Ceritasilat Novel Online

Serangan Hiu Martil 3

Animorphs - 15 Serangan Hiu Martil Bagian 3


atmosfer, tetapi aku masih bisa melihat cukup jelas. Kulihat dinding baja
berombak yang membentuk dinding dermaga persegi tempat
kami berada. Tetapi selain itu aku cuma bisa melihat kasau-kasau di atasku.
kata Rachel. harus naik dan melihat-lihat.>
tanya Jake. tidak akan menarik perhatian para Pengendali.
Tetapi harus hewan dengan cara pikir yang cukup baik.>
Cassie mengusulkan.
keluh Tobias.
beterbangan di kompleks bawah air mereka,> kataku. tikus juga di tempat ini, jadi para Pengendali akan berterima kasih atas
keberadaanmu di sini untuk memangsa hama
mereka.> Jake
mengingatkan. tenggelam.> Ngu-IIING! NGu-IIING!! Ngu-IIING!

Tiba-tiba segerombolan hiu martil bergerak menuju kami.
Semula tampak seperti bayangan gelap di air. Makin lama makin
besar. Kami berbalik untuk menghadapi mereka. Tetapi tidak
mungkin. Jumlah mereka ada sekitar lima puluhan!
Mereka terus melaju, memukul-mukul air dengan ekor panjang
mereka. Kemudian... mereka melewati kami. Mereka terus berenang ke
ujung dermaga. Dan sekarang kami bisa mendengar jelas bunyi pintu mekanis
terbuka. WHRRRIIIIIII! kata Cassie.
kata Rachel. tempat yang perlu kita datangi.>
makanan baru Oscar Mayer Sharkmeat Lunchables,> kataku.

Kami membuntuti hiu-hiu itu. Kami ikuti sampai ke ujung
dermaga. Ada pintu baru yang terbuka. Ada sederet hiu yang antre untuk masuk.
Jalan masuknya menyempit sampai akhirnya kami antre satu-satu.
kata Tobias.
kata Cassie. hubungannya dengan masalah medis. Lagi pula, kita pasti bisa
mencium bau darah kalau hiu-hiu lain luka.>
kataku.
Samudera.> Tiba-tiba kudengar Cassie menjerit,
Ia berada tepat di depanku. Dan sebelum aku sempat bereaksi,
aku tahu kenapa ia menjerit. Jepit baja menjulur dari dua sisi dan
mencengkeramku tepat di belakang kepala martilku. Jepit itu
memegangku kuat-kuat, tetapi tidak sakit. Aku ditarik keluar sampai tegak lurus.
Aku diangkat dari air. Insangku megap-megap di udara.
Tubuhku meliuk-liuk panik.
Aku melihat hiu-hiu lainnya. Kami berada di ban berjalan berisi
hiu martil, semua tergantung tegak. Ada beberapa PengendaliManusia dan Hork-Bajir menangani papan peralatan dan tampang
mereka kelihatan acuh tak acuh.
Di sudut kami berbelok ke ruangan lain dan tiba-tiba muncul
tangan robot dilengkapi alat-alat yang tak bisa kutebak untuk apa.
Lengan robot terangkat ke arah hiu ketiga di depan Cassie. Tiba-tiba saja muncul
jarum suntik. Menghunjam di belakang kepala si hiu.
aku menjerit.
Tetapi mana sempat. Ban berjalan itu bergerak terus. Terlalu
cepat! Tangan robot bergerak dengan kecepatan mesin yang telah
diprogram. Tangan itu menusukkan jarum ke belakang kepala Cassie.
Cassie berhasil bicara.

Tetapi yang terjadi berikutnya tidak oke. Tangan robot raguragu, lalu mengeluarkan semacam alat pendeteksi logam atau entah apa,
menggerakkannya ke atas kepala hiu Cassie. Kemudian tangan
itu mengeluarkan bor. Bukan seperti bor dokter gigi, melainkan seperti bor yang
kaugunakan untuk membuat lubang di kayu. Ujung bor berputar dan
menghunjam. Cassie berteriak panik.
Bor menarik diri, digantikan alat baja berkilau berujung tumpul
meluncur menuju lubang. Masuk, kemudian keluar lagi. Asap
mengepul ketika lubang itu dibakar oleh sinar laser hijau.
Jake berteriak.

Kemudian tiba giliranku. Ada sengatan rasa sakit ketika
ditusuk, tetapi hiu tidak peduli pada rasa sakit.
Bor keluar lagi. Dan beberapa detik kemudian, aku dijatuhkan
ke dalam air asin. Malah, segera kusadari, aku kembali berada di dermaga perahu
yang sama dengan yang tadi. Ada banyak hiu lain di sekitarku. Kawan-kawanku
dijatuhkan begitu saja di atasku.
tanya Tobias.
kata Cassie.

Kesakitan yang sama menerpaku beberapa detik kemudian.
Bagaimana aku bisa mendeskripsikan rasa sakit itu" Aku sudah
bilang, kan, hiu tidak peduli pada rasa sakit" Nah, ini bukan rasa sakit yang
pernah dialami hiu mana pun. Kurasakan otakku meledak.
Seakan ada binatang gila terperangkap dalam kepalaku dan sekarang mencakar-cakar
mencoba keluar. Aku menjerit. Dan
kemudian, lewat air, ada bunyi bergema. Seperti WHUUU-WHUUUWHUUU. Rasa sakit itu berhenti. Sebagai gantinya muncul gelombang
kenikmatan. Rasanya seperti kecapan rasa mangsa di mulut hiu:
kenikmatan tertinggi bagi hiu.
Ax bertanya.

Kemudian, yang paling aneh... kurasakan pikiran hiu, pikiran
mesin-pembunuh yang sederhana itu, terbuka. Pikiran hiu melihat
lewat matanya dan untuk pertama kalinya memperhatikan hal-hal
yang tidak ada hubungannya dengan menemukan mangsa.
Mata hiu memperhatikan pola baja berombak yang membentuk
dermaga. Indra penciuman hiu membaui bau-bau seperti minyak,
karat, ganggang laut, yang tak ada hubungannya dengan membunuh
dan makan. komentarku,
Rachel nimbrung.
kata Cassie, kedengarannya kagum. bertanya apakah akan ada mangsa nanti.>
kata Jake.
Cassie berseru tegang. Hiu bahkan tidak bisa membentuk konsep masa depan, apalagi
mempertanyakannya. Sama sekali tak mungkin!>
tanya Tobias.
Cassie menjawab, Itulah sebabnya hiu-hiu bisa bekerja sama waktu menyerang kita.
Yeerk merombak otak hiu-hiu ini. Kita baru mendapat penanganan
pertama.> Rachel ingin tahu.
Ax menjelaskan, fisiologi otak hiu. Untuk membuatnya mungkin dimasuki Yeerk. Otak asli hiu
terlalu kecil, terlalu sederhana untuk bisa dikuasai Yeerk.
Mereka merombaknya agar bisa dijadikan Pengendali. Nantinya
mereka akan perlu menambahkan lubang telinga juga. Agar Yeerk
bisa keluar-masuk otaknya.>
komentarku. menginginkan pasukan Hork-Bajir bawah air. Mereka perlu pasukan
yang kuat, berbahaya, mematikan yang bisa masuk ke wilayah yang
tidak bisa dimasuki Hork-Bajir: dalam air. Prajurit apa yang lebih bagus
daripada Pengendali-hiu, jika kau memerlukan pasukan di
dalam air"> Tobias menyetujui dengan muram. mimpi buruk yang mengerikan.>
Chapter 20 kata Jake. menyelidiki tempat ini.>
Sulit dan berbahaya. Kami harus kembali ke wujud manusia
dulu. Kemudian bermetamorfosis lagi. Semuanya dilakukan dalam air.
Tanpa boleh kelihatan, ataupun tenggelam.
Aku lega meninggalkan morf hiu. Aku benci hiu. Aku tak ingin
lagi jadi hiu. Apalagi jadi semacam hiu super yang sadar diri dan bisa berpikir.
Aku senang ketika kakiku muncul. Ketika siripku berubah
menjadi tangan, ketika gigi-gigiku berkeretak dan gatal dan kembali menjadi gigi
manusia yang kecil-kecil, tumpul, dan lemah.
Tapi aku tahu aku tak akan lagi menganggap remeh morf baru.
Kusembulkan kepalaku dari air dan aku memandang berkeliling
dengan mata manusia untuk pertama kalinya. Kawan-kawanku yang
lain bermunculan di dekatku. Tampang Tobias seperti tikus kecebur got. Ia
bertengger di kepala Rachel.
Di atas kami ada langit-langit gelap. Dan aku bisa mendengar
dengung mesin. Tetapi tak kulihat manusia, Hork-Bajir, ataupun
Taxxon di dermaga ini. Mungkin mereka semua sibuk di kantor yang bisa kami lihat
lewat tingkap tadi. "Kelihatannya kosong," bisikku pada Jake.
"Yeah. Tapi lebih baik kita hati-hati. Morf di sini di dalam air.
Kurasa tidak masalah bagi lalat."
Ia betul. Air tidak bermasalah bagi morf lalat. Tapi ada masalah lain.
Kupusatkan pikiranku pada DNA lalat dalam tubuhku, dan aku
mulai mengerut. Aku sudah pernah bermetamorfosis jadi lalat
sebelumnya, jadi aku sudah siap menghadapi bagaimana kaki-kaki
berbulu mencuat dari dadaku. Bagaimana semua organ dalam tubuhku meleleh,
digantikan organ serangga yang jauh lebih sederhana.
Bagaimana mulut dan hidungku mencelat ke depan menjadi
proboscis - semacam belalai atau sungut - panjang mengerikan.
Aku berada dalam air, bernapas dari gelembung udara, ketika
itu terjadi. Kusadari kepalaku meledak. Benar! Ini bukan sekadar kiasan.
jeritku. Kepalaku mungkin masih
selebar lima senti, sudah nyaris jadi kepala lalat, hanya tinggal sedikit sisasisa manusianya. Tetapi aku langsung menghentikan
metamorfosisku. Aku memandang berkeliling dengan mata yang lebih
menyerupai mata lalat daripada mata manusia. Dunia air ini tampak bagai mosaik
pecahan kaca. Mata majemuk lalat melihat dengan
ribuan pesawat TV kecil tak beraturan, masing-masing memasang
saluran yang sedikit berbeda. Dan karena kami di dalam air, yang kulihat bahkan
lebih sedikit dari biasanya.
Tetapi kemudian, berkat nasib baik, Rachel mengapung
mendekat. Sampai berada di jangkauan pandanganku.
Menyaksikan proses metamorfosis selalu mengerikan.
Maksudku, kita bisa terbiasa, tetapi tak pernah lepas dari perasaan ngeri. Dan
tak ada yang lebih mengerikan daripada menyaksikan
manusia berubah menjadi lalat. Percayalah. Sekali lihat, cukup untuk memberi
mimpi buruk sepanjang hidup.
Tetapi apa yang baru saja kusaksikan, mengapung melewatiku,
lebih mengerikan lagi. juga!> teriakku, tepat ketika yang lain mulai mengerang kesakitan.
tanya Ax. Demorph! Mereka memasukkan sesuatu ke dalam kepala kita.>
tanya Rachel.
meninggalkan sesuatu di dalam! Waktu kita mengecil ke ukuran lalat, benda ini entah benda apa - jadinya terlalu besar! Tubuh lalat kita lebih kecil daripada
benda di dalam kepala kita. Kita bisa mati kalau memaksa jadi lalat.>
tanya Tobias.
Aku naik ke permukaan, sebagai manusia lagi. "Aku tak tahu.
Aku cuma melihat kepala Rachel memelintir dan bertonjolan karena berusaha
mengecil dengan benda ini masih di dalam."
"Itu semacam alat kontrol," kata Jake. "Seharusnya aku sadar!
Itulah sebabnya kita dibor sementara hiu lain tidak. Kita belum punya alat
kontrol dalam kepala kita. Yeerk menggunakan alat itu untuk mengendalikan hiuhiu sampai seluruh perawatan selesai."
kata
Tobias. memanggil dan mengontrol mereka. Membuat mereka
melupakan rasa sakit karena perombakan otak. Alat itu disambungkan ke suara
bawah laut yang mereka siarkan.>
"Jadi, apa yang kita lakukan?" tanyaku.
"Kita keluarkan benda ini dari kepala kita!" teriak Rachel.
"Kalau perlu kita habiskan semua Yeerk di kompleks ini!"
"Oh, bagus, pendekatan yang halus," ejekku.
"Rachel mungkin benar," kata Jake. "Kita tak boleh mempertahankan alat ini.
Titik. Mana mungkin kita biarkan Yeerk
mengendalikan alat dalam kepala kita. Kita berada di dalam air,
dengan alat pengontrol di otak kita, dan Leeran cenayang alien
berkeliaran. Benar-benar gawat."
"Mungkin ada beratus-ratus Pengendali di sini," kataku. "Tak mungkin kita ngamuk
seperti orang gila lalu masih bisa kabur."
"Memang tidak," Jake sependapat. "Kita perlu pengalihan perhatian. Dua tim: satu
ke pusat kontrol tempat ini. Yang lain, seperti kata Marco, ngamuk seperti orang
gila dan membuat Yeerk sibuk. Ax, Marco, dan Tobias tim pertama. Rachel, Cassie,
dan aku yang akan mengalihkan perhatian mereka."
"Akhirnya kita beraksi juga."
Tentu saja yang ngomong begitu itu Rachel.
Chapter 21 AKU, Ax, dan Tobias. Kami tidak bisa bermetamorfosis
menjadi binatang kecil dengan alat kontrol Yeerk masih tertanam di kepala kami.
Serangga jelas tidak. Jadi, bagaimana kami diharapkan berkeliaran di fasilitas
bawah air ini tanpa menarik perhatian"
"Kalau sepasang serigala berlarian sih pasti mencolok," kataku.
"Kita perlu ke angkasa. Kepala burung mestinya cukup besar untuk chip pengontrol
ini. Buktinya Tobias baik-baik saja balik ke wujud aslinya. Lagi pula orang
cenderung tidak melihat ke atas."
Beberapa menit kemudian, aku sudah jadi elang laut. Ax jadi
alap-alap. Tobias tetap Tobias. Dan kami bertiga basah kuyup.
Burung yang basah tidak bahagia. Benar lho.
Kami mengepakkan sayap, tanpa terlihat, menuju atap
kompleks. Atap itu terbuat dari tiang-tiang baja terbuka. Tahu, kan, seperti
atap toko mainan Toys "R" Us. Ada sedikit lengkungan di atap, mungkin untuk
membantu menahan beban tekanan air.
Dari atas, dekat atap, kami bisa bertengger dan memandang


Animorphs - 15 Serangan Hiu Martil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seluruh kompleks. Ada tiga dermaga yang sama dengan yang pernah
kami kunjungi. Pada salah satu di antaranya, sebuah kapal selam
transparan tengah berlabuh. Di dalamnya tak ada orang, kecuali dua Taxxon yang
sedang merawat kapal itu.
Kami melihat dua bangunan yang dipisahkan oleh dermaga
tengah. Kedua bangunan itu identik, bangunan persegi bercat putih tanpa jendela.
Seperti gudang. Ada bangunan-bangunan yang lebih
kecil. Semacam bangunan yang biasa digunakan sebagai ruang kelas
"sementara". Tobias menunjukkan. tak pernah terpikir oleh mereka, bahwa suatu saat mereka ingin
melihat-lihat di dalam kompleks ini. Satu-satunya jendela menghadap ke air.>
mengandaikan tak ada yang bisa melewati pasukan hiu penjaga,> kata Ax.
itu,> kata Tobias.
aku langsung menjawab.
Aku tak bisa bilang padanya bahwa itu bangunan yang
dihubungkan ke tingkap besar yang di baliknya ada ruang kantor yang besar tapi
kosong. Ruangan yang aku yakin kantor ibuku. bangunan satunya,> jawabku, kawan-kawan membuat keributan.>

kataku.
Sementara kami mengawasi, ada Taxxon yang menggeliat dan
merayap keluar dari satu-satunya pintu. Sisi tubuhnya bergesekan dengan ambang
pintu saat ia lewat. usulku.
tanya Ax.


sebelah kiri" Harimau" Kurasa dia siap...>
"Grrrrooooaaaarrrrr!"
<... mengaum.> Auman itu auman harimau. Suara yang bisa membuat orangorang dewasa merangkak ke tempat tidur dengan boneka beruang
mereka dan menarik selimut menutupi kepala.
Efeknya pada Taxxon di ambang pintu sungguh langsung. Ia
memutuskan untuk mundur. ajakku. Kulepaskan
cengkeraman cakarku pada tiang baja, kukuncupkan sayapku ke
belakang untuk mendapatkan kecepatan. Dengan mata membidik
pintu itu, kubuka sayapku, kuatur ekorku, maka aku pun meluncur di atas punggung
Taxxon yang menggeliat terengah, dengan kecepatan
tujuh puluh lima kilo per jam.

Alap-alap dan elang ekor merah hanya beberapa detik di
belakangku. Kami melewati Taxxon yang sedang kaget tanpa terlihat
olehnya! Lewat pintu, cepat sekali! Lorong panjang. Ujung lorong panjang itu
muncul begitu cepat! KELEWAT cepat!
seru Tobias.
Tobias menjerit.
Kumiringkan sayapku dan aku meluncur melalui pintu samping
yang terbuka. Punggung dan sayap kananku terserempet tiang pintu.
Ruangan. Meja. Kursi. Dinding! Dinding! Dinding!
Kukembangkan sayap untuk mengurangi kecepatanku, tapi tak cukup.
teriak Tobias.
Aku membelok tajam ke kiri dan meluncur melewati pintu
kedua ke dalam ruangan yang nyaris gelap. Aku tak lagi meluncur
dengan kecepatan tujuh puluh lima kilo per jam, mungkin sekarang tinggal dua
puluh. Tapi asal tahu saja: Terbang dengan kecepatan dua puluh kilo per jam
dalam ruangan gelap, sehingga kau tidak bisa
melihat dindingnya, sungguh kelewat menegangkan.
saran Tobias. mendarat!> WHUMPF! WHUMPF! BRAAAK! Dueng... kloneng,.. kloneng...
Ax menghantam meja. Tobias menghantam lantai. Aku
menghantam tempat sampah kaleng dan berguling ke dalamnya.
tanyaku.
kata Ax kalem, hidup.> kataku, mencoba menggerakkan ekorku yang
sakit.
dengan kalian, burung amatiran,> komentar Tobias.
ajakku. terbang lagi sampai kami berdua morf lagi.>
Dengan pendengaran elang lautku yang ekstra tajam, aku bisa
mendengar keributan yang sedang terjadi di luar.
tanya Tobias.
gumamku.
Aku demorph secepat aku bisa. Kami telah bermetamorfosis
berulang kali dalam waktu singkat. Aku sudah lelah. Tetapi beberapa menit
kemudian aku sudah jadi manusia lagi. Tobias morf menjadi
manusia, dan Ax balik ke wujud asli Andalite-nya.
Aku memimpin di depan, meninggalkan ruang gelap. Ax di
belakangku, ekornya siap menyabet. Tobias berjalan canggung di
belakang. Ia masih menyesuaikan diri menjadi manusia lagi.
"Aku tidak percaya. Kulewatkan sebagian besar hidupku
dengan mata manusia selemah ini," gerutunya. "Kalian ini sama saja dengan buta."
"Shhh." Aku merayap menuju lorong terang benderang. Sesaat aku
mempertimbangkan akan ke arah mana. Di ujung lorong ada pintu,
lain daripada yang lain. Pada pintu itu ada semacam simbol emas.
Seperti segel kepresidenan.
"Kita ke situ. Ax" Kalau ada yang muncul dari salah satu
pintu...," aku tidak menyelesaikan kalimatku. Ax tahu apa yang harus
dilakukannya. Ia memutar ujung ekornya yang berupa sabit tajam.
Melemaskannya, kurasa. Kami bergegas melewati lorong. Kuraih pegangan pintu.
Kubuka. "Masuk," terdengar suara.
Aku membeku. Kepalaku melongok ke dalam. Kedua kawanku
tersembunyi di belakangku.
"Masuk, kataku," terdengar suara bengis. "Jangan pernah membuatku mengeluarkan
perintah sampai dua kali. Kau tak akan
hidup untuk mendengarnya ketiga kalinya."
Jadi aku melangkah masuk, lalu cepat-cepat menutup pintunya,
memblokir Ax dan Tobias dari pandangan.
Dengan langkah berat dan kaki gemetaran, aku berjalan ke meja
besar di tengah ruangan. Berhenti di depannya. Menghadapinya.
Menghadapi ibuku. Chapter 22 IA masih sama. Tetapi sekaligus juga berbeda.
Mata gelap yang sama, mulut yang sama, rambut bagaikan
rambut bintang film yang sama. Tetapi ada jiwa lain yang memandang dari mata
itu. Mata itu keras. Kejam. Sadis, tak kenal belas kasihan.
Seperti mata hiu. Tak lebih lembut daripada mata dingin
mengerikan hiu martil. Aku senang. Soalnya aku sudah lama bertanya-tanya sendiri
apakah ia sudah lama jadi Pengendali sebelum ia memalsukan
kematiannya sendiri. Aku bertanya-tanya sendiri apakah Yeerk yang memberiku
ciuman selamat tidur, yang meledek kesombonganku, dan
yang tertawa mendengar lelucon konyolku.
Tetapi sekarang kurasa aku tahu. Pasti bukan, karena dulu ia
tidak begitu. Sekarang aku bisa melihat kejahatan dalam dirinya.
Kalau dulu juga ada, aku pasti juga akan melihatnya. Iya, kan"
Sebagian otakku berkata, Jangan bodoh, Marco. Dia berada
bersama sesama Yeerk sekarang. Tentu saja dia tak perlu berpurapura. Dia tak perlu lagi menyembunyikan siapa dia sebetulnya.
Ibuku menatapku dengan mata visser Yeerk. "Aku menunggu
empat teknisi baru. Mana tiga lainnya?"
Aku cuma melongo. "Mana tiga teknisi lainnya yang seharusnya datang bersamamu dari kapal induk?"
Kukedikkan kepala untuk membuyarkan pesona. "Tiga lainnya"
Tiga teknisi lainnya" Oh. Um... mereka, uh, mereka ada masalah.
Kurasa Visser Three membunuh mereka karena melakukan
kesalahan." Mungkin itu kebohongan paling bodoh yang pernah kubuat.
Tetapi ternyata berhasil.
Ibuku mengangkat sebelah alisnya dengan menghina. "Kalau
badut Visser Three mengira ia bisa menghancurkanku di depan
Dewan Tiga Belas dengan menyabotase proyek ini, ia lebih tolol dari yang
kukira." Aku menelan ludah. Dari luar terdengar auman keras dan
gerungan seram. Jake, Rachel, dan Cassie. Mereka masih sibuk
mengalihkan perhatian. Aku cuma bisa membayangkan betapa
gawatnya keadaan mereka. "Ada sedikit masalah dengan bandit-bandit Andalite yang
belum juga berhasil dibinasakan Visser Three," kata Visser One santai.
Yang bisa kulakukan hanyalah mengangguk.
"Oh," celetuknya. "Rupanya pikiran induk semangmu membuatmu repot. Aku yakin kau
sadar bahwa tubuh induk semangmu adalah anak kandung tubuh induk semangku sendiri."
Tak ada setitik pun emosi. Tak ada setitik rasa bersalah. Ia
duduk di sana, menggunakan tubuh ibuku, tahu,tahu benar derita yang dirasakan
ibuku saat melihatku. Aku mengangguk. "Ya, Visser."
"Kau harus belajar mengontrol induk semangmu dengan lebih
total. Induk semangku sendiri membuat keributan besar di dalam sini,"
katanya sambil mengetuk kepalanya. "Tetapi tak kubiarkan jerit-tangisnya
menggangguku." "Baik, Visser," jawabku dalam bisikan. "Aku akan berusaha lebih keras untuk
mengontrol induk semangku."
Ingin sekali aku menghancurkan Yeerk itu. Ingin sekali aku
memasukkan tanganku dalam kepala yang sangat kukenal itu dan
menyeret keluar Yeerk jahat itu, lalu menginjak-injaknya sampai
lumat. Aku heran Visser One tidak bisa melihat kebencianku.
Kurasakan kebencianku menggetarkan udara di sekitarku.
Tetapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa berdiri tak
berdaya. Mendengarkan si visser Yeerk jahat, yang pangkatnya paling tinggi di
antara semua visser, mengejek ibuku yang hati dan
pikirannya menangis menyaksikan anaknya dijadikan budak Yeerk.
GUBRAK! Bunyi benda besar digabrukkan ke dinding luar bangunan.
Kubayangkan Hork-Bajir yang dilempar oleh gajah marah.
Visser One nyaris tak terpengaruh. "Kurasa sebaiknya
kubereskan dulu masalah kecil di luar ini," katanya enggan. "Aku harus
menyelesaikan proyek hiu ini dan menyiapkan dua ribu hiu-Pengendali untuk
digunakan melawan Leeran dalam waktu dua bulan.
Aku tidak memerlukan gangguan tambahan dari Andalite bagian
Visser Three. Si goblok itu akan segera datang. Aku sungguh berharap para bandit
Andalite akan berhasil mengenyahkan duri dalam daging ini dari hidupku."
Ia berdiri. Dirapikannya rambutnya dengan gaya yang persis
gaya ibuku dulu. Kupandang matanya, berharap bisa melihat tandatanda keberadaan ibuku di sana. Berharap aku bisa berkata kepadanya,
"Jangan kuatir, Mom, aku bukan Pengendali. Aku sedang berjuang, Mom. Aku sedang
memerangi mereka dan suatu hari nanti aku akan
membebaskanmu." Tetapi kalau aku bilang begitu, akibatnya akan fatal. Dan aku
bukan jenis orang yang melakukan hal-hal emosional dan bodoh.
Sayang sekali. Kadang-kadang aku ingin juga begitu.
"Pergilah ke lab," kata Visser One. "Mulai bekerja."
Ia berjalan melewatiku, seakan ia sudah lupa aku ada. Aku
menahan napas ketika ia melangkah ke lorong. Tetapi Ax dan Tobias sudah tak ada.
Kuembuskan napas lega. Kenapa" Mungkin karena Ax akan
bisa melukainya. Entahlah.
Kemudian, lewat tingkap bundar besar itu aku melihat sesuatu
yang besar dan berkelok-kelok. Seperti ular. Tetapi ular yang
panjangnya lima belas meter dan lebih gemuk dari Taxxon.
Warnanya kuning, menunjukkan bahwa ia beracun. Dengan
mulut yang kelihatannya bisa menelan perahu kecil.
Makhluk itu meluncur menuju kompleks. Dan mengapit di
kanan-kirinya, seperti penjaga kehormatan, selusin Hork-Bajir dengan baju selam
aneh berwarna merah, digerakkan oleh pancaran air yang dipasang pada masingmasing pergelangan kaki. Perasaanku mengatakan aku kenal ular ajaib ini.
Chapter 23 AKU mengikuti Visser One ke lorong, tetapi ia sudah jauh.
Jalannya gagah. Kutatap ia lebih lama dari semestinya. Kemudian aku
menyelinap ke pintu samping. Ruangan itu gelap. Aku berharap
menemukan Ax dan Tobias di sana. Benar saja. Malah kelewat
mendadak aku bertemu Ax. THWAPP! Mata pisau ujung ekornya menempel di leherku. "Hei, ini aku.
Jangan potong kepalaku dong. Aku masih perlu lho."
"Kami sedang berunding apakah sebaiknya mencoba
menyelamatkanmu atau bergabung dengan yang lagi bikin ribut di
luar," kata Tobias dengan suara manusianya yang sekarang terdengar aneh.
Tetapi sebelum kami bisa menemukan sesuatu, kau masuk.>
Ax membawaku ke layar komputer tiga dimensi yang menyala.
Aneh sekali. Ruang-ruang lainnya kelihatan seperti kantor-kantor biasa manusia
yang membosankan. Seperti kantor agen asuransi atau kantor tata usaha sekolah.
Tetapi kurasa Yeerk tidak mau menangani komputer rendahan setingkat manusia.
"Aaauuuummm!" Auman Jake terdengar agak letih.
"Kita perlu keluar dan membantu mereka," kata Tobias.
"Tidak," tukasku. "Mereka tidak akan terbantu dengan kita bergegas keluar.
Visser Three datang dengan tambahan Hork-Bajir. Ia morf menjadi ular raksasa
dari planet antah berantah."
Mereka melongo menatapku seakan aku ini sedang
berhalusinasi atau apa. "Itu pasti dia, percaya deh. Aku melihatnya lewat tingkap. Ular laut raksasa
kuning diapit Hork-Bajir. Siapa lagi coba, kalau bukan dia?"
kata Ax. terlalu cepat untuk bisa dianggap misi
penyelamatan.>

Animorphs - 15 Serangan Hiu Martil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kurasa memang bukan misi penyelamatan. Mungkin ini cuma
kebetulan saja. Kebetulan ia memang sedang dalam perjalanan
kemari." "Nasib buruk kita," komentar Tobias.
"Mungkin juga tidak," ujarku. "Visser One dan Visser Three kan saingan. Visser
One membiarkan kita lolos agar bisa mengacau Visser Three. Mungkin ini bisa
menguntungkan kita. Tetapi kita
bereskan satu demi satu. Yang penting duluan. Ax" Mulailah dengan menanyai
komputer itu." Aku tak percaya aku berdiri di sana dengan begitu tenang,
sementara Jake, Rachel, dan Cassie mungkin berjuang
mempertaruhkan nyawa mereka. Tetapi kurasa aku sudah
menyaksikan kekejian Yeerk. Aku sudah melihatnya di dalam mata
dingin Visser One. Aku sudah mendengarnya dalam suara tanpa belas kasihan yang
sama sekali tidak peduli bahwa aku adalah anak tubuh yang sekarang dikuasainya.
Kurasa ada saat-saat ketika satu-satunya jalan untuk bertahan
adalah dengan bersikap sama kejamnya dengan si musuh. Untuk
menghancurkan sebelum kau sendiri dihancurkan.
kata Ax sambil memandang
teks di layar komputer. mulus. Sebagian besar Leeran menolak. Karena
Leeran bisa membaca pikiran, Yeerk tidak bisa menipu mereka. Maka Yeerk
memutuskan untuk melupakan saja taktik diam-diam dan
memilih jalan kekerasan.>
"Tetapi dunia mereka dunia air, maka Yeerk tidak bisa
mengandalkan Hork-Bajir," kataku.
"Benar. Hiu-hiu martil itu dimodifikasi agar bisa dijadikan Pengendali oleh
Yeerk. Pengendali-Hiu akan jadi pasukan air untuk melawan Leeran."
"Bagus. Sekarang apa kita sudah boleh keluar dari sini untuk membantu Rachel dan
yang lain?" tuntut Tobias.
Ia tidak mehunggu jawaban. Ia sudah langsung demorph. Bulubulu ekor merah sudah bermunculan dari tangannya.
"Ax, bisakah kau menemukan cara untuk menyingkirkan benda
dari kepala kita ini?" tanyaku.
Ax berkomunikasi pikiran dengan komputer. likuidasi, tetapi susah dilaksanakan. Satu-satunya kemungkinan adalah jika
kompleks ini dihancurkan total.>
"Apa?" Tobias kaget. "Benda ini bisa lenyap hanya kalau seluruh tempat ini
dihancurkan?" berjalan sesuai rencana. Tetapi, celakanya, tidak ada cara untuk menghancurkan
kompleks ini.> "Ax, bagaimana mereka menahan air dari tempat ini"
Bagaimana mereka bisa menjaga agar tempat ini tidak kebanjiran"
Kalau cuma dengan tekanan udara, gendang telinga kita pasti sudah pecah."
kehidupan binatang bisa masuk dan keluar.>
"Bisakah kau mencapai kontrolnya?"
"Bisakah kau mematikan force field itu" Tanpa diketahui para Yeerk?"
Ax tertawa mengejek. Yeerk yang sederhana, jiplakan, dan biasa-biasa saja ini yang bisa merepotkan
aku, kecuali jika diproteksi khusus.>
tanya Tobias, yang sekarang
sudah berwujud elang.
"Hancurkan kompleks ini dan benda yang ditanamkan di kepala kita ini akan
musnah," kataku. "Ax, bisakah kau membuat penundaan lima menit?"
Ia berkomunikasi dengan komputer dengan
bahasa-pikiran. membanjiri tempat kata Tobias.
"Yeah. Dan yang tidak bisa punya insang... Kurasa mereka akan menyesal."
Chapter 24 KAMI berlari meninggalkan ruangan itu. Aku bermetamorfosis
seraya berlari. Aku morf menjadi gorila. Kami akan bertempur. Dan meskipun
gorila bukan binatang galak ataupun agresif, ia sangat kuat.
Saat kami tiba di pintu keluar, morfku sudah selesai. Tobias
sudah terbang, dan Ax sudah jadi Ax.
Kubuka pintu ke luar. Sebetulnya aku lupa aku ini gorila, jadi
ketika aku membuka pintu, tenagaku terlalu besar, sampai pintu itu lepas dari
engselnya. Yang kusaksikan benar-benar pemandangan mengerikan. HorkBajir terluka bergelimpangan di mana-mana. Ada Taxxon tergencet
sedang dimangsa lahap teman Taxxon-nya sendiri. Rachel sebagai
beruang grizzly, Jake sebagai harimau, dan Cassie sebagai serigala, telah
berhasil membuat kerusakan yang berarti. Tetapi sekarang
mereka tersudut, dikerubuti Hork-Bajir yang walaupun lelah tapi
nekat. Visser One, ibuku, berjalan ke arah mereka, kelihatannya tidak
peduli. Sambil berjalan, ia menendangi Hork-Bajir yang luka,
memerintahkan mereka untuk bangun dan bertempur. Enam di
antaranya sudah mematuhi perintahnya dan berjalan mengiringinya.
kataku tegang. berada di air.> Tobias mengingatkanku.
kataku. datang menyelamatkannya.>
Aku berlari. Tobias mengepakkan sayap. Ax juga berlari,
ekornya siap menyabet. ekorku!> kata Ax girang.
teriakku. Aku yang akan menghadapi Visser One dan rombongannya.>
Ax dan Tobias maju terus. Aku menyerang Hork-Bajir yang
mengiringi ibuku. Mereka tidak melihatku datang.
BLUGG! Kubanting satu Hork-Bajir ke lantai beton dan ia
tidak bangun lagi. SWISH! Satu Hork-Bajir berputar dan menyabetkan lengannya,
mata pisau di pergelangan tangannya mengarahku. Tetapi ia sudah
terluka. Gerakannya lambat. Aku juga lambat. Tetapi sasaranku tepat.
Kulayangkan tinju gorilaku yang sebesar bola sepak, dengan kekuatan lebih dari
sepuluh Evander Holyfield ke dada si Hork-Bajir. Hork-Bajir yang lain langsung
mundur. Ibuku berbalik. "Bunuh dia, pengecut! Bunuh dia!"
Salah satu Hork-Bajir melompat menubrukku, lengan dan
kakinya penuh pisau maut berkilat. Aku berusaha berkelit, tetapi gerakan gorila
memang tidak gesit. Aku luka. Lengan kiriku terbacok dalam. Darah
membanjiri buluku yang kasar berwarna gelap.
"Bagus! Bunuh dia!" Visser One berkata girang.
Si Hork-Bajir menebasku lagi, tidak sedalam yang tadi, tapi
lebih sakit, karena pukulannya kali ini menoreh moncong gorilaku yang lunak
seperti karet. Teman-temannya memutuskan, sudah aman
sekarang menyerangku. Mereka keliru. Aku ini gorila. Orang mungkin akan
memandang gorila dan berpikir, Ah, ia cuma dua kali lebih besar
daripada manusia, malah kalah tinggi. Jadi seberapa sih kuatnya"
Seberapa kuatnya" Kau bisa memukul kepala gorila dengan
palu besi, dan ia malah akan menangkap palu itu dan
menyumpalkannya ke mulutmu. Arnold Schwarzenegger yang
mengerahkan seluruh kekuatannya tidak akan bisa menekuk
pergelangan tanganku jika aku tidak menghendakinya. Di hutan liar, gorila adalah
binatang lembut dan manis. Tapi aku bukan gorila biasa.
Aku Marco dengan kekuatan gorila. Dan Marco yang sedang jadi
gorila ini sama sekali tidak sedang merasa lembut atau manis.
Kucengkeram si Hork-Bajir besar pada leher ularnya.
Kucengkeram dengan sebelah tanganku dan kujepitkan jariku kuatkuat. Ia menyabet-nyabet membabi buta. Berkali-kali lenganku
tertoreh. Tetapi tetap saja aku mencengkeram lehernya. Dan lenganku yang satu
lagi menjambret pergelangan tangan Hork-Bajir lain.
Kemudian mereka kuperkenalkan. Dengan tumbukan kepala tentu
saja. Mereka memutuskan itu sudah cukup. Mereka pergi. Dan
Visser One berdiri sendirian.
Hanya aku dan Visser One. Hanya aku dan ibuku.
"Wah, Andalite," katanya tenang, "rupanya kau menikmati berbagai morf Bumi ini.
Tapi kau harus tahu kau tidak akan bisa lolos dari tempat ini. Meskipun
demikian, jika kau menyerah baik-baik, aku akan mem-biarkanmu hidup."
Aku tidak bilang apa-apa. Aku tidak bisa. Yeerk mengira kami
semua Andalite. Kami ingin mereka terus berpikir begitu. Kami selalu kuatir
bahwa jika kami mulai bicara pada mereka, siapa tahu kami salah mengatakan
sesuatu yang akan membuat mereka tahu kami ini
sebetulnya manusia. Kalau sampai mereka tahu siapa kami ini, tamatlah riwayat
kami. Tetapi ada alasan kedua kenapa aku tak bisa bicara pada Visser
One. Soalnya, aku tahu jika aku mulai bicara pada ibuku, aku tak akan bisa
berhenti. Aku akan menceritakan segalanya, karena sudah lama sekali aku tak bisa
bicara padanya. Sudah berkali-kali kupikirkan hal ini. Banyak, banyak kali.
Semua hal yang ingin kuceritakan
kepadanya. Tentang hidupku. Tentang teman-temanku. Apa yang
kulakukan di sekolah. Bagaimana aku membuat guru-guru tertawa.
Mata Visser One yang begitu kukenal berkedip. "Jika kau
membunuhku, kau juga akan ikut mati, Andalite."
Dan kemudian kudengar suara serak, bergemuruh, nyaris seperti
orang bersendawa. Suara itu berkata, "Ha tu ma el ga su fa to li."
Suara alien yang bicara bahasa alien. Tetapi aku bisa mengerti.
Kurasakan itu dalam benakku. Seperti bahasa-pikiran, hanya yang ini lebih dalam,
sangat dalam. Suara ini seakan menggunakan kata-kataku sendiri dalam otakku
sendiri. Yang dikatakannya adalah, "Jangan tertipu, Visser One, dia
bukan Andalite." Aku berbalik. Berdiri di belakangku, ada Pengendali-Leeran,
tentakelnya melambai-lambai. Dengan mudah aku bisa memencet
amfibi besar ini. Tetapi aku cuma berdiri terpaku. Terpana dan
kembali memandang ibuku. Dia bukan Andalite, si Leeran berkata lagi. Dia manusia.
Wajah Visser One tetap tanpa ekspresi. "Bukan, idiot," katanya mencemooh. "Itu
gorila. Mereka ada hubungannya dengan manusia, tapi bukan manusia. Ini Andalite
dalam morf." Aku minta maaf karena membantah, Visser, tapi...
Dua hal terjadi bersamaan saat itu, hanya berselisih satu detik.
Aku bebas dari transku, berputar dan meninju si Leeran tepat di
mulut kodoknya. Dan dari dermaga di dekat kami, ular kuning raksasa tiba-tiba
muncul. "Visser Three rupanya," ibuku berkata menghina.
bandit, kulihat sudah menghancurkan sebagian besar pasukanmu.>
"Kalau kau tidak campur tangan aku pasti sudah punya lebih
banyak pasukan!" Visser One berang. "Dan kalau kau tidak tolol serta bukan
pengkhianat kekaisaran kita, seharusnya kau sudah lama
membinasakan bandit-bandit ini!"
Kepala besar si ular yang menyeringai jahat menjulang tinggi di
atas kami. mendengar alasan kegagalanmu.>
"Apa yang akan didengar Dewan adalah bagaimana kau
membiarkan serombongan Andalite yang bisa morf merajalela!"
"Seperti kau kehilangan Bumi, padahal dulu aku
menyerahkannya padamu dalam keadaan sempurna?"
Sungguh ajaib. Kau harus mengerti bahwa sedang terjadi
pertempuran besar antara kawan-kawanku dengan Hork-Bajir. Dan
aku berdiri di sana, sehabis meninju Leeran. Tetapi yang menjadi kepedulian
utama kedua visser ini hanyalah saling bantai.
Politik, kurasa, sama saja di mana-mana.
Dan kemudian hal ketiga terjadi. Alarm luar biasa keras
berbunyi. Suara otomatis menggaung dari pengeras suara di kasau
langit-langit. "Brr-REEET! Brr-REEEET! Peringatan. Peringatan. Segel
penahan akan menutup tiga menit lagi. Bahaya ekstrem. Penghitungan dimulai.
Penghitungan dengan interval sepuluh detik. Terima kasih dan selamat menikmati!"
Aku tak tahu mana yang lebih membuatku takjub. Fakta bahwa
ada pengumuman sebelum miliaran barel air membanjir. Atau fakta
bahwa suara komputer itu mengharap kami menikmati bahaya yang
akan datang. Aku ingin tertawa. Atau paling tidak mengatakan sesuatu.
Tapi yang kulakukan hanyalah lari.
Chapter 25 "PERTAHANAN air akan bobol dalam waktu dua menit lima
puluh detik. Selamat menikmati!"
Visser Three tertawa. menerobos dan kau terperangkap dalam tubuh manusia lemah itu,
Visser One. Kenaikan pangkatkukah yang kulihat ini">
Muka Visser One membara saking marahnya. Tetapi ia berbalik
dan berlari ke arah bangunan kantor.
ejek Visser Three. kau bisa! Andalite-Andalite ini jago komputer, tahu. Hah hah hah!>
"Pertahanan air akan bobol dalam waktu dua menit empat puluh detik. Selamat
menikmati!" Aku berlari. Jake yang berdarah-darah melihatku datang.
Rachel baru saja melempar Hork-Bajir yang lemas ke pinggir.
katanya. berhasil, paling tidak melenyapkan Visser One">
jawabku singkat.
tanya Jake padaku pribadi.
ini.> Tepat saat itu, dari langit, sesuatu yang besar menukik ke arah
kami. Besar dan beracun dan kuning, meluncur menuju Ax.
Mulut besar Visser Three menganga lebar, siap menelan tubuh
Andalite. Tetapi dengan gesit Ax berkelit ke pinggir.
dari belakang,> kata Ax tenang.
"Pertahanan air akan bobol dalam waktu dua menit sepuluh
detik. Selamat menikmati."
Visser Three mengangkat kepala ke belakang, dan sekali lagi
menyerang Ax. Kali ini kepala besar itu menukik lebih cepat. Ax
melompat ke kiri dan berusaha menyabetkan ekornya ke kepala ular itu. Tetapi ia
tersandung. Salah satu kuku kakinya tersangkut sepotong puing. Ia tersentak ke
depan. Ia terhuyung. seru Visser Three kegirangan.
Rahangnya mencaplok Ax! Tetapi kemudian, dengan Ax masih di moncongnya, Visser
Three tiba-tiba berhenti.
Ia berhenti karena ada beruang grizzly sangat besar dan sangat
marah mencengkeram perutnya.
gerung Rachel.


Animorphs - 15 Serangan Hiu Martil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku kaget sekali ia bicara pada Visser Three. Tapi kurasa ia tak punya pilihan
lain. Rahang si Visser tidak bergerak. Ia bisa menggigit Ax sampai
terpotong dua. Tetapi itu tidak dilakukannya.
kata Visser Three. menguasai teman terorismu. Tetapi sebentar
lagi air akan meluap masuk dan kau akan tenggelam.>
kata Rachel sambil menguatkan
cengkeramannya sampai cakarnya mencoblos si ular dan lubanglubang di tubuh ular itu mengeluarkan cairan kuning-hijau.
kata si Visser.
Aku mendekat, mengarahkan tinjuku dengan cermat ke arah
kepala si Visser. Kutarik ke belakang lenganku, kukerahkan kekuatan di otot-otot
leher dan bahuku, kumasukkan kekuatan sebesar dua ratus kilo, dan kutinju hidung
si ular. kataku sementara tinjuku
menghantam moncong ularnya yang lunak. Rahangnya terbuka.
Selama beberapa saat ia kelihatan pusing. Kemudian kepalanya
terkulai ke lantai. Ia menggelosor, nyaris pingsan, terjatuh kembali ke air. Lendir
hijau menandai tempat ia tadi berada.
Ax sendiri juga berlumuran lendir hijau menjijikkan itu.
katanya kalem.
"Pertahanan air akan bobol dalam waktu satu menit empat
puluh detik. Selamat menikmati."
teriakku.
Tobias melayang dari kepala Hork-Bajir yang menjerit-jerit.

"Pertahanan air bisa dihentikan pada satu menit empat puluh detik sebelum bobol.
Selamat menikmati." kata Cassie, berlari ke arah kami, serigala yang selama setengah
jam terakhir berjuang mati-hidup. Luka-lukanya
begitu banyak sampai tak bisa kuhitung.
Marco!> Rachel marah sekali. .
Ia menurunkan tubuhnya yang berat berbulu ke lantai dan
berjalan dengan keempat kakinya menuju bangunan. Ax lari
mengiringinya, ekor mautnya terangkat tinggi.
kata Jake
tegang. Kuanggukkan kepala gorilaku yang besar. tahu.> kata Jake netral.
Aku cuma bisa berdiri terpaku saat Rachel dan Ax mencapai
pintu bangunan. tahulah.> kata Jake. semenit. Marco"> lain. Lakukan yang benar.>
Begitulah sahabatku, Jake. Begitulah jawabnya untuk semua
hal, kurasa: Lakukan apa yang benar. Dan entah bagaimana, ia selalu tahu apa
itu. Atau paling tidak, ia mengira ia tahu. Jake itu pahlawan alamiah. Pahlawan
selalu tahu apa yang benar.
Aku" Aku cuma pelawak. Yang aku tahu hanyalah apa yang
lucu. Dan apa yang tidak.
Chapter 26 KUTEMUKAN mereka di dalam kantor ibuku. Ke situlah tadi
ibuku pergi untuk membereskan komputernya. Ia berdiri tegar di
belakang mejanya, tangannya menggenggam senjata sinar Dracon.
TSEEEWWW! Ia menembak! Kilatan sinar membara itu membuat luka
berbentuk setengah lingkaran di bahu kanan Rachel.
"Rrrrooooowwwwrrrr!" ia menggerung kesakitan.
Visser One ganti mengarahkan sinar Dracon ke Ax. FWAPPP!
Kelebatan ekor-sabit Ax terlalu cepat untuk bisa tertangkap
mataku. Tetapi kulihat luka menganga di lengan manusia Visser One.
Dan kulihat senjata Dracon-nya terjatuh.
Sekejap saja Rachel sudah menerkamnya. Beruang grizzly bisa
gesit sekali jika diperlukan, atau jika mereka marah. Dan Rachel sedang marah
sekali. Serangannya yang tepat waktu membuat Visser One terlempar
ke seberang ruangan. Dan ketika ia berusaha bangun, Rachel sudah membungkuk di
atasnya. Bukan kontes yang. adil. Beruang lawan manusia. Morf
beruang lawan Pengendali-Manusia. Sama sekali tak ada harapan.
Visser One sama saja dengan boneka kain. Dengan satu sabetan
tangannya yang berkuku bagai belati, Rachel bisa membuat kepala
Visser One menggelinding dari bahunya.
aku menjerit.
Rachel menoleh dan memandangku dengan mata rabun
beruangnya.

Ax mengingatkan dengan tenang.
bantahku.
Untuk waktu yang terasa cukup lama, tak seorang pun bergerak.
Visser One, ibuku, tidak mendengar apa-apa, tentu. Aku cuma
berbicara bahasa-pikiran kepada Rachel dan Ax.
kata Rachel.
Dan mungkin suatu hari akan jadi ibuku lagi jika... jika dia hidup.> Rachel
ragu-ragu. Kemudian, dengan geram, tetapi dengan
tenaga sedikit sekali, disingkirkannya tubuh ibuku.
kataku. Tetapi Ax tidak semudah itu diyakinkan. kita.> kataku. Aku menunjuk jendela bundar besar yang menghadap ke
laut. Di balik jendela kaca itu, ada ular raksasa kuning. Visser Three.
kataku. Visser Three akan hal itu">
kata Ax segera.
bukti yang dibutuhkannya.>
kata Rachel. Kegilaan pertempuran telah
meninggalkannya.
kataku kasar.


Ax sudah kembali menghadapi komputer. menguncinya. Bisa sampai sepuluh menit untuk bisa menembusnya.> Gerakan itu
hanya kelebatan samar di ujung mataku. Aku tak
sempat berteriak. Aku baru saja melihat Visser One - ibuku menyambar senjata Dracon-nya yang tadi terjatuh. Ia berguling,
mengangkat senjata itu, dan mengarahkannya kepada Rachel.
Terlalu jauh untuk menerkamnya! Jadi, dengan naluri manusia
yang suka mengambil alih, bukan naluri gorila, aku menyambar kursi.
Kursi itu berat. Dari baja dan kulit.
Dan kulemparkan dengan sepenuh kekuatan lengan gorilaku.
Maksudku mau melempar ibuku. Tidak kena. Atau mungkin mauku
memang tidak kena. Mungkin aku tidak akan pernah tahu.
Tetapi kursi itu melayang cepat.
Menghantam kaca jendela. PRAAANG! Kacanya tidak pecah, hanya retak. Tetapi tekanan air dari luar
terlalu besar. Air mulai merembes, kemudian memancar.
Ibuku berjengit. TSEEEWWW! Tembakan sinar Dracon-nya tidak mengenai
sasaran. Rachel bereaksi dengan gesit, menampar Visser One dengan
punggung cakarnya. Pukulan keras, tapi tidak mematikan.
teriak Ax.
Rachel berseru.
seruku.
teriak Rachel.
KRRR-EEEKKK. BYAAAR! Jendela pecah ke arah dalam!
FWUUUUSSSSH! Rasanya seperti berdiri lima senti di depan selang pemadam
kebakaran. Kekuatan air itu luar biasa sekali! Rasanya seperti
dihantam balok kayu besar.
Aku langsung terjungkal, berputar-putar dipermainkan gejolak
air yang menggila. Ruangan seperti diterjang tornado. Air menggulung segalanya
dengan pusaran spiral. Dan kemudian, sesuatu yang panjang dan
kuning berkilau meluncur ke dalam ruangan.
Visser Three! Sedotan yang mendadak membuatnya kaget dan
menariknya ke dalam, seperti perban kecil yang terisap sedotan debu.
Pintu kantor menjeblak terbuka seperti gabus terlontar dari
botol. Rachel, Ax, aku, dan morf ular besar Visser Three terlempar ke lorong.
Seakan kami ditembakkan dari meriam besar.
Sementara itu dinding roboh ke arah luar.
FWUUUUSSSSH! Kami ke luar melewati dinding yang telah roboh. Airnya
kemudian sedikit tersebar dan aku bisa melihat di mana aku berada.
Aku mencari-cari ibuku dan kulihat dia mengapung tertelungkup kira-kira seratus
meter dari tempatku. Aku berusaha berenang ke arahnya. Tetapi arus air terlalu kuat.
jerit Rachel.
Tetapi aku sudah mulai. Aku sudah setengah manusia lagi.
Kulihat Rachel, tubuhnya sebagian besar masih beruang, berpusar
melewatiku. Mataku sekilas menangkap sesuatu dengan kulit hijau-kuning
meluncur dengan mudah menembus ombak yang menggila.
Tentakelnya kelihatannya didesain khusus untuk menghadapi arus air.
Leeran! Ia meluncur mendekati ibuku.
Untuk menyelamatkannya" Untuk membinasakannya" Untuk
menangkapnya supaya Visser Three bisa melihatnya menderita"
Aku tak tahu. Karena aku tersapu ke dermaga dan tenggelam ke
air yang dalam. Aku megap-megap kehabisan udara. Paru-paru manusiaku
serasa terbakar. Dan aku mencari-cari hiu yang ada dalam tubuhku.
Chapter 27 HIU-hiu sudah menunggu kami. Hiu martil super. Mereka siap,
berputar-putar sekeliling bangunan. Aku tak tahu bagaimana, tapi kenyataannya
mereka telah disiagakan. Atau mungkin kehancuran
kompleks bangunan ini membuat mereka terhasut.
Cassie memperingatkan.
Jika kau pernah bertanya-tanya, ketakutan itu seperti apa
bentuknya, aku bisa menggambarkannya untukmu: Ketakutan adalah
selusin hiu martil memandangmu sambil memamerkan seringai
mengerikan mereka. Mereka datang. Dan aku tidak peduli. Aku tidak peduli. Aku
ingin bertempur. Aku menginginkan kesakitan. Dan aku ingin
membuat pihak lain kesakitan. Aku bukan hiu yang kalem dan tak
punya emosi. Aku adalah anak yang menyaksikan ibunya meninggal.
Sekali lagi. Aku tidak menunggu sampai hiu-hiu itu mencapai tempatku.
Kusentakkan ekor hiu martilku yang anggun dan aku meluncur ke
arah hiu paling dekat dan paling besar yang pernah kulihat.
Kami bertumbukan. Seperti dua mobil yang tabrakan. Mukadengan-muka. Martil-dengan-martil.
Kumiringkan kepala martilku dan aku meluncur miring,
kemudian dengan tiba-tiba berputar balik. Musuhku mencoba
bereaksi. Tetapi ia cuma hiu yang pintar, sementara aku ini manusia.
Aku tahu bagaimana ia akan bereaksi, dan aku siap.
Terlambat, saat ia melihat mulutku terbuka. Terlambat, saat ia
melihat deretan gigi tajam bergerigi. Aku menggigit. Kukatupkan
rahangku dengan kekuatan yang bisa memutuskan kaki manusia.
Kurobek sepotong dagingnya dan aku berteriak, Sini, kurobek lagi!> teriak Jake.
Aku berputar sampai perutku menghadap ke atas, menendang,
menolehkan kepalaku, dan menjambret ekor musuhku. Kugosokkan
gigiku seperti gesekan gergaji dan kupotong bagian atas ekor hiu itu.

Tiba-tiba ada hiu yang menabrakku. Membuatku miring.
Musuhku berenang pergi, rupanya sudah tak mau berkelahi lagi.
Aku menoleh menghadapi hiu baru ini.
kata Jake. Mereka sudah bubar. Mereka kehilangan sinyal dari kompleks
bangunan dan mereka kabur.>
Aku cuma memandangnya. Memandang hiu di depanku.

Rasa haus darahku mereda. Aku memandang berkeliling dan
melihat hiu terakhir, hiu yang sudah diprogram, menjauh.
Gelembung-gelembung besar bermunculan dari kompleks
bawah air. Ledakan-ledakan mengguncang samudra, seperti pukulan
palu bergema terus-menerus menembus air. Hologram yang
menyembunyikan kompleks itu bergetar dan kemudian menghilang
sementara kami berenang menjauh dari pusat horor itu.
Kami melihat Visser Three, laksana pita kuning di kejauhan,
meluncur pergi. Aku merasakan gelenyar berair dalam kepalaku. Chip
pengontrol sedang dilikuidasi. Ax sudah bilang itu akan terjadi jika komputer
Yeerk memutuskan waktunya telah tiba.
Yeerk paling jago memunahkan bukti. Chip di dalam kepala
semua hiu mencair. Tak ada nelayan yang akan menangkap hiu
dengan teknologi alien di dalam kepalanya.
kata Cassie.
lolos,> kata Tobias. kebingungan bagaimana menahan napas.>
Wajar saja Tobias bilang begitu.
Jake dan Ax diam saja. Aku tahu Jake akan memberitahu
Cassie. Kalau tidak, Rachel yang akan memberitahunya. Mereka
semua akan tahu. Jake, Rachel, dan Ax sudah tahu.
Mereka, tahu bahwa hatiku tercabik-cabik. Mereka tahu bahwa
aku menangis. Atau sebisa-bisanya hiu menangis.
Aku sudah pernah kehilangan ibuku. Sekarang aku sekali lagi
kehilangan dia. Kecuali...
Aku teringat Leeran yang berenang ke arahnya. Selamatkah
ibuku" Tidak. Tidak mungkin.
Kami berenang menjauh. Menuju pantai, tempat kami akan jadi
manusia lagi dan kembali ke kehidupan kami. Kembali ke rumah dan mengerjakan PR.
Kembali mengucapkan selamat tidur pada foto


Animorphs - 15 Serangan Hiu Martil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ibuku. Tetapi segalanya tak akan pernah sama lagi sekarang.
Bagaimana mungkin" Mereka semua akan tahu.
Kurasakan kekuatanku menyesap keluar. Aku lelah. Lelah dan
kalah. Aku menunggu salah satu kawanku mengatakan sesuatu yang
menyenangkan. Sesuatu yang manis dan menghibur. Sesuatu yang tak akan pernah
mereka katakan pada Marco yang dulu.
kata Rachel.
dikeluarkan kapal selam. Kapal selam transparan itu. Aku mendengar dengung
mesinnya.> Tobias membantah.
kata Rachel.
Aku juga tidak mendengar apa-apa. Mungkin Rachel cuma
mengada-ada. Mungkin ia cuma mau memberiku sepercik harapan
untuk bertahan. Memang sih Rachel orangnya tidak begitu. Tetapi ada kedalaman
yang tersembunyi dalam diri Rachel. Ada saat-saat ia akan membuatmu terkejut.
kataku.
Jika Rachel menjawab ucapan terima kasihku dengan
aku akan tahu ia berbohong. Bahwa ia sebetulnya tidak
mendengar bunyi kapal selam. Bahwa ia cuma mencoba berbaik hati.
karena lebih menyimak daripada kau, Marco"> Rachel Mencemooh
dengan cemooh khasnya. Marco, karena aku tidak menggunakan setengah otakku untuk membuat leluconlelucon konyol dan setengahnya lagi untuk
menertawakan lelucon itu.>
Komentar yang jitu. Membuatku tertawa sedikit. Aku tak
keberatan jika ucapannya itu memperolokku. Yang penting lucu.
Betulkah" Berhasilkah ibuku mencapai kapal selam dan
selamat" Aku tak tahu, dan kurasa aku sama sekali tidak yakin apa yang
sebenarnya kuinginkan. Jika ia mati... betul-betul mati, maka aku bisa jadi anak yang
normal lagi. Aku bisa sedih dan kemudian melupakannya. Aku bisa
bebas. Jika ia masih hidup, masih terperangkap, maka aku juga masih
terperangkap. Aku masih harus mencoba menyelamatkannya. Aku
masih akan jadi tawanan harapan.
pernah tanya lagi, karena aku tahu bagaimana perasaanmu jika ada orang kasihan
padamu,> kata Jake khusus padaku, agar yang lain tidak mendengar. baik-baik saja, Marco">
Seperti selalu kukatakan, kau harus memutuskan apakah kau
menganggap hidup ini tragedi atau komedi. Sudah lama aku
memutuskan memilih lelucon dalam hidup ini.
Dari sekarang aku harus memutuskan, dalam benakku sendiri,
apakah ibuku masih hidup atau sudah mati.
Tiba-tiba saja sesuatu berkelebat dalam benakku. Gambar
dalam kepalaku. Aku dan dia. Aku dan ibuku. Ibuku yang sebenarnya, ibuku yang
bebas, bukan lagi Pengendali. Masih jauh di masa depan.
Masih bertahun-tahun dari sekarang, mungkin. Aku dan dia dan
ayahku akan duduk bersama dan mengobrol tentang masa lalu.
Tentang segala yang telah terjadi. Semua rahasia dan keputusasaan.
Semua ketakutan. Semua kemarahan dan ketiadaan harapan. Kami
akan mengingat semuanya. Dan kemudian, pelan tapi pasti, kami akan bicara makin jarang
tentang betapa mengerikannya masa yang telah lewat. Kami akan
mulai membicarakan hal-hal aneh. Hal-hal ajaib. Hal-hal yang bisa kami
tertawakan, karena telah berlalu.
Soalnya, ibukulah yang mengajarku bahwa dunia ini lucu.
Dan jika ia masih hidup, kami mungkin masih akan
memperoleh hari di masa depan itu, saat kami akan duduk dan tertawa bersama.
kataku. sudah bebas nanti.> END
Pembalasan Nyoman Dwipa 2 Pedang Siluman Darah 7 Misteri Bunga Mawar Kematian Naga Dari Selatan 13

Cari Blog Ini