Wiro Sableng 121 Tiga Makam Setan Bagian 3
"Aku tahu. Kita tak akan menunggu lama. Sebentar lagi dia pasti akan hadir di
sini," jawab Bidadari Angin Timur seraya memandang berkeliling. Lalu dia menyambung
ucapannya BASTIAN TITO TIGA MAKAM SETAN
tadi. "Tapi jika yang kita tunggu tidak segera datang, untuk tidak membuang
waktu lebih baik kita tinggalkan bukit ini. Kita bicarakan persoalan yang
dihadapi di satu tempat lain..."
Puti Andini dan Anggini saling pandang heran. Anggini lantas berucap.
"Mengapa begitu, Bidadari Angin Timur" Mengapa kita harus berpindah tempat"
Padahal kesepakatan sebelumnya di bukit ini kita akan bicara tuntas..."
Bidadari Angin Timur tersenyum. "Nanti aku jelaskan pada kalian. Kalau orang
yang kita tunggu memang tidak muncul."
Sampai saat itu gadis cantik bermuka pucat yang duduk di batu masih tetap di
tempatnya. Sepasang matanya tidak lepas-lepas memperhatikan gadis berambut pirang yang baru
datang. Dia tahu dibanding dengan Anggini dan Puti Andini, Bidadari Angin Timur
merupakan gadis cantik paling banyak mendapat tempat di hati Pendekar 212 Wiro
Sableng. "Walau Wiro banyak membagi perhatian padanya, tapi apakah gadis satu ini benarbenar mencintai pemuda itu masih belum ada kejelasan. Setahuku dia belum pernah
menyatakan rasa cintanya terhadap Wiro. Aku harus banyak memperhatikan gadis
satu ini. Dia yang paling berhasrat untuk mendapatkan Wiro walau kadang-kadang
di luaran bersikap seperti tidak acuh.
Barusan dia mengajak dua gadis lainnya untuk pergi ke tempat lain. Aku tahu
alasannya. Dia ingin menghindari pertemuan dengan gadis yang segera akan muncul.
Karena gadis itu merupakan saingannya paling berat. Apa lagi beberapa waktu lalu
mereka sempat berperang mulut di satu pekuburan. Dia ingin mencuri waktu untuk
mendapatkan kesempatan. Si pirang ini selain cantik dan memiliki kepandaian
tinggi, dia juga mempunyai otak cerdik..."
Selagi Bidadari Angin Timur, Anggini dan Puti Andini bercakap-cakap, di lereng
bukit sebelah timur seorang yang berlari cepat sesaat hentikan larinya. Orang
ini mengenakan pakaian panjang ketat berwarna putih, ditaburi manik-manik
berwarna merah. Walau malam gelap tapi pakaian yang seolah mencetak bentuk
tubuhnya yang bagus itu kelihatan berkilau-kilau. Di atas kepalanya ada satu
mahkota kecil terbuat dari kerang berwarna merah. Anting, kalung dan gelang dari
kerang juga menjadi perhiasannya. Sepasang mata yang berwarna biru menambah
kecantikan dan keanggunannya. Orang yang menghentikan lari dengan tiba-tiba ini
adalah Ratu Duyung. Dari balik pakaiannya sang Ratu keluarkan sebuah cermin bulat. Memandang
ke dalam cermin sakti itu dia bisa melihat puncak Bukit Ampel.
Mula-mula hanya kegelapan yang terlihat. Ratu Duyung gerakkan cermin saktinya
beberapa kali. Sesaat puncak bukit masih tampak menghitam. Kemudian mulai
terlihat bayangan-bayangan samar. Sang Ratu kerahkan tenaga dalam. Bayangan di
cermin tampak menjelas.
"Ada tiga orang di puncak bukit sana..." Ratu Duyung berucap perlahan. "Wajah
mereka masih agak samar, Tapi dari potongan tubuh aku bisa menduga siapa saja
mereka. Kalau pertemuan nanti berlangsung jujur, aku akan jelaskan pada mereka
semua apa yang kuketahui.
Tapi kalau ada yang ingin menang sendiri, apalagi mengungkit-ungkit peristiwa
lama, biar dia kubikin susah..." Ratu Duyung hendak masukkan cermin sakti
kembali ke balik pakaian tapi tiba-tiba dia melihat sesuatu di sudut kaca
sebelah atas. "Astaga... Mataku hampir terlewat memperhatikan bayangan di bagian atas kaca.
Aneh... Tiga gadis itu terlihat jelas. Kalau memang ada empat orang di puncak Bukit
Ampel mengapa yang satu ini tidak muncul secara lebih jelas dalam cermin?" Ratu
Duyung kembali kerahkan tenaga dalam. Satu cahaya putih berkilau di bagian atas
cermin itu. Sang Ratu merasakan getaran halus di jari-jari tangan dan sepanjang
lengan kanannya. "Aneh, jangan-jangan dia... Perempuan setan itu! Dendamku masih
belum hapus terhadapnya. Dia dulu mencelakai diriku di Puri Pelebur Kutuk! Tapi
untuk pastinya biar kuuji dengan ilmu Menyirap Detak Jantung."
Habis berkata begitu Ratu Duyung simpan cermin saktinya. Dua tangnnya
dirangkapkan di depan dada. Telapak tangan kanan dikembangkan, ditempelkan di
dada kiri atas, tepat di jurusan atas jantung. Mulutnya dikatup rapat sementara
matanya yang berwarna biru setengah dipejamkan.
Sesaat kemudian kelihatan wajah Ratu Duiyung berubah. "Benar dia..." katanya
dalam hati. "Aku hanya mendengar tiga detak jantung. Detak jantung orang yang ke
empat sama sekali tidak ada! Manusia hidup tidak mungkin tanpa jantungnya
berdetak. Mengapa dia bisa muncul di Bukit Ampel. Siapa yang mengundangnya"! Aku
harus berhati-hati..."
BASTIAN TITO TIGA MAKAM SETAN
BAB 10 Bidadari Angin Timur merasakan sambaran angin halus. Serta merta gadis ini
melirik ke samping kanan dan berkata. "Orang yang kita tunggu sudah datang!"
Dari balik kabut tebal di arah sebelah kanan menyeruak muncul sosok Ratu Duyung
dengan segala keanggunannya. Dia tersenyum sambil menganggukkan kepala pada tiga
gadis yang sudah datang lebih dulu.
"Maafkan, aku datang terlambat. Kalian tentu sudah lama menunggu. Aku gembira
bisa bertemu dengan kalian," kata Ratu Duyung. Walau tiga gadis lainnya memiliki
kecantikan bukan sembarangan, namun sang ratu memiliki kelebihan yakni cara
bicara dan sikap yang anggun.
Apalagi tidak seperti yang lain-lainnya, dia mengenakan pakaian mewah, bagus dan
ketat mencetak bentuk tubuhnya yang molek serta wajah dirias apik mempesona.
Ditambah dengan mahkota kecil di atas kepalanya maka penampilan sang Ratu satu
tingkat melebihi tiga gadis lainnya.
Baru saja sang Ratu berucap begitu tiba-tiba tubuhnya kelihatan terhuyung ke
depan seperti ada sesuatu yang membenturnya.
"Ratu Duyung, ada apa" Kau kurang sehat...?" bertanya Anggini sambil maju dan
memegang lengan Ratu Duyung yang saat itu telah bisa mengimbangi diri.
"Aku hanya sedikit letih. Tak apa-apa. Kita bisa segera langsung membicarakan
persoalan yang tengah kita hadapi," menjawab Ratu Duyung dengan tenang walau
wajahnya yang jelita jelas kelihatan berubah. Dalam hati sang Ratu merutuk.
"Makhluk salah kaprah! Sekali lagi kau berlaku lancang akan kugempur kau habishabisan!" Apa yang sebenarnya telah terjadi"
Begitu Ratu Duyung muncul di puncak Bukit Ampel sosok samar berpakaian putih
serta merta berdiri dari batu yang sejak tadi didudukinya. Wajahnya yang pucat
sesaat kelihatan memerah sedang sepasang matanya memandang tak berkesip.
"Hemmm... Akhirnya muncul juga Ratu lacur ini. Sikapnya agung, tetapi dia yang
paling bernafsu ingin memiliki Pendekar 212 Wiro Sableng. Dia tidak segan-segan
menempuh cara keji sekalipun. Kalau tidak kuhalangi, peristiwa di Puri Pelebur
Kutuk dulu itu pasti akan membuat Wiro sengsara seumur hidup dan menjadi budak
nafsunya..."
Tanpa bersuara sosok samar itu mendekati Ratu Duyung dari belakang lalu dengan
tangan kanannya mendorong bahu kiri sang Ratu hingga gadis jelita bermata biru
ini terhuyung-huyung ke depan.
"Kita sudah lengkap semua. Sebaiknya kita mulai pembicaraan." Berkata Bidadari
Angin Timur. "Aku setuju. Makin cepat selesai berarti makin baik kita memutuskan apa yang
akan dilakukan. Kita..." Belum habis Ratu Duyung berucap kembali tubuhnya
terhuyung. Tiga gadis berseru kaget. Puti Andini dan Anggini cepat memegang bahu
sang Ratu kiri kanan.
"Ratu kurasa kau dalam keadaan kurang sehat. Sudah dua kali kami lihat kau mau
jatuh. Di sana ada batu. Sebaiknya kau duduk saja di batu itu..." Anggini segera hendak
membimbing Ratu Duyung ke sebuah batu besar beberapa langkah di depan sana.
"Aku tak kurang suatu apa. Namun agaknya ada satu makhluk kurang ajar bermaksud
tidak baik terhadapku, mungkin terhadap kita semua yang ada di sini. Kurang ajar
tapi pengecut karena tidak berani menampakkan diri!"
"Ratu, apa maksudmu?" tanya Bidadari Angin Timur sementara Anggini dan Puti
Andini memandang heran pada Ratu Duyung.
"Kalian bertiga lebih dulu datang ke puncak bukit ini. Apa tidak mencium bau
aneh...?" Ratu Duyung balik bertanya.
Bidadari Angin Timur saling pandang dengan dua gadis lainnya lalu berkata.
"Memang sejak tadi kami mencium bau aneh. Tapi kami tidak begitu perduli..."
"Bau itu adalah bau bunga kenanga. Bunga kematian alias bunga mayat! Kemanapun
dia pergi, bau itu akan selalu mengikutinya. Itulah bau sosok roh gentayangan
makhluk yang pernah lahir di dunia dengan nama Suci. Sering dipanggil dengan
nama Bunga. Dia sudah lama menemui kematian secara tidak wajar. Rohnya penasaran
ingin kembali ke dunia ini. Tapi tidak bisa! Dia yang tadi mendorongku sampai
dua kali!"
Puti Andini yang tidak pernah mengenal siapa adanya Suci atau Bunga tidak
menunjukkan sikap apa-apa. Lain halnya dengan Anggini dan Bidadari Angin Timur.
Dua gadis ini sama-sama tersurut satu langkah. Bidadari Angin Timur bertanya
untuk meyakinkan.
"Ratu Duyung, yang kau maksudkan dengan makhluk roh itu, apakah dia yang pernah
dijuluki Dewi Bunga Mayat"!"
"Memang dia!" jawab Ratu Duyung. "Dia ada di sini. Memata-matai pertemuan kita.
Memalukan sekali, tidak diundang berani muncul di tempat ini!" Ratu Duyung
keluarkan suara mendengus dari hidunnya.
BASTIAN TITO TIGA MAKAM SETAN
Baru saja Ratu Duyung berucap dan mendengus, tiba-tiba terasa ada getaran aneh
di puncak Bukit Ampel. Kabut yang sejak tadi menutupi sebagian bukit itu
bergerak menebar. Lalu dibarengi dengan santarnya bau harum menggidikkan satu
bayangan putih berkelebat. Di lain kejap satu sosok dara jelita bermuka pucat
berpakaian serba putih kelihatan berdiri hanya lima langkah di hadapan Ratu
Duyung .Sepasang matanya memandang dingin tak berkedip pada mata biru sang Ratu.
Sosok yang muncul ini memang adalah Suci alias Bunga yang pernah dikenal dengan
julukan Dewi Bunga Mayat! (Mengenai makhluk roh berparas jelita ini harap baca
serial Wiro Sableng berjudul "Misteri Dewi Bunga Mayat").
Satu senyum sinis yang ditunjukkan pada Ratu Duyung menyeruak di wajah pucat
Suci. "Ratu bermata biru, kau menyembunyikan perasaan hati culas di balik kejelitaan
wajahmu!" Bidadari Angin Timur serta merta sudah bisa menduga kalau di tempat itu akan
segera terjadi perang mulut bahkan mungkin adu kekuatan antara Ratu Duyung
dengan Suci. Dia hendak menengahi tapi selintas pikiran muncul dalam benak gadis
berambut pirang ini. Terus terang dia sendiri tidak begitu suka dengan Ratu
Duyung walau sebelumnya mereka pernah berbaik-baik.
Apalagi mengingat kejadian di pekuburan beberapa waktu lalu. (Baca Episode
pertama berjudul
"Kembali Ke Tanah Jawa"). Setelah memutar otaknya Bidadari Angin Timur
memutuskan untuk diam saja. Mungkin dengan berlaku diam akan lebih menguntungkan
bagi dirinya. Mendengar kata-kata Suci itu Ratu Duyung lontarkan seringai tak kalah sinisnya.
Dia langsung menyahuti. "Terkadang manusia itu dinilai dari kata dan ucapannya.
Sudah muncul tidak diundang, beraninya menuduh orang berhati culas!"
Suci tertawa panjang. "Alam bebas langit terkembang. Apakah ada aturan yang
melarang, siapa saja datang ke Bukit Ampel ini?"
"Tidak ada larangan! Sekalipun untuk makhluk salah kaprah seperti dirimu. Tapi
jika kehadiran membawa maksud tidak baik, sembunyi-sembunyi lalu hendak
mencelakai orang lain, hai! Apakah ada salahnya jika aku dan semua yang ada di
sini harus bersikap waspada...?"
Kembali Suci tertawa panjang. "Kau pandai bicara, sengaja melibatkan tiga gadis
lainnya itu. Jangan sembunyi di balik ilalang kecantikan wajah dan kepandaian
bicara. Semua orang tahu siapa adanya Ratu Duyung! Sungguh hebat! Kau bergabung
dengan gadis-gadis jujur untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan Pendekar 212
Wiro Sableng. Aku kawatir jangan-jangan kau sengaja mengelabui mereka untuk
mencari keuntungan sendiri. Karena siapa yang lupa bahwa kau pernah mencelakai
pendekar itu ketika kau culik dia dan kau sekap di Puri Pelebur Kutuk beberapa
waktu lalu"!"
Paras Ratu Duyung menjadi merah. "Kejadian itu sudah lama berlalu. Bahkan
Pendekar 212 Wiro Sableng sudah melupakannya. Mengapa kau yang tidak ada sangkut
paut dengan urusan orang kini mengungkit-ungkit perkara itu" Untuk membakar hati
tiga gadis ini" Aku tidak menculik, apalagi menyekap Pendekar 212. Dia datang
dengan kemauan sendiri, dengan niat suci hendak menolongku. Kau saja yang tibatiba muncul kalang kabut membawa hati jahat seribu duga! Kau mecelakai beberapa
anak buahku, merusak tempat kediamanku. Dan bukankah kau kemudian menculik Wiro!
Hai, kalau aku boleh bertanya kau bawa kemana pendekar itu" Ke alam rohmu yang
serba gelap pengap itu"! Apa yang kau lakukan di sana terhadapnya?" Habis
berkata begitu Ratu Duyung lalu tertawa panjang.
Kali ini muka pucat Suci yang kelihatan berubah merah. Sepasang matanya yang
selama ini selalu memandang sedingin es kelihatan seperti dikobari api.
"Ratu Duyung, kau pandai bersilat lidah, memutar balik kenyataan, mencari
kambing htam agar dapat menutupi kebejatan diri dan melemparkannya pada orang
lain! Wiro memang berhati tulus hendak menolongmu. Tapi kebaikannya kau balas
dengan mencelakai dirinya..."
"Siapa bilang aku mencelakai dirinya! Siapa bilang aku mencari kambing hitam.
Aku tadi bertanya, apa yang kau lakukan terhadap Wiro di alam rohmu" Bercinta
bermesraan" Adakah pantas roh gentayangan bercinta mesra dengan insan penghuni
bumi" Hanya makhluk salah kaprah lahir batin dan mencari keuntungan sendiri
seperti dirimu yang mampu melakukan perbuatan tidak terpuji itu!"
Melihat perang mulut itu semakin panas, Anggini melangkah maju hendak memisah.
Tapi lengannya cepat dipegang oleh Bidadari Angin Timur. "Urusan mereka berdua
jangan kita campuri...." bisik Bidadari Angin Timur.
"Jika tidak dicegah urusan kita bisa jadi kacau balau..." menjawab Anggini.
"Biarkan saja. Jika sudah capai mereka akan berhenti sendiri..."
"Mereka tidak akan capai kecuali kalau salah satu dari mereka menemui kematian!
Itu yang aku takutkan!" jawab Anggini namun Bidadari Angin Timur masih terus
memegangi lengannya hingga Anggini tidak bisa bergerak melangkah.
"Ratu Duyung, kau memang makhluk tidak tahu berterima kasih. Tapi aku tidak
heran melihat kelainan dalam perbuatan dan pikiranmu. Bukankah kau makhluk
pewaris kutuk laknat yang sebenarnya akan tetap terpendam di dalam kutuk kalau
tidak ditolong Wiro"!"
"Kau cemburu aku mendapat pertolongan dari pemuda gagah dan sakti itu" Aku tidak
heran kalau Penekar 212 disukai banyak gadis. Tapi kalau roh gentayangan
sepertimu ikut-ikutan
BASTIAN TITO TIGA MAKAM SETAN
menyukainya sungguh mengerikan! Apa kau kira kau bisa mendapatkan dirinya dan
hidup bersamanya" Belum pernah aku dengar ada roh yang berjodoh lalu kawin
dengan manusia! Jadi kau harus tahu diri. Jangan berharap terlalu banyak dengan
bermanis diri ke sana kemari sambil menebar ucapan busuk dan melakukan perbuatan
tidak terpuji dimana-mana! Lebih bak kau kembali saja ke alammu, jangan pernah
lagi memperlihatkan diri di alam manusia!"
Suci memekik keras. "Ratu bejat! Rohmu jauh lebih busuk dari semua roh yang ada
di muka bumi ini! Biar aku buktikan dengan mengirimmu ke alam sana!"
Habis berkata begitu Suci alias Dewi Bunga Mayat hentakkan kaki kanannya ke
tanah. Dari tanah serta merta membersit satu cahaya merah.
Cahaya ini merambat ke atas memasuki tubuh Suci, terus ke kepala. Begitu cahaya
merah memasuki kedua matanya, saat itu juga cahaya itu melesat keluar dan dengan
segala kedahsyatan dan keangkerannya berkiblat ke arah Ratu Duyung! Inilah ilmu
kesaktian yang disebut
Roh Mendera Bumi. Selama ini tidak ada satu manusiapun bisa selamat dari serangan.
Jangankan manusia, batu besar sekalipun bisa hangus hancur berkeping-keping!
Pada saat Suci hentakkan kakinya ke tanah dan ada sinar merah melesat ke atas,
tiga gadis bertindak cepat. Pertama sekali tentu saja Ratu Duyung. Secepat kilat
gadis ini keluarkan cermin saktinya. Sambil melompat ke samping cermin bulat ini
diputar demikian rupa sambil mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Selarik sinar
putih menghambur menyilaukan di malam gelap, menghantam ke arah Suci.
Suci sendiri saat itu terhuyung ke samping setelah tubuhnya didorong oleh Puti
Andini dan Anggini. Ke dua gadis ini berusaha mencegah Suci melancarkan serangan
Wiro Sableng 121 Tiga Makam Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sambil berteriak agar Ratu Duyung jangan balas menyerang.
Dua gelegar dahsyat menggema di puncak Bukit Ampel. Satu lamping batu hancur.
Setiap keping hancuran bertebaran di udara, berubah menjadi bara merah
mengepulkan asap. Sungguh mengerikan akibat hantaman ilmu Roh Mendera Bumi yang
dilancarkan Suci. Di tempat lain serumpun semak belukar dan satu pohon besar
tumbang lalu tenggelam dalam kobaran api akibat sapuan sinar putih yang keluar
dari cermin sakti Ratu Duyung.
Ratu Duyung tegak tergontai-gontai. Mukanya yang cantik seperti tdak berdarah.
Dari sela bibirnya ada cairan merah meleleh jatuh ke dagu.
Walau selamat dari serangan maut Suci namun bentrokan tenaga dalam membuat sang
Ratu terluka di sebelah dalam.
Di tempat lain sosok Suci bergulingan di tanah, lalu jatuh tumpang tindih dengan
tubuh Anggini dan Puti Andini yang tadi berusaha mencegahnya melepaskan pukulan
sekaligus menyelamatkannya dari serangan Ratu Duyung.
"Kalian mencegahku menyerang Ratu keparat itu! Kalian melindunginya! Kalian
berserikat jahat dengannya!" Suci berucap setelah mendorong Anggini dan Puti
Andini yang ada di sampingnya.
"Sahabat, jangan salah menduga!" kata Anggini. "Kami tidak ingin terjadi
pertumpahan darah di antara kita. Maksud kedatangan kami ke bukit ini adalah
untuk menjajagi apa yang terjadi dengan diri Pendekar 212 Wiro Sableng. Walau
sebelumnya kami tidak menghubungimu, tapi kau telah bersedia datang ke sini.
Kami sangat berterima kasih. Berarti apa yang ada di dalam pikiran dan hatimu
sama dengan yang ada dalam diri kami. Sahabat Suci, harap kau bersabar diri. Kau
sebenarnya bisa membantu banyak menacari Pendekar 212..."
"Siapa sudi membantu Ratu jahanam itu!" bentak Suci.
"Jangan cuma memandang pada dirinya. Harap kau memperhatikan kepentingan kita
bersama. Apakah kau tidak ingin melihat kita menemukan Wiro dalam keadaan
selamat...?"
Mendengar kata-kata Anggini itu, agak surut amarah Suci. Matanya mendelik
memandang ke arah Bidadari Angin Timur. Dalam hati dia berkata.
"Si pirang itu. Dia hanya berdiri tegak, tidak melakukan apa-apa. Dia ingin aku
celaka di tangan Ratu Duyung! Aku tahu apa yang ada di otaknya yang cerdik.
Kalau salah satu dari kami mengalami celaka, dia akan lebih punya peluang
mendapatkan Pendekar 212. Huh, dia mengira begitu!"
"Suci, kurasa kau bisa menerima ucapan sahabat Anggini...." berkata Puti Andini.
Suci anggukkan kepala. "Terima kasih atas semua kebaikan kalian. Aku merasa
lebih baik meninggalkan tempat ini..." Di wajah Suci muncul bayangan kesedihan.
Dalam hatinya ada satu suara berkata. "Wiro, semua ini aku lakukan karena cinta
kasihku padamu. Itu sebabnya aku sulit untuk mencari dan menemukan dirimu. Itu
sebabnya aku berusaha memasuki alammu. Tapi rasanya alammu tidak begitu
bersahabat dengan diriku. Aku menyadari bahwa tidak akan ada insan yang mau
berbagi rasa dengan diriku. Mereka akan mengejek diriku jika mengetahui
bagaimana aku sangat mencintaimu. Wiro, kalau saja alam kita tidak berbeda,
matipun sudah sejak dulu kulakukan demi untuk mendapatkan dirimu. Wiro, masih
terngiang di telingaku ucapanmu waktu mengatakan ketulusan cintamu padaku..."
(Baca "Misteri Dewi Bunga Mayat").
Anggini dan Puti Andini jadi saling pandang terheran-heran ketika bagaimana di
sudut mata Suci menggelincir air mata bening. Dua gadis ini serta merta ikut
diselimuti kesedihan.
BASTIAN TITO TIGA MAKAM SETAN
"Kami tidak memintamu pergi," kata Anggini pula. "Tapi jika kau memutuskan
demikian rasanya itu memang lebih baik."
"Kalian berdua telah berlaku baik padaku. Aku tidak akan melupakan hal itu.
Anggini, Puti.... Kalau saja kalian tahu bagaimana rasanya hidup di alamku yang
penuh kegelapan, dimana aku hanya melihat Pendekar 212 Wiro Sableng sabagai
satu-satunya pelita penerang jalan, kalian akan memaklumi mengapa aku ingin
selalu keluar dari kegelapan itu. Aku tahu, aku tidak akan mungkin mendapatkan
pemuda itu. Namun cinta kasih sejati bukan berarti selalu memiliki..."
"Kami mengerti Suci, kami mengerti..." kata Puti Andini seraya menyeka air mata
yang berguling di pipi Suci. Dia tidak menyadari kalau saat itu air mata juga
menetes jatuh ke pipinya.
"Anggini, sebelum aku pergi maukah kau melakukan sesuatu untukku?"
"Aku akan melakukan apa saja yang dapat kulakukan untukmu Suci," jawab Angini,
murid Dewa Tuak.
Dari balik pakaiannya Suci mengeluarkan sebuah benda berwarna kuning. Ternyata
benda itu adalah sekuntum bunga kenanga. Tempat itu segera ditebari bau harumnya
bunga. "Anggini, jika kau bertemu dengan Pendekar 212, berikan bunga kenanga ini
padanya..."
"Akan kulakukan. Pesan atau apa yang harus aku katakan padanya?" tanya Anggini
sambil pandangi bunga itu sesaat lalu mengambilnya.
"Kau tak usah mengatakan apa-apa. Juga tak ada pesan dariku. Wiro sudah tahu
artinya bunga itu..."
"Baik, akan kusampaikan bunga ini pada Pendekar 212."
"Terima kasih Anggini. Selamat tinggal sahabat-sahabatku..."
"Kami selalu mengharapkan bisa bertemu lagi denganmu Suci," kata Anggini sambil
memegang tangan Suci erat-erat sementara matanya sendiri sudah berkaca-kaca
sejak tadi. Bau harum bunga kenanga merebak di pucak bukit. Suci tersenyum pada dua gadis di
depannya, wajah yang tersenyum itu kemudian berubah lagi seperti menjadi asap.
Anggini perhatikan tangannya yang tadi memegang lengan Suci. Kini dia hanya
memegang udara kosong.
Suci telah lenyap.
Anggini dan Puti Andini menghela nafas dalam lalu berpaling ke arah Ratu Duyung
yang masih tegak berdiri. Matanya yang biru kelihatan terbuka lebar. Sementara
itu Bidadari Angin Timur masih tetap berada di tempatnya semula. Dia baru
beranjak ketika dilihatnya Puti Andini dan Anggini melangkah mendekati Ratu
Duyung. "Ratu, ada darah di sela bibirmu. Kau terluka di dalam..." kata Anggini lalu
mengeluarkan sehelai sapu tangan dan menyeka darah yang ada di sudut bibir sang
Ratu. "Terima kasih. Aku memang terluka di dalam tapi tidak apa-apa..." kata Ratu
Duyung. Dari kantong perbekalannya Puti Andini keluarkan satu kantong kain. Dari dalam
kantong ini dia mengambil sebutir obat berwarna kuning lalu menyerahkannya pada
Rstu Duyung. "Minumlah, sebelum fajar datang mudah-mudahan luka dalammu sudah sembuh."
"Ah, kau baik sekali. Terima kasih." Ratu Duyung mengambil obat kuning yang
diserahkan lalu tanpa ragu memasukkan obat itu ke dalam mulut dan menelannya.
Dia menarik nafas panjang beberapa kali. "Aku merasa lebih baik sekarang.
Bagaimana kalau kita mulai membicarakan persoalan yang kita hadapi?"
BASTIAN TITO TIGA MAKAM SETAN
BAB 11 Setalah lebih dulu menatap wajah tiga gadis itu satu persatu baru Bidadari Angin
Timur mulai bicara.
"Para sahabat, kita semua tahu apa maksud tujuan pertemuan ini. Kita juga sama
menyadari bahwa dasar pertemuan ini adalah membuang jauh-jauh kepentingan
pribadi. Kita mempunyai tujuan sama yakni mencari tahu dimana beradanya Pendekar
212 Wiro Sableng. Apa yang terjadi dengan dirinya. Selama ini mungkin di antara
kita telah mencari jalan sendiri-sendiri untuk mneyelidik. Namun hasilnya nihil.
Mungkin jika kita bergabung, membagi jalan pikiran serta mengungkapkan apa yang
kita keahui, akan lebih mudah melakukan penyelidikan..."
"Sahabat Bidadari Angin Timur, maafkan kalau aku lancang mulut berani memotong
ucapanmu," berkata Angini.
"Apa yang hendak kau sampaikan Anggini?" tanya Bidadari Angin Timur.
"Terus terang, aku yang berada jauh di Pulau Andalas, juga Puti Andini yang
memencilkan diri di pantai selatan, walau diselimuti rasa kekawatiran, namun
tidak bisa berbuat banyak dalam melakukan penyelidikan..."
"Aku dan Ratu Duyung rasanya dapat mengerti hal itu. Kami yang ada di Pulau Jawa
saja belum bisa mengetahui apa-apa. Apa lagi kalian yang jauh. Namun ada satu
temuanku yang perlu aku beritahukan pada kalian. Menurut kabar yang aku dengar
dari beberapa tokoh persilatan ternyata diketahui bukan cuma Wiro saja yang
lenyap secara aneh. Ada dua orang tidak diketahui rimbanya dalam jangka waktu
bersamaan dengan lenyapnya Pendekar 212. Mereka adalah seorang tokoh silat aneh
berjuluk Setan Ngompol. Kita semua pernah bertemu dengannya. Orang kedua seorang
bocah dikenal dengan nama Naga Kuning. Anak ini juga pernah bertemu dengan kita.
Aku berusaha menyelidik lebih jauh. Hasilnya tidak banyak. Diketahui ke tiga
orang itu lenyap dalam waktu bersamaan. Diketahui pula ketiganya terlihat
bersama-sama sebelum raib entah kemana..." Setelah diam sesaat Bidadari Angin
Timur melanjutkan. "Dalam perjalanan ke sini, aku menyirap satu kejadian di
Kotaraja. Juru ukir Keraton Raden Mas Sura Kalimarta ditemukan tewas di rumahnya
dengan kepala pecah. Istrinya lenyap. Tapi kukira kejadian ini tidak ada sangkut
pautnya dengan apa yang tengah kita selidiki. Karenanya sekarang biar aku
langsung saja pada satu kabar yang baru kudengar sejak beberapa hari ini. Kabar
itu mengatakan bahwa Pendekar 212 telah menemui kematian sekitar satu tahun
lalu..." Anggini tersentak pucat mendengar keterangan Bidadari Angin Timur itu. Puti
Andini keluarkan seruan tertahan sedang Ratu Duyung terdiam dengan mata birunya
membelalak besar.
"Kita harus menyelidiki kebenaran kabar itu," kata Bidadari Angin Timur
melanjutkan. "Di balik berita kematian Pendekar 212, menyusul kabar agak aneh. Yang pertama
mengatakan Pendekar 212 dimakamkan di pekuburan Banyubiru, tah jauh dari Telaga
Rawapening. Kabar kedua menyebut Wiro dikebumikan di satu pekuburan dekat Candi
Kopeng..."
"Ini memang aneh," Ratu Duyung membuka mulut. "Karena kabar yang aku dengar
justru Pendekar iu telah dimakamkan di Gunung Gede, tak jauh dari tempat
kediaman gurunya Sinto Gendeng."
"Berarti ada tiga makam yang harus kita selidiki," kata Anggini pula. "Kita bisa
menyelusuri kebenaran kabar itu satu persatu. Candi Kopeng dekat dari sini.
Telaga Banyubiru tak berapa jauh di sebelah utara. Untuk menyelidik ke Gunung
Gede memang jauh dan butuh waktu..." kata Anggini.
"Kalau begitu kita bisa mulai menyelidik ke pekuburan di Kopeng. Jika kita
berangkat sekarang, paling lambat setelah matahari tenggelam kita sudah sampai
di sana." Kata Ratu Duyung lalu memandang pada tiga gadis lainnya menunggu
pendapat mereka.
"Aku setuju. Kita berangkat ke Kopeng sekarang." Bidadari Angin Timur menanggapi
ucapan Ratu Duyung. Anggini dan Puti Andini menurut saja.
Ketika tiga gadis hendak bergerak pergi Ratu Duyung berkata. "Tunggu! Ada satu
hal yang ingin kuceritakan dan kutanyakan pada sahabat Bidadari Angin Timur."
Tiga gadis menahan langkah sama membalik. Bidadari Angin Timur menatap sesaat
lalu bertanya. "Ratu Duyung, apa yang hendak kau ceritakan" Aku siap menjawab pertanyaanmu..."
"Bidadari Angin Timur, aku bicara mengenai pertemuan kita beberapa waktu lalu di
pekuburan dekat Candi Pawan. Sebelum aku menemuimu, kau telah menjebol sebuah
makam. Kau ingat?"
"Aku ingat," jawab Bidadari Angin Timur. "Memangnya kenapa?"
"Tak lama setelah kau pergi, dari dalam makam itu melesat keluar sosok
mengerikan seorang nenek. Kulit muka dan dadanya terkelupas. Hidungnya
gerumpung. Matanya cuma satu.
Itu belum seberapa. Yang membuat aku benar-benar setengah mati ketakutan, nenek
ini buntung tangan kanannya. Dan tangan yang buntung itu menempel melintang di
atas keningnya!"
BASTIAN TITO TIGA MAKAM SETAN
"Ada manusia keluar dari dalam makam. Itu saja sudah sulit dipercaya!" kata
Bidadari Angin Timur. "Lalu di keningnya menempel tangan kanannya sendiri! Itu
tambah lebih sulit dipercaya!"
"Tapi aku menyaksikan sendiri! Aku berteriak memanggilmu. Tapi kau sudah lenyap.
Aku mengira semua itu adalah permainan akal licikmu hendak menakuti diriku..."
"Ratu Duyung, keterlaluan kalau kau menuduh seperti itu!" Bidadari Angin Timur
tidak senang. "Aku tidak menuduhmu. Aku hanya menghubungkan kejadian itu dengan ucapan
sebelumnya di atas makam. Ingat, waktu itu kau kudengar berteriak begini.
"Orang di atas
makam! Tak ada gunanya kau terus bersembunyi. Lekas keluar! Atau kau ingin
kukubur hidup-hidup!"
"Ucapan itu hanya pancingan belaka. Karena aku tahu saat itu kau sembunyi tak
jauh dari pekuburan dan tengah mengintai gerak-gerikku!" menjelaskan Bidadari
Angin Timur. Ratu Duyung tak berkata apa-apa. Tapi dalam hati dia meragukan kebenaran ucapan
gadis berambut pirang itu.
*** Matahari belum lama tenggelam. Tapi awan mendung tebal yang menutupi langit
membuat keadaan segera menjadi gelap. Ketika hujan turun rintik-rintik seolah
coba membasahi tanah gersang pekuburan Kopeng yang telah sekian lama tidak
pernah disentuh air, empat bayangan berkelebat. Yang mendatangi pekuburan itu
bukan lain adalah Bidadari Angin Timur dan tiga gadis lainnya.
"Gelap, gerimis, tak ada satu orangpun di sini. Bagaimana kita mencari kuburan
Wiro?" berkata Puti Andini.
Ratu Duyung memperhatikan keadaan pekuburan itu sesaat lalu berkata. "Menurut
penglihatanku, jumlah makam di pekuburan ini tidak lebih dari tiga puluh. Kita
bisa memeriksanya satu persatu. Kalau menyebar, kita bisa mengerjakan lebih
cepat!" "Usul yang baik!" menjawab Bidadari Angin Timur. "Aku akan memeriksa di jurusan
ini. Ratu Duyung, kau di sebelah sana, Anggini kau yang di deretan situ dan Puti
Andini kau di barisan sebelah kiri depan... Kita harus bekerja cepat sebelum
hujan turun lebih lebat!"
Empat gadis cantik itu menebar lalu mulai memeriksa setiap makam yang ada di
pekuburan itu. Rata-rata makam di situ merupakan makam tua. Beberapa di
antaranya sudah hampir sama rata dengan tanah sekitarnya, tidak memiliki batu
atau papan nisan lagi. Yang masih ada papan dan batu nisannya sudah tidak
kentara tulisannya.
Tiba-tiba kilat menyambar. Menyusul suara gelegar geluduk. Di ujung kuburan
sebelah kanan terdengar pekik Anggini. Tiga gadis lainnya segera berpaling.
Semula mereka menduga jeritan Anggini tadi karena terkejut oleh sambaran kilat
dan gelegar geluduk. Tapi rupanya tidak.
Karena saat itu tampak Anggini tegak di depan sebuah makam. Tangan kanan
menutupi mulut sementara tangan kiri menunjuk ke arah makam di depannya. Ratu
Duyung, Bidadari Angin Timur dan Puti Andini segera melompat ke tempat Anggini.
Mereka dapati gadis itu berdiri dalam keadaan tubuh menggigil. Mereka memandang
ke arah yang ditunjuk Anggini. Ternyata yang ditunjuk adalah sebuah nisan
terbuat dari papan yang sudah lapuk dan menancap miring di kepala makam. Pada
papan itu ada sederatan tulisan dalam huruf-huruf Jawa Kuno.
Kilat menyambar. Empat gadis menekap telinga masing-masing meredam hantaman
suara geledek. Pada saat tempat itu menadi terang, semua mata para gadis
memandang lekat-lekat ke arah papan nisan, coba membaca nama yang tertera agak
samar di papan lapuk.
"Ya Tuhan!" pekik Ratu Duyung begitu dia berhasil membaca nama di papan lapuk.
Bidadari Angin Timur keluarkan seruan tertahan, jatuh berlutut di depan makam.
Puti Andini menekap mulutnya dengan ke dua tangan. Lututnya goyah. Gadis ini
terduduk di tanah di samping Bidadari Angin Timur.
Wajah empat gadis di depan makam sama pucat. Tengkuk mereka sama terasa dingin.
Mereka tidak perdulikan lagi hujan gerimis membasahi diri mereka. Di situ, di
papan lapuk yang miring, walau samar tapi masih bisa dibaca. Tertulis dalam
huruf Jawa Kuno, nama yang tak asing lagi bagi mereka. Wiro Sableng!
Setelah ke empatnya bisa mengusai diri, satu persatu mereka mulai berpikir
jernih. Pertama sekali terdengar Bidadari Angin Timur berucap.
"Aku melihat keanehan. Makam ini papan nisannya sudah sangat lapuk pertanda
siapapun yang dimakamkan di sini paling sedikit lebih dari satu tahun. Tapi
mengapa tanahnya masih munjung dan berwarna merah"!"
"Kalau makam ini ditumpangi jenazah baru, seharusnya papan nisannya diganti.
Yang kita lihat papan nisan tua bertuliskan Wiro Sableng!" Ikut bicara Ratu
Duyung.
Wiro Sableng 121 Tiga Makam Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
BASTIAN TITO TIGA MAKAM SETAN
"Agaknya kita perlu menggali dan melihat isi makam..." ujar Anggini.
"Bagaimana kita melakukan" Kita tidak membawa peralatan!" berkata Puti Andini.
Ke empat gadis itu kemudian sama terdiam dan saling pandang.
"Ada orang datang!" tiba-tiba Bidadari Angin Timur memberi tahu.
Di bawah hujan, dalam kegelapan, dari arah timur seorang bercaping melangkah
memasuki pekuburan, langsung ke arah empat gadis itu berada. Ternyata dia
seorang lelaki separuh baya, berbadan tegap dan berkulit hitam liat.
"Kau siapa"!" bertanya Bidadari Angin Timur.
Yang ditanya balik bertanya. "Aku yang seharusnya bertanya. Empat orang gadis.
Malam hari. Hujan gerimis seperti ini. Ada keperluan apa berada di pekuburan"!"
Empat gadis yang sedang bingung itu jadi jengkel. Tapi masih bisa menahan diri.
"Kami perlu bantuan untuk menggali makam ini," kata Ratu Duyung.
Kagetlah orang bercaping. Dia langsuns buka capingnya dan memandang pada Ratu
Duyung lalu pada tiga gadis lainnya.
"Ini aneh..." kata orang itu.
"Apa yang aneh"!" bentak Anggini.
"Tiga hari lalu ada orang datang ke sini. Dia minta aku menggali makam ini.
Setelah kugali dia masuk ke dalam kubur. Hanya sebentar lalu keluar lagi. Dia
memberiku sejumlah uang. Menyuruh timbun makam kembali. Sebelum pergi dia
berpesan agar aku tidak menceritakan kejadian itu pada siapapun. Tapi pada empat
gadis secantik kalian, aku tak dapat menyimpan rahasia..."
Orang itu tertawa lebar dan kedip-kedipkan matanya.
"Setan alas ini mulai tak tahu juntrungan..." bisik Anggini pada Ratu Duyung.
"Sebelum kutampar lekas katakan padanya bahwa kita juga mau minta bantuannya
untuk menggali makam."
Ratu Duyung mengangguk. "Kami juga akan memberikan uang padamu. Asal kau mau
menggali makam ini."
"Aha! Rejekiku besar! Untuk kalian apapun akan aku lakukan! Tapi aku perlu
pulang dulu mengambil peralatan dan minta bantuan seorang teman. Aku tak mungkin
menggali makam ini sendirian."
"Kau tahu siapa yang dikuburkan di makam ini?"
"Namanya tertera di papan butut itu. Siapa orangnya aku tidak tahu..."
"Kau boleh pulang mengambl peralatan dan mencari bantuan temanmu. Lekas
kembali..."
kata Puti Andini.
Empat gadis itu kemudian menunggu di bawah sebatang pohon besar. "Bagaimana
kalau orang tadi tidak kembali lagi?" tanya Anggini.
"Dia pasti kembali. Matanya liar melihat kita! Otaknya pasti kotor!" jawab
Bidadari Angin Timur.
Tak lama kemudian lelaki tadi muncul kembali bersama dengan temannya. Tanpa
banyak menunggu keduanya segera menggali makam. Empat gadis berdiri
memperlihatkan di seputar makam. Cukup lama menanti, akhirnya terdengar suara
pacul menyentuh satu benda keras di dasar makam.
"Aku sudah sampai di dasar makam. Aku menemukan tengkorak dan tuilang-tulang
manusia!" Terdengar suara si penggali kuburan.
"Lemparkan ke atas!" teriak Ratu Duyung.
Sesaat kemudian dari dalam makam melesat keluar berbagai bentuk tulang-tulang
putih berbalut tanah. Mulai dari tulang tangan dan kaki, sampai iga.
"Lemparkan semua! Jangan ada yang ketinggalan!' teriak Bidadari Angin Timur.
"Ini yang terakhir!"
Dari dalam makam melesat tengkorak kepala manusia. Menggelinding sebentar lalu
berhenti tak jauh dari kaki Anggini.
"Lihat!" teriak Anggini sambil menunjuk pada tengkorak kepala manusia itu. Pada
kening tengkorak. Dia tersurut kaget. Tiga gadis lainnya keluarkan seruan
tertahan. Di kening tengkorak ternyata ada tiga deretan angka. 212! Ratu Duyung
memperhatikan. "Tiga angka pada kening tengkorak ini masih baru. Digurat dengan semacam cat
untuk membatik..." memberitahu Ratu Duyung.
"Gila! Aku yakin ini bukan tengkorak kepala Pendekar 212! Setan dari mana punya
perbuatan edan seperti ini!" kata Bidadari Angin Timur.
Ratu Duyung mengankat tangan kirinya memberi tanda agar tidak ada yang bicara.
"Ada apa?" Anggini malah bertanya berbisik. Suaranya tercekat.
"Ada sebuah benda menyumpal di dalam mata kiri tengkorak!" jawab Ratu Duyung.
Dia mengambil satu patahan kayu. Dengan kayu ini dibersihkannya tanah yang
menyumpal sebagian rongga mata kiri itu. Ternyata benda itu adalah segulung
kertas. Dengan agak gemetar Ratu Duyung membuka gulungan kertas itu. Di situ
tertera sebaris tulisan berbunyi : "SELAMAT
BASTIAN TITO TIGA MAKAM SETAN
DATANG DI MAKAM SETAN PERTAMA. KALIAN DITUNGGU DI MAKAM SETAN
KEDUA." "Jahanam kurang ajar! Jika kutemukan manusia yang melakukan ini, akan kupatahkan
batang lehernya!" kata Anggini menggeram marah.
Ratu Duyung bangkit berdiri. Sesaat dia menatap pada Bidadari Angin Timur.
Ditatap seperti itu gadis berambut pirang ini menjadi gusar.
"Tatapanmu terasa aneh. Membuat aku jadi tidak enak. Apa yang ada di benakmu
Ratu Duyung" Agaknya kau menghubungkan diriku dengan kejadian ini dan makhluk
nenek-nenek yang keluar dari makam yang tangan kanannya menempel di kening itu?"
"Aku tidak mengatakan sepatah katapun. Mengapa kau punya pikiran seperti itu"!"
tukas Ratu Duyung.
"Hujan tambah lebat. Payungku mungkin bisa membantu. Kita harus segera pergi
dari sini!" kata Puti Andini yang sengaja ingin menghindari kelanjutan tidak
enak. Gadis ini lalu keluarkan empat buah payung dari kantong di punggungnya.
Tiga diserahkan pada tiga gadis, satu dipakainya sendiri. Lalu dia memberikan
sejumlah uang pada dua penggali makam.
Beberapa langkah setelah meninggalkan makam, tiba-tiba Ratu Duyung hentikan
jalannya. "Ada satu hal penting yang terlupa!' kata sang Ratu.
"Apa?" tanya Bidadari Angin Timur yang diam-diam mulai kesal melihat sikap Ratu
Duyung. "Kita tidak menanyakan siapa adanya orang yang menyuruh gali makam tiga hari
yang lalu itu..."
"Astaga! Kau betul!" ujar Anggini setengah tersentak.
Saat itu Bidadari Angin Timur telah lebih dulu berbalik dan berlari cepat ke
arah makam. Yang lain-lainnya segera mengikuti. Sampai di depan makam yang barusan digali,
ke empat gadis itu terbelalak, tak bisa bersuara tak sanggup bergerak. Dua
penggali kuburan menggeletak tak bernyawa lagi di samping tanah makam yang belum
sempat mereka timbun. Sebuah senjata berbentuk tombak pendek menancap di leher.
"Kita belum jauh meninggalkan makam. Bagaimana mereka bisa menemui ajal begitu
cepat?" ujar Anggini.
"Siapapun adanya si pembunuh, dia pasti memiliki kepandaian luar biasa
tinggi..."
berkata Ratu Duyung.
"Yang jadi pertanyaan, mengapa dua orang ini harus menjadi korban pembunuhan
begini keji" Apa salah mereka?" ujar Bidadari Angin Timur sambil memandang pada
tiga gadis lainnya.
Tak ada yang bisa memberi jawaban.
Kilat menyambar. Geluduk menggelegar. Tanah pekuburan bergetar. Empat gadis yang
belum habis kagetnya melihat kematian dua penggali kubur keluarkan pekikan keras
lalu serempak mereka tinggalkan tempat itu sementara hujan lebat mengguyur turun
dan desau angin terdengar mengerikan.
BASTIAN TITO TIGA MAKAM SETAN
BAB 12 Dua makhluk kurus kering yang memiliki tubuh satu setengah kali tinggi manusia
biasa itu langkahkan kaki-kaki mereka yang berbentuk kaki kuda lengkap dengan
ladamnya lalu berhenti sejarak empat langkah dari hadapan Pendekar 212. Wiro
perhatikan dua tangan mereka yang dempet satu sama lain. Dia tahu, dua tangan
dempet itu jauh lebih berbahaya dari tangan-tangan mereka yang lain.
"Saudaraku Tunggul Gono," berkata makhluk di sebelah kiri. "Monyet gondrong itu
tidak mau menjawab pertanyaan kita!"
"Rupanya dia sengaja mempercepat kematiannya! Ha... ha...ha!" menyahuti manusia
galah di sebelah kanan, bernama Tunggul Gono.
Murid Sinto Gendeng tidak mau berlaku konyol sembrono. Sebelumnya di telah
pernah menghadapi dua makhluk ini. Mereka berkepandaian tinggi. Walau keduanya
sempat dibikin babak belur kemudian melarikan diri, namun waktu itu Wiro dibantu
oleh seorang pendekar muda berjuluk Pendekar Kipas Pelangi. Kini dia sendirian.
Menghadapi dua musuh aneh itu dia harus berlaku hai-hati.
"Momok Dempet, kalau Kitab Wasiat Malaikat dan Kitab Wasiat Dewa yang kalian
cari, kedua kitab itu tak ada padaku."
Dua makhluk dempet yang dikenal dengan nama Momok Dempet Berkaki Kuda tertawa
bekakakan. "Kami sudah menduga kau akan berkata seperti itu!" kata Tunggul Gini. "Berarti
kini kami tidak perlu repot mengurus nyawamu!" Tunggul Gini berikan tanda dengan
jentikkan jari-jari tangan kirinya. "Kita hantam saja dia langsung dengan
pukulan Sepasang Palu Kematian.
Habis perkara!"
Dua manusia jangkung serempak keluarkan bentakan garang. Bersamaan dengan itu
tangan mereka yang dempet dipukulkan ke depan.
"Wusss!"
Serangkum angin memancarkan sinar hitam legam menderu dahsyat ke arah Pendekar
212. Kinasih menjerit. Bukan saja karena ketakutan tapi juga kawatir akan
keselamatan Wiro.
Sebelumnya murid Eyang Sinto Gendeng sudah melihat kehebatan pukulan lawan yang
bernama Sepasang Palu Kematian itu. Sambil membentak keras Wiro jatuhkan diri ke
tanah, berguling ke kiri dengan cepat. Begitu sinar hitam lewat di atas
kepalanya dia hantamkan tangan kanan ke atas melepas pukulan Tangan Dewa
Menghantam Matahari dengan mengerahkan tenaga dalam hampir dua pertiga yang
dimilikinya. Sinar hitam pukulan Momok Dempet bertaburan di udara, keluarkan suara dahsyat
laksana mau meruntuhkan langit. Taburan-taburan yang berlesatan ke berbagai
penjuru ini menghancur dan menghanguskan apa saja yang dibenturnya. Asap
mengepul di seputar tempat itu. Gaung menggidikkan menggema sampai ke dasar
lembah! Walau sempat tercekat Wiro tak mau menunggu. Dengan tangan kirinya dia melepas
pukulan Tangan Dewa Menghantam Batu Karang, mengerahkan lebih dari separoh
tenaga dalam. Dua serangan yang dilancarkan Wiro tadi adalah pukulan-pukulan
sakti yang langka dan dipelajari dari Kitab Wasiat Dewa yang didapatnya dari
Datuk Rao Basaluang Ameh.
Momok Dempet keluarkan teriakan seperti kuda meringkik. Keduanya cari selamat
dengan sama-sama melesat ke udara sampai setinggi dua tombak.
"Palu Dan Ladam Membongkar Bumi!" kata
Tunggul Gono membisiki saudaranya.Tunggul Gini mengangguk.
Sambil melayang turun dua makhluk dempet ini keluarkan teriakan seperti kuda
meringkik. Secara aneh tubuh mereka kelihatan berputar seperti gasing. Dua
tangan mengibas laksana baling-baling. Mengeluarkan suara keras dan deru angin
amat dahsyat. Jangankan tubuh manusia, pohon atau batu sekalipun akan papas
dihantam tangan itu!
Putaran tubuh serta tangan yang dibuat Momok Dempet mengandalkan kecepatan luar
biasa. Pendekar 212 terkejut sekali ketika tiba-tiba sosok dua makhluk itu tahu-tahu
telah berada di depannya.
"Breett!"
Baju putih Pendekar 212 robek di bagian bahu kiri. Kalau tadi murid Sinto
Gendeng ini tidak cepat menghindar, pasti bahunya sudah amblas putus dimakan
serangan lawan! Rasa lega karena selamat di hati Pendekar 212 hanya sesaat.
Karena tidak terduga, cepat sekali dua tangan lawan yang berputar berubah
menjadi kemplangan kilat, menghantam ke arah pelipis Wiro kiri kanan! Sungguh
dahsyat pukulan dan jurus serangan bernama Palu Dan Ladam Membongkar
Bumi yang dilancarkan Momok Dempet itu! Selain cepat, gerakannya juga tidak
terduga. Wiro tidak berkesempatan untuk mengindarkan diri. Yang bisa dilakukannya adalah
menangkis dua pukulan maut lawan dengan tangan kiri kanan. Untuk menangkis ini
Wiro BASTIAN TITO TIGA MAKAM SETAN
keluarkan seluruh tenaga dalam dan keluarkan jurus yang selama ini hampir tidak
pernah dipergunakannya yakni jurus Kipas Sakti Terbuka.
Dua tangan Pendekar 212 menghantam ke atas, melesat ke kiri kanan seperti
gerakan kipas terbuka, menangkis dua tangan yang siap menghancurkan kepalanya.
"Bukkk!"
"Bukkk!"
Dua tangan Wiro beradu keras dengan tangan kiri kanan Momok Dempet. Tidak
terduga Tunggul Gono yang berada di sebelah kanan tendangkan kaki kanannya ke
arah dada Wiro.
Pendekar 212 lipat lututnya untuk melidungi diri. Namun saat itu akibat
bentrokan lengan tadi Wiro terbanting jatuh punggung ke tanah. Tendangan Tunggul
Gono menyerempet paha kirinya sebelah atas lalu melabrak perutnya!
Murid Sinto Gendeng menjerit keras. Perutnya serasa pecah. Dari mulutnya
menyembur ludah bercampur darah. Tulang punggungnya seperti hancur. Sementara
dua tulang lengannya terasa seolah patah.
Bentrokan tangan membuat dua makhluk dempet terpental jauh. Keduanya menjerit
kesakitan. Terjengkang di tanah, untuk beberapa lamanya tak mampu bergerak.
Tangan merasa sakit bukan main. Rasa sakit menjalar sampai ke dada, menyesakkan
nafas. "Jahanam! Monyet itu memiliki tenaga dalam luiar biasa!" rutuk Tunggul Gono.
"Kalau tidak cepat kita habisi, bisa celaka!" Lalu dia mendahului berdiri.
Sepasang matanya laksana dikobari api. Mukanya kelam membesi.
Bagitu berdiri Momok Dempet melihat Wiro terkapar di tanah tidak berdaya.
Kesempatan ini tidak disa-siakan mereka. Keduanya segera menyerbu.
Murid Sino Gendeng tahu bahaya besar yang mengancam dirinya. Dia cepat berguling
menjauhi lawan sambil tangan kanannya melepas pukulan Benteng Topan Melanda
Samudera untuk menghalangi gerakan lawan. Namun karena cidera tangannya cukup parah,
apalagi dia tidak mampu mengerahkan seluruh tenaga dalam akibat perutnya yang
tadi kena tendangan kaki kuda lawan, pukulan tangan kosong yang dilepaskan Wiro
tidak sedahsyat sebagaimana biasanya.
Walau dihantam angin deras pukulan Benteng Topan Melanda Samudera yang
dilepaskan Wiro, setelah terhuyung sesaat, secara luar biasa Momok Dempet
Berkaki Kuda menerobos hantaman angin dan melangkah cepat mendekati Wiro.
"Celaka, kalau keadaan tangan dan tenaga dalamku begini rupa, aku tak mungkin
mengeluarkan pukulan Sinar Matahari..." Wiro mengeluh dalam hati sementara dua
lawan bertangan dempet itu semakin dekat.
"Tak ada jalan lain, aku harus mengeluarkan Kapak Naga Geni 212!" Wiro gerakkan
tangan kanannya ke pinggang. Tapi alangkah terkejutnya murid Sinto Gendeng
ketika tangan yang cidera itu tidak mampu diulurkan untuk menjangkau gagang
kapak sakti! "Benar-benar celaka!" keluh Wiro.
Momok Dempet Berkaki Kuda hanya tinggal tujuh langkah di hadapan Wiro. Dan sang
Pendekar dalam keadaan tak berdaya!
Dalam keadaan tegang luar biasa seperti itu mendadak Wiro ingat pada ilmu
Membelah Bumi Menyedot Arwah yang didapatnya dari
Luhrembulan. (Baca serial Wiro Sableng di Negeri Latanhasilam Episode berjudul
"Istana Kebahagiaan") Melihat Wiro tegak tak berdaya sementara dua makhluk
dempet mendatangi siap untuk menghabisinya, Kinasih berteriak.
"Wiro! Lari! Selamatkan dirimu!" Kinasih sendiri saat itu siap memutar tubuh dan
lari meninggalkan tempat itu. Tapi tiba-tiba dia menyaksikan sesuatu yang sulit
dipercaya. Pada saat Momok Dempet Berkaki Kuda tinggal empat langkah dari hadapannya tibatiba Pendekar 212 hantamkan tumit kanannya ke tanah. Rrrrttttt! Tanah terkuak
Wiro Sableng 121 Tiga Makam Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membelah. Momok Dempet terbelalak besar, berteriak kaget ketika melihat belahan
tanah bergerak cepat sekali ke arah mereka.
Tunggul Gono, Momok di sebelah kanan melompat. Tunggul Gini ikut melompat namun
gerakannya agak terlambat. Kaki kanannya sudah berada di atas, tapi kaki kiri
masih menginjak tanah. Dia berusaha mengangkat kaki itu. Terlambat! Tanah yang
menganga menyedot kakinya.
Tak ampun lagi Tunggul Gini tertarik ke bawah dan menjerit ketakutan setengah
mati. "Jahanam! Ilmu apa ini! Kurang ajar!" seru Tunggul Gono. Ketika menyaksikan kaki
kiri saudaranya semakin dalam masuk ke belahan tanah, Tunggul Gono cepat
pergunakan kaki kanannya untuk menendang.
Kembali terdengar raungan Tunggul Gini. Lututnya hancur. Kakinya putus. Tunggul
Gono cepat menarik tubuh saudaranya. Tunggul Gini selamat walau kakinya sebatas
lutut ke bawah putus kemudian lenyap disedot tanah yang terbelah! Secara aneh
tanah terbelah itu kembali menutup dengan sendirinya!
Susah payah Tunggul Gono panggul saudaranya di bahu kiri lalu secepat dia bisa
berlari, Tunggul Gono kabur dari tempat itu.
BASTIAN TITO TIGA MAKAM SETAN
Pendekar 212 jatuhkan diri berlutut di tanah. "Luhrembulan, kalau kau tidak
memberikan ilmu itu padaku, niscaya tadi aku sudah dihabisi makhluk dempet
celaka..." Wiro hendak menggaruk kepala tapi mengerenyit sakit. Tangan kirinya
terasa linu. Dia segera atur jalan darah dan pernafasan. Perlahan-lahan dia
kerahkan hawa sakti yang ada di perut. Namun belum cukup sempurna di sebelah
belakang ada suara orang berlari mendekatinya, Wiro cepat berpaling. Yang datang
ternyata Kinasih.
Terhuyung-huyung, dengan berpegangan ke pinggang Kinasih, Pendekar 212 berusaha
berdiri. Saat itulah tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda di kejauhan.
"Momok Dempet..." pikir Wiro. "Jangan-jangan makhluk jahanam berkaki kuda itu
kembali ke sini. Jika mereka berani kembali berarti ada orang lain berkepandaian
tinggi ikut bersama keduanya. "Wiro memandang bekeliling. Dia melihat serumpunan
semak belukar lebat di sebelah kiri di belakang sederetan pohon-pohon besar.
Wiro memberi isyarat pada Kinasih.
Kedua orang ini melangkah cepat lalu menyelinap ke balik semak belukar.
Karena tidak tahu siapa yang datang dan bahaya apa yang bakal dihadapi, Wiro
segera berjaga-jaga dengan coba mengerahkan pukulan Sinar Matahari di tangan
kanan. Ternyata dia masih belum mampu mengerahkan tenaga dalam akibat perutnya yang
masih cidera bekas terkena tendangan Momok Dempet. Dengan dada berdebar dan mata
tak berkesip memandang ke depan, Wiro menunggu. Suara derap ladam-ladam kuda itu
semakin dekat. TAMAT Episode Berikutnya :
ROH DALAM KERATON
- E-Book ini diketik ulang oleh : ACISX (ACHMAD FACHRIS)
- Hak karya cipta cerita ini adalah milik Bastian Tito (Alm.)
- Jika ada kesalahan dalam penulisan harap dimaafkan.
Saran dan kritik kirim fachris@sctvnews.com
BASTIAN TITO TIGA MAKAM SETAN
Pinangan Iblis 2 Dewa Arak 92 Memperebutkan Batu Kalimaya Pengejaran Ke Cina 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama