Ceritasilat Novel Online

Kumbang Penghisap Kembang 24


Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo Bagian 24



"Ah, kalau orang benar ada saja penolong datang."

   Kata Toan Hui Cu dengan girang. Akan tetapi Siangkoan Ci Kang mengerutkan alisnya dan bertanya kepada pemuda itu.

   "Tahukah engkau siapa yang melakukan fitnah sekeji itu kepadamu?"

   "Teccu dapat menduga orangnya, akan tetapi tidak ada buktinya. Yang meyakinkan hati teecu adalah karena setelah teecu dihukum, dia mendapat kedudukan, menggantikan teecu."

   "Dan engkau mendendam kepada orang itu?"

   Kembali Siangkoan Ci Kang bertanya, suaranya tegas dan pandang matanya mencorong dan penuh selidik menatap wajah pemuda itu. Tan Hok Seng adalah seorang pemuda yang cerdik sekali. Dia banyak membaca dan tahu bagaimana watak para pendekar. Seorang pendekar sejati tidak mudah dikuasai nafsu, demikian dia membaca. Seorang pendekar sejati tidak membiarkan nafsu dan dendam kebencian meracuni hatinya. Maka, mendengar pertanyaan itu, dengan tegas dan mantap diapun menjawab,

   "Sama sekali tidak, Suhu! Teecu tidak mendendam, hanya kelak kalau ada kesempatan dan kalau kepandaian teecu memungkinkan, teecu ingin menyelidiki siapa sebenarnya yang mencuri peti perhiasan lalu menyembunyikan di dalam kamar teecu itu."

   "Hemm, apa bedanya itu dengan mendendam? Dan kalau engkau berhasil menemukan orangnya, lalu apa yang akan kau lakukan?"

   Kalau saja Tan Hok Seng bukan seorang pemuda cerdik dan hanya menuruti panasnya hati saja, kemudian menjawab bahwa dia akan membunuh orang itu, tentu suami isteri itu akan kecewa dan belum tentu mereka dapat menerimanya dengan hati bulat. Akan tetapi Hok Seng tahu apa yang harus menjadi jawabannya.
(Lanjut ke Jilid 22)

   Ang Hong Cu (Seri ke 10 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 22
"Teecu akan melaporkan ke pengadilan agar ditangkap dan hal itu dapat membersihkan nama teecu yang telah difitnah."

   Jawaban ini melegakan hati Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu. Dan untuk menjenguk isi hati calon murid ini, Siangkoan Ci Kang bertanya lagi,

   "Kalau namamu sudah bersih, engkau menginginkan kembali jabatan dan kedudukan itu?"

   "Tidak sama sekali, Suhu. Teecu sudah bosan dengan kedudukan itu karena di sana terjadi banyak kebusukan. Persaingan, fitnah, sogok-menyogok, kecurangan dan pementingan diri sendiri. Hampir semua pejabat hanya memikirkan bagaimana untuk mendapat untung sebanyaknya. Teecu sudah muak dengan semua keadaan itu."

   Bukan main girang hati suami isteri itu.

   "Baiklah, Hok Seng. Mulai hari ini, engkau menjadi murid kami dan kami mengharap engkau menjadi murid yang baik. Untuk mengetahui dasar yang ada padamu, cobalah engkau mainkan semua ilmu silat yang pernah kau pelajari."

   Mereka pergi ke lian-bu-thia dan belum lama mereka memasuki ruangan berlatih silat ini, Bi Lian menyusul mereka. Gadis ini merasa heran melihat betapa tamu itu diajak masuk ke lian-bu-thia (ruangan berlatih silat) oleh ayah ibunya. Ketika ia bertanya, ia merasa semakin heran mendengar penjelasan ibunya,

   "Bi Lian, Tan Hok Seng ini kami terima menjadi murid kami. Mulai sekarang, dia adalah sutemu, akan tetapi engkau boleh menyebut suheng (kakak seperguruan) karena dia tebih tua darimu. Dan Hok Seng, engkau boleh menyebut Sumoi (adik seperguruan) kepada puteri kami Siangkoan Bi Lian ini."

   "Sumoi...!"

   Hok Seng cepat mengangkat kedua tangan di depan dada menyalam gadis itu. Sikap ini saja sudah menunjukkan bahwa pemuda itu menghormatinya, bahkan tidak segan memberi hormat lebih dahulu walaupun dia mendapatkan kehormatan untuk menjadi saudara tua. Diam-diam Bi Lian tidak puas. Bagaimanapun juga, pemuda itu baru saja menjadi murid ayah ibunya, dan dalam ilmu silat, jauh berada di bawah tingkatnya, mana pantas menjadi suhengnya? Akan tetapi tidak enak juga kalau disebut su-ci (kakak seperguruan) oleh seorang pemuda yang usianya beberapa tahun lebih tua darinya. Hal itu akan mendatangkan perasaan cepat tua dalam hatinya. Maka iapun tidak membantah dan ia membalas penghormatan Hok Seng sambil berkata lirih.

   "Selamat menjadi murid ayah dan ibu, suheng."

   Demikianlah, sejak hari itu, Tan Hok Seng menerima gemblengan dari kedua orang gurunya setelah mendemonstrasikan seluruh ilmu silat yang pernah dipelajarinya. Ternyata menurut penilaian Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu, dasar ilmu silat pemuda ini sudah lumayan. Dia mempelajari bermacam-macam ilmu silat, hanya tenaga dasar sin-kangnya yang kurang. Maka, Siangkoan Ci Kang memberi pelajaran berlatih dan menghimpun tenaga sin-kang, sedangkan Toan Hui Cu mengajarkan silat Kwan Im Sin-kun, bahkan kedua suami isteri itu kemudian mengajarkan ilmu baru mereka Kim-ke Sin-kun.

   Tentu saja suami isteri yang selamaa belasan tahun tinggal sebagai orang hukuman di kuil Siauw-lim-si itu dan kurang pengalaman, sama sekali tidak bermimpi bahwa mereka menerima murid seorang yang seolah-olah harimau berbulu domba! Tan Hok Seng bukanlah orang seperti yang mereka duga dan gambarkan! Mendengar Tan Hok Seng menceritakan riwayatnya, tidak sukar menduga siapa dia sebenarnya. Tan Hok Seng bukan lain hanyalah nama samaran Tang Gun! Telah diceritakan di bagian depan betapa perwira muda istana ini melarikan seorang selir terkasih kaisar. Dia ditangkap oleh Tang Bun An yang hendak mencari jasa dan kedudukan, kemudian diserahkan kepada kaisar! Tentu saja kaisar marah sekali dan Tang Gun dijatuhi hukuman buang. Dalam perjalanan, dia diselamatkan dan dibebaskan seorang yang lihai sekali dan yang mengenakan kedok,

   Bahkan bukan saja dia dibebaskan, juga dia diberi bekal sekantung uang emas. Sama sekali dia tidak tahu dan tidak dapat menduga siapa adanya orang berkedok yang membebaskannya itu. Tang Gun, atau sebaiknya kita kini menyebutnya Tan Hok Seng sebagai nama barunya, tentu saja tidak berani menggunakan nama lama karena betapapun juga dia adalah seorang pelarian dan buronan. Juga, kalau dia memperkenalkan nama lama kepada suami isteri yang menjadi gurunya itu dan kemudian mereka itu mendengar bahwa dia dihukum karena melarikan seorang selir kaisar, tentu kedua orang gurunya itu tidak akan sudi menerimanya sebagai murid. Dan dia mengarang cerita yang tidak begitu menarik perhatian, walaupun yang dia anggap sebagai musuhnya, yaitu yang melakukan "fitnah"

   Adalah orang yang telah menangkapnya itu.

   Tan Hok Seng, dengan pengalamannya yang banyak, karena sejak remaja dia sudah merantau dan mengalami banyak penderitaan, dapat membawa diri, dapat bersikap lembut dan sopan sehingga dengan mudahnya dia dapat mengelabui Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu. Bahkan setelah sebulan lewat dia tinggal dan mempelajari silat di rumah suami isteri pendekar itu, Bi Lian sendiri mulai tertarik dan merasa suka kepada "suheng"

   Itu. Siapapun dalam keluarga itu akan merasa suka kepada Hok Seng. Dia amat rajin, pagi-pagi sekali sudah bangun dan sejak dia berada di situ, rumah dan pekarangan keluarga itu nampak semakin bersih dan terpelihara baik-baik, Hok Seng bekerja tak mengenal lelah, dan tidak mengenal pekerjaan kasar atau rendah. Biarpun dia pernah menjadi seorang perwira muda istana yang membuat dia hidup mewah dan terhormat, kini dia tidak segan untuk menyapu pekarangan, membelah kayu bakar, memikul air dan segala pekerjaan kasar lainnya.

   Dan ketekunannya mempelajari dan melatih ilmu silat membuat suami isteri itu kagum bukan main. Diapun cepat memperoleh kemajuan. Semua sikap yang baik inilah yang mulai menarik perhatian Bi Lian. Dan semakin tebal harapan terkandung dalam hati Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu bahwa kelak pemuda itu, akan dapat menjadi mantu mereka! Setengah tahun kurang lebih lewat dengan cepatnya semenjak Hok Seng tinggal di Kim-ke-kok menjadi murid ayah ibu Bi Lian. Bukan saja kedua orang gurunya semakin suka kepadanya, bahkan hubungannya dengan Bi Lian menjadi semakin akrab, dan gadis itu mulai percaya akan segala kebaikan yang diperlihatkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada suatu sore, mereka latihan bersama di lian-bu-thia. Keduanya berlatih ilmu silat Kim-ke Sin-kun, ilmu baru yang diciptakan Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu.

   Mengagumkan sekali melihat dua orang muda itu berlatih silat. Yang pria tinggi tegap, tampan dan gagah, memiliki gerakan yang mantap bertanaga, sedangkan wanitanya cantik jelita dan memiliki gerakan lincah. Dan dari latihan ini saja dapat diketahui bahwa Hok Seng telah memperoleh kemajuan pesat sekali. Bahkan dalam latihan ilmu silat Kim-ke Sin-kun ini, dia sama sekali tidak terdesak oleh Sumoinya! Juga dalam hal tenaga sin-kang, dia telah memperoleh kemajuan dan kini tenaganya menjadi amat kuat, walaupun dibanding Bi Lian tentu saja dia masih kalah. Setetah selesai latihan, mereka beristirahat di luar lian-bu-thia, berjalan-jalan di taman bunga sambil menghapus keringat dengan kain. Lalu keduanya duduk berhadapan di dekat kolam ikan, di atas bahgku batu.

   "Aih, Sumoi. Sampai kapanpun aku tidak akan mungkin mampu menandingimu. Gerakanmu demikian matang, tenagamu juga kuat sekali dan engkau dapat bergerak secepat burung walet."

   Hok Seng memuji sambil menatap wajah Sumoinya dengan sinar mata kagum. Bi Lian sudah biasa dengan tatapan mata kagum ini, akan tetapi karena ia tidak melihat adanya pandang mata yang kurang ajar, maka iapun selalu bahkan merasa bangga dan gembira kalau suhengnya memandang seperti itu. Andaikata Hok Seng tidak pandai menahan diri dan pandang matanya mengandung pencerminan keadaan hatinya yang penuh berahi, tentu Bi Lian dapat melihat dan merasakannya dan tentu ia akan merasa tidak senang bahkan marah sekali.

   "Suheng, jangan khawatir. Kulihat engkau telah memperoleh kemajuan yang pesat. Kalau engkau tekun berlatih, terutama sekali menghimpun sin-kang seperti diajarkan ayah, aku percaya kelak engkau akan mampu menyusulku."

   Hok Seng menghela napas panjang dan wajahnya yang tampan nampak termenung, diliputi mendung. Melihat ini, Bi Lian merasa heran. Belum pernah selama ini ia melihat suhengnya bermuram seperti itu.

   "Suheng, engkau kenapakah? Apa yang kau pikirkan?"

   Kembali Hok Seng menarik napas panjang.

   "Ah, Sumoi, betapa inginku memiliki ilmu kepandaian seperti engkau agar tidak ada lagi orang berani menghinaku dan menjatuhkan fitnah kepadaku seperti yang pernah kualami."

   "Suheng, aku pernah mendengar ibuku berkata bahwa engkau pernah menjadi seorang perwira di istana akan tetapi difitnah orang dan kehilangan kedudukanmu. Benarkah itu. Ceritakanlah kepadaku, suheng. Aku ingin mendengarnya."

   "Memang benar demikian, Sumoi. Dengan susah payah aku merintis dan berusaha dengan tekun sehingga dari seorang perajurit pengawal aku berhasil menduduki jabatan perwira, dipercaya oleh istana. Akan tetapi, terjadi pencurian perhiasan milik seorang puteri istana dan si pencuri menyembunyikan peti perhiasan itu di bawah pembaringan dalam kamarku. Jelas aku difitnah. Karena itu, aku tekun berlatih silat agar memperoleh kepandaian yang cukup untuk melakukan penyelidikan."

   "Engkau hendak membalas dendam?"

   "Tidak, hanya aku akan membongkar rahasia pencurian itu sehingga yang salah akan dihukum, dan aku dapat membersihkan nama baikku."

   "Kenapa kalau engkau mengetahui bahwa engkau difitnah, dahulu engkau tidak mengambil tindakan, suheng?"

   Hok Seng menggeleng kepala dengan sedih dan terbayanglah di dalam ingatannya penghinaan yang terjadi atas dirinya ketika dia ditangkap dan diseret ke kota raja oleh penangkapnya itu.

   "Aku difitnah oleh orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, Sumoi. Ketika itupun aku sudah melawan, namun aku sama sekali tidak berdaya menghadapi orang yang lihai itu. Dan sekarang, menurut penyelidikanku sebelum aku tinggal di sini, orang yang melakukan fitnah itu telah mendapatkan kedudukan tinggi sebagai imbalan jasanya karena menangkap aku sebagai pencurinya! Kalau aku sudah memiliki kepandaian cukup, aku akan membongkar rahasianya itu, Sumoi. Sebelum kepandaianku cukup, tidak akan ada artinya, bahkan aku mungkin akan ditangkap kembali sebagai seorang pelarian. Dia amat lihai, Sumoi."

   Hati Bi Lian tertarik. Ada perasaan setiakawan terhadap suhengnya yang difitnah orang itu. Juga perasaan marah dan penasaran. Orang yang melakukan fitnah itu jelas orang yang berhati kejam dan jahat, pikirnya.

   "Suheng, siapa sih orang yang melakukan fitnah terhadap dirimu itu?"

   "Menurut penyelidikanku, namanya Tang Bun An."

   Berkerut alis Bi Lian mendengar she (nama keluarga) Tang itu. Teringat ia akan Hay Hay yang juga she Tang. Ang-hong-cu Si Kumbang Merah yang menjadi ayah kandung Hay Hay itu, penjahat cabul yang amat jahat, juga she Tang. Akan tetapi ia menyimpan perasaan kaget itu di dalam hatinya saja.

   Ia tidak ingin suhengnya mendengar tentang Ang-hong-cu, tidak ingin orang lain mendengar bahwa adik kandung suhengnya yang juga pernah ditunangkan dengannya pernah menjadi korban kecabulan Ang-hong-cu. Pek Eng, adik Pek Han Siong itu, kini telah menjadi isteri Song Bun Hok putera ketua Kang-jiu-pang. Juga seorang pendekar wanita lain, Cia ling, masih keluarga dekat Cin-ling-pai, menjadi korban Ang-hong-cu itu, akan tetapi kini Cia Ling juga sudah menjadi isteri Can Sun Hok. Kalau ia bercerita tentang Ang-hong-cu, tentu sukar baginya untuk tidak menceritakan kedua orang pendekar wanita iu dan ia tidak ingin melakukan hal ini. Peristiwa aib yang menimpa mereka itu harus dikubur dan dilupakan. Karena itulah, Bi Lian tidak mau memperlihatkan kekagetannya mendengar bahwa musuh Hok Seng seorang she Tang yang mengingatkan ia kepada Si Kumbang Merah Ang-hong-cu.

   "Tang Bun An? Hemmm, orang macam apakah dia dan sampai di mana kelihaiannya?".

   "Usianya sekitar lima puluh tahun lebih. Dia nampak tampan dan gagah, dan tentang ilmu silatnya, aku tidak dapat mengukur berapa tingginya, akan tetapi dahulu aku seperti seorang anak kecil yang lemah ketika melawannya. Dalam segebrakan saja aku sudah roboh."

   "Apakah dia memelihara kumis dan jenggot yang rapi, matanya tajam mencorong dan mulutnya selalu tersenyum?"

   Tanyanya. Ia teringat akan Ang-hong-cu yang pernah muncul dengan nama Han Lojin. Han Lojin yang kemudian ternyata Ang-hong-cu itu juga berusia lima puluh tahun lebih, tampan dan gagah, dengan kumis dan jenggot terpelihara rapi.

   "Dia memang bermata tajam dan sikapnya ramah, akan tetapi mukanya halus bersih, tidak berkumis maupun berjenggot. Mengapa engkau bertanya demikian, Sumoi?"

   "Ah, tidak. Aku teringat kepada seseorang, akan tetapi tidak ada sangkut pautnya dengan urusanmu itu. Suheng, kenapa tidak sekarang saja engkau pergi ke kota raja dan membongkar rahasia fitnah dan pencurian itu? Lebih cepat namamu dibersihkan, lebih baik, bukan?"

   "Mana mungkin, Sumoi? Aku merasa belum manlpu menandinginya dan kalau kembali aku tertawan, berarti aku bukan hanya menghadapi penderitaan dan hukuman berat, juga akan menyeret nama baik Suhu dan Subo. Tidak, sebelum aku yakin telah menguasai ilmu yang lebih tinggi sehingga akan dapat mengalahkannya, aku belum berani mencoba untuk membongkar fitnah itu, Sumoi."

   "Suheng, aku akan membantumu! Kalau dibiarkan terlalu lama, namamu sudah terlanjur rusak dan kedudukan orang itu terlanjur kuat sekali sehingga sukar untuk ditangkap."

   Wajah Hok Seng berseri. Kalau Sumoinya ini mau membantu, tentu lain soalnya. Sumoinya ini hebat, memiliki ilmu kepandajan tinggi sekali, dapat disebut sakti, dan dia percaya kalau sumomya ini akan mampu menandingi orang yang dahulu menangkapnya itu.

   "Akan tetapi, aku merupakan seorang pelarian atau orang buruan, maka aku tidak berani berterang memasuki kota raja, Sumoi."

   "Itu mudah saja, suheng. Engkau masuk dengan menyamar, menyelundup. Kemudian diam-diam kita mencari orang yang melakukan fitnah itu, apa sukarnya?"

   "Akan tetapi hati-hati, Sumoi. Dia itu selain lihai juga tukang fitnah, tentu dia akan menyangkal semua perbuatannya yang keji, bahkan tidak mungkin dia akan melontarkan fitnah yang lebih keji terhadap diriku!"

   "Jangan khawatir, suheng. Aku yakin kita berdua akan dapat membongkar rahasia itu dan membekuknya."

   Ketika mereka menghadap Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu dan menyatakan hendak pergi bersama ke kota raja untuk membongkar urusan fitnah dan akan membersihkan nama baik Tan Hok Seng yang pernah tercemar,kedua orang suami isteri itu sebetulnya merasa tidak setuju. Akan tetapi, mereka melihat kesempatan bagi puteri mereka untuk bergaul dengan lebih akrab dengan Hok Seng yang diharapkan menjadi calon mantu mereka, maka merekapun membeeri persetujuan mereka.

   "Akan tetapi engkau tentu ingat akan pengakuanmu dahulu, Hok Seng, bahwa engkau tidak menaruh dendam kepada orang yang melempar fitnah kepadamu!"

   Kata Siangkoan Ci Kang.

   "Dan kalian jangan sampai menimbulkan keributan di kota raja, apa lagi menentang petugas pemerintah."

   Pesan pula Toan Hui Cu.

   "Harap Suhu dan Subo tenangkan hati,"

   Jawab Hok Seng tenang.

   "Teecu bukan mendendam, melainkan karena dorongan Sumoi, teecu hendak mencuci nama baik teecu yang dicemarkan orang, menangkap yang bersalah agar dihukum. Dan teecu bersama Sumoi akan bekerja diam-diam sehingga tidak sampai menimbulkan keributan di kota raja, apa lagi karena teecu masih menjadi seorang pelarian sebelum nama teecu dibersihkan kembali."

   Tentu saja di dalam hatinya, pemuda ini sama sekali bukan bermaksud "membersihkan nama"

   Karena bagaimanapun juga, namanya yang aseli tidak mungkin dapat dibersihkan lagi. Dia sudah membuat dosa besar kepada kaisar, yaitu melarikan seorang selir terkasih kaisar. Hal itu telah terbukti, bagaimana mungkin dibersihkan lagi? Yang jelas, dia mendendam kepada Tang Bun An yang kini menurut penyelidikannya telah menjadi seorang perwira tinggi,

   Kedudukannya yang bahkan lebih tinggi dari kedudukannya karena telah berjasa menemukan kembali selir yang minggat dan menghadapkan dia sebagai pembawa pergi selir itu. Dan dia merasa yakin akan dapat membalas dendam kepada orang itu, bukan saja karena kini dia telah memperoleh kemajuan pesat sekali dalam ilmu silat, akan tetapi dia ditemani Siangkoan Bi Lian, gadis perkasa yang memiliki ilmu silat tinggi itu. Sebetulnya hanya itulah yang terpenting, yaitu membalas dendam kepada Tang Bun An! Yang lain dia tidak perduli. Kalau sudah berhasil membunuh Tang Bun An, dia akan lebih tekun belajar silat, kemudian kalau memungkinkan keadaannya, dia akan mendekati Bi Lian dan mengusahakan agar gadis yang amat cantik jelita menggairahkan dan lihai ilmu silatnya ini dapat menjadi isterinya!

   Tidak sukar bagi seorang menteri negara yang demikian besar kekuasaannya seperti Menteri Cang Ku Ceng, untuk minta bantuan seorang perwira pengawal thai-kam (kebiri) sehingga Kui Hong dengan mudah dapat diselundupkan ke dalam istana! Karena maksud Kui Hong menyelundup ke dalam istana hanya untuk melakukan pengintaian dan sedapat mungkin menangkap basah pria yang kabarnya menurut desas-desus menggauli hampir semua selir, dayang dan puteri istana, maka iapun hanya minta waktu seminggu saja untuk melakukan penyelidikan. Dan waktu baginya untuk mengintai hanya malam hari. Oleh karena itu, untuk membebaskan gadis perkasa itu dari perhatian dan kecurigaan, Kui Hong selalu sembunyi di siang hari, disembunyikan oleh perwira thai-kam itu ke dalam kamar seorang wanita setengah tua yang bekerja sebagai tukang cuci dan yang dipercaya penuh oleh perwira thai-kam itu.

   Setelah hari menjadi gelap, barulah Kui Hong keluar dari dalam kamar itu dan melakukan perondaan secara rahasia. Memang tidak mudah bagi perwira Thai-kam itu untuk mempercaya seorangpun di dalam istana kecuali tukang cuci yang masih terhitung saudara misan ibunya dari dusun itu. Hampir semua wanita di dalam istana itu, terutama yang masih muda dan cantik, agaknya mempunyai hubungan dengan pria misterius yang tak pernah diJihat orang memasuki istana itu. Kalaupun ada yang melapor, mereka itu hanya melihat berkelebatnya bayangan seorang pria, namun belum pernah melihat orangnya. Agaknya, tidak mungkin ada orang yang kelihatan bayangannya tidak kelihatan orangnya.

   Hanya setan saja yang demikian itu. Anehnya, Sang Permaisuri sendiri agaknya acuh atau tidak menaruh perhatian, bahkan nampak tidak percaya kalau diberi laporan bahwa ada pria memsuki istana bagian puteri. Maka, terpaksa Kui Hong diselundupkan secara tersembunyi, tidak seperti seorang dayang baru atau peJayan baru. Karena kalau diJakukan demikian, Kui Hong khawatir kalau kehadirannya akan mencurigakan hati orang dan akan membuat laki-laki yang suka berkeliaran di dalam istana bagian puteri itu berhati-hati dan tidak muncul lagi. Kehadirannya di dalam istana harus dirahasiakan dan tidak boleh diketahui umum. Hal ini ia kemukakan kepada Menteri Cang Ku Ceng dan menteri yang bijaksana ini mempergunakan kekuasaannya untuk dapat memenuhi permintaan Kui Hong.
"
Sudah tiga hari tiga malam Kui Hong berada di dalam istana, hanya diketahui oleh Menteri Cang, perwira Thaikam, dan pelayan wanita tukang cuci di istana. Setiap malam ia melakukan pengintaian dan perondaan, dan dari pagi sampai sore ia bersembunyi saja di dalam kamar. Namun, belum pernah ia menemukan sesuatu yang mencurigakan, belum pernah bertemu seorang pria yang berkeliaran di istana bagian puteri itu. Yang kelihatan hanyalah para pengawal istana, orang-orang Thaikam yang melakukan perondaan

   --- Sepertinya ada HALAMAN yang hilang ---

   Kui Hong membuka kedua matanya. Yang pertama nampak adalah langit-langit bercat putih, lalu dinding berwarna merah muda. Ia menggerakkan kaki tangannya. Terbelenggu! Ia terbelenggu pada kaki tangannya dan rebah terlentang di atas sebuah pembaringan, dalam sebuah kamar! Bukan kamar di mana ia terjebak tadi. Ia terjatuh ke tangan Tang Bun An, si penjahat cabul! Akan tetapi hatinya lega ketika merasa bahwa pakaiannya masih menutupi tubuhnya dan tidak dirasakan sesuatu pada dirinya. Jahanam itu belum mengganggunya. Belum! Kemungkinan besar ia akan di ganggu, dan hatinya di cekam kengerian membayangkan betapa dalam keadaan terbelenggu dan tidak berdaya itu ia dipermainkan dan diperkosa oleh perwira cabul itu! Jantungnya berdebar tegang dan hatinya dilanda kengerian dan ketakutan. Akan tetapi, ia mengatur pernapasannya dan rasa cemaspun menghilang. Kini ia bersikap tenang, tidak mau membayangkan hal-hal mengerikan yang mungkin mengancamnya.

   Ia menyibukkan pikirannya untuk mencari akal bagaimana agar dapat lolos dari bahaya. Dengan menyibukkan pikiran mencari ikhtiar, maka tidak ada kesempatan lagi bagi pikiran untuk membayangkan hal-hal yang mengerikan. Jelas bahwa membebaskan diri dengan kekerasan, tidak mungkin pada waktu itu. Belenggu pada kaki tangannya amat kuat, dan ketika ia mencoba untuk mengerahkan tenaganya, tenaga sin-kang, belenggu itu tidak putus, melar seperti karet. Kalau mengharapkan bantuan, siapa yang akan dapat menolongnya? Tidak ada orang mengetahui ketika ia membayangi penjahat itu, dan ia berada di tangan perwira cabul itu, di dalam hutan di puncak sebuah bukit yang amat sunyi. Andaikata ia menjerit sekalipun, tidak mungkin dapat terdengar orang yang tinggal jauh di bawah bukit. Dan menjerit minta tolong bukan cara yang patut ia lakukan,

   Bahkan merupakan suatu pantangan bagi seorang pendekar seperti ia, tidak akan minta tolong dan menjerit bahkan iapun tidak sudi minta ampun. Ia akan mencari akal yang baik, dan sampai mati sekalipun ia tidak boleh memperlihatkan rasa takut. Tiba-tiba jantungnya berdebar. Ia mendengar langkah kaki yang amat berat menghampiri kamarnya dari luar. Daun pintu kamar itu didorong orang dari luar sehingga terbuka dan muncullah perwira Tang memasuki kamar sambil menggotong sebuah tong kayu besar dan tebal. Dia meletakkan tong itu di tengah kamar, tak jauh dari tempat tidur di mana Kui Hong rebah telentang dalam keadaan terbelenggu. Setelah menurunkan bak atau tong kayu itu, Tang Bun An menoleh ke arah pembaringan. Melihat gadis itu telah siuman dan kini menengadah, sama sekali tidak melirik kepadanya, dia tertawa.

   "Heh-heh-heh, nona manis. Engkau sungguh lihai bukan main, akan tetapi menghadapi aku, engkau akhirnya roboh juga. Baru engkau mengakui kehebatanku, ya?"

   Kui Hong menoleh dan memandang pria itu dengan mata mencorong penuh kemarahan.

   "Cih, laki-laki pengecut curang tak tahu malu! Engkau menggunakan perangkap, engkau curang dan licik, menandakan bahwa engkau hanyalah seorang yang pengecut dan keji. Kalau memang engkau merasa jantan, lepaskan belenggu ini dan mari kita bertanding seperti orang gagah sampai titik darah terakhir!"

   "Ha-ha-ha-heh-heh, engkau memang gagah, nona. Gagah dan cantik sekali. Betapa ingin hatiku untuk bertanding denganmu! Bukan bertanding untuk saling membunuh, melainkan saling menyenangkan. Ha-ha-ha! Akan tetapi sayang, semalam aku telah bertanding melawan lima orang harimau betina kelaparan. Aku lelah sekali dan perlu mandi untuk memulihkan tenaga. Engkau tunggulah. Setelah mandi, aku akan melayanimu bertanding, ha-ha-ha!"

   Dan perwira itu keluar meninggalkan kamar. Celaka, pikir Kui Hong. Ia tadi sengaja mengeluarkan ucapan untuk menghina dan memanaskan hati orang itu. Akan tetapi ternyata selain pengecut dan curang, orang itupun tebal muka, sama sekali tidak malu oleh ucapannya. Bahkan mengeluarkan jawaban dengan ucapan yang mengandung maksud cabul yang menusuk perasaan kewanitaannya. Ia harus mencari akal lain. Melukai kejanntannya dengan kata-kata tidak ada gunanya bagi orang yang bermuka tebal itu.

   Biarpun tadinya ia tidak ingin menoleh dan memandang, hatinya tertarik juga ketika mendengar perwira itu masuk lagi ke dalam kamar dan menuangkan air ke dalam tong yang digotongnya masuk tadi. Ia melirik dan melihat betapa Tang Ciangkun tadi menggotong dua ember besar penuh air dan menuangkannya ke dalam tong. Orang itu tidaK mengeluarkan suara apapun, hanya tersenyum-senyum. Dia keluar lagi dan tak lama kemudian, terdengar suaranya bernyanyi! Nyanyian lagu rakyat dari daerah selatan dengan lidah selatan pula. Terdengar lucu dan harus diakui oleh Kui Hong bahwa suara orang itu cukup merdu. Dia masuk membawa dua ember air lagi dan menuangkan air ke dalam tong sambil tetap bersenandung. Setelah tiga kali menuangkan dua ember besar air, barulah dia merasa cukup.

   "Heh-heh, nona manis. Aku hendak mandi dulu, ya? Setelah itu, baru kita bicara tentang pertandingan antara kita, ha-ha-ha!"

   Dan tanpa sungkan lagi, tanpa kesopanan sedikitpun, dia mulai menanggalkan pakaiannya satu demi satu di depan Kui Hong! Tentu saja Kui Hong cepat membuang muka, tidak sudi memandang dan melihat sikap ini, Tang Bun An tertawa bergelak.

   "Ha-ha-ha, nona manis, kenapa engkau membuang muka? Pandanglah aku, amatilah baik-baik. Lihat, setiap orang wanita mengagumi tubuhku ini. Lihatlah dan engkau akan merasa suka dan kagum, nona!"

   Tanpa menoleh Kui Hong berkata ketus,

   "Engkau manusia yang jahat, kejam, curang, tidak sopan. Manusia berwatak iblis! Biar kau mampus dibakar api neraka!"

   Tang Bu An yang sudah telanjang bulat itu memasuki tong berisi air sambil membawa sebuah bungkusan dan tertawa-tawa. Dia membuka bungkusan yang berisi bubuk berwarna kuning, lalu menaburkan bubuk itu ke dalam tong air. Segera tercium bau yang amat harum.

   "Ha-ha-ha, dan engkau seorang gadis yang sombong, kepala besar, tinggi hati! Kau kira aku tidak mengenal wanita? Hanya pada lahirnya saja tinggi hati dan menjual mahal, padahal, pada dasarnya, amat rendah dan murah! Perempuan selalu beracun, palsu. Kecantikannya hanya ditujukan untuk menjatuhkan hati laki-laki dan setelah itu memperdayainya, menipunya! Di balik senyummu yang manis menarik itu terkandung kepahitan yang beracun! Terkutuklah perempuan! Dan engkau masih berani mengatakan aku jahat dan kejam? Ha-ha-ha-ha, tidak ada yang lebih jahat dari pada perempuan, akan tetapi tidak ada yang lebih mengasyikkan, lebih menggairahkan."

   Kui Hong tidak menjawab karena ia sudah terbelalak memandang kepada laki-laki yang berendam di dalam tong penuh air itu. Ia berani memandang karena laki-laki itu kini berada di dalam tong yang menyembunyikan ketelanjangannya. Ia terpaksa memandang ketika tadi hidungnya mencium bau yang amat harum. Bau harum cendana! Bau ini membuat ia terkejut sekali dan memaksanya menoleh dan memandang. Ia bahkan hanya mendengar sebagian saja ucapan laki-laki itu yang mengandung kebencjan besar terhadap wanita.

   "Kau... kau... Ang-hong-cu!"

   Akhirnya ia berkata. Tang Bun An yang masih tertawa, tiba-tiba menghentikan suara ketawanya ketika dia mendengar seruan Kui Hong itu. Matanya terbelalak memandang gadis itu, alisnya berkerut. Gadis ini tahu bahwa dia Ang-hong-cu!

   "Bagaimana engkau bisa tahu?"

   Tanyanya dengan suara membentak karena dia menganggap bahwa hal ini amat berbahaya baginya.

   "Sekarang aku mengerti mengapa mereka mengatakan bahwa engkau berbau cendana. Kiranya engkau merendam diri dalam air bercampur bubuk cendana! Ang-hong-cu, engkau iblis busuk! Engkau jahanam kotor dan hina! Kelak engkau akan mampus di tanganku!"

   Teriak Kui Hong marah bukan main karena ia teringat akan aib yang menimpa diri Pek Eng dan terutama sekali Cia Ling yang masih terhitung keponakannya karena diperkosa oleh pria ini. Akan tetapi Ang-hong-cu Tang Bun An menyambut ancaman itu dengan suara ketawa mengejek.

   "Ha-ha-ha-ha, engkau ini gadis remaja berani mengancam aku? Bagus, engkau sudah mengetahui bahwa aku Ang-hong-cu. Memang, aku Ang-hong-cu, akulah Si Kumbang Merah penghisap kembang! Dan engkau bagaikan setangkai bunga yang baru mekar penuh madu. Karena engkau sudah mengetahui rahasiaku, tunggu sampai aku selesai mandi, nona manis. Aku akan menghisap madumu sampai habis dan sesudah itu, engkau harus mati agar rahasia diriku tidak terdengar orang lain. Tenanglah, nona, engkau akan mati dalam keadaan bahagia, mati dalam keadaan mesra dan mabok cintaku, ha-ha-ha!"

   Kini, diam-diam Kui Hong merasa ngeri. Ia adalah seorang gadis perkasa, seorang gadis gemblengan yang tidak takut akan ancaman maut.

   Ia adalah ketua Cin-ling-pai yang akan menghadapi maut dengan senyum dan dengan mata terbuka. Akan tetapi, ancaman yang dilontarkan Ang-hong-cu itu sungguh amat mengerikan baginya. Kalau ia diancam mati saja, ia masih akan tenang saja. Akan tetapi ancaman tadi lebih mengerikan dari pada maut! Membayangkan dirinya diperkosa, dipermainkan oleh penjahat cabul yang tersohor itu, sungguh merupakan bayangan yang mengerikan hatinya. Ingin rasanya Kui Hong menjerit dan menangis, minta agar ia dibunuh saja dan jangan diperhina dengan perkosaan keji. Akan tetapi, ia pantang menjerit dan menangis, dan otaknya bekerja cepat. Biarpun hatinya merasa ngeri dan takut menghadapi ancaman bahaya yang baginya lebih hebat dari pada maut, Kui Hong menguatkan perasaannya dan iapun tersenyum mengejek.

   "Ang-hong-cu, engkau boleh mengancamku sesuka hatimu karena engkau telah bertindak secara pengecut, menangkapku melalui perangkap asap pembius dan kamar jebakan. Bahkan engkau boleh menyiksaku, membunuhku. Aku tidak takut karena aku yakin bahwa kalau aku terhina dan tewas di tanganmu, maka pembalasan yang akan menimpa dirimu seribu kali lebih hebat lagi! Mereka tentu akan tahu bahwa engkau telah membunuhku, dan mereka semua akan mencarimu sampai dapat, membalas kekejamanmu berlipat ganda sehingga engkau akan menyesal telah dijelmakan sebagai manusia!"

   Ancaman Kui Hong itu hebat sekali, akan tetapi Ang-hong-cu menerimanya sebagai gertak kosong belaka.

   "Ha-ha-ha, gadis sombong! Kau kira aku gentar mendengar gertakanmu? Ha-ha-ha, tak seorangpun tahu bahwa engkau berada di sini, dan takkan pernah ada yang mengetahui bahwa engkau pernah berada di sini. Ha-ha-ha! Apakah nyawamu kelak akan mampu memberitahu mereka?"

   "Huh, engkau kejam akan tetapi juga tolol! Aku datang sebagai utusan Menteri Cang Ku Ceng untuk menyelidikimu! Kalau aku hilang dalam tugas ini, sudah pasti beliau akan menyangkamu! Dan kalau mereka mendengar akan hal ini, sudah pasti mendengar kelak dari Menteri Cang, siaplah engkau untuk menghadapi siksaan yang melebihi siksaan di neraka!"

   Ucapan ini membuat Tang Bun An mulai berpikir. Gadis ini bukan hanya membual atau menggertak saja. Ucapannya ada isinya! Kalau benar gadis ini utusan Menteri Cang, tentu menteri keparat itu akan mencurigainya. Akan tetapi dia masih tertawa mengejek.

   "Kau kira aku takut? Siapapun mereka, aku tidak takut. Huh, siapa yang kau maksudkan dengan mereka itu?"

   Ang-hong-cu Tang Bun An menggosok-gosok tubuhnya dengan sebuah handuk kecil yang sudah dibenamkan ke dalam air. Handuk itupun diberi bubuk cendana, seolah dia hendak memasukkan sari keharuman cendana ke dalam tubuhnya dan memang dia telah berhasil karena tubuh dan keringatnya berbau cendana! Kebiasaan ini sudah puluhan tahun dia lakukan.

   "Siapa lagi kalau bukan anak buahku? Mereka adalah seluruh anggauta dan pimpinan Cin-ling-pai."

   "Ha.-ha, engkau menggertak saja! Apa hubunganmu dengan Cin-ling-pai? Jangan menggunakan nama besar perkumpulan silat itu untuk menakut-nakuti aku, nona."

   "Siapa menggertak? Memang matamu buta dan telingamu tuli? Aku adalah Cia Kui Hong ketua Cin-ling-pai!"

   Terpaksa Kui Hong membuang muka lagi karena pria itu bangkit berdiri saking kagetnya mendengar pengakuannya itu sehingga tubuhnya yang telanjang nampak dari pusar ke atas. Ang-hong-cu Tang Bun An memang kaget bukan main mendengar pengakuan itu. Akan tetapi dia lalu tertawa bergelak, mentertawakan gadis itu.

   "Ha-ha-ha, nona manis. Seorang dara remaja seperti engkau ini ketua Cin-ling-pai? Jangan mencoba untuk membohongiku, nona. Aku mendengar bahwa Cin-ling-pai adalah sebuah perkumpulan besar orang-orang gagah bagaimana mungkin ketuanya seorang gadis remaja yang cantik jelita?"

   Biarpun mulutnya berkata demikian, namun hatinya mulai menaruh perhatian dan diapun mengeringkan tubuhnya dengan handuk besar, kemudian dalam keadaan telanjang bulat dia keluar dari tong itu, setelah mengeringkan tubuh lalu dia mengenakan kembali pakaiannya. Hal ini saja menunjukkan bahwa dia mulai memperhatikan gadis itu dan tidak segera melakukan hal yang tadi diancamkannya.

   "Engkau ini seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) mana tahu tentang perkumpulan kami? Ayahku, pendekar Cia Hui Song, mengundurkan diri sebagai ketua Cin-ling-pai, dan di dalam pemilihan ketua baru, akulah yang dipilih. Aku ketua Cin-ling-pai, oleh karena itu, dapat kau bayangkan sendiri, bagaimana sikap mereka kalau mendengar ketuanya dihina dan dibunuh oleh Ang-hong-cu! Kau kira akan mampu meloloskan diri dari jangkauan tangan-tangan tokoh Cin-ling-pai? Biar bersembunyi di dalam nerakapun, mereka akhirnya akan dapat mencengkerammu!"

   "Ha-ha, engkau hanya menggertakku! Aku tidak takut, aku akan mengusahakan agar mereka tidak menemukan mayatmu! Ya, aku akan menikmati kecantikanmu sepuasku, setelah itu kau akan kubunuh dan mayatmu akan kukubur di tempat rahasia. Tak seorangpun melihatmu masuk rumah ini, dan tak seorangpun akan tahu apa yang telah kulakukan terhadap dirimu!"

   Agar pengaruh gertakan itu tidak membuatnya lemas, Kui Hong menjawab secepatnya.

   "Huh, engkau yang tolol! Aku boleh saja kau bunuh, akan tetapi Menteri Cang Ku Ceng akan menggerahkan seluruh pasukan untuk mencariku, dan kemanapun engkau menyembunyikan diriku, mereka pasti akan menemukan. Dan Menteri Cang tentu akan melakukan segala daya upaya untuk memaksamu mengaku! Engkau akan menghadapi kemarahan Menteri Cang, juga menghadapi dendam Cin-ling-pai!"

   "Aku tidak takut! Huh, aku tidak takut! Tidak akan ada bukti bahwa engkau tewas dan lenyap di tanganku,!"

   Ang-hong-cu Tang Bun An berteriak, akan tetapi nyalinya semakin mengecil.

   Siapa orangnya yang tidak tahu akan kekuasaan Menteri Cang Ku Ceng? Menteri itu akan mampu menjungkir-balikkan seluruh kota raja untuk mencari gadis ini! Dan seluruh pasukan tentu akan mentaati perintahnya dengan bangga! Dinilai dari kedudukannya, kalau dia melawan Menteri Cang, sama dengan sebutir telur melawan batu. Dan Cin-ling-pai juga merupakan ancaman yang membuat jantungnya berdebar. Mulai timbul keraguan di dalam hatinya. Kalau tadi dia timbul gairah terhadap gadis itu, adalah karena gadis itu cantik manis dan memiliki bentuk tubuh yang menggairahkan. Gairah yang sama dirasakannya setiap kali dia melihat wanita cantik. Namun bukan cinta, bahkan nafsunya itu hanya merupakan luapan kebenciannya terhadap wanita! Kini, semua gairah lenyap dan diam-diam dia merasa takut membayangkan segala akibatnya kalau dia memperkosa lalu membunuh gadis ini.

   Kui Hong adalah seorang gadis yang selain tabah, juga cerdik. Ia dapat melihat sikap Ang-hong-cu yang kini sudah berpakaian lengkap. Melihat penjahat itu mengenakan pakaiannya kembali saja sudah merupakan suatu pertanda bahwa gertakan-gertakannya tadi mengenai sasaran. Kalau gertakannya tidak berhasil menyudutkan dan menimbulkan rasa takut di hati penjahat itu, tentu Ang-hong-cu tidak perlu mengenakan pakaian selengkapnya seperti itu, melainkan langsung saja melaksanakan ancamannya yang dikeluarkan ketika mandi tadi. Seperti seorang yang sedang bertanding silat, saat lawan terdesak merupakan kesempatan paling baik untuk merobohkannya dengan jurus-jurus serangan yang lebih ampuh. Maka, iapun berkata dengan nada suara sungguh-sungguh.

   "Itu baru dua pihak yang akan kau hadapi, Ang-hong-cu. Belum lagi kalau Pendekar Sadis dan isterinya keluar dari Pulau Teratai Merah untuk mencarimu! Engkau tentu sudah mendengar bagaimana nasib seorang musuh yang terjatuh ke tangan Pendekar Sadis! Hemmm...!"

   Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Wajah Ang-hong-cu yang biasanya berseri dan mulutnya selalu tersenyum mengejek itu tiba-tiba berubah agak pucat ketika mendengar disebutnya julukan Pendekar Sadis. Sebagai seorang tokoh kang-ouw, tentu saja dia sudah mendengar akan nama besar Pendekar Sadis Ceng Thian Sin, majikan Pulau Teratai Merah di laut selatan.

   Bahkan isteri pendekar itupun seorang yang amat terkenal sekali, pernah menjadi seorang datuk besar berjuluk Lam Sin (Malaikat Selatan). Pendekar Sadis sendiri selain terkenal sebagai seorang sakti, juga lebih terkenal karena kekejamannya yang melewati segala ukuran terhadap musuhnya, yaitu para penjahat. Pendekar itu dapat menyiksa lawan dengan siksaan yang melebihi segala siksaan yang digambarkan di neraka! Karena itulah maka pendekar itu dijuluki Pendekar Sadis dan setiap orang penjahat di dunia kang-ouw, selalu berjaga-jaga agar langkah mereka jangan berpapasan dengan langkah Pendekar Sadis, bahkan mereka pantang bertemu dengan bayangan pendekar itu! Dan kini, gadis bernama Cia Kui Hong ini mengancamnya dengan nama Pendekar Sadis!

   "Bocah sombong! Apa pula urusannya Pendekar Sadis dari Pulau Teratai Merah dengan kita."

   "Apa urusannya? Nah, itulah buktinya bahwa engkau ini hanya seorang penjahat cilik yang tidak tahu apa-apa di dunia kang-ouw, Ang-hong-cu. Ayahku turun-temurun adalah ketua Cin-ling-pai, dan ibuku bernama Ceng Sui Cin adalah puteri Pendekar Sadis! Aku adalah cucu Pendekar Sadis, dan engkau masih tanya urusannya? Lihat pedangku yang kau gantung di dinding itu. Itu adalah sepasang Hok-mo Siang-kiam yang amat terkenal, dahulu milik nenekku Lam-sin Toan Kim Hong yang telah memberikannya kepadaku."

   Kini wajah Ang-hong-cu Tang Bun An benar-benar pucat. Celaka, pikirnya gelisah. Sekali ini dia benar-benar telah salah tangkap! Agaknya gadis itu bukan menggertak kosong belaka. Gadis ini bukan hanya utusan Menteri Cang,

   Akan tetapi juga ketua Cin-ling-pai merangkap cucu Pendekar Sadis! Dia harus mempertimbangkan seribu kali sebelum mengganggu selembar rambut gadis ini. Akan tetapi, keadaannya serba repot baginya. Kalau gadis ini dibiarkan hidup dan dibebaskannya, berarti ia akan celaka, kehilangan kedudukan dan tentu akan menjadi buruan pemerintah. Sebaliknya kalau gadis ini sampai tewas di tangannya, dia akan menghadapi ancaman dari tiga pihak. Dari Menteri Cang, dari Cin-ling-pai dan terutama sekali dari Pendekar Sadis! Dan itu berarti bahwa hidupnya akan selalu dicekam ketakutan. Tang Bun An juga bukan seorang bodoh. Dia tahu apakah gertakan gadis itu kosong belaka ataukah memang merupakan kenyataan. Dan diapun cepat memutar otak untuk mencari jalan keluar terbaik baginya. Dan kecerdikannya membuat dia segera menemukan jawabannya.

   "Cia Kui Hong, semua keteranganmu itu dapat kuterima dan aku percaya padamu. Akan tetapi aku tahu bahwa engkau bukan seorang gadis bodoh. Maka tentu engkau melihat kenyataan bahwa bukan hanya aku yang terancam bahaya, melainkan engkau pula. Bahkan, bahaya yang mengancammu sudah di depan mata. Kalau aku menghendaki, sekarang juga dapat kuperkosa engkau dan kusiksa sampai mati. Sebaliknya, semua ancamanmu tadi, walaupun dapat terjadi, namun masih jauh dan aku masih dapat berusaha untuk meloloskan diri."

   "Hemm, boleh kau coba!"

   Kata Kui Hong yang sudah melihat kemenangan karena gertakannya yang diperhitungkan tadi.

   "Kalau engkau membunuhku sekarang, maka habislah sudah penderitaanku. Akan tetapi engkau masih hidup dan setiap detik engkau dibayangi ketakutan! Aku tidak takut mati, dan terserah kepadamu!"

   "Cia Kui Hong, orang yang tidak ingin hidup lagi hanyalah orang yang sudah miring otaknya. Aku tidak gila dan aku masih ingin hidup dengan tenang di hari tuaku ini. Oleh karena itu, aku ingin mengajukan bertukar nyawa. Bagaimana pendapatmu, pang-cu (ketua)?"

   Kui Hong yakin bahwa ia telah menang, akan tetapi ia tetap berhati-hati karena ia tahu bahwa ia menghadapi seorang yang selain amat keji dan jahat, juga pandai dan licik bukan main. Mendengar ia disebut pangcu (ketua) itu saja sudah menunjukkan bahwa bekas lawan ini hendak membicarakan sesuatu dengan ia sebagai Cin-ling Pang-cu (ketua Cin-ling-pai), bukan dengan ia sebagai seorang gadis biasa!

   "Ang-hong-cu, apa yang kau maksudkan dengan bertukar nyawa? Jelaskan dan akan kupertimbangkan!"

   Katanya berwibawa.

   "Pang-cu, bagiku hanya ada dua pilihan, dan aku akan memilih yang paling aman bagiku. Aku akan membebaskanmu sekarang juga, tanpa mengganggumu akan tetapi hanya dengan syarat bahwa setelah bebas, engkau tidak akan membuka rahasiaku kepada siapapun juga! Engkau tidak akan bercerita kepada orang lain bahwa perwira pengawal Tang Bun An adalah Ang-hong-cu, dan tidak akan bercerita bahwa aku yang menggauli para wanita di dalam istana bagian puteri. Pendeknya, engkau tidak akan memusuhiku, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan. Bagaimana pendapatmu?"

   Biarpun di dalam hatinya Kui Hong merasa lega bahwa ia kini mendapatkan kesempatan dan harapan untuk terhindar dari aib dan maut, namun hatinya tidak senang mendengar syarat itu. Tak disangkanya bahwa orang ini amat cerdik dan juga liciknya sehingga hendak mengikatnya dengan janji seperti itu! Akan tetapi iapun tahu dengan pasti bahwa seorang seperti Ang-hong-cu ini pasti akan melakukan gertakannya, karena tidak ada kejahatan yang dipantangnya.

   "Bagaimana kalau aku menolak syarat seperti itu?"

   Pancingnya untuk mengetahui lebih jelas isi perut Ang-hong-cu. Ang-hong-cu Tang Bun An tersenyum, akan tetapi senyumnya tidak seperti tadi lagi. Kini senyumnya masam dan paksaan.

   "Aku akan terpaksa melakukan keinginanku semula, yaitu memperkosamu dengan cara yang belum pernah kulakukan terhadap perempuan lain yang manapun. Sampai aku menjadi bosan padamu dan engkau akan kusiksa sampai mati dan mayatmu akan kubiarkan dalam hutan agar dimakan binatang buas sampai tidak ada sisanya lagi. Dan akan kuhadapi dengan segala kekuatanku semua akibat yang akan timbul dari perbuatanku itu."

   "Ang-hong-cu, bagaimana kalau setelah engkau membebaskan aku, kemudian aku tetap memusuhimu dan menyerangmu?"

   "Hemm, aku tidak percaya! Kalau engkau memang melakukan itu, maka seluruh dunia kang-ouw akan mengetahui belaka bahwa ketua Cin-ling-pai, juga cucu Pendekar Sadis, gadis yang bernama Kui hong itu hanya seorang pendekar gadungan, dan bukan lain hanyalah seorang rendah yang suka melanggar janji sendiri, suka menjilat ludah yang sudah dikeluarkan dari mulut!"

   "Ang-hong-cu, bukan karena aku takut mati, kalau aku menerima usulmu bertukar nyawa. Ini usulmu, bukan aku yang meminta dibiarkan hidup. Nah, lepaskan belenggu-belenggu ini."

   "Nanti dulu, pang-cu. Engkau belum mengucapkan janjimu. Bersumpahlah seperti yang kukehendaki tadi lebih dahulu."

   "Janji seorang pendekar lebih berharga daripada segala macam sumpah. Janji seorang pendekar lebih berharga dari pada nyawa."

   Kata Kui Hong dengan nada suara gemas, kemudian melanjutkan.

   "Aku Cia Kui Hong, ketua Cin-ling-pai, berjanji bahwa kalau Ang-hong-cu membebaskan aku, maka aku selanjutnya tidak akan memusuhinya lagi, tidak akan membuka rahasianya kepada siapapun juga."

   Wajah Ang-hong-cu kembali berseri. Legalah hatinya. Bagi dia, yang terpenting adalah keselamatan dirinya dan keuntungannya. Tidaklah begitu penting baginya untuk memperkosa dan membunuh gadis ini, akan tetapi sungguh amat menguntungkan kalau gadis ini menutup mulut dan tidak membocorkan rahasia dirinya. Dia lalu menggunakan pedang membikin putus tali-tali belenggu kaki tangan gadis itu.

   Kui Hong bangkit dan menggosok-gosok pergelangan kaki dan tangannya. Lalu dia meloncat turun dan menyambar sepasang pedangnya yang tergantung di dinding. Betapa inginnya untuk mencabut sepasang pedang itu dan membunuh Ang-hong-cu, akan tetapi ia hanya memasang pedang itu di punggung, memandang kepada Ang-hong-cu dengan penuh kebencian. Mukanya terasa panas dan ingin ia menangis karena ia merasa begitu tak berdaya dan marah. Apa lagi ketika pria itu memandang kepadanya sambil tersenyum-senyum, ia merasa seperti ditertawakan! Ia menekan perasaannya sendiri, lalu melangkah ke pintu kamar itu. Akan tetapi setelah tiba di ambang pintu, ia membalik dan sejenak mereka berdua saling pandang bagaikan dua ekor ayam jantan hendak bertarung.

   "Ang-hong-cu, aku akan memegang teguh janjiku, akan tetapi aku bersumpah tidak akan menikah sebelum mendengar engkau mampus!"

   Setelah berkata demikian, Kui Hong lalu meloncat keluar dan berlari cepat meninggalkan rumah itu agar Ang-hong-cu tidak mendengar isaknya. Ia berlari cepat menuruni bukit itu sambil menangis! Biarpun ia bebas dari perkosaan dan kematian, namun ia merasa amat tidak berdaya dan rendah, seolah ia menjadi seorang penakut yang begitu menyayang diri membiarkan seorang laki-laki sedemikian jahatnya hidup bebas hanya karena ia ingin dirinya selamat. Sungguh bukan seorang yang pantas disebut pendekar! Hal ini membuatnya sedemikian sedih dan bencinya sehingga terlontar sumpahnya bahwa ia tidak akan mau menikah sebelum Ang-hong- cu mati!

   Ang-hong-cu Tang Bun An berdiri terpukau seperti patung. Hatinya yang tadi merasa mendapatkan untung besar, terguncang dan dia merasa gelisah. Dia tahu betapa hebatnya kemarahan dan kebencian gadis tadi terhadap dirinya. Sumpah yang dilakukan tadi sungguh merupakan sumpah yang berat bagi seorang gadis seperti ketua Cin-ling-pai itu! Dia tidak akan cepat mati! Kalau rahasianya yang diketahui oleh gadis itu tersimpan rapat, takkan ada seorangpun mengetahui bahwa dialah yang menjadi penggoda para wanita istana itu, juga tidak ada yang tahu bahwa dia adalah Ang-hong-cu. Semua orang mengenal dia seorang perwira pasukan pengawal yang setia dan berjasa besar terhadap kaisar. Dan mulai sekarang, dia harus berhati-hati menjaga tindakannya, terutama sekali terhadap Menteri Cang.

   Setelah tiba di kaki bukit itu, Kui Hong berhenti di bawah sebatang pohon dan ia menangis sepuasnya sambil bersandar pada batang pohon itu. Ia adalah seorang gadis yang tabah, bahkan biasanya ia seperti pantang menangis. Akan tetapi sekali ini, ia merasa begitu gemas, begitu marah, namun begitu tidak berdaya! Ia tidak ingin ada orang lain melihat tangisnya, maka ia sengaja melepas tangisnya di tempat sunyi itu. Ada setengah jam lamanya ia termenung dan menangis, menyesalkan diri sendiri, menyesalkan nasibnya. Ia tidak mempunyai pilihan lain! Ia masih waras, belum gila untuk membiarkan dirinya diperkosa dan dipermainkan tanpa dapat melawan sama sekali, kemudian membiarkan dirinya mati konyol.

   Ia terpaksa mengucapkan janji itu. Ia tidak merasa bersalah kepada siapapun juga, akan tetapi merasa berkhianat terhadap jiwa kependekarannya. Ia harus membiarkan saja manusia iblis itu berkeliaran. Setelah perasaannya mereda dan tidak menangis lagi, barulah Kui Hong melanjutkan perjalanannya. Ia mencuci bekas air mata dari mukanya ketika melihat sumber air yang jernih, kemudian ia melanjutkan perjalanan, tidak kembali ke istana melainkan langsung ke gedung tempat tinggal Menteri Cang Ku Ceng. Tentu saja Cang Tai-jin menerima gadis itu dengan penuh harapan karena tentu gadis itu memperoleh hasil baik maka sudah keluar dari istana untuk memberi laporan kepadanya. Kui Hong disambut dengan ramah di ruangan tamu dan di situ ia diterima oleh Menteri Cang sendiri dan dapat bicara empat mata.

   "Selamat datang, lihiap. Tak kusangka engkau sudah secepat ini keluar dari istana. Apakah sudah memperoleh hasil baik?"

   Tanya pembesar itu dengan sikap ramah. Kui Hong menghela napas panjang. Hatinya terasa semakin penuh sesal melihat betapa baiknya sikap pejabat tinggi ini kepadanya. Begitu ramah dan seperti berhadapan dengan keluarga sendiri. Melihat gadis itu menarik napas panjang dan wajahnya yang jelita itu seperti penuh penyesalan, Menteri Cang segera berkata,

   "Apakah belum ada hasilnya? Kui Hong, kalau memang belum berhasil, katakan saja, tidak perlu sungkan. Kami tidak akan menyesal karena memang kami sudah mengetahui betapa lihainya penjahat itu sehingga semua usaha untuk menangkapnya yang pernah kami lakukan selalu gagal. Bagaimanapun, ceritakan hasil penyelidikanmu."

   Agak lega hati Kui Hong mendengar ini. Pembesar itu demikian ramah kepadanya sehingga kadang memanggil namanya begitu saja, seperti seorang paman kepada keponakannya. Hanya kalau ada orang lain dia selalu menyebut li-hiap.

   "Paman, harap paman maafkan saya karena terus terang saja, penyelidikan saya telah gagal."

   Kui Hong juga tidak lagi menyebut Tai-jin kepada pembesar itu karena Cang Tai-jin berkali-kali minta agar ia menyebutnya paman saja.

   "Hemmm, sudah kuduga sebelumnya. Memang penjahat itu lihai bukan main dan tentu dia sudah tahu akan penyelundupanmu ke dalam istana maka dia tidak berani muncul. Apakah engkau tidak menemukan tanda-tanda lain?"

   Kui Hong ingin sekali meneriakkan segala-galanya, namun tentu saja ia tidak mau melanggar janji. Seolah-olah lehernya dicekik dan iapun hanya dapat menggelengkan kepala dan menundukkan mukanya.

   Bahkan ketika bicara, ia tidak berani mengangkat pandang mata untuk bertemu pandang dengan pembersar itu. Cang Ku Ceng adalah seorang pejabat tinggi yang amat bijaksana dan cerdik. Juga dia memiliki banyak pengalaman, maka melihat sikap gadis perkasa itu, diam-diam dia merasa curiga sekali. Ini bukan sikap Cia Kui Hong yang wajar, pikirnya. Gadis itu kelihatan seperti berduka dan juga seperti orang yang sungkan dan malu-malu, seolah bersikap seperti orang yang menyembunyikan dosanya. Apakah yang telah terjadi? Akan tetapi, sebagai seorang yang bijaksana, dia telah dapat mengenal watak gagah dari gadis itu. Kalau Kui Hong mengambil keputusan untuk menyembunyikan sesuatu, maka hal itu tentu dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Dan memaksa seorang gadis seperti Kui Hong ini untuk merobah sikap, akan sia-sia belaka.

   "Sayang sekali,"

   Kata pembesar itu.

   "Akan tetapi tidak mengapalah, Kui Hong. Aku tetap yakin bahwa pada suatu hari aku akan berhasil membongkar rahasia penjahat itu dan menghukumnya! Dia telah mencemarkan nama baik istana dengan perbuatannya itu."

   Mendadak gadis itu mengangkat mukanya dan sinar matanya penuh harap ketika ia berkata,

   "Sayapun mengharapkan begitu, paman! Kalau perlu saya akan menghadap kakek dan nenekku di Pulau Teratai Merah agar mereka suka membantumu."

   "Apa? Kau maksudkan kakekmu pendekar Ceng Thian Sin, Si Pendekar Sadis itu? Ah, tidak perlu, Kui Hong. Ini adalah urusan dan tugas kami para petugas negara. Aku tidak berani membikin repot lo-cian-pwe (orang tua gagah) itu. Kami masih mempunyai banyak orang yang cukup pandai dan akan kami kerahkan mereka agar menangkap penjahat licik itu."

   Tentu saja Kui Hong tidak berani memaksa. Kalau ia membujuk kakeknya untuk membantu Menteri Cang, hal itu bukan berarti ia melanggar janjinya kepada Ang-hong-cu. Janjinya adalah bahwa ia sendiri tidak akan memusuhinya, tidak akan membongkar rahasianya. Dan ia sama sekali tidak melakukan hal itu. Karena merasa gagal dan malu kepada keluarga Menteri Cang, Kui Hong sekalian berpamit mohon diri untuk meninggalkan kota raja. Mendengar ini Menteri Cang terkejut sekali.

   

Pendekar Mata Keranjang Eps 22 Asmara Berdarah Eps 37 Asmara Berdarah Eps 22

Cari Blog Ini