Ceritasilat Novel Online

Jodoh Si Mata Keranjang 6


Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 6



Akan tetapi ia mengambil keputusan bahwa dalam tiga hari ini ia harus dapat membongkarnya, karena agaknya rahasia tentang peristiwa aneh yang terjadi di Cin-ling-pai, yaitu dilaporkannya kejahatan yang katanya dilakukan oleh para murid Cin-ling-pai, berada di tangan tiga orang ini! Mereka masuk ke dalam dan dengan penuh keramahan Su Bi Hwa mempersilakan Kui Hong memasuki kamarnya yang selama ini ia rawat baik-baik. Selama sebulan tinggal di situ, memang Bi Hwa merawat rumah itu dengan baik sehingga semua perabot rumah nampak bersih, lantaipun bersih dan semua teratur rapi. Akan tetapi hanya sebentar saja Kui Hong memasuki kamarnya, hanya untuk menyimpan buntalan pakaiannya dan untuk berganti pakaian. Setelah itu, ia termenung.

   Sejak ia tiba di kaki Pegunungan Cin-ling-san, hatinya sudah merasa tidak enak dan hal ini ia katakan kepada Hay Hay. Cia Kui Hong, gadis perkasa itu, biarpun menjadi ketua Cin-ling-pai, namun pekerjaan itu tidak disukainya. Ia suka merantau dan bertualang. Petualangannya yang terakhir adalah ketika bersama para pendekar ia membantu pemerintah menyerbu perkumpulan Ho-han-pang (Perkumpulan Patriot) yang sesungguhnya hanya merupakan perkumpulan yang dipimpin oleh orang-orang sesat, diketuai oleh Tang Bun An yang terkenal dengan julukan Ang-hoa-cu (Si Kumbang Merah) sebagai seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang amat terkenal di dunia kang-ouw. Dalam perjuangan ini ia bertemu lagi dengan seorang pendekar yang diam-diam memang telah merebut kasih di hatinya, yaitu Tang Hay.

   Sebetulnya, pendekar ini adalah putera kandung mendiang Ang-hong-cu Tang Bun An sendiri, namun berbeda dengan Si Kumbang Merah, Tang Hay atau lebih dikenal dengan nama Hay Hay berwatak pendekar. Hanya ada satu hal yang kadang membuat hati Kui Hong panas dan cemburu, yaitu watak Hay Hay yang mata keranjang sehingga dia dijuluki orang Pendekar Mata Keranjang! Walaupun sikap ini hanya lahiriah saja, yaitu tidak pernah Hay Hay sungguh-sungguh menggauli wanita, melainkan terdorong oleh rasa sukanya kepada wanita yang cantik, namun tetap saja dia dianggap sebagai seorang laki-laki mata keranjang, dan sudah seringkali hati Kui Hong yang mencintanya menjadi panas karenanya.

   Setelah berhasil membasmi gerombolan Ho-han-pang, Tang Hay dan Cia Kui Hong menemukan kenyataan bahwa mereka saling mencinta. Mereka pun saling mengaku dan keduanya merasa bahagia sekali. Itulah sebabnya mengapa kini Hay Hay melakukan perjalanan bersama Kui Hong, karena Kui Hong memang mengajaknya ke Cin-ling-pai untuk, memperkenalkan kekasihnya itu kepada ayah ibunya dan kakeknya. Dan di dalam perjalanan yang memakan waktu tidak kurang dari sebulan ini, Kui Hong mendapat kenyataan bahwa biarpun sikapnya yang mata keranjang pernah membuat kekasihnya itu dituduh menjadi pemerkosa wanita, namun sikap Hay Hay kepadanya tidak pernah melewati atau melanggar batas kesusilaan. Hal ini membuat ia merasa semakin berbahagia, dan cintanya menjadi semakin mantap.

   Pada pagi hari itu, ketika mereka tiba di dusun di lereng bukit Cin-ling-pai, mereka bertemu dengan seorang gadis dusun yang ditemani ayah ibunya, sedang menuruni lereng itu. Akan tetapi, begitu melihat Kui Hong dan Hay Hay, tiga orang itu terkejut lalu lari ketakutan melalui jalan setapak itu. Bahkan gadis dusun itu sampai tersaruk-saruk saking takutnya. Tentu saja hal ini menimbulkan kecurigaan hati Kui Hong. Bersama Hay Hay ia lalu melakukan pengejaran dan hanya dengan beberapa loncatan saja dua orang muda perkasa ini dapat menyusul bahkan mereka meloncat ke depan mereka, menghadang. Begitu melihat Kui Hong dan Hay Hay berkelebat dan menghadang di depan mereka, ayah ibu dan anak itu menjadi semakin terkejut dan mereka bertiga menjatuhkan diri berlutut dengan tubuh gemetar.

   "Cia Siocia (Nona Cia), maafkan kami... ah, ampunkan kami dan jangan bunuh kami..."

   Tentu saja Kui Hong terkejut dan heran mendengar ini. Ia dikenal oleh semua penduduk dusun-dusun di sekitar Cin-ling-pai dan dipanggil Nona Cia sejak kecil. Akan tetapi orang ini yang juga mengenalnya, mengapa begini ketakutan!.

   "Paman, apa kau kira aku ini seorang pembunuh?"

   "Ha-ha-ha, kalian ini lucu. Nona Cia ini disuruh membunuh tikuspun tidak tega!"

   Hay Hay tertawa geli melihat kekasihnya dianggap pembunuh kejam. Akan tetapi, kini tiga orang itu memandang kepadanya dan kembali laki-laki itu meratap,

   "Cia Siocia, ampunkanlah kami. Anak kami hanya seorang ini saja, jangan biarkan dia memperkosa anak kami..."

   Kini ayah itu menuding ke arah Hay Hay dan tentu saja kini Hay Hay yang terbelalak memandang kepada mereka. Akan tetapi segera dia dapat menguasai dirinya dan kembali dia tertawa.

   "Aih, jangan main-main, Paman! Apa kau kira aku ini tukang perkosa? Biarpun anakmu ini memang manis sekali, akan tetapi aku tidak pernah memperkosa wanita!"

   Kata Hay Hay. Kui Hong mengerutkan alisnya dan sekali ia menggerakkan tangan, dia sudah menarik lengan ayah itu sehingga bangkit berdiri dengan paksa.

   "Hayo ceritakan apa yang terjadi sehingga kalian bersikap begini. Kalian ini hendak pergi ke manakah dan mengapa begini ketakutan, menuduh kami pembunuh dan pemerkosa?"

   Melihat sikap Kui Hong, agaknya ayah ibu dan anak itu menjadi heran. Mereka saling pandang dan sungguh aneh, setelah Kui Hong marah-marah, malah mereka kelihatan lega dan tidak begitu ketakutan lagi.

   "Agaknya siocia baru pulang dan tidak tahu apa yang terjadi di sini? Aih, maafkan kami, Cia Siocia. Kami hendak melarikan diri karena akhir-akhir ini terjadi banyak kejahatan di sini, terutama sekali kejahatan memperkosa dan membunuh gadis-gadis dusun. Sudah kurang lebih satu bulan kejahatan itu merajalela dan para pelakunya adalah para murid Cin-ling-pai..."

   "Heiiiiit...??"

   Tentu saja Kui Hong terkejut bukan main. Tanpa banyak bertanya lagi, ia lalu menarik tangan Hay Hay dan diajaknya lari cepat menuju ke puncak, ke perkampungan Cin-ling-pai. Setelah tiba di luar perkampungan Cin-ling-pai, mereka melihat rombongan Siauw-lim-pai, Go-bi-pai, Kun-lun-pai dan Bu-tong-pai memasuki pintu gapura. Kui Hong mengajak Hay Hay untuk bersembunyi dan mengintai. Setelah melihat sikap para anggauta rombongan, ia berbisik kepada pemuda itu.

   "Hay-ko, pasti terjadi hal yang luar biasa di Cin-ling-pai. Mungkin ada bahaya besar. Sabaiknya kita berpencar. Aku menyelidiki dari dalam dan engkau dari luar. Mereka tidak mengenalmu. Nanti diam-diam kita mengadakan pertemuan di sini."

   Hay Hay mengangguk, mengerti akan maksud kekasihnya. Memang, kekasihnya adalah ketua Cin-ling-pai, maka persoalan Cin-ling-pai harus ia tangani sendiri. Sedangkan dia hanya "orang luar", tidak baik kalau mencampuri urusan Cin-ling-pai dan dia kan melakukan pengintaian secara sembunyi saja untuk membantu Kui Hong. Tak lama kemudian, terjadilah ketegangan antara para rombongan tamu dan para anak buah Cin-ling-pai sehingga timbul perkelahian. Akan tetapi, melihat ini, Kui Hong segera berbisik kepada Hay Hay.

   "Aku harus bertindak. Kau tunggu saja, aku pasti akan mencarimu di sini, atau di dalam hutan sana."

   Ia menuding ke arah lereng berhutan. Tanpa menanti jawaban, karena takut kalau perkelahian itu menjadi berlarut-larut, Kui Hong meloncat, lari dan ia berhasil menghentikan perkelahian itu sebelum jatuh korban.

   Demikianlah, ketika mendengar tuduhan para wakil empat perguruan besar itu, tentu saja Kui Hong menjadi semakin terkejut dah terheran-heran. Kini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kong-kongnya (kakeknya) pergi meninggalkan Cin-ling-pai, dan susioknya, Gouw Kian Sun yang menjadi wakil ketua, tiba-tiba saja menikah tanpa setahu keluarga Cia. Ia tidak membiarkan lamunannya berlarut-larut, dan cepat ia keluar dari kamar, lalu memanggil susioknya untuk bicara di ruangan dalam. Gouw Kian Sun muncul dari dalam kamarnya, diikuti isterinya, dan tak lama kemudian Ciok Gun juga muncul dari belakang. Memang Kui Hong ingin bicara dengan tiga orang ini, maka ia memberi isyarat kepada mereka untuk menutup pintu dan jendela, kemudian mengajak mereka duduk menghadapi meja besar.

   "Pangcu, sebelum bicara, sebaiknya kuhidangkan dulu makanan dan minuman yang sudah saya sediakan. Begitu tadi Pangcu pulang, saya sudah menyuruh siapkan dan tentu sekarang sudah selesai. Biar saya sendiri yang membawa hidangan itu ke sini."

   Kata Bi Hwa dengan ramah dan sebelum Kui Hong menjawab, wanita itu sudah pergi meninggalkan ruangan itu, tidak lupa untuk menutupkan kembali daun pintu dari luar. Kini tinggal Kian Sun dan Ciok Gun saja yang berada di kamar itu dengannya. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kui Hong.

   "Ciok-suheng dan Gouw-susiok, sebenarnya apakah yang telah terjadi di sini? Sekarang hanya ada kita bertiga. Nah, ceritakanlah sejujurnya kepadaku!"

   Suara Kui Hong mengandung perintah dan ketegasan. Juga sepasang mata yang tajam dari Kui Hong memandang penuh selidik kepada dua orang itu. Ia melihat betapa Kian Sun nampak gugup dan gelisah, akan tetapi Ciok Gun nampak tenang saja, bahkan wajahnya tidak membayangkan perasaan apa pun. Dingin!

   "Bagaimana, Gouw Susiok? Apakah engkau takut akan sesuatu yang menekanmu? Katakanlah!"

   Kian Sun mengangkat, muka, memandang kepada gadis itu, lalu menunduk kembali.

   "Tidak ada apa-apa kecuali yang sudah kau ketahui, Pangcu. Memang terjadi hal-hal itu, akan tetapi aku telah gagal melakukan penyelidikan. Tidak ada bukti bahwa murid-murid kita melakukannya."

   "Hemm, dan engkau, Ciok Suheng?"

   Ciok Gun mengangkat mukanya dan kembali Kui Hong merasa ngeri. Wajah suhengnya ini seperti kedok!

   "Aku pun tahu, Pancu. Aku sudah membantu sedapat mungkin melakukan penyelidikan, akan tetapi tidak berhasil menangkap pelaku-pelaku itu."

   Kui Hong bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mondar-mandir di ruangan itu. Hemm, tidak mungkin, pikirnya. Sungguh aneh! Yang ia rasakan aneh bukan peristiwa itu sendiri, melainkan sikap dua orang ini! Diam-diam, sambil berjalan hilir-mudik seperti orang sedang berpikir, dikerlingnya dua orang itu dan ia melihat betapa Kian Sun masih menunduk dengan gelisah, dan Ciok Gun tetap tenang saja seperti patung!

   "Susiok!"

   Tiba-tiba saja ia menepuk pundak paman gurunya itu.

   "Ehh...? Ahh... ada... ada apakah, Pangcu?"

   "Jelas bahwa susioknya itu terkejut dan gugup sekali ketika tiba-tiba ia panggil dengan bentakan.

   "Susiok, katakan siapakah wanita yang menjadi isterimu itu?"

   Akan tetapi kini Kian Sun sudah tenang kembali. Dia yakin bahwa keselamatan keluarga Cia yang menjadi tawanan berada di dalam tangannya.

   "Aih, isteriku itu? Ia bernama Su Bi Hwa."

   "Dari mana ia datang dan bagaimana bisa menjadi isterimu?"

   Seperti seorang hakim yang melakukan penyelidikan, Kui Hong mengajukan pertanyaan dengan suara tegas dan pandang mata penuh selidik.

   "Ia datang dari sebelah selatan pegunungan Cin-ling-san. Ayah dan ibunya tewas oleh gerombolan perampok dan ketika ia tiba di lereng Cin-ling-san, pada suatu siang aku melihat ia hendak membunuh diri. Aku melihat dan menolongnya. Kami berkenalan dan aku kasihan kepadanya. Kemudian kami menikah..."

   Tentu saja cerita ini sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Bi Hwa yang sudah mempersiapkan jawaban untuk setiap pertanyaan yang mungkin dilontarkan ketua Cin-ling-pai itu.

   Tadi pun, dengan dalih mempersiapkan makanan dan minuman, Bi Hwa sengaja meninggalkan ruangan itu untuk memberi kesempatan kepada Kui Hong untuk "memeriksa"

   Suaminya. Ia tidak khawatir kalau Kian Sun akan mengkhianatinya. Wakil ketua itu sudah tunduk kepadanya karena keselamatan keluarga Cia harus dia lindungi. Pula, di sana terdapat Ciok Gun yang menjadi mata-mata yang setia. Pemuda itu sudah menjadi seperti mayat hidup yang akan menuruti semua petunjuknya karena pengaruh sihir dan racun, juga pengaruh rayuan dan rangsangan yang diberikan Bi Hwa kepadanya! Kui Hong memutar otaknya. Tentu saja ia tidak dapat menelan mentah-mentah keterangan dari Kian Sun itu. Akan tetapi, andaikata Kian Sun berbohong, apa alasannya? Susioknya ini merupakan seorang murid Cin-ling-pai yang gagah perkasa dan amat setia, maka ia percaya kepada susioknya itu untuk mewakilinya menjadi ketua Cin-ling-pai.

   Tiba-tiba ia menggerakkan tangannya dengan gerakan menyerang ke arah Ciok Gun! Jari tangannya menusuk dengan serangan totokan ke arah pundak kanan suhengnya itu, merupakan sebuah jurus dari ilmu silat San-in-kun-hoat (Ilmu Silat Awan Gunung), satu diantara ilmu-ilmu Cin-ling-pai. Kui Hong tahu benar bahwa suhengnya itu merupakan seorang ahli dalam ilmu ini, maka ia sengaja menyerang dengan ilmu itu untuk membuat suhengnya terkejut. Akan tetapi diserang secara tiba-tiba itu, Ciok Gun sama sekali tidak kelihatan gugup atau heran. Dengan tenang saja dia miringkan tubuh sambil menangkis dan meloncat dari kursinya. Tangkisan itu terasa kuat sekali oleh Kui Hong dan ketika ia memandang kepada Ciok Gun yang kini sudah berdiri, pemuda itu sama sekali tidak terkejut atau penasaran, hanya memandang kepadanya dengan wajah dingin.

   "Pangcu, mengapa menyerangku?"

   Pertanyaan itu diajukan, akan tetapi sikap kaki tangan Ciok Gun menunjukkan bahwa dia siap untuk berkelahi! Hal ini tidak lepas dari pengamatan Kui Hong.

   "Aku hanya ingin bertanya, Suheng. Dengan adanya Suheng membantu Gouw Susiok, bagaimana rnungkin kalian sampai tidak mampu membongkar rahasia ini? Banyak murid Cin-ling-pai dituduh memperkosa dan membunuh, mengeroyok dan menghina para tamu kehormatan dan kalian sama sekali tidak mampu menangkap seorang pun di antara mereka? Rasanya mustahil sekali ini!"

   "Pangcu, kami sudah berusaha sekuat tenaga namun gagal."

   Kata Ciok Gun. Pada saat itu, Bi Hwa masuk sambil membawa hidangan yang masih panas.

   "Pangcu, masakan sudah siap. Mari, silakan, Pangcu. Selagi masih panas, silakan makan minum dulu. Pangcu habis melakukan perjalanan jauh, tentu lapar."

   Dan ia melirik kepada suaminya dan kepada Ciok Gun.

   "Mari kalian temani Pangcu makan."

   Dengan ramah wanita ini mengatur hidangan di atas meja. Ia pura-pura tidak tahu betapa sejak tadi Kui Hong mengamatinya dengan penuh perhatian dan penuh selidik. Melihat betapa baik Kui Hong maupun suaminya dan Ciok Gun kelihatan tegang dan tidak gembira, Bi Hwa menghampiri suaminya.

   "Eh, kenapa kalian nampak bingung? Silakan makan minum, baru bicara lagi."

   Kian Sun terpaksa menjawab.

   "Kami sedang membicarakan ancaman tiga hari mendatang dan..."

   "Aih, sun-ko, kenapa murung? Setelah pangcu pulang, apalagi yang ditakutkan? Engkau pernah bercerita bahwa pangcu, biarpun terhitung murid keponakanmu, memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi. Kalau orang-orang yang tidak tahu aturan itu berani mengacau Cin-ling-pai dan menuduh yang bukan-bukan lalu hendak menyerang, tentu pangcu akan sanggup mengalahkan mereka."

   "Pangcu!"

   Kata Ciok Gun penuh semangat.

   "Para utusan itu memang keterlaluan. Mereka hanya menuduh, akan tetapi kami tidak dapat menemukan buktinya. Memang ada murid mereka yang tewas, akan tetapi apa buktinya bahwa murid-murid Cin-ling-pai yang melakukannya? Kalau mereka mendesak, biar aku yang akan melawan sekuat tenaga!"

   Kui Hong tersenyum dan waspada. Dari ucapannya tadi, ia tahu bahwa isteri Gouw Kian Sun itu seorang wanita yang amat cerdik, walaupun nampaknya halus dan ramah.

   "Ciok Gun Suheng, engkau tidak boleh bertindak tanpa perintahku! Sudahlah, kita bicarakan lagi nanti, aku ingin beristirahat."

   Kata Kui Hong, dan ia membalik hendak pergi ke kamamya sendiri.

   "Aih, Pangcu. Apakah engkau tidak makan dulu? Sudah kuhidangkan semua ini..."

   Kui Hong menghadapi wanita itu dengan sinar matanya mencorong penuh selidik.

   "Enci,"

   Katanya dengan suara tegas.

   "Engkau bukan murid Cin-ling-pai maka tidak perlu menyebut aku pangcu. Namaku Kui Hong, Cia Kui Hong, dan pada saat ini aku tidak lapar. Terima kasih atas keramahanmu. Aku hendak beristirahat di kamarku dan menenangkan pikiran. Aku tidak mau diganggu siapa pun!"

   Kui Hong meninggalkan ruangan itu, akan tetapi setelah tiba di luar ruangan itu, ia menyelinap ke balik pilar untuk mendengarkan apa yang dibicarakan tiga orang di dalam itu.

   "Ahhh, ia marah sekali,"

   Kui Hong mendengar suara Kian Sun, suara yang mengandung kedukaan dan kekhawatiran.

   "Sudahlah, biarkan ia yang memikirkan hal itu. Ia ketua Cin-ling-pai. Yang penting, engkau tidak bersalah dan tidak ada bukti bahwa murid-murid Cin-ling-pai melakukan semua itu."

   Terdengar suara Bi Hwa yang halus merdu, seolah menghibur suaminya.

   "Benar, Suhu. Kalau mereka datang menyerang, ada pangcu di sini. Dan kita dapat mengerahkan seluruh murid Cin-ling-pai untuk melawan mereka. Aku sendiri akan menghadapi mereka dengan mati-matian!"

   Terdengar suara Ciok Gun. Ketika mereka itu tidak bicara lagi dan terdengar langkah kaki mereka hendak meninggalkan ruangan, Kui Hong menyelinap dan pergi ke kamarnya.

   Ia tidak tahu betapa Bi Hwa memberi isyarat dengan telunjuk di depan mulut kepada Kian Sun dan Ciok Gun agar mereka tidak bicara lagi! Setelah memasuki kamarnya, Kui Hong mengunci semua daun pintu dan jendela kamarnya, kemudian ia duduk termenung di atas kursi. Ia yakin bahwa rahasia semua peristiwa itu pasti berada di tangan Kian Sun, Ciok Gun dan Bi Hwa. Dia orang murid Cin-ling-pai itu nampak tidak wajar, tidak seperti biasa yang sudah dikenalnya. Kian Sun nampak seperti orang yang tertekan dan menderita duka dan kegelisahan. Ciok Gun nampak begitu dingin dan penuh perhitungan, seolah-olah kepribadiannya telah berubah sama sekali. Dan wanita itu, walaupun kelihatan cantik dan ramah, namun ia dapat menduga bahwa di balik keramahannya itu tersembunyi kecerdikan luar biasa.

   Yang amat mengherankan adalah Ciok Gun. Dia berubah sama sekali! Ada apakah ini? Pengaruh apakah? Sihir? Sihir! Ah, mengapa tidak? Mungkin sekali dan membayangkan kemungkinan penggunaan sihir, segera ia teringat kepada Hay Hay. Tentu Hay Hay dapat membantunya memecahkan rahasia yang mengancam nama dan kehormatan Cin-ling-pai ini. Kui Hong lalu mengangkat muka, memandang ke langit-langit kamarnya penuh perhatian. Kemudian, sekali ia meloncat ke atas, tubuhnya melayang naik dan dengan tangan kiri menangkap balok melintang, ia bergantung di sana dan memeriksa sebatang paku besar yang menancap di balok itu sepetti paku penyambung antara dua balok. Ia meneliti, paku itu dan sekelilingnya masih diliputi debu, tidak ada tanda pernah dijamah orang. Ia lalu mendorong paku itu dengan jari tangannya sambil mengerahkan tenaga.

   Lantai di bawah pembaringan di kamar itu bergeser dan terbuka sebuah lubang di bawah pembaringan itu, yang tidak nampak dari luar. Kui Hong meloncat turun, merangkak ke bawah pembaringan dan memasuki lubang itu. Ternyata di bawah lubang terdapat terowongan bawah tanah. Ia menggerakkan kembali lantai di bawah pembaringan dengan menarik besi panjang di dalam terowongan dan lantai itu pun pulih kembali menutupi lubang. Lubang ini merupakan terowongan rahasia yang hanya diketahui oleh keluarga Cia saja, tidak ada murid lain yang mengetahuinya. Sambil meraba-raba, Kui Hong merangkak di dalam terowongan kecil itu dan kurang lebih dua ratus meter kemudian, terowongan itu menembus sebuah retakan lebar yang tertutup batu di tebing gunung.

   Ia menggunakan sin-kangnya mendorong batu itu sehingga bergeser dan keluar dari lubang retakan, kemudian dari luar ia mendorong kembali batu itu sehingga menutupi lubang. Batu itu sendiri tertutup oleh semak belukar sehingga tidak mungkin ada orang luar dapat menggunakan terowongan rahasia itu, selain harus mengenal rahasianya, juga harus memiliki tenaga sin-kang untuk menggeser batu besar. Setelah mengintai dari balik semak-semak di depan pintu besar dan tidak melihat seorang pun manusia, Kui Hong melompat keluar dan ia melangkah ke tepi hutan. Beberapa kali ia menengok dan memandang ke sekeliling, untuk melihat apakah ada orang yang membayanginya, namun tempat itu sepi dan tidak nampak orang lain.

   Biarpun demikian, Kui Hong yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam petualangannya di dunia persilatan, begitu tiba di hutan lalu memilih pohon yang besar dan tinggi, melompat ke atas dan bersembunyi di puncak pohon rindang itu, memandang ke sekeliling. Dari puncak pohon ini ia dapat melihat sekelliling sampai agak jauh sehingga kalau ada orang yang membayanginya, biarpun dalam jarak jauh, tentu akan dapat dilihatnya. Ia amat hati-hati karena ia menghadapi urusan besar, bahkan bahaya besar yang mengancam Cin-ling-pai. Tiba-tiba ada bayangan berkelebat. Bagaikan seekor burung garuda, bayangan itu meluncur ke arah pohon di mana Kui Hong bersembunyi. Tentu saja Kui Hong terkejut bukan main dan ia sudah siap menghadapi lawan yang lihai. Akan tetapi, wajahnya yang tadinya tegang berubah cerah ketika ia mengenal siapa bayangan itu. Bukan lain adalah Hay Hay!

   "Ihh, kau mengagetkan orang saja!"

   Tegurnya cemberut, akan tetapi pandang matanya tertawa.
(Lanjut ke Jilid 06)
Jodoh Si Mata Keranjang (Seri ke 11 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 06
"Bagaimana hasilnya? Uhh, orang-orang Cin-ling-pai itu sungguh aneh. Bagaimana para murid itu bahkan berani menyerangmu?"

   Kui Hong menarik napas panjang.

   "Aihh, panjang ceritanya. Yang lebih aneh lagi, pada saat tidak ada seorangpun keluarga Cia di Cin-ling-pai, tahu-tahu mendadak Gouw-susiok telah menikah!"

   Dan Kui Hong menceritakan semua pengalamannya tadi. Hay Hay mendengarkan penuh perhatian,

   "Tentu ada sesuatu yang mereka rahasiakan,"

   Dia menanggapi. Kui Hong mengangguk.

   "Yang mencurigakan hatiku ada tiga orang. Pertama adalah Gouw-susiok sendiri. Dia yang biasanya pendiam dan tenang, setia dan bijaksana, kenapa sikapnya seperti orang yang selalu dalam ketakutan dan kebingungan, seolah-olah terhimpit sesuatu. Kemudian isterinya itu, wanita muda yang cantik. Bagaimana ia bisa muncul tiba-tiba dan menjadi isteri Gouw-susiok? Alasan yang susiok yang menceritakan pertemuan di antara mereka meragukan. Dan wanita itu, biarpun cantik, halus dan ramah, namun jelas pandang matanya membayangkan kecerdikan yang luar biasa. Wanita itu bisa berbahaya!"

   "Aku sudah melihatnya dari pengintaian. Biarpun agak jauh, aku dapat melihat bahwa ia memang cantik menarik. Terutama sekali mulutnya..."

   Kui Hong mengerutkan alis dan memandang kepada kekasihnya dengan cemberut.

   "Kenapa mulutnya?"

   "Mulutnya memiliki bentuk yang menggairahkan, mulut itu pasti pandai merayu."

   "Huh, kalau melihat perempuan, yang kau perhatikan hanya kecantikannya saja, ya? Dasar mata keranjang!"

   Kui Hong memeruncing bibirnya. Hay Hay tersenyum.

   "Bukan begitu, Hong-moi. Akan tetapi dari wajah seseorang, kita dapat menjenguk isi hati dan wataknya. Dan wajah cantik seperti yang menjadi isteri susiokmu itu, dapat mencerminkan kecerdikan dan kelicikan yang berbahaya sekali. Wajah itu tidak dapat dipercaya."

   Kui Hong tidak cemberut lagi.

   "Engkau benar. Aku yakin pasti ada sesuatu di balik ini semua, dan yang tahu rahasianya hanya tiga orang itu. Gouw-suisok kelihatan begitu berduka dan gelisah juga amat lemah, tidak seperti biasanya. Dan yang aneh sekali adalah suheng Ciok Gun. Sekarang dia berubah menjadi manusia berwajah topeng, begitu dingin, seperti mayat hidup sehingga beberapa kali bulu tengkukku berdiri kalau kami bertemu pandang."

   Hay Hay tertawa.

   "Aih, aku belum pernah melihat bagaimana bulu tengkukmu berdiri, Hong-moi. Kulihat di tengkukmu sebelah atas hanya ada anak rambut dan bulu yang halus sekali, begitu lembut, bagaimana bisa berdiri...?"

   Merasa betapa tengkuknya diraba oleh jari tangan Hay Hay, Kui Hong menggelinjang dan melengak mundur.

   "Ihh! Aku bicara serius, engkau hanya main-main dan merayu!"

   Ia merajuk.

   "Kalau engkau serius, aku malah tigarius, Hong-moi!"

   Hay Hay berkelakar.

   "Aku juga bersungguh-sungguh keika memuji tengkukmu, bukan main-main. Nah, sekarang katakan, apa yang akan kau lakukan, atau apa yang harus kulakukan?"

   "Justeru aku ingin engkau membantuku mencari jalan keluar, Hay-ko. Aku memberi waktu tiga hari kepada para Lo-cian-pwendari partai-partai besar itu. Sebelum tiba batas waktu itu, aku harus sudah dapat menangkap biang keladi semua peristiwa yang memburukkan nama baik Cin-ling-pai ini."

   "Hemm, menurut ceritamu tadi, agaknya suhengmu bernama Ciok Gun itu yang paling mencurigakan. Agaknya sikapnya dingin, wajahnya yang membuatmu ngeri seperti kedok itu sama sekali tidak wajar. Mungkin dia telah dikuasai sihir atau racun oleh orang-orang yang sengaja hendak mempergunakan dia."

   "Aku pikir demikian pula, Gouw-susiok agaknya ditekan, maka dia gelisah dan berduka. Dan suheng Ciok Gun agaknya berada dalam kekuasaan pengaruh yang aneh dan jahat."

   "Kurasa tidak ada lain jalan kecuali mencoba untuk mengorek rahasia dari pengakuan mereka. Kau cobalah dulu agar susiokmu itu mau mengaku. Tentu saja sebaiknya kalau kau ajak dia bicara empat mata. Kemudian, kalau tidak berhasil, bujuklah agar engkau dapat membawa Ciok Gun itu keluar dari Cin-ling-pai dan kau ajak ke sini. Biar aku yang menghadapinya."

   Mereka mengadakan perundingan dan mengatur siasat. Kemudian, Kui Hong meninggalkan Hay Hay dan kembali ke lereng Cin-ling-pai melalui jalan terowongan yang menembus sampai kedalam kamarnya. Tidak sukar bagi Cia Kui Hong untuk mengajak Gouw Kian Sun bicara empat mata dengannya. Sengaja ia mengajak susioknya itu bicara ketika mereka bersama Bi Hwa dan Ciok Gun selesai makan siang. Ia hendak melihat bagaimana sikap dua orang itu.

   "Susiok, aku ingin bicara empat mata denganmu. Ada hal yang amat penting ingin kubicarakan denganmu. Marilah kita masuk ke kamar belakang, dan kita bicara berdua saja."

   Diam-diam Kui Hong melirik ke arah Bi Hwa dan Ciok Gun untuk melihat sikap mereka. Ciok Gun nampak tenang dan dingin saja seolah-olah ucapannya itu tidak mengandung arti sama sekali. Sedangkan Bi Hwa malah tersenyum maklum.

   "Kenapa kalian tidak bicara saja di ruangan ini? Biarlah kami yang akan pergi meninggalkan kalian disini. Mari, Ciok Gun, kita keluar. Pangcu hendak bicara dengan suhumu."

   Ciok Gun membantu isteri suhunya membawa keluar mangkuk piring yang habis dipergunakan makan siang dan tak lama kemudian, Kui Hong sudah duduk berdua saja dengan Gouw Kian Sun. Setelah ia merasa yakin bahwa tidak ada orang lain yang mengintai dan mendengarkan percakapan mereka, Kui Hong bersikap sungguh-sungguh. Ia duduk berhadapan dengan susioknya dan berkata dengan nada suara tegas dan sepasang matanya memandang penuh selidik.

   "Nah, sekarang kita hanya berdua saja disini, susiok. Tidak ada orang lain yang mendengarkan."

   Kian Sun nampak gelisah, bahkan terang-terangan dia menoleh ke sekeliling seolah ada yang ditakutinya. Melihat ini, Kui Hong menjadi tidak sabar lagi.

   "Gouw Susiok! Pandanglah aku! Kenapa engkau menjadi begini? Engkau telah mengenal aku sejak aku masih kecil, dan aku tahu bahwa susiok adalah seorang pendekar sejati yang gagah perkasa. Sekarang engkau menjadi seorang penakut, ini tentu ada sebabnya! Susiok, engkau tahu bahwa aku dapat mengatasi semua persoalan, kuat menghadapi lawan yang manapun. Kenapa tidak berterus terang? Tidak ada orang lain yang melihat kita. Katakan siapa yang kau takuti dan apa sebenarnya yang telah terjadi dengan Cin-ling-pai?"

   Gatal-gatal rasanya lidah Kian Sun. alangkah mudahnya untuk membuat pengakuan dan alangkah lega hatinya kalau dia lakukan itu.

   
Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dia akan merasa bebas dari tekanan yang amat menghimpit perasaannya. Akan tetapi diapun tahu bahwa nyawa gurunya, kakek Cia Kong Liang, juga nyawa suhengnya dan isteri serta putera suhengnya, tergantung dari sikapnya saat ini. Kalau dia membuka rahasia itu kepada Kui Hong, empat orang yang amat disayangd dan dihormatinya itu tentu akan dibunuh tanpa dia dapat mencegahnya sama sekali! Tidak, dia lebih suka mengorbankan dirinya daripada mereka mati konyol. Betapa dia ingin bebas dari semua ini. Dapat saja dia membunuh diri, akan tetapi hal itu pun tidak akan menolong mereka. Maka, dia semakin menjadi bingung dan gelisah, kemudian mengeraskan hatinya dan berkata dengan suara nyaring dan tegas, dengan maksud agar pendiriannya itu dapat di dengar Bi Hwa dan kawan-kawannya.

   "Aku tidak takut apa-apa, Pangcu. Tidak ada apa-apa yang janggal di sini!"

   Kui Hong marah sekali dan ia membanting-banting kaki kananya. Kian Sun yang sudah mengenal baik watak dan kebiasaan murid keponakan yang amat lihai ini maklum bahwa Kui Hong marah sekali kepadanya. Gadis yang amat lihai dan cerdik ini tentu telah dapat menduga bahwa telah terjadi sesuatu yang hebat di Cin-ling-pai!

   "Engkau bohong, Susiok! Sungguh aku tidak mengerti, bagaimana seorang seperti engkau, yang dipercaya oleh Kong-kong, di percaya ayah, lalu kupercaya, dapat berbohong kepadaku dan mengkhianati Cin-ling-pai di mana engkau tinggal dan mendapatkan segalanya sejak kau kecil sampai sekarang!"

   Pucat sekali wajah Gouw Kian Sun mendengar umpatan ini.

   "Tidak, sama sekali tidak. Sungguh mati, aku tidak berkhianat kepada Cin-ling-pai, Pangcu. Kalau Pangcu tetap menuduhku, biarlah Pangcu jatuhkan hukuman mati kepadaku, dan aku dengan rela akan menyerahkan nyawaku!"

   Kian Sun lalu berlutut di depan Kui Hong dan menundukkan kepala, menyerah! Sikap susioknya ini membuat Kui Hong tertegun! Bukan begini sikap orang yang ketakutan. Paman gurunya ini tetap gagah dan tidak takut mati! Akan tetapi, kenapa tidak mau berterus terang kepadanya? Tentu ada sesuatu yang memaksanya bersikap seperti itu dan jelas bahwa susioknya bersikap seperti bukan karena takut ancaman terhadap dirinya sendiri. Pada saat itu, Su Bi Hwa dan Ciok Gun bergegas memasuki ruangan itu dan mereka menjatuhkan diri berlutut menghadap Kui Hong.

   "Pangcu, harap ampunkan suamiku!"

   Kata wanita itu.

   "Pangcu, suhu tidak bersalah apa-apa, harap Pangcu suka memberi ampun,"

   Kata pula Ciok Gun. Munculnya dua orang ini membuat Kui Hong semakin marah.

   "Bagus!"

   Bentaknya.

   "Kalian mengintai?"

   "Tidak, Pangcu. Sama sekali tidak."

   Kata Su Bi Hwa dengan suara sungguh-sungguh.

   "Akan tetapi suara Pangcu dan suami saya begitu nyaringnya sehingga terdengar dari luar dan mendengar suami saya hendak menyerahkan nyawa, saya terkejut dan nekat masuk. Harap Pangcu suka memaafkan seorang isteri yang mengkhawatirkan keselamatan suaminya."

   Tiba-tiba Kui Hong bergerak ke depan dan tangannya menyambar ke arah kepala wanita itu. Tentu saja ia hanya menguji, bukan menyerang sesungguhnya walaupun gerakannya yang cepat tidak menimbulkan keraguan. Dan serangannya luput ketika wanita itu membuang diri ke samping lalu melompat berdiri.

   "Hemm, engkau pandai silat?"

   Tanya Kui Hong sambil memandang tajam penuh selidik. Su Bi Hwa baru menyadari bahwa ketua Cin-ling-pai itu hanya mengujinya, maka cepat ia memberi hormat.

   "Saya, pernah mempelajari sedikit ilmu silat, Pangcu."

   "Hemm, bagus. Hendak kulihat sampai dimana kehebatanmu!"

   Bentak Kui Hong.

   "Maaf, Pangcu. Saya tidak berani melawan. Kalau tadi saya mengelak, hal itu hanya karena saya terkejut."

   Kata Bi Hwa yang maklum bahwa ketua itu hanya ingin mengujinya. Kini ia menunduk dan tidak mau melawan. Watak Kui Hong yang gagah melarang ia menyerang orang yang tidak mau melawan. Ia mengerutkan alisnya. Agaknya sukarlah membongkar rahasia itu melalui Gouw Kian Sun dan Bi Hwa. Tinggal seorang lagi, yaitu Ciok Gun.

   "Suheng Ciok Gun apakah engkau masih mengakui aku sebagai ketua Cin-ling-pai?"

   Tiba-tiba ia bertanya kepada Ciok Gun yang masih berlutut. Ciok Gun mengangkat muka memandang,

   "Tentu saja Pangcu."

   "Dan engkau siap mentaati semua perintahku sebagai ketuamu?"

   "Ya, tentu saja,"

   Jawab Ciok Gun dengan singkat dan dengan sikap tenang dan muka dingin.

   "Kalau begitu, mari engkau ikut denganku dan jangan bertanya kemana kita pergi dan apa keperluannya. Mari!"

   Ciok Gun nampak meragu dan mengerutkan alisnya. Pada saat itu, selagi dia bingung karena perintah ketua itu demikian tiba-tiba dan dia belum "diisi"

   Mengenai hal ini, Su Bi Hwa yang berdiri didekatnya berkata lembut.

   "Ciok Gun, ketua telah memberi perintah. Tunggu apa lagi? Taatilah perintahnya!"

   Mendengar ini, Ciok Gun bangkit dengan cepat dan tentu saja hal ini tidak terlewat begitu saja oleh perhatian Kui Hong. Diam-diam ia mencatat betapa taatnya Ciok Gun terhadap ucapan wanita cantik itu! Akan tetapi karena tidak ada bukti sesuatu yang mencurigakan, dan ucapan itu seperti bujukan halus agar murid suaminya itu mentaati perintah ketua, sikap yang wajar sekali, Kui Hong juga tidak dapat berbuat sesuatu.

   "Mari kita pergi!"

   Katanya dan iapun keluar dari dalam rumah itu, diikuti oleh Ciok Gun. Kui Hong berlari cepat keluar dari Cin-ling-pai, menuruni puncak menuju ke lereng bukit dimana terdapat sebuah hutan. Di hutan itulah ia berjanji untuk bertemu dengan Hay Hay. Akan tetapi sambil menunggu munculnya Hay Hay, ia ingin mencoba untuk memaksa suhengnya itu mengaku. Maka, setelah tiba di dalam hutan, ia pun berhenti dan Ciok Gun juga berhenti. Mereka berhadapan. Ciok Gun berdiri dengan sikapnya yang terlalu tenang dan dingin, menundukkan mukanya dengan sikap menanti.

   "Nah, Suheng. Sekarang kita berada di tengah hutan, hanya berdua saja. Katakan, apa yang kau ketahui tentang segala peristiwa yang terjadi di Cin-ling-pai? Siapakah orang-orang yang mengatur semua ini? Siapa yang membuat Gouw Kian Sun ketakutan, dan siapa yang melempar fitnah kepada Cin-ling-pai dengan melakukan semua perbuatan keji terhadap para tokoh partai besar itu?"

   Sikap Ciok Gun masih tenang saja, dan wajahnya dingin, sedikit pun tidak membayangkan sikap bersalah ketika dia menjawab.

   "Aku tidak tahu, Pangcu. Aku tidak tahu apa-apa."

   Kui Hong mengerutkan alisnya. Sekarang baginya tinggal Ciok Gun ini satu-satunya harapan untuk membongkar rahasia itu. Ia harus memaksa orang ini untuk membuka rahasia. Maka, iapun lalu membentaknya,

   "Suheng, apakah aku harus menggunakan kekerasan?"

   Sepasang mata itu menatapnya dan Kui Hong terkejut. Mata itu sama sekali tidak memancarkan perasaan, seperti orang mati.

   "Terserah kepadamu!"

   Jawaban itu pun sama sekali tidak mencerminkan sikap Ciok Gun yang dahulu selalu sayang dan hormat kepadanya.

   "Bagus! Kau sambut ini!"

   Bentak Kui Hong yang segera menyerang dengan cepat, menotok ke arah pundak Ciok Gun. Namun, dengan gerakan sigap, Ciok Gun mengelak sambil membalas serangan dengan cengkeraman ke arah perut Kui Hong. Serangan ini merupakan serangan maut yang amat berbahaya! Ini pun luar biasa! Bagaimana mungkin suhengnya itu mendadak membalas dengan serangan maut terhadap dirinya? Kui Hong meloncat ke belakang dan maju lagi mengirim serangan bertubi-tubi. Ia ingin cepat menotok roboh suhengnya itu agar dapat membujuk dan kalau perlu memaksanya membuka rahasia yang ia yakin diketahui suhengnya itu. Akan tetapi ia terkejut dan merasa heran sekali melihat kenyataan bahwa ternyata Ciook Gun dapat menandinginya dengan baik!

   Padahal ia tahu benar bahwa ilmu kepandaiannya jauh lebih tinggi dibandingkan suhengnya itu. Demikian cepatkah dia memperoleh kemajuan? Ia merasa penasaran bukan main! Setelah lewat tiga puluh jurus dan ia belum mampu merobohkan Ciok Gun, Kui Hong semakin penasaran. Hal ini sudah tidak mungkin sama sekali! Cepat ia mengubah gerakannya dan dengan tubuh merendah, ia lalu mengerahkan tenaga dan mengeluarkan bentakan dahsyat sambil memukul dengan dorongan kedua tangan. Itulah sebuah jurus dari Hok-liong Sin-ciang (Tangan Sakti Menaklukan Naga). Ilmu silat dahsyat yang pernah ia pelajari dari kakeknya, Pendekar Sadis Ceng Thian Sin di pulau Teratai Merah. Angin dahsyat menyambar ke arah Ciok Gun yang menyambutnya dengan kedua tangan di dorongkan ke depan.

   "Desss...!"

   Akibatnya, tubuh Ciok Gun terjengkang dan bergulingan. Kui Hong meloncat ke depan mengejar untuk melihat keadaan suhengnya. Akan tetapi alangkah heran dan kagetnya ketika tubuh yang sudah terkena sambaran hawa pukulan Hok-liong Sin-ciang itu, yang setidaknya tentu akan pingsan, tiba-tiba meloncat bangun dan sudah menyambutnya dengan serangan lagi!

   "Ehhh...?"

   Kui Hong yang lincah dapat mengelak ke kiri dan matanya terbelalak. Ini sama sekali tidak mungkin! Bagaimana suhengnya yang roboh di landa hawa pukulan Hok-liong Sin-ciang tidak menderita apapun dan begitu roboh dapat bangun kembali dan menyerangnya dengan dahsyat? Ia pun mengeluarkan kepandaiannya, bersilat dengan amat cepat karena ia memainkan Pat-thong-sin-kun yang membuat tubuhnya berkelebatan di delapan penjuru dan tangannya tiba-tiba meluncur dan mengirim totokan yang tepat mengenai jalan darah di punggung lawan.

   "Tukk!"

   Tubuh Ciok Gun terkulai roboh. Akan tetapi kembali Kui Hong terbelalak karena begitu roboh, Ciok Gun yang terkena totokannya itu sudah bangkit kembali! Suhengnya itu seperti tidak merasakan akibat totokannya!

   "Wah, dia lihai sekali!"

   Tiba-tiba terdengar suara Hay Hay dan pemuda itu sudah berhadapan dengan Ciok Gun. Ciok Gun nampak bingung ketika melihat munculnya seorang pemuda tampan berpakaian biru yang matanya mencorong dan tersenyum-senyum.

   "Siapa kau?"

   Bentak Ciok Gun sambil siap untuk menyerang. Hay Hay tertawa dan diam-diam sudah mengerahkan kekuatan sihirnya, memandang kepada Ciok Gun, lalu bertolak pinggang dan menudingkan telunjuknya ke muka murid Cin-ling-pai itu.

   "Ha-ha-ha, Ciok Gun, apakah engkau lupa kepada kakekmu? Aku kakekmu! Hayo engkau memberi hormat dan berlutut kepadaku!"

   Seketika Ciok Gun nampak bingung. Dia terbelalak memandang kepada Hay Hay dan menggagap.

   "Ehh...? Apa kau bilang? Kakekku... engkau kakekku...?"

   Dan kini terjadi hal yang mengejutkan dan mengherankan hati Hay Hay. Ciok Gun hanya sebentar saja nampak bingung, lalu tiba-tiba menyerangnya dengan geraman seperti seekor binatang buas. Murid Cin-ling-pai itu tidak terpengaruh sihirnya! Dan serangannya sungguh liar berbahaya! Akan tetapi, tentu saja Hay Hay dapat menghadapi serangan itu dengan mudah. Tingkat ilmu kepandaiannya jauh lebih tinggi, maka begitu melihat Ciok Gun menyerang dengan cengkeraman kedua tangan ke arah leher dan perutnya, diapun menggeser kakinya, tubuhnya miring dan serangan itu luput. Kemudian dari samping, dia menyapu kedua kaki lawan. Tak dapat dihindarkan lagi, tubuh Ciok Gun terpelanting! Sebelum dia dapat bangkit, Hay Hay sudah membentaknya dengan pengerahan sihirnya.

   "Ciok Gun, rebah dan engkau tidak mampu bangun kembali!"

   Suaranya mengandung kekuatan yang amat dahsyat, amat berpengaruh sehingga sejenak Ciok Gun hanya terbelalak, tidak mampu bangkit. Akan tetapi, hanya sebentar ia terpengaruh, karena dia segera bangkit kembali walaupun dengan susah payah. Seolah dia bersitegang diantara dua kekuatan yang tidak tampak, yang satu memaksa dan menekannya agar rebah terus, yang kedua mendorongnya agar bangkit dan menyerang! Melihat ini, Hay Hay dapat merasakan getaran yang kuat, yang melawan kekuatan sihirnya. Maka diapun berkata kepada Kui Hong.

   "Hong-moi, cepat kau cari orang yang menguasainya dengan sihir. Tak jauh dari sini...!"

   Hay Hay menyambut bangkitnya Ciok Gun dengan totokan yang membuat tubuh murid Cin-ling-pai itu terkulai kembali. Karena maklum tubuh Ciok Gun sudah memiliki kekebalan yang tidak wajar, dan pengaruh totokannya itu hanya sebentar saja, Hay Hay lalu cepat menelikung kedua tangan Ciok Gun ke belakang dan mengikat kedua pergelangan tangan dengan sehelai sabuk sutera yang kuat. Juga kedua kakinya diikat sehingga kini, biarpun pengaruh totokan sudah membuyar kembali,

   Ciok Gun tidak mampu bergerak, hanya mengeluarkan suara menggereng dan mencoba meronta sambil matanya melotot memandang ke arah Hay Hay. Beberapa kali Hay Hay mengerahkan kekuatan sihirnya untuk menaklukkan semangat perlawanan pada diri Ciok gun akan tetapi hanya sebentar orang itu tunduk, lalu melawan kembali dan bersikap liar. Jelas bahwa ada kekuatan rahasia yang mengendalikan Ciok Gun! Sementara itu, begitu mendengar seruan Hay Hay, Kui Hong segera berkelebat lenyap di antara pohon-pohon di hutan itu. Ia maklum apa yang dikatakan kekasihnya itu. Tentu ada orang ketiga yang bersembunyi dan mengendalikan Ciok Gun dengan ilmu sihirnya. Dan tentu orang itu biang keladi semua kejadian yang penuh rahasia di Cin-ling-pai! Kiranya ketika ia tadi memasuki hutan mengajak Ciok Gun, ada orang yang membayanginya.

   Tadi pun ia sudah waspada selalu menyelidiki keadaan sekeliling, namun tidak menemukan sesuatu. Hal itu saja menunjukkan bahwa kalau memang benar ada orang yang membayanginya, tentu orang itu lihai sekali, sehingga iatidak dapat melihat atau mendengarnya. Setelah mencari-cari di sekitar tempat itu, akhirnya ia menemukan apa yang dicarinya! Seorang tosu bertubuh tinggi besar, usianya kurang lebih enam puluh tahun, rambut di gelung ke atas dan mengenakan jubah pendeta, sedang duduk bersila seorang diri diatas petak rumput diantara pohon-pohon. Tosu itu sedang dalam samadhi, matanya dipejamkan, mulutnya berkemal-kemil dan telunjuk tangan kanannya mencorat-coret tanah di depannya. Ada beberapa batang hio (dupa biting) mengepulkan asap di samping kirinya.

   "Pendeta palsu! Kiranya engkau yang mengacau di Cin-ling-pai!"

   Seru Kui Hong dengan marah. Sekali pandang saja ia merasa yakin bahwa pendeta inilah yang mempengeruhi Ciok Gun. Pendeta itu bukan lain adalah Lan Hwa Cu, seorang diantara tiga orang pendeta Pek-lian-kauw yang terkenal dengan julukan Pek-lian Sam-kwi (Tiga Iblis Pek-lian-kauw) yang bersama Tok-ciang Bi Moli Su Bi Hwa bertugas untuk mengadu domba para tokoh partai besar dengan Cin-ling-pai.

   Tentu saja dia terkejut bukan main mendengar bentakan itu. Ketika tadi Ciok Gun di ajak pergi, Su Bi Hwa cepat memberi tahu kepada tiga orang suhunya dan Lan Hwa Cu segera membayangi ketua Cin-ling-pai yang mengajak Ciok Gun keluar itu. Dengan kepandaiannya yang tinggi, Lan Hwa Cu berhasil membayangi Kui Hong tanpa diketahui. Dia tahu bahwa Ciok Gun telah menjadi mereka. Murid Cin-ling-pai yang tadinya setia itu telah dicekoki racun pembius dan telah dikuasainya dengan ilmu sihir sehingga selain tubuh Ciok Gun menjadi kebal, juga dia dapat dikendalikan dari jauh dengan kekuatan sihir. Biarpun Lan Hwa Cu sudah percaya bahwa Ciok Gun telah menjadi seperti boneka hidup yang akan setia sampai mati kepada Pek-lian Sam-kwi dan Su Bi Hwa, namun dia tetap merasa khawatir.

   Karena itu, setelah melihat Kui Hong berhenti di tengah hutan, diapun memilih tempat tersembunyi dan cepat duduk bersila untuk menguasai Ciok Gun sepenuhnya dengan sihirnya. Karena bantuannya inilah maka Ciok Gun menjadi makin kuat, sehingga sukar ditundukkan oleh sihir Hay Hay! Ketika Lan Hwa Cu mendengar bentakan itu, dia cepat membuka mata dan memandang dan terkejutlah dia melihat Cia Kui Hong telah berdiri di depannya, dalam jarak empat lima meter dan gadis itu nampak begitu anggun dan berwibawa, bertolak pinggang dan memandang kepadanya dengan sepasang mata mencorong seperti mata naga! Maklum bahwa keadaannya telah ketahuan orang, diapun mengambil keputusan cepat. Gadis ini harus dibunuhnya, atau ditawannya. Kalau tidak, semua usaha kelompoknya terancam bahaya kegagalan.

   "Haiiiiiiittttt...!!"

   Dia meloncat berdiri dan tangan kirinya terayun. Serangkum sinar menyambar ke arah Kui Hong. Gadis ini maklum bahwa ia diserang senjata rahasia jarum. Ia sendiri adalah ahli senjata rahasia jarum yang dipelajarinya dari neneknya, maka tentu saja dengan mudah ia dapat mengelak dengan loncatan ke samping dan tangan kirinya juga digerakkan dan nampak sinar merah menyambar ke arah lawan!

   Lan Hwa Cu terkejut bukan main. Dengan mengebutkan ujung lengan bajunya yang lebar dan panjang, dia mampu meruntuhkan semua jarum merah itu dan yang membuat dia terkejut adalah melihat kelihaian wanita muda itu. Bukan saja mampu mengelak dari serangan jarumnya, bahkan membalas dengan jarum yang lebih hebat, karena ketika dia mengebutkan ujung lengan bajunya tadi, dia mencium bau harum yang kuat, tanda bahwa jarum-jarum merah itu mengandung racun yang ampuh! Maklum bahwa lawannya lihai, Lan Hwa Cu yang merupakan tokoh kelas dua dari Pek-lian-kauw yang biasanya memandang rendah lawan, segera melompat ke depan dan sabuknya yang panjang dengan kedua ujungnya dipasangi bola dan bintang saja, sudah menyambar-nyambar dengan ganasnya. Karena ingin tahu siapa lawannya, Kui Hong kembali mengelak dengan loncatan ke belakang. Ia menudingkan telunjuk tangan kirinya.

   "Tahan senjata! Totiang katakan dulu siapa engkau dan mengapa pula menyerangku!"

   Akan tetapi, tentu saja Lan Hwa Cu tidak mau banyak bicara lagi. Dari pertanyaan itu, tahulah dia bahwa ketua Cin-ling-pai ini hanya menduga saja bahwa dia yang mengacau di Cin-ling-pai. Gadis itu belum mengenalnya dan belum tahu apa yang sesungguhnya terjadi di Cin-ling-pai. Karena itu, tentu saja dia tidak akan membongkar rahasia Pek-lian-kauw dan dia pun sudah menyerang lagi dengan ganasnya, menggunakan sabuknya.

   Ujung bola dan bintang bajaitu beterbangan menyambar-nyambar dalam serangan yang dahsyat sehingga Kui Hong terpaksa berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan diri dari sambaran maut itu. Gadis sakti itupun terkejut karena dari sambaran senjata itu, ia pun dapat mengukur tenaga lawan dan tahu bahwa lawannya ini selain pandai ilmu sihir, juga memiliki ilmu silat yang tinggi dan tenaga yang kuat. Maka, ia pun cepat mencabut sepasang pedangnya. Begitu sepasang pedang itu tercabut, nampaklah sinar-sinar hitam yang menyilaukan mata. Lan Hwa Cu terkejut. Itulah Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) yang amat ampuh. Tanpa disadarinya, pendeta itu mengeluarkan seruan tinggi seperti jerit seorang wanita, Kui Hong terheran karena suara pendeta itu sungguh seperti jerit seorang wanita! Akan tetapi karena lawan terus menyerangnya, ia pun menggerakkan sepasang pedangnya, menangkis dan balas menyerang.

   "Singgg...!"

   Bintang baja itu menyambar ke arah pelipis kiri Kui Hong dengan gerakan melingkar dan menyerong dari atas. Serangan ini berbahaya sekali. Namun, Kui Hong adalah seorang gadis pendekar yang telah matang ilmunya. Bukan saja ia telah mewarisi ilmu-ilmu yang hebat dari ayah ibunya yang juga merupakan sepasang suami isteri pendekar, bahkan gadis ini telah digembleng oleh kakek dan neneknya, yaitu Pendekar Sadis dan isterinya yang sakti di pulau Teratai Merah.

   Tingkat kepandaian Kui Hong kini bahkan telah melampaui tingkat kepandaian ayahnya dan ibunya! Ketika bintang baja itu menyambar ke arah pelipisnya, Kui Hong menggerakkan pedang di tangan kiri, mencoba untuk membabat putus sabuk itu. Akan tetapi, sabuk itu tidak terbabat putus, bahkan melibat pedang dan ujungnya masih menyambar sehingga kini bintang baja itu menyambar ke arah mukanya. Kui Hong menarik kepalanya ke belakang dan pada saat itu, bola baja di ujung kedua sabuk lawan menyambar ke arah perutnya! Bukan main lihainya tosu itu. Akan tetapi, Kui Hong tidak menjadi gugup. Ia menggerakkan pedang kanannya membacok ke arah bola baja, sedangkan pedang kirinya masih terlibat sabuk.

   "Trangggg...!!"

   Bola baja itu terpental dan Lan Hwa Cu kembali mengeluarkan jerit wanita karena tangannya terasa panas sekali dan bola baja itu hampir saja mengenai kepalanya sendiri. Terpaksa dia meloncat kebelakang dan melepaskan libatan sabuknya. Melihat lawannya meloncat ke belakang, Kui Hong yang sudah penasaran itu mengejar dan sepasang pedangnya berubah menjadi dua gulungan sinar hitam yang dahsyat sekali, bagaikan dua ekor naga hitam mengamuk! Lan Hwa Cu menangkis dan membalas, namun menghadapi gelombang serangan sepasang pedang hitam yang ampuh itu, dia merasa kewalahan juga. Permainan pedang ketua Cin-ling-pai itu amatlah hebatnya sehingga kalau dia terus melawan, besar kemungkinan dia akan terancam bahaya maut.

   Kembali ujung pedang kanan di tangan Kui Hong sudah meluncur dan hampir saja mengenai pundaknya, Lan Hwa Cu melompat ke belakang dan ketika tangan kirinya terayun, terdengar ledakan dan tampak asap hitam mengepul tebal. Kui Hong meloncat ke belakang, khawatir kalau-kalau asap itu beracun. Ketika ia berloncatan mengitari asap itu, ternyata lawannya sudah lenyap. Kui Hong tidak mengejar karena maklum bahwa selain hal itu sia-sia karena ia tidak tahu ke arah mana lawan pergi, juga amat berbahaya dan ia ingin melihat bagaimana hasilnya Hay Hay menguasai Ciok Gun. Ia pun cepat lari ke tempat tadi ia meninggalkan Ciok Gun. Lega hatinya melihat betapa Ciok gun sudah dapat dikuasai Hay Hay, sudah rebab dengan kaki tangan terbelenggu. Melihat Ciok Gun seperti orang pingsan, ia berkata,

   "Hay-ko, cepat sadarkan dia agar terbebas dari pengaruh jahat dan dapat menceritakan semua rahasia kepada kita."

   "Nanti dulu, Hong-moi. Justeru dalam keadaan terbius dan tersihir, dia akan dapat menceritakan segala rahasia kepada kita. Kalau dia sadar, mungkin dia melupakan segalanya."

   Setelah berkata demikian, Hay Hay lalu menotok pundak dan tengkuk Ciok Gun. Murid Cin-ling-pai itu mengeluh dan membuka mata. Pada saat itu, Hay Hay sudah mengerahkan tenaga sihirnya, memandang wajah Ciok Gun dan suaranya terdengar penuh wibawa ketika dia berkata.

   "Ciok Gun, engkau selalu mentaati kami! Engkau membantu kami menghadapi orang-orang Cin-ling-pai. Ingat?"

   Ciok Gun sejenak memandang kepada Hay Hay seperti orang kehilangan semangat, akan tetapi kemudian dia mengangguk.

   "Aku... aku ingat..."

   Ciok Gun seperti termenung, lalu terdengar jawabannya lirih.

   "Pek-lian Sam-kwi... aku harus taat kepada Pek-lian sam-kwi..."

   Kui Hong mengepal tinjunya. Kiranya Pek-lian-kauw yang menjadi biang keladinya! Kini tahulah ia bahwa tosu yang lihai tadi adalah orang Pek-lian-kauw tentu seorang di antara Pek-lian Sam-kwi, tiga iblis dari Pek-lian-kauw yang sudah pernah di dengar namanya akan tetapi belum pernah dijumpainya itu.

   "Siapa lagi selain Pek-lian Sam-kwi? Hayo jawab sesungguhnya!"

   "Tok-ciang Bi Moli..."

   "Ah, Su Bi Hwa itu?"

   Tanya Kui Hong. Mendengar pertanyaan ini, Ciok Gun tidak menjawab. Dalam keadaan seperti itu, dia hanya mengenal satu suara saja, yaitu suara orang yang mengguasainya lewat kekuatan sihir dan pada saat itu, Hay Hay yang menguasai setelah pengaruh sihir para tosu Pek-lian-kauw menipis. Tadi Lan Hwa Cu masih mengendalikan Ciok Gun, maka sukar bagi Hay Hay untuk menguasainya. Hal ini adalah karena sudah terlalu lama dan mendalam Ciok Gun di cengkeram dalam kekuasaan sihir para tosu Pek-lian-kauw itu. Kini, setelah Lan Hwa Cu diganggu Kui Hong dan terpaksa melarikan diri, cengkeraman itu mengendur dan dalam keadaan lemah ini, dengan mudah Hay Hay dapat menguasai Ciok Gun.

   "Ciok Gun, katakan siapa nama Tok-ciang Bi Moli itu!"

   Kata Hay Hay dengan suara mengandung perintah.

   "Namanya Su Bi Hwa..."

   Tentu saja Kui Hong menjadi semakin marah. Kiranya isteri Gouw Kian Sun itu berjuluk Tok-ciang Bi Moli dan merupakan seorang di antara gerombolan yang mengacau di Cin-ling-pai.

   "Ciok Gun, engkau tahu tentang mengapa Gouw Kian Sun begitu taat kepada Tok-ciang Bi Moli Su BI Hwa dan mau menerimanya sebagai isteri? Ceritakan semua dengan jelas!"

   Kini Ciok Gun sepenuhnya sudah berada dalam kekuasaan Hay Hay, maka tanpa ragu lagi dia pun menjawab dengan lancar.

   "Keluarga Cia ditawan oleh orang-orang Pek-lian-kauw. Kalau suhu Gouw Kian Sun menolak, keluarga itu akan di bunuh."

   Pucat wajah Kui Hong mendengar ini.

   "Siapa yang ditawan? Siapa?"

   Kembali Ciok Gun tidak menjawab dan kelihatan bingung.

   "Ciok Gun,"

   Kata Hay Hay.

   "Katakan siapa saja yang di tawan orang Pek-lian-kauw."

   "Kakek guru Cia Kong Liang, su-pek (uwa guru) Cia Hui Song, supek-bo Ceng Sui Cin dan putera mereka, Cia Kui Bu..."

   "Keparat jahanam...!!!"

   Kui Hong berseru karena terkejut dan marah bukan main. Kakeknya, ayah ibunya dan adiknya telah ditawan oleh orang-orang Pek-lian-kauw! Kiranya susioknya, Gouw Kian Sun, menjadi lemah tak berdaya dan terpaksa menurut saja kemauan orang-orang Pek-lian-kauw karena mereka mengancam akan membunuh keluarga Cia! Orang-orang Pek-lian-kauw menekan Kian Sun dengan ancaman, dan menguasai Ciok Gun dengan bius dan sihir! Jelas mereka akan menghancurkan Cin-ling-pai dan mengadu domba dengan partai-partai besar di dunia persilatan! Sekali memerintahkan Ciok Gun untuk tidur, murid Cin-ling-pai yang sepenuhnya sudah dikuasai Hay Hay itupun pulas.

   

Kumbang Penghisap Kembang Eps 12 Pendekar Mata Keranjang Eps 39 Kumbang Penghisap Kembang Eps 19

Cari Blog Ini