding gunung yang licin- Tiga kali serangan itu dilakukan, setiap kalinya menimbulkan suara keras yang mendatangkan kumandang disusul dengan satu suara gemuruh yang mengakibatkan bergeraknya kesisi hingga tertampaklah sebuah mulut gua.
Tepat dengan terpentangnya pintu gua itu, Ciu ceng menjerit nyaring dan tiba tiba saja dia roboh terlentang, bahkan kedua biji
matanya mencilak dan mulutnya mengeluarkan busa putih, sedangkan sekujur badannya bergerak gerak gemetaran
Su Kay Taysu kaget sekali, akan tetapi didalam kagetnya itu ia ingat akan melihat sekitarnya. Ia tidak mendapatkan apa juga, jangan kata musuh
Dengan pedang terhunus, Siauw Pek berdiri disisi Ciu ceng, matanya diarahkan kesekitarnya. Ia hendak melindungi kawanan itu.
Ban Liang terus berjongkok disisi tubuh si orang she Ciu, berniat memeriksa kalau kalau kawan itu mendapat suatu luka.
"Ban Huhoat, jangan sembarang menggeraki tangan" sekonyong konyong terdengar seruan atau Cegahan Soat Kun, yang mendatangi dengan cepat.
Sebenarnya Ban Liang tengah hendak menotok beberapa ototnya siJenjang Kuning, akan tetapi mendengar suara sinona, lekas lekas ia membatalkannya. Ia menarik pulang tangannya yang sudah diulurkan itu.
Bagaikan menyusul suara nona Hoan itu, dari jauh terdengar satu siulan yang nyaring dan panjang, datangnya dari arah barat daya, mungkin dari tempat hitung lie atau pal. Mendengar seruan itu, Su Kay tampak girang "Itulah suara Su Khong, kakak seperguruanku" dia berseru
"Kalau dialah Su Khong Taysu, kenapa taysu tidak mau segera menyambutinya?" Siauw Pek tanya.
Tanpa menjawab lagi ketua Kim Too Bun itu, Su Kay Taysu segera menegasi dengan siulannya yang nyaring dan panjang, yang terus berkumandang dilembah lembah, hingga sebelum kumandang itu lenyap. sudah datang timpalannya, ialah suara yang pertama tadi, suara Su Khong Taysu.
Saat itu tiba juga orang orang yang lainnya.
Soat Kun menghampiri Ciu ceng dengan petunjuk Soat Gie, Ia menotok tiga kali pada tubuh si Jenjang Kuning. Menotok ditiga tempat, setelah mana ia mencabut sebatang jarum yang tertusukkan nancap ditempilingan orang. Ciu ceng lantas memperdengarkan keluhan terus bibirnya bergerak, giginya terbuka. Dia mengeluarkan napas panjang.
"Dia terluka parah" berkata nona Hoan. "Dia membutuhkan
istirahat yang cukup lama. Tak usah kuatir, jiwanya tidak terancam"
Mendengar itu, Su Kay merogoh sakunya mengeluarkan sebutir obat pil yang tak ayal lagi ia jejalkan kedalam mulutnya orang luka itu.
Ketika itu diarah barat sudah tampak bermunculannya sejumlah pendeta dengan jubah abu abu, diantaranya Su Khong Taysu dengan tangannya mencekal siantung, tongkatnya yang panjang mirip toya. Pendeta itu berjalan dimuka. Di tepi jurang, ia melongok kebawah kearah lembah.
"Disanakah Coh tayhiap dan sutee Su Kay?"
Siauw Pek mengangkat kepalanya. "Benar" ia menyahut dengan lantang.
Su Khong sudah lantas melihat tegas keletakan lembah, terus ia berlompat turun akan lari kepada rombongan Siauw Pek itu. Ia segera disusul oleh Su Ie, Su Lut dan lainnya. Melihat para pendeta itu, Siauw Pek berkata didalam hati "terang sudah Su Khong masih belum berhasil mencari It Tie dan belum juga mendapatkan kembali kitab pusakanya". Tapi ia tidak berpikir lama, bersama sama Su Kay ia segera menyambut mereka itu. Kedua pihak saling memberi hormat.
Wajah Su Khong muram, pertanda bahwa ia sangat berduka, "Apakah tayhiap telah berhasil mendapat Seng Kiong?" tanya dia. Siauw Pek menunjuk kearah gua.
"Baru saja kami mendapatkan itu, belum sempat kami masuk melihatnya" sahutnya. "Untuk memeriksanya, pihak Siauw Lim Pay bersedia maju dimuka" katanya Su Khong.
Dan ketua Kim Too Bun dapat memaklumi pendeta itu yang telah menjadi sangat benci sekali pada Seng Kiong Sin Kun"Kami bersedia mengiringi taysu beramai" katanya sambil memberi hormat.
"Tayhiap terlalu merendah" berkata sipendeta yang tanpa ragu ragu lagi terus bertindak maju.
Gua itu lebar dua tombak dan tingginya setombak lebih, dindingnya licin. Karena gua gelap. tak tampak ujungnya. Walaupun demikian, Su Khong maju terus.
Oey Eng dan Kho Kong bersama sama beberapa pendeta Siauw
Lim Pay sudah lantas menyalakan obor, dengan begitu merkea
dengan mudah bisa membuka langkah untuk memasuki gua itu.
Siauw Pek bersama Bun Koan mengikuti Su Khong Taysu dibelakang mereka mengiringi yang lain lainnya. Semua berjumlah seratus orang lebih. Dan semua orang kagum menyaksikan gua itu rata rata mereka menyangsikan lagi bahwa itulah sarangnya Seng Kiong sin Kun.
sekonyong konyong dari arah depan terdengar suara gemuruh, yang berkumandang keras.
Su Khong Taysu terperanjat, segera dia berpikir. "celaka kalau musuh memasang alat peledak hingga kita bisa mati terkubur didalam gua ini." Tanpa merasa, pendeta itu perCepat larinya.
Yang lainnya juga menerka serupa, serentak merekapun segera berlari lari maju.
Hanya sebentar, sampailah mereka itu diujung lain dari gua itu, atau terowongan itu. Mereka masih mendengar suara bagaikan menggelegar, sedangkan mata mereka menampak dua buah pintu gua.
Su Khong Taysu mengernyitkan alisnya saking mendongkol.
"Bagus" serunya. "Lihat Seng Kiong sin Kun lagi mementang
pintu guna menyambut tetamu" berkata ketua para tiangloo itu.
Diantara Cahaya matahari, disana tampak sebuah lembah yang lebar, yang indah. Disana sini terdapat pepohonan serta pohon pohon bunga beraneka warna. Tapi yang paling menarik perhatian adalah satu pemandangan disebelah kiri, yang seperti teraling pepohonan. Itulah sebuah rumah berhala besar yang temboknya merah.
Sementara ituSu Khong Taysu berkata nyaring. "Para murid Siauw Lim, dengarlah... Hari ini, disini kalau ada musuh, tak ada
kita, kalau ada kita, tidak ada musuh... Siapa menjadi murid Siauw
Lim, dia mesti maju dimuka, guna mengadu jiwa dengan musuh" "Baik tiangloo" jawab murid muridnya.
Tiba tiba Siauw Pek menunjuk kedepan seraya berkata. "Lihat disana... Ada orang mengatur barisan menantikan kita. Mari kita maju"
"Maju" Su Kay berseru, sedangkan sebelah tangannya diulapkan. Terus dengan membawa tongkatnya iapun mendahului bertindak maju.
Seruan itu berupa perintah juga. semua murid Siauw Lim
bergerak serentak menaatinya. Maka, majulah mereka semua.
Siauw Pek maju bersama rombongannya sendiri serta Bun Koan dengan sekalian pengikutnya.
Justru itu terdengar seruan peringatan dari Soat Kun "Perhatikan... Diwaktu melintasi lorong bunga bunga, semua harus menahan napas. Kita harus menjaga kalau kalau bunga bunga itu ada racunnya, agar kita tak tercelakai musuh"
Nasihat itu dituruti, maka juga selagi perjalanan diantara pohon pohon bunga, semua orang berdiam sambil menahan napas. Dilain pihak^ mata mereka diarahkan kedepan kepada musuh.
Dipelataran dimuka istana Seng Kiong Sin Kun itu, diantara kira kira seratus orang berjubah merah dari si Nabi sakti, tampak seorang yang menjadi pemimpinnya. Dia bertubuh jangkung, mukanya brewok hingga kepipinya dan brewoknya itu berwarna kuning. Tubuhnya tertutup semacam mantel merah. Berdiri tegak, dia tampak angker.
Selekasnya ia memandang pemimpin berseragam merah itu, Su Kay Taysu mengernyitkan alisnya.
"Dia mirip The Eng, pangcu dari Hui Eng Pang" katanya.
"Hui Eng Pang menjadi satu diantara dua partai besar dalam dunia Kang ouw" berkata Su Khong Taysu, "Terutama dia sangat berpengaruh diwilayah Khong ouw. Kenapa sebuah partai besar dapat muncul disini?"
Su Kay menjadi heran sekali, hingga timbul keragu raguannya.
"Dia sangat mirip dengan The Eng" demikian pikirnya. "Bukankah ini aneh...?"
Ketika itu orang sudah datang dekat sekali kepada rombongan seragam merah itu, diantara siapa ada yang telah mengajukan diri guna merintangi.
Sipemimpin brewok kuning dan berbaju merah itu mementang kedua matanya yang bercahaya berkilauan, menyapu kepada para pendatang. "Apakah diantara kalian ada yang menjadi pemimpin?" tanya dia nyaring. Seng Su Poan Ban Liang bertindak maju.
"Kami mempunyai banyak pemimpin" sahutnya sama nyaringnya. "Kau tanyakan yang mana?"
Sibrewok kuning itu melengak mendengar jawaban yang tak diduga duga itu, kedua sinar matanya memain. Lalu dia mengawasi tajam kepada Su Khong Taysu.
Pendeta dari Siauw Lim Sie itu tidak menghiraukan lagak orang. ia tetap bersikap tawar.
"Loolap adalah Su Khong" katanya "Para murid Siauw Lim Sie menganggap loolap sebagai kepala mereka"
orang itu tidak berkata apa apa, sinar matanya yang bengis beralih kepada Siauw Pek. "Numpang tanya, kau siapa kah tuan?" tanya ketua Kim Too Bun itu, yang biasa berlaku hormat kepada siapapun.
Si baju merah menjawab "Akulah tongcu dari Ang Llong Tong, satu diantara kelima Tong dari Seng Kiong"
Ban Liang yang tak sabaran jadi tak senang.
"Apakah orang orang Seng Kiong bukan dipelihara ayah bundanya?" tanyanya mengejek. "Bagaimana orang sampai tak mempunyai she dan nama?"
Wajah tongcu itu menjadi muram. Terang dia gusar.
"Aku yang bodoh ialah The Eng" dian menjawab, keras dan sengit "Sahabat, siapakah kau?" terus dia balik bertanya. Ban Liang tertawa dingin.
"Benar saja kau?" serunya. "Aku situa ialah Ban Liang, anggota dari Kim Too Bun"
Geger Dunia Persilatan 13 Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu Kereta Berdarah 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama