Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p Bagian 2
pahala yang sudah di depan mataku!"
Ang Bik diam-diam lega karena ke-kurangtelitiannya tidak diungkit-ungkit lagi. Rencana
untuk menjatuhkan Ciong Ek-hi juga mulai
disusun di otaknya. Katanya, "Jenderal, aku datang untuk
melaporkan bahwa saat ini terjadi bentrokan di
tempat itu, antara orang-orang kita dengan
orang-orangnya Li Giam yang ingip mempertahankan orang-orang yang akan kita
tangkap...." Gu Kim-sing membenci Li Giam (dan
sebaliknya), namun Gu Kim-sing sejauh-jauhnya
masih menghindarkan bentrokan terbuka
dengan Li Giam. Pertama, karena tahu bahwa
pasukan Li Giam masih merupakan pasukan
terbaik di bawah pemerintahan Kaisar Tiongong. Kedua, karena tahu bahwa bagaimana pun
yang paling disayangi Kaisar Tiong-ong di
Kembang Jelita 2 / II 53 antara tiga panglimanya adalah Li Giam. Kalau
Kaisar "terpaksa" mengangkat Lau Cong-bin
menjadi Panglima Tertinggi, itu hanya untuk
menepati janjinya. Kini Gu Kim-sing dilapori
kalau pasukannya bentrok dengan pasukan Li
Giam, terkejutlah ia. "Gila! Di mana otak Ciong Ek-hi sehingga dia
membenturkan orang-orang kita dengan orangorangnya Li Giam?"
Ang Bik bersorak gembira dalam hati
mendengar Gu Kim-sing menyalahkan Ciong Ekhi, maka Ang Bik pun "menyiram minyak" untuk
lebih mengorbankan kemarahan Jenderalnya
ini, "Jenderal, aku sudah beri peringatan kepada
Komandan Ciong, bahwa kita bisa mundur dulu
sambil cari akal untuk merebut pahala dari
tangan Li Giam tanpa kekerasan, eh, rupanya
Komandan Ciong tidak menggubris aku, dan
nekad menggerakkan pasukan. Entah bagaimana sekarang pasukan kita?"
Gu Kim-sing bangkit dari kursinya dan
berjalan mondar-mandir di ruangan itu,
nampaknya bingung mengambil keputusan.
Kembang Jelita 2 / II 54 "Kalau aku tidak menarik orang-orangku
sekarang, permusuhanku dengan Li Giam akan
terbuka, dan pastilah aku yang akan disalahkan
oleh Kaisar. Tetapi kalau aku tarik orangorangku, si bajingan Li Giam itu pastilah dia
menjadi besar kepala karena menyangka aku
takut kepadanya...."
"Jenderal, berhadapan dengan orang
kesayangan Kaisar seperti Li Giam itu, lebih
baik sedikit mengalah dan pada kesempatan
lain akan menghantam sehingga dia jatuh. Lebih
baik orang-orang kita diperintahkan mundur
dulu, dikatakan takut oleh Li Giam tidak apaapa. Nanti kita cari akal untuk merobohkan dia."
Dalam kebingungannya, lagi-lagi Jenderal Gu
langsung menuruti usulan Ang Bik itu. Segera
diberinya Ang Bik sehelai leng-ki (bendera
perintah) untuk melaksanakan perintah itu.
Sementara itu, di tempat pertempuran,
pasukan Gu Kim-sing memang sudah megapmegap di bawah tekanan pasukan Li Giam.
Dalam kemarahan yang tidak terkendali,
Kembang Jelita 2 / II 55 pasukan Li Giam telah membunuh hampir
separuh dari pasukan Gu Kim-sing.
Namun Ciong Ek-hi sendiri masih ngotot
bertahan di tempat itu, dan masih bertempur
sengit melawan Yo Kian-hi.
Pada saat orang-orangnya Gu Kim-sing
hampir tertumpas habis itulah Ang Bik datang
menunggang kuda sambil membawa leng-ki di
tangannya, berseru kepada Ciong Ek-hi,
"Komandan Ciong, Jenderal Gu memerintahkan
untuk mundur!" Apa boleh buat, Ciong Ek-hi terpaksa
meneruskan perintah itu kepada orangorangnya. Orang-orangnya pun bergerak
mundur, sementara Yo Kian-hi juga memerintahkan orang-orang agar tidak
menahannya. Prajurit-prajurit bawahan Gu Kim-sing itu
pun meninggalkan tempat itu sambil membawa
teman-teman mereka yang luka dan yang tewas.
Dengan penuh sesal Yo Kian-hi mendekati
Ciong Ek-hi dan berkata, "Kakak Ciong,
seandainya kita dapat menahan diri, dan tidak
Kembang Jelita 2 / II 56 larut dalam aliran kemarahan, semuanya ini
tidak perlu terjadi. Sesama prajurit Sri Baginda
saling bunuh." Ciong Ek-hi cuma mendengus dan berkata
dingin, "Andaikata kau tidak menghalanghalangi tugasku, ini takkan terjadi. Dan
sekarang meskipun aku mundur, bukan berarti
urusannya selesai sampai di sini saja."
Yo Kian-hi cuma menarik napas.
Ciong Ek-hi membawa prajurit-prajuritnya
ke tangsinya, dan ketika melewati warung Go
Liong yang tutup-rapat, karena larut malam,
Ciong Ek-hi memperhatikan lekat-lekat sebatang sapu yang disandarkan di sebelah
pintu. Ciong Ek-hi mengangguk sendirian, tanpa
berkata apa-apa. Yang harus disiapkan sekarang
adalah memberi penjelasan kepada Jenderal Gu.
* * * Dini-hari, sebentar lagi fajar akan menyingsing dan kota Pak-khia diselimuti kabut
yang rendah sampai hampir serendah tanah.
Kembang Jelita 2 / II 57 Kota itu sudah sunyi kembali setelah
pertempuran di dekat rumah Tan Wan-wan
usai, bahkan peronda-peronda di jalanan pun
agaknya malas berkeliling.
Namun di saat-saat menjelang pagi seperti
itu, justru di bagian dapur dari warungbakminya Go Liong alias Goh Lung itu muncul
kesibukan. Warung sebentar lagi bukan, dan
pembantu-pembantu Goh Lung mulai menyalakan api dan menghangatkan beberapa
bahan masakan. Saat seperti itulah justru Goh Lung sedang
asyik berbincang-bincang dengan Kat Hu-yong
dan Hulan Biao di kamar belakang, kamar tidur
Goh Lung. Mereka berbincang dengan bebas
meskipun di rumah itu juga ada tiga pegawai
warung, sebab pegawai-pegawai warung itu
pun gadungan, mata-mata Manchu seperti juga
Kat Hu-yong bertiga. Kat Hu-yong sedang bercerita tentang
perkelahian di dekat rumah Tan Wan-wan, dan
merencanakan bagaimana supaya perpecahan
antara Li Giam dan Gu Kim-sing itu semakin
Kembang Jelita 2 / II 58 parah dan agar Li Giam tersingkir oleh Gu Kimsing atau Lau Cong-bin.
Namun Goh Lung masih agak ragu-ragu,
tanyanya, "Bagaimana kalau perhitungan kita
meleset? Pertentangan antara Li Giam dan Gu
Kim-sing mengakibatkan tersingkirnya Gu Kimsing dan bukan Li Giam? Ini harus kita
perhitungkan. Kalau Li Giam yang tetap di Pakkhia dan Gu Kim-sing yang tersingkir, akibatnya
malah kebalikan dari yang kita harapkan. Kalau
posisi Li Giam tambah kuat, ia akan
menerapkan disiplin hebat kepada pasukanpasukannya yang lain, dan pasukan itu akan
menjadi semakin kuat dan kelak menjadi
rintangan hebat buat pasukan kita. Kemungkinan tersingkirkan Gu Kim-sing bisa
saja terjadi, sebab Li Giamlah yang paling
disayang oleh Li Cu-seng..."
"Itulah sebabnya kita matangkan rencana
dengan menunggu datangnya Ha Cao untuk kita
mintai pendapatnya. Dia mungkin bisa memberi
usulan yang baik, sebab bukankah katamu tadi,
Kembang Jelita 2 / II 59 dia menduduki tempat sebagai orangkepercayaan Gu Kim-sing?"
Hulan Biao yang tadi ikut "menonton"
pertempuran bersama-sama Kat Hu-yong,
menonton dari atap rumah penduduk, ikut
menimbrung, "Ya, dia tadi yang memimpin
orang-orangnya Gu Kim-sing."
"Aku sudah memasang isyarat di depan
pintu, dan kalau dia pulang ke tangsinya tentu
akan melewati warung ini dan melihat
isyaratku. Tetapi mungkin belum berkesempatan datang kemari, sebab sebagai
Ciong Ek-hi tentunya dia harus memberi
laporan pertanggungjawaban dulu terhadap si
kerbau Gu Kim-sing. la harus datang kemari
tanpa menimbulkan kecurigaan siapa pun."
Baru saja Goh Lung selesai berkata demikian,
pintu samping halaman belakang sudah diketuk
dengan ketukan ber-isyarat.
"Itu dia datang..." desis Goh Lung sambil
bangkit meninggalkan tempat itu untuk
membukakan pintu. Tidak lama kemudian ia
sudah kembali ke ruangan kecil itu bersama Ha
Kembang Jelita 2 / II 60 Cao yang sehari-harinya dikenal dengan Ciong
Ek-hi..... Begitu melihat Kat Hu-yong, Ha Cao
tercengang karena tidak menyangka pimpinan
tertinggi jaringan mata-mata Manchu itu sendiri
yang muncul di situ. Ha Cao cepat-cepat
berlutut secara prajurit Manchu di hadapan Kat
Hu-yong. "Maaf, Kun-su, aku tidak menyangka kalau di
tempat ini akan menjumpai Kun-su. Aku sangka
hanya akan ada pertemuan biasa saja."
Kata Kat Hu-yong tenang, "Bangkitlah dan
ambil tempat duduk, aku juga baru datang
tengah malam tadi." Ha Cao pun duduk, mereka jadi berempat.
"Kun-su, aku mohon maaf baru bisa datang
kemari hampir pagi seperti ini, sebab meskipun
aku tahu dan melihat isyarat di depan pintu itu
tadi tengah malam lebih sedikit. Aku harus...."
Kat Hu-yong mengibaskan telapak tangannya, menyuruh Ha Cao diam, lalu
berkata, "Aku tahu. Aku melihat kau memimpin
prajurit-prajurit bawahan si Jenderal Kerbau,
Kembang Jelita 2 / II 61 dan aku senang melihat kau berhasil
mempertajam permusuhan antara Li Giam dan
Gu Kim-sing. Aku tahu kau tentu harus
menjelaskan dulu kepada si Jenderal Kerbau di
tangsinya sehingga baru sekarang bisa pulang
kemari..." "Kun-su melihat pertempuran tadi."
"Ya. Bersama Hulan Biao."
"Kun-su setuju tindakanku tadi?"
"Sangat setuju. Pertempuran itu akan
semakin meretakkan hubungan Li Giam dan si
Jenderal Kerbau. Apalagi ada korban jiwa di
kedua pihak yang akan memanaskan suasana.
Kita harus terus memanaskannya sampai
sasaran kita tercapai, yaitu tersingkirnya Li
Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Giam oleh Gu Kim-sing atau Lau Cong-bin."
Lalu secara singkat Kat Hu-yong menguraikan kepada Ha Cao tentang rencana
menyingkirkan Li Giam dengan memijam
tangan Jenderal-jenderal lainnya, sekaligus
mengusahakan Bu Sam-kui membelot ke pihak
Manchu. Kembang Jelita 2 / II 62 "Nah, sekarang tinggal kita mengarahkan
suasana ini untuk menuju tersingkirnya Li
Giam. Ha Cao, kau punya usul?"
"Maaf, Kun-su, saat ini kedudukanku justru
sedang terancam. Baru saja aku dicaci-maki
oleh si Jenderal Kerbau karena pertempuran itu.
Kalau kedudukanku masih seperti kemarinkemarin, barang-kali aku bisa menghasut
Jenderal Kerbau agar makin memusuhi Li Giam,
tetapi sekarang..." "Berbahayakah kedudukanmu?"
"Tidak terlalu, namun barangkali si Kerbau
sedang lebih senang mendengarkan orang lain
daripada aku. Tidak sedikit perwira-perwira
dibawahku yang mengincar kedudukanku
sebagai orang-kepercayaan si Kerbau. Dan
peristiwa malam tadi dijadikan alasan oleh
orang-orang yang mengincar kedudukanku
untuk menjelek-jelekkan aku..."
"Sekarang ini kira-kira siapa yang paling
didengar oleh si Kerbau?"
Demikianlah para mata-mata Manchu itu
enak saja menyebut Gu Kim-sing dengan
Kembang Jelita 2 / II 63 sebutan si "Jenderal Kerbau" dan bahkan istilah
ejekan itu singkat lagi menjadi "si Kerbau" saja.
"Seorang perwira bawahanku, namanya Ang
Bik. Dulu dia sering menjilat pantatku, tetapi
sekarang tiba-tiba saja dia bersiap-siap
mendongkel aku dan menjadi orang kesayangan
si Kerbau..." Mendengar Ha Cao menyebut Ang Bik, Goh
Lung tiba-tiba tertawa. "Kenapa Kakak Goh tertawa?" tanya Ha Cao.
Sahut Goh Lung santai, "Ang Bik si pembual
itu adalah langganan warung bakmiku. Sebentar
kalau warung ini buka, dia akan datang bersama
teman-temannya untuk membual. Kalau Kun-su
setuju, aku bisa mengurusnya."
Bersambung jilid III Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 11/07/2018 14 : 55 PM
Kembang Jelita 2 / II 64 Kembang Jelita 2 / II 1 ( Bagian II ) JILID III Karya : STEVANUS S.P. pelukis : WIDODO Percetakan & Penerbit
CV "G E M A" Mertokusuman 761 RT 02 RW VII
Tilpun 35801 - SOLO 57122
Kembang Jelita 2 / II 2 Kembang Jelita 2 / II 1 KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA 2 Karya : STEFANUS S.P. Jilid III "G oh Lung, apa yang kau maksud dengan
mengurusnya? Membunuhnya?"
"Bukankah dia membahayakan kedudukan
Saudara Ha?" "Jangan dibunuh. Gertak saja dia, agar dia
menjadi penyalur suara kita ke kuping si
Kerbau." Ha Cao tertawa dan berkata kepada Goh
Lung, "Benar apa yang Kun-su katakan, Kakak
Goh. Biar dia menggantikan aku menjadi orang
keduanya si Kerbau. Memangnya Kakak Goh
menganggap aku berat kehilangan kedudukan
itu? Yang penting, rencana kita berjalan lancar."
Kembang Jelita 2 / II 2 Goh Lung mengangguk-angguk. "Kalau
begitu, baiklah. Hari ini juga akan aku rubah
Ang Bik si pembual itu menjadi saluran suara
kita ke kuping si Kerbau..."
Ketika itu, sudah terdengar suara pintu-pintu
warung dibuka oleh orang-orangnya Goh Lung.
Juga suara di jalanan. Ha Cao lalu berkata, "Kun-su, kalau Kun-su
ijinkan, aku akan pergi dari sini sebelum jalanan
menjadi terlalu ramai. Aku harus berubah
kembali menjadi Ciong Ek-hi...."
Sebelum Kat Hu-yong menjawab, Goh Lung
lebih dulu bertanya, "Kau bertugas hari ini?"
"Tidak. Hari ini aku hanya ingin tidur
sepanjang hari." "Kalau begitu, tidur saja di sini, Saudara Ha.
Ada banyak tempat di sini. Sebab kalau kau
keluar dari warung ini sekarang, di jalanan juga
sudah banyak orang. Orang-orang di jalanan
akan heran melihat Tuan besar Perwira Ciong
Ek-hi justru keluar dari warung ini justru pada
saat warung ini dibuka dan belum ada orang
lain yang datang?" Kembang Jelita 2 / II 3 Kat Hu-yong juga tertawa, katanya, "Benar,
istirahatlah seharian di sini. Kalau kau keluar
dari sini pagi-pagi, orang akan menyangka
tempat ini sebagai rumah bordil dan rusaklah
nama Go Liong si pengusaha warung bakmi
nomor satu di Pak-khia..."
Keempat orang di ruangan itu tertawa
serempak. Namun Ciong Ek-hi alias Ha Cao
menurut dan dia mengambil sebuah kamar di
belakang, dekat tempat menyimpan kayu bakar
dan arang untuk istirahat.
Sementara Kat Hu-yong sendiri tidak
beristirahat, malah merencanakan akan
berjalan-jalan keliling kota Pak-khia.
Namun Goh Lung memberinya peringatan,
"Tetapi harap Kun-su berhati-hati. Musuh besar
Kun-su juga berada di kota ini, kalau-kalau
berpapasan di jalan."
"Musuh besar? Siapa?"
"Kang-thau-siang (Gajah Berkepala Baja) Ko
Ban-seng." "Oh, dia? Jangan khawatir. Dulu ketika aku
berkelahi dengan dia, aku memakai kedok yang
Kembang Jelita 2 / II 4 menutup rapat seluruh wajahku. Sekarang
seandainya berpapasan muka dengan aku,
belum tentu dia kenal aku..."
Sementara itu, Goh Lung si perwira pasukan
rahasia Manchu itu pun berubah menjadi Go
Liong si pemilik warung bakmi paling enak di
Pak-khia, yang tiap hari menjamu gratis para
perwira tetapi tidak juga bangkrut-bangkrut.
Dengan wajah ramah, Go Liong mulai duduk
di belakang meja kasirnya dan melayani
beberapa pembeli. Para perwira belum muncul
sepagi itu, mereka tentu masih tidur dan baru
bangun setelah matahari naik tinggi nanti.
Kata Go Liong mengejek dalam hati, "Hemm,
macam ini disiplinnya pasukannya Gu Kim-sing,
mereka akan terlindas hancur oleh pasukan
kami biarpun jumlah mereka lebih banyak...."
Namun ketika hari sudah agak siang, dan
perwira-perwira Gu Kim-sing bermunculan di
warung itu, toh Go Liong menyambutnya
dengan sikap seperti biasanya. Ramah, terlalu
ramah dan bahkan menjilat.
Kembang Jelita 2 / II 5 Dengan suara riuh-rendah perwira-perwira
itu memesan makanan-makanan dan minumanminuman mereka, kadang-kadang pakai
menggebrak meja segala. Sehingga bukan cuma pegawai-pegawai Go
Liong yang hilir-mudik dengan sibuk, bahkan Go
Liong sendiri ikut sibuk. Kemudian perwiraperwira itu menikmati hidangan gratis mereka
dengan "riuh-rendah" pula dalam paduan suara
mulut yang berkecap-kecap mengunyah
makanan, denting sumpit dan mangkuk, dan
suara percakapan mereka. Tetapi Go Liong belum juga melihat Ang Bik.
"Apakah si pembual itu akan datang hari
ini?" Go Liong bertanya-tanya dalam hati.
"Biasanya dia sudah muncul, apakah dia sedang
mengalami apa-apa?" Begitulah, kalau biasanya Go Liong diamdiam merasa muak akan bualan Ang Bik, kali ini
dia malah "merindukan"nya.
Namun meskipun agak siang sedikit,
akhirnya Ang Bik muncul juga. Kemunculannya
kali ini juga lain daripada biasanya, Ang Bik
Kembang Jelita 2 / II 6 kelihatan lebih pongah, wajahnya menampilkan
rasa bangga luar biasa. Biasanya dia juga
pongah dan bangga, tetapi khusus hari ini
memang terasa lebih dari hari-hari biasanya.
Perwira-perwira yang ada di warung itu
biasanya memang bawahan-bawahannya Gu
Kim-sing semua, sebab tempat itu dekat dengan
tangsi-tangsi pasukannya Gu Kim-sing yang
letaknya menggerombol di salah satu bagian
kota Pak-khia. Dan perwira-perwira itu sudah
mendengar tentang kejadian semalam meskipun hanya sepotong-potong. Maka demi
melihat Ang Bik muncul, perwira-perwira itu
berebutan menyambut salah-seorang perwira
kepercayaan Jenderal Gu itu, menyambut
dengan puja-puji yang dahsyat.
"Ini dia, pahlawan yang mempermalukan Li
Giam!" "Kakak Ang, sungguh tindakanmu semalam
menurunkan derajat kecongkakan Li Giam!"
"Ya, dia tentu tidak menyangka bahwa kita
bisa bergerak menuju sasaran dengan begitu
cepat, sehingga karena dia merasa tersaingi lalu
Kembang Jelita 2 / II 7 tidak segan-segan lagi menggunakan kekerasan!" "Meskipun kita harus menarik diri, bukan
berarti kita kalah."
"Betul! Pihak kita hanyalah ingin menjaga
persatuan agar tidak sampai terjadi perpecahan.
Tetapi orang-orangnya Li Giam-lah yang tidak
tahu diri. Mereka telah mengejar dan
menewaskan banyak orang-orang kita!"
"Seandainya Kakak Ang tidak bersikap
bijaksana, pastilah Yo Kian-hi dan pasukannya
sudah digilingnya lembut-lembut! Masih untung
bocah she Yo itu, Kakak Ang tidak
menumpahkan kemarahannya. Mari kita minum
buat Kakak Ang!" Demikianlah perwira-perwira Gu Kim-sing
itu tidak malu-malu memuji-muji pihak sendiri
sehingga Go Liong yang mengetahui kejadian
sebenarnya diam-diam menjadi mual dalam
hati, "Beginilah kwalitas orang-orangnya Gu
Kim-sing. Lupa bahwa semalam merekalah yang
terbirit-birit mencawat ekor dari hadapan
orang-orang Li Giam yang garang..."
Kembang Jelita 2 / II 8 Meski dalam hati berpikir demikian, Go
Liong mampu bersandiwara dengan baik dan
ikut-ikutan menjilat Ang Bik.
Bahkan memerintahkan orang-orangnya
untuk menambah araknya. Kemudian beberapa perwira penjilat yang
Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"tahu lebih dalam" antara anggota staf Jenderal
Gu terjadi persaingan untuk menjadi "orang
paling dekat"nya Jenderal Gu, mulai memancing-mancing, "Kakak Ang, lalu bagaimana dengan Kakak Ciong Ek-hi?"
Ang Bik yang semula terlihat bersuka-ria
menikmati sanjung puji rekan-rekannya, kini
bersikap lebih hati-hati. Maklumlah, pokok
pembicaraan mulai mengenai Ciong Ek-hi yang
bagaimanapun sampai detik itu masih
menduduki jabatannya sebagai Kepala-staf di
bawah Jenderal Gu, meskipun semalam Ciong
Ek-hi dimarahi Gu Kim-sing karena menarik
pasukannya setelah menjadi parah dihajar
orang-orangnya Li Giam dan setelah ada surat
perintah dari Jenderal Gu sendiri. Ang Bik
berambisi menggantikan kedudukan Ciong EkKembang Jelita 2 / II
9 hi, namun mengingat masih kuatnya kedudukan
Ciong Ek-hi, juga mengingat barangkali di
antara perwira-perwira di warung bakmi itu
kalau-kalau ada "ular berkepala dua", maka Ang
Bik tidak berani langsung menjelek-jelekkan
Ciong hk-hi dan memuji diri sendiri, melainkan
cuma berkata, "Yah, agaknya Jenderal Gu
menyesali karena Kakak Ciong mengambil sikap
yang kurang tepat, sehingga banyak prajurit
kita terbunuh..... tetapi itu bukan urusanku."
Percakapan kemudian kembali melanturJantur tak keruan arah tujuannya. Dan seperti
biasanya, percakapan didominasi oleh Ang Bik
yang membual tentang pengalamanpengalaman hebatnya yang cuma karangannya
sendiri itu. Tidak ada perwira yang berani
beranjak selama Ang Bik berbicara, biarpun
kebelet kencing, takut menyinggung perasaan si
"calon Kepala-staf' yang lagi mendapat angin
dari Jenderal Gu sendiri itu.
Tetapi ketika si pencerita sendiri yang
kebelet, cerita pun dihentikan dulu, dan Ang Bik
melangkah ke kamar kecil di belakang warung.
Kembang Jelita 2 / II 10 Ketika itulah Go Liong merasa tiba saatnya
untuk "menggarap" Ang Bik agar berguna bagi
rencana pihaknya. Maka dengan gerakan yang amat wajar dan
sama sekali tidak mencurigakan, Go Liong juga
bangkit meninggalkan belakang meja kasirnya
dan menyusul Ang Bik ke belakang.
Ang Bik yang berdiri di depan tong peturasan
di kamar kecil itu baru saja hendak melepas
celananya, ketika pintu didorong dari luar dan
mengejutkannya, sehingga Ang Bik berkata, "He,
ada orang...." Go Liong tertawa dingin dan menjawab, "Aku
tahu ada orang. Justru aku ingin bicara
denganmu, Ting Hoan-wi..."
Ang Bik terkesiap karena nama aslinya
dipanggil, nama asli yang bisa membawa
bencana buat kedudukannya bahkan nyawanya.
Sambil meredakan debar jantungnya, ia
perlahan-lahan memutar tubuh, tentu saja batal
memelorotkan celananya melainkan mengikat
kembali tali celananya. Dan alangkah
tercengangnya melihat orang yang bersandar di
Kembang Jelita 2 / II 11 ambang pintu kamar-kecil itu adalah Go Liong
yang beberapa menit yang lalu masih
menjilatnya dengan kata-kata sanjungan di
ruang depan. Namun kini sikap Go Liong sama
sekali berubah, ia begitu garang dan tatapan
matanya membuat Ang Bik bergidik.
Ang Bik masih berusaha menutupi identitas
aslinya, sambil digagah-gagahkan ia berkata,
"Go Liong, kepada siapa kamu bicara?"
"Bukankah cuma kita berdua di ruang sempit
ini? Kepada siapa lagi kalau bukan kepadamu,
Ting Hoan-wi?" "Namaku adalah Ang..."
"Namamu Ting Hoan-wi. Kau adalah saudara
seperguruan Helian Kong, panglima Beng yang
masih bergerilya melawan pemerintah baru
sekarang ini. Kau juga saudara sepupu Tan
Wan-wan, perempuan bekas selir Kaisar Congceng. Kau juga pernah menjadi begundalnya si
menteri dorna Co Hua-sun di masa jayanya
dulu. Nah, cukup dengan ketiga kenyataan ini
kalau sampai ke kuping Gu Kim-sing maka
kepalamu akan protol dalam sekejap mata. Dan
Kembang Jelita 2 / II 12 aku punya seribu satu jalan untuk
menyampaikannya ke kuping Gu Kim-sing...."
Ang Bik alias Ting Hoan-wi kontan mandi
keringat dingin. Beberapa hari yang lalu,
seorang perwira bawahan Gu Kim-sing yang
kariernya sedang menanjak, tiba-tiba saja
dihukum mati karena ketahuan kalau
pamannya pernah menjadi perwira dinasti
Beng. Apalagi Ang Bik yang sudah saudaraseperguruan Helian Kong, ya saudara sepupu
Tan Wan-wan, ya pernah bekerja bagi Co Huasun, itu menteri dorna di jaman dinasti Beng,
maka tidak salah kata-kata Go Liong bahwa Gu
Kim-sing akan memenggal kepalanya tanpa
pikir panjang. "Siapa kau?" tanya Ang Bik sambil mengintai
lewat atas pundak Go Liong, mengintai ke
lorong di depan kamar-kecil itu, mencari
kesempatan yang baik yang dapat menyelamatkannya. Go Liong tertawa, "Untuk sementara, anggap
saja aku tetap Go Liong si tukang-bakmi
kegemaranmu. Tetapi kau masih bisa
Kembang Jelita 2 / II 13 menikmati bakmiku, kalau untuk selanjutnya
kau menuruti kami. Kalau tidak, orang tak
berkepala mana bisa menikmati bakmi."
Hal itu sedikit banyak sudah diduga oleh Ang
Bik. Cara memeras dan menekan semacam itu
juga sering ia lihat ketika "masih bernama" Ting
Hoan-wi dan menjadi begundal Co Hua-sun
dulu. Namun Ang Bik belum mau menyerah. Ia
memang pembual dan suka membesarbesarkan cerita tentang kehebatan dirinya,
namun dia memang agak hebat juga. Dan ia
tidak gampang dibekuk dan dituntun begitu saja
seperti kerbau dicucuk hidungnya oleh
komplotan "antah-berantah" ini. Maka ketika Go
Liong kelihatannya mengendor kewaspadaannya, secepat kilat Ang Bik tibatiba menumbukkan pundaknya ke dada Go
Liong sambil tangannya mencabut belati yang
disembunyikan di dalam lengan bajunya.
Tujuannya untuk membungkam Go Liong yang
sudah lancang menyebut-nyebut identitas dan
hubungan lama yang ingin disembunyikan, atau
Kembang Jelita 2 / II 14 setidak-tidaknya menarik perhatian rekanrekan di dalam warung akan terjadinya
keributan. Tak terduga, meski ruang itu sempit, Go
Liong dapat berkelit selicin belut, namun juga
tidak membiarkan Ang Bik nyeplos keluar
kamar kecil itu. Tahu-tahu tangannya sudah
berhasil memelintir tangan Ang Bik yang
memegang belati, entah dengan cara
bagaimana, dan segera Ang Bik merasakan
betapa kuatnya lengan-lengah si tukang bakmi
gadungan itu, lebih kuat dari Ang Bik yang tiap
sore latihan. Menyusul lutut Go Liong naik
menghantam perut Ang Bik, sehingga Ang Bik
terdorong masuk kembali ke dalam kamar kecil
dan bahkan terduduk di atas tong kayu tempat
pe-turasan. Ang Bik pucat wajahnya. Ancamnya, "Kau
tahu apa akibatnya perlakuan kasarmu
terhadap seorang perwira seperti aku?"
Go Liong mengusap-usap dagunya sambil
terkekeh-kekeh, "Buat orang lain sajalah
ancamanmu itu. Buat kelompok kami, Gu KimKembang Jelita 2 / II
15 Tak terduga, meski ruang itu sempit, Go Liong dapat
berkelit selicin belut, namun juga tidak membiarkan
Ang Bik nyeplos keluar kamar kecil itu.
Kembang Jelita 2 / II 16 sing atau bahkan si Kaisar-kaisaran Tiong-ong
itu sendiri pun takkan dapat merontokkan
biarpun sehelai bulu tubuh kami. He-he-he,
kami ada dimana-mana, bergerak di manamana, dan bahkan kalau mau bisa saja
mendapatkan batok kepala Gu Kim-sing malam
ini juga. Apa susahnya?"
Ang Bik terbungkam, terpengaruh gertakan
Go Liong dan gentar. Sementara Go Liong tahu waktunya tidak
banyak, perwira-perwira di ruang depan bisa
bertanya-tanya kalau Ang Bik terlalu lama ke
belakang dan mungkin akan ada yang menyusul
ke belakang. Karena itu, Go Liong langsung saja
ke tujuannya, "Ting Hoan-wi, dengar baik-baik,
mulai sekarang kau adalah perkakas kami, dan
kau tidak bisa menghindari ini kecuali ingin
rahasia masa lalumu diketahui Gu Kim-sing.
Malam ini juga cita-citamu untuk menggantikan
kursi Ha... eh, maksudku Ciong Ek-hi, akan
terlaksana. Orang-orang kami akan mengusahakan itu. Tetapi kau harus mengadu
atau memanasi hati Gu Kim-sing agar dia
Kembang Jelita 2 / II 17 mendepak Li Giam dari kedudukannya, sampai
Li Giam tergusur, mengerti?"
Terpaksa Ang Bik mengangguk-angguk.
Sebetulnya dia merasa lebih tenang kalau Gu
Kim-sing tidak lagi mengutik-utik Li Giam,
sebab Ang Bik khawatir Gu Kim sing sendirilah
yang bakal terjungkir dari kursinya mengingat
Li Giam adalah kesayangan Kaisar Tiong-ong.
Kalau Gu Kim-sing terjungkir, tentu Ang Bik
akan kehilangan seorang atasan "ideal",
tentunya ideal menurut ukuran Ang Bik, yaitu
gampang dibohongi dan tidak segan-segan
mengobral hadiah. Tapi di bawah tekanan Go
Liong, Ang Bik hanya bisa mengangguk-angguk,
sambil diam-diam berkata dalam hati, "Hem,
apa pun yang akan kukatakan kepada Jenderal
Gu, toh kau takkan mendengarnya...."
Tak terduga Go Liong seperti dapat membaca
pikirannya dan berkata, "Jangan coba-coba
menyimpang dari yang sudah kami tetapkan.
Sudah tentu aku takkan diperbolehkan masuk
ke markas si Jenderal Kerbau, tetapi kami akan
tahu kalau kau menyimpang dari rencana kami.
Kembang Jelita 2 / II 18 Sekali kau menyimpang, kau akan terkejut
melihat luas dan rapinya jaringan kami."
Ang Bik mengangguk-angguk pula. Go Liong
tertawa, keluar dari kamar kecil itu untuk
menutup pintunya, sambil berkata, "Silakan
buang air kecil, Tuan Ang...."
Go Liong pun kembali ke ruang depan, ke
belakang meja kasir sebagai pemilik warung
yang ramah tamah, dan seringkali ikut bersuara
menyanjung Gu Kim-sing. Tak lama kemudian Ang Bik pun menyusul
ke ruang depan. Dia masih melangkah dengan
gagah dibuat-buat, namun yang matanya tajam
akan melihat betapa Ang Bik agak lesu seperti
kehilangan semangatnya. Bahkan setelah
menikmati hidangannya, dia berpamitan dari
perwira-perwira lainnya untuk pulang ke tangsi
dengan alasan tubuhnya penat. Ia tidak
Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melanjutkan cerita dahsyatnya yang belum
selesai. Go Liong, seperti biasa, membungkukbungkuk dengan amat sopan dan mengantarnya
sampai ke pintu. Tetapi Ang Bik diam-diam
Kembang Jelita 2 / II 19 merasa ngeri t.erhadap tukang-bakmi gadungan
ini. Perwira-perwira lain heran melihat Ang Bik
begitu cepat pulang. Berbagai dugaan pun
dikemukakan. "Barangkali ia sakit perut."
"Barangkali juga memang penat seperti yang
dikatakannya. Bukankah semalam ia ikut
bertempur melawan orang-orangnya Li Giam?
Dan kemudian berbincang dengan Jenderal
sampai hampir pagi?"
"Sudahlah, lebih baik kita nikmati bakminya
saja?" * * * Mentari pagi itu belum menyorot terlampau
panas. Daratan rumpun yang tidak jauh dari
kota Pak-khia itu masih tersaput embun yang
berkerlipan di ujung rerumputan dan dedaunan
sebelum lenyap bersama dengan menghangatnya mentari. Saat itulah serombongan penunggang kuda
melintas dan dengan kejam menginjak dan
Kembang Jelita 2 / II 20 menghancurkan rerumputan yang baru saja
bangun dari tidurnya. Penunggang-penunggang
kuda itu adalah Jenderal Gu Kim-sing dan pengawalpengawalnya. Yang berkuda paling dekat,
dengan Jenderal Gu sekarang bukan lagi Ciong
Ek-hi seperti biasanya, melainkan Ang Bik, tepat
seperti "ramalan" Go Liong. Tetapi Ciong Ek-hi
sendiri juga ikut dalam rombongan, meskipun
berkudanya di belakang Ang Bik yang kini jadi
atasannya. Selain itu, masih ada belasan
pengawal lainnya. Hanya kali ini, mereka semua tidak ada yang
berpakaian dinas. Semuanya berpakaian
preman. Mereka menuju ke sebuah perkemahan di
pinggir hutan, sebuah tempat yang sangat indah
dengan bunga-bunga liarnya yang begitu rapat
sehingga kalau dilihat dari atas bukit akan
kelihatan seperti permadani maha-luas seribu
warna. Di tempat seindah itulah ada sebuah
perkemahan, tempat Jenderal Lau Cong-bin,
Kembang Jelita 2 / II 21 Panglima Tertinggi di bawah Kaisar Tiong-ong
sedang berlibur. Sebenarnya, semenjak kaum
Pelangi Kuning berhasil merebut kendali
pemerintahan dari dinasti Beng, Jenderal Lau
yang terkenal senang berfoya-foya itu lebih
banyak hari liburnya daripada hari kerjanya,
urusan sehari-hari lebih banyak diserahkan
kepada stafnya yang ada di Pak-khia, sedangkan
Jenderal Lau sendiri menghabiskan waktu di
tempat-tempat indah di luar kota seperti di
daratan rumput itu. Tentu saja demi keamanannya, karena masih
banyak sisa-sisa pasukan dinasti Beng yang
berkeliaran di luar kota, Jenderal Lau Cong-bin
selalu diikuti pengawalan yang kuat.
Kalau orang mendengar kata "pengawalan
yang kuat" maka akan langsung membayangkan
sekelompok prajurit laki-laki berwajah angker
yang mengelilingi Jenderal Lau rapat-rapat.
Namun perkiraan itu tidak benar untuk Lau
Cong-bin. Lau Cong-bin memang membawa
lebih dari seribu pengawal laki-laki, namun
mereka disuruh berkemah jauh-jauh dari
Kembang Jelita 2 / II 22 dirinya, dan hanya bertindak atau menampakkan diri hanya bila mendapat isyarat,
misalnya kalau Jenderal Lau terancam bahaya.
Sedangkan dua ratus pengawal yang dekat
dengan Jenderal Lau ternyata adalah
perempuan-perempuan muda yang cantikcantik. Wajah-wajah ayu ini yang membuat
Jenderal Lau betah "berlibur". Dua ratus
perempuan cantik itu tidak hanya berlatih
ketrampilan sebagai pengawal seperti bertempur, memanah, menunggang kuda,
memainkan senjata dan sebagainya, melainkan
mereka juga "diprogram" untuk menyenangkan
hati Jenderal Lau semaksimal mungkin. Mereka
pintar membuat masakan lezat, memijat,
memainkan alat-alat musik, menari, dan bahkan
kalau perlu sampai pelayanan pribadi di tempat
tidur. Kaisar Tiong-ong alias Li Cu-seng sebenarnya
cemas melihat gaya hidup si Panglima Tertinggi
yang semacam ini khawatir pemerintahannya
yang belum sampai sebulan itu akan ambruk,
namun ia tidak dapat menjilat ludahnya sendiri
Kembang Jelita 2 / II 23 karena sudah terlanjur berjanji untuk
memberikan kedudukan sebagai Panglima
Tertinggi kepada siapa yang berhasil memasuki
kota Pak-khia paling dulu di jaman perjuangan
dulu. Li Cu-seng ketika mengucapkan janjinya
sudah membayangkan Li Giam-lah yang akan
memenangkan sayembara itu, sebab pasukan Li
Giam-lah yang paling cepat majunya ke arah
kota Pak-khia dengan menghancurkan pasukanpasukan dinasti Beng di sepanjang jalan. Tak
terduga, pada akhirnya malah Lau Cong-binlah
yang berhasil mendobrak masuk ke Pak-khia
lebih dulu. Maka Lau Cong-bin "terpaksa"
diangkat jadi Panglima Tertinggi.
Ketika rombongan berkuda Jenderal Gu
mendekat, sepasukan pengawal wanita Lau
Cong-bin langsung bersiaga karena belum
melihat jelas siapa yang datang mendekat itu.
Sederetan pengawal wanita berjongkok
berderet rapat dengan perisai-perisai lebar
mereka, sehingga jadi mirip sebuah benteng
kecil, sementara pada baris kedua, di belakang
"benteng" itu adalah pemanah-pemanah yang
Kembang Jelita 2 / II 24 sudah memasang anak panah di tali busurnya
dan tinggal menjepretkannya. Seorang wanita
cantik lainnya, agaknya seorang komandan
regu, berdiri dengan gagah sambil memanggul
goloknya dan berteriak, "Berhenti!"
Rombongan Gi Kim-sing berhenti. Ketika
wanita yang menjadi komandan regu itu
melangkah dekat dan mengenali Gu Kim-sing, ia
memberi hormat dan berkata, "Kiranya Jenderal
Gu. Maafkan aku, Jenderal, tadi tidak kelihatan
yang datang adalah Jenderal karena berpakaian
preman dan tidak membawa tanda-tanda
kebesaran." Gu Kim-sing tertawa dan berkata, "Tidak
apa-apa. Kunjunganku ini memang kunjungan
pribadi, kalau Jenderal Lau tidak keberatan
menerima aku, aku hanya ingin menumpangkan
mulut mencicipi masakan lezat padang
perburuan..." "Tentu Jenderal Lau tidak akan keberatan,
malahan senang mendapat kunjungan Jenderal
Gu.." Kembang Jelita 2 / II 25 Si Komandan regu yang jelita itu segera
membubarkan "benteng kecil" nya. Lalu
mempersilakan Jenderal Gu dan orangorangnya memasuki kemah paling besar dan
paling indah, kemah Jenderal Lau Cong-bin
sendiri. Kuda-kuda tunggangan Gu Kim-sing dan
pengiring-pengiringnya diurus oleh pengawalpengawal cantik Jenderal Lau.
Ketika itu Jenderal Lau sendiri juga sudah
muncul dari dalam kemahnya dan langsung
mengedangkan kedua lengannya sambil tertawa
lebar, "Angin apa yang membawamu sampai ke
sini, Adik Gu?" Gu Kim-sing melangkah maju dan hendak
menjalankan penghormatan resmi kepada si
Panglima Tertinggi itu, namun Lau Cong-bin
mencegahnya dengan memegangi lenganlengan Gu Kim-sing lalu merangkulnya. "Mari
duduk di dalam kemah, Adik Gu."
Gu Kim-sing menyuruh pengawalpengawalnya menunggu di luar, tak terkecuali
pembantu-pembantu dekatnya seperti Ang Bik
Kembang Jelita 2 / II 26 dan Ciong Ek-hi. Buat pengawal-pengawal biasa,
lebih senang berada di luar kemah sambil
bercakap-cakap, dengan pengawal-pengawal
pribadi Jenderal Lau yang cantik-cantik,
daripada ikut dalam kemah dan mendengarkan
percakapan Lau Cong-bin dan Gu Kim-sing yang
belum tentu mereka mengerti.
Tetapi tiba-tiba Ciong Ek-hi berkata,
"Maafkan kelantanganku, Jenderal Gu. Tetapi
tidak lebih baikkah kalau Saudara Ang Bik ikut
ke dalam, karena dia mengetahui banyak
tentang persoalannya?"
Ang Bik sendiri tercengang, tidak menyangka
kalau Ciong Ek-hi yang semalam "tukar tempat"
dengan dirinya sebagai orang paling dekat
Jenderal Gu itu, ternyata tidak sakit hati
kehilangan kedudukannya, malahan sekarang
memberinya muka terang-terangan di hadapan
kedua Jenderal itu. Sementara Lau Cong-bin heran dan bertanya,
"Eh, ada apa? Ada persoalan apa?"
Gu Kim-sing melotot sekejap ke arah Ciong
Ek-hi, barulah menjawab Lau Cong-bin dengan
Kembang Jelita 2 / II 27 agak sungkan, "Kakak Lau, sungguh aku jadi
sungkan terhadap Kakak, mengganggu suasana
gembira yang sedang Kakak nikmati..."
Sebenarnya Lau Cong-bin malas juga
mengurusi perkara-perkara yang memusingkan
kepala, tetapi kalau sudah terlanjur mendengar
dan tidak menanggapinya, ia khawatir
kedudukannya sebagai Panglima Tertinggi akan
goyah karena Gu Kim-sing mengadukannya
kepada kaisar. Setolol-tololnya Lau Cong-bin, ia
bukannya tidak tahu kalau Gu Kim-sing ini
ramah di luar tetapi tentu takkan menampik
rejeki kalau bisa merebut kursi Panglima
Tertinggi. Begitu pula Li Giam yang Lau Congbin ketahui masih memendam rasa penasaran
karena Li Giam merasa dirinyalah "penakluk
Pak-khia sejati" yang seharusnya memegang
jabatan Panglima Tertinggi.
Karena itulah, biarpun dalam hatinya amat
enggan, Lau Cong-bin berpura-pura jadi seorang
pemangku tugas yang baik. "Adik Gu jangan
berkata demikian. Sudah tugasku menyelesaikan segala persoalan yang ada dalam
Kembang Jelita 2 / II 28 ruang lingkup tugasku. Nah, katakanlah, ada
persoalan apa datang kemari?"
Gu Kim-sing menyeringai, "Ah, bukan urusan
berat, melainkan suatu urusan yang ada
sangkut-pautnya dengan kegemaran Kakak....."
"Ada sangkut-paut dengan kegemaranku?
Apa?" Gu Kim-sing membisiki Lau Cong-bin dan
Lau Cong-bin tertawa terbahak-bahak, "Wah,
boleh juga. Aku sudah punya dua ratus lebih,
dan capek juga mengurusinya, tetapi kalau ada
tambahan yang benar-benar hebat, aku mau
Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menambah juga. He-he-he....."
"Yang ini pasti hebat, Kak. Dia pernah
digelari wanita tercantik di Tiong-goan.
Namanya Tan Wan-wan. Pernah dengar?"
"Tan Wan-wan? Bekas selir Kaisar Cong-ceng
yang dihadiahkan menjadi isteri Bu Sam-kui?"
"Belum menjadi isteri Bu Sam-kui, baru
calon. Menjelang jatuhnya Pak-khia ke tangan
kita, Bu Sam-kui menyembunyikan permatahatinya itu di sebuah rumah tersembunyi di
tengah-tengah Pak-khia, sebelum Bu Sam-kui
Kembang Jelita 2 / II 29 sendiri menuju San-hai-koan sebagai tempat
tugasnya." Mendengar soal wanita cantik, memang
inilah kelemahan Jenderal Lau, dan ia buru-buru
menarik Gu Kim-sing ke dalam kemahnya. Gu
Kim-sing member isyarat kedipan mata kepada
Ang Bik dan Ang Bik pun ikut melangkah
masuk. Mereka duduk dalam kemah yang tanahnya
berlapis kulit-kulit binatang dengan meja
pendek di tengahnya. Dengan tidak sabar lagi Jenderal Lau
mendesak Gu Kim-sing, "Jadi kau ketemukan
Tan Wan-wan? Di mana?"
Gu Kim-sing sengaja mengulur waktu untuk
mengobarkan rasa penasaran Lau Cong-bin,
"Dia calon Bu Sam-kui, lho, Kakak Lau?"
"Ah, si jenderal dinasti Beng yang masih
ngotot bertahan di San-hai-koan dengan
kekuatannya yang kecil itu? Sekali pites aku
bisa membunuhnya. Eh, kau belum menjawab di
mana Tan Wan-wan?" Kembang Jelita 2 / II 30 Gu Kim-sing tertawa, "Sabar, Kakak Lau. Bu
Sam-kui memang bisa saja diabaikan, karena
dia jauh di San-hai-koan dan kekuataannya juga
kecil. Tetapi Tan Wan-wan ini punya penjaga
lain yang tidak mudah dilangkahi lho.."
Kecerdasan otak Lau Cong-bin ini juga tidak
berbeda banyak dengan Gu Kim-sing, begitu
pula hatinya gampang dibakar. Maka
mendengar kata-kata itu, Lau Cong-bin hanya
tertawa dingin dan berkata, "Di seluruh wilayah
kekuasaan Baginda Tiong-ong di Cina Utara ini,
hanya kepunyaan Sri Baginda sendirilah yang
tidak bisa aku ambil. Di luar itu, aku bisa
mengambilnya segampang merogoh barang di
kantong bajuku. Adik Gu, aku adalah Panglima
Tertinggi, kau masih ingat itu bukan?"
"Aku selalu mengingatnya, Kakak Lau. Tetapi
ada orang lain yang menganggap kedudukan
Kakak itu tidak semestinya. Orang yang merasa
bahwa kedudukan itu mestinya buat dia..."
"Li Giam?" Lau Cong-bin langsung teringat
akan tokoh ini. Tokoh yang tetap dianggapnya
Kembang Jelita 2 / II 31 duri dalam daging terhadap kedudukannya
sebagai Panglima Tertinggi.
Gu Kim-sing mengangguk, mengiakan.
Lau Cong-bin tiba-tiba merasa agak curiga
kepada Gu Kim-sing. Jangan-jangan Gu Kim-sing
sedang berusaha menjerumuskannya agar
bertentangan secara terbuka dengan Li Giam,
lalu nanti Gu Kim-sing yang akan mengambil
keuntungan? Mungkin untuk dua alasan.
Pertama, karena kebencian pribadi Gu Kim-sing
terhadap Li Giam yang tidak kalah besarnya
dengan kebencian Lau Cong-bin kepada Li Giam
pula. Kedua, mungkin Gu Kim-sing mengharapkan Lau Cong-bin dan Li Giam
berbaku hantam dan sama-sama kena marah
Kaisar Tiong-ong, lalu Gu Kim-sing akan
memanfaatkan kesempatan untuk mencari
muka dan mengincar kursi Panglima Tertinggi
yang kini diduduki Lau Cong-bin.
Karena itu, Lau Cong-bin tiba-tiba saja tidak
lagi berkata dengan pongah melainkan agak
hati-hati, "Kemarin aku dengar laporan tentang
Kembang Jelita 2 / II 32 pasukanmu dan pasukan Li Giam berkelahi,
apakah juga gara-gara soal ini?"
"Maaf, Kakak Lau, aku datang kemari bukan
untuk mengadu domba Kakak dengan Jenderal
Li, memangnya aku sudah gila sehingga
mengadu sesama teman? Tetapi masalahnya
memang bukan soal Tan Wan-wan saja.
Melainkan juga beberapa pejabat dinasti Beng
yang tetap aktif bergerak di bawah tanah untuk
menumbangkan pemerintahan Sri Baginda kita.
Mereka adalah Siangkoan Hi dan puteraputerinya, Siangkoan Heng dan Siangkoan Yan
yang adalah isteri Helian Kong. Celakanya
mereka dilindungi Li Giam...."
Sudah tentu kata-kata Gu Kim-sing tentang
"tetap aktif bergerak di bawah tanah untuk
menumbangkan kita", hanyalah bualan Gu Kimsing belaka untuk mengobarkan amarah Lau
Cong-bin. Lau Cong-bin memang agak terpengaruh,
"Eh, jadi Li Giam menyembunyikan bekas
pejabat-pejabat dinasti Beng?"
"Ya." Kembang Jelita 2 / II 33 Lalu Gu Kim-sing menyuruh Ang Bik untuk
bercerita, dan berceritalah ia tentang peristiwa
malam itu, tentu saja dengan bumbu. Baik
bumbunya itu "pesanan" Jenderal Gu, maupun
bumbu "pesanan" kelompok mata-mata Manchu
yang memperalat Ang Bik, dan kebetulan
keduanya memang bertujuan sama, menjatuhkan Li Giam. Begitulah, melalui ketajaman lidah Ang Bik
yang memang pintar bercerita, maka peristiwa
malam itu ketika terjadinya pertempuran
orang-orang Gu Kim-sing dan orang-orang Li
Giam itu, menjadi peristiwa seolah-olah Li Giam
sudah tidak tertib lagi dan sudah menantang
kedudukan Panglima Tertinggi.
Hati Jenderal Lau panas juga, memang sejak
lama ia juga membenci Li Giam, tetapi ia juga
tidak mau masuk perangkap Gu Kim-sing dan
menjadi jangkrik-aduannya Gu Kim-sing, maka
ia hanya berkata, "Baiklah, sebagai Panglima
Tertinggi, aku akan memerintahkan Li Giam
menyerahkan Tan Wan-wan dan keluarga
Siangkoan kepadaku, dan memberinya teguran
Kembang Jelita 2 / II 34 agar ia menyadari siapa Panglima Tertinggi di
negeri ini." Namun sebenarnya dalam hati Lau Cong-bin,
selain marah kepada Li Giam, juga girang.
Girang karena menemukan alasan baik untuk
menyingkirkan Li Giam dengan tuduhan
"menyembunyikan bekas orang-orang dinasti
Beng yang masih aktif mengatur perlawanan
bawah tanah". Inilah tuduhan yang akan menjerat Li Giam,
tidak peduli dia adalah orang kesayangan Kaisar
Tiong-ong. Akhirnya berkatalah Lau Cong-bin, "Baiklah,
aku akan menegur Li Giam, dan akan
mengambil orang-orang yang dilindunginya itu
dari tangannya. Akulah Panglima Tertingginya
yang harus dia taati perintahnya..."
Gu Kim-sing sebenarnya tidak puas terhadap
keputusan Lau Cong-bin yang "terlalu lunak"
itu. Tetapi ia tidak berani mendesak-desak,
namun bertekad lama dalam hati akan
memanaskan hubungan Li Giam dan Lau Congbin sampai Li Giam tersingkir. Syukur-syukur
Kembang Jelita 2 / II 35 kalau Lau Cong-bin juga ikut tersingkir, jadi
kedudukan Panglima Tertinggi bisa di....
Seorang wanita cantik datang menghidangan daging rusa panggang, hasil buruan,
sehingga Lau Cong-bin berkata, "Perkara Tan
Wan-wan dan orang-orang keluarga Siangkoan
itu biar aku tangani dan tidak usah kita
bicarakan lagi. Merusak selera makan saja...."
Lalu bersantaplah mereka.
* * * Dengan selembar surat perintah sebagai
Panglima Tertinggi, Jenderal Lau berhasil
memindahkan secara paksa Tan Wan-wan dan
keluarga Siangkoan ke gedung kediamannya.
Tidak peduli bagaimanapun Li Giam menjelaskan pertimbangnya.
Keluarga Siangkoan yang terdiri dari tiga
orang, segera dijebloskan ke dalam penjara di
bagian belakang rumah Lau Cong-bin, dan nasib
mereka hampir dapat dipastikan, yaitu bakal
dipenggal kepalanya seperti nasib orang-orang
Kembang Jelita 2 / II 36 lain yang pernah ada sangkut-paut dengan
pemerintahan lama. Tidak peduli Siangkoan Yan
sedang hamil. Tetapi terhadap Tan Wan-wan, Lau Cong-bin
yang hidung belang itu memperlakukannya
dengan istimewa. Tan Wan-wan ditempatkan di
sebuah ruangan indah di bangunan sayap kiri,
dilayani sekaligus dikawal ketat agar tidak
kabur oleh pengawal-pengawal pribadi yang
cantik-cantik itu. Namun dibandingkan kecantikan Tan Wan-wan, pengawal-pengawal
Lau Cong-bin itu jadi kehilangan pamornya.
Sementara itu, Li Giam memang tidak dapat
melawan perintah Lau Cong-bin karena kalah
kedudukan. Tetapi ia sudah tentu tidak akan
membiarkan Tan Wan-wan, mata-matanya yang
sangat berjasa dalam perjuangannya dulu,
hanya akan menjadi wanita permainan dalam
"harem"nya Lau Cong-bin.
Malam itu juga, Li Giam menuju ke istana
untuk menghadap Kaisar Tiong-Kong untuk
mengadukan, ia tahu dirinya disayang kaisar
dan akan menggunakan itu.
Kembang Jelita 2 / II 37 Pada saat yang sama, di gedungnya, Lau
Cong-bin bukan saja sudah terpesona kepada
Tan Wan-wan, melainkan tergila-gila. Kecantikan Tan Wan-wan melebihi apa yang dia
bayangkan setelah mendengar kabar-anginnya.
Memang di sinilah kelemahan Lau Cong-bin,
dalam urusan perempuan cantik. Maka dia pun
bertekad memiliki Tan Wan-wan, tidak peduli
perempuan ini "bekas"nya Kaisar Cong-ceng
yang kemudian berstatus calon-isterinya Bu
Sam-kui, itu jenderal dinasti Beng yang masih
bertahan di San-hai-koan. Hanya satu yang Lau
Cong-bin belum ketahui, yaitu bahwa Tan Wanwan adalah juga pembantu yang sangat berjasa
dalam perjuangan Li Giam. Hal ini memang
amat rahasia, bahkan Lau Cong-bin dan Gu Kimsing juga tidak tahu. Yang tahu hanyalah
beberapa orang dekat Li Giam yang jumlahnya
tidak melebihi jari-jari tangan.
Lau Cong-bin menyelenggarakan pesta besar
di gedungnya, pesta yang mewah untuk
merayakan "keberhasilan"nya menangkap
pentolan-pentolan sisa-sisa dinasti Beng "yang
Kembang Jelita 2 / II 38 masih aktif" di Pak-khia. Sekaligus juga
merayakan keberhasilan menambah "koleksi"nya dengan perempuan seperti Tan
Wan-wan.
Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gu Kim-sing diundang hadir, Li Giam juga
namun Li Giam tidak hadir sebab malam itu Li
Giam justru sedang menghadap kaisar di istana,
mengadukan masalahnya. Malam itu Lau Cong-bin bermaksud
memamerkan Tan Wan-wan kepada setiap
tamu-tamunya. Dan ia sudah menyusun acara
sendiri, di puncak acara nanti Tan Wan-wan
akan tampil untuk menari. Sebab menurut
riwayat Tan Wan-wan yang pernah didengarnya, Tan Wan-wan ini juga bekas
penari terbaik di kota Soh-ciu.
Begitulah, setelah serentetan hidangan
mewah dihidangkan dan dinikmati bersama
alunan musik merdu yang membelai telinga,
Lau Cong-bin pun memerintahkan orangnya
untuk "mengeluarkan" Tan Wan-wan.
Tetapi orang yang disuruhnya itu bergegas
kembali menghadap Jenderal Lau dengan wajah
Kembang Jelita 2 / II 39 takut dimarahi. Dan wajah yang sudah
ketakutan itu tersentak kaget ketika Jenderal
Lau menggebrak meja dan bertanya, "Aku suruh
kau memanggil keluar Tan Wan-wan untuk
menari, mana orangnya?"
Dengan wajah pucat dan bibir ter-gagapgagap, orang itu menjawab, "Nona Tan... belum
mengenakan pakaian penarinya.. dia masih
dibujuk-bujuk untuk mengenakan pakaian
penarinya...." Wajah Cong-bin menjadi merah padam,
merasa kewibawaannya ditantang hanya oleh
seorang "bekas penari" istana yang dianggapnya mati-hidupnya sudah di dalam
.genggamannya. Apalagi perkataan orang
bawahannya itu didengar tamu-tamu lainnya,
keruan saja Lau Cong-bin merasa dibeset kulit
mukanya. "Jadi perempuan itu berani merendahkan
perintahku? Bukankah sudah sejak sore tadi
aku katakan kepadanya kalau dia harus menari
di pesta untuk menghormati aku?"
Kembang Jelita 2 / II 40 "Dia... dia menolak, Jenderal. Dia mengancam,
kalau dipaksa terus dia akan bunuh diri. Dia
menggertak bahwa dia adalah tunangan
Jenderal Bu Sam-kui yang lebih muda dan lebih
tampan..." Lao Cong-bin sudah tua dan gembrot, namun
paling benci kalau hal itu diutik-utik. Dengan
segala jalan ia telah, berusaha untuk awet muda
dan langsing, namun nafsu makannya yang
dahsyat telah menggagalkan semua dietnya.
Kini hal itu dikatakan di depan begitu banyak
orang, dirinya dibandingkan dengan seorang
jenderal dinasti Beng, keruan Lau Cong-bin tak
dapat menahan diri lagi. Meski orang yang
menyampaikan itu hanyalah menirukan katakata Tan Wan-wan, namun karena orang itulah
yang berada di hadapannya maka orang itulah
yang jadi sasaran kemarahannya.
Jenderal Lau memerintahkan pengawalpengawal pribadinya yang terdiri dari wanitawanita cantik itu, "Seret keluar orang ini dan
penggal kepalanya untuk kelancangan mulutnya!" Kembang Jelita 2 / II 41 "Seret keluar orang ini dan penggal kepalanya untuk
kelancangan mulutnya!"
Kembang Jelita 2 / II 42 Di bawah perintah dan didikan Lau Cong-bin,
wanita-wanita cantik itu sungguh sudah
kehilangan daya-tariknya, melainkan menakutkan seperti serigala-serigala kelaparan.
Mereka berlompatan menerkam si pelayan yang
melaporkan tentang Tan Wan-wan itu. Pelayan
itu seorang lelaki, namun tidak berdaya ketika
diseret keluar oleh pengawal-pengawal Lau
Cong-bin, meskipun meronta-ronta sambil
berteriak-teriak. "Jenderal, aku hanya meneruskan kata-kata
Tan Wan-wan..... aku pribadi tidak pernah
menghina Jenderal.... aku selalu menghormati
Jenderal.." Dan kata-kata pembelaan diri lainnya, tetapi
semuanya itu tidak mengubah Lau Cong-bin
dengan perintahnya yang keras dan bernada
pamer kekuasaan itu. Merasa dirinya tidak tertolong lagi, pelayan
yang diseret sudah hampir sampai ke pintu
keluar ruangan itu pun mengubah ratapan
mohon ampunnya menjadi caci-maki tak kenal
Kembang Jelita 2 / II 43 takut ke alamat Lau Cong-bin, "Orang kampung
she Lau! Bangsat kau dan biar mampus
disambar geledek! Buta huruf tetapi berlagak
pandai dengan menyimpan buku-buku tebal!
Sudah tua tetapi berlagak muda dengan
menyemir rambut dan makan obat kuat, tetapi
tetap loyo juga! Tidak tahu malu! Tua-bangka
loyo tetapi berlagak lelaki perkasa!"
Maka terbongkarlah banyak "rahasia"
Jenderal Lau yang selama ini hendak
disembunyikannya rapat-rapat. Kini terbongkar
semua dan didengar sekian puluh pasang
kuping orang-orang yang hadir di pesta itu.
Seperti "buta huruf tapi berlagak pandai",
memang pernah ada bawahannya yang
menghadap Jenderal Lau di ruang bukunya, dan
Jenderal itu pura-pura sedang membaca sebuah
buku yang dipegangnya terbalik. Tentu saja
bawahannya saat itu tidak berani mentertawakan atasannya karena sayang akan batok
kepalanya yang cuma satu. Begitu pula perkara
"sudah tua tetapi berlagak muda" sebenarnya
juga sudah ada sedikit orang yang tahu. Tetapi
Kembang Jelita 2 / II 44 dibeberkan terang-terangan di hadapan sekian
banyak orang, sungguh ini peristiwa yang tak
pernah diperhitungkan. Kemarahan Lau Cong-bin meluap dan
hukuman tambahan pun keluar, "Bunuh juga
seluruh keluarganya, saudara-saudaranya dan
keluarga saudara-saudaranya!"
Si terhukum memucat wajahnya. Mulutnya
yang semula berkaok-kaok, sekarang seolaholah dijahit. Bahkan ruangan pesta itu juga
sunyi senyap karena semua yang hadir di pesta
itu tercengkam kemarahan Sang Panglima
Tertinggi yang kekuasaannya cuma di
bawahnya Kaisar Tiong-ong itu. Semua takut
membuat kesalahan yang sekedar sekecil apa
pun yang akan memberi alasan kepada sang
tiran untuk kembali mengumbar hukuman
sebagai pelampiasan ketersinggungannya.
Tetapi kesunyian ruangan itu agaknya Juga
menyinggung perasaan Lau Cong-bin, sehingga
dia menggebrak meja sambil berteriak,
"Teruskan pesta! Makan minumlah dengan
bebas dan gembira, siapa yang tidak merasa
Kembang Jelita 2 / II 45 bebas dan gembira, dia tidak akan keluar hiduphidup dari ruangan ini!"
Begitulah, dasar seorang diktator, menyangka perasaan bebas dan gembira pun
bisa diperintahkan. Namun tamu-tamu dalam pesta itu pun
menuruti perintah itu, sehingga mereka pun
berlagak "bebas dan gembira". Suasana pesta
kembali "meriah" meskipun dibuat-buat dan
canggung. Sementara itu, masih dalam kegusarannya,
Lau Cong-bin mengeluarkan perintah, "Perempuan hina Tan Wan-wan itu sudah
berani membangkang perintahku, dan ia akan
merasakan akibatnya! Bawa dia kemari, kalau
tidak mau, seret! Kalau tidak mau memakai
pakaian penarinya, seret ke sini kalau periu
tanpa pakaian sama sekali!"
Orang yang diperintah pun menjalankan
perintah itu terbirit-birit. Sementara para
hadirin yang "bebas dan gembira" itu riuh
bertepuk-tangan menyambut keputusan itu,
sebagian benar-benar merasa gembira karena
Kembang Jelita 2 / II 46 akan melihat wanita yang disebut-sebut
tercantik di kolong langit itu, syukur-syukur
kalau tanpa busana, tetapi tidak sedikit di
antara hadirin itu adalah kaum yang
menghormati wanita sehingga mereka diamdiam menjadi muak kepada Lau Cong-bin.
Tetapi apa boleh buat, nyawa mereka dalam
cengkeraman Lau Cong-bin, bahkan salah-salah
bisa merembet ke nyawa keluarga mereka,
maka mereka pun ikut bertepuk-tangan dan
memuji-muji "tindakan tegas" itu.
Begitulah, sekelompok pengawal Lau Congbin siap menjalankan perintah itu. Pengawalpengawal wanita itu menjalankan tugas tanpa
perasaan, kelihatannya, meski yang bakal jadi
korban untuk dipermalukan dan dihinakan itu
adalah dari kaum mereka juga.
Tetapi sebelum Tan Wan-wan muncul di
ruangan pesta itu, mendadak, seorang pengawal
wanita bergegas menghadap Lau Cong-bin dan
melaporkan sesuatu dengan lirih. Para tamu,
bahkan yang duduknya paling dekat dengan Lau
Cong-bin sekali pun, hanya bisa melihat
Kembang Jelita 2 / II 47 kemurkaan hebat kembali menyelimuti wajah
Jenderal Lau itu. Dan perubahan wajah Lau
Cong-bin juga secara otomatis menyapu
suasana "bebas dan gembira" pergi dari
ruangan itu. Terdengar lagi suara Lau Cong-bin
mengguntur, kali ini kepada perwira ta-ngankanannya yang duduk di sebelahnya, namanya
Deng Hu-koan, "Tumpas orang-orang itu,
termasuk keluarga Siangkoan yang dibawanya
lari!" "Baik!" Deng Hu-koan si perwira bertampang
pucat kelimis itu menjawab singkat dan
langsung beranjak keluar. Ia adalah "algojo" Lau
Cong-bin. Dan kepada tamu-tamunya, Lau Cong-bin
tertawa dipaksakan dan berkata, "Tidak ada
apa-apa, sobat-sobat. Teruskan saja kegembiraan kalian. Cuma ada beberapa maling
kecil yang coba-coba membongkar ruangan
tempat keluarga Siangkoan ditahan. Tetapi
Deng Hu-koan perwiraku tadi akan bisa
menyelesaikan dengan gampang."
Kembang Jelita 2 / II 48 Dan untuk membuktikan bahwa pesta benarbenar layak diteruskan dan tidak terpengaruh
oleh kejadian di tempat lain, serangkaian
pelayan berderet keluar menyangga nampannampan besar dengan masakan-masakan baru
yang baunya merangsang selera di atas
nampan-nampan itu. Ang Bik yang duduk di belakang atasannya,
Jenderal Gu Kim-sing, diam-diam merasa
gelisah. Biarpun dia hanya duduk di deretan
"kelas dua" namun tempatnya agak menyolok,
sebab di dekat Jenderal Gu yang termasuk
undangan kehormatan. Yang ia khawatirkan,
kalau nanti Tan Wan-wan keluar dan
melihatnya, dan akan lebih celaka lagi kalau Tan
Wan-wan sampai menyebut nama aslinya -Ting
Hoan-wi - yang bakal menimbulkan urusan.
Karena itu, ia ingin kalau Tan Wan-wan jadi
Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keluar nanti, ia sudah tidak berada di ruangan
itu. Dalam kegelisahannya, ia lalu mencari akal
agar bisa meninggalkan ruangan itu. la memutar
otak, dan akhirnya menemukan suatu jalan yang
Kembang Jelita 2 / II 49 akan dicobanya, entah berhasil entah tidak, la
lalu bergeser maju untuk membisiki Jenderal
Gu, dan atasannya itu mengangguk-angguk
setuju. Orang yang sangat malas berpikir itu
adalah seorang yang begitu gampang menerima
pendapat orang lain. Buat apa susah-susah
menggunakan otak sendiri, kalau ada otak
orang lain yang mau berpikir baginya?
Kemudian Gu Kim-sing pun meneruskan apa
yang dibisikkan Ang Bik ke kuping Lau Congbin, "Kakak Lau, aku mempercayai kemampuan
orang-orang Kakak menangani orang-orang
yapg mencoba membebaskan keluarga Siangkoan itu, tetapi aku sungguh ikut cemas
bahwa mereka berani menghina kita, pejuangpejuang yang sudah membebaskan rakyat,
karena itu, biarlah orang-orangku ikut bahumembahu dengan orang-orang Kakak meskipun
sekali lagi, tidak meremehkan kemampuan
orang-orang Kakak." Lau Cong-bin yang otaknya sejenis dengan
Gu Kim-sing juga tidak mau bersusah-payah
meneliti apa yang ada di balik kata-kata Gu KimKembang Jelita 2 / II
50 sing, maka langsung mengiakan saja dengan
anggukan. Lalu Gu Kim-sing meneruskan ijin itu kepada
Ang Bik dan orang-orangnya yang lain. Ang Bik
pun beranjak bersama belasan pengawal
Jenderal Gu, termasuk juga Ciong Ek-hi yang
sekarang adalah bawahan Ang Bik.
Mereka meninggalkan ruangan pesta menuju
ke tempat huru-hara di bagian belakang
kompleks kediaman Lau Cong-bin itu. Bangunan
yang didiami Lau Cong-bin luas sekali, sebab
itulah bekas istananya Pangeran Seng-ong, adik
dari Kaisar Cong-ceng, yang ditumpas habis
seisi-rumahnya karena memberontak kepada
Kaisar Cong-ceng dulu. Di langit malam yang
gelap, di kejauhan nampak nyala api yang
membubung ke langit di beberapa tempat.
Rupanya para pembobol sengaja menimbulkan
kekacauan di arah yang berbeda-beda untuk
memecah-mecah kekuatan pengawal-pengawal
Lau Cong-bin yang berjumlah banyak. Taktik
yang biasa dipergunakan oleh kelompok yang
lebih kecil kalau menghadapi kelompok yang
Kembang Jelita 2 / II 51 lebih besar. Di kejauhan juga terdengar sayupsayup suara senjata gemerincing beradu,
teriakan orang-orang berkelahi dan derap orang
berlari-lari ke sana kemari.
Ketika menuju ke tempat keributan, Ang Bik
dan orang-orangnya banyak berpapasan dengan
orang-orangnya Lau Cong-bin. Namun orangorangnya Lau Cong-bin tidak menghalangi
mereka, rupanya karena mereka pun mengenali
orang-orangnya Gu Kim-sing, biarpun berpakaian preman. Sementara berlari-lari kecil menuju tempat
keributan, Ang Bik berpikir-pikir, siapa
gerangan yang berani mati "menerobos
kandang macan" dengan mengambil tawanan
dari rumah Jenderal Lau Cong-bin yang begitu
berkuasa? Orang-orangnya Li Giam-kah? Atau
kelompok lain? Tiba-tiba Ang Bik teringat sesuatu dan
keringat dinginnya pun bercucuran. Ia ingat,
tawanan-tawanan itu adalah keluarga Siangkoan yang terdiri dari si ayah Siangkoan
Hi, si anak lelaki Siangkoan Heng, dan si anak
Kembang Jelita 2 / II 52 perempuan Siangkoan Yan yang sedang hamil,
isteri si panglima dinasti Beng yang belum
menyerah, Helian Kong. Orang-orang yang
malam ini mempertaruhkan nyawa menerjang
kediaman Lau Cong-bin demi menyelamatkan
keluarga Siangkoan itu, bisa jadi adalah orang
yang punya hubungan dekat dengan keluarga
itu. Dan Ang Bik jadi gentar kalau mengingat
kemungkinan bertemu dengan Helian Kong.
Kalau tadi ia berusaha meninggalkan ruang
pesta karena takut bertemu dengan Tan Wanwan, sekarang dia memutar otak mencari akal
agar tidak usah sampai ke tempat keributan
untuk bertemu dengan Helian Kong yang amat
ditakutinya. Tubuhnya tiba-tiba saja terhuyung sambil
memegangi kepalanya, seperti hendak roboh,
sehingga Ciong Ek-hi yang berjalan di
sampingnya cepat-cepat menangkap tubuh Ang
Bik agar tidak jatuh ke tanah. Sambil bertanya,
"Eh,, kenapa, Kakak Ang?"
Dulu Ang Bik yang memanggil Ciong Ek-hi
dengan sebutan "Kakak Ciong" karena kalah
Kembang Jelita 2 / II 53 senior, sekarang Ciong Ek-hilah yang
memanggil "Kakak" kepada Ang Bik karena
sudah "tukar tempat", meskipun usia Ciong Ekhi lebih tua.
Ang Bik tidak serta-merta menggunakan
akalnya. Ia pura-pura memaksakan diri untuk
berdiri tegak sambil memijit-mijit kepalanya
dan berkata, "Ah, tidak apa-apa, mungkin hanya
karena terlalu banyak minum arak dalam pesta
tadi....." Lalu ia kembali berjalan bersama pengiringpengiringnya ke arah keributan. Namun baru
beberapa langkah, ia kembali mengulangi
aksinya yang pura-pura terhuyung sambil
memegang kepala dan kemudian menjatuhan
diri sambil mengeluh. Ciong Ek-hi tertawa dingin dalam hatinya,
mata dan perasaannya yang tajam dapat
mengetahui bahwa Ang Bik cuma pura-pura.
Dan otaknya sebagai seorang perwira sandi
Manchu yang mahir menganalisa bermacammacam kejadian, bisa menebak apa yang
menyebabkan Ang Bik berlaku seperti itu.
Kembang Jelita 2 / II 54 Cepat Ciong Ek-hi berkata kepada pengiringpengiring lainnya, "Kalian jalan dulu, tempatkan
diri kalian di bawah perintah Perwira Deng Hukoan! Biar aku urus dulu Kakak Ang ini.."
Orang-orangnya pun melangkah pergi.
Setelah orang-orang itu pergi jauh, Ciong Ekhi tertawa, "Akhirilah sandiwaramu. Aku tahu
kau takut bertemu dengan Tan Wan-wan di
ruang pesta itu, dan takut kemungkinan
bertemu Helian Kong di tempat keributan itu.."
Jantung Ang Bik rasanya berhenti berdenyut
mendengar kata-kata itu. Selama ini ia tahunya
Ciong Ek-hi adalah Ciong Ek-hi, seorang perwira
tangan-kanan Gu Kim-sing yang banyak jasanya,
namun sudah dua harf ini kedudukannya
tergusur oleh Ang Bik dengan kelihaiannya
menjilat atasan dan menyikut sesama teman.
Kini Ciong Ek-hi mengeluarkan kata-kata
semacam itu, benar-benar mengejutkannya.
"Tidak... kenapa aku harus takut bertemu
dengan mereka?" tergagap-gagap Ang Bik
menjawab. Kembang Jelita 2 / II 55 Sambil tersenyum dingin, Ciong Ek-hi
menjawab, "Karena kau adalah Ting Hoan-wi,
saudara-sepupu Tan Wan-wan yang sudah
menghabiskan harta warisan ayah Tan Wanwan dan bahkan menjual Tan Wan-wan kepada
seorang pemuda kaya hidung belang sampai
Tan Wan-wan menjadi wanita penghibur di
Soh-ciu. Kau juga adalah saudara-seperguruan
Helian Kong yang pernah mengkhianatinya
dengan mencuri kitabnya, bukunya, bahkan
membocorkan rencana Helian Kong kepada Co
Hua-sun. Betul tidak?"
Jantung Ang Bik berdentang-dentang. Inilah
orang kedua setelah Go Liong di warung-bakmi
itu, yang mengetahui iddn-titas dan riwayat
lamanya. Ang Bik jadi was-was, jangan-jangan
Ciong Ek-hi akan menggunakan keterangan itu
untuk balik menggusur Ang Bik? Ang Bik diamdiam sudah meraba pisau belati yang
disembunyikan di dalam lengan bajunya yang
longgar, namun ragu-ragu untuk bertindak,
teringat pengalaman pahitnya dengan Go Liong
si tukang-bakmi. Kembang Jelita 2 / II 56 Tetapi Ciong Ek-hi menepuk pundaknya
dengan ramah, sambil berkata ramah, "Simpan
belatimu, Ting Hoan-wi. Selama kau masih
menuruti perintah kami seperti yang dikatakan
oleh kawanku di warung bakmi itu, kau aman.
Bahkan kelak kalau bangsa Manchu berhasil
menguasai Tiong-goan, jasamu akan diingat..."
Ang Bik menarik napas, tahu bahwa Ciong
Ek-hi sekomplotan dengan Go Liong, dan
mereka adalah mata-mata Manchu. Agaknya
Ciong Ek-hi lebih berani blak-blakan dengan
Ang Bik daripada Go Liong. Pantas Go Liong
pernah memperingatkan Ang Bik supaya tetap
patuh menjalankan apa yang sudah ditetapkan
komplotan mata-mata Manchu itu karena "di
mana-mana ada telinga dan mata kami", dan
agaknya Ciong Ek-hi adalah salah satu di
antaranya, entah masih ada siapa lagi yang
belum diketahui Ang Bik. Namun orang
berwatak seperti Ang Bik takkan mempertaruhkan nyawa untuk menyelidiki
komplotan yang berbahaya itu, apalagi setelah
mendapat janji kelak kalau orang Manchu
Kembang Jelita 2 / II 57 menang Ang Bik juga akan memperoleh
kedudukan sebagai balas-jasa. Kedudukan dan
hidup enak, itu yang penting, tidak peduli
bendera warna apa pun yang berkibar di atas
kepalanya. Tapi Ang Bik agak heran juga
menemui kenyataan bahwa Ciong Ek-hi adalah
mata-mata Manchu. Padahal bukanlah Ciong Ekhi ini perwira pengikut Lau Cong-bin yang
sudah bertahun-tahun? bahkan sebelum dinasti
Beng jatuh? Apakah Ciong Ek-hi ini mata-mata Manchu
yang diselundupkan jauh sebelum dinasti Beng
jatuh, atau sekedar perwira Lau Cong-bin yang
"lemah iman" dan mudah tergoda menjadi
mata-mata Manchu setelah diancam dan
dibujuk?" Seolah dapat membaca pikiran Ang . Bik,
Ciong Ek-hi berkata, "Asal kau menjalankan
semua pesan kami dengan baik, tidak ada alasan
untuk takut kepada kami. Kami punya garis
tegas untuk memisahkan siapa yang berjasa dan
siapa yang bersalah, bukan seperti Lau Cong-bin
dan atasanmu si Gu Kim-sing, yang memberi
Kembang Jelita 2 / II 58 hadiah dan menjatuhkan orang seenaknya saja
menurut selera. Aku juga tidak ngiler merebut
kembali kedudukanku di samping Gu Kim-sing
yang sekarang kau tempati, sebab dalam
angkatan perang negeriku, aku punya pangkat
yang lebih berkuasa dari setiap begundal Gu
Kim-sing yang mana saja."
Ang Bik agak tersinggung, namun sadar akan
kedudukannya yang di bawah tekanan, ia pun
bertanya, "Sekarang apa yang harus kulakukan?
Aku akan menurut." "Kalau kau takut ketemu Helian Kong, kau
boleh bersembunyi saja dan tidak usah ikut ke
tempat keributan. Biar aku, tetapi di hadapan
Gu Kim-sing semua bintang jasa boleh kau
tumpuk di pundakmu sendiri dan aku akan
membantumu dengan kata-kata. Tetapi ingat
satu hal, bantu aku mengadu-domba terus
antara Lau Cong-bin dan Gu Kim-sing di satu
pihak, dengan Li Giam di lain pihak, sampai Li
Giam tersingkir. Mengerti?"
Ang Bik mengangguk-angguk patuh.
Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kembang Jelita 2 / II 59 Kemudian Ciong Ek-hi menuju ke tempat
keributan. Di bagian belakang istana kediaman Lau
Cong-bin terdiri dari rumah-rumah untuk
pengawal-pengawal pribadinya, gudang-gudang
dan deretan "penjara pribadi" yang senantiasa
dijaga ketat. Di tempat itulah terjadi keributan, di bawah
terang-benderangnya cahaya gudang-gudang
yang terbakar. Sekelompok pengawal Lau Congbin, lelaki atau perempuan, nampak sedang
mengerubuti lima orang yang bersikap
membelakangi dan melindungi seorang tua dan
seorang perempuan muda yang perutnya agak
besar sebab sedang hamil muda. Tetapi
perempuan hamil muda itu pun memegangi
pedang, kelihatannya siap menghadapi siapa
saja yang lolos dari kelima orang yang
memagarinya. Lima orang yang memagari orang tua dan
perempuan hamil itu, empat di antaranya
memakai kedok, yang tidak hanyalah Siangkoan
Heng yang bekas tawanan dan kini ikut
Kembang Jelita 2 / II 60 bertempur untuk melarikan diri. Dari empat
orang yang berkedok itu, ada seorang yang
sangat menonjol ketangkasan dan keperkasaannya. Dengan sebatang pedang yang
gerakannya sulit diikuti mata, ia berkelahi
dengan hebat, dan bukti dari keperkasaannya
adalah tubuh-tubuh pengawai-pengawal Lau
Cong-bin yang banyak bergelimpangan di
sekitarnya. Namun tiga orang berkedok lainnya
pun nampak tangguh, bahkan salah seorang
dari mereka cuma bersenjata toya rotan
berpilin yang begitu ringan, cocoknya untuk
menyabet pantat anak-anak nakal oleh ibunya,
bukan untuk pertempuran seganas itu, di mana
toya rotan berpilinnya harus sering berbenturan dengan senjata-senjata logam.
Tetapi orang itu memainkan toyanya dengan
mahir, senjatanya sering berhasil memelintir
senjata-senjata musuh sehingga lepas dari
tangannya, sesudah itu tinggal menggebuknya
atau menyerampangnya. Demikianlah, lima orang itu sanggup
membendung pengawal-pengawal Lau Cong-bin
Kembang Jelita 2 / II 61 yang lebih banyak, tetapi untuk bisa lolos dari
situ agaknya masih tanda tanya besar. Selain
harus membawa seorang tua seperti Siangkoan
Hi dan seorang perempuan hamil seperti
Siangkoan Yan melewati tembok yang cukup
tinggi, juga pengawal-pengawal Lau Cong-bin
terus membanjiri tempat itu tak habis-habisnya.
Dengan demikian, meski kelima orang itu selalu
dapat merobohkan lawan-lawan mereka,
namun lawannya tidak semakin habis malahan
makin banyak. Kelima orang itu nampaknya kewalahan juga.
Tiba-tiba terdengar orang berkedok yang
berpedang dan paling lihai itu, mengucapkan
semacam kata-kata isyarat. Teman-temannya
memahami, lalu sambil bertempur mereka
bergeser ke suatu arah. Siangkoan Hi dan
Siangkoan Yan yang di tengah-tengah lingkaran
pun mau tidak mau harus ikut bergeser.
Pimpinan pengawal-pengawal Lau Cong-bin
agaknya menebak niat mereka, lalu memperingatkan teman-temannya, "Bangsatbangsat ini mencoba kabur, jangan beri
Kembang Jelita 2 / II 62 kesempatan, atau kepala kita akan dicopot oleh
Jenderal Lau...." Ketakutan akan hukuman, orang-orangnya
Jenderal Lau itu pun semakin gigih dalam
usahanya membendung pelarian orang-orang
itu. Senjata-senjata jarak jauh seperti panah dan
lembing mulai dilontarkan, dan bukan
diarahkan hanya kepada lima orang yang
berjuang itu, melainkan juga kepada Siangkoan
Hi dan Siangkoan Yan yang di tengah-tengah
lingkaran. Siangkoan Yan terpaksa harus
mengaktifkan pedangnya untuk menangkis
setiap panah atau lembing yang tertuju
kepadanya dan kepada ayahnya.
Ciong Ek-hi melihat semua yang terjadi itu
dari sebuah sudut gelap yang tidak terkena
cahaya api. Berbeda dengan yang dikatakannya
di depan Gu Kim-sing dan Lau Cong-bin di ruang
pesta tadi, ia bukannya ikut membantu
pengawal-pengawalnya Lau Cong-bin, malahan
berdiri menonton sambil memutar otak,
mencari akal bagaimana memanfaatkan
peristiwa itu untuk memperparah hubungan
Kembang Jelita 2 / II 63 antara Li Giam dengan Lau Cong-bin atau Gu
Kim-sirig. Ciong Ek-hi memperhitungkan, orang-orang
berkedok itu agaknya adalah He-lian Kong dan
kawan-kawannya. Kalau mereka sampai
tertangkap dan terlucuti kedoknya, tentunya
agak susah untuk menuduh Li Giam. Maka
menurut perhitungan Ciong Ek-hi, akan lebih
menguntungkan rencana kelompoknya kalau
orang-orang berkedok itu bisa lolos. Tetapi
bagaimana membantu mereka Jolos dari
kepungan orang-orang Lau Cong-bin yang
begitu banyak? Bersambung jilid V Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 12/07/2018 21 : 40 PM
Kembang Jelita 2 / II 64 Kembang Jelita 2 / IV 1 (Bagian II) JILID IV Karya : STEVANUS S.P. pelukis : WIDODO Percetakan & Penerbit
CV "G E M A" Mertokusuman 761 RT 02 RW VII
Tilpun 35801 - SOLO 57122
Kembang Jelita 2 / IV 2 Kembang Jelita 2 / IV 1 KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA Karya : STEFANUS S.P. Jilid IV S elagi ia berpikir-pikir, tiba-tiba beberapa
sosok bayangan berkedok melompati
tembok halaman, dan langsung menerjang
orang-orangnya Lau Cong-bin.
Orang-orangnya Lau Cong-bin pun terkejut
karena ketambahan lawan-lawan tangguh.
Mereka berteriak-teriak ribut.
"Awas, musuh kedatangan bala bantuan!"
"Awasi tempat-tempat lain, jangan-jangan
mereka menerobos juga dari tempat-tempat
lain. Lindungi ruangan tempat Jenderal Lau dan
tamu-tamunya!" "Jangan gentar! Panggil bala bantuan lebih
banyak dari tangsi!"
Kembang Jelita 2 / IV 2 Begitulah, kemunculan orang-orang baru
yang tangkas-tangkas itu mengacaukan orangorangnya Gu Kim-sing. Bahkan menimbulkan
kesan seolah-olah gedung kediaman Lau Congbin itu sedang mendapat serangan besarbesaran, biarpun yang sebenarnya belum tentu
begitu. Dua dari penyerbu-penyerbu berkedok yang
baru datang itu, menunjukkan ketangkasan
yang melebihi lain-lainnya. Yang seorang
bertubuh pendek dan kurus, memegang cambuk
sepanjang hampir tiga meter. Orang bersenjata
cambuk, biasanya cukup satu saja, kalau lebih
dari satu akan saling membelit dan merepotkan
diri sendiri, namun orang pendek kecil itu
memegang sepasang cambuk panjang yang
dimainkan dengan tangkas seperti sepasang
ular yang menggeliat-geliat dan menyambarnyambar di udara.
Seorang lagi bertubuh tegap, memegang
sepasang pedang tebal. Langkahnya bagaikan
gajah mengamuk, dengan sepasang pedang itu
sebagai gading-gadingnya.
Kembang Jelita 2 / IV 3 Seorang lagi bertubuh tegap, memegang
sepasang pedang tebal. Langkahnya bagaikan gajah
mengamuk, dengan sepasang pedang itu sebagai
gading-gadingnya. Kembang Jelita 2 / IV 4 Ciong Ek-hi yang memperhatikan dari
tempat tersembunyi, hampir-hampir menyangka bahwa kedua orang yang tangkas
itu adalah dua jago bawahannya Jenderal Li
Giam, kakak beradik seperguruan yang terkenal.
Yang bersenjata cambuk adalah Thai-lik Ku-hou
(Macan Kurus Bertenaga Raksasa) Oh Kui-hou,
yang bersenjata sepasang pedang adalah Yo
Kian-hi, si adik seperguruan.
Mula-mula Ciong Ek-hi menyangka mereka
berdua adalah Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi.
Tetapi setelah diperhatikan baik-baik dengan
matanya yang tajam, Ciong Ek-hi tiba-tiba tahu
kalau kedua orang itu sama sekali bukan Oh
Kui-hou dan Yo Kian-hi, melainkan orang-orang
lain yang rupanya sengaja tampil seperti kedua
kakak-beradik seperguruan itu, dan mungkin
juga supaya disangka sebagai Oh Kui-hou dan
Yo Kian-hi. Dari sini saja sudah bisa
disimpulkan kalau mereka bukan orangorangnya Li Giam, melainkan orang-orang dari
pihak lain yang sengaja tampil dengan
Kembang Jelita 2 / IV 5 menimbulkan kesan sebagai orang-orangnya Li
Giam. Karena ingin tahu, Ciong Ek-hi mendekati
gelanggang pertempuran. Orang-orangnya Lau
Cong-bin minggir ketika melihat Ciong Ek-hi
yang mereka kenali sebagai perwiraandalannya Gu Kim-sing. Kali ini Ciong Ek-hi
sedang tidak membawa golok Koan-to (golok
bertangkai panjang-nya), maka ia hanya
mengandalkan pedangnya untuk memasuki
pertempuran. Sementara itu, salah seorang berkedok yang
datang dalam kelompok yang belakangan,
mendekati Helian Kong, yaitu orang berkedok
yang paling lihai dar kelompok pertama, dan
membisiki Helian Kong, "Jenderal Helian, ajak
rombongan-mu ke pintu sebelah barat, di sana
sudah dikuasai teman-temanku.."
"Kalian dari kelompok yang mana?" tanya
Helian Kong, sebab ia mendengar kalau di Pakkhia ada beberapa kelompok bawah-tanah yang
memperjuangkan kembalinya dinasti Beng,
semuanya sudah dikenal oleh Helian Kong
Kembang Jelita 2 / IV 6 namun kelompok yang kini belum dikenalnya
sama sekali. Bahkan orang-orang yang
bersenjata sepasang cambuk dan sepasang
pedang itu mengingatkan Helian Kong akan
musuh-musuh lamanya dari golongan Pelangi
Kuning dulu. Orang itu menjawab, "Tidak perlu Jenderal
ketahui sekarang. Tidak, ada waktu untuk
menjelaskan sekarang, sebab si Lau Cong-bin
pasti sedang mendatangkan bala bantuan lebih
Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
banyak. Lebih baik kabur dulu, ingat
keselamatan isteri Jenderal dan anak dalam
kandungan.." Kalau sudah diingatkan keselamatan
isterinya dan anak dalam kandungannya, Helian
Kong tidak mau tawar-menawar lagi. Biarpun
kelompok yang menolongnya ini asing, yang
penting keluar dulu dari tempat itu dengan
selamat. Sementara itu, Ciong Ek-hi sudah bergabung
dengan orang-orangnya Ciong Ek-hi untuk
coba-coba menempur orang-orang berkedok
itu. Ciong Ek-hi langsung memilih lawan.
Kembang Jelita 2 / IV 7 Pedangnya bergerak ke arah seorang berkedok
yang bersenjata sepasang tameng Gun-goan-pai
(tameng berpinggir tajam).
Orang bersenjata sepasang Gun-goan-pai itu
memutar tubuh. Agak terkejut ketika melihat
Ciong Ek-hi, dan ternyata Ciong Ek-hi juga
terkejut melihat orang ini. Biar wajahnya
berkedok tetapi tetap kelihatan sebuah tahi
lalat besar di antara kedua matanya.
Maka tahulah Ciong Ek-hi yang bernama asli
Ha Cao ini, bahwa rombongan orang berkedok
yang muncul belakangan ini adalah kawankawannya,
sesama mata-mata Manchu, termasuk Oh Kui-hou gadungan dan Yo Kian-hi
yang juga gadungan itu. Sudah tentu Ciong Ek-hi dan orang
bersenjata sepasang Gun-goan-pai itu tidak bisa
langsung saling menyapa sebagai teman.
Mereka pura-pura bertempur, namun sambil
tukar-menukar isyarat rahasia, sehingga Ciong
Ek-hi tahu kalau rombongan orang-orang
berkedok yang kedua itu adalah temantemannya semua, dan tujuannya datang ke
Kembang Jelita 2 / IV 8 tempat itu adalah untuk merusak hubungan Li
Giam dengan jenderal-jenderal Pelangi Kuning
lainnya, itulah sebabnya mereka menampilkan
Oh Kui-hou gadungan dan Yo Kian-hi gadungan,
supaya pihak Lau Cong-bin menyangka
penyerbuan itu benar-benar oleh orangorangnya Li Giam.
Sekarang Ciong Ek-hi harus menyesuaikan
diri dengan taktik kawan-kawannya itu. Maka
sambil bertempur, ia pura-pura membentak
"lawan"nya dengan keras, sengaja diperdengarkan untuk orang-orangnya Lau
Cong-bin, "Bangsat, biarpun kau berkedok, aku
tetap mengenalimu sebagai gerombolannya Li
Giam! Jangan ingkar!"
"Lawan"nya juga pura-pura membantah,
tetapi sengaja dengan bantahan yang
mengambang dan tidak meyakinkan, "Ngawur
saja! Kami sama sekali tidak ada hubungan
dengan Jenderal Li! Jenderal Li tidak saling
mengenal dengan kami!"
Kembang Jelita 2 / IV 9 Bantahan yang setengah-setengah itu
memang malahan mengorbankan kecurigaan
orang-orangnya Lau Cong-bin.
Kecuali itu, Ciong Ek-hi juga harus
membantu tetapi tidak kentara agar semua
orang berkedok itu bisa lolos. Ini penting untuk
membuat murka Lau Cong-bin.
Maka biarpun Ciong Ek-hi kelihatannya
bekerja-sama dengan Deng Hu-koan, perwira
andalannya Lau Cong-bin, sebenarnya Ciong Ekhi mengacaukan perintah-perintah Deng Hukoan.
Kalau Deng Hu-koan memerintahkan, "Cegat
di sebelah barat!" maka Ciong Ek-hi akan
berteriak hampir bersamaan, "Lebih baik
diperkuat di sebelah selatan saja!"
Dan macam-macam lagi, sehingga akhirnya
orang-orang berkedok itu akhirnya berhasil
membawa orang-orang keluarga Siangkoan.
Ciong Ek-hi pura-pura penasaran dan mengejar,
membawa belasan orang pengawal Lau Congbin, ke lorong-lorong gelap di sekitar kediaman
Lau Cong-bin. Sudah tentu Ciong Ek-hi
Kembang Jelita 2 / IV 10 membawa mereka ke arah yang salah. Di suatu
tempat, diam-diam Ciong Ek-hi sengaja
menjatuhkan suatu benda, yang dia harapkan
akan diketemukan oleh orang-orangnya Lau
Cong-bin. Karena kota Pak-khia terdiri dari ribuan
lorong jalan yang bercabang-cabang di antara
rumah-rumah penduduk, apalagi di malam
gelap, maka orang-orang berkedok itu tak
terkejar. Den Hu-koan dan orang-orangnya Lau Congbin yang lainnya pun menjadi ketakutan sendiri,
membayangkan kemarahan atasan mereka atas
kegagalan mereka. Deng Hu-koan memerintahkan orangorangnya memeriksa tempat di sekitar itu, atas
usul Ciong Ek-hi, dengan alasan kalau-kalau
menemukan suatu jejak atau tanda atau apa
saja yang bisa untuk mengalisa siapa orangorang berkedok itu. Ciong Ek-hi juga ikut
"membantu". Kembang Jelita 2 / IV 11 Dan bukan suatu kebetulan kalau Ciong Ek-hi
pulalah yang "pertama kali menemukan" benda
yang tadi dijatuhkannya secara diam-diam itu.
Begitu "menemukan", Ciong Ek-hi terus
berteriak kepada Deng Hu-koan, "Kakak Deng,
kemari! Aku menemukan sesuatu!"
Deng Hu-koan mendekat, di bawah cahaya
obor yang dibawa seorang pengawal, ia meJihat
di tangan Ciong Ek-hi ada sebuah lencana
logam. Melihat lambang dan tulisan di lencana
itu, jelas kalau lencana itu milik perwiraperwira bawahannya Jenderal Li Giam.
Ciong Ekhi pura-pura masih belum mau
percaya, "Sulit dipercaya. Mungkinkah orangorang berkedok tadi adalah perwira-perwira
Jenderal Li yang diperintah untuk merebut
kembali tawanan-tawanan itu? Ah, sulit
dipercaya..." Ciong Ek-hi pakai geleng-geleng kepala dan
menarik napas segala. Sedangkan buat Deng Hu-koan yang hatinya
sedang panas bercampur takut, panas kepada
orang-orang berkedok yang berhasil kabur di
Kembang Jelita 2 / IV 12 depan hidungnya dan takut akan hukuman
Jenderal Lau, bukti dan dugaan Ciong Ek-hi itu
bisa sedikit meringankan kesalahan di hadapan
atasannya nanti. Maka ia mengambil lencana itu
dari telapak tangan Ciong Ek-hi, sambil berkata
dengan geram, "Buat manusia yang hatinya
sebusuk Li Giam, apa pun bisa dilakukannya
demi mendongkel kedudukan Jenderal Lau.
Sampai saat ini Li Giam masih penasaran,
kenapa yang menjadi Panglima Tertinggi adalah
Jenderal Lau dan bukan dirinya."
Seorang perwira bawahan Lau Cong-bin yang
lainnya ikut menimbrung bicara, "Benar. Orang
pendek kecil yang bersenjata sepasang cambuk
tadi pastilah Oh Kui-hou, dan yang bersenjata
sepasang pedang tadi pastilah Yo Kian-hi.
Mereka jago-jago andalannya Li Giam."
Karena dalih itu dianggap bisa meringankan
kesalahan, maka semua orang-orangnya Lau
Cong-bin seolah-olah bersepakat untuk menggunakan dalih itu demi keringanan
hukuman mereka. Kembang Jelita 2 / IV 13 Sementara itu, kelompok Helian Kong yang
menyelamatkan keluarga Siangkoan serta
kelompok yang satunya, setelah berlari-lari
sekian lama, lalu berhenti dekat sebuah
kuburan yang gelap dan merasa aman dari
kejaran orang-orang-nya Lau Cong-bin. Helian
Kong menurunkan Siangkoan Yan, isterinya,
yang tadi digendong di punggungnya,
sedangkan Siangkoan Heng menurunkan
ayahnya, Siangkoan Hi, yang tentu tidak
sanggup kalau diajak berlari-lari cepat seperti
tadi. Helian Kong lalu mendekati lima orang
berkedok dari kelompok yang datang
belakangan tadi. Lebih dulu Helian Kong
menarik turun kedok di wajahnya, begitu juga
tiga orang teman Helian Kong, sebagai isyarat
bahwa mereka bersedia menganggap orangorang berkedok kelompok lain itu sebagai
teman sehingga kedok-kedok tidak diperlukan
lagi. Namun ternyata kelima orang berkedok
yang muncul belakangan tadi tidak membuka
kedok mereka, meskipun sikap mereka juga
Kembang Jelita 2 / IV 14 tidak bermusuhan. Itu artinya mereka tidak
mau membuka diri tentang siapa diri mereka
sebenarnya. Helian Kong memberi hormat dan berkata,
"Aku mengucapkan terima kasih atas
kedatangan sobat-sobat, sehingga aku, keluargaku dan kawan-kawanku terselamatkan
dari kematian. Seandainya sobat-sobat tidak
datang, mungkin kami bertujuh sudah dicincang
habis oleh orang-orangnya Lau Cong-bin....."
Seorang dari orang-orang berkedok itu
membalas hormat dan berkata mewakili temantemannya, "Tidak jadi soal, Jenderal Helian. Kita
kan sesama pejuang...?"
Panggilan "jenderal" itu agak mencurigakan
Helian Kong. Meskipun Helian Kong sudah
mencapai pangkat yang tinggi di jaman dinasti
Beng, tetapi belum sampai berpangkat
"jenderal". Orang-orang pergerakan bawah
tanah yang memperjuangkan bangunnya
kembali dinasti Beng di Pak-khia tahu semua
itu, dan tidak ada yang memanggil Helian Kong
dengan "jenderal". Tetapi orang itu tadi sudah
Kembang Jelita 2 / IV 15 mengatakan "kita kan sesama pejuang"
sehingga Helian Kong jadi ingin tahu mereka
pejuang dari kelompok yang mana, sebab di
Pak-khia ada beberapa kelompok yang
semuanya dikenal oleh Helian Kong.
Tanya Helian Kong kemudian, "Aku sangat
bergembira bisa bertemu dengan sesama
kawan seperjuangan. Kalau aku boleh tahu
nama kalian, sobat-sobat, dan kelompok kalian?
Supaya lain kali kita bisa berhubungan dan
bekerja sama....." Pimpinan orang berkedok itu geragapan,
tidak menyangka kalau kata-katanya tentang
"sesama pejuang" itu bisa menyudutkannya.
Tentu saja tidak mungkin mengaku terus terang
kalau mereka adalah kelompok mata-mata
Manchu, sebuah negeri asing. Akhirnya orang
itu cuma menjawab, "Kami tidak membentuk
kelompok, Jenderal Helian. Kami cuma orangorang biasa, bukan bekas prajurit-prajurit
dinasti Beng, cuma kebetulan orang-orang yang
punya sedikit kelebihan dan sedikit nyali, dan
kebetulan pula sudah muak melihat tingkah
Kembang Jelita 2 / IV 16 laku orang-orang semacam Lau Cong-bin atau
Gu Kim-sing yang menepuk dada sebagai
pembela-pembela rakyat kecil, tetapi kelakuannya seperti rampok. Sudah, cuma itu.
Kami tidak berkelompok."
Jawaban itu sulit dipercaya oleh Helian Kong,
maka sebagai basa-basi saja Helian Kong
berkata, "Aku hanya menganjurkan kepada
sobat-sobat, agar perjuangan kalian lebih
terarah, ada baiknya kalian bergabung dengan
kelompok-kelompok yang sudah ada."
Helian Kong memang sekedar basa-basi. Ia
menganjurkan agar
Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergabung dengan kelompok-kelompok bawah tanah yang sudah
pasti punya kode-kode rahasia untuk berbagai
keperluan, namun tidak memberitahukan kodekode rahasia itu kepada orang-orang berkedok
itu, sebab Helian Kong sendiri belum yakin
siapa mereka. Dan orang itu pun menjawab secara basabasi juga, "Saran Jenderal Helian akan kami
pertimbangkan sungguh-sungguh. Sekarang
Kembang Jelita 2 / IV 17 karena malam sudah larut, perkenankanlah
kami mohon diri." Orang-orang itu bukan hanya memberi
hormat dengan santun kepada Helian Kong,
tetapi juga kepada Siangkoan Yan dan lainlainnya, setelah itu barulah berlari-lari kecil
menghilang ke dalam kegelapan. Sebegitu jauh,
mereka tetap tidak membuka kedok mereka.
Setelah mereka menghilang, Siangkoan Heng
bertanya kepada Helian Kong, "Percayakah kau
kata-kata mereka?" Helian Kong cuma tersenyum masam.
Sementara salah seorang teman Helian Kong
berkomentar, "Pengakuan mereka hanya
sebagai orang-orang yang muak akan
kediktatoran Lau Cong-bin, adalah pengakuan
bohong. Tindakan mereka malam ini bermuatan
maksud politis. Lihat saja, dua dari antara
mereka disuruh memerankan sebagai Oh Kuihou dan Yo Kian-hi...."
"Mereka mungkin bermaksud mengadudomba antara Lau Cong-bin dan Li Giam.
Mereka seolah-olah menolong kita, padahal
Kembang Jelita 2 / IV 18 sekedar membonceng tindakan kita namun
dengan maksud tersendiri."
"Kalau mereka hendak mengadu-domba
tokoh-tokoh Pelangi Kuning itu, barangkali
mereka memang pejuang-pejuang yang sehaluan dengan kita. Hanya saja barangkali
belum mempercayai kita......"
Tetapi Helian Kong menggeleng dan berkata,
"Bukan cuma kita yang menghendaki lemahnya
dan runtuhnya pemerintahan Li Cu-seng. Ada
pihak lain...." "Siapa?" "Pemerintahan Manchu. Bedanya, kalau kita
menghendaki keruntuhan Li Cu-seng untuk
digantikan kembali oleh dinasti Beng, orang
Manchu tentunya menginginkan berkuasa
setelah runtuhnya L i Cu-seng. Mereka adalah
pihak yang perlu diwaspadai. Ambisi mereka
tidak pernah padam, untuk meluaskan wilayah
ke selatan..." Orang-orang itu menjadi tegang, dan
bertukar pandangan satu sama lain.
Kembang Jelita 2 / IV 19 Helian Kong memecahkan ketegangan itu
dengan tawanya yang lunak, katanya sambil
menepuk salah seorang temannya yang
berewokan dan gemuk, "Tidak perlu gentar.
Kancah yang kita masuki ini memang kancah
permusuhan segi-tiga yang sejak dulu sudah
kita sadari. Yang penting kita harus lebih
berhati-hati. Selidiki kelompok itu."
"Baik, Cong-peng."
Orang itu ditugasi demikian, karena dia
adalah anggota kelompok bawah tanah yang
beroperasi di dalam kota Pak-khia.
Kemudian mereka bubar. Helian Kong
bersama isterinya, mertuanya dan saudara
iparnya mengambil suatu arah tersendiri.
Dalam pada itu, orang-orangnya Lau Congbin dan orang-orangnya Gu Kim-sing yang
membantunya telah melaporkan kepada Lau
Cong-bin tentang apa yang terjadi. Laporan
tidak diberikan di ruangan pesta, melainkan di
sebuah ruangan lain. Keruan Lau Cong-bin mencak-mencak saking
gusarnya mendengar laporan itu, apalagi ketika
Kembang Jelita 2 / IV 20 ia ditunjuki lencana perwira bawahan Li Giam
sebagai "bukti" bahwa Li Giamlah yang berada
di belakang layar dalam soal pembongkaran
penjara itu. Karena para bawahannya berhasil mengalihkan seluruh kesalahan ke pundak Li
Giam, maka para bawahan itu selamat.
Sebaliknya Li Giamlah yang ditumpahi
kegeraman tiada taranya, meskipun orangnya
sendiri tidak hadir di situ.
"Li Giam, hatimu yang busuk itu memang
sudah aku ketahui sejak lama! Kau iri kepadaku
karena menganggap bahwa kedudukanku yang
sekarang ini adalah kedudukanmu. Hem, kau
boleh saja menjadi kesayangan Sri Baginda,
tetapi kalau sampai aku tidak bisa
menyingkirkanmu, percuma aku bernama Lau
Cong-bin!" Bawahan-bawahannya merasa lega. Duga
Ciong Ek-hi yang bukan bawahan langsung pun
ikut lega. Ang Bik juga ikut lega.
Kemudian, dalam kegusarannya kepada Li
Giam, Jenderal Lau memerintahkan agar Tan
Kembang Jelita 2 / IV 21 Wan-wan dibawa keluar untuk diserahkan
kepada para tamu untuk diperlakukan semaumaunya.
"Tan Wan-wan itu bekas selir Kaisar Congceng dan calon isteri Bu Sam-kui, tetapi Li Giam
menyimpannya, melindunginya dan tidak
menghukumnya. Pasti Li Giam telah tergila-gila
kepada kecantikan Tan Wan-wan dan
dijadikannya Tan Wan-wan simpanannya. Hem,
orang she Li itu kelihatannya saja alim, tetapi
munafik. Sekarang akan aku permalukan; si
cantik kesayangannya itu di depan banyak
orang. Seret keluar Tan Wan-wan dan dilucuti
seluruh pakaiannya!"
Tetapi sebelum perintah itu dijalankan,
seorang pengawal pribadi masuk ke ruangan itu
dan melapor, "Jenderal, Jenderal Li Giam datang
berkunjung!" Waktu itu sudah larut malam, maka Lau
Cong-bin keheranan bahwa Li Giam tiba-tiba
saja datang ke pestanya. Namun kemudian
kemarahannyalah yang berbicara, "Bagus!
Orang she Li itu seperti ular mencari gebuk.
Kembang Jelita 2 / IV 22 Tidak peduli dia orang kesayangan Sri Baginda,
jangan harap bisa keluar dari rumah ini dengan
selamat. Di mana dia sekarang?"
"Di ruang pesta."
Dengan hati yang panas, Lau Cong-bin
melangkah kembali ke ruang pesta. Sudah
disiapkannya kata-kata yang pedas Untuk
menghukum Li Giam sambil menunjukkan
bahwa dialah yang paling berkuasa di bawah
Kaisar Tiong-ong sendiri. Tidak peduli bakal
berhadapan dengan orang kesayangan kaisar
yang menjadi duri dalam dagingnya, la bahkan
tidak memikirkan resiko kena marah kaisar.
Begitu ia melangkah masuk ke ruangan
pesta, hatinya semakin panas melihat Li Giam
tidak memakai pakaian pesta, melainkan pakai
jubah sehari-harinya yang amat sederhana. Li
Giam tidak duduk, melainkan berjalan hilirmudik dengan tenang di ruangan pesta, ditatap
oleh puluhan pasang mata orang-orang yang
hadir di pesta dengan kebingungan campur
tegang. Kembang Jelita 2 / IV 23 Lau Cong-bin langsung meledak, "Bagus
sekali perbuatanmu, Li Giam! Kau tidak
menganggapku sebagai Panglima Tertinggimu,
padahal kedudukan itu diberikan sendiri oleh
kaisar. Kau sama saja dengan menghina kaisar,
dan sekarang kau tidak berlutut kepadaku?"
Dengan sikap tenang, Li Giam mengangkat
gulungan sutera kuning, sambil berkata penuh
wibawa, "Perintah Kaisar!"
Mulut Lau Cong-bin bagaikan dijahit
mendadak, Gu Kim-sing yang selama ini ikut
mengusik-usik Li Giam juga ikut deg-degan,
jangan-jangan Perintah Kaisar itu berisi sesuatu
yang tidak menguntungkan dirinya?
Ada peraturan, berhadapan dengan pembawa Perintah Kaisar sama saja berhadapan dengan kaisar secara pribadi.
Karena itulah biarpun dengan terpaksa, Lau
Cong-bin berlutut di hadapan Li Giam. Semua
orang yang hadir di ruangan itu juga ikut
berlutut. Suasana ruangan jadi sunyi
mencengkam, rasanya terdengar jelas suara
gemerisik lembut ketika Li Giam membeberkan
Kembang Jelita 2 / IV 24 Lau Cong-bin langsung meledak, "Bagus sekali
perbuatanmu, Li Giam! Kau tidak menganggapku
sebagai Panglima Tertinggi.
Kembang Jelita 2 / IV 25 surat Perintah Kaisar yang terbuat dari sutera
kuning bersulam itu. Lalu sepatah kata demi sepatah kati Li Giam
membacakan surat Perintah Kaisar itu, yang
secara singkat isinya memerintahkan agar Lau
Cong-bin menyerahkan Tan Wan-wan dan
keluarga Siangkoan dalam keadaan hidup dan
secara baik-baik kepada Li Giam, untuk segera
dibawa ke istana kaisar sendiri untuk dilindungi
di sana. Lau Cong-bin mengertak gigi dengan geram,
namun tidak bisa tidak ia hanya menyambut
perintah itu dengan seruan "Ban-swe" yang
artinya adalah "selaksa tahun" yang bermakna
memujikan kelestarian pemerintahan kaisar.
Namun dalam hatinya Lau Cong-bin
mengutuk Li Giahn dan juga mengutuk Kaisar
Tiong-ong, "Mulut busuk Li Giam kali ini telah
berhasil membujuk si raja goblok untuk
mempermalukan aku di depan umum. Tetapi
tunggulah, ada saatnya Li Giam akan tersingkir
dan si kaisar goblok terjungkir dari
Kembang Jelita 2 / IV 26 singgasananya, dan akulah yang pantas untuk
menjadi Kaisar... hem."
Tetapi Lau Cong-bin lega juga, bahwa dalam
Perintah Kaisar itu kedudukannya sebagai
Panglima Tertinggi tidak diutik-utik. Ia cuma
harus menyerahkan Tan Wan-wan dan keluarga
Siangkoan ke istana kaisar.
Sementara Li Giam telah menggulung
kembali Perintah Kaisar itu, lalu menyerahkannya kepada Lau Cong-bin dengan
kedua tangannya dalam sikap hormat. Orangorang pun sudah bangkit dari berlututnya,
karena Perintah Kaisar sudah selesai dibacakan.
Lau Cong-bin menerimanya dengan wajah
masam, sambil menyindir, "Jenderal Li, bagus
sekali perbuatanmu kali ini."
Li Giam heran, "Maksud Kakak Lau?"
"Jangan pura-pura tidak tahu. Pertama, kau
pasti sudah mengadukan aku ke hadapan Sri
Baginda hanya untuk membela Tan Wan-wan
keluarga Siang-koan, padahal mereka hanyalah
begundal-begundal dinasti Beng yang patutnya
dihukum mati, Kedua, kau sudah menyuruh
Kembang Jelita 2 / IV 27 orang-orangmu untuk mengambil keluarga
Siangkoan dengan cara yang sangat kurang ajar,
sekarang kau berpura-pura sopan akan
mengambil keluarga Siangkoan yang sudah
Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak ada di rumahku?"
Li Giam terkejut, "Apa iya?"
Lau Cong-bin tertawa dingin, "Ke-,
kagetanmu itu kalau pura-pura, menandakan
kemunafikanmu. Kalau sungguh-sungguh, menunjukkan kau tidak dapat mendisiplin anak
buahmu sehingga mereka bertindak semaunya,
bahkan terhadap aku, Panglima Tertinggi!"
"Kakak Lau jangan menuduh sembarangan.
Aku sama sekali tidak memerintahkan orangorangku untuk mengambil keluarga Siangkoan.
Biarpun aku tidak setuju mereka itu Kakak
tahan, tetapi aku mengusahakan pembebasannya dengan cara baik-baik, dengan
menghadap Sri Baginda, tidak dengan cara
kekerasan. Lau Cong-bin menyapukan pandangannya ke
arah orang-orang yang hadir, lalu berkata keras
kepada mereka sambil menunjuk Li Giam yang
Kembang Jelita 2 / IV 28 masih berdiri di tengah ruangan dan belum
dipersilakan duduk, "Sobat-sobat, lihat orang
ini, alangkah pintarnya dia berpura-pura.
Padahal kesalahannya sudah jelas, dia telah
menyembunyikan buronan-buronan penting
dinasti Beng. Dia sudah mengirim orang-orang
biadabnya untuk mengaduk-aduk rumahku,
sekarang dia menuduhku berbohong lagi..."
Semua orang terbungkam diam, tidak ada
yang berani ikut-campur dalam pertentangan
kedua tokoh puncak Pelangi Kuning itu. Lau
Cong-bin adalah Panglima Tertinggi, sedang Li
Giam adalah orang kesayangan Kaisar Tiongong. Orang-orang khawatir kalau memihak
salah satu, padahal yang dibela itu nantinya
kalah bersaing, kedudukan mereka bisa ikut
goyah. Maka paling aman ya tidak usah ikutcampur.
Suara Lau Cong-bin semakin meninggi,
sejalan dengan hatinya yang semakin panas, "Li
Giam, manusia busuk! Jangan mentang-mentang
Kaisar memberi hati kepadamu terus kau
berani menginjak kepalaku! Apakah kau pikir
Kembang Jelita 2 / IV 29 aku ini buta, sehingga tidak mengetahui siapa
yang malam ini mengaduk-aduk rumahku?
Cukup banyak anak buahku dan juga anak buah
Jenderal Gu yang melihat bahwa di antara
orang-orang yang menyerbu tadi, terdapat Oh
Kui-hou dan Yo Kian-hi, dua tukang kepruk
kesayanganmu, biarpun kedua-duanya memakai kedok!" Tergetar juga hati Li Giam, benarkah Oh Kuihou dan Yo Kian-hi yang begitu setia, telah
melakukan sesuatu di luar perintahnya?
Ditenangkannya hatinya, dan berkata, "Apakah
ada bukti?" Lau Cong-bin membanting lencana perwira
ke lantai, ke dekat kaki Li Giam, "Ini! Benda ini
ditemukan di tempat keributan. Pasti terjatuh
dari tubuh orang-orangmu!"
Li Giam membungkuk untuk memungut
benda itu, lalu mengamat-amatinya, dan
wajahnya berubah, "Lencana ini memang biasa
dibawa oleh perwira-perwira bawahanku.
Bahkan tidak semua yang memiliki ini, hanya
beberapa orang dekatku..."
Kembang Jelita 2 / IV 30 Kata-kata Li Giam itu sungguh diiuar dugaan
para hadirin yang tadinya mengira Li Giam akan
menyangkal mati-matian dan berkelit habishabisan, ternyata malah mendengar Li Giam
mengakui lencana itu kepunyaan orang-rorang
dekatnya. Banyak yang mengganggap Li Giam
tolol dan cari penyakit, namun tidak sedikit
yang kagum akan kelurusan hati Li Giam.
Lau Cong-bin mendengus dingin, "Tidak
cukup hanya mengakuinya, setelah mengakuinya lalu apa yang akan kau perbuat?"
"Aku akan menanyai orang-orangku, dan
menghukum siapa yang sudah bertindak di luar
perintahku." "He-he-he, menanyai maling, mana ada yang
mengaku?" "Pokoknya ini adalah urusanku, Kakak Lau.
Dan sekarang aku harus melaksanakan perintah
Sri Baginda untuk membawa Nona Tan Wanwan ke istana. Kalau keluarga Siangkoan sudah
benar-benar tidak ada di tempat ini, Nona Tan
Wan-wanlah yang harus aku bawa."
Kembang Jelita 2 / IV 31 Karena Li Giam bertindak berdasar perintah
Kaisar, biarpun hatinya penasaran, Lau Congbin mau tidak mau harus menurutinya. Ia
memerintahkan orang-orangnya untuk mengambil Tan Wan-wan, dan kali ini Tan Wanwan mau disuruh keluar setelah diberi tahu
bahwa Li Giamlah yang menjemputnya. Tan
Wan-wan juga girang mendengar orang-orang
Keluarga Siangkoan sudah lolos dari maut.
Di hadapan Li Giam, Tan Wan-wan
menghormat dengan sebelah kaki berlutut,
"Salam dan hormatku untuk Jenderal."
Waktu itu seluruh ruangan sunyi senyap,
ibaratnya sebatang jarum yang jatuh akan
didengar oleh semua orang. Sebab para hadirin
banyak yang terpesona melihat kejelitaan Tan
Wan-wan, bahkan Gu Kim-sing yang pertama
kali "memberi info" kepada Lau Cong-bin. juga
baru sekali ini melihatnya, dan ikut melongo.
Pikirnya, "Pantas si tua-bangka she Lau itu
keranjingan. Dan pantas juga si bangsat Li Giam
juga mempertahankan mati-matian, sampai
tidak segan-segan mengadu kaisar, dan janganKembang Jelita 2 / IV
32 jangan sekarang Kaisar pun ikut keranjingan?
Hem, aku mau kehilangan separuh dari
kekayaanku asal bisa tidur semalam saja
dengan dia..." Sementara itu, Tan Wan-wan merasa amat
kikuk karena sekian banyak mata lelaki
menatapnya seperti serigala-serigala kelaparan.
Ada yang trdak malu-malu menelan ludahnya
sehingga mengeluarkan suara "cegluk" yang
keras dan terdengar jelas di kesunyian ruangan
itu. Bukannya merasa bangga akan kecantikannya, Tan Wan-wan justru merasa
amat terhina, karena merasa setiap lelaki
memandangnya hanya sebagai penghibur atau
teman tidur saja. Tak terasa air matanya
menitik setetes. Li Giam mengerti perasaan Tan Wan-wan,
tiba-tiba timbul niatnya untuk mengangkat
martabat Tan Wan-wan di depan banyak orang
yang hadir di tempat itu. Ingin memberitahu
orang-orang itu tentang siapa Tan Wan-wan
Kembang Jelita 2 / IV 33 sebenarnya dan seberapa besar jasa-jasanya
kepada perjuangan kaum Pelangi Kuning.
Kata Li Giam, tidak lantang namun cukup
didengar oleh orang-orang di situ, "Tuan-tuan,
setiap lelaki di antara kita pernah berada di
medan pertempuran yang ganas, ketika kita
memperjuangkan cita-cita. Kita barangkali
pernah membanggakan berapa musuh yang
pernah kita bunuh, berapa kota-benteng yang
pernah kita panjat, berapa milik musuh yang
pernah kita rampas. Tetapi kekuatan belaka tak
berarti tanpa tahu dengan jelas perbandingan
kekuatan kita dan kekuatan musuh, lebih-lebih
lagi kalau kita mengetahui taktik musuh. Sebab
Sun Cu pernah berkata, mengetahui musuh
seperti mengetahui diri sendiri, seratus kali
berperang akan menghasilkan seratus kemenangan....." Li Giam berhenti sejenak, banyak pendengarnya mengangguk-angguk. Termasuk
yang buta huruf, supaya dikira juga pernah
membaca kitab-militernya Sun Cu. Lau Cong-bin
juga mengangguk-angguk meskipun ia pernah
Kembang Jelita 2 / IV 34 kepergok oleh bawahannya sedang "membaca"
buku yang dipegang terbalik.
Sementara Li Giam, meneruskan, "Pasukan
yang besar, persenjataan yang lengkap,
keberanian yang berkobar-kobar, semuanya itu
tidak ada gunanya kalau kita buta terhadap
kekuatan musuh. Nah, sobat-sobat, aku buka
suatu rahasia sekarang, kalau kalian pernah
tahu prestasiku di medan perang, semua itu
tidak lepas dari jasa Nona Tan ini. Nona Tan
inilah yang secara rajin mengirimi aku
keterangan-keterangan rahasia dari istana
Kaisar Cong-ceng, sehingga aku bisa mengetahui semua gerakan militer musuh dan
mengalahkan mereka. Li Giam bukan apa-apa
tanpa Tan Wan-wan, itulah yang harus kalian
ketahui!" Semua orang di ruangan itu, tanpa kecuali,
memang baru kali ini mendengar itu, dan
mereka terkejut mendengar pengakuan Li Giam.
Selama ini banyak orang diam-diam menganggap Li Giamlah yang pantas menjadi
Panglima Tertinggi, karena Li Giam adalah
Kembang Jelita 2 / IV 35 hulubalang golongan Pelangi Kuning yang
paling hebat merangsek pasukan dinasti Beng
dan mencatat kemenangan besar demi
kemenangan besar. Kalau posisi Panglima
Tertinggi akhirnya jatuh ke tangan Lau Congbin, banyak orang menganggap Lau Cong-bin
hanya "beruntung", toh setelah Lau Cong-bin
berhasil memasuki kota Pak-khia lebih dulu
dengan membobol pintu-gerbang Soan-bu-mui,
Lau Cong-bin tidak mampu merebut Ci-kim-shia
(Kota Terlarang), yaitu "kota di tengah kota"
yang merupakan kompleks istana dan
dipertahankan dengan gigih oleh pasukanpasukan terbaik dinasti Beng. Li Giamlah yang
memasukinya lebih dulu. Nama Li Giam harum
di kalangan militer, dan tiba-tiba sekarang Li
Giam menyatakan dengan jelas bahwa dirinya
bukan apa-apa tanpa Tan Wan-wan.
Banyak pandangan orang terhadap Tan Wanwan berubah, bahkan banyak yang diam-diam
mulai menaruh hormat. Kalau benar yang
dikatakan Li Giam itu, maka Tan Wan-wan
adalah seorang pahlawan kaum Pelangi Kuning
Kembang Jelita 2 / IV 36 yang tidak kalah besarnya dengan Li Giam
sendiri, bahkan bisa jadi lebih besar dari Lau
Cong-bin yang sekedar beruntung atau Gu Kimsing yang cuma pintarnya menyikut rekanrekannya sendiri.
Tan Wan-wan amat terharu mendengar
pembelaan Li Giam yang terang-terangan atas
dirinya, ia lalu memberi hormat kepada sekalian
hadirin sambil berkata, "Aku memang bekerja
bagi Sri Baginda di jaman perjuangan dulu,
tetapi jasaku tidak terlalu besar. Hanya
menyelundupkan keterangan-keterangan penting ke luar dinding istana saja. Saudarasaudara seperjuangan yang menyabung nyawa
di medan tempur pastilah jauh lebih berjasa
Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari aku." Suara merdu Tan Wan-wan itu membuat
banyak orang tidak lagi menatapnya dengan
bernafsu, melainkan memandangnya dengan
hormat, ada yang berbelaskasihan juga.
Sementara Lau Cong-bin dan Gu Kim-sing
merasa malu, bahwa mereka telah bertindak
dalam ketidaktahuan mereka menangkap
Kembang Jelita 2 / IV 37 seorang yang berjasa bagi kaum Pelangi Kuning,
malah hampir mempermalukannya di pesta itu.
Namun Lau Cong-bin dan Gu Kim-sing tidak
menyesal, malahan semakin benci kepada Li
Giam. Kemudian Li Giam berkata pula, "Aku sudah
menceritakan jasa-jasa Nona Tan kepada Sri
Baginda Tiong-ong, maka Sri Baginda berkenan
menganugerahkan gelar sebagai seorang puteri,
dan juga nama kebangsawanan yang akan
ditetapkan kemudian. Malam ini aku
diperintahkan Sri Baginda untuk membawanya
ke istana." Lau Cong-bin cuma menarik napas. Sebagai
seorang hidung-belang "kelas berat", ia benarbenar kecewa karena belum sempat mencicipi
korbannya yang satu ini. Tetapi sudah tentu ia
tidak bisa menolak perintah Kaisar Tiong-ong.
Begitulah, malam itu juga Tan Wan-wan
boyong dari rumah Lau Cong-bin ke istana, dari
seorang tawanan bakal berubah menjadi
seorang Puteri dari dinasti yang baru.
Kembang Jelita 2 / IV 38 Untuk melampiaskan kekecewaannya, Lau
Cong-bin memerintahkan pestanya dilanjutkan
dan dipanaskan dengan acara-acara gila-gilaan
yang tidak lagi menggubris ukuran-ukuran
moral. Pesta memang menjadi sangat meriah,
dan usai larut malam, para tamu kembali ke
rumah masing-masing dengan kepala pening
dan pakaian berbau kecut kena muntahan
makanan. Nampak juga rombongan Gu Kim-sing dan
pengiring-pengiringnya. Sebagian besar teler,
tetapi Ciong Ek-hi tidak. Di suatu persimpangan
jalan, Ciong Ek-hi begitu saja keluar dari barisan
tanpa minta ijin kepada Gu Kim-sing yang
sedang teler dalam jolinya. Tak ada yang
menggubrisnya. Ciong Ek-hi mencari suatu jalan yang agak
berputar sedikit, dan tiba di belakang
warungnya Go Liong. Dengan ketukan
berisyarat seperti biasanya, ia dibukai pintu,
dan tidak lama kemudian ia sudah duduk
berhadapan dengan atasannya maupun rekanrekannya, di antaranya adalah Hulan Biao yang
Kembang Jelita 2 / IV 39 tadi ikut menyerbu rumah Lau Cong-bin dan
sempat "bertempur" dengan Ciong Ek-hi.
"Bagaimana?" tanya Kat Hu-yong.
Ciong Ek-hi yang nama aslinya Ha Cao itu
Wasiat Darah Di Bukit Toyongga 2 2060 When The World Is Yours Karya Yuli Pritania Anak Pendekar 24
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama