Ceritasilat Novel Online

Pendekar Mata Keranjang 34


Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 34



Latihan pernapasan gadis itu adalah latihan ilmu yang biasa dilakukan golongan hitam, namun diam-diam dia kagum karena dari cara gadis itu berlatih pernapasan, dia tahu bahwa gadis itu telah memiliki tingkat kepandaian yang tinggi. Akhirnya Bi Lian membuka matanya dan begitu ia sadar akan keadaan dirinya, pandang matanya mencari-cari dan ia pun melihat pemuda itu duduk agak jauh di atas batu dan memperhatikannya. Ia pun cepat meloncat berdiri dan teringatlah ia betapa pemuda sederhana itu telah menyelamatkannya secara aneh sekali. Ia masih bingung memikirkan bagaimana pemuda itu dapat membawanya lolos dari tangan orang-orang yang demikian lihainya seperti Lam-hai Giam-lo, Kulana dan anak buah mereka. Melihat gadis itu menghampirinya, pemuda itu tetap duduk dan tersenyum lembut.

   "Engkau siapakah? Dan bagaimana engkau dapat meloloskan aku dari cengkeraman mereka?"

   Tanya Bi Lian.

   "Duduklah, Nona dan mari kita bicara."

   Jawab pemuda itu. Bi Lian lalu duduk di atas batu di dekat pemuda itu. Tempat itu terlindung pohon besar dan sekeliling mereka penuh dengan pohon dan semak belukar. Mereka berada di dalam sebuah hutan yang amat lebat dan liar. Setelah gadis itu duduk, pemuda itu pun berkata dengan halus.

   "Sesungguhnya, hanya kebetulan saja kita bertemu. Aku memang sedang melakukan penyelidikan di tempat tinggal Lam-hai Giam-lo untuk mencari seseorang. Ketika aku melihat engkau dikeroyok oleh dua orang itu, tentu saja aku merasa penasaran dan menegur mereka. Untunglah bahwa kita masih dapat lolos, karena kalau terlambat, entah apa yang akan terjadi. Mereka adalah orang-orang yang amat sakti. Akan tetapi engkau sendiri, seorang gadis yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, bagaimana sampai dapat terperangkap di sana, Nona?"

   Bi Lian mengerutkan alisnya. Menurutkan wataknya yang keras, ia dapat marah mendengar pertanyaan ini. Pemuda ini ia tanya belum menjawab, belum memperkenalkan keadaan dirinya, sudah balas bertanya, seolah-olah tidak percaya kepadanya. Akan tetapi, ia menahan diri dan menahan kemarahannya karena bagaimanapun juga, harus diakuinya bahwa ia berhutang budi kepada pemuda ini.

   "Hemm, agaknya karena engkau telah menolongku, maka akulah yang harus memperkenalkan diri lebih dulu. Begitukah?"

   Suaranya jelas mengandung nada ketus dan alisnya berkerut, sepasang matanya yang amat tajam itu seperti sepasang pedang menusuk. Pemuda itu tersenyum sabar dan menggeleng kepala.

   "Maaf, bukan maksudku, Nona. Aku memang sungguh merasa tertarik dan heran sekali melihat seorang gadis seperti Nona berani menentang orang-orang seperti mereka itu, karena itulah aku tadi bertanya. Baiklah kalau Nona ingin mengetahui, namaku adalah Pek Han Siong.."

   "Aihhh..!"

   Bi Lian terbelalak. Han Siong tersenyum.

   "Ada apa lagi Nona? Kenapa namaku mengejutkanmu?"

   "Jadi engkau inikah Pek Han Siong. Engkau Sing-tong itu? Kakak kandung Pek Eng?"

   Kini pemuda itu yang terbelalak dan bahkan meloncat turun dari atas batu yang dudukinya.

   "Engkau tahu semuanya, Nona?"

   Pemuda itu memang Pek Han Siong.

   Seperti kita ketahui, pemuda ini mencari jejak Pek Eng, adik kandungnya yang melarikan diri, minggat dari rumah keluarga Pek karena tidak suka dijodohkan dengan keluarga Song dari Kang-jiu-oang. Dia menemukan jejak adiknya itu dan mendengar bahwa adiknya di tawan oleh kaki tangan Lam-hai Giam-lo dan dibawa ke selatan, ke Pegunungan Yunan. Maka dia pun melakukan perjalanan ke sana dan mencari-cari di Pegunungan Yunan sampai akhirnya pada hari itu dia dapat menemukan tempat tinggal Lam-hai Giam-lo dan melihat Bi Lian dikeroyok dua orang lihai itu. Bi Lian merasa gembira bukan main mendengar bahwa pemuda ini adalah kakak Pek Eng, gadis yang disukainya, gadis yang menjadi tawanan Lam-hai Giam-lo dan kemudian bahkan diambil menjadi murid dan anak angkat. Kiranya Pek Eng tidak bohong, kakaknya itu hebat!

   "Sungguh kebetulan sekali!"

   Katanya gembira.

   "Aku mendengar tentang dirimu dari Adik Eng yang baru saja kukenal. Ia juga berada di sana, kini ia menjadi murid bahkan anak angkat Lam-hai Giang-lo."

   "Hehh.??"

   Tentu saja Han Sion terkejut dan heran bukan main mendengar keterangan itu.

   "Bagaimana pula ini? Apa saja yang telah terjadi dan engkau. siapakah engkau ini, Nona?"

   "Aku Cu Bi Lian."

   Bi Lian berhenti bicara karena ia melihat betapa wajah pemuda itu berubah matanya terbelalak dan muka pemuda itu menjadi agak pucat.

   "Kau, kau kenapa kah?"

   "Cu"

   Bi"

   Lian..?"

   Perlahan-lahan Han Siong mengulang nama ini matanya menatap wajah gadis itu penuh selidik.

   "Benar, memangnya kenapa?"

   Bi Lian balas bertanya. Han Siong menelan ludah sebelum menjawab,

   "Tidak apa-apa. rasanya aku seperti pernah mengenal nama itu. katanya agak gugup. Tentu saja dia mengenalnya. Cu Bi Lian, atau Singkoan Bi Lian, puteri dari suhu dan subonya! Inilah gadis itu, yang harus dicarinya, bahkan yang oleh suhu dan subonya telah ditunangkan dengan dia, menjadi calon isterinya! Inilah tunangannya. Siapa orangnya tidak menjadi tegang hatinya dihadapkan pada kenyataan yang begini, tiba-tiba dan tidak disangka-sangka?

   "Ah, tidak mungkin. Baru sekarang kita saling bertemu."

   Jawab Bi Lian. Han Siong masih memandang bengong. Bertemu dengan gadis itu, berhadapan, sadar sepenuhnya bahwa inilah gadis yang diperuntukkan dirinya, yang oleh ayah ibu kandung gadis ini sendiri ditunangkan kepadanya, membuat jantungnya berdebar.

   Dia menatap penuh perhatian dan harus diakuinya bahwa Bi Lian adalah seorang gadis yang amat cantik jelita dan gagah perkasa. Tubuhnya demikian padat dan ramping, penuh daya kekuatan tersembunyi. Rambutnya panjang dan hitam, dikuncir tebal dan digelung di atas kepala. Matanya demikian tajam dan indah, bagaikan sepasang bintang dengan hidung kecil mancung dan mulutnya demikian manis, dengan bibir yang merah basah. Mukanya bulat telur dan tahi lalat di dagu itu. Manis bukan main! Gadis ini puteri suhu dan subonya, akan tetapi diserahkan kepada keluarga Cu sehingga gadis itu tidak tahu bahwa ia sebenarnya She Siangkoan. Menurut suhu dan subonya gadis ini ketika kecil pernah mendapat latihan ilmu dari suhu dan subonya, kemudian gadis itu lenyap. Bagaimana kini Bi Lian dapat menjadi seorang yang sedemikian lihainya?

   "Heii! Kenapa engkau memandangku seperti itu??"

   Bi Lian menegur. Ia memang galak dan paling tidak suka kalau melihat pria memandangnya dengan sinar mata yang mengandung kekaguman, karena biasanya hal ini dianggap sebagai kekurangajaran.

   "Ah, tidak, aku.. aku teringat kepada Adikku."

   "Adik Eng? Ia masi berada di sama. Tentu ia tidak tahu bahwa kakaknya telah muncul, bahkan menjadi lawan dari gurunya sendiri."

   "Aku sungguh masih merasa bingung mendengar betapa Adikku menjadi murid dan bahkan anak angkat orang seperti Lam-hai Giam-lo, dan juga heran melihat engkau berada di antara mereka, Nona."

   "Menurut cerita Adikmu, ia mencarimu akan tetapi bertemu dengan anak buah Lam-hai Giam-lo lalu di tawan, akan tetapi ia dapat membujuk Giam-lo sehingga ia diterima menjadi murid dan gurunya itu bahkan telah membatalkan ikatan perjodohannya dengan keluarga Kang-jiu-pang. Mengenai diriku, ah, panjang ceritanya dan baru saja kedua orang Guruku tewas di sana karena saling serang sendiri, gara-gara Kulana dan Lam-hai Giam-lo yang berhasil membujuk Guruku agar aku mau menjadi calon isteri Kulana."

   Han Siong terkejut. Dua orang guru gadis ini tewas karena saling serang sendiri? Orang-orang macam apakah guru-guru gadis ini?

   "Siapakah guru-gurumu, Nona?"

   Tanyanya, teringat kepada suhu dan subonya.

   "Guruku adalah Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi."

   Kembali Han Siong terkejut setengah mati. Dua nama itu adalah nama dua orang datuk sesat yang merupakan iblis-iblis, bahkan mereka adalah dua orang diantara Empat Setan yang tersohor itu. Pantas gadis ini lihai bukan main. Ngeri dia membayangkan bahwa puteri suhu dan subonya itu, yang telah dijodohkan dengannya, telah menjadi murid dua orang datuk sesat itu. Melihat sikap Han Siong terkejut, Bi Lian tersenyum mengejek.

   "Memang aku murid mereka. Guru adalah dua orang di antara Empat Setan yang terkenal jahat seperti iblis! Lalu mengapa? Apa Kau kira aku juga lalu menjadi jahat?"

   "Ah, sama sekali tidak, Nona. Akan tetapi. kalau aku tidak salah dengar bukankah ada hubungan antara Lam-hai Giam-lo dan kedua orang tua itu?"

   "Benar, kedua orang Guruku masih Susiok dari Lam-hai Giam-lo."

   "Kalau begitu Nonan masih Sumoi dari Giam-lo."

   "Begitu maunya, akan tetapi akau tidak merasa menjadi Sumoinya. Apalagi setelah kedua orang Guruku tewas. Dia yang menjadi gara-gara, dia dan Kulana, si keparat! Aku harus membalas kematian dua orang Guruku kepada Mereka berdua!"

   Tiba-tiba Han Siong memberi isarat kepada gadis itu yang agaknya juga sudah melihat berkelebatnya bayangan orang di kejauhan. Keduanya sudah menyelinap dan lenyap bersembunyi di balik batang pohon besar sambil mengintai bayangan itu bergerak cepat sekali dan tak lama kemudian mereka berdua melihat seorang laki-laki telah berada di situ. Melihat orang ini, Bi Lian marah sekali dan ia pun sudah melompat keluar dari balik pohon sambil membentak.

   "Kulana jahanam, engkau datang mengantar nyawa!"

   Bi Lian meloncat keluar dan langsung menyerang dengan tusukan kedua jari tangan kiri ke arah pelipis lawan, sedangkan tangan kananya mencengkeram ke arah lambung. Serangan ini cepat dan kuat, dahsyat bukan main karena dilakukan dalam keadaan marah dan penuh dendam. Han Siong terkejut melihat serangan itu dan hampir saja dia turun tangan mencegah kalau saja dia tidak melihat bahwa orang yang diserangnya itu pun bukan orang sembarangan. Laki-laki itu juga terkejut karena tidak menyangka bahwa di tempat itu dia akan diserang seorang gadis yang demikian laihainya, apalagi serangan itu merupakan serangan maut. Namun, dia bersikap tengan dan sigap sekali. Dengan kecepatan seorang ahli, tubuhnya sudah merendah sehingga tusukan ke arah pelipis itu luput, sedangkan cengkeraman tangan kanan Bi Lian ke arah lambungnya ditangkis dengan gerakan memutar.

   "Dukk!"

   Dua lengan bertemu dan akibatnya, kedua orang itu terdorong mundur dan merasa betapa lengan mereka masing-masing tergetar hebat, tanda bahwa keduanya memiliki tenaga sinkang yang amat kuat berimbang. Bi Lian semakin marah, ia memang sudah tahu akan kelihaian Kulana, maka ia pun sudah siap untuk menyerang mati-matian. Akan tetapi pada saat itu terdengat Han Siong berseru kepadanya.

   "Nona, tahan dulu, jangan serang dia!"

   Bi Lian mengerutkan alisnya. Ia tidak mengharapkan bantuan Han Siong, akan tetapi ia pun tidak ingin pemuda itu mencegah niatnya.

   "Hemm, Pek Han Siong, engkau mau apa sih sebenarnya!"

   Ia membentak.

   "Nona Cu, lihat baik-baik. Dia ini bukanlah Kulana!"

   Barulah Bi Lian terkejut dan ia memandang penuh perhatian. Hemm, pemuda itu ada apakah? Jelas orang ini Kulana, mengapa berkata bahwa dia bukan Kulana? Bi Lian mengamati orang itu. Wajahnya yang anggun berwibawa, pakaiannya yang seperti pakaian bangsawan, mewah dan indah denga kain kepala warna-warni dihias burung merak emas permata, pandang matanya yang lembut namun mencorong dan sikapnya yang tenang dan halus. Siapa lagi kalau bukan Kulana? Mulana tersenyum dan balas menjura.

   "Akan tetapi Ji-wi belum mengenal betul siapa aku ini. Mungkin Ji-wi sudah mengenal Kulana. Ketahuilah bahwa aku bernama Mulana dan aku adalah saudara kembarnya dari Kulana. Tadinya kehidupan kami di Birma dapat dikata amat baik, kedudukan kami berdua terhormat sebagai penasehat raja, dan terutama sekali Kulana membuat jasa besar ketika terjadi penyerbuan pasukan Tiongkok dengan mengatur barisan pertahanan yang berhasil memukul mundur musuh. Akan tetapi, dia masih belum puas dan dia melakukan usaha untuk merampas kedudukan raja. Ketika ketahuan, dia melarikan diri dan aku sebagai saudara kembarnya, terpaksa ikut pula menjadi buruan. Karena kami berdua dalam hal pemberontakan itu tidak cocok, maka kami saling berpisah dan tidak lagi saling mencampuri urusan pribadi. Aku lalu hidup di bukit ini bersama isteriku yang akan saya perkenalkan nanti kepada Ji-wi. Nah, sekarang harap Ji-wi suka memperkenalkan diri sebagai tamu-tamu yang kami hormati!."

   Bi Lian memperkenalkan diri,

   "Namaku Cu Bi Lian dan aku menjadi tamu dari Lam-hai Giam-lo, akan tetapi karena Kulana meminangku untuk mejadi isterinya dan aku menolak, maka terjadi bentrokan."

   Ia tidak menceritakan lebih jauh lagi karena ia sendiri tentu saja masih meragukan apakah saudara kembar dari Kulanan ini benar-benar tidak akan membantu saudaranya.

   "Aku dikeroyok dan mendapat bantuan Saudara Pek Han Siong ini, dan kami berhasil melarikan diri sampai bertemu denganmu, Saudara Mulana. Kiranya tidak ada lagi yang dapat kuceritakan."

   "Apa yang diceritakan Nona Cu memang benar, Saudara Mulana. Aku pun sedang mencari seorang adik kandungku yang jejaknya menuju ke tampat tinggal Lam-hai Giam-lo dan kebetulan aku melihat Nona Cu dikeroyok oleh Kulana dan Lam-hai Giam-lo, maka aku turun tangan membantunya dan kami melarikan diri ke dalam hutan itu."

   Mulana mengangguk-angguk.

   "Kalian adalah dua orang muda yang luar biasa sekali dan aku senang dapat menjamu kalian sebagai tamu-tamu agung. Dua orang semuda kalian sudah berani bertentangan dengan Kulana dan Lam-hai Giam-lo, sungguh luar biasa sekali! Nah, kita sudah berkenalan, sekarang kita mulai berpesta dan sebaiknya kalau kuperkenalkan kepada isteriku yang tercinta!"

   Setelah berkata demikian, Mulana mengambil sebuah benda dari saku jubahnya dan ternyata itu adalah sebuah terompet kecil yang segera ditiupnya.

   Berbeda dengan suara tiupan ketika dia memberitabukan akan kedatangannya kepada para pengawalnya, kini benda itu mengeluarkan suara seperti seekor binatang yang mengeluh penuh duka, suaranya berat dan lirih, akan tetapi bergaung sampai jauh. Semua pelayan yang sedang sibuk diruangan itu, begitu mendengar suara ini, kelihatan kikuk sekali dan Mereka pun banyak yang terdiam. Tak lama kemudian, nampak ada orang muncul dari pintu dalam, diiringkan oleh lima orang gadis pelayan. Ketika Bi Lian dan Han Siong mengangkat muka memandang keduanya terpesona, bahkan Bi Lian sampai terbelalak memandang wanita yang demikian cantik jelitanya, yang keluar dari dalam dengan langkah halus seperti seorang bidadari melayang "layang saja, diikuti oleh lima orang pelayan.

   Wanita itu berusia kurang lebih tiga puluh lima tahun, akan tetapi memiliki kecantikan yang amat hebat. Wajahnya demikian halus dengan raut yang demikian sempurna, cantik dan agung walaupun wajah itu terlalu pucat dan coba ditutupi dengan bedak tipis. Wajah itu pantasnya menjadi wajah seorang puteri agung di istana kaisar. Pakaiannya, gelung rambutnya, gerak-geriknya, semua menunjukkan dengan jelas bahwa ia bukan seorang wanita biasa, melainkan seorang wanita bangsawan agung yang memiliki gerak-gerik yang serba teratur. Kedua kaki yang tertutup gaun panjang itu tidak nampak melangkah sehingga kelihatannya ia melayang Ketika menghampiri meja perjamuan itu dengan sikap agung, tidak menengok ke kanan kiri, dengan dada terangkat dan kepala tegak, menuju ke arah kursi di samping Mulana yang kosong.

   Diam-diam Han Siong merasakan sesuatu yang aneh. Wanita itu memang cantik sekali, terlalu cantik di tempat yang seperti itu, akan tetapi ada sesuatu pada pandang mata itu yang tidak wajar, seperti mata seorang yang tidak bersemangat lagi, seperti mata seorang yang berada di bawah pengaruh sihir! Juga dia melihat sinar duka yang teramat mendalam pada pandang mata itu sehingga diam-diam Han Siong mencurahkan perhatiannya dan timbul keinginan tahunya untuk menylidiki, rahasia aneh apa yang ada pada wanita itu. Sambutan Mulana kepada isterinya itu pun luar biasa. Ketika wanita itu tiba dekat, dia pun bangkit dari tempat duduknya dan dengan senyum lebar dia menyongsong kedatangannya, membungkuk sambil berkata dalam bahasa yang dimengerti oleh dua orang tamunya.

   "Selamat malam, isteriku yang cantik jelita. Malam ini engkau semakin cantik saja. Silakan duduk dan mari kuperkenalkan kepada dua orang tamu kita yang terhormat."

   Sikap Mulana itu seperti dibuat-buat dan Han Siong melihat pancaran yang mencorong aneh dan kejam dari pandang mata tuan rumah itu, yang membuatnya heran sekali. Wanita itu pun menekuk sebelah kakinya dengan sikap yang manis dan lembut sekali ketika diperkenalkan kepada Bi Lian.

   Kemudian ia mengambil tempat duduk di ata kursi sebelah suaminya dan ketika sinar api lampu dan lilin beraneka warna menimpa mukanya, diam-diam Bi Lian menahan napas saking kagumnya. Wanita ini memang hebat, cantik jelita dan pakaiannya, dari setiap untaian rambut hitam yang dilingkar-lingkar sampai kepada hiasan kuku dari emas, setiap lipatan pakaiannya yang indah, semua memperlihatkan keindahan dan keayuan seorang wanita yang lembut. Kini para pelayan sibuk mengeluarkan hidangan. Bagaikan sekelompok kupu-kupu saja, gadis-gadis pelayan yang manis-manis itu seperti menari-nari, pergi datang membawa baki terisi masakan-masakan yang masih mengepulkan uap dan terciumlah bau yang sedap, yang membuat perut Bi Lian dan Han Siong yang memang sudah lapar itu mengeluarkan bunyi!

   Wajah itu selain cantik juga agung, dengan bentuk wajah yang bulat telur dan kulit mukanya demikian halus dan biapun nampk pucat, namun kehalusannya sungguh jarang dimiliki wanita lain. Rambutnya hitam dan panjang tebal, digelung dengan model gelung puteri bangsawan, mengkilap karena bersih dan diminyaki, dengan anak rambut melingkar-lingkar di sekitar dahi dan pelipis. Alisnya hitam panjang melengkung seperti gambar, melindungi sepasang mata yang bentuknya indah, lebar dan jeli akan tetapi sinarnya redup seperti bulan terhalang awan tipis. Hidungnya mancung dengan cuping yang tipis dan hidup, mulutnya mengandung tantangan berahi yang panas, kedua pipinya kemerahan oleh bedak dan yanci sedangkan kulit lehernya demikian tipis dan halus mulus. Setelah hidangan lengkap dikeluarkan di atas meja, tiba-tiba Mulana bertepuk tangan dan berkata halus kepada seorang pengawal.

   "Ambilkan cawan kehormatan dari Tuan Puteri!"

   Mendengar ucapan ini, sepasang mata itu terbelalak dan Bi Lian, juga Han Siong, melihat betapa wanita cantk itu dengan kaget menoleh kepada suaminya, memandang dengan muka pucat dan mata terbelalak, bibir gemetar dan kedua mata itu tiba-tiba menjadi agak basah, lalu terdengar suaranya.

   "Perlukah..?"

   Akan tetapi lalu disambung dengan bisikan-bisikan dalam bahasa Birma yang tidak dimengerti oleh dua orang tamu itu. Akan tetapi, dari sikap dan nada suaranya, Han Siong dapat menduga bahwa Sang Puteri itu mengajukan protes. Namun anehnya, Mulana sama sekali tidak menghiraukannya, bahkan memperkuat perintahnya dengan gerakan tangan sehingga kepala pengawal yang tadinya nampak ragu-ragu itu lalu melangkah cepat memasuki ruangan lain yang bersambung dengan ruangan itu.

   Bi Lian dan Han Siong saling pandang dan mereka merasa betapa jantung mereka berdebar tegang. Keluarga tuan rumah ini memang aneh dan penuh rahasia yang menegangkan. Ketika kepala pengawal itu muncul kembali, mereka memandang dan keduanya harus mengerahkan sinkang untuk menekan perasaan mereka ketika kepala pengawal itu membawa sebuah benda yang membuat mereka terbelalak.. kepala pengawal itu meletakkan benda itu di atas meja, di sebelah kiri Sang Puteri yang memandang benda itu dengan mata sayu dan basah. Benda itu adalah sebuah tengkorak! Kepala manusia yang tinggal tulangnya saja, akan tetapi terawat baik, bahkan lubang kedua mata dan hidung ditutup denga emas, dan hanya tinggal rongga mulut saja yang terbuka ternganga dan agaknya tengkorak itu kini dipergunakan sebagai sebuah cawan! Cawan yang mengerikan sekali!

   "Isi cawan dengan anggur harum untuk menghormati tamu!"

   Tiba-tiba Mulana berkata dan suaranya terkandung nada gembira sekali seolah-olah dia menikmati perintahnya itu. Para gadis pelayan lalu membawa guci anggur yang terbuat dari perak dan emas, yang dengan gerak tubuh yang lemah gemulai mereka lalu mengisi cawan arak di depan Bi Lian, Han Siong dan Mulana. Mulana sendiri mengambil guci arak dari tangan pelayannya dan menuangkan anggur ke dalam cawan tengkorak dekat isterinya, melalui mulut tengkorak yang ternganga itu! Kemudian Mulana mengangkat cawan araknya sampai bangkit berdiri.

   "Isteriku, mari kita memberi selamat kepada Tuan Pek Han Siong dan Nona Cu Bi Lian yang menjadi tamu agung kita, dengan minum anggur ini! Ji-wi, selamat datang di rumah kami!"

   Bi Lian dan Han Siong melongo, memandang kepada nyonya rumah yang juga bangkit berdiri dan nyonya yang cantik itu mengangkat tengkorak itu dengan kedua tangan, diikuti pandang mata suaminya, ia lalu bersama suaminya, minum anggur dari. mulut tengkorak. Bi Lian bergidik ngeri. Nyonya cantik itu kelihatannya seperti berciuman dengan tengkorak itu, beradu mulut, dan penglihatan ini sungguh amat menegangkan dan mengerikan hatinya. Juga Han Siong tergetar perasaanya dan jantungnya masih berdebar ketika mereka berempat duduk kembali. Nyonya itu dengan hati-hati meletakkan tengkorak yang sudah kosong itu ke depannya.

   "Mari, mari kita menikmati hidangan, Ji-wi. Isteriku, temanilah dua orang tamu kita makan minum!"

   Dengan sikap gembira sekali Mulana lalu mengajak isterinya dan dua orang tamunya makan
(Lanjut ke Jilid 32)
Pendekar Mata Keranjang (Seri ke 09 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 32
hidangan yang serba mewah itu. Isterinya, dengan sikap lembut, pandang mata tak pernah ditujukan kepada tamunya ataupun suaminya, seperti seorang dalam mimpi, makan dengan cara yang sopan sekali.

   "Ha, makan minum baru enak kalau diselingi cerita menarik. Pek-taihiap dan Cu-lihiap, bagaimana kalau aku menceritakan sebuah dongeng dari negeriku, dongeng yang amat indah dan menarik kepada Ji-wi?"

   Bi Lian dan Han Siong saling pandang. Tuan rumah ini tiba-tiba saja menyebut mereka Taihiap (Pendekar Besar) dan Li-hiap (Pendekar Wanita), dan hendak mendongeng. Sebagai tamu, tentu saja mereka hanya dapat menyetujui dan mengangguk. Biarpun tempat itu indah dan hidangan yang disuguhkan serba mewah dan lezat, namun pengalaman melihat nyonya rumah minum anggur dari cawan tengkorak itu membuat mereka ingin cepat-cepat menyelesaikan makan malam itu agar mereka dapat segera mengundurkan diri, bahkan mereka mengambil keputusan di dalam hati masing-masing untuk segera pergi meninggalkan tempat itu pada keesokan harinya.

   "Di negara kami, di Birma, terdapat seorang puteri yang teramat cantik."

   Mulana mulai dengan dongengnya.

   "Demikian cantiknya puteri itu sehingga banyak pria tergila-gila, di antaranya seorang pria bangsawan tergila-gila dan mengorbankan segalanya untuk dapat mempersunting puteri jelita itu. Di antara banyak sekali saingan, pria itu berhasil dan dapat dibayangkan betapa berbahagia rasa hatinya ketika akhirnya di berhasil memperisteri puteri jelita itu."

   Mulana berhenti sebentar dan menarik napas panjang. Lalu menengadah, seolah-olah dia membayangkan peristiwa yang didongengkannya itu. Bi Lian dan Han Siong mendengarkan dengan penuh perhatian, dan ketika Bi Lian melirik ke arah nyonya rumah, wanita itu seperti acuh saja, masih melanjutkan makan dengan mempergunakan sumpitnya, mengambil potongan daging kecil-kecil dan memasukkannya dengan sopan ke dalam mulutnya yang kecil, mengunyahnya perlahan tenpa membuka bibir.

   "Semua pria di negeri Birma merasa iri dan cemburu, bahkan Sang Raja sendiri pun merasa iri hati. Akan tetapi puteri jelita itu memilih pria yang berbahagia itu dan tak perlu diceritakan lagi betapa besar perasaan cinta kasih pria itu kepada isterinya. Dia mau mengorbankan apa saja, dia siap utuk mencium bekas kaki isterinya, menyembah segala benda yang pernah dijamah isterinya itu. Dan melayani sendiri isterinya seperti budak yang paling hina. Dia setiap minum mempergunakan sandal isterinya itu, setiap hari menulis sajak pujian untuknya menghujaninya dengan segala kemesraan, dengan segala pernyataan cinta yang mungkin dilakukan seorang pria terhadap wanita. Pria itu memujanya, mencintanya, bahkan siap mengorbankan nyawa setiap saat kalau dibutuhkan oleh wanita itu."

   Kembali Mulana berhenti dan dua orang tamunya kini memandangnya penuh perhatian, mulai tertarik sekali. Memang Mulana pandai bercerita dan dia memiliki daya tarik yang mempesona.

   "Akan tetapi, ah, sungguh kasihan sekali pria itu! Betapa pun besar cintanya, segala pengorbanan yang diberikan, bahkan dia telah mengusir semua selirnya, tak pernah lagi mau melirik wanita lain, menyerahkan seluruh kedudukannya, hartanya, kesehatannya, segala-galanya. Namun. isteri tercinta itu tetap saja dingin terhadapnya."

   Bi Lian menundukkan mukanya dan kedua pipinya menjadi agak merah. Diam-diam ia marah. Tuan rumah ini sungguh tidak mengenal batas, mengapa menceritakan hal seperti itu kepadanya? Kalau dilanjutkan cerita yang tidak sepantasnya, tentu ia akan menegurnya! Agaknya Mulana maklum akan isi hatinya.

   "Maafkan aku, Nona Cu. Maaf, bukan masksudku untuk menceritakan hal yang tidak pantas! Akan tetapi, semua ini untuk menyatakan betapa semua cinta dan pengorbanan pria itu sia-sia belaka. Hebatnya, biarpun puteri yang telah menjadi isterinya itu bersikap dingin, pria itu masih tetap memujanya. Dengan pria itu masih tetap memujanya. Dengan sabar dia merayu, dia membujuk, dengan hati-hati, dengan halus untuk membangkitkan perasaan cinta di hati isterinya, walaupun sedikit pun dia sudah akan menerimanya dengan perasaan amat berbahagia. Namun, sia-sia. puteri itu tetap dingin dan selalu memperlihatkan sikap tidak suka berdekatan."

   "Hemm, cerita itu semakin tidak menarik."

   Kata Bi Lian.

   "Dongeng yang menyedihkan."

   Kata pula Han Siong sambil tersenyum kepada tuan rumah, untuk menghibur karena dia merasa tidak enak melihat sikap Bi Lian yang demikian jujur mencela dongeng tuan rumah. Mulana tersenyum dan wajahnya yang tampan nampak berduka, senyumnya pahit sekali.

   "Memang menyedihkan, dan mungkin tidak menarik bagi Nona Cu, juga bagi wanita pada umumnya. Akan tetapi amat menyedihkan bagi seorang pria. Cinta kasih seorang pria, mendambakan balasan, walaupun sedikit saja, melalui sentuhan halus, melalui senyum, melalui pandang mata mesra, melalui senyum melalui pandang mata mesra, melalui apa saja, pria yang merindukan kasih sayang isterinya itu, selama bertahun-tahun, hanya mampu berharap, berharap, dan berharap.. Dan pada suatu malam, dunia kiamat baginya!"

   Dan tiba-tiba saja Mulana menangis!

   Han siong dan Bi Lioan terkejut bukan main. Mereka saling pandang, dan kemudian memandang kepada tuan rumah yang menutupi muka dengan kedua tangannya dan terisak menangis. Ketika mereka melirik ke rah nyonya rumah, wanita cantik itu masih terus makan ketika sepasang matanya melirik ke arah suaminya, Bi Lian menangkap sinar mata yang mengandung ejekan dan hinaan! Ingin sekali Han Siong bertanya, apa yang telah terjadi dengan pria yang mendambakan cinta isterinya itu, akan tetapi dia menahan diri dan bersabar, menanti sampai Mulana menghentikan tangisnya. Pria itu menurunkan kedua tangannya, menggunakan saputangan sutera untuk menghapus air mata yang membasahi mukanya, lalu tersenyum, senyum paksaan.

   "Maafkan aku. setia kali menceritakan hal itu, aku selalu tak dapat menahan keharuan dan kesedihan hatiku. Akan tetapi, seperti kukatakan tadi, malam itu memang terjadi sesuatu yang membuat pria itu merasa dunia kiamat baginya!"

   "Apa yang terjadi?"

   Pek Han Siong tak dapat menahan lagi keinginan tahuannya.

   "Apa yang terjadi?"

   Pek-taihiap, tidakkah engkau dapat menduganya? Puteri yang cantik jelita itu, isteri yang teramat dicinta suaminya itu, yang suka menjilati telapak kakinya untuk menyatakan cintanya, wanita yang secantik bidadari itu, yang kecantikannya tanpa cacat cela, pada suatu malam jahanam itu. ketika pria yang menjadi suaminya itu terbangun dan tidak melihatnya tidur di pembaringan lalu mencarinya ke belakang, wanita itu, yang selalu dingin terhadap suaminya, yang tak pernah satu kali pun membelai suaminya, bahkan tak pernah menyentuhnya dengan gairah, wanita itu. di dalam taman, di atas rumput begitu saja, di tempat terbuka, tanpa pakaian sama sekali, tak bermalu sedikitpun juga, bagaikan seekor binatang jalang yang panas dan penuh nafsu berahi, sambil mengerang seperti binatang dan dengan nafsu menggebu seperti kemasukan iblis, perempuan itu bergelut dan bermain cinta dengan tukang kebun!"

   "Ahhh.!"

   Seruan ini keluar dari mulut Bi Lian dan Han Siong hampir berbareng karena mereka sungguh terkejut bukan main.

   "Ha, kalian tentu kaget! Siapa orangnya yang tidak kaget! Dan pria itu, suami itu. dia bukan hanya kaget, akan tetapi dunia seperti kiamat baginya. Wanita yang dipujanya seperti dewi itu, yang didambakan cintanya, menyerahkan diri sebulatnya, lahir batin, kepada seorang laki-laki lain! Bukan pangeran bukan bangsawan, bukan hartawan, melainkan seorang tukang kebun biasa! Seorang hamba yang hina dina dan rendah, dan kotor! Apa yang selalu dijauhkannya dari suaminya yang mencintanya, yang memujanya, pada malam hari itu, mungkin juga malam-malam sebelumnya, telah diberikan sepenuhnya kepada seekor anjing!"setelah berkata demikain, Mulana memandang kepada isterinya, dengan sinar mata mengerikan, penuh penyesalan, penuh duka, penuh kebencian, akan tetapi juga penuh kasih sayang!

   "Cukup!"

   Tiba-tiba wanita cantik jelita yang menjadi isteri Mulana itu berseru, suaranya seperti jerit yang keluar dari lubuk hatinya, dan muka yang amat cantik itu menjadi kemerahan.

   "Setelah semua dendam yang kau curahkan, kenapa engkau malam ini melanggar janji dan menceritakan kepada orang lain. Mulana?"

   "Aku terpaksa, Yasmina, aku tidak dapat bertahan lagi untuk menyimpannya sendiri. Dan dua orang ini bukan orang sembarangan, mereka adalah pendekar-pendekar yang telah berani menentang Kulana! Mereka patut mendengarkannya!"

   "Bagus, engkau melanggar janji, aku pun tak perlu setia terhadap janji. Hai dua orang muda, dengarkan baik-baik. Akulah Yasmina, akulah isteri yang diceritakannya itu, wanita itu. Dialah yang membuat aku seperti itu. Mulana menganggap aku bukan seperti manusia, memujaku seperti benda keramat, seperti boneka kaca, melimpahkan semua cintanya seperti terhadap seorang dewi di kahyangan. Aku seorang perempuan, dari darah daging! Aku ingin diperlakukan sebagai seorang manusia, sebagai seorang perempuan darah daging yang haus akan belaian dan kasih sayang nyata seorang jantan! Dan aku menyerahkan diri, sepenuhnya, sepuas hatiku kepadanya! Dan aku puas. Aku menyesal, akan tetapi aku puas. Dan Mulana, dia memenggal leher tukang kebuh itu, membuat kepalanya menjadi tengkorak ini dan kau harus selalu minum anggur dari dalam tengkoraknya, melalui mulutnya! Aku menerima semua pelampiasan dendam ini, untuk menebus dosaku. Dan dia setiap malam bermain cinta dengan para gadis pelayan yang cantik dan muda, di depan mataku, untuk membalas dendam. Aku hanya mentertawakannya dalam hati. Bagaimanapun juga, dia tak dapat disamakan dengan tukang kebunku itu! Tidak ada seperempatnya! Dan dia berjanji takkan membuka rahasia itu. Akan tetapi malam ini, dia melanggar janjinya.!"

   Wanita itu, Yasmina, kini mengangkat tengkorak yang sudah diisi anggur baru, kemudian mencium mulut tengkorak itu.

   
Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Engkau, tukang kebunku yang setia, engkau selama ini menemaniku, engkau kehilangan nyawa karena aku, sekarang tiba saatnya engkau menjemputku. Bawalah aku ke sana."

   Dan wanita itu lalu menggigit sebuah di antara gigi tengkorak itu, minum anggur dari dalamnya dan ia pun terkulai di atas meja. Tengkorak itu terlepas dan jatuh bergulingan di atas lantai, seperti hidup, sampai berhenti di dekat kaki Mulana.

   "Yasmina.!"

   Mulana menendang tengkorak itu dan meloncat ke dekat isterinya. Dia mengangkat muka isterinya, mungkin sudah lama dipersiapkan wanita itu menyimpan racun di bawah sepotong gigi tengkorak yang tadi digigitnya, dan minum racun itu bersama anggur!

   "Yasmina.!"

   Mulana mengguncang-guncang isterinya, didukungnya, dipondongnya dan dia pun menangis sambil kebingungan. Melihat ini, Bi Liang bangkit dan memandang kepada Pek Han Siong. Alisnya berkerut dan gadis ini merasa betapa batinnya terguncang hebat oleh peristiwa yang terjadi antara suami isteri aneh itu.

   "Mari kita pergi, aku menjadi muak dan mual!"

   Katanya. Pek Han Siong sendiri juga terguncang hebat perasaanya. Apalagi yang terjadi antara Mulana dan Yasmina itu terlalu hebat, sampai wajahnya menjadi berubah agak pucat. Ngeri dia membayangkan malapetaka dan kesengsaraan yang menimpa sepasang suami isteri yang seperti mereka itu. Kaya raya, bangsawan tinggi, keduanya tampan dan cantik!

   "Mari!"

   Katanya dan keduanya lalu meninggalkan ruangan itu tanpa pamit lagi karena tuan rumah tidak mungkin dapat diajak bicara.

   Dia sudah menjadi seperti gila, memondong mayat isterinya itu ke sana-sini, sambil menangis dan menciumi muka yang kebiruan itu. Pelayan yang berada di situ seperti berubah menjadi patung, terbelalak pucat tidak ada yang berani bergerak. Bahkan ketika Bi Lian dan Han Siong pergi meninggalkan perkampungan itu, tidak seorang pun penjaga mencoba untuk menghalangi mereka. Ketika dua orang muda itu tiba diluar perkampungan, tiba-tiba nampak api besar bernyala di belakang mereka dan sayup-sayup terdengarlah tangis-tangis dan teriakan Mulana memanggil-manggil nama isterinya. Agaknya Mulana telah menjadi gila dan telah membakar istananya sendiri! Pria itu sesungguhnya amat mencinta isterinya akan tetapi dibikin gila oleh cemburu!

   "Kasihan.!"

   Pek Han Siong yang berhenti dan memandang ke belakang mengeluh.

   "Siapa yang kasihan?"

   Barulah Han Siong teringat bahwa Bi Lian berada di situ dan tadi suara hatinya dikeluarkan melalui mulut.

   "Kedua-duanya."

   Jawab Han Siong. Mereka melanjutkan perjalanan, berjalan perlahan menuruni bukit itu.

   "Engkau benar, Saudara Pek. Kasihan keduanya. Keduanya telah bersalah dan keduanya patut dikasihani karena nasib mereka sungguh buruk sekali. Tak sangka orang-orang seperti mereka."

   Kata Bi Lian, kemudian disambungnya, lirih.

   "Cinta memang aneh."

   "Ya, cinta memang aneh."

   Han Siong juga menggumam lalu keduanya tenggelam dalam lamunan, kata-kata mereka itu berdengung di telinga mereka. Kata-kata itu seperti menunjukkan bahwa mereka mengerti atau setidaknya pernah mengalami cinta! Sampai lama mereka melangkah, termenung, saling menduga, lalu tiba-tiba Bi Lian bertanya.

   "Saudara Pek, pernahkah engkau jatuh cinta?"

   Han Siong terkejut, memandang gadis itu, menggeleng kepala.

   "Belum, dan engkau?"

   "Aku juga belum pernah."

   "Kalau begitu, bagaiman engkau dapat mengatakan bahwa cinta itu aneh?"

   "Dan engkau pun membenarkan begitu saja."

   Dan keduanya saling pandang, lalu tertawa geli.

   "Lihat saja mereka itu. Mulana dan Yasmina, bukankah mereka itu menjadi seperti orang gila karena cinta? Itulah yang membuat aku mengatakan cinta memang aneh tadi."

   Kata Bi Lian membela diri.

   "Tapi itu bukan cinta, Nona Cu. Mulana tidak mencinta isterinya dengan sesungguhnya, atau cintanya berlandaskan kebanggaan karena di telah berhasil memenangkan puteri itu dalam perebutan. Dia memperlakukan Yasmina sebagai barang pusaka, dikeramatkan, disanjung, dipuja, dibanggakan dan dipamerkan! Dan cinta Yasmina juga hanya cinta nafsu. Karena itu keduanya lalu menyeleweng, dan baru terasa cinta itu setelah terlambat. Mulana lebih mementingkan kebanggaan dirinya dan Yasmina lebih mementingkan nafsu berahinya, dan keduanya merana."

   "Aihh, agaknya engkau seorang yang ahli dalam seni mencinta, Saudara Pek!"

   Kata Bi Lian. Wajah Han Siong berubah merah.

   "Sama sekali tidak, hanya aku melihat hal-hal yang aneh sekali dalam cinta ini. Ada suatu peristiwa yang tidak kalah anehnya, juga amat mengharukan antara dua orang yang saling mencinta. Akan tetapi biarlah lain kali saja kuceritakan kepadamu, Nona Cu."

   "Siapakah mereka?"

   Bi Lian tertarik.

   "Mereka. adalah kedua orang guruku, Suhu dan Suboku."

   "Ih, tentu menarik sekali. Ceritakan, Saudara Pek."

   "Lain kali sajalah. Mari kita mencari tempat yang enak untuk melewatkan malam. Nah, di sana ada sungai kecil, bagaimana kalau kita melewatkan malam di tepi sungai itu?"

   Mereka lalu mencari tepi sungai yang landai dan di situ terdapat banyak batu kali yang besar dan bersih. Mereka lalu mengumpulkan kayu kering, lalu membuat api unggun sambil duduk di atas batu kali yang besar, halus dan rata. Enak memang tempat itu. Sebelum pergi, mereka tadi sudah memasuki kamar masing-masing untuk membawa perbekalan mereka, tanpa ada yang mengganggu mereka.

   "Sekarang mengaso dan tidurlah, Nona. Biar aku yang berjaga di sini."

   Kata Pek Han Siong.

   "Aku tidak mengantuk, Saudara Pek. Lebih baik kita bercakap-cakap. Pertemuan antara kita sungguh aneh sekali. Engkau muncul begitu saja ketika aku terancam bahaya, dikeroyok oleh Kulana dan Lam-hai Giam-lo yang amat lihai. Kemudian kita bertemu dengan Mulana dan isterinya yang lebih aneh lagi. Apalagi mendengar bahwa engkau adalah kakak kandung Adik Pek Eng yang baru saja kukenal dengan baik, bahwa engkau adalah Sing-tong yang sudah amat lama kukenal namanya sebagai Anak Ajaib. Saudara Pek, ceritakanlah tentang keadaan dirimu, keluargamu. Begitu aku bertemu dengan adikmu, Pek Eng, aku sudah merasa suka sekali padanya."

   Han Siong menarik napas panjang.

   "Tidak ada sesuatu yang menarik tentang diriku, Nona. Akan tetapi, sesungguhnya adalah suatu hal yang amat penting, amat menarik tentang dirimu, Nona. Ketahuilah, sesungguhnya, ketika engkau memperkenalkan namamu, aku. aku telah menjadi terkejut sekali karena aku mengenal namamu dengan baik sekali, Nona Cu."

   Bi Lian memandang dengan sinar mata tajam penuh selidik.

   "Pantas ketika mendengar namaku engkau kelihatan kaget. Di mana engkau pernah mendengar namaku, Saudara Pek Han Siong?"

   Han Siong mengambil keputusan untuk berterus terang. Kalau dia tidak mengaku, kelak tentu gadis ini akan merasa tersinggung dan marah karena dia pura-pura tidak mengenalnya. Padahal, dialah yang mendapat tugas dari suhu dan subonya untuk mencari puteri Mereka ini. Akan tetapi, tentu saja tak mungkin dia berani mengaku tentang ikatan jodoh itu, bahkan agaknya tidak bijaksana kalau dia membuka rahasia bahwa gadis ini bukan she Cu melainkan she Siangkoan. Dengan hati-hati dia lalu menjawab.

   "Sebelumnya, ingin aku mendengar pengakuanmu, bukankah dahulu engkau tinggal di sebuah dusun di Ching-hai selatan, di Pegunungan Heng-tuan-san, tak jauh dari sebuah kuil Siauw-lim-si yang terletak di luar kota Yu-shu?"

   Bi Lian memandang dengan sinar mata berseri.

   "Benar sekali! Bagaimana engkau bisa tahu akan hal itu, Saudara Pek? Ketika itu aku tinggal di sebuah dusun, bersama kedua orang tuaku. Akan tetapi datanglah malapetaka di dusun itu. Terjadi pertempuran antara para tokoh sesat dan banyak orang dusun tewas pula dalam pertempuran itu, termasuk kedua orang tuaku! Ayah Ibuku tewas dan aku terjatuh ke dalam tangan kedua orang Guruku itu, ialah mendiang Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi! Ketika itu, aku berusia sebelas tahun dan mulai saat itu, aku menjadi murid mereka dan diajak merantau sampai jauh. Akan tetapi, sekali lagi, bagaimana engkau bisa tahu akan keadaan diriku di dusun itu?"

   "Ada satu hal lagi, Nona, harap kau jawab dengan sejujurnya. Sebelum engkau ikut dengan kedua orang Gurumu itu, yaitu mendiang Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi, sebelum terjadi pertempuran antara tokoh sesat di dusunmu itu, yang mengakibatkan kematian Ayah Bundamu, sebelum itu, pernahkan engkau belajar ilmu silat?"

   Bi lian kembali memandang tajam, penuh selidik dan ia mengingat-ingat. Masih teringat benar olehnya betapa ada dua orang yang selalu datang di malam hari, ketika ia masih kecil dan kedua orang itu secara bergiliran, laki-laki dan wanita, memberi petunjuk kepadanya akan dasar ilmu silat. Kedua orang itu dianggapnya sebagai guru-gurunya, disebutnya suhu dan subo dan mereka itu demikian sayang kepadanya. Terutama sekali subonya, kadang-kadang subonya itu mernperlihatkan kasih sayang kepadanya secara mesra. Ia suka digedongnya dan ditimangnya, dan diciuminya!

   Kini terbayanglah wajah mereka itu. Subonya seorang wanita yang teramat cantik, mukanya agak pucat dan pendiam, namun pandang matanya kepadanya penuh dengan kemesraan dan kasih sayang. Masih ingat ia betapa subonya itu selalu mengenakan sabuk sutera putih, sikapnya lemah-lembut sekali. Adapun suhunya seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap, juga pendiam namun ramah dan baik sekali kepadanya, memberi petunjuk dengan tekun dan sabar. Yang tak mungkin dapat dilupakan dari suhunya itu adalah bahwa lengan kiri suhunya itu buntung sebatas siku. Lengan baju kirinya itu sebatas siku kosong. Hanya itulah yang teringat olehnya tentang suhu dan subonya, dan kini ia diingatkan dan ditanya oleh Pek Han Siong tentang kedua orang yang sudah hampir terlupa olehnya itu.

   "Ya-ya-ya, aku tentu saja masih ingat kepada mereka. Suhu dan Subo yang demikian baik kepadaku! Ah, mereka suka datang secara bergilir di waktu malam, kata mereka itu, mereka tinggal di sebuah kuil Siauw-lim-si dan mereka membimbingku dengan dasar-dasar ilmu silat."

   Girang sekali rasa hati Han Siong mendengar ini dan dia merasa betapa jantungnya berdebar tegang.

   "Nona Cu, tahukah engkau siapa nama mereka itu?"

   "Suhu dan Subo?"

   Gadis itu menggeleng kepala.

   "Tahuku hanya Suhu dan Subo. Mereka tak pernah memperkenalkan nama, juga Ayah dan Ibu yang agaknya amat menghormati mereka, tidak pernah menceritakan siapa nama mereka, hanya menyuruh agar aku patuh dan mentaati mereka sebagai Guru-guruku. Eh, Saudara Pek, apakah engkau kenal dengan Suhu dan Subo itu?"

   Han Siong mengangguk, sejenak dia termenung memandang ke arah api unggun sedangkan gadis itu mengamati wajahnya penuh perhatian. Pemuda itu lalu mengalihkan pandang matanya dan dua pasang sinar mata itu saling bertaut sampai beberapa lamanya, kemudian Han Siong berkata dengan sikap tenang.

   "Aku mengenal mereka dengan baik, Nona, karena mereka itu adalah juga Guru-guruku! Suhu bernama Siangkoan Ci Kang, dan Subo bernama Toan Hui Cu."

   Sepasang mata yang indah itu terbelalak dan diam-diam Han Siong memandang kagum. Gadis ini demikian mirip subonya! Akan tetapi jauh lebih cantik karena kalau subonya itu pendiam, gadis ini bermata tajam, sikapnya lincah, manis dan tahi lalat di dagu itu sungguh luar biasa manisnya, juga memiliki pembawaan yang gagah perkasa seperti suhunya!

   "Aihhh..., kalau begitu engkau..."

   "Aku adalah.. saudara seperguruan denganmu, Sumoi."

   "Engkau Suhengku! Ah, akan tetapi, aku baru mempelajari dasar-dasar gerakan ilmu silat saja dari Suhu dan Subo, dan aku selanjutnya digembleng oleh kedua orang Guruku, Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi!"

   "Mereka itu merampasmu dari Suhu dan Subo."

   "Tapi... tapi ilmu silat kita berbeda jauh, dan engkau... begitu lihai. Kalau begitu, Suhu dan Subo itu lihai bukan main, bahkan melebihi kedua orang Guruku yang sudah tewas!"

   Bi Lian kagum bukan main. Han Siong menggeleng kepalanya.

   "Belum tentu, Sumoi. Kedua orang Gurumu itu merupakan datuk-datuk persilatan yang sudah amat tinggi ilmunya, walaupun Suhu dan Subo juga merupakan orang-orang sakti. Ilmu silat kita memang berbeda, akan tetapi aku tidak berani mengatakan bahwa aku lebih lihai darimu. Kulihat engkau lihai bukan main, hanya karena engkau dipengaruhi sihir oleh Kulana, maka engkau hampir celaka."

   "Dan engkau dapat melenyapkan pengaruh sihir! Kalau begitu, selain ilmu silat, Suhu dan Subo juga mengajarkan ilmu sihir kepadamu, Suheng, sehingga engkau mampu melawan Kulana?"

   Han Siong menggeleng kepala.

   "Tidak, biarpun Suhu dan Subo lihai, namun bukan rnereka yang mengajarkan ilmu sihir kepadaku. Sumoi, ketahuilah, ketika engkau rnemperkenalkan namamu, aku menjadi demikian gembira sampai merasa takut mengaku kepadamu. Baru sekarang aku mengaku karena sesungguhnya, Suhu dan Subo telah memberi tugas kepadaku untuk mencari engkau sampai dapat kutemukan!"

   Bi Lian tersenyum memandang. Di bawah sinar api unggun, wajah pemuda ini nampak aneh dan menarik sekali, dan ia merasa betapa jantungnya berdebar. Entah karena senang mendapat kenyataan bahwa pemuda lihai ini suhengnya, atau mengapa ia sendiri tidak dapat mengerti. Yang jelas, diingatkan keadaannya ketika kecil mendatangkan kenangan yang aneh, ada pahitnya dan ada pula manisnya. Dan ia sama sekali tidak mengira bahwa suhu dan subonya yang dulu itu, ternyata masih ingat kepadanya, bahkan mengutus muridnya yang lihai ini untuk mencarinya sampai dapat!

   "Dan ternyata engkau berhasil Suheng. Kita telah dapat saling bertemu, lalu apa yang akan kau lakukan terhadap aku, atau... apakah yang harus kulakukan sekarang?"

   Han Siong juga tersenyum. Gadis ini memiiliki pembawaan yang lincah gembira.

   "Kita saling bertemu, bahkan bersama telah menghadapi pengeroyokan lawan lihai, dan baru saja tadi mengalami hal yang amat aneh dan mengguncangkan batin. Tentu saja aku ingin menyampaikan pesan Suhu dan Subo bahwa... bahwa... engkau diminta untuk berkunjung kepada mereka, Sumoi. Mereka sangat rindu kepadamu dan merasa khawatir ketika mendengar bahwa engkau lenyap dari dalam dusun itu. Akan tetapi, sebelum itu, aku ingin mencari dulu adikku Pek Eng, untuk kuajak keluar dari tempat berbahaya itu."

   "Engkau benar sekali, Suheng. Aku pun tadinya merasa heran dan juga tidak rela melihat seorang gadis seperti Eng-moi itu berada di antara mereka. Apalagi ia menjadi murid bahkan anak angkat seorang sejahat Lam-hai Giam-lo! Ada dua hal yang mendorong Adikmu menjadi muridnya. Pertama, karena tadinya ia tertawan oleh anak buah Lam-hai Giam-lo dan dengan kecerdikannya, Adikmu itu telah dapat menundukkan hati Giam-lo sehingga kakek iblis itu suka kepadanya dan bahkan mengambilnya sebagai murid dan anak angkat. Dan yang ke dua, Adikmu itu memang ingin mempelajari ilmu silat tinggi setelah ia minggat dari rumahnya karena tidak sudi dijodohkan dengan pemuda yang tidak dicintanya. Akan tetapi kalau bertemu denganmu, dan tahu bahwa engkaulah kakak kandungnya yang selama ini dicarinya, aku yakin engkau akan dapat membujuknya keluar dari sana. Aku pun hendak kembali ke sana, Suheng. Ada dua hal yang ingin kulakukan di sana."

   "Apakah dua hal itu kalau aku boleh tahu, Sumoi?"

   "Pertama, aku harus membalaskan kematian Ayah Ibuku, dan ke dua, akupun tidak akan tinggal diam saja karena kedua orang Guruku sampai tewas di sana. Kulana harus bertanggung jawab karena ulah dia yang melamarku yang menjadi penyebab kematian kedua orang Guruku itu."

   "Dan siapakah yang telah menewaskan Ayah Ibumu di dusun?"

   "Ayah Ibuku tewas di tangan... mendiang Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi.."

   "Aih??"

   Han Siong berseru kaget.

   "Lalu kepada siapa.."

   "Begini, Suheng. Pada waktu itu kedua orang Guruku itu dikeroyok oleh Lam-hai Siang-mo dan suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan, dan anak buah mereka. Mereka itu bahkan menghasut orang dusun agar memusuhi Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi. Kedua orang tua ini mengamuk dan membunuh banyak musuh, termasuk banyak orang dusun. Dengan demikian, biarpun orang tuaku tewas di tangan kedua orang Guruku itu, akan tetapi kedua orang Guruku itu tidak mempunyai permusuhan dengan orang tuaku. Yang bersalah adalah dua pasang suami isteri itulah yang menghasut penduduk untuk ikut mengeroyok dua orang tua itu. Nah, kuanggap bahwa merekalah yang telah menjerumuskan Ayah Ibuku sehingga menjadi korban."

   Han Siong mengerutkan alisnya, teringat dia akan semua nasihat suhu dan subonya, juga semua wejangan dari gurunya yang ke dua, yaitu Ban Hok Lojin, seorang di antara Delapan Dewa. Setelah menarik napas panjang, semua nasihat dan petuah yang pernah didengarnya itu pun meluncur lewat mulutnya tanpa dapat ditahan dan bahkan di luar kesadarannya sendiri.

   "Sumoi, dendam merupakan suatu penyakit yang amat merugikan diri sendiri dan dari dendam timbullah perbuatan-perbuatan kejam dan bahkan jahat. Apalagi dendam terhadap kematian. Semua orang di dunia ini pada saatnya tentu akan mati, Sumoi dan jangan dikira bahwa ada orang lain yang dapat menentukan kematian seseorang, walaupun orang itu bisa saja menjadi sebab daripada kematian orang lain. Kalau Thian tidak menghendaki, biar ada seribu pasang suami isteri seperti Lam-hai Siang-mo atau seribu orang seperti mendiang guru-gurumu itu, tak mungkin orang tuamu di dusun dapat tewas! Juga kalau Thian tidak menghendaki, biar ada seribu orang Kulana takkan mungkin dapat menyebabkan kedua orang gurumu saling serang sehingga akhirnya keduanya tewas! Tidak Sumoi, mendendam sungguh merupakan suatu penyakit yang keliru. Kematian berada pada tangan tuhan".

   "Suheng..!"

   Bi Lian berseru kaget dan heran karena baru sekarang ia mendengar pendapat seperti itu. Han Siong tersenyum.

   "Untuk mengambil nyawa orang, Thian mempergunakan banyak macam cara, Sumoi. Ada yang melalui penyakit, melalui kecelakaan, melalui bencana alam dan sebagainya. Apakah kita juga harus mendendam kepada penyakit kalau keluarga kita mati karena penyakit? Mendendam kepada api kalau mati karena api, dan mendendam kepada air kalau seandainya mati tenggelam?"

   "Tapi, Suheng! Apakah kita harus berdiam diri saja melihat orang-orang melakukan kejahatan seperti dua pasang suami isteri iblis itu, melihat seorang seperti Kulana yang mengandalkan pengaruh dan kekayaan hendak memaksakan kehendaknya?"

   "Wah, itu lain lagi, Sumoi. Bukan persoalan dendam lagi, melainkan sikap seorang pendekar yang harus selalu menentang kejahatan dan membela kebenaran. Kalau engkau hendak menentang Lam-hai Giam-lo dan kawan-kawannya karena engkau tahu benar bahwa mereka itu adalah sekelompok orang sesat yang hanya hendak mengancam kedamaian hidup orang lain, itulah panggilan jiwa kependekaranmu dan aku akan menemanimu ke sana. Sekarang, kita beristirahat lebih dulu, besok pagi-pagi kita melakukan penyelidikan ke sana. Akan tetapi ingat, bebas dari dendam, Sumoi."

   Bi Lian tersenyum dan mengangguk.

   "Bebas dari dendam, Suheng."

   Ia masih tersenyum ketika akhirnya dapat tidur pulas sedangkan Pek Han Siong duduk Bersila dekat api unggun, mengumpulkan hawa murni dan berjaga karena dia tahu bahwa di tempat itu, dia tidak boleh lengah.

   Kita biarkan dulu Pek Han Siong dan Cu Bi Lian yang sedang beristirahat di tepi anak sungai itu, dan mari kita mengikuti perjalanan Hay Hay yang sudah terlalu lama kita tinggalkan. Seperti kita ketahui, Hay Hay berjumpa dengan Kok Hui Lian, dan dengan janda muda yang selain cantik jelita, tubuhnya mengeluarkan keharuman, dan teramat lihai ilmu silatnya itu, hampir saja terjadi hubungan badan yang terdorong oleh berahi. Untung bahwa Hay Hay memiliki batin yang amat kuat walaupun dia sudah hampir lupa dan buta oleh gejolaknya nafsu. Mereka berdua dapat menguasai diri kembali, tidak terjadi suatu pelanggaran walaupun mereka telah bermesraan. Setelah mereka saling berpisah, Hay Hay tidak pernah dapat melupakan wanita itu, seorang wanita yang memenuhi segala keindahan yang dapat dibayangkan pria mengenai diri seorang wanita.

   Kini dia masih mempunyai sebuah tugas, yaitu mengembalikan pusaka batu giok milik Kwan-taijin, yaitu Jaksa Kwan yang terkenal adil dan dimusuhi kaum sesat itu. Batu giok mustika itu dirampas oleh Min-san Mo-ko dari tangan Jaksa Kwan ketika pembesar ini ditawan, akan tetapi berkat pertolongan Hay Hay dan Kok Hui Lian, para penjahat dapat diusir dani batu giok mustika dapat dirampas kembali. Bahkan tanpa disengaja, dengan batu giok itu luka-luka beracun mereka berdua dapat disembuhkan. Ketika berpisah, Hui Lian minta kepada Hay Hay untuk mehgembalikan batu giok mustika itu kepada Jaksa Kwan yang tinggal di kota Siang-tan. Setelah berpisah dari Hui Lian, ada memang perasaan kehilangan dan kesepian di dalam hati Hay Hay.

   Namun, dia menghadapinya dengan senyum, mentertawakan diri sendiri dan perasaan kehilangan dan kesepian itu pun lenyap bagaikan tertiup angin pagi yang sejuk. Dia tahu benar mengapa ada perasaan kehilangan itu menyelinap di dalam hatinya. Itulah tuntutan nafsu badani, ikatan batin yang selalu menghendaki adanya kesenangan. Kalau ada sesuatu yang menye nangkan batin kita, baik yang menyenangkan itu orang lain, atau benda, atau bahkan gagasan saja, maka kita selalu menghendaki agar kesenangan itu tidak terpisah lagi dari diri kita. Pikiran kita selalu haus akan kesenangan, ingin mengulang kembali segala hal yang menyenangkan dan karena itulah, terjadi ikatan di dalam batin terhadap kesenangan-kesenangan itu.

   Dan sekarang. batin terikat, maka apabila saatnya tiba kesenangan itu harus berpisah dari kita, timbullah rasa kehilangan, kesepian, kecewa dan duka. Hay Hay sering merenungkan kenyataan hidup ini, membuatnya waspada dan dapat melihat kenyataan dan kepalsuan di dalam kehidupan secara gamblang. Badan lahiriah memang harus mempunyai, demi kebutuhan badan sendiri, demi kehidupan badan sebagai anggautamasyarakat, memiliki keluarga, sahabat, benda-benda, ilmu pengetahuan, kepandain dan sebagainya lagi. Namun, batin haruslah bebas tidak memiliki apa-apa. Sekali batin ikut memlliki apa yang dipunyai badan, Maka timbullah ikatan batin dan ikatan batin inilah penyebab timbulnya duka dan kesengsaraan batin.

   

Pendekar Sadis Eps 35 Asmara Berdarah Eps 22 Asmara Berdarah Eps 20

Cari Blog Ini