Ceritasilat Novel Online

Golok Maut 4

Golok Maut Karya Batara Bagian 4 ketika dia bangkit terhuyung dan Pek wan menyuruhnya mengeroyok maka jenderal ini mencabut pedangnya dan menusuk serta maju menerjang, membentak dan memaki pengemis itu namun Hwa liong Lo kai mendengus. Kakek ini menggerakkan dua jarinya dan diketuklah pedang di tangan lawannya itu. Dan ketika Kwi goanswe kembali berteriak karena pedangnya terpental maka Pek wan terkekeh menyerang kakek ini, mengganggu dan dua temannya yang lain juga bergerak. Mereka mencabut golok dan menerjang dari kiri kanan, membacok dan bersiutlah angin sambaran senjata yang dingin menyeramkan. Tapi begitu Lo kai menyentil dan golok mereka pun tertolak maka dua orang itu marah berseru keras. "Ganggu saja. Kalian menyerang dari belakang dan kiri kanan, biar aku di depan!" Pek wan si Lutung Putih berseru. Kakek tinggi kurus ini mengerotokkan buku buku jarinya, yang mendadak mulur dan memanjang. Dan ketika dia bergerak dan sepuluh kuku jarinya bercuit menyambar lawan maka Lo kai menangkis dan masing masing terpental. Pek wan tertawa dan sudah menyerang lagi, dari depan, menyambar dan mengapitkan pula kesepuluh jarinya itu. Dan ketika kukunya bercuitan dan sinar putih menyambar nyambar dari kedua tangannya maka Kwi goanswe dan dua temannya menyerang dan membacok dari belakang dan kiri kanan. "Sing plak dukk!" Hwa liong Lo kai berseru nyaring. Si Lutung Putih tertawa dan mempercepat gerakan, aneh dan ajaib tiba tiba kesepuluh kukunya juga memanjang, mulur dan sekejap kemudian sudah seperempat meter panjangnya, berobah seperti sepuluh belati tajam dan berbahaya. Dan ketika kakek itu tertawa tawa dan lawan terkejut karena sepuluh kuku itu menjentik dan tak patah ditampar lengannya maka Hwa liong Lo kai membentak dan tiba tiba merobah gerakan, mempergunakan ujung lengan bajunya dan meledaklah benda lemas yang tiba tiba keras itu. Pengemis ini telah mengerahkan sinkangnya dan ujung baju menjadi seperti toya, kadang seperti tameng yang dapat menerbitkan suara nyaring. Dan ketika dengan cara begitu kakek ini dapat bertahan dan membalas lawannya maka sepuluh kuku jari di tangan Pek wan tertahan dan berkali kali mental. "Ha ha, hebat, Lo kai. Ini barangkali Kim kee kangmu (Tenaga Ayam Emas)!" "Tak perlu banyak bicara," Hwa liong Lo kai berseru. "Dapat merobohkan aku berarti kemajuan bagimu, Pek wan. Ayo keluarkan semua kelihaianmu dan cobalah kalahkan aku!" "Tentu, aku datang untuk merobohkanmu, Lo kai. Tak dapat mengalahkanmu biar aku kembali ke gunung..... siut tring!" dan kuku jari yang kembali bertemu ujung baju namun tertolak mental tiba tiba membuat Lutung Putih ini penasaran, mempercepat gerakannya dan tiga temannya sudah mendesak dan menekan. Sayang, karena pertahanan Hwa liong Lo kai demikian kokoh dan sepasang lengan baju kakek pengemis itu hebat bukan kepalang karena mementalkan senjata mereka maka Kwi goanswe dan dua lainnya marah, di samping penasaran tentu saja. "Pek wan, keluarkan saja senjatamu. Bunuh jembel ini!" "Ha ha, tak perlu terburu. Kuras tenaganya dulu. goanswe. Nanti mudah membereskannya kalau sudah lelah!" Hwa liong Lo kai mendengus. Mendengar omongan itu tahulah dia maksud atau niat lawannya. Kiranya dengan licik si Lutung ini mau menguras tenaganya, bertempur dengan waktu yang lama agar tenaganya habis, hal yang membuat kakek itu tertawa dingin dan mempereepat gerakan. Dan ketika pedang dan golok cukup mengganggu karena mereka bergerak di belakang dan kiri kanan maka Hwa liong Lo kai membentak menambah tenaganya, menyambut ketika sebatang golok membacok punggungnya. "Plak!" Golok itu melengkung. Hebat dan luar biasa kakek pengemis ini telah membuat lawan berteriak kaget. Kebutan ujung baju yang mampu membengkokkan golok bukanlah main main, itu tanda sinkang yang hebat dan Pek wan terkejut, berseru agar temannya berhati hati. Namun ketika orang kedua juga menusuk dan menikam pinggang tiba tiba Hwa liong Lo kai menggerakkan lengan baju satunya dan golok orang ini malah patah. "Pletak!" Orang itu terbanting bergulingan. Ujung baju si pengemis yang terus menyambar kearahnya tak dapat dikelit. Patahnya golok sudah membuat orang ini terkejut dan terkesiap setengah mati, kaget ketika tamparan atau pukulan ujung baju itu menghantam pundaknya. Dan ketika dia menjerit dan terlempar bergulingan maka orang ini mengaduh aduh karena tulang pundaknya patah. "Keparat!" Pek wan membentak. "Terkutuk kau, Hwa liong Lo kai. Kubunuh kau!" "Hm... membunuh atau tidak terserah dirimu, Pek wan. Kalau dapat melakukan tentu bagus. Tapi aku juga akan menghajarmu!" "Keparat, jahanam kau.....!" dan Pek wan yang melengking mencabut sesuatu, tiba tiba mengeluarkan roda berbulu. Aneh senjata ini, di tengahnya diikat atau digantungkan seekor ular. mendesis desis dan begitu dikeluarkan tiba tiba membuka mulutnya, menggigit dan menyerang Lo kai. Dan ketika pengemis itu terkejut karena lawan dibantu ular hidup maka roda juga menyambar dan menghantam mukanya. "Dess!" Hwa liong Lo kai agak terhuyung. Pengemis ini tertegun melihat ular itu. Ular merah yang kepalanya segi tiga, jelas ular beracun dan dia menjadi marah. Maka ketika roda menyambarnya dan hampir dia lengah maka Pek wan tertawa nyaring melepas ularnya ini, dijepit ekornya dengar tangan kiri. "Nah, ini Ang tok coa ( Ular Racun Merah ) Lo kai. Sekali tergigit dan kena bisanya tentu kau mampus. Menyerahlah, atau kau mati sia sia melawan kami !" "Hm, curang dan pengecut!" Hwa liong Lo kai membentak. "Kau kini tak malu malu mempergunakan racun. Pek wan. Sungguh hina dan rendah watakmu!" "Ha ha, ini usahaku memperoleh kemenangan, Lo kai. Kalau kau takut, menyerahlah!" "Menyerah hidungmu....plak!" dan ujung baju yang mengebur serta menghantam muka si Lutung tiba tiba meledak dan menyampok pula pedang Kwi goanswe, mental dan Pek wan serta Kwi goanswe marah. Mereka maju lagi dan membentak penasaran. Dan keika teman mereka yang memegang golok juga menyerang dan tetap mempergunakan golok bengkoknya maka Hwa liong Lo kai membalas dan mulai bersikap keras, menggerakkan tangan kiri dan keluarlah pukulan2 emas dari tangan kirinya itu, berhati hati terhadap ular di tangan Pek wan dan segera ular dikebut sebelum dekat. Akhirnya lawan tak dapat mengerjakan ularnya dan Lutung Putih itu gusar. Dan ketika Lo kai mementalkan serangan serangan mereka sementara pukulan emas di tangan kiri kakek itu mendesak dan membuat mereka kewalahan tiba tiba Kwi goanswe malah terbanting ketika bertemu sinar kekuningun ini. "Keparat, hati hati, goanswe. Bangkit dan serang lagi!" Hwa liong Lo kai mengeluarkan tawa dari hidung. Setelah ia mengeluarkan Kim kong cian nya (Pukulan Sinar Emas) ternyata lawan kalang kabut. Kwi goanswe sendiri terpelanting dan pemegang golok dua kali terlempar. Kalau saja Pek wan tak menolong mereka dengan ular dan rodanya barangkali pengemis ini sudah merobohkan keduanya. Si Lutung Putih itu mengganggu dan kini tak segan segan membokong, menyerang dari belakang atau pun kiri kanan, sering mengumpan dan teman namun saat itu juga dia masuk menggerakkan ularnya, atau roda yang acap kali menderu di depan mata. Dan ketika itu masih ditambahi dengan sepuluh kuku jari yang bersuitan bagai belati berbahaya maka Hwa liong Lo kai menarik desakannya pada Kwi goanswe dan temannya untuk berhati hati terhadap si Lutung ini, waspada dan melancarkan Kim kong ciangnya dan tiga lawannya tertahan, didesak dan mereka mulai mundur mundur. Dan ketika Hwa liong Lo kai di atas angin dan mulai dapat menguasai pertandingan maka satu tamparan akhirnya merobohkan jenderal itu kembali. "Plak!" Pedang di tangan jenderal ini mencelat. Kwi goanswe bergulingan mengumpat caci, marah dan saat itu kakek ini menyambar si pemegang golok. Orang itu sedang bengong dan kaget oleh gerakan pengemis, berteriak ketika tiba tiba kakek itu berkelebat ke arahnya. Dan ketika tangan kiri kakek itu bergerak dan Pukulan Sinar Emas menyambar dadanya tiba tiba lelaki ini mencelat dan terlempar roboh. "Dess!" Hwa liong Lo kai telah merobohkan dua lawan sekaligus. Kakek itu tertawa dan Pek wan berteriak marah, Lutung Putih ini menyambar dan melepas pukulan dari belakang. Dan ketika Lo kai membalik dan menangkis pukulannya tiba tiba roda di tangan kanannya dilepas dan meluncur menghantam kakek itu. "Eih.....dess!" Hwa liong Lo kai terkejut, tidak menyangka namun cepat dia mengerahkan sinkang. Dadanya sudah dihantam roda namun kakek itu hanya tergetar sedikit, mampu menahan dan Pek wan terbelalak. Dan ketika kakek itu membentak dan berkelebat lagi tiba tiba sepuluh kukunya bercuit dan kini ular merah di tangan nya dilontar dan menggigit Hwa liong Lo kai. "Crit bress!" Hwa liong Lo kai menampar, membentak dan terkejut melihat perbuatan lawan nya dan kakek itu terkesiap oleh terbangnya si ular merah, mengelak namun baju pundaknya tergigit, kulitnya keserempet dan ular itu sudah jatuh di belakangnya, hilang dan rupanya ketakutan. Dan ketika kakek ini merasa gatal gatal dan panas di pundaknya maka saat itu Kwi goanswe mengeluarkan terompet dan meniupnya nyaring, mengejutkan Hwa liong Lo kai karena dari mana mana tiba tiba muncul bayangan bayangan hitam, disusul bentakan dan teriakan di belakang, Dan ketika dia melihat bahwa itulah pasukan kerajaan dan di belakang terdengar jeritan Hwa Kin maka kakek itu terkesiap melihat gadis itu muncul bersama Sin Hauw, panik. "Locianpwe, tolong. Kami dikepung! " "Ha ha!" Pek wan terbahak gembira. "Jangan harap dapat melarikan diri, Lo kai. Pasukan di bawah telah disiapkan tak kurang dari seribu orang!" "Benar, kami dikepung, suhu. Kami tak dapat keluar!" Sin Hauw, yang marah membawa encinya membenarkan kata kata si kakek kurus. Pek wan memang tak bohong dan Hwa liong Lo kai gusar. Kakek ini membentak dan menghantam lawannya itu. Tapi ketika Pek wan berkelit dan bayangan bayangan hitam naik dan berkelebatan ke atas maka pasukan kerajann muncul di bawah aba aba Kwi goanswe. "Tangkap dan bunuh kakek itu. Bekuk dan robobkan dua anak itu!" Hwa liong Lo kai melengking. Setelah dia melihat bahwa pasukan kerajaan mengepung dan muridnya tak dapat lari mendadak kakek ini berseru keras. Dia menyuruh Sin Hauw mendekat dan menempur belasan orang yang mengejar muridnya, roboh berpelantingan dan kakek itu menyambar Hwa Kin yang berteriak teriak. Dan ketika yang lain datang menyusul dan Pek wan tertawa gembira maka Hwa liong Lo kai berkelebatan menghajar orang orang itu. "Keparat, dekat saja denganku, Sin Hauw. Tangkap tumbak ini dan lindungi encimu!" Hwa liong Lo kai menyambar sebatang tombak, merampas lagi tombak yang lain dan cepat kakek itu melemparkannya kepada muridnya. Seribu orang di bawah meluruk ke atas, mereka berteriak teriak dan Hwa Kin hampir pingsan. Sekarang menyesallah gadis itu kenapa selama dua tahun ini dia tak mau belajar silat, adiknya kewalahan sedangkan Hwa liong Lo kai sendiri menghadapi lawan lawannya. Dan ketika tombak dan pedang mencelat terlempar oleh benturan tombak di tangan kakek ini maka Sin Hauw sendiri juga mengamuk dan mempergunakan tombak rampasannya. "Siut plak dess!" Murid dan guru sama sama mengamuk. Kini Hwa liong Lo kai menghajar siapa saja yang berani mendekatinya, terutama mendekati muridnya, juga Hwa Kin. Dan ketika kakek itu berkelebatan sementara Pek wan berteriak teriak di belakang maka dengan licik dan curang Lutung putih itu menikam dari belakang, menggerakkan kuku jarinya dan sekali pinggang Hwa liong Lo kai robek. Untunglah, kakek itu mengerahkan sinkang dan babatan kuku belati ini tak sampai membuatnya roboh. Tapi ketika muncul dua nenek cantik yang terkekeh kekeh mendorong pasukannya tiba tiba kakek pengemis itu pucat mengenal siapa yang datang. "Ah, Im kan Siang li ( Sepasang Dewi Akherat)!" "Hi hik, kau masih mengenal kami, Lo kai" Bagus, ingatanmu masih baik dan kami datang untuk mencabut nyawamu... wirr!" dan rambut yang meledak di samping kepala nenek cantik ini tiba tiba menyambar dan sudah meledak di pundak Hwa liong Lo kai, membuat kakek itu terhuyung dan Pek wan tertawa bergelak. Kakek kurus ini bangkit keberaniannya setelah dua nenek itu muncul, menyerang dan mengeroyok lawannya. Dan ketika Hwa liong Lo kai tergetar dan selalu terdorong oleh ledakan rambut yang mengenai tubuhnya maka Sin Hauw terkejut melihat keadaan gurunya itu. "Suhu, sebaiknya kau lari. Aku yang mereka cari!" "Tidak, mereka mencari kita berdua, Sin Hauw. Dan biar kita hadapi mereka ini sampai titik darah terakhir..... dess!" Hwa liong Lo kai menghajar Pek wan membuat si Lutung Putih mengeluh terkena Kim kong ciangnya namun sebaliknya pengemis itu sendiri terpelanting oleh sambaran rambut yang mengenai lehernya. Dan ketika dua nenek itu terkekeh dan mencabut tusuk konde yang menancap di kepala tiba tiba mereka berkelebatan dan keluarlah Sin hong ciang atau Silat Angin Sakti yang membuat tubuh keduanya berputaran cepat seperti angin puyuh. "Hi hik, terlambat, Hwa liong Lo kai. Melarikan diri pun sudah tak ada gunanya lagi. Kau membangkang perintah Coa ongya!" Kakek ini berteriak. Sin hong ciang mengenai punggungnya dan dia terputar, dipukul Pek wan namun dapat menangkis. Dan ketika pasukan menyerbu dan hendak menusuknya tiba tiba Sepasang Dewi Akherat itu membentak agar mereka minggir. "Semua menjauh, biarkan kami yang membunuhnya!" Hwa Kin menangis. Berada di tengah tengah kurungan demikian banyak orang tiba tiba gadis ini pusing. Sin Hauw menghadapi puluhan lawan namun hebat anak laki laki itu, dapat menghalau dan menangkis semua Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo senjata. Dan ketika Kwi goanswe melotot karena baru dua tahun saja anak ini sudah dapat memberi perlawanan mengagumkan maka jenderal itu membentak dan maju sendiri, mencengkeram dan menggerakkan pedang nya dan terpentallah tombak di tangan Sin Hauw. Anak itu terkejut karena dia memang masih bukan tandingan Kwi goanswe, jenderal itu maju lagi dan melakukan serangan serangan cepat. Dan ketika dia mengelak dan tangan kiri jenderal itu menyambar maka untuk pertama kalinya Sin Hauw terbanting. "Dess!" Hwa Kin menjerit. Sin Hauw bergulingan mengeluh tertahan, pukulan kwi goanswe tadi terlalu hebat baginya. Maklumlah, jenderal itu memang bukan orang sembarangan dan Sin Hauw sendiri baru dua tahun belajar silat, jelas kalah pengalaman dan tenaga. Dan ketika anak itu bergulingan meloncat bangun dan di sana gururya terbelalak melihat keadaannya maka Hwa liong Lo kai sendiri terlempar menerima tusukan tusuk konde. "Brett!" Guru dan murid jadi kelabakan. Sin Hauw ddn Hwa liong Lo kai sama sama melengking, mereka melompat bangun dan memberi perlawan an lagi. Namun ketika Kwi goanswe mendengus dan menggerakkan tangan kirinya maka tombak tertolak dan Sin Hauw lagi lagi terbanting, berteriak karena kali ini pukulan jenderal itu lebih keras lagi. Sin Hauw melompat namun lawan mendahului. Dan ketika dia terhuyung dan jenderal itu menggerakkan pedangnya maka bahu anak itu terluka dan sebuah tamparan mengakhiri perlawanan anak ini. "Cret bluk!" Sin Hauw pingsan. Anak itu roboh dan tidak sempat menjerit lagi, Kwi goanswe menendang dan seorang pengawal menangkap anak laki laki itu. Dan ketika semuanya berlangsung begitu cepat dan Hwa liong Lo kai pucat serta marah tiba tiba Hwa Kin menubruk dan menjerit menyerang pengawal. "Hei, jangan jauh jauh dariku!" Namun terlambat. Gadis itu terlanjur dan tak mungkin dapat dicegah, dia marah karena adiknya terluka dan ditangkap. Maka begitu si pengemis berteriak sementara dia sendiri sudah menubruk si pengawal maka Kwi goanswe bergerak dan tahu tahu lengan jenderal tinggi besar itu menyambar pundaknya. Dan begitu Hwa Kin mengaduh dan jenderal ini mencengkeram maka gadis itu pun ditendang dan mencelat diterima pengawal, langsung roboh pingsan. "Tawan gadis ini pula, ikat di belakang!" Hwa liong Lo kai terbelalak. Kalau dua duanya sudah ditangkap dan dirobohkan musuh repotlah dia menyelamatkan muridnya. Kakek ini membentak dan tiba tiba mengamuk, tombak diluncurkan dan menyambarlah ke tenggorokan Pek wan. Dan ketika Lutung Putih berteriak karena kaget maka kakek itu berkelebat dan menghantam Sepasang Dewi Akherat. "Plak des dess!" Tiga orang itu terdorong. Hwa liong Lo kai rupanya mengerahkan segenap tenaga dan Im kan Siang li berseru marah, mereka terhuyung dan rambut pun menjeletar. Pek wan mengelak dan menangkis, tombak yang menyambar akhirnya meluncur ke belakang dan mengenai seorang perajurit, roboh dan berteriak ngeri. Dan ketika pengawal itu roboh dan tewas karena tombak menembus punggungnya maka kakek ini sudah berkelebatan dan menerjang lawannya, mempergunakan tangan kosong dan Kim kong ciangnya menyambar nyambar. Dengan tangan kosong saja kakek ini sebenarnya lebih berbahaya daripada bersenjata. Tapi karena Im kan Siang li adalah sepasang nenek lihai di mana kepandaian mereka setingkat di atas Pek wan maka pukulan pukulan kakek itu dapat ditahan dan Kwi goanswe maju pula menyerbu, tak sabar karena Hwa liong Lo kai masih hebat. Kakek ini mengamuk dan sebuah pukulannya sempat menghantam tiga perajurit, yang berada di belakang, roboh dan terlempar dengan nyawa seketika terbang ke akherat. Dan ketika yang lain gentar dan apa boleh buat mundur menjaga diri maka kakek itu sudah dikeroyok Im kan siang li dan Pek wan, juga Kwi goanswe yang berkali kali mengganggu dengan tusukan atau bacokan pedangnya, yang betapapun cukup membahayakan kakek itu. Dan ketika dua nenek itu melengking dan marah melepas pukulan maka sepasang tusuk konde di tangan mereka tiba tiba menyambar dan bercuitan seperti tawon berbisa. "Crit dess!" Hwa liong Lo kai terjungkal. Menghadapi sambaran tusuk konde yang terpaksa ditangkis membuat kakek ini menerima serangan susulan. sebuah tamparan dan hantaman ke pundak. Dan ketika dia terguling guling dan meloncat bangun maka Kwi goanswe membacokkan pedangnya, di kebut ujung baju dan pedang jenderal tinggi besar itu mencelat. Lalu sementara jenderal itu terpekik dan kaget terhuyung mundur maka Hwa liong Lo kai menendang dan jenderal tinggi besar itu terbanting. "Bress!" Hebat sepak terjang kakek ini. Hwa liong Lo kai ternyata masih tangguh namun fiba tiba kakek itu mengeluh. Pundaknya, jang tadi terkena pukulan Sepasang Dewi Akherat mendadak nyeri, rasa yang menggigit membuat kakek itu terkejut karena teringatlah dia akan serempetan tubuh Ang tok coa, yakni ular berbisa yang tadi dilempar Pek wan. Dan ketika kakek itu terbelalak dan marah memandang lawan tiba tiba dua nenek itu meledakkan rambutnya dan kiri dan kanan, tepat menghantam belakang leher dan dia terpelanting. Dan ketika kakek itu mengeluh dan Lutung Putih terbahak maka kakek tinggi kurus ini tiba tiba mencabut roda barunya, melempar dan menghantam dada lawan, membuut Hwa liong Lo kai terjungkal dan kakek itu mendesis. Rasa gatal dan nyeri semakin menghebat di pundaknya, meloncat bangun namun terhuyung. Dan ketika bayangan dua nenek Akherat berkelebat dan melepas pukulannya maka Hwa liong Lo kai kembali terbanting dan muntah darah. "Des dess!" Berbahayalah keadaan kakek ini. Saat itu Hwa liong Lo kai merasa pusing dan berputar. Dia tak tahu bahwa lendir Ang tok coa telah meracuni kulitnya, masuk ke pori pori dan kakek itu gemetar. Dan ketika Kwi goanswe membentak dan marah membacok lagi tiba tiba Hwa liong Lo kai terluka dan untuk pertama kalinya kekebalannya tembus. "Crat!" Kakek itu mengeluh. Untuk kesekian kalinya dia terhuyung bacokan itu cukup dalam dan celaka sekali racun Ang tok coa meresap di sini, bersama darah dan tiba tiba lengan kakek itu menghitam. Dan ketika kakek ini terkejut dan Pek wan terbahak maka nenek Akherat juga berkelebat maju dan mengerakkan tusuk kondenya, mengancam dada kakek itu namun Hwa liong Lo kai tak dapat menyelamatkan diri. Dua diantaranya tercoblos dan menjeritlah kakek itu. Dan ketika lawan terkekeh dan pengemis ini siap roboh tiba tiba dari luar terdengar jeritan dan seruan kaget, "Hei... plak duk dess!" Dua bayangan berkelebatan bagai walet menyambar nyambar. Pek wan menoleh dan kaget melihat ribut ribut, sepasang lelaki perempuan tampak membentak di luar kepungan dan meroboh robohkan perajurit. Siapa pun yang tak minggir pasti mencelat dan terlempar. Dan ketika serangkum angin pukulan dahsyat menyambar ke kiri kanan dan perajurit tersibak bagai didorong tangan raksasa maka muncullah di situ suami isteri yang gagah menolong Hwa liong Lo kai, "Pengemis bangkotan, tahan dan kuatkan dirimu. Kami datang!" Hwa liong Lo kai tertegun. Sepasang Dewi Akherat juga tertegun dan terbelalak memandang pendatang baru itu, seorang laki laki gagah dengan wanta cantik. Yang laki laki mendorong dorongkan kedua tangannya sementara yang wanita meledak ledakkan sabuk berwarna kuning. Setiap menjeletar tentu membawa korban, jauh lebih ganas daripada si lelaki yang hanya mendorong dorongkan kedua lengannya itu. Dan ketika mereka terbelalak dan kaget serta marah tiba tiba sepasang Dewi Akherat dan Pek wan berseru hampir berbareng, mengenal siapa dua orang itu, "Cheng giok Sian li....!" "Sin liong Hap Bu Kok....!" Semua orang kaget. Tiba tiba dua nenek Akherat melengking tinggi, berkelebat dan menghantam Hwa liong Lo kai. Dan karena Hwa liong Lo kai sendiri sedang tertegun dan bengong memandang dua orang itu tiba tiba Sin liong ciang atau Pukulan Angin Sakti mengenai kepalanya. "Dess! Kakek ini mencelat. Hwa liong Lo kai mengeluh dan terbanting roboh, sayang sekali Lutung Putih mengejarnya dan melepas roda, menghantam dadanya dan kakek itu muntah darah. Untuk kedua kali Hwa liong Lo kai terluka dan tentu saja keadaannya berbahaya, tak dapat bangun karena seluruh tubuhnya serasa remuk. Apalagi racun dari Ang tok ciang sudah meresap dan masuk semakin dalam. Tapi ketika nenek Akherat hendak menghabisi kakek itu dan tusuk konde mereka menyambar bercuit tiba tiba sinar kuning meledak dan membentak nyaring membuat dua nenek itu terjengkang. "Lepaskan! Minggir kalian, nenek nenek busuk. Enyah dan pergilah..... tar!" Im kan Siang li menjerit, berteriak karena tusuk konde mereka tiba tiba terlepas, dibetot sinar kuning itu yang bukan lain selendang si wanita cantik adanya dan tahu tahu wanita itu sudah berkelebat dan menyerang mereka, membentak dan melampaui kepala semua pengawal. Dan ketika dua nenek itu terkejut dan terguling guling melompat bangun maka wanita itu sudah berlutut dan menolong Hwa liong Lo kai. "Bagaimana, kau tak apa apa, Lo kai" Masih dapat bertarung?" "Tidak, aku.... uh, aku keracunan, Cheng giok. Pek wan melepas Ang tok coanya dan aku terpukul, lebih baik kau selamatkan anak laki laki itu dan tolong dia....!" "Siapa dia?" "Muridku, putera Sin Lun!" "Apa?" "Benar, tolong dia, Cheng giok. Selamatkan anak itu dan tinggalkan aku..... awas!" Hwa liong Lo kai terkejut, berseru tertahan ketika tiba tiba si Lutung Putih menyerang dari belakang. Kakek kurus itu berbuat curang dengan menghantam kepala wanita ini. Tapi ketika Cheng giok Sian li menggerakkan tangan ke belakang dan tanpa menoleh wanita itu dapat menolak serangan lawan tiba tiba Pek wan menjerit dan roboh bergulingan membuat si pengemis tertegun. "Kau.... ah, bagaimana dapat selihai ini" Dimana kau dapatkan kemajuan itu, Cheng giok?" "Hm, lama dibicarakan, Lo kai. Lebih baik kau ikut suamiku dan biar digendong!" Cheng giok Sian li lagi lagi menangkis sebuah serangan, menolak pukulan Sin hong ciang dan Hwa liong Lo kai tertegun. Pukulan itu baginya amat berbahaya namun dengan enak dan gampang saja rekan nya ini dapat menghalau. Apa yang dilihat jauh berbeda dengan duapuluh tahun yang lalu, Cheng giok Sian li tiba tiba saja menjadi begini hebat dan lihai! Dan ketika kakek itu tertegun dan Cheng giok Sian li mengangkat tubuhnya tiba tiba wanita ini telah melempar Hwa liong Lo kai ke arah laki laki gagah. "Hap ko. Terima teman kita ini.....!" Si Naga Sakti, Sin liong Hap Bu Kok tiba tiba membentak. Saat itu dia mendorong dorongkan kedua lengannya menghalau setiap pengawal yang mau menyerang. Dari jauh saja dia sudah dapat menolak dan membanting mereka itu, betapa hebatnya. Dan ketika isterinya melempar tubuh Hwa liong Lo kai dan di sana selendang isterinya menjeletar menghalau siapa saja yang hendak mengganggu tubuh Hwa liong Lo kai di udara maka laki laki gagah itu menerima dan sudah menangkap pengemis ini, tertawa dan di sana Im kan Siang li serta teman temannya terkejut. Mereka marah dan tentu saja kembali menyerang, Kwi goanswe memungut pedangnya lagi dan membacok wanita itu. Tapi ketika Cheng giok Sian li menyentil dan kuku jarinya bertemu pedang tebal di tangan Kwi goanswe tiba tiba pedang itu patah menjadi tiga potong. Dan, sementra jenderal itu terkejut dan bengong memandang tiba tiba kaki wanita itu bergerak dan terlemparlah dia oleh sebuah tendangan kilat, disusul pekik dan jerit kaget nenek Akherat yang mendapat lecutan selendang. Entah bagaimana dalam waktu yang hampir bersamaan itu tiba tiba saja Cheng giok Sian li mampu melancarkan dua serangan sekaligus. satu ke Kwi goanswe sedang yang lain kearah dua nenek ini. Dan ketika dua nenek itu berteriak dan bergulinga sambil memegangi telinganya maka Cheng giok Sian li bergerak dan....... Sin Hauw yang ada di tangan pembantu Kwi goanswe tahu tahu dirampasnya. "Hei..... dess!" Pengawal itu pun mencelat. Cepat dan sebat luar biasa wanita ini telah menyambar Sin Hauw, bergerak dan tiba tiba berkelebatan. Bagai walet menyambar nyambar Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo saja tahu tahu tubuhnya telah membagi bagi pukulan dan tendangan. Dan ketika selendang kuningnya juga menjeletar jeletar dan nenek Akherat maupun Pek wan bergulingan berteriak teriak maka semua orang terkejut dan gentar dihajar wanita ini. "Aduh, keparat....!" "Aih, celaka....." Semua orang terlempar jatuh bangun. Cheng giok Sian li telah membagi bagi pukulannya bagai orang membagi bagi roti, siapa yang terkena pasti roboh dan menjerit. Baik selendangnya maupun pukulannya selalu membuat orang berteriak. Dan ketika di sana suaminya tertawa bergelak dan wanita ini menghajar siapa yang ada di mukanya maka Hwa liong Lo kai terbelalak dan kagum. "Ah, bagaimana isterimu bisa demikian lihai, Bu Kok" Bagaimana kalian berdua bisa memiliki sinkang demikian luar biasa?" "Ha ha!" Sin liong si Naga Sakti terbahak. "Kami berdua melatih ilmu baru, Lo kai. Dan dengan ilmu ini kami berdua mendapat kemajuan pesat!" "Ilmu apa" Dari mana?" "Tak usah kau tahu, pokoknya kau selamat dan kami berdua membebaskanmu dari tempat celaka ini.....des dess!" si Naga Sakti menggerakkan tangannya, mengibas ke kiri dan robohlah belasan orang yang tersapu angin pukulannya. Lalu ketika ia bergerak ke kanan dan duapuluh orang juga mencelat beterbangan maka semua pasukan mundur dan gentar. "Ha ha, siapa mau dihajar" Siapa mencari penyakit" Hayo, ke sini, tikus tikus busuk. Biar isteriku di sana menghajar Kwi goanswe dan nenek Akherat!" Ributlah semua orang. Setelah Im kan Siang li juga berteriak dan roboh oleh ledakan selendang maka Pek wan dan Kwi goanswe gentar. Dua nenek yang mereka andalkan itu kini mengaduh aduh. Mereka tak berdaya di bawah pukulan Cheng giok Sian li. Pukulan mereka sendiri, Sin hong ciang, tampak membalik dan selalu tertolak bila Cheng giok Sian li menggerakkan lengannya, lengan kanan karena yang kiri dipakai memondong Sin Hauw. Dan ketika dua nenek itu juga kehilangan tusuk kondenya karena dengan cepat dan ganas Cheng giok Sian li menggubat dan melempar senjata mereka maka dua nenek itu mundur, pucat dan akhirnya melarikan diri dan tinggallah Kwi goanswe bersama Pek wan. Dua orang ini terkejut dan berseru tertahan, jago mereka sudah terbirit2. Dan karena jelas mereka tak dapat melawan dan kelihaian Cheng giok sian li maupun suaminya tak ada yang dapat menandingi akhirnya Kwi goanswe mundur dan pasukan ditarik ke bawah. "Lari, semua mundur....!" Gegap gempitalah semua orang. Setelah Kwi goanswe memberi aba aba dan jenderal itu sendiri juga memutar tubuhnya maka pasukan seolah didorong dari atas, dahulu mendahului dan mereka berteriak teriak melarikan diri, Apa yang diperintahkan tak perlu diulang lagi dua kali. Dan ketika semua orang mundur dan Cheng giok Sian li berdiri tegak maka wanita itu menyimpan selendangnya mengusap keringat. "Bedebah, kuhajar kalian nanti, tikus tikus busuk. Berani benar kalian mengganggu sahabat ku!" "Sudahlah," si suami menurunkan Hwa liong Lo kai. "Kakek ini luka luka, Sian li, juga keracunan. Sebaiknya tolong dia dan kita obati." Hwa liong Lo kai pingsan. Kiranya dalam menerima luka lukanya tadi kakek ini tak kuat lagi, melihat sepak terjang Cheng giok Sian li dan akhirnya terkulai, lemas di pondoagan si Naga Sakti. Dan ketika dua orang itu masuk dan berkelebat ke gubuk maka Sin Hauw juga diturunkan dan diperiksa. Anak ini luka bahunya tapi tidak begitu parah, Cheng giok Sian li sudah membalutnya dan menyadarkan anak itu. Dan begitu Sin Hauw sadar dan mengeluh membuka mata tiba tiba anak ini meloncat bangun. "Siapa kalian?" bentaknya kaget. "Mana suhu dan enciku?" Dua orang itu bersinar sinar. Melihat kegagahan dan keberanian Sin Hauw tiba tiba mereka tertarik, yang lelaki tersenyum dan menunjuk Hwa liong Lo kai, yang masih pingsan. Dan ketika anak itu melihat gurunya dan tertegun mengamati maka si Naga Sakti Hap Bu Kok memegang bahunya. "Kau putera Sin Lun?" "Benar," Sin Hauw tergagap. "Locianpwe siapakah?" "Aku sahabat gurumu, anak baik. Dan juga sababat mendiang ayahmu!" "Hm, tak usah bercakap cakap. Kita lihat keadaan Hwa liong Lo kai!" Cheng giok Sian li, yang melihat kakek itu tak siuman juga tiba tiba bergerak. Suaminya tadi sudah menurunkan kakek ini dan mengobati, menotok jalan darah di pangkal lengannya namun kakek itu masih belum sadar. Maka bergerak dan berlutut di samping kakek ini wanita cantik itu memeriksa, berkerut dan memanggil suaminya agar mendekat. Sin liong Hap Bu Kok tak tahu kalau racun Ang tok coa mengeram di tubuh kakek ini, mengira Hwa liong Lo kai terkena pukulan biasa saja. Maka begitu melihat lengan kehitaman itu berobah merah dan muka Hwa liong Lo kai juga tiba tiba seperti di bakar maka si Naga Sakti ini terkejut juga. "Eh, ada apa dia gerangan" Keracunan?" "Benar, menurut keterangannya ia terkena racun Ular Merah, Hap ko. Aku khawatir karena dia tak sadar juga!" "Racun Ular Merah?" "Benar, tapi aku tak melihat ular itu. Keparat, siapa yang membawa Ang tok coa" Apakah nenek siluman itu?" "Ah, kalau begitu coba kau bantu kerahkan sinkangmu di lengan, Sian li. Aku di dada!" "Baik," dan sang isteri yang sudah meletakkan telapaknya di lengan Hwa liong Lo kai lalu mengerahkan sinkang mengobati kakek ini, suaminya di dada dan segera dua orang itu menolong Hwa liong Lo kai. Tapi ketika Sin liong Hap Bu Kok menempelkan lengan di dada kakek ini dan merasa denyut jantung yang lemah tiba tiba wajah si Naga Sakti itu berobah. "Celaka, racun sudah memasuki katup pembuluh jantungnya!" "Apa yang kau rasakan?" "Denyut yang lemah, Sian li. Jantung yang hampir tidak bergerak gerak lagi!" Cheng giok Sian li terkejut. Memeriksa detak jantung di nadi pergelangan kakek itu wanita ini pun berubah, mukanya pucat namun tiba tiba dia mengeluarkan sebutir pil merah. Dan ketika dia mendorong obat itu ke mulut si kakek maka wanita ini berharap pertolongannya berhasil. "Keparat jahanam, Ang tok coa adalah ular yang betul betul amat berbisa!" "Sudahlah, kita tunggu sejenak, Sian li. Minimal kita mengharap kesadarannya!" Benar saja, lima menit setelah dijejali obat tiba tiba Hwa liong Lo kai mengeluh. Kakek itu membuka mata namun pandangannya redup, menyeringai dan terengah perlahan. Dan ketika dua suami isteri itu dilihatnya dan Sin Hauw tak tampak tiba tiba kakek ini mengerang. "Mana muridku" Mana Sin Hauw?" Si Naga Sakti menoleh. "He, mana anak itu?" Sin Hauw tak ada. Kiranya ketika suami isteri itu menolong gurunya tiba tiba Sin Hauw berkelebat keluar, anak ini tak melihat encinya dan karena itu mencari. Maka begitu gurunya menanya dan Sin Hauw tak ada maka si Naga Sakti Hap Bu Kok berkelebat keluar. "Hei, kau...!" serunya. "Kembali, anak baik. Gurumu siuman! Ada apa kau berkeliaian di sini?" Sin Hauw kedapatan di pinggang gunung. Hap Bu Kok mengerutkan kening dan mau marah memaki anak itu. Tapi ketika Sin Hauw berkata bahwa dia mencari encinya maka laki laki gagah ini tertegun. "Encimu?" "Ya, enciku, locianpwe. Di mana dia?" "Ah, aku tak tahu. Sebaiknya temui gurumu dulu, anak baik, Gurumu mencari carimu!" laki laki ini menyambar Sin Hauw, bergerak dan sudah membawa anak itu naik ke atas. Dan ketika Hwa liong Lo kai melihatnya dan nanar dengan pandangan redup tiba tiba Sin Hauw menjatuhkan diri berlutut. "Maaf, suhu. Teecu ( murid ) mencari enci Kin..." "Hm, Hwa Kin" Ya, mana dia.....?" "Entahlah, aku tak tahu, suhu. Mungkin.... mungkin dibawa musuh. Atau dibunuh!" Sin Hauw tak dapat menahan air matanya, tiba tiba menangis dan ditahanlah sedu sedan di mulut anak itu. Sin Hauw sebenarnya ingin berteriak dan memaki Kwi goanswe. Dia cemas dan gelisah bukan main tak melihat encinya di situ. Tapi melihat gurunya seperti itu dan si Naga Sakti Hap Bu Kok serta isterinya menolong suhunya maka anak ini menahan jeritan hati sendiri untuk mencoba mengerti keadaan gurunya. "Kalian tak menolong anak perempuan itu?" Hwa liong Lo kai tiba tiba memandang Cheng giok Sian li, menyesal dan bertanya lirih. Tapi Cheng giok Sian li yang mengerutkan kening dan menggeleng perlahan justeru berkata, "Tidak, yang kau minta adalah anak ini. Lo kai. Bukan anak lain." "Ah, itu salahku. Anak ini mempanyai kakak perempuan. Sin Lun mempunyai dua orang anak, satu adalah muridku ini sedang yang lain adalah Hwa Kin, encinya!" "Maaf, aku tak tahu, Lo kai. Tapi urusan itu dapat dibicarakan nanti. Sebaiknya kau duduk dan obati dulu lukamu!" "Augh, percuma. Aku... aku merasa dadaku nyeri, Cheng giok. Aku merasa lemah dan tak dapat bangkit duduk...!" Hwa liong Lo kai kesakitan, merintih dan tiba tiba dia pun terbatuk. Segumpal darah membuat semua orang terkejut karena darah itu berwarna hitam, batuk lagi dan tergulinglah kakek itu oleh lukanya yang parah. Dan ketika dua suami isteri itu terkejut dan meloncat maju tiba tiba Sin Hauw mengguguk dan menubruk suhunya. "Suhu, jangan mati. Jangan tinggalkan teecu.....!" Si Naga Sakti mencengkeram anak ini. Hwa liong Lo kai yang terguling dan batuk batuk menyemprotkan darah membuat laki laki itu khawatir akan racun yang berbahaya. Sin Hauw disuruh menjauh dan pendekar itu menotok dada Lo kai. Dan ketika kakek itu agak tenang namun mukanya berobah kehitaman maka kakek ini menyeringai dan mengerang. "Terlambat, jantungku tertutup, Naga Sakti. ... katupnya tak bekerja baik..... !" "Hm, kau telan lagi pil ini, Lo kai. Cobalah!" si Naga Sakti mengeluarkan pil hijau, harum dan ditelan lagi pil itu terloncat, tak mau masuk dan ternyata kerongkongan kakek itu telah tarsumbat, dicoba lagi namun untuk dua tiga kali tetap gagal. Dan ketika laki laki itu terkejut karena leher kakek ini bengkak maka Lo kai menyeringai berkata padanya, "Aku tak dapat menelan apa apa lagi. Kelenjar leherku bengkak, makan atau minum tak dapat kulakukan!" "Ah, bagaimana kalau begini, Lo kai" Kau memangnya ingin mampus?" Cheng giok Sian li geregetan, memaki kakek itu namun Hwa liong Lo kai malah tertawa. Pedih dan pilu tawa kakek itu. Dan ketika wanita ini mencoba lagi dan mendorong dengan air tiba tiba obat itu malah keluar dan menyemprot wajah wanita ini. "Nah," Lo kai terengah engah. "Aku bukan nya ingin mampus, Sian li. Tapi Dewa Maut rupanya sudah menghendaki diriku. Kau minggirlah, dan biarkan muridku maju!" Wanita itu pucat. Kalau bukan Lo kai yang memintanya tentu dia maju lagi, penasaran dan tak perduli pada semprotan obat di mukanya. Sang suami maju dan memberikan saputangan. Dan ketika wanita itu membersihkan mukanya dan Sin Hauw maju berlutut maka Hwa liong Lo kai gemetar memegang bahu anak itu. "Sin Hauw, gurumu tak ketulungan. Maukah kau menerima sebuah permintaanku?" "Tidak!" Sin Hauw menjerit. "Kau tak akan apa apa, suhu. Kau akan sembuh!" "Jangan bodoh. Kalau aku dapat ditolong tentu si Naga Sakli Hap Bu Kok itu akan menolongku, anak baik. Tapi dia diam tertegun di sana. Lihat, mereka itu calon gurumu yang baru!" "Apa?" Sin Hauw terkejut. "Sin liong Hap Bu Kok?" "Ya, dan itu isterinya, Sin Hauw. Wanita hebat Cheng giok Sian li!" "Ooh!" dan Sin Hauw yang baru mengerti sekarang dan tertegun tiba tiba memandang dua suami isteri itu. -oooOdwOooo- Jilid : VI "LOCIANPWEE...locianpwee Sin-liong Hap Bu kok dan Cheng Giok sian Li?" "Ya, kamilah itu Sin Hauw. Dan kami juga sahabat mendiang ayahmu." "Oh.." Dan Sin Hauw yang berlutut namun menangis lagi tiba-tiba dicengkram gurunya. "Lihat.." Kakek ini gemetar. "Mereka orang-orang yang hebat, sin Hauw. Gurumu sekarang pun bukan tandingannya! Maukah kau menjadi muridnya dan mengikuti mereka?" Sin Hauw menguguk. "Jangan cengeng!" Hwa-liong Lo Kai membentak. "Mereka atau gurumu sama saja, sin Hauw. Aku atau Cheng Giok Sian Li akan melindungimu seperti mendiang ayahmu dulu. Sekarang katakan bahwa kau suka menjadi murid mereka!" "Tapi... tapi suhu..." "Aku akan mampus bocah. Racun telah mengeram di tubuhku tak dapat hilang!" "Tidak.... jangan begitu, suhu.... aku...." "Heh!" kakek itu tiba-tiba mendelik. "Kau mau membuat gurumu tak mati meram, Sin Hauw" Kau tak segera menyebut suhu dan subo pada mereka?" dan, ketika bocah itu menangis dan tersedu-sedu kakek ini terengah dan batuk-batuk, menggigil "Sin Hauw, tak perlu banyak Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo peradatan lagi. Kalau kau tak mau memenuhi permintaan ini kau akan menyesal seumur hidup. .. ugh!" kakek itu melontarkan segumpal darah, terguling dan Sin Hauw menangis megerung-gerung, Sin Hauw menjerit dan memanggil gurunya itu. Tapi ketika Hwa-liong Lo-kai melotot dan kejang-kejang ternyata kakek ini meminta agar Sin Hauw menjalankan upacara singkat mengangkat dua orang itu sebagai gurunya yang baru, ingin mendengar anak laki-laki itu menyebut suhu dan subo (Ibu guru) kepada dua suami isteri gagah itu dan Hwa-liong Lo-kai kehabisan tenaga. Kakek ini terbeliak dan tersendat-sendat, napasnya sudah mau putus. Dan ketika Sin Hauw mengguguk namun menjalankan juga perintah gurunya, tiba-tiba kakek itu terguling dan sempat tertawa aneh. "Ha ha, terima dirinya, Cheng giok.... selamat tinggal.." dan begitu terguling serta menghembuskan napasnya yang penghabisan tiba-tiba. kakek ini telah tewas dan menggeliat lemah, tidak bergerak lagi dan menjeritlah Sin Hauw sejadi-jadinya. Kematian gurunya yang begitu menyedihkan membuat anak ini terguncang. Dua kali dia harus menghadapi kematian orang - orang yang disayang. dulu ibunya sekarang gurunya ini. Dan ketika anak itu mengguguk dan berteriak memanggil gurunya, tiba-tiba Sin Hauw pingsan dan roboh pula di samping kakek itu. "Hm, bocah yang menyebalkan!" Cheng Giok marah. "Bagaimana, Hap-ko" Apakah bocah ini pantas menjadi murid kita?" "Tiada jalan lain," sang suami menarik napas. "Lo kai telah menyerahkannya kepada kita, Sian-li. Dan kita harus menerima." "Tapi bocah ini rupanya terpaksa. Kalau dia tidak suka lebih baik batalkan hubungan ini!" "Eh, tidak. Jangan, Isteriku. Dia keturunan Sin Lui! Tentu ada sesuatu yang belum kita mengerti dan sebaiknya kita urus mereka ini!" Sin-liong Hap Bu Kok menyambar Sin Hauw, menotok dan menyadarkan anak itu sementara isterinya bergerak mengurus mayat Lo-kai, Kakek pengemis ifu telah tewas dan mereka memang tak dapat menolong. Racun dan luka yang ada di tubuh Lo-kai terlalu parah, Ang tok-coa benar-benar ular yang berbisa dan jahat. Dan ketika Sin Hauw siuman dan dua suami isteri itu mengubur mayat Lo-kai maka anak ini tersedu-sedu di makam gurunya, masih tak dapat menahan diri dan Cheng Giok Sian li jengkel. Wanita itu menganggap Sin Hauw terlalu lemah dan cengeng, tak suka dia. Dan ketika seharian itu Sin Hauw menangisi gurunya dan diminfa meninggalkan gunung ternyata Sin Hauw menolak. "Maaf, suhu. Tecu.... teecu masih ingin berkabung di sini., Kalau suhu dan subo mau berangkat biarlah teecu menyusul belakangan. Teecu ingin bersamadhi tiga hari di sini." "Kau mau apa?" "Menemani makamnya, subo, mumpung masih hangat. Teecu tak dapat melupakan semua budi kebaikannya ketika masih hidup." Dua suami isteri itu saling pandang. "Bagaimana?" Cheng-giok Sian-li bertanya. "Apakah kita meluluskannya?" "Ya," Hap Bu Kok menjawab. "Tampaknya positip, isteriku. Kita tinggalkan dia!" dan menguji serta memberi isyarat isterinya si Naga Sakti itu berkata, "Sin Hauw, kami tinggal di Lembah Iblis. Tiga hari perjalanan dari sini kalau kau ke selatan. Nah, datanglah setelah itu dan kami tunggu kau di sana!" Sin Hauw menjatuhkan diri berlutut. Tentu saja dia mengangguk dan minta maaf, masa berkabungnya tak dapat diganggu dan sesungguhbya Sin-liong Hap Bu Kok kagum. Pendekar itu melihat sesuatu yang menarik dalam watak Sin Hauw, rasa budinya yang besar. Dan ketika dia memberi petunjuk-petunjuk dan keterangan bahwa Lembah Iblis bukanlah tempat yang gampang didatangi manusia maka pendekar itu berkelebat dan lenyap bersama isterinya, meninggalkan Cin-ling dan Sin Hauw pun tetap berlutut. Sekali lagi anak itu minta maaf dan menyatakan penyesalannya, menganggap gurunya pergi dan betul-betul pulang ke Lembah Iblis. Tapi ketika Sin Hauw bangkit dan duduk lagi di makam gurunya ternyata si Naga Sakti tak betul-betul pergi. "Kita kembali, lihat anak itu!" "Eh!" sang isteri terkejut. "Mau apa kau" Kenapa kembali?" "Hm, kau tak tahu, Sian-li. Aku mencoba dan sengaja menguji saja. Siapa mau meninggalkan dia di saat-saat begini" Tidak, kita kembali isteriku. Lihat dan amati apakah benar anak itu berkabung di makam Lo-kai!" dan menyambar isterinya mengajak kembali ternyata Sin-liong Hap Bu Kok ini tak pergi ke Lembah Iblis, balik dan mengintai Sin Hauw. Di telinga isterinya dia berbisik bahwa ini adalah ujian yang baik untuk melihat tindak-tanduk anak itu, mereka dapat mengetahui seberapakah "kadar" anak itu akan budi, hal yang membuat isterinya tertegun. Dan ketika Cheng-giok Sian-li mengerti dan tentu saja mengikuti suaminya maka dua orang itu dibuat kagum akan tekad Sin Hauw. Ternyata keteguhan anak ini benar-benar teruji. Dia tak bergeming di atas makam suhunya, duduk bersila dan tidak bergerak seperti arca, Sin Hauw tidak makan atau minum selama tiga hari, siang dipanggang panas sementara malam di serang dingin. Anak itu tak perduli dan benar benar menunjukkan baktinya pada sang guru, bakti yang besar dan mengharukan. Dan ketika tiga hari kemudian masa berkabungnya selesai dan anak itu membuka mata maka tanpa diketahui Sin Hauw dua orang gurunya yang baru mendecak dan menggeleng-geleng. "Anak yang hebat, teguh dan kuat pendirian!" "Ya, dan sekarang dia ke Lembah Iblis, Hap ko. Apakah kita menguntitnya?" "Tentu, kita di belakang, Sian-li. Dan mari pasang jebakan-jebakan!" Cheng-giok Sian-li terkejut. Suaminya tertawa dan sudah berkelebat mendahului, sepanjang jalan memasang rintangan untuk menyulitkan Sin Hauw. Ada saja yang dipasang, mulai dari pohon-pohon yang tumbang sampai tanda-tanda menyesatkan untuk ke Lembah Iblis. Suaminya memang sudah memberi tahu Sin Hauw bahwa disepanjang jalan anak laki-laki itu akan mendapat petunjuk tentang jalan menuju kelembah itu, berupa tanda-tanda atau tikungan jalan. Dan ketika semuanya dibuat sedemikian rupa dan Sin Hauw naik turun jurang maka hari terakhir anak itu sudah tiba dimulut lembah yang berkabut. "Nah, sekarang kita keluarkan semua hewan-hewan buas di hutan. Suruh anak itu menghadapinya." Cheng giok sian li tak banyak komentar. Sin Hauw dibuat terkejut ketika harimau dan binatang buas mengaum menggetarkan mulut lembah, muncul dan satu per satu menyerangnya. Anak itu tak tahu bahwa gurunyalah yang menggebah binatang-binatang itu, dibuat marah dan akhirnya menyerang Sin Hauw, yang sedang kecapaian dan lelah batin. Namun karena dia anak yang tegar dan semua gangguan itu dapat diatasi dengan baik, akhirnya Sin Hauw terseok-seok memasuki lembah, terhuyung mencari gurunya dan sin Hauw menggigil. Sebetulnya anak ini harus beristirahat, namun Sin Hauw tidak mau, meneruskan langkah dan tibalah dia ditengah tebing yang kedua sisinya menjulang tinggi. diatas sanalah katanya gurunya berada dan Sin Hauw merayap naik, perbuatan yang bukan tidak mengandung resiko dan amat berbahaya. Dan ketika dengan gemetar, Sin Hauw memanjat naik dan tiba diatas maka anak itu terguling ketika gurunya menanti. "Teecu datang. Suhu. Menepati janji...!" Dua suami istri itu kagum. Sin Hauw pingsan dan sudah memanggil suhunya, roboh dan kehabisan tenaga. Tebing yang dipanjat luar biasa tingginya dan anak itu kecapaian, mestipun berhasil. Namun ketika si Naga Sakti bergerak dan menolong muridnya itu maka Sin Hauw disadarkan dan mendengar tawa gurunya yang gembira. "Ha..Ha... Selamat sin Hauw. selamat datang di Lembah Iblis." Sin Hauw nanar. Dalam perjalanan dia banyak prihatin, kurang makan minum dan gurunya segera memberikan itu. Anak ini melihat gurunya berseri2 dan subonya yang tampak galak itu ternyata gembira menyambutnya. Suami istri itu telah menguji watak Sin Hauw dan tentu saja kemauannya yang besar, tekad serta keteguhan hatinya yang luar biasa. Dan ketika Sin Hauw disambut dan diterima gurunya maka mulai hari itu anak ini tinggal di Lembah Iblis, menerima pelajaran ilmu-silat tinggi yang dipunyai suami isteri itu. "Kau sekarang menjadi murid kami, seluruh ilmu kami akan kami turunkan kepadamu." "terima kasih." anak ini menjatuhkan diri berlutut."Teecu tak dapat membalas budi kebaikan kalian, Suhu. Dan Teecu tentu saja akan melaksanakan perintah suhu." "Tapi satu larangan kami, sin Hauw. Yakni, kau tak boleh turun gunung sebelum pelajaranmu selesai." Anak ini tertegun. "Kau keberatan?" Sin Hauw menitikkan air mata. "Tidak suhu." Katanya "Teecu akan patuh." "Tapi kau menangis." Cheng-giok Sian li membentak, diluarnya masih bersikap galak. "apa yang tidak kau sukai, Sin Hauw" Kau tidak sepikiran antara yang keluar dari mulut dan hati?" Sin Hauw terkejut. "Teecu.... teecu hanya teringat enci Kin...." Ternyata anak itu tak dapat melupakan encinya. Hwa Kin, yang entah ke mana ternyata tak dapat menenangkan anak itu. Sin Hauw cemas dan gelisah akan nasib encinya. Tapi ketika gurunya menuntut dan menghendaki dia tak boleh keluar lembah ternyata Sin Hauw dapat menekan perasaan hatinya ini. "Encimu dapat dicari belakangan. Lagi pula kalau kami turun lembah tentu kami juga akan mencarinya. sanggupkah kau memenuhi permintaan ini dan tidak keluar sebelum pelajaran berakhir?" "sanggup suhu. Teecu menurut...!" dan Sin Hauw yang mengangguk serta tidak membantah lagi ternyata mengalahkan keinginannya sendiri dan patuh pada larangan gurunya itu. Hari itu juga mendapat pelajaran silat tinggi dari kedua gurunya dan anak ini tekun belajar. Ilmu samadhi dan menghimpun sinkang dimulai, lalu silat tangan kosong dan senjata. Dan ketika dua tahun kemudian satu demi satu pelajaran gurunya diwariskan dan sin Hauw tekun berlatih maka sin Liong Hap Bu Kok dibuat tercengang melihat suatu hari sin Hauw mainkan KimKong ciang (Pukulan sinar emas) "Eh, aku tak mewariskan itu padamu. Sin Hauw. Sebaiknya ilmu itu tak usah kau latih.!" "Maaf, ini peninggalan Hwa-Liong Lo kai, suhu. Teecu tak dapat melupakan budinya dan bermaksud melestarikan warisannya." Si Naga sakti tertegun. "Hm, kalau Hwa Liong Lo-kai bukan sahabatku tak boleh kau mempelajari silat orang lain, sin Hauw. Berbahaya dan dapat merusak ilmu silat yang kau punyai." "Teecu akan berhati-hati, harap suhu ampunkan teecu!" Sin Hauw lagi-lagi mengunjukkan watak muliannya, tak lupa akan budi orang dan tentu saja pendekar itu girang. Sebenarnya dia memuji sifat begini dan pura-pura menegur, bertanya mengapa muridnya itu mempelajari Kim-Kong ciang, ilmu yang tidak pernah diajarkannya. Dan ketika hari itu Sin Hauw menyenangkan gurunya dan mendapat pelajaran-pelajaran baru maka tahun demi tahun dilewati lagi dengan cepat. tak terasa lima tahun berlalu dan Sin Hauw kini sudah berusia delapan belas tahun, gagah dan tampan namun wajahnya beku. anak ini jarang tertawa karena dendamnya terhadap musuh-musuhnya sesungguhnya tak dapat hilang, dua gurunya juga tak pernah bergurau atau main-main, menjadikan sin Hauw tumbuh berkembang menjadi pemuda berwajah dingin. Dan ketika tahun keenam lewat dengan cepat dan hari itu dia diatas gunung tiba-tiba terdengar jerit dan bentakan gurunya. "Sian li serahkan golok itu!" "Tidak. ini miliku Hap-ko. Kau pergilah dan jangan kejar-kejar diriku." Sin Hauw terkejut. Saat itu dia baru saja menyelesaikan pelajaran terakhir, ilmu silat yang oleh gurunya disebut sebagai Im-kan-to-hoat (Silat Golok Dari Akherat), ciptaan gurunya yang paling baru dan amat mengerikan. Setahun lebih dia berlatih dan baru hari itu merasa mahir, setelah berbulan bulan mengulang dan tak bosan-bosannya memperbaiki jurus-jurus yang sulit. Maka ketika jerit dan bentakan gurunya membuat dia terkejut karena jerit atau bentakan itu disusul ledakan suara pukulan maka bayangan dua gurunya berkelebat dan tahu-tahu melewati atas kepalanya. "Wut-wut!" Dua gurunya susul menyusul Sin Hauw melihat subonya, ibu guru, memegang sebatang golok yang berkilau, berjungkir balik dan lenyap di belakangnya, Dan ketika suhunya, Sin Liong Hap Bu Kok membentak dan mengejar isterinya itu maka suhunya ini pun lenyap menyusul subonya itu, "Sian-li, serahkan golok, itu. Atau kau ku bunuh!" "Keparat, kau berani membunuhku, Hap-ko" Cobalah, atau aku yang ganti akan membunuhmu!" Sin Hauw berdetak, Kalau dua gurunya sudah bicara seperti itu maka keadaan benar-benar panas sekali, berbahaya. Dia tak tahu kenapa dua gurunya tiba-tiba cekcok dan tampak bersitegang. Sekilas dia melihat ada cahaya mengerikan dari badan golok yang dipegang subonya, sinar atau cahaya merah seperti darah. Sin Hauw mengerutkan kening tapi dia bangkit berdiri, berkelebat dan mengejar gurunya itu. Dan ketika suara atau bentakan-bentakan itu terdengar di pinggang gunung dan Sin Hauw menuju ke sini ternyata dua gurunya sudah bertempur! "Jahanam, kau tak tahu diri, Hap-ko. Golok ini aku yang mendapatkan dan tak berhak kau mengangkanginya!" "Tapi kau tak dapat menggunakannya, Sian-li. Golok itu lebih cocok untukku karena aku menciptakan Im kan-to hoat!" "Cih, siapa bilang aku tak dapat menggunakannya" Lihat, aku dapat membunuhmu, laki-laki tak tahu malu. Dan aku juga dapat menciptakan sebuah ilmu golok untuk pasangan senjata ini.....bret!" Sin Hauw melihat gurunya melempar tubuh bergulingan, Golok mengenai pundaknya dan gurunya berteriak marah. Pundak gurunya terluka dan berdarah, hebatnya darah yang menempel pada golok tiba tiba terhisap dan kering. Golok bersih kembali dan Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tetap mengkilap! Dan ketika Sin Hauw terbelalak dan terkejut melihat itu, maka subonya terkekeh dan menyerang suhunya lagi. "Lihat, aku dapat melukaimu, Hap ko. Tak beralasan omongamu bahwa aku tak dapat mempergunakan golok ini!" Sin-Liong Hap Bu Kok pucat. Dia dilukai istrinya dan sudah meloncat bangun, melotot dan membentak isterinya itu. Dan ketika isterinya menyerang dan ia marah maka laki-laki ini mencabut senjatanya, sebuah golok pula tapi lebih besar dan tampak lebih kuat. "Baik, aku akan menghajarmu, sian li. Kau isteri tak tahu diri yang harus diberi adat!" si Naga Sakti berseru keras, mainkan Im-kan-to-boat dan menyambar-nyambarlah cahaya golok kesegala penjuru. Sin Hauw melihat gurunya itu besungguh-sungguh, tidak main-main lagi dan sang isteri berlompatan. Cheng-giok Sian-li tertawa mengejek dan tidak terkejut menghadapi suaminya, kemarahan dibalas kemarahan pula, Dan ketika dua suami isteri itu berkelebatan dan serang menyerang maka Sin Hauw bingung menonton jalannya pertandingan, "Suhu, berhenti.,...! Subo, jangan menyerang....!!" Namun dua orang itu terus bergerak sambar-menyambar. Mereka tak memperdulikan teriakan Sin Hauw dan Sin liong Hap Bu Kok justeru mempercepat gerakannya, mengeluarkan satu bentakan dahsyat dan golok di tangannya tiba-tiba menyambar leher isterinya. Satu gerakan membunuh dilancarkan pendekar ini dan Sin Hauw pucat. Itu adalah jurus yang dinamakan Coan-liongkik-mo (Menerjang Naga Mencekik Iblis), satu jurus maut yang bahayanya bukan alang-kepalang. Tapi ketika golok menyambar leher Cheng-giok Sian-li dan wanita cantik itu merendahkan tubuhnya tiba-tiba golok di tangannya menyambut golok di tangan suaminya itu. "Crangg!" Sin Hauw terkejut. Golok di tangan suhunya putus dan suhunya berseru keras. Sin-liong Hap Bu Kok membanting tubuh bergulingan ketika golok di tangan isterinya masih menyambar juga, berkelebat dari atas kepala. Dan ketika laki-laki itu bergulingan menjauh dan golok di tangan isterinya membabat ke bawah maka tanah menjadi korban dan suara keras terdengar disusul asap putih. "Dess!" Mengerikan sekali melihat itu. Sin Hauw terbelalak melihat muka suhunya pucat, Sin-liong Hap Bu Kok memang tergetar melihat keganasan isterinya tadi. Chenggiok Sian-li tak segan-segan membunuhnya dengan golok maut itu. Dan ketika isterinya terkekeh nyaring dan pendekar ini marah bukan main maka pendekar itu meloncat bangun dan membentak isterinya, menyerang lagi namun golok di tangan isterinya bergerak menyambut, membabat dan kembali goiok di tangan pendekar itu putus. Dan ketika Sin-liong Hap Bu Kok marah bukan main dan melihat goloknya yang tinggal separoh maka isterinya mengejek dengan kata-kata menghina, "Lihat, kau tak dapat mengalahkan aku Hap-ko. Salah-salah aku yang mengalahkan mu dan membunuh!" "Keparat, kau boleh bunuh aku, Sian-li, tapi golok tetap kurampas!" "Hm, kau laki-laki tak tahu diri. Haruskah aku membunuh dan menikmati darahmu?" "Lakukan itu. Kau perempuan siluman, Sian-li. Kau perempuan tak tahu diri sebagai isteri!" Sin-liong Hap Bu Kok menerjang lagi, marah dan nekat dan Sin Hauw khawatir. Dia melihat golok di tangan subonya itu hebat sekali dan suhunya agaknya tak dapat melawan. Benar saja, ketika suhunya menerjang dan subonya menangkis tiba-tiba saja suhunya mengeluh, lengan suhunya terluka dan Sin-liong Hap Bu Kok terhuyung. Dan ketika satu bentakan isterinya disusul berkelebatnya sinar golok tiba-tiba pundak gurunya terluka dan Sin Hauw berteriak kaget, mau mencegah tapi suhunya tiba-tiba mengebit. Sin Hauw disuruh minggir dan Cheng-giok Sian li tertawa mengejek. Dan ketika Sin Hauw pucat memandang jalannya pertandingan dan suhunya terus mundur-mundur akhirnya satu gerakan golok melukai jari suhunya. "Crat!" Sin Hauw ngeri. Jari kelingking suhunya putus dan jago yang terkejut itu terbelalak. jari yang putus ke tanah tampak segar bermandi darah sementara golok di tangan Cheng-giok Sian-li sendiri tetap bersih. Golok itu telah menghisap kering darah yang mengutungi jari, Bukan main. Dan ketika Sin Hauw pucat dan ngeri memandang itu maka subonya membentak agar suaminya menyerah. "Lihat, kau tak dapat melawan aku. Golok Maut telah melukaimu. Menyerahlah, atau aku akan menghabisimu, Hap-ko. Dan kau akan tinggal nama!" "Keparat!" Sin-liong Hap Bu Kok berseru dengan muka merah padam. "Kau bunuhlah aku, Sian-li. Dan dunia akan mengutukmu sebagai isteri durhaka!" Cheng-giok Sian-li mengerutkan kening. Omongan suaminya membuat dia tak enak sekejap dan golok di tangannya gemetar. Ada perasaan bingung dan bersalah di hatinya, rupanya omongan itu termakan juga dan dirasa betul. Dan ketika dia lengah dan suaminya menerjang tiba-tiba tangan kiri Hap Bu Kok menyambar dengan satu tamparan miring. "Plak!" Cheng-giok Sian-li terbanting. Saat itu dia lengah namun bukan berarti roboh, melempar tubuh bergulingan dan golok kembali bekerja. Sang suami mengejar dan amat bernafsu sekali memandang golok. Senjata itu selalu diincar dan mau dirampas. Dia marah dan tentu saja tak mau memberikan senjatanya itu, Maka ketika sang suami menubruk dan dia menggerakkan golok maka satu jari telunjuk lagi terbabat, "Cras!" Sin-liong Hap Bu Kok mendelik. Sin Hauw tak tahan melihat itu, gurunya menggigit bibir dan tampak kesakitan. Dua jari buntung sekaligus bukanlah hal ringan, darah menetes-netes namun hebatnya golok di tangan Cheng-giok Sian-li itu tetap bersih. Golok tetap mengkilat dan kering! Sin Hauw terbelalak. Dan ketika suhunya membentak dan memaki subonya itu maka Cheng-giok Sian-li meloncat bangun memberi peringatan. "Lihat, kau tak mungkin menang, Hap-ko. Golok ini akan membunuhmu atau kau berhenti?" "Tidak, kau boleh membunuhku, Sian-li. Dan rohku akan tetap mengejar-ngejar-mu sampai kau memberikan golokmu" "Hm, kau nekat?" "Kau yang keterlaluan, isteri durhaka. Kau tak mau tunduk kepada suamimu dan menyerahlah!" Cheng-giok Sian-li marah. Kalau suaminya nekat begini dan tak dapat dibujuk barangkali dia harus menyelesaikan pertandingan. Apa boleh buat dia harus merobohkan suaminya itu dan kalau perlu membunuh. Sin Hauw ngeri melihat muka subonya yang gelap. Nafsu membunuh mulai membayangi subonya itu dan dia khawatir. Tapi karena suhunya tak memperbolehkan dia maju dan saat itu mereka kembali bertanding maka Sin Hauw kebat-kebit di luar pertandingan. "Suhu, berhenti! Subo, berhenti..!" Namun dua orang itu terus bergerak. Sin-liong Hap Bu Kok mendengus dan bahkan menjilat darah di ujung jari yang buntung, mengerikan. Menghisap dan minum darahnya sendiri sementara sang isteri mulai beringas. Cheng-giok Sian-li juga tak mau diam dan menyambut suaminya itu. Dan ketika Sin-liong Hap Bu Kok memgeluarkan teriakan nyaring sementara tubuh sudah bergerak menerjang maka kaki pendekar itu bergerak dari kanan ke kiri. "Dess!" Lihai juga pendekar ini. Dengan dua jari terluka masih juga dia dapat menendang isterinya. Cheng-giok Sian-li mencelat namun wanita cantik itu dapat berjungkir balik, tidak apa-apa dan sudah melompat bangun. Dan ketika sang suami mengejar dan tendangan beranting mengganti tangan yang luka maka wanita ini mendengus dan mengeluarkan suara dari hidung. "Hm, kau tak dapat mengalahkan aku, Hap-ko. Tanganmu luka dan tak dapat kau merampas Golok Maut!" Si Naga Sakti mendelik tak menjawab. Dalam saat-saat begitu tak perlu dia bersilat lidah, yang penting adalah menyerang dan sudah dilakukanlah pekerjaanya itu. Sang isteri diterjang dan mendapat tendangan bertubi-tubi. Tapi karena isterinya bersenjata sementara dia tidak maka pendekar ini mengeluh karena dengan gampang isterinya itu menghalau semua tendangannya, menggerakkan golok dan dia terpaksa menghindar. Tak mau dia kakinya buntung lagi bertemu golok, senjata itu luar biasa tajamnya dan Sin Hauw cemas. Dan ketika benar saja suhunya mendesis dan terhuyung sana-sini maka satu babatan golok merobek baju pundak gurunya. "Bret!" Cheng-giok Sian-li tertawa mengejek. Suaminya melotot namun tak diperdulikan, itulah salahnya sendiri dan dia sudah memberi peringatan. Dan ketika si Naga Sakti mengeluh dan terhuyung-huyung maka satu bacokan golok kembali mengenai pangkal lengannya. "Bret!" Sin Hauw tak tahan. Akhirnya ia membentak dan mencabut goloknya, golok biasa yang tadi dibuat berlatih. Dengan senjata ini pemuda itu bermaksud memisah. Tapi ketika dia meloncat ke tengah dan menyuruh kedua gurunya berhenti serang-menyerang mendadak kedua gurunya sama sama membentak menangkis senjatanya. "Pergi kau. Sin Hauw. Jangan ikut campur., plak-dess!" Sin Hauw mencelat, terlempar balik oleh pukulan subonya maupun tendangan suhunya. Pemuda ini terkejut dan terguling-guling. Dan ketika dia meloncat bangun sementara dua gurunya sudah serang-menyerang kembali maka subonya mengancam akan membunuhnya. "Awas kau. Sin Hauw. Jangan dekat-dekat atau sekali lagi kau kubunuh!" Sin Hauw tergetar. Dia jadi bingung oleh bentakan dua orang gurunya itu. Baik suhunya maupun subonya sama-sama tak menghendaki dia maju, psdahal saat itu subonya mendesak dan suhunya sudah kewalahan. Sin Hauw pucat dan bingung melihat semuanya itu. Dan ketika dia menjublak dan menonton dengan perasaan tak keruan maka subonya mendesak sementara suhunya mundurmundur, menerima satu bacokan lagi dan Sin-liong Hap Bu Kot mengaduh, tiba-tiba memekik dan berkelebat ke arah Sin Hauw, menyambar dan tahu-tahu golok Sin Hauw berpindah tangan. Dan ketika Sin Hauw terkejut dan gurunya itu melengking tinggi tiba-tiba pendekar ini sudah menyerang isterinya dengan senjata baru. "Lihat, aku masih mampu menghadapi-mu, Sian-li. Pantang menyerah bagiku sebelum mampus!" Cheng-giok Sian-li terkejut. Suaminya itu benar-benar keras kepala dan keras hati, dia menjadi marah dan semakin gusar. Maka ketika golok suaminya menyambar dan satu tikaman miring menyambar lehernya tiba-tiba wanita ini mendengus dan menggerakkan goloknya, bermaksud menankis tapi kaki suaminya tiba-tiba bergerak dari bawah. Apa yang tak diduga terjadi, Sin-liong Hap Bu Kok melakukan jurus yg disebut Menikam Kelinci Memperdayai Siluman, jurus itu memang dibantu kaki dan isterinya terkecoh. Maka ketika kaki menyambar dan Cheng-giok Sian-li tak menduga wanita itu pun menjerit ketika terlempar roboh, mencelat ditendang suaminya dan Sinliong Hap Bu Kok tertawa menyeramkan. Laki-laki itu menubruk dan menggerakkan goloknya lagi, kini membabat dari kanan ke kiri. Dan ketika isterinya bergulingan dan berteriak keras maka golok menyambar dan nyaris mengenai leher wanita cantik itu. "Crat!" Cheng-giok Sian-li bergulingan meloncat bangun. Wanita ini marah karena hampir saja dia menjadi korban suaminya melakukan gerak tipu yang berbahaya, ia nyaris terkecoh dan bukan main marahnya wanita ini. Maka begitu melompat bangun dan sang suami menerjang lagi ia pun menggerakkan goloknya menyambut golok di tangan sang suami. "Crangg!" Golok itu putus. Sin Hauw menjadi tak tahu apa yang harus dilakukan dalam saat seperti itu. Gurunya terpelanting ketika subonya membalas, membentak dan sudah menikam dengan satu tusukan miring, Dan ketika gurunya mengeluh dan satu serangan lagi mengenai pundaknya maka pendekar itu terjengkang ketika pundaknya luka, di kejar dan Sin-liong Hap Bu Kok pucat, mundur tapi tiba-tiba terjatuh, Kakinya ke serimpet dan terguling. Dan ketika isterinya terkekeh dan berkelebat membentak maka golok menyambar leher pendekar itu dan Sin Hauw menjerit. "Jangan..!" Sin Hauw menggerakkan kaki, tidak menghiraukan diri sendiri dan tiba-tiba pemuda ini melepas pukulan Kim-kong-ciang. Pukulan itu adalah warisan Ha liong Lo-kai dan angin panas menyambar. Cheng-giok Sian-li terkejut karena tidak menduga. Dan ketika goloknya melenceng terpukul dari samping maka leher suaminya selamat tapi bahu si Naga Sakti yang satu ganti terluka. "Crat-dess!" Cheng-giok Sian-li tertegun. Tiba-tiba dia terbelalak memandang Sin Hauw, melotot, tak menyangka pemuda itu berani menghalangi serangannya membunuh lawan. Dan ketika dia mendelik sementara suaminya meloncat bangun tiba-tiba dengan satu lontaran kuat si Naga Sakti itu melontarkan kutungan goloknya ke punggung isteri, yang saat itu sedang mendelik dan marah nemandang Sin Hauw. "Awas!" Sin Hauw jadi kaget, ganti meneriaki subonya dan dia terbelalak melihat serangan itu. Untuk serangan ini Sin Hauw tak dapat menolong karena subonya berdiri membelakangi punggung, dia berkelebat dan mau menarik. Tapi karena golok meluncur lebih cepat dan Sin-liong Hap Bu Kok mengerahkan seluruh tenaganya maka golok Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mendahului Sin Hauw dan menancap di punggung wanita cantik itu. "Crep!" Sin Hauw ngeri. Apa yang dilihat memang di luar dugaan dan tidak disangka. Suhunya tertawa bergelak dan Cheng-giok Sian-li roboh. Wanita itu mengeluh dan pucat. mandi darah dan punggungnya luka, kutungan golok menembus dadanya sampai kelihatan, bukan main ngerinya. Dan ketika Sin Hauw menjublak dan tidak menyangka perbuatan suhunya itu maka suhunya meloncat dan sudah merampas Golok Maut, yang terlepas dari tangan isterinya itu. "Ha-ha, kaulihat, Sian-li. Golok Maut telah kumiliki dan kau roboh!" Cheng-giok Sian-li ambruk. Dia tak dapat bicara apa-apa karena lukanya, parah wanita itu. Dan ketika Sin-liong Hap Bu Kok terbahak menimang golok maka lakilaki ini terhuyung mengusap-usap senjata maut itu, tak tahu bahwa isterinya membalik dan perlahan tetapi pasti isterinya itu mengambil sesuatu. Dan ketika di sana pendekar itu terhuyung sambil tertawa-tawa mendadak sebuah sinar hitam berkelebat dan. menyambarlah sebuah golok kecil ke belakang kepala si Naga Sakti, golok terbang yang luar biasa cepatnya "Crep!" Sin Hauw tahu-tahu melihat suhunya tersungkur, Terhalang tubuh suhunya memang Sin Hauw tak melihat serangan itu, tahu-tahu gurunya roboh dan mengeluh. Tapi begitu dia melihat sebuah golok terbang menancap di belakang kepala gurunya ini tiba-tiba Sin Hauw tahu apa yang terjadi. "Ah!" Sin Hauw terkejut, berseru keras menubruk gurunya dan Cheng-giok Sian-li tiba-tiba terkekeh. Wanita yang sudah di-tancapi golok itu dapat tertawa begitu girang, membalik dan tampaklah kini dadanya yang berlubang itu. Dan ketika Sin Hauw disana menolong suhunya dan subonya terkekeh-kekeh maka wanita itu berkata, "Lihat, golok terlepas lagi, Hap-ko. Kau tak dapat memilikinya karena sebentar lagi kau mampus!" "Keparat!" si Naga Sakti mengeluh. "Kenapa kau curang begini, Sian-li" Kau licik melempar senjata gelap, kau jahanam dan isteri tak tahu malu!". "Hi-hik, yang mengajari adalah kau, suami konyol. Kau yang memulai dan mengajari aku!" Sin-liong Hap Bu Kok mendelik. Dia tak dapat menjawab karena memang dia-lah yang mula-mula melakukan sambitan golok, isterinya membalas dan samalah keadaan mereka. Dan ketika laki-laki itu terguling dan Sin Hauw menangis menolong. gurunya maka di suna Cheng-giok Sian-ii juga mengeluh dan terguling ke kanan. "Sin Hauw, tolong aku..!" Sin Hauw bercucuran air mata. Dalam keadaan begitu harus menolong dua orang sekaligus tentu repot, dia membantu suhunya di sini lalu melompat ke sana, membantu subonya itu. Tapi ketika kedua-duanya sama terluka parah dan tak mungkin mereka diselamatkan maka Sin Hauw menggugu dan untuk pertama kalinya menangis tersedu-sedu, setelah sekian tahun dibuat beku oleh keadaan yang keras. "Suhu, kalian tak mungkin tertolong. Subo, lukamu parah..!" "Hi-hik, biarlah. Aku.. ouh, aku memang akan mampus. Sin Hauw. Tapi suhumu itu juga akan menyusul!" "Kenapa kalian cekcok" Kenapa harus saling membunuh?" "Heh, suhumu itu yang tak tahu diri, Sin Hauw. Dia mau merampas golok temuanku dan tentu saja tak boleh! Kau membela suhumu itu menyalahkan aku?" "Tidak, dia isteri yang keliru, Sin Hauw. Sebagai suami tentu saja aku lebih berhak masalah golok itu. Isteri harus tunduk dan patuh pada suami!" Bu Kok, yang luka parah masih juga dapat membentak. Rupanya pendekar itu marah karena isterinya tak mau mengalah. Baginya isterinya adalah orang yang harus tunduk kepadanya, dalam segala hal. Jangankan masalah senjata, tubuh isterinya sendiri adalah miliknya dan tak boleh isterinya itu menolak. Maka ketika mereka bercekcok dan Cheng giok Sian-li memaki-maki suaranya maka Sin Hauw mengeluh mengusap air matanya yang deras mengalir. "Sudahlah, kalian tak perlu menyalahkan satu sama lain, suhu, Apa yang sudah biarlah sudah, teecu bingung tak dapat menolong kalian!" "Ha-ha, memangnya kami minta hidup" Tidak, kami memang akan mampus. Sin Hauw. Tapi beritahulah dulu siapa yang bersalah di antara kami!" "Benar," Cheng-giok Sian-li menyusul. "Beritahukan kami siapa yang salah. Sin Hauw, Dia atau aku!" Sin Hauw bingung. Tentu saja dia tak dapat menjawab karena baginya dua gurunya itu salah. Mereka sama-sama keras dan tak mau mengalah. Sin Hauw tak menjawab dan dua gurunya melotot. Dan ketika pemuda itu menangis karena tak tahu harus menjawab apa maka suhunya membentak, "Heh, jawab pertanyaan kami, Sin Hauw Dia atau aku yang salah!" "Kedua-duanya salah," Sin Hauw menjawab, memberanikan diri. "Kalian seperti anak kecil berebut kembang gula, suhu. Tecu tak membenarkan seorang pun di antara kalian karena kalian sama-sama salah!" "Hah?" "Heh?" Dua gurunya sama-sama melotot. "Benar, teecu tak membenarkan seorangpun di antara kalian, suhu. Kalian sama-sama salah karena kalian sama-sama tak benar!" "Apa katamu?" Cheng-giok Sian-li melotot. "Kau menyalahkan kami berdua" Kau tidak membela aku atau dia?" "Tidak," Sin Hauw menggeleng tegas. "Kalian tak ada yang patut dibela, subo. Kalian sama-sama salah karena kalian membenarkan pendapat sendiri-sendiri!" "Heh!" Sin-liong Hap Bu Kok ganti melotot. "Terangkan padaku bagaimana bisa begitu, Sin Hauw. Atau kau kukutuk sebagai murid yang puthauw (tidak berbakti)!" "Boleh suhu dengar," Sin Hauw menjawab. "Kalian suami isteri tapi bersikap seperti musuh, suhu. Kalian tak memiliki tenggang rasa sedikitpun satu sama lain. Kalau suhu atau subo mau mengalah dan satu sama lain dapat mengendalikan diri maka tak akan terjadi semuanya ini. Bukankah golok sama saja berada di tangan suhu atau subo" Bukankah masing-masing dapat saling meminjam kalau yang lain membutuhkan" Tapi tidak. Kalian sama bersikeras, suhu. Kalian seperti anak kecil yang lupa diri!" "Ha-ha!" si Naga Sakti tertawa bergelak. "Lihat, Sian-li, murid kita ini menggurui kita tetapi betul. Kita seperti anak kecil yang lupa diri. Ha-ha, bukankah benar kalau golok berada di tanganmu atau tanganku akan sama saja" Yang lain dapat meminjam kalau ingin, dan kita tak usah saling bunuh hanya gara-gara Golok Maut itu! Bagaimana, apakah Sin Hauw salah?" Cheng-giok Sian-li tertegun. Setelah suaminya bicara seperti itu dan Sin Hauw tak memihak seorang pun di antara mereka tiba-tiba wanita cantik ini mengeluh, Ia merasa terpukul dan memandang suaminya, ragu menjawab namun akhirnya mengangguk. Dan ketika suaminya tertawa bergelak namun roboh terguling tiba-tiba Sin liong Hap Bu Kok memanggil isterinya itu, "Sian-li, mendekatlah. Aku ingin pergi ke surga bersamamu!" Cheng-giok Sian-li mendesis. Setelah percakapan tentang golok selesai dan mereka kembali merasakan sakit maka wanita itupun mengeluh. Dadanya nyeri lagi dan iapun menggigit bibir. Tikaman golok terlalu dalam dan Cheng-giok Sian-li mengejang. Dan ketika di sana suaminya juga menggeliat-geliat dan Sin-liong Hap Bu Kok memanggil-manggil namanya maka Sin Hauw diminta untuk mendekatkan mereka berdua. "Bawa aku kepada isteriku. Biar aku menggenggam tangannya!" "Tidak, bawa aku kepadanya, Sin Hauw. Biar aku minta maaf dan menciumnya!" Sin Hauw terharu. Kalau sudah begini ternyata dua suami isteri itu sama-sama ingin mengalah, sayang hal itu mereka lakukan di saat terlambat, yakni ketika ajal menjelang tiba. Dan ketika mereka ingin saling didahulukan mendadak Sin Hauw menyambar suhunya dengan tangan kiri sementara dengan tangan kanan dia menyambar subonya. "Tak usah kalian ribut. Aku mendekatkan kalian bersama-sama, suhu. Dan harap kalian saling memaafkan!" "Ooh!" Hap Bu Kok dan isterinya saling peluk. "Maafkan aku, istriku. Aku memang bodoh dan terburu nafsu!" "Tidak, aku yang salah, suamiku. Aku yang memang tak tahu diri dan pantas dihukum!" "Ah, tidak, isteriku, Aku yang berdosa dan kau ampunkanlah aku!" Sin Hauw bercucuran air mata. Suhu dan subonya itu sudah saling peluk dan berciuman, mereka rupanya sama-sama menyesal tapi nasi terlanjur menjadi bubur. Kematian tak mungkin dapat dicegah lagi dan mereka bertangisan. Namun ketika Cheng-giok Sian-li tersedak dan suaminya batuk-batuk mendadak mereka terguling dan lepas pegangannya satu sama lain. "Augh, satukan kami. Sin Hauw. Bantu aku memeluk isteriku!" Sin Hauw gemetar. Melihat adegan seperti itu dia menjadi teriris juga, suhu dan subonya ini sama-sama sekarat. Dia cepat menolong mereka menyatukan pelukan. Dan ketika suhu dan subonya menyeringai dalam senyum yang aneh maka Sin Hauw membuang muka ketika dua gurunya berciuman, mulut dengan mulut, "Sian-li, iringi aku ke surga!" "Tentu, dan kenerakapun tentu kuikuti kau, Hap-ko. Ayo kita berangkat dan pergi bersama-sama!" "Nanti dulu!" sang suami mendorong pelahan. "Golok itu kita serahkan dulu kepada Sin Hauw, isteriku. Tunggu aku akan berpesan padanya!" Cheng-giok Sian-li teringat. Rupanya dalam senangnya tadi dia melupakan senjata maut itu. Sin Hauw dipanggil dan segera berlutut di depan gurunya. Dan ketika Sin-liong Hap Bu Kok berkata agar dia mengambil dan memungut golok di tanah pendekar itu berkata dengan suara terengah bahwa Sin Hauw diminta menyimpan baik-baik golok yang luar biasa tajam itu. "Ini adalah Giam-to, Golok Maut. Subomu mendapatkannya di sarang siluman yng penuh bahaya. Harap kau simpan itu sebagai warisan dari kami!" Sin Hauw mengangguk. "Dan mandikan setiap tahun dengan tanah kuburan kami, Sin Hauw. Bersamadhi dan berpuasalah setahun sekali selama tujuh hari berturut-turut!" subonya menyambung, memberi tahu dan Sin Hauw mengangguk dengan air mata bercucuran. Dalam saat seperti itu tenggorokan rasanya kering. Sin Hauw tak dapat berkata apa-apa kecuali mengangguk. Dan ketika dia mengambil golok dan menyerahkannya pada suhunya ternyata suhunya mengembalikan senjata itu kepadanya. "Tidak, kau bawalah. Sekarang ini milik mu dan bersumpahlah kau akan selalu mengingat kami!" "Teecu bersumpah!" Sin Hauw menjatuhkan diri berlutut. "Dan teecu akan melaksanakan setiap perintahmu, suhu. Katakanlah sesuatu pesan kepada teecu!" "Tak ada. Kami, ugh., kami hanya ingin menyuruhmu mencari seseorang, Sin Hauw. Katakan padanya bahwa kami gagal menemukan jawab syair itu!" "Syair?" "Ya, ah., kami tak dapat banyak bicara, Sin Hauw. Kaucari saja orang ini dan katakan padanya kami ke akherat!" "Siapa orang ini?" Sin Hauw pucat. "Lalu di mana teecu mencarinya?" "Orang ini orang luar biasa, Dia tak memiliki tempat tinggal tetap, Sin Hauw. Tapi menyebut namanya kuharap kau dapat menemukan orang ini!" "Siapa dia?" "Bu-beng Sian-su (Kakek Dewa Tanpa Nama)!" "Bu-beng Sian-su?" , "Ya, Bu-beng Sian-su, Sin Hauw. Temukan dan cari kakek ini sampai dapat. Ketahuilah bahwa kemajuan kami yang pesat adalah berkat kakek dewa itu!" Sin Hauw tertegun. "Kau mengerti?" "Ya, mengerti, suhu." "Dan kau berjanji akan mencari sampai dapat kakek dewa ini?" "Teecu berjanji, suhu, bersumpah!" "Bagus, kalau begitu aku dapat mati meram, Sin Hauw. Aku dan subomu akan pergi dengan tenang!" "Suhu..!" Sin-liong Hap Bu Kok tertawa bergelak. Dalam saat begitu tampak dia gembira benar menyambut kematian. Isterinya sudah batuk-batuk dan tidak banyak bicara. Darah terlalu banyak keluar dan bekas tusukan golok menganga lebar. Hap Bu Kok sendiri sebetulnya sudah tidak tahan, hui to (golok terbang) yang menancap di batok kepalanya terlalu dalam. Kalau orang lain sebenarnya sudah tewas sejak tadi. Tapi karena pendekar ini memang hebat dan sinkangnya tinggi maka dengan daya tahan tubuhnya itu dia dapat bercakap-cakap, mampu memperpanjang waktu tapi betapapun akhirnya dia tak kuat. Batok kepalanya yang ditembus hui-to menancap terlalu dalam, lagi pula yang melempar adalah isterinya sendiri, Chenggiok Sian-li yang berkepandaian tinggi. Maka begitu ia mengeluh dan isterinya sendiri terguling mengerang pendek pendekar itupun roboh dan Sin Hauw kebingungan. "Ingat pesan kami," pendekar itu berkata, gemetar. Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Cari kakek sakti bernama Bu-beng Sian-su itu. Sin Hauw. Katakan bahwa kami mati dengan bahagia..!" "Benar.." sang isteri juga terengah."Kami mati dengan bahagia. Sin Hauw. Ucapkan terima kasih pada kakek itu atas beberapa kepandaian yang pernah diberikannya kepada kami..!" "Suhu tak usah khawatir," Sin Hauw mengusap air matanya yang deras mengalir, "Teecu akan melaksanakan semua pesan kalian, suhu, Dan teecu berjanji akan menemukan kakek dewa itu!" "Bagus, terima kasih, Sin Hauw. Kalau begitu kami pergi. Selamat tinggal..!" dan begitu kakek itu tertawa dan batuk sekali tiba-tiba tubuhnya mengejang naik, memeluk sang isteri dan Cheng-giok Sian-li pun terkekeh. Aneh ketawa wanita itu. Tapi begitu mereka berdekapan dan saling merangkul tiba-tiba keduanya menghembuskan napas berbareng dan terbanglah nyawa mereka dalam waktu yang hampir bersamaan. "Suhu! Subo..!" Namun dua orang itu telah meninggalkan dunia. Dengan senyum dan mimik yng aneh Sin-liong Hap Bu Kok dan isterinya berangkat bersama, mereka sama-sama terbang ke alam bahagia. Sin Hauw menjerit namun tubuh dua gurunya telah dingin. Dan ketika dia mengguguk namun dua gurunya telah meninggalkan dirinya maka Sin Hauw berkabung dan hari itu juga memakamkan jenazah dua orang gurunya, duduk tepekur dan bersila di atas makam selama tiga hari. Hebat pemuda ini. Dia tak bergerak atau bergeming sedikitpun di atas makam gurunya itu, Sin Hauw bersila dan memasuki alam hening hingga nyaris menjadi patung batu. Dan ketika hari keempat dia membuka mata dan kuyu memandang makam suhunya maka hari itu Sin Hauw meninggalkan Lembah Iblis, membawa Golok Maut dan turunlah dia menuju ke utara. Tak ada rencana ke mana dia mau menuju, maklumlah, kematian gurunya masih baru saja terjadi dan dia seolah mimpi. Kemarin dia masih berkumpul dengan suhunya itu tapi tiba-tiba sekarang dia harus berpisah, sungguh seolah mimpi. Dan ketika dia berjalan sambil melamun dan pikiran sedih menuju ke belakang tiba-tiba Sin Hauw teringat akan encinya dan bergegas membelokkan langkah, teringat bahwa dia harus mencari Kwi-goanswe dan orang-orang yang dulu mengejarnya. Mereka telah membunuh gurunya pertama Hwa-Heng Lo kai, juga merampas atau mungkin membunuh encinya. Maka berangkat dan menyimpan Golok Maut di punggung akhirnya pemuda ini meninggalkan tetnpat itu menuju ke kota raja. ooooo0de0wi0oooooo "Kwi-goanswe" Heh, tak ada di sini, anak muda. Jenderal itu telah pindah dan mengikuti Coa-ongya! Kau siapakah dan dari mana" Mau apa mencari jenderal Kwi?" Pertanyaan bertubi-tubi ini diajukan kepada Sin Hauw ketika dia tiba di kota raja. Sin Hauw mengerutkan kening mendengar pengawal menanyainya seperti itu, ia dipandang penuh kecurigaan dan tujuh pengawal mengelilinginya dengan mata tajam, tak enak rasanya. Tapi karena Sin Hauw berwatak dingin dan dia acuh terhadap pertanyaan itu maka dia mendengus dan tidak menjawab. "Kalau begitu biar kucari dia di tempat Coa-ongya. Di manakah gedung pangeran itu" Dapatkah kalian menunjukkan?" "Heh, kau belum menjawab pertanyaan kami, anak muda. Sebaiknya jawab dulu dan jangan pergi!" "Benar," yang lain berlompatan. "Kau harus jawab dulu pertanyaan kami, anak muda. Atau kami menangkapmu dan kau diperiksa!" Sin Hauw mengerutkan kening. "Kalian bicara apa?" tanyanya. "Menangkap aku?" "Benar, kau mencurigakan, anak muda. Kau tak memberi tahu siapa dirimu dan apa perlumu mencari Kwi-goanswe!" "Hm, aku Sin Hauw," Sin Hauw menjawab tenang. "Dan urusanku dengan Kwi-goanswe adalah urusan pribadi. Apakah kalian perlu tahu?" Pengawal tertegun. "Cukup?" Sin Hauw bertanya. "Aku telah menjawab pertanyaan kalian, pengawal, dan aku mau pergi!" Sin Hauw memballkkan tubuh, tak melayani mereka lagi dan pengawal terbelalak. Jawaban singkat dan pendek itu dikeluarkan pemuda itu dengan suara dingin, sikap dan gerak-gerik pemuda itu terasa menyeramkan. Tapi begitu mereka saling pandang dan memberi isyarat tibatiba orang pertama yang merupakan komandan jaga melompat maju, menghentikan Sin Hauw. "Stop, berhenti, anak muda. Kami dapat menunjukkan padamu di mana gedung Coaongya!" Sin Hauw berhenti. "Di mana?" "Kau ikut aku, tunggu sebentar!" dan Sin Hauw yang diminta menunggu karena lakilaki itu sudah masuk ke dalam maka segera dikelilingi pengawal jaga, seolah dilindungi tapi sebenarnya pemuda itu dikurung. Sin Hauw diam saja dan bersikap acuh. Dan ketika komandan itu datang lagi dan mukanya tampak berkerut maka dia bertanya, "Kau bernama Sin Hauw?" "Ya." "Baiklah, mari, anak muda. Coa-ongya menunggumu dan Kwi-goanswe ada di Sana!" komandan itu memberi isyarat, minta empat pembantunya mengiringi dan Sin Hauw mengikuti. Laki-laki itu sudah membawanya keluar dan mengambil kuda. Sin Hauw diminta naik tapi pemuda itu menolak. Dan ketika pengawal tertegun dan berkata padanya bahwa dia mau diajak keluar kota Sin Hauw tenang-tenang saja menjawab, "Aku dapat berjalan di sampingmu. Kau mulailah!" "Tapi perjalanan ini satu jam lamanya, anak muda, itupun dengan menunggang kuda!" "Tak apa, aku dapat mengikutimu dan kau jalanlah!" dan ketika Sin Hauw berkelebat dan lenyap mengerahkan ilmunya tiba-tiba pemuda itu sudah berada di luar dan menunggu. "Iblis, pemuda itu siluman!" "Sst, jangan berisik, A-sam. Pangeran minta agar kita membawanya baik-baik. Ayo, kita turuti dan uji dia!" dan begitu sang komandan meloncat dan mengeprak kudanya tiba-tiba empat temannya yang lain mengikuti, meloncat di atas punggung kuda masing-masing dan membalaplah mereka menuju keluar. Dan ketika Sin Hauw mengangguk dan menggerakkan kakinya tiba-tiba pemuda itu telah berendeng dan mengiringi sang komandan, tak tampak mengerahkan tenaga dan komandan itu terkejut. Sin Hauw tak nampak berlari cepat dan seperti berjalan saja, begitu enak dan mudah mengikuti larinya kuda. Dan ketika sang komandan penasaran dan membedal kudanya untuk berlari cepat maka empat temannya menyusul dan lima ekor kuda itu dikeprak seperti orang kesetanan. "Hyeh! Herrr..!" Sin Hauw tersenyum tenang. Dia tentu saja tahu maksud komandan itu, ingin mengujinya dan dia diminta menunjukkan kepandaian. Boleh, pikir Sin Hauw. Maka begitu kuda mencongklang pesat dan dia mau ditinggal tiba-tiba Sin Hauw mengeluarkan suara dari hidung dan dikerahkannyalah kepandaiannya, berkelebat dan tiba-tiba dia malah mendahului larinya kuda. Orang terbelalak memandangnya seakan tak percaya, membentak kudanya dan menjepit kuat-kuat, menyuruh kuda berlari terbang namun Sin Hauw tetap tak tersusul. Pemuda itu berada semeter di depan mereka dan lima pengawal ini terkejut. Dan ketika segenap kemampuan dikerahkan namun pemuda itu selalu memimpin maka sang komandan mengumpat dan tiba-tiba menggerakkan cambuk melecut pemuda itu. "Heh, kau di belakang, anak muda. Jangan menghalangi jalan., tar!" Sin Hauw mengelak. Dia tentu saja tak mau dicambuk, pengawal itu melecut dan Sin Hauw mendengus. Dan ketika cambuk menjeletar dan dia menangkap maka Sin Hauw membentak agar komandan itu tidak banyak tingkah. "Kau jangan macam-macam. Atau nanti kau kurobohkan!" Pengawal itu marah. Dia mau menendang tapi Sin Hauw tiba-tiba menangkap kakinya, lawan berteriak dan hampir terpelanting, sekali dia terjatuh dalam keadaan kuda masih berlari cepat tentu dia celaka, Maka ketika Sin Hauw nlelepas dan berlari berendeng komandan itu tak berani lagi banyak tingkah. "Baik, awas kau, bocah. Tunggu kalau nanti kau bertemu Kwi-goanswe!" omongan ini tak diucapkan, hanya dibatin saja dan komandan itu memberi isyarat pada empat pembantunya. Apa yang terjadi tentu saja dilihat empat orang itu, empat pengawal ini mengangguk dan saling memberi tanda. Dan ketika mereka terus melarikan kuda dan sejam kemudian tiba di sebuah gedung di pinggiran kota maka mereka berhenti dan memasuki pekarangan gedung besar ini. "Kita sampai, mari masuk!" Sin Hauw waspada. Sebagai pemuda yang sering merasakan pahit getir kehidupan tentu saja dia tak lengah. Beberapa bayangan dilihatnya berkelebatan di atas genteng, entah siapa mereka itu, dan apa pula maksudnya. Tapi berhenti dan mengikuti lima orang itu Sin Hauw dibawa masuk dan tiba-tiba muncul seorang laki-laki kurus tinggi yang matanya sipit. "Ingin menemui siapa?" Pertanyaan itu tak ramah, Komandan tampak membungkuk dan memberi hormat, sikapnya merendah dan amat takut menghadapi si kurus ini. Dan ketika dia berkata bahwa Sin Hauw hendak bertemu Kwi-goanswe maka mata sipit itu membelalak. "Sin Hauw?" "Ya, Sin Hauw, Kak-busu. Pemuda ini datang ke kota raja dan kuantar ke sini!" "Hm-hm!" Kak-busu mengangguk. "Boleh, komandan. Tapi tunggu sebertar biar kulaporkan ongya!" Sang komandan mengangguk. Dia tampak melirik Sin Hauw dan menyuruh pemuda itu menunggu, dia sendiri duduk dan tidak mempersilahkan Sin Hauw, hal yang oleh pemuda ini disambut dingin saja. Dan ketika Kak-busu masuk dan lima orang itu kembali mengelilinginya maka Sin Hau mendengus merasa dikepung. Tak apa, pikir Sin Hauw. Asal kalian tidak macammacam tentu tak akan kuhajar, tikus-tikus busuk. Tapi sekali kalian banyak tingkah tentu kalian tahu rasa!" Kak-busu, yang ditunggu tiba-tiba datang. Dia memanggil Sin Hauw dan menyuruh pemuda itu masuk, lima pengawal diminta mengawal dan Sin Hauw digiring. Dan ketika seorang laki-laki menyambut mereka dan Kak-busu memberi hormat maka lima pengawal menjatuhkan diri berlutut di depan laki-laki ini, seorang pria tampan dengan pakaian indah. "Inilah, ongya. Bocah yang ingin menghadap Kwigoanswe itu!" "Hm!" laki-laki itu, yang ternyata Coa ongya mengangguk, bersinar-sinar memandang Sin Hauw. "Kau yang bernama Sin Hauw" Kau murid si Naga Sakti Hap Bu Kok?" Sin Hauw terkejut. Dia baru turun lembah, bagaimana sudah dikenal dan diketahui lawan" Siapa pangeran ini dan apa hubungannya dengan jenderal Kwi" Maka wa pada menggetarkan seluruh syarafnya Sin Hauw mengangguk, mendengar sedikit gerakan pada ujung lengan baju Kakbusu. "Benar, aku Sin Hauw, ongya. Dan maaf siapa dirimu dan mana Kwi-goanswe!" "Ha-ha, Kwi-goanswe sedang keluar, Sin Hauw, tapi sebentar lagi dia datang. Kiranya benar kau adalah murid si Naga Sakti yang hebat! Mana gurumu dan Chenggiok Sian-li?" "Maaf, suhu dan subo baru saja meninggal, ongya. Aku seorang diri dan sebatang kara!" "Apa" Gurumu yang hebat itu tiada" Bagaimana bisa begini" Kapan meninggalnya mereka?" "Hm," Sin Hauw jadi tak enak hati, terlalu jujur. "Suhu dan subo baru saja wafat, ongya, Tapi maaf aku datang bukan. untuk membicarakan ini," "Ha-ha, kau betul, Tapi aku ingin menyatakan belasungkawa. Sin Hauw, Sungguh tak nyana dua orang gurumu yang gagah perkasa itu tewas, Aih, menyesal sekali, Kak-busu tak jadi bisa berkenalan!" Sin Hauw diam. Dia tak mengetahui ke mana arah maksud kata-kata itu, Bagi orang kang-ouw kata "perkenalan" bisa berarti banyak, baik dalam arti yang benar ataupun yang tersamar. Dengus di sebelah kanannya membuat Sin Hauw mengerutkan alis. Dan ketika sang pangeran duduk dan bertanya apa maksud kedatangannya maka Sin Hauw merasa aneh karena yang dicari bukan pangeran ini. "Sama saja," sang pangeran tersenyum. "Mencari aku atau Kwi-goanswe tak ada bedanya, Sin Hauw. Dia pembantuku dan segala urusannya merupakan urusanku!" "Tapi ini masalah pribadi," Sin Hauw berkerut kening. "Urusan ini tak mungkin dilimpahkan orang lain, ongya. Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Amat pribadi dan bersifat empat mata!" "Hm, kau tertutup, kurang terbuka. Apakah kau takut mengatakannya. Sin Hauw" Atau takut didengar orang-orang ini?" Sin Hauw panas telinganya. "Maaf, ong ya, aku tidak takut dan sama sekali tidak perduli orang-orang ini. Hanya kurasa persoalan pribadi sebaiknya tak perlu diberitahukan orang lain, kecuali kalau Kwi-goanswe ada di sini!" "Baiklah, kalau begitu kita tunggu Kwi goanswe. Sebentar lagi dia datang dan kau dapat menemuinya!" sang pangeran tersenyum, bertepuk tangan dan tiba-tiba menyuruh mundur lima pengawal itu, bertepuk tangan sekali lagi dan keluarlah tiga dayang cantik. Dan ketika sang pangeran menyuruh mereka mengambil makanan dan minuman maka Sin Hauw dipersilahkan duduk di meja besar yang langsung dibersihkan dua di antara tiga dayang cantik itu. "Mari duduk, kujamu dulu!" Sin Hauw tertegun. "Eh, kau tak takut, bukan?" "Tentu tidak," Sin Hauw mendongkol. "Aku datang sudah mempersiapkan segalanya, pangeran. Kalau aku takut tentu aku tak datang!" "Ha-ha, pemuda yang gagah. Pantas sebagai murid si Naga Sakti Hap Bu Kok! dan Sin Hauw yang diminta duduk dan sudah berhadapan dengan pangeran itu lalu melihat Kak-busu berdiri di belakang sang pangeran, tak lama kemudian sudah menerima makanan dan minuman dari pelayan, dayang-dayang cantik itu. Dan ketika sang pangeran menawari makan minum sambil membuka sumpit baru Sin Hauw diminta mengiringi dan mengambil ini-itu. "Marilah, mari Sin Hauw. Kita tunggu kedatangan Kwi-goanswe sambil makan-minum. Lihat, ini arak Kang-lam yang paling keras, harum dan menyegarkan badan. Kalau kau tak takut mabok boleh cicipi se-sloki dan mari sama-sama minum. Ha-ha!" sang pangeran menuangkan arak, bau yang keras dan harum menyambar hidung, sang dayang tersedak dan buru-buru mundur, mukanya merah dan Coa-ongya tertawa bergelak. Dan ketika ia menuangkan arak itu dan meneguknya sekali habis maka Sin Hauw disodori minuman baru yang sebenarnya asing, tak biasa bagi Sin Hauw. "Mari.. mari. Sin Hauw. Kita bersenang-senang dan jangan takut!" Sin Hauw panas telinganya. Dia mendengar kekeh kecil dari si cantik dan dayang itu menutupi mulutnya, Kak-busu tersenyum mengejek dan Sin Hauw tersinggung. Tiga empat kali pangeran itu mengatainya takut, dia mendengus dan sudah menyambar arak yang disodorkan. Dan ketika dia menenggak habis dan arak amblas memasuki perutnya maka sang pangeran terbahak dan memuji dirinya, "Ha-ha, bagus, Sin Hauw. Bagus sekali. Ayo tambah, untuk persahabatan kita!" Sin Hauw menahan dongkol. Untuk kedua kalinya dia mendengar tawa kecil sidayang cantik. Dayang itu rupanya geli atau memang sengaja menertawainya, Sin Hauw masih canggung ketika menyambar dan menenggak arak. Dan ketika sang pangeran menuangkan lagi dan Sin Hauw menerima maka pemuda itu menggelogok isinya sampai ludas, sekali tenggak. "Eih, tidak tersedak" Ha ha, kuat benar kau. Sin Hauw. Rupanya sinkangmu sudah sedemikian tinggi hingga dapat menindih hawa arak!" Sin Hauw diam, tak banyak bicara. Sang pangeran menuang lagi arak baru lalu memberikannya padanya, minum juga araknya sendiri dan Sin Hauw pun diloloh, pemuda ini menerima saja karena tak mau dianggap canggung, menerima dan terus menerima ketika arak disodorkan kepadanya, sambil menanti Kwi-goanswe, begitu kata pangeran itu. Tapi ketika setengah jam kemudian Kwi-goanswe tak muncul juga sementara arak sudah habis sebotol tiba-tiba Sin Hauw merasa pusing dan untuk pertama kalinya muntah. "Aih, tak kuat. Sin Hauw. Kau sudah tak sanggup?" "Huak!" Sin Hauw muntah lagi, terkejut. "Aku pusing, pangeran. Cukup!" "Ha-ha, kalau begitu kau roboh!" Benar saja, Sin Hauw tiba-tiba terguling. Bersamaan dengan itu muncul seorang laki-laki tinggi besar yang tertawa bergelak, Sin Hauw terkejut karena mengenal itulah Kwi-goanswe. Dan ketika dia roboh dan merasa bumi berputar tiba-tiba Kak-busu menendangnya dan iapun mencelat. "Dess!" Sin Hsuw kaget bukan main. Tiba-tiba ia menyadari bahwa ia memasuki sarang macan, arak tadi rupanya beracun dan ia tertipu. Sin Hauw melompat bangun namun terguling iagi. Dan ketika terdengar aba-aba dari Coa-ongya agar ia ditangkap atau dibekuk maka Kwigoanswe menyambar pedangnya berseru nyaring, "Tidak, bocah ini harus dibunuh, pangeran. Dia berbahaya bagiku dan harus dibasmi.. wiit!" jenderal itu berkelebat ke depan, pedangnya menyambar dan Sin Hau dibacok. Dengan kaget Sin Hauw mengerahkan sinkangnya, tak dapat mengelak karena saat itu dia terguling, kepalanya berat dan dia tak dapat bangun. Maka terbelalak melihat pedang menyambar iapun mendesis dan menerima bacokan itu. "Hak!" Kwi-goanswe terkejut, Pedangnya mental, tubuh Sin Hauw seperti karet dan tak dapat dibacok. Itulah akibat sinkang (tenaga sakti) yang telah dikerahkan pemuda ini, menyelamatkannya dari bacokan dan Kwi-goanswe berseru kaget. Dan ketika Si Hauw terhuyung bangun tapi roboh lagi, maka Kakbusu berkelebat dan g?>nti meng hantamnya. "Dess!" Sin Hauw terlempar lagi. Saat itu Coa ongya bertepuk tangan, lima pengawal di luar masuk dan bayanganbayangan lain juga berkelebatan ke dalam, Itulah pengawal khusus yang melindungi Coa-ongya, tadi bayangannya dilihat Sin Hauw dan mereka itulah yang bersembunyi. Dan ketika Sin Hauw mencelat dan terlempar lagi oleh tendangan Kak-busu maka Kwi-goanswe membentak dan menerjang maju, mengayun pedangnya dan bertubi-tubi senjata itu menusuk dan menikam. Sin Hauw mengeluh dan bergulingan menjauh, menahan semuanya itu dengan sinkangnya, tak dapat bangun karena kepalanya benarbenar berat, dia selalu roboh lagi karena kepalanya berputar, semua orang seolah terbalik-balik dan kaki mereka di atas, tentu saia tak dapat membalas dan jadilah dia bulan-bulanan senjata Kwi-goanswe, juga tendangan dan tamparan KaK-busu. Tapi karena Sin Hauw mengerahkan sinkangnya dan semua tusukan maupun bacokan itu mental mengenai tubuhnya maka tamparan ataupun tendangan Kak-busu juga sia-sia menghantam pemuda ini. "Keparat, bantu aku. Bunuh pemuda ini!" Kwi-goanswe, yang pucat dan terbelalak melihat itu berteriak marah. Dia menyuruh orang-orang yang berkelebatan masuk itu membantunya. Sin Hauw harus dibunuh dan dimusnahkan. Tapi ketika pemuda itu tetap saja tak dapat dilukai karena sinkangnya yang luar biasa maka Kwi-goanswe marah-marah dan bingung, sudah dibantu belasan orang dan Sin Hauw hanya bergulingan ke sana ke mari. Pemuda itu tak dapat berbuat apa-apa karena beratnya kepala, bahkan perut tiba-tiba panas dan tentu saja semua itu mengganggu. Sin Hauw marah karena tahulah dia bahwa arak yang diminum adalah sejenis racun, atau mungkin perusak perut. Perutnya terasa nyeri dan mendidih, ada sesuatu yang bergolak di perutnya dan Sin Hauw meringis. Dan ketika dia hanya bergulingan ke sana ke mari sambil menerima hujan senjata maka sang pangeran menonton jalannya pertandingan dengan mata terbelalak, melihat tak satupun serangan senjata mampu melukai pemuda itu. Bahkan tamparan ataupun tendangan Kak-busu juga sia-sia, tak dapat membuat pemuda itu roboh atau pingsan, hal yang membuat pangeran ini kagum. Dan ketika di sana Sin Hauw masih terus bergulingan dan mengeluh tak dapat membalas tiba-tiba berkelebat bayangan-bayangan lagi disusul kekeh yang nyaring. "Heh-heh, siapa ini, pangeran" Kak-busu tak dapat merobohkannya?" "Ah, kau, Siang-li" Kebetulan sekali, inilah Sin Hauw, murid si Naga Sakti Hap Bu Kok!" "Apa" Laki-laki keparat itu?" "Benar, ini muridnya, Siang-li. Tolong tangkap dan bekuk dia!" "Bagus, kami akan maju'" dan sepasang nenek lihai yang sudah berjungkir balik dan melayang masuk tiba-tiba menghantam Sin Hauw, kedua tangan mereka bergerak dan menyambarlah serangkum angin pukulan dahsyat. Sin Hauw mengaduh ketika pukulan itu mengenai tubuhnya. Dan ketika dia terlempar dan dikejar lagi maka seorang kakek lain muncul dan datanglah si Lutung Putih Pek-wan. "Aih, siapa ini, pangeran" Bocah dari mana?" Coa-ongya terbelalak. "Murid si Naga Sakti, Pek-wan. Coba kau bantu dan tangkap bocah itu!" "Tapi Im-kan Siang-li (Sepasang Dewi Akherat) sudah maju. Biarlah hamba menonton dan menyaksikan jalannya pertandingan dulu!" dan Pek-wan, si Lutung Putih yang dulu bertempur dengan mendiang Hwa-liong Lo-kai menyaksikan jalannya pertandingan dengan mata bersinar-sinar, tak mau segera maju karena sudah ada Im kan Siang-li di situ. Kalau dia maju mungkin sepasang nenek itu tersinggung, yang mereka hadapi hanyalah seorang pemuda delapan belas tahunan, pantas merjadi murid mereka dan tak perlu beramai-ramai mengeroyok, meskipun murid si Naga Sakti. Dan ketika kakek itu menonton dan pukulan bertubitubi mengenai Sin Hauw maka kakek ini kagum karena pemuda itu masih dapat bertahan juga. "Hebat, luar biasa bocah ini!" kakek itu memuji, memang kagum dan harus mengakui bahwa Sin Hauw hebat. Dipukul dan menerima hantaman nenek lihai masih juga pemuda itu dapat bergerak, bergulingan dan menghindar sana-sini, padahal pukulan nenek itu kian bertambah berat karena mereka juga penasaran kenapa pemuda itu belum roboh, paling sedikit seharusnya pingsan dan Nenek Akherat gusar.Mereka malu terhadap sang pangeran yang menonton, juga Pek-wan yang memuji musuh. Dan ketika satu bentakan marah dikeluarkan nenek itu dan mereka melepas satu pukulan berbareng tiba-tiba terdengar suara menggelegar ketika pukulan itu mengenai tengkuk Sin Hauw. "Dess!" Semua terbelalak. Sin Hauw mencelat tinggi dan terbanting, mengeluarkan satu keluhan pendek dan kini tidak bergerak lagi, roboh di lantai. Dan ketika dua nenek itu berseri karena mereka menganggap berhasil maka mereka terkekeh dan meloncat ke depan. "Lihat, kami berhasil, pangeran. Bocah ini sudah roboh!" Semua orang girang. Sin Hauw memang roboh dan tidak bergerak-gerak lagi, entah pingsan atau mati. Tapi ketika satu di antara dua nenek itu membungkuk dan mau menyambar Sin Hauw, menangkap tengkuknya, tahu-tahu Sin Hauw bergerak dan-satu sinar kemerahan menyambar nenek itu. "Awas!" -ooo0dw0ooo- Jilid : VII TERLAMBAT. Gerakan sinar merah itu luar biasa cepatnya. Semua orang tak menduga dan si nenekpun tak menyangka. Sin Hauw yang dikira pingsan mendadak "hidup" lagi, sungguh di luar dugaan. Maka begitu sinar merah bergerak dan Sin Hauw meloncat bangun maka nenek itu menjerit ketika lengan kanannya tahu-tahu putus, lepas dari tempatnya dan darah menyembur bagai pancuran, terlempar dan terguling di atas lantai, bermandi darah. Sungguh mengerikan karena kejadian itu! luar biasa cepatnya, sama cepat dengan berkelebatnya sinar merah itu. Dan ketika semua orang tertegun dan nenek itu terhuyung pucat maka di sana Sin Hauw bangun dengan limbung memegang sebatang golok yang mengkilat bersih, tadi sejenak berlepotan darah tapi tiba-tiba golok itu menghisap, darah tersedot dan putihlah golok itu seperti biasa. Semuanya ini berlangsung hanya sepersekian detik saja dan semua orang tersentak, ngeri. Tapi begitu Pek-wan melihat ini dan mengeluarkan teriakan kaget maka mulutnya berseru, disusul kemudian oleh nenek satunya dari Im-kan Sian-li, "Golok Maut..!" "Golok Penghisap Darah..!" Gegerlah semua orang. Setelah Sin Hau limbung mencabut goloknya tiba-tiba saja semua orang terbelalak. Pek-wan si Lutung Putih terkesiap dengan jantung meloncat kaget, itu memang amat mengerikan. Dan ketika semua terbelalak dan kaget serta ngeri tiba-tiba nenek yang kutung lengannya itu berteriak marah, melengking, "Keparat, jahanam kau, bocah. Kubunuh kau!" Sin Hauw tak berkedip. Dalam keadaan pusing dan jatuh bangun dihajar lawan membuat pemuda ini marah. Dia tadi memang mencabut goloknya membacok nenek itu, yakni ketika si nenek hendak mencengkeram dan menangkapnya. Dia tadi pura-pura pingsan untuk mengecoh lawan, benar saja nenek itu terkelabuhi dan mendekat. Maka begitu dia mencabut goloknya dan senjata warisan suhunya itu berkelebat menyambar nenek ini maka nenek itu putus lengannya dan kini menerjang, dengan satu lengan yang lain tapi Sin Hauw mengelak. Dia dikejar lagi dan apa boleh buat menggerakkan goloknya itu. Dan ketika terdengar suara "cras" yang mengerikan dan lengan nenek itu buntung maka nenek ini menjerit bergulingan dengan tubuh tanpa lengan lagi. "Aduh!" Mengerikan sekali. Apa yang terlihat adalah tubuh yang tidak utuh, Nenek itu menjerit-jerit dan bergulingan di lantai, mandi darah dan lantaipun bergelimang bau amis. Darah membanjir di mana-mana melepoti bagian yang dilalui nenek ini. Dan ketika semua orang kembali terbelalak dan ngeri melihat itu maka Im-kan Sian-li yang masih seorang tibatiba membentak dan menyerang Sin Hauw. "Jahanam" Kubunuh kau, Sin Hauw. Keparat terkutuk!" sepasang tusuk konde menyambar Sin Hauw, disusul pukulan Sin-hong-ciang dan Sin Hauw menangkis. Tapi ketika dia tergetar dan terhuyung mundur maka nenek itu berteriak agar yang Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lain-lain maju, mengeroyok dan membalaskan sakit hati saudaranya. Nenek yang di sana akhirnya pingsan tak kuat menahan sakit, betapapun kedua lengan yang buntung terlalu banyak mengeluarkan darah, Dan ketika Pek-wan berkelebat maju dan Kwi-goan swe serta pengawal juga membentak menyerang pemuda itu maka Sin Hauw dikepung dan mendapat hujan serangan. "Cring-plak-dess!" Hujan serangan disusul teriakan kaget. Lima pengawal yang semula mengantar Sin Hauw tiba-tiba berteriak ngeri, mereka menjerit kesakitan ketika senjata mereka putus, tak kuat menghadapi golok di tangan Sin Hauw. Dan ketika pemuda itu bergerak dan terhuyung meneruskan tangkisannya maka semua lawan memekik tertahan karena tak ada satu senjatapun yang sanggup menghadapi golok di tangan pemuda itu, terbabat dan patah-patah berhamburan di lantai. Apa yang dirasakan sungguh membuat orang gentar, lima pengawal pertama sudah terpelanting tak keruan bermandi darah, tangan atau kaki mereka putus disambar golok, yang masih bergerak ketika menangkis senjata mereka tadi. Dan ketika si Lutung Putih juga terdorong mundur sementara tusuk konde di tangan Im-kan Sian-li juga papas terbabat golok maka Sin Hauw menjadi pemuda mengerikan dengan senjata di tangan. "Tangkap pemuda ini, gunakan jala!" Yang berteriak itu adalah Coa-ongya. Pangeran itu terbelalak dan ngeri melihat keampuhan golok di tangan Sin Hauw, pemuda itu sebenarnya tinggal roboh tapi masih kuat juga, pengaruh arak dapat ditahan dengan sinkangnya, hebat pemuda ini. Pedang Naga Kemala 10 Pedang Siluman Darah 2 Ratu Penggoda Siluman Muka Ayu Eng Djiauw Ong 17

Cari Blog Ini