Ceritasilat Novel Online

Lapangan Golf Maut 3

Lapangan Golf Maut Murder On The Links Karya Agatha Christie Bagian 3


"Oh, sungguh seorang detektif yang hebat! Lihatlah dia itu, mon petit - apakah
seseorang yang sudah ditikam di jantungnya jatuh seperti itu - dengan rapi,
dengan kaki lurus dan rapat, dan lengannya lurus di sisinya" Tentu tidak, bukan"
Kemudian, apakah seseorang berbaring tertelentang dan membiarkan dirinya ditikam
tanpa mengangkat tangannya untuk membela dirinya" Tak masuk akal, bukan" Tapi
lihatlah ini - dan ini - " Senternya disorotkannya di sepanjang tanah. Kulihat
bekas-bekas aneh yang tak beraturan di tanah kotor yang lembut itu. "Dia diseret
kemari setelah dia mati. Setengah diseret, setengah ditopang oleh dua orang.
Bekas-bekasnya tak kelihatan di tanah yang keras di luar, sedang di sini mereka
berhati-hati dan menghapusnya - tapi salah seorang di antaranya adalah seorang
wanita, Sahabat." "Seorang wanita?"
"Ya." "Tapi bila bekas-bekasnya telah dihapus, bagaimana Anda bisa tahu?"
"Karena, meskipun sudah disamarkan, bekas-bekas sepatu wanita tak dapat
diragukan. Juga, dengan ini - " Dan, sambil membungkuk dia menarik sesuatu dari
gagang pisau belati itu, lalu ditunjukkannya padaku. Yang diperlihatkannya itu
adalah sehelai rambut wanita yang berwarna hitam - sama dengan rambut yang
diambil Poirot dari kursi di kamar baca.
Dengan tersenyum mengejek, rambut itu dililitkannya di sekeliling pisau belati
itu lagi. "Barang-barang yang ada di sini, sedapat mungkin, kita biarkan sebagaimana
adanya," katanya menjelaskan. "Hakim Pemeriksa lebih suka demikian. Eh bien,
adakah Anda melihat sesuatu yang lain lagi?"
Aku terpaksa menggeleng. "Lihat tangannya."
Aku melakukan yang disuruhnya itu. Kukunya patah-patah dan warnanya kotor,
sedang kulitnya kelihatan kasar. Keadaan itu tidak memberikan penjelasan seperti
yang kuingini. Aku memandang Giraud.
"Tangan itu bukan tangan pria yang berkedudukan baik," katanya membalas
pandanganku. "Sebaliknya, pakaiannya adalah pakaian orang yang berada. Aneh,
bukan?" "Aneh sekali," kataku membenarkan.
"Dan tak ada bekas apa-apa pada pakaiannya. Apa yang dapat Anda simpulkan dari
situ" Orang ini mencoba menampilkan diri seolah-olah dia orang lain. Dia
menyamar. Mengapa" Adakah sesuatu yang ditakutinya" Apakah dia sedang mencoba
melarikan dirinya dengan menyamar itu" Untuk sementara ini, kita belum tahu,
tapi satu hal sudah kita ketahui - dia berusaha keras untuk menyembunyikan siapa
dirinya sebenarnya, sedang kita berusaha keras untuk mengetahuinya."
Dia melihat ke mayat itu lagi.
"Seperti juga yang terdahulu, tak ada bekas sidik jari pada gagang pisau belati
itu. Pembunuhnya memakai sarung tangan juga."
"Jadi, menurut Anda, pembunuhnya sama dalam kedua perkara ini?" tanyaku dengan
bersemangat. Arti pandangan Giraud tak dapat kuduga.
"Tak usah pikirkan apa pendapat saya. Kita lihat saja nanti. Marchaud!"
Agen polisi itu muncul di ambang pintu.
"Ya, Tuan?" "Mengapa Nyonya Renauld tak ada di sini" Sudah seperempat jam aku memintanya
datang." "Beliau sedang dalam perjalanan ke mari, Tuan, dan putranya juga."
"Bagus. Tapi aku hanya ingin menjumpai seorang demi seorang."
Marchaud memberi salam, lalu menghilang lagi. Sesaat kemudian dia muncul lagi
dengan Nyonya Renauld. "Ini Nyonya Renauld."
Giraud maju sambil mengangguk singkat.
"Silakan ke mari, Nyonya." Wanita itu dituntunnya ke seberang ruangan itu, lalu
dia tiba-tiba menyingkir dan berkata, "Ini orangnya. Kenalkah Anda padanya?"
Sambil berbicara, matanya menatap wajah wanita itu dengan pandangan yang tajam
sekali, akan mencoba membaca pikirannya, dan mencatat semua gerak-geriknya.
Tetapi Nyonya Renauld tetap tenang sekali - kurasa bahkan terlalu tenang. Dia
menunduk melihat mayat itu dengan hampir-hampir tidak memperlihatkan perhatian,
dan sama sekali tanpa ada tanda-tanda terkejut atau pengenalan.
"Tidak," katanya. "Saya tak pernah melihatnya selama hidup saya. Orang ini sama
sekali tak saya kenal."
"Yakinkah Anda?"
"Yakin sekali."
"Tidakkah Anda mengenalinya sebagai salah seorang yang menyerang Anda,
umpamanya?" "Tidak," dia kelihatan agak ragu, karena teringat akan hal itu, "tidak, saya
rasa bukan. Bukankah mereka berjanggut - yang menurut Hakim Pemeriksa adalah
janggut palsu, namun demikian - tidak." Kini kelihatannya dia benar-benar telah
mengambil keputusan. "Saya yakin bahwa laki-laki ini bukan salah seorang di
antara mereka." "Baiklah, Nyonya. Cukup sekian saja, kalau begitu."
Wanita itu keluar dengan kepala tegak, matahari memantulkan cahaya berkilat di
rambutnya yang hitam. Jack Renauld menyusulnya. Anak muda itu pun tak bisa
mengenali laki-laki itu. Sikapnya wajar sekali.
Giraud hanya menggeram saja. Aku tak dapat memastikan apakah dia senang atau
jengkel. Dia hanya berseru pada Marchaud, "Adakah yang seorang lagi di situ?"
"Ada, Tuan." "Bawa dia masuk."
'Yang seorang lagi itu' rupanya adalah Nyonya Daubreuil. Dia masuk dengan marahmarah, sambil memprotes keras.
"Saya keberatan, Tuan! Ini suatu hinaan! Apa hubungan diri saya dengan ini
semua?" "Nyonya," kata Giraud dengan kasar, "saya sedang menyelidiki bukan hanya satu
pembunuhan, melainkan dua! Menurut saya, bisa saja Nyonya telah melakukan
keduanya." "Berani benar Anda!" teriaknya. "Berani benar Anda menghina saya dengan tuduhan
begitu! Sungguh keji!"
"Keji, kata Anda" Bagaimana dengan ini?" Sambil membungkuk, dilepaskannya lagi
rambut yang terlilit tadi, lalu diangkatnya. "Anda lihat ini, Nyonya?" Dia
mendekati wanita itu. "Izinkanlah saya melihat, apakah rambut ini cocok dengan
warna rambut Anda." Sambil berteriak wanita itu melompat mundur, bibirnya pucat.
"Itu tuduhan palsu - saya berani bersumpah. Saya tak tahu apa-apa mengenai
kejahatan itu - kedua kejahatan itu. Siapa pun yang berkata bahwa saya terlibat,
telah berbohong! Oh, Tuhan! Apa yang harus saya lakukan?"
"Tenanglah, Nyonya," kata Giraud dingin. "Belum ada seorang pun yang menuduh
Anda. Tapi sebaiknya Anda jawab pertanyaan-pertanyaan saya tanpa banyak macammacam." "Apa saja yang Anda kehendaki, Tuan."
"Lihatlah mayat orang itu. Pernahkah Anda melihatnya?"
Sambil bergerak mendekat, dan darahnya sudah mulai meronai wajahnya lagi, Nyonya
Daubreuil menunduk melihat kepada korban dengan perhatian yang cukup besar, dan
ingin tahu. Kemudian dia menggeleng.
"Saya tidak mengenalnya."
Agaknya tak seorang pun bisa meragukannya, kata-katanya keluar begitu wajar.
Giraud menyatakan dia boleh pergi dengan menganggukkan kepalanya saja.
"Anda biarkan dia pergi?" tanyaku dengan berbisik. "Apakah itu tak keliru"
Rambut hitam itu pasti berasal dari kepalanya."
"Saya tak perlu diajar dalam urusan saya," kata Giraud datar. "Dia berada dalam
pengawasan. Saya belum mau menahannya."
Kemudian dia menoleh pada mayat itu, sambil mengerutkan alisnya.
"Apakah menurut Anda orang ini berpotongan orang Spanyol?" tanyanya tiba-tiba.
Kuperhatikan wajah mayat itu dengan cermat.
"Tidak," kataku akhirnya. "Menurut saya, dia pasti orang Prancis."
Giraud menggeram dengan kesal.
"Sama saja." Dia berdiri diam sejenak, lalu dengan suatu isyarat disuruhnya aku menyingkir,
lalu dia merangkak lagi dan melanjutkan penyelidikannya di lantai gudang itu.
Dia memang luar biasa. Tak satu pun luput dari pemeriksaannya. Setiap inci dari
lantai itu dijalaninya, membalik pot-pot, memeriksa karung-karung. Sebuah
buntalan di dekat pintu disambarnya, tapi buntalan itu ternyata hanya terdiri
dari jas dan celana kumal saja, lalu dilemparkannya dengan geram. Dua pasang
sarung tangan tua menarik perhatiannya, tapi akhirnya dia menggeleng, lalu
menyingkirkannya. Kemudian dia kembali ke pot-pot tadi, membalik-baliknya satu
demi satu dengan cara tertentu. Akhirnya, dia bangkit sambil menggeleng dengan
penuh pikiran. Agaknya dia heran dan tak mengerti. Kurasa dia lupa akan
kehadiranku di situ. Tapi pada saat itu terdengar suatu gerak dan kesibukan dari luar, dan sahabat
lama kami, Hakim Pemeriksa, yang disertai juru tulisnya dan Tuan Bex, dengan
dokter di belakangnya, masuk beramai-ramai.
"Ini benar-benar luar biasa, Tuan Giraud," seru Tuan Hautet. "Satu lagi
kejahatan! Rupanya kita belum sampai ke dasar perkara ini. Ada suatu misteri
yang kelam di sini. Lalu siapa korbannya kali ini?"
"Itulah yang belum dapat dikatakan oleh siapa pun juga pada kita, Pak Hakim.
Belum ada yang bisa mengenalinya."
"Mana mayat itu?" tanya dokter.
Giraud bergerak agak menyingkir.
"Itu di sudut. Dia ditikam tepat di jantungnya, sebagaimana yang dapat Anda
lihat. Dan dengan pisau belati yang dicuri kemarin pagi pula. Menurut saya,
pembunuhan itu dilakukan langsung setelah pencurian pisau itu - tapi Andalah
yang bisa memastikannya. Anda bisa memegang pisau belati itu dengan bebas - tak
ada bekas sidik jarinya di situ."
Dokter berlutut di dekat mayat laki-laki itu, dan Giraud berpaling pada Hakim
Pemeriksa. "Suatu perkara yang menarik, bukan" Tapi saya akan menyelesaikannya."
"Jadi tak seorang pun bisa mengenalinya?" tanya Hakim Pemeriksa dengan termangu.
"Mungkinkah dia salah seorang dari pembunuh itu" Mungkin telah terjadi
perpecahan antara mereka."
Giraud menggeleng. "Laki-laki ini orang Prancis - saya berani disumpah, bahwa - "
Pada saat itu pembicaraan mereka dipotong oleh dokter, yang duduk berjongkok
dengan air muka tak mengerti.
"Dia dibunuh kemarin pagi, kata Anda?"
"Saya menyesuaikannya dengan pencurian pisau belati itu," Giraud menerangkan.
"Tapi mungkin saja dia dibunuh siang harinya."
"Siang harinya" Omong kosong! Orang ini sekurang-kurangnya sudah empat puluh
delapan jam mati, bahkan mungkin lebih lama."
Kami semua berpandangan dengan terbelalak keheranan.
Bab 15 SEBUAH FOTO KATA-KATA dokter itu demikian mengejutkan, hingga kami semua terpana seketika.
Laki-laki ini telah ditikam dengan sebilah pisau belati, yang sepanjang
pengetahuan kami dicuri dua puluh empat jam sebelumnya, namun Dokter Durand
menerangkan dengan pasti bahwa dia sudah mati sekurang-kurangnya empat puluh
delapan jam. Semuanya itu sangat mengherankan.
Belum lagi kami pulih dari kejutan gara-gara pemberitahuan dokter itu, datang
pula sepucuk telegram untukku. Telegram itu diteruskan oleh pihak hotel ke
villa. Kusobek telegram itu. Ternyata dari Poirot, yang memberitahukan bahwa dia
akan kembali naik kereta api, dan akan tiba di Merlinville pukul dua belas lewat
dua puluh delapan menit. Aku melihat ke arlojiku dan menyadari bahwa bila aku ingin pergi ke stasiun
untuk menjemputnya tanpa tergesa-gesa, aku harus segera berangkat. Aku merasa
bahwa dia perlu sekali segera mengetahui tentang perkembangan-perkembangan baru
yang mengejutkan dalam perkara itu.
Rupanya, pikirku, Poirot tidak mengalami kesulitan dalam menemukan apa yang
dicarinya di Paris. Kedatangannya kembali dengan cepat membuktikan hal itu.
Beberapa jam saja sudah cukup. Aku ingin tahu, bagaimana dia menanggapi berita
hangat yang akan kusampaikan.
Kereta api terlambat beberapa menit, dan aku berjalan santai hilir-mudik tanpa
tujuan di peron. Tiba-tiba aku berpikir, sebaiknya kumanfaatkan waktu itu dengan
menanyakan beberapa pertanyaan, siapa yang telah berangkat dari Merlinville naik
kereta api terakhir pada malam hari tragedi itu terjadi.
Kudatangi kepala petugas pengangkut barang, seseorang yang kelihatan cerdas.
Tanpa susah-payah aku berhasil membujuknya untuk membicarakan soal itu. Sungguh
sesuatu yang memalukan kepolisian, katanya dengan berapi-api, bahwa pembunuh itu
bisa berkeliaran tanpa dihukum. Kukatakan bahwa ada kemungkinannya mereka
berangkat naik kereta api tengah malam, tapi dia membantah gagasan itu dengan
tegas. Dia pasti bisa mengenali dua orang asing - dia yakin akan hal itu. Hanya
kira-kira dua puluh orang yang berangkat dengan kereta api, dan dia tak mungkin
gagal mengenalinya. Aku tak tahu bagaimana aku sampai mendapatkan gagasan itu - mungkin karena rasa
takut yang mendalam yang terdengar di suara Marthe Daubreuil - tapi aku lalu
tiba-tiba bertanya, "Bagaimana dengan Tuan muda Renauld - dia tidak berangkat
naik kereta api, bukan?"
"Ah, tidak, Tuan. Datang dan berangkat lagi hanya dalam jangka waktu setengah
jam, tak masuk akal, bukan?"
Aku terbelalak memandang laki-laki itu. Aku hampir-hampir tak mengerti katakatanya. Kemudian barulah mataku terbuka.
"Maksud Anda," kataku, dengan hati yang agak berdebar, "bahwa Tuan Jack Renauld
tiba di Merlinville pada malam itu juga?"
"Benar, Tuan. Naik kereta api yang terakhir, yang tiba pukul sebelas lewat empat
puluh menit." Otakku berputar. Rupanya itulah alasan dari ketakutan Marthe yang amat sangat.
Jack Renauld ada di Merlinville pada malam hari kejahatan itu terjadi! Tapi
mengapa dia tidak mengatakannya" Mengapa kami sebaliknya disuruhnya percaya,
bahwa dia ada di Cherbourg" Membayangkan wajahnya yang jujur yang kekanakan, aku
rasanya tak bisa menduga bahwa dia ada hubungan dengan kejahatan itu. Namun,
mengapa dia menutup mulut mengenai soal yang begitu penting" Satu hal sudah
jelas: Marthe selama ini sudah tahu. Karena itu dia begitu takut, dan dengan
sangat ingin tahu bertanya pada Poirot apakah ada seseorang yang dicurigai.
Renunganku terganggu oleh kedatangan kereta api, dan sesaat kemudian aku sudah
menyalami Poirot. Pria kecil itu tampak berseri-seri. Dia ceria sekali dan
berceloteh dengan riang. Dia merangkulku dengan hangat di peron, dia lupa bahwa
sebagai orang Inggris, aku tak menyukai hal itu.
"Mon cher ami, aku telah berhasil - berhasil luar biasa."
"Begitukah" Aku senang mendengarnya. Sudahkah kau mendengar berita yang terakhir
di sini?" "Bagaimana aku bisa mendengar apa-apa" Apakah ada perkembangan-perkembangan
baru" Apakah Giraud yang jagoan itu telah menahan seseorang" Atau beberapa orang
barangkali. Aku akan membuat orang itu merasa malu! Tapi, akan kaubawa ke mana
aku ini, Sahabatku" Apakah kita tidak akan pergi ke hotel" Aku masih perlu
mengurus kumisku - kumis ini sudah menjadi layu sekali gara-gara panasnya dalam
perjalanan tadi. Dan, jasku tentu penuh debu. Lalu dasiku pun tentu perlu
diperbaiki letaknya."
Celotehnya tentang pakaiannya itu kupotong.
"Poirot yang baik - biarkanlah semuanya itu. Kita harus segera pergi ke villa.
Di sana telah terjadi suatu pembunuhan lagi!"
Aku sering mengalami kekecewaan bila aku menyangka bahwa aku telah memberikan
berita penting pada sahabatku itu. Biasanya berita itu sudah diketahuinya atau
berita itu disisihkannya saja, karena dianggapnya tak ada hubungannya dengan
soal yang utama - dan dalam keadaan yang terakhir, keadaan biasanya membuktikan
bahwa dia memang benar. Tetapi kali ini aku tak kecewa. Tak pernah aku melihat
orang lebih terkejut dari dia. Dia ternganga. Semua keceriaan lenyap dari
dirinya. Dia menatapku dengan terbelalak.
"Apa katamu" Suatu pembunuhan lagi" Aduh, kalau begitu aku keliru. Aku telah
gagal. Giraud bisa mencemoohkan aku - dia akan punya alasan untuk itu."
"Jadi kau tidak tahu hal itu terjadi?"
"Aku" Sama sekali tidak. Kejadian itu merobohkan teoriku - menghancurkan segalagalanya - aduh, tidak!" Dia tiba-tiba berhenti, meninju dadanya. "Tak mungkin.
Aku tak mungkin keliru! Fakta-fakta yang telah kukumpulkan dengan begitu teratur
dan dengan urut-urutan yang begitu baik, hanya mungkin punya satu penyelesaian.
Aku harus benar! Aku memang benar!"
"Tapi lalu - "
Dia menyelaku. "Tunggu, Sahabatku. Aku harus benar, oleh karenanya pembunuhan yang baru terjadi


Lapangan Golf Maut Murder On The Links Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu tak mungkin, kecuali - kecuali - ah, tidak. Kuminta, jangan kaukatakan apaapa - " Beberapa menit lamanya dia diam saja, lalu, dengan sikapnya yang seperti biasa
lagi, dia berkata dengan tenang dan dengan suara penuh keyakinan.
"Si korban adalah seorang laki-laki setengah baya. Mayatnya ditemukan dalam
gudang yang terkunci, di dekat tempat kejadian kejahatan yang pertama, dan dia
sekurang-kurangnya sudah empat puluh delapan jam meninggal. Dan mungkin sekali,
dia ditikam dengan cara yang sama seperti Tuan Renauld, meskipun tak perlu di
punggung." Kini giliranku untuk ternganga - sungguh-sungguh ternganga. Selama aku mengenal
Poirot, tak pernah dia melakukan sesuatu yang begitu gemilang. Dan mau tak mau,
timbullah keraguan dalam pikiranku.
"Poirot," teriakku, "kau mempermainkan aku. Kau sudah mendengar segala-galanya."
Dia memandangi aku dengan serius, seperti menegur.
"Apakah aku mau berbuat begitu" Sungguh, aku sama sekali tidak mendengar apaapa. Tak kaulihatkah betapa terkejutnya aku mendengar beritamu tadi?"
"Tapi, demi Tuhan, bagaimana kau bisa tahu semuanya itu?"
"Jadi dugaanku tadi benar" Aku sudah tahu. Sel-sel kecil yang kelabu, Sahabatku,
sel-sel kecil yang kelabu! Sel-sel itulah yang memberi tahu aku. Dengan cara
itu, dan tak mungkin dengan cara lain, kematian kedua itu bisa terjadi. Nah,
sekarang ceritakanlah semuanya padaku. Bila kita membelok ke sebelah kiri di
sini, kita bisa lewat jalan pintas melalui lapangan golf, supaya kita bisa
sampai di belakang Villa Genevi?ve jauh lebih cepat."
Sambil kami berjalan, dengan mengambil jalan yang dianjurkannya, kuceritakan
semua yang kuketahui, Poirot mendengarkan dengan saksama.
"Pisau belatinya ada di lukanya katamu" Sungguh aneh. Yakinkah kau bahwa pisau
belati itu pisau yang sama?"
"Yakin sekali. Itulah yang menjadikan hal itu rasanya tak mungkin."
"Tak ada satu pun yang tak mungkin. Mungkin ada dua buah pisau belati yang
serupa." Alisku terangkat. "Itu kan sama sekali tak mungkin" Itu akan merupakan suatu kebetulan yang luar
biasa." "Seperti biasanya, kau berbicara tanpa berpikir, Hastings. Dalam beberapa hal,
dua buah senjata yang serupa, mungkin sekali. Tapi dalam hal ini tidak. Senjata
khusus ini adalah tanda mata yang dibuat atas pesanan Jack Renauld. Tapi kalau
dipikir-pikir, rasanya tak mungkin dia hanya menyuruh membuat sebuah. Besar
kemungkinannya dia menyuruh membuat sebuah lagi untuk dipakainya sendiri."
"Tapi tak seorang pun berkata demikian," kataku menyatakan keberatanku.
Terdengar nada bicara seorang penceramah, waktu Poirot berkata lagi.
"Sahabatku, dalam menangani suatu perkara, kita tidak hanya mempertimbangkan
hal-hal yang disebut orang saja. Tak ada alasan orang mengucapkan apa-apa yang
mungkin penting. Demikian pula, sering kali ada alasan penting untuk tidak
mengatakannya. Kita tinggal memilih motif yang mana."
Aku terdiam, aku harus mengakui bahwa aku terkesan. Beberapa menit kemudian kami
tiba di gudang itu. Kami menemukan semua teman kerja kami di sana, dan setelah
saling menyampaikan basa-basi sopan-santun, Poirot memulai pekerjaannya.
Setelah melihat cara kerja Giraud tadi, aku jadi sangat tertarik. Poirot hanya
melihat seperlunya saja ke keadaan sekitarnya. Satu-satunya barang yang
diperiksanya adalah jas dan celana yang kumal yang tergumpal di dekat pintu.
Tampak senyum cemooh menghiasi bibir Giraud, dan seolah-olah melihat hal itu,
Poirot melemparkan buntalan itu kembali.
"Apakah itu pakaian tua tukang kebun?" tanyanya.
"Tentu saja," kata Giraud.
Poirot berlutut di dekat mayat. Jari-jarinya bergerak cepat namun penuh
keahlian. Diselidikinya jenis Bahan pakaiannya, dan dia kelihatan merasa puas,
karena tak ada bekas-bekasnya. Sepatu botnya diselidikinya dengan teliti pula,
demikian pula kuku jari tangan yang patah-patah dan kotor. Sambil memeriksa
kuku-kuku itu, dia bertanya dengan cepat pada Giraud,
"Apakah Anda lihat ini?"
"Ya, saya lihat," sahut yang ditanya. Wajahnya tetap tenang.
Tiba-tiba Poirot menjadi tegang.
"Dokter Durand!"
"Ya?" Dokter itu maju.
"Ada busa di bibirnya. Apakah Anda lihat itu?"
"Harus saya akui bahwa saya tidak melihatnya."
"Tapi sekarang Anda melihatnya, bukan?"
"Oh, ya, tentu."
Poirot melemparkan pertanyaan pada Giraud.
"Anda pasti sudah melihatnya, bukan?"
Yang ditanya tak menyahut. Poirot melanjutkan pekerjaannya. Pisau belati sudah
dicabut dari lukanya. Benda itu terletak dalam sebuah stoples gelas di sisi
mayat itu. Poirot menyelidiki pisau belati itu, lalu melihat lukanya dengan
teliti. Waktu dia mengangkat mukanya, matanya tampak berapi-api, dan warna hijau
yang begitu kukenal bersinar di mata itu.
"Luka ini aneh! Tak ada darahnya. Tak pula ada bekasnya pada pakaiannya. Mata
pisau belati itu hanya berbekas darah sedikit sekali. Bagaimana pendapat Anda
Dokter?" "Saya hanya bisa berkata bahwa itu sangat tak wajar."
"Itu sama sekali tak wajar. Dan amat sederhana. Laki-laki itu ditikam, sesudah
dia meninggal." Lalu, sambil menenangkan paduan suara terkejut dari semua yang
hadir, dengan mengangkat tangannya, Poirot berpaling pada Giraud, dan
menambahkan, "Tuan Giraud sependapat dengan saya, bukan?"
Apa pun yang sebenarnya dipikirkan Giraud, dia mengakui kebenaran itu tanpa ada
perubahan sedikit pun pada otot mukanya. Dengan tenang dan hampir dengan nada
cemooh, dia menjawab, "Tentu saya sependapat."
Terdengar lagi suara dengung keheranan dan penuh perhatian.
"Pikiran apa itu!" seru Tuan Hautet "Menikam seseorang setelah dia meninggal!
Tak beradab sekali! Tak pernah kita mendengar perbuatan seperti itu! Pembalasan
dendam yang tak terperikan mungkin."
"Bukan, Pak Hakim," kata Poirot. "Saya rasa itu dilakukan dengan darah dingin untuk menciptakan suatu kesan tertentu."
"Kesan apa?" "Kesan yang memang diciptakan," sahut Poirot. Para pendengarnya sulit
memahaminya. Tuan Bex sedang berpikir.
"Jadi bagaimana laki-laki itu terbunuh?"
"Dia tidak dibunuh. Dia meninggal. Dia meninggal, Pak Hakim, kalau saya tidak
terlalu keliru, karena serangan sakit ayan!"
Pernyataan Poirot itu menimbulkan kekacauan cukup besar lagi. Dokter Durand
berlutut lagi, lalu mengadakan pemeriksaan menyeluruh sekali lagi. Akhirnya dia
bangkit. "Bagaimana, Pak Dokter?"
"Tuan Poirot, saya harus mengakui bahwa pernyataan Anda memang benar. Saya
semula salah duga. Pendapat umum yang seolah-olah tak dapat dibantah lagi, bahwa
laki-laki itu telah ditikam, telah mengalihkan perhatian saya dari semua
petunjuk-petunjuk yang lain."
Pada saat itu Poirot merupakan pahlawan. Hakim pemeriksa memuji-mujinya terus.
Poirot menanggapinya dengan luwes, lalu minta diri dengan alasan bahwa kami
berdua belum sempat makan siang dan bahwa dia ingin menghilangkan letihnya
akibat perjalanannya. Baru saja kami akan meninggalkan gudang itu, Giraud
mendatangi kami. "Satu hal lagi, Tuan Poirot," katanya, dengan suaranya yang mencemooh dengan
halus. "Kami menemukan ini terlilit pada gagang pisau belati. Ini rambut seorang
wanita." "Oh!" kata Poirot. "Rambut seorang wanita" Saya ingin tahu, rambut wanita mana
ya?" "Saya juga ingin tahu," kata Giraud. Kemudian dia meninggalkan kami, setelah
membungkuk. "Dia tetap berkeras, Giraud kita yang hebat itu," kata Poirot sambil merenung,
dalam perjalanan kami ke hotel. "Aku ingin tahu ke arah mana dia ingin
menyesatkan aku" Rambut seorang wanita - hm!"
Kami makan siang dengan enak, namun Poirot tampak agak linglung dan kurang
perhatian. Setelah itu kami pergi ke ruang duduk, dan di sana kuminta dia untuk
menceritakan padaku tentang perjalanannya ke Paris yang misterius itu.
"Dengan senang hati, Sahabatku. Aku pergi ke Paris untuk menemukan ini."
Dari sakunya dikeluarkannya selembar guntingan surat kabar yang sudah kabur.
Guntingan itu merupakan foto seorang wanita. Foto itu diberikannya padaku. Aku
menyerukan kata seru. "Kau kenal kan, Sahabatku?"
Aku mengangguk. Meskipun foto itu kelihatannya sudah lama sekali dibuat, dan
rambutnya ditata dengan gaya yang lain, keserupaannya tak dapat dibantah.
"Nyonya Daubreuil!" aku berseru.
Poirot menggeleng sambil tersenyum.
"Kurang tepat, Sahabatku. Bukan itu namanya waktu itu. Itu adalah foto Madame
Beroldy yang terkenal jahat itu!"
Madame Beroldy! Sekilas semuanya kuingat kembali. Sidang pembunuhan yang telah
menarik begitu banyak perhatian.
Perkara Beroldy. Bab 16 PERKARA BEROLDY KIRA-KIRA dua puluh tahun yang lalu sebelum kisah yang sekarang ini terjadi,
Tuan Arnold Beroldy, seorang yang berasal dari Lyons, tiba di Paris disertai
istrinya yang cantik dan putri mereka yang waktu itu masih bayi. Tuan Beroldy
adalah seorang patner yunior dalam sebuah perusahaan anggur. Dia adalah seorang
pria setengah umur yang gemuk, yang menggemari hidup senang, sangat cinta pada
istrinya yang cantik, dan sama sekali tidak menonjol dalam hal-hal lainnya.
Perusahaan di mana Tuan Beroldy merupakan patner adalah sebuah perusahaan kecil.
Dan meskipun berjalan dengan baik, perusahaan itu tidak memberikan penghasilan
besar pada patner yunior. Keluarga Beroldy tinggal di sebuah apartemen yang
kecil dan semula hidup dengan cara yang sederhana.
Tetapi kalaupun Tuan Beroldy sangat tidak menonjol, istrinya sangat menyukai
hal-hal yang romantis. Nyonya Beroldy masih muda dan cantik, apalagi
berpembawaan sangat menarik, hingga dia segera menimbulkan kegemparan di daerah
itu. Terutama ketika orang mulai membisikkan tentang suatu misteri yang
menyelubungi. Didesas-desuskan bahwa dia adalah anak tak sah seorang Grand Duke
dari Rusia. Ada pula yang mengatakan bahwa ayahnya adalah seorang Archduke dari
Austria, dan bahwa perkawinan orang tuanya adalah sah, meskipun ibunya adalah
seorang kebanyakan. Tetapi semua pendapat sama mengenai satu hal, yaitu bahwa
Jeanne Beroldy adalah pusat dari suatu misteri yang menarik. Bila ada orang yang
ingin tahu dan bertanya, Nyonya Beroldy tidak membantah desas-desus itu.
Sebaliknya, meskipun dia tetap bungkam, dibiarkannya orang menduga bahwa semua
kisah itu mempunyai dasar yang benar. Pada sahabat-sahabat karibnya dia berkisah
lebih banyak, berbicara tentang persekongkolan politik, tentang 'surat-surat
tertentu', tentang bahaya tersembunyi yang mengancamnya. Banyak pula
diceritakannya tentang permata-permata mahkota yang akan dijual secara diamdiam, dan dialah yang akan menjadi perantaranya.
Di antara sahabat-sahabat dan kenalan keluarga Beroldy itu, ada seorang
pengacara muda yang bernama Georges Conneau. Segera ternyata bahwa pria muda itu
tergila-gila pada Jeanne yang mempesona itu. Diam-diam Nyonya Beroldy memberi
harapan pada anak muda itu, namun dia selalu berhati-hati dan selalu menunjukkan
pengabdian seutuhnya pada suaminya yang setengah baya itu. Namun banyak orang
yang tak senang, dan tanpa ragu-ragu menyatakan bahwa Conneau adalah kekasih
gelapnya - dan dia bukan pula satu-satunya!
Setelah keluarga Beroldy berada di Paris kira-kira tiga bulan, muncul pula
seorang tokoh baru dalam kehidupan mereka. Dia adalah Tuan Hiram P. Trapp,
seorang pria berasal dari Amerika Serikat, pria itu kaya luar biasa. Begitu
diperkenalkan pada Nyonya Beroldy yang menarik dan misterius, dia langsung
menjadi korban pesonanya. Rasa kagumnya tak disembunyikannya, meskipun
diselubunginya dengan rasa hormat.
Sekitar waktu itu, Nyonya Beroldy jadi lebih berterus terang dalam menceritakan
rahasia-rahasianya. Pada beberapa orang teman dikatakannya bahwa dia sangat
menguatirkan keselamatan suaminya. Dijelaskannya bahwa suaminya telah terseret
dalam beberapa peristiwa politik, dia juga bercerita tentang beberapa surat
penting yang telah dipercayakan pada suaminya itu untuk diselamatkannya. Suratsurat itu mengenai suatu 'rahasia' yang penting mengenai Eropa Timur. Suratsurat itu dipercayakan di bawah pengawasannya untuk menyesatkan orang, tetapi
Nyonya Beroldy merasa kuatir, karena dia sudah mengenal beberapa orang anggota
penting dari lingkungan revolusi di Prancis.
Pada tanggal dua puluh delapan November, terjadilah peristiwa itu. Wanita yang
setiap hari datang untuk membersihkan rumah dan memasak untuk keluarga Beroldy
terkejut mendapatkan pintu apartemen yang terbuka lebar. Karena mendengar bunyi
samar-samar orang mengerang dari kamar tidur, dia masuk. Dia menemukan suatu
pemandangan yang mengerikan. Nyonya Beroldy terbaring di lantai, dengan kaki
tangan terikat, sambil mengeluarkan suara erangan yang halus, setelah berhasil
mengeluarkan sumbat mulutnya. Di tempat tidur terbaring Tuan Beroldy, dalam
genangan darah, dan sebuah pisau tertancap di jantungnya.
Keterangan yang diberikan Nyonya Beroldy cukup jelas. Ketika dia tiba-tiba
terbangun dari tidurnya, disadarinya dua orang yang bertopeng membungkuk di atas
dirinya. Mereka menyumbat mulutnya untuk mencegah teriakannya, lalu mengikatnya.
Kemudian mereka menuntut 'rahasia' yang terkenal itu dari Tuan Beroldy.
Tetapi pedagang anggur yang pemberani itu menolak mentah-mentah untuk memenuhi
permintaan mereka. Karena marahnya gara-gara permintaannya ditolak, salah
seorang laki-laki itu dengan bernafsu menusuk jantungnya. Dengan menggunakan
kunci-kunci si korban, mereka membuka tempat menyimpan perhiasan yang ada di
sudut, dan membawa pergi segumpal kertas. Kedua laki-laki itu berjanggut lebat,
dan memakai kedok, tetapi Nyonya Beroldy dapat mengatakan dengan pasti bahwa
mereka adalah orang-orang Rusia.
Peristiwa itu telah menimbulkan sensasi besar, yang lalu dikenal dengan nama
'Misteri Rusia'. Waktu berjalan terus, namun jejak kedua laki-laki yang
berjanggut itu tak pernah bisa ditelusuri. Kemudian, baru saja perhatian orang
banyak mulai mereda, terjadilah suatu perkembangan yang mengejutkan. Nyonya
Beroldy ditahan dan dituduh membunuh suaminya.
Waktu sidangnya dimulai telah timbul perhatian umum secara meluas. Usianya yang
muda dan kecantikan tertuduh, serta sejarahnya yang misterius, sudah cukup untuk
menjadikannya suatu peristiwa yang tersebar luas. Orang banyak terbagi-bagi, ada
yang membenarkan ada yang menyalahkan tertuduh. Tetapi orang-orang yang
memihaknya mendapatkan tantangan. Masa lalu Nyonya Beroldy yang romantis, darah
ningratnya, dan komplotan-komplotan yang misterius, di mana dia menyatakan
dirinya terlibat, ternyata hanya merupakan angan-angannya saja.
Tanpa diragukan terbukti bahwa orang tua Jeanne Beroldy adalah pasangan biasa
yang dihormati. Mereka adalah saudagar buah-buahan, di pinggiran kota Lyons.
Grand Duke dari Rusia, komplotan-komplotan dalam sidang, dan rencana-rencana
politik - semua cerita itu adalah karangan wanita itu sendiri! Dari otaknyalah
terlahir kisah-kisah yang menyentuh hati itu, dan terbukti bahwa dia telah
berhasil mengumpulkan uang dalam jumlah besar dari beberapa orang yang mudah
percaya akan cerita karangannya mengenai permata-permata mahkota! Permatapermata itu ternyata hanya tiruan. Seluruh kisah hidupnya ditelanjangi dengan
kejam. Motif pembunuhan itu terletak pada diri Tuan Hiram P. Trapp. Tuan Trapp
berusaha keras untuk mengelak, tetapi ketika diinterogasi tanpa tenggang rasa
dan dengan penuh keahlian, dia terpaksa mengakui bahwa dia mencintai wanita itu,
dan bahwa seandainya wanita itu tidak terikat dalam pernikahan, dia akan
melamarnya menjadi istrinya. Kenyataan bahwa hubungan keduanya adalah hubungan
cinta murni dari hati memberatkan terdakwa. Karena tak berhasil menjadi kekasih
simpanannya, karena pria itu punya pendirian yang terhormat, maka Jeanne Beroldy
lalu menjalankan perbuatan terkutuk itu. Dibunuhnya suaminya yang setengah baya
dan tidak mempunyai kelebihan apa-apa itu, untuk menjadi istri orang Amerika
yang kaya-raya itu. Selama sidang itu, Nyonya Beroldy menghadapi para penuduhnya dengan tenang dan
penuh percaya diri. Tak pernah dia berubah dalam keterangannya. Dia tetap
menyatakan dengan tegas bahwa dia keturunan ningrat, dan bahwa dia telah
ditukarkan menjadi putri penjual buah-buahan itu waktu dia masih kecil sekali.
Meskipun pernyataan-pernyataan itu tak masuk akal dan sama sekali tak berdasar,
banyak sekali orang yang percaya mutlak akan kebenarannya.
Tetapi penuntut umum tak dapat dikecoh. Dalam tuntutannya dia menolak kisah
tentang 'Orang-orang Rusia' itu, dan menyatakan bahwa kejahatan itu telah
dijalankan oleh Nyonya Beroldy bersama kekasihnya, Georges Conneau. Maka
dikeluarkanlah surat perintah untuk menahan pria itu. Tetapi dia cerdik, dan dia
telah menghilang. Bukti menunjukkan bahwa ikatan perkawinan Nyonya Beroldy
demikian rapuhnya, hingga dengan mudah dia dapat membebaskan dirinya.


Lapangan Golf Maut Murder On The Links Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu, menjelang penutupan sidang, sepucuk surat yang diposkan di Paris,
dikirimkan ke alamat Jaksa Penuntut. Surat itu dari Georges Conneau, dan tanpa
mencantumkan tempat dari mana dia menulis, surat itu berisi pengakuan penuh atas
kejahatan itu. Dinyatakannya bahwa atas ajakan Nyonya Beroldy, dia memang telah
melakukan kejahatan itu. Dia menyangka bahwa wanita itu telah diperlakukan
dengan tak baik oleh suaminya, dan dia telah gelap mata oleh cintanya pada
wanita itu. Dia yakin bahwa dia tidak bertepuk sebelah tangan. Dia lalu
merencanakan kejahatan itu, dan kemudian menjalankan perbuatan yang akan
membebaskan wanita yang dicintainya itu dari ikatan yang dibencinya. Kini dia
baru mendengar tentang adanya Tuan Hiram P. Trap, dan menyadari bahwa wanita
yang dicintainya telah mengkhianatinya! Wanita itu ingin bebas, bukan untuk
kepentingannya - melainkan supaya bisa menikah dengan orang Amerika yang kaya
itu. Wanita itu telah memperalatnya, dan sekarang, karena amukan rasa
cemburunya, dia berbalik dan menuding wanita itu. Dinyatakannya, bahwa atas
bujukan wanita itulah dia selama ini bertindak.
Waktu itulah Nyonya Beroldy menunjukkan bahwa dia adalah seorang wanita yang
hebat. Tanpa ragu dibatalkannya pembelaan dirinya yang terdahulu, dan mengakui
bahwa mengenai 'Orang-orang Rusia' itu adalah semata-mata ciptaannya sendiri.
Pembunuh yang sebenarnya adalah Georges Conneau. Karena terdorong oleh cintanya,
Georges telah melakukan kejahatan itu dengan mengancam bahwa bila dia tidak
menutup mulutnya, laki-laki itu akan membalaskan dendam yang mengerikan atas
dirinya. Karena ketakutan akan ancaman-ancaman itu, dia bersedia menutup
mulutnya - juga karena dia takut bahwa bila dia mengatakan yang sebenarnya,
mungkin dia akan dituduh merestui pembunuhan itu. Tetapi Nyonya Beroldy tetap
membantah bahwa dia terlibat dalam pembunuhan suaminya. Laki-laki itu telah
menulis surat menuduh dirinya sebagai pembalasan dendam atas sikapnya itu.
Dengan sesungguh-sungguhnya dia bersumpah, bahwa dia tak ada hubungan apa-apa
dengan rencana kejahatan itu. Dia benar-benar telah terbangun pada malam
kejadian itu, dan melihat Georges Conneau berdiri di sampingnya, dengan memegang
pisau yang sudah bernoda darah itu.
Perkaranya jadi membingungkan. Kisah Nyonya Beroldy hampir tak dapat dipercaya.
Tetapi wanita yang dongengnya mengenai komplotan-komplotan ningrat telah
dipercaya orang dengan mudahnya itu, punya keahlian untuk membuat orang percaya
pada dirinya. Pidato yang ditujukannya pada juri hebat sekali. Dengan air mata
yang bercucuran, dia berbicara tentang putrinya, tentang harga diri
kewanitaannya - tentang keinginannya untuk menjaga agar nama baiknya tidak cacat
demi anak itu. Dia mengakui bahwa, karena dia adalah kekasih gelap Georges
Conneau, mungkin dia dianggap bertanggung jawab secara moral atas kejahatan itu
- tapi demi Tuhan, tak lebih dari itu! Dia tahu bahwa dia telah membuat
kesalahan besar karena tidak mengadukan Conneau pada polisi, tapi, dengan suara
terputus-putus, dinyatakannya bahwa tak seorang wanita pun akan bisa berbuat
demikian. Dia telah mencintai laki-laki itu! Mungkinkah dia mengirim laki-laki
yang dicintainya itu ke balok pemenggalan dengan tangannya sendiri" Dia memang
bersalah, tapi dia tidak bersalah dalam kejahatan kejam yang telah dituduhkan
atas dirinya. Apa pun yang telah terjadi, kefasihan lidahnya dan kepribadiannya memberikan
kemenangan padanya. Di tengah-tengah keadaan yang kacau, Nyonya Beroldy
dibebaskan. Dengan usaha polisi yang sebesar-besarnya sekalipun, Georges Conneau tak
berhasil ditemukan. Sedang mengenai Nyonya Beroldy, tak pernah terdengar apa-apa
lagi. Dengan membawa putrinya, dia pergi meninggalkan Paris untuk memulai hidup
baru. Bab 17 KAMI MENGADAKAN PENYELIDIKAN SELANJUTNYA
PERKARA Beroldy itu kucatat seluruhnya. Tentulah tidak semua kejadian itu secara
terperinci bisa kuingat sebaik yang kuceritakan di sini. Namun, secara
menyeluruh aku ingat perkara itu dengan baik. Hal itu telah menarik banyak
perhatian, dan dilaporkan pula oleh surat-surat kabar Inggris, hingga aku tak
perlu kuat-kuat berusaha untuk mengingat hal-hal kecil yang menonjol.
Pada saat ini, dalam keadaanku yang kacau begini, rasanya seluruh perkara itu
terkuak kembali. Kuakui bahwa aku mudah terpengaruh, dan Poirot menyayangkan
kebiasaanku yang selalu terlalu cepat mengambil kesimpulan, tapi kupikir dalam
hal ini aku punya alasan. Aku segera merasa kagum melihat betapa sesuainya
penemuan itu dengan pandangan Poirot.
"Poirot," kataku, "aku mengucapkan selamat padamu. Sekarang aku mengerti
semuanya." "Kalau itu memang benar, aku yang mengucapkan selamat padamu, mon ami. Karena
biasanya kau sulit mengerti, bukan?"
Aku agak jengkel. "Ah sudahlah, jangan terus-menerus mengingatkan aku pada kegagalanku. Kau
sendiri yang selalu misterius, selalu berbicara dengan tak jelas, dan hal-hal
yang kaukemukakan selalu samar, hingga siapa pun juga pasti akan sulit memahami
apa maksudmu." Poirot menyalakan rokoknya yang kecil itu dengan caranya yang biasa. Lalu dia
mengangkat mukanya. "Dan karena sekarang katamu kau mengerti, mon ami, tolong katakan apa yang
sebenarnya kaulihat?"
"Tentu, bahwa Nyonya Daubreuil-Beroldy-lah yang telah membunuh Tuan Renauld.
Persamaan antara kedua perkara itu tak dapat diragukan lagi."
"Jadi kau menganggap bahwa orang telah melakukan kesalahan karena telah
membebaskan Nyonya Beroldy" Bahwa dia sebenarnya bersalah, karena telah
bersekongkol dalam pembunuhan suaminya?"
Aku terbelalak. "Tentu! Tidakkah begitu pula pendapatmu?"
Poirot berjalan ke ujung kamar, menarik sebuah kursi dengan linglung, lalu
berkata sambil merenung, "Ya, aku pun berpendapat demikian. Tapi tanpa kata
'tentu', Sahabatku. Secara teknis, Nyonya Beroldy tak bersalah."
"Dalam kejahatan yang itu mungkin tidak. Tapi dalam perkara yang ini, dia jelas
bersalah." Poirot duduk lagi, lalu memperhatikan diriku, air mukanya tampak makin serius.
"Jadi kau benar-benar berpendirian, bahwa Nyonya Daubreuil yang telah membunuh
Tuan Renauld, Hastings?"
"Ya." "Mengapa?" Pertanyaan itu dilontarkannya demikian mendadaknya hingga aku terpana.
"Yah?" aku tergagap. "Tentulah, karena - " Aku terhenti.
Poirot mengangguk padaku.
"Nah kaulihat sendiri, kau segera kehilangan keyakinan. Mengapa Nyonya Daubreuil
harus membunuh Tuan Renauld" Bayangan motifnya saja pun tak bisa kita temukan.
Wanita itu tidak mendapat keuntungan apa-apa dengan membunuhnya; baik dilihat
dari sudut dirinya sebagai kekasih gelap, maupun sebagai pemeras. Dia berada di
pihak yang salah. Tak ada pembunuhan tanpa motif. Kejahatan yang pertama dulu
itu lain. Dalam keadaan itu ada seorang kekasih gelap yang akan menggantikan
kedudukan suaminya."
"Uang bukan merupakan satu-satunya motif pembunuhan," sanggahku.
"Benar," kata Poirot dengan tenang. "Ada dua motif lain. Satu di antaranya
adalah pembunuhan karena cinta. Lalu ada pula motif ketiga yang jarang terjadi,
yaitu pembunuhan yang menunjukkan bahwa pembunuhnya mengalami kelainan mental.
Maniak pembunuhan dan fanatik keagamaan tergolong di sini. Dalam perkara ini,
yang terakhir ini bisa dikecualikan."
"Lalu bagaimana dengan kejahatan yang disebabkan oleh cinta" Bisa pulakah itu
dikecualikan" Bila Nyonya Daubreuil adalah kekasih gelap Renauld, bila
didapatinya bahwa cinta Renauld padanya sudah mendingin, atau bila rasa
cemburunya timbul karena sesuatu hal, apakah tak mungkin dia menyerang laki-laki
itu dalam marah yang membara?"
Poirot menggeleng. "Seandainya - catat kataku, seandainya - Nyonya Daubreuil adalah kekasih gelap
Renauld, maka laki-laki itu tak sempat merasa bosan padanya. Dan bagaimanapun
juga, kau keliru mengenai watak wanita itu. Dia adalah seorang wanita yang dapat
berpura-pura sedang mengalami tekanan yang besar. Dia pandai sekali main
sandiwara. Tapi, bila kita lihat dia dengan tenang, akan tampak bahwa cara
hidupnya berlawanan dengan penampilannya. Bila kita periksa keseluruhannya, dia
selalu bersikap dingin dan selalu memperhitungkan segala motif dan tindakannya.
Dia telah membenarkan pembunuhan atas diri suaminya, bukan untuk mengikatkan
hidupnya dengan pengacara muda itu. Yang menjadi tujuannya adalah orang Amerika
itu, yang mungkin sama sekali tak dicintainya. Bila dia melakukan kejahatan, itu
selalu untuk mendapatkan keuntungan. Dalam hal ini, tak ada keuntungannya.
Selain daripada itu, bagaimana kau bisa menerangkan tentang penggalian kubur
itu" Itu adalah pekerjaan laki-laki."
"Mungkin dia berkomplot," saranku. Aku tak mau menyerah kalah dalam pendirianku.
"Aku beralih pada keberatan yang satu lagi. Kau tadi mengatakan tentang
persamaan antara kedua kejahatan itu. Dalam hal apa persamaannya?"
Aku menatapnya keheranan.
"Kaulah yang menyatakan hal itu, Poirot! Kisah tentang dua orang laki-laki
berkedok, rahasia dan surat itu!"
Poirot tersenyum kecil. "Kuharap kau jangan begitu berang. Aku tidak menyangkal apa-apa. Persamaan
antara kedua kisah itu pasti menjadi penghubung antara kedua perkara itu. Tapi
sekarang pikirkanlah tentang sesuatu yang sangat aneh. Bukan Nyonya Daubreuil
yang menceritakan kisah itu pada kita - bila demikian halnya, semuanya akan
menjadi mudah sekali - Nyonya Renauld-lah yang menceritakannya. Jadi mungkinkah
dia bersekutu dengan Nyonya Daubreuil?"
"Aku tak bisa membayangkannya," kataku lambat-lambat. "Bila demikian halnya,
maka Nyonya Renauld itu pasti seorang pemain sandiwara yang paling ulung yang
pernah dikenal dunia."
"Nah - nah," kata Poirot tak sabaran. "Lagi-lagi kau berbicara dengan sentimen,
bukan dengan logikamu! Bila seorang penjahat merasa perlu untuk menjadi seorang
pemain sandiwara yang ulung, biar saja dia menjadi pemain sandiwara itu. Tapi
apakah itu perlu" Aku tak percaya Nyonya Renauld bersekutu dengan Nyonya
Daubreuil karena beberapa hal. Beberapa di antaranya telah kuberitahukan padamu.
Alasan-alasan lain sudah terbukti sendiri. Oleh karenanya, kemungkinan itu bisa
kita hapuskan. Makin lama kita sudah makin dekat pada keadaan sebenarnya, yang
sebagaimana biasanya, sangat aneh dan sangat menarik."
"Poirot," seruku, "apa lagi yang kau tahu?"
"Mon ami, kau harus membuat uraianmu sendiri. Kau telah memiliki fakta-faktanya!
Konsentrasikan sel-sel kecilmu yang kelabu itu. Berpikirlah jangan seperti
Giraud - tetapi seperti Hercule Poirot."
"Tapi apakah kau yakin?"
"Sahabatku, dalam beberapa hal selama ini aku memang goblok. Tapi sekarang ini
akhirnya aku sudah melihat dengan jelas persoalannya."
"Kau tahu semuanya?"
"Aku sudah menemukan, apa yang disuruh temukan oleh Tuan Renauld dalam
menyuruhku datang." "Dan kau sudah tahu pembunuhnya?"
"Aku sudah tahu satu di antara pembunuh-pembunuhnya."
"Apa maksudmu?"
"Percakapan kita ini agak simpang siur. Di sini bukan hanya satu pembunuhan,
tapi dua. Yang pertama telah kupecahkan, yang kedua - eh bien, harus kuakui
bahwa aku belum yakin!"
"Tapi, Poirot, kalau tak salah tadi kaukatakan bahwa orang yang di dalam gudang
itu meninggal wajar."
"Nah, nah." Poirot mengucapkan kata seru kesukaannya yang menunjukkan
ketidaksabarannya. "Kau masih saja tak mengerti. Kita mungkin menghadapi
kejahatan tanpa seorang pembunuh, tapi bila ada dua pembunuhan tentu harus ada
dua mayatnya." Kupikir betapa aneh dan tak jelasnya kata-katanya itu, dan aku memandangnya tak
mengerti. Tapi dia kelihatan wajar-wajar saja. Tiba-tiba dia bangkit lalu
berjalan ke jendela. "Ini dia," katanya.
"Siapa?" "Tuan Jack Renauld. Aku telah mengirim surat ke villa tadi memintanya datang."
Keterangannya itu mengalihkan jalan pikiranku, dan kutanyakan padanya apakah dia
tahu bahwa Jack Renauld berada di Merlinville pada malam kejadian itu.
Kuharapkan sahabatku yang kecil dan cerdik itu terdiam keheranan, tetapi
sebagaimana biasa, dia mahatahu. Dia pun sudah pula bertanya di stasiun rupanya.
"Dan kita pun pasti bukan orang-orang yang pertama yang bertanya, Hastings.
Giraud yang hebat itu, mungkin sudah bertanya juga."
"Kau kan tidak menduga bahwa - " kataku, lalu aku berhenti. "Ah, tidak, alangkah
mengerikan jadinya!"
Poirot melihat padaku dengan pandang bertanya, tapi aku tidak berkata apa-apa.
Aku baru menyadari bahwa, meskipun ada tujuh orang wanita yang secara langsung
atau tak langsung tersangkut dalam peristiwa itu - yaitu Nyonya Renauld, Nyonya
Daubreuil dan putrinya, pengunjung yang misterius malam itu, dan tiga orang
pelayan - prianya hanya ada seorang, kecuali Pak tua Auguste, yang tak masuk
hitungan. Orang itu adalah Jack Renauld. Dan yang menggali kuburan haruslah
seorang pria. Aku tak sempat mengembangkan gagasan yang mengerikan yang telah menganggap
pikiranku itu, karena Jack Renauld telah dipersilakan masuk.
Poirot menyapanya seperlunya saja.
"Silakan duduk, Tuan. Saya menyesal sekali harus menyusahkan Anda, tapi Anda
mungkin maklum bahwa suasana di villa tidak terlalu menguntungkan. Giraud dan
saya berbeda pendapat dalam segala hal. Dia juga tak sopan pada saya, dan Anda
tentu maklum bahwa saya tak ingin ada di antara penemuan-penemuan saya
menguntungkan dia." "Benar, Tuan Poirot," kata anak muda itu. "Orang yang bernama Giraud itu adalah
binatang yang tak tahu adat, dan saya akan senang sekali bila ada orang yang
mengalahkannya." "Jadi bolehkah saya minta kebaikan hati Anda?"
"Tentu." "Saya minta agar Anda pergi ke stasiun kereta api, lalu naik kereta api yang
menuju ke Abbalac, sampai ke stasiun berikutnya. Tanyakan di kamar penyimpanan
mantel di sana, apakah ada dua orang asing yang menaruh dua kopor kecil di situ
pada malam pembunuhan itu. Stasiun itu kecil saja, dan boleh dikatakan bahwa
mereka pasti ingat. Maukah Anda melakukannya?"
"Tentu mau," kata anak muda itu, yang kebingungan meskipun dia siap sedia
menjalankan tugas itu. "Anda tentu mengerti bahwa saya dan sahabat saya ada urusan di tempat lain,"
Poirot menjelaskan. "Seperempat jam lagi akan ada kereta api, dan saya minta
agar Anda tak kembali ke villa dulu. Saya tak ingin Giraud sampai menarik
kesimpulan tentang tugas yang harus Anda selesaikan."
"Baiklah, saya akan segera ke stasiun."
Dia bangkit. Tapi Poirot menahannya.
"Sebentar, Tuan Renauld. Ada satu hal kecil yang membuat saya heran. Mengapa
Anda tadi pagi tidak mengatakan pada Tuan Hautet, bahwa Anda berada di
Merlinville pada malam kejahatan itu terjadi?"
Wajah Jack Renauld jadi merah padam. Dia mengendalikan dirinya dengan susahpayah. "Anda keliru. Saya berada di Cherbourg, sebagaimana saya katakan pada Hakim
Pemeriksa tadi pagi."
Poirot menatapnya, matanya disipitkannya seperti mata kucing, hingga yang
kelihatan hanya cahaya hijaunya saja.
"Kalau begitu saya benar-benar keliru - tapi staf di stasiun pun kalau begitu
keliru juga. Kata mereka Anda tiba dengan kereta api pukul sebelas lewat empat
puluh." Jack Renauld ragu sebentar, lalu dia mengambil keputusan.
"Lalu kalau memang begitu" Apakah Anda akan menuduh saya turut ambil bagian
dalam pembunuh ayah saya?" tanyanya dengan angkuh sambil mendongakkan kepalanya.
"Saya hanya ingin penjelasan mengapa Anda kemari."
"Itu sederhana sekali. Saya datang untuk menjumpai tunangan saya - Nona
Daubreuil. Esok harinya saya akan bepergian jauh. Saya tak tahu kapan baru akan
kembali. Saya ingin bertemu dengan dia sebelum saya berangkat, untuk
meyakinkannya bahwa cinta saya tak berubah."
"Dan bertemukah Anda dengan dia?" Poirot tetap memandang lekat pada orang yang
ditanyainya itu. Sebelum menjawab Renauld menunggu agak lama. "Ya," katanya.
"Dan kemudian?"
"Saya menyadari bahwa saya telah ketinggalan kereta api yang terakhir. Saya
berjalan ke St. Beauvais. Di sana saya menggedor sebuah tempat penyewaan mobil,
dan berhasil menyewa mobil untuk kembali ke Cherbourg."
"St. Beauvais" Itu lima belas kilometer jauhnya. Jauh sekali Anda berjalan, Tuan


Lapangan Golf Maut Murder On The Links Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Renauld." "Sa - saya sedang ingin berjalan."
Poirot menundukkan kepalanya pertanda dia menerima penjelasan itu. Jack Renauld
mengambil topi dan tongkatnya, lalu pergi. Poirot segera melompat.
"Cepat Hastings. Kita susul dia."
Dengan menjaga jarak di belakang orang buruan kami itu, kami terus mengikutinya
di sepanjang jalan-jalan di Merlinville. Tetapi waktu Poirot melihat bahwa anak
muda itu membelok ke arah stasiun, dia berhenti.
"Bagus. Dia telah menangkap umpan kita. Dia akan pergi ke Abbalac, dan akan
menanyakan kopor kecil karanganku yang dimiliki oleh orang asing karanganku
pula. Ya mon ami, itu semua hanya akalku saja."
"Apakah kau ingin agar dia tak berada di tempat?" tanyaku.
"Pengamatanmu hebat, Hastings! Nah, kalau kau mau kita sekarang pergi ke Villa
Genevi?ve." Bab 18 GIRAUD BERTINDAK "NGOMONG-OMONG, Poirot," kataku, sedang kami berjalan di sepanjang jalan putih
yang panas, "aku ingin menyelesaikan sakit hatiku padamu. Aku yakin bahwa kau
bermaksud baik, tapi sebenarnya, bukanlah urusanmu untuk pergi mengadakan
penyelidikan di Hotel du Phare, tanpa memberi tahu aku."
Poirot mengerling padaku.
"Bagaimana kau tahu aku ke sana?" tanyanya.
Aku benci sekali, karena merasa pipiku memanas.
"Sambil lalu aku kebetulan masuk untuk melihat-lihat," aku menjelaskan dengan
bersikap anggun sebisa-bisanya.
Aku agak kuatir akan mendengar olok-olok Poirot, tetapi aku lega, dan agak
terkejut karena dia hanya menggeleng dengan bersungguh-sungguh tetapi aneh.
"Bila aku telah menusuk perasaanmu yang mudah tersinggung itu, entah dengan cara
bagaimanapun, aku minta maaf. Kau akan segera maklum. Tapi percayalah, aku
berusaha untuk memusatkan seluruh tenaga dan perhatianku pada perkara ini."
"Ah, tak apa-apalah," kataku, dengan perasaan lebih tenang setelah mendengar
pernyataan maafnya. "Aku tahu bahwa kau memikirkan kepentinganku. Tapi aku mampu menjaga diriku
sendiri." Poirot kelihatannya akan mengatakan sesuatu lagi, tapi tak jadi.
Setiba di villa, Poirot mendahuluiku berjalan ke gudang di mana mayat yang kedua
ditemukan. Tetapi dia tidak masuk, melainkan berhenti di dekat bangku yang telah
kusebut sebelumnya, yang terdapat beberapa meter dari gudang itu. Setelah
memandanginya beberapa lama, dia berjalan dari situ ke pagar hidup yang
merupakan batas antara Villa Genevi?ve dan Villa Marguerite. Lalu dia berjalan
kembali sambil mengangguk. Kemudian dia kembali lagi ke pagar hidup itu, dan
menguakkan semak-semak dengan tangannya.
"Untung-untung Nona Marthe ada di kebunnya," katanya sambil menoleh padaku. "Aku
ingin berbicara dengannya, tapi aku lebih suka tak usah datang ke Villa
Marguerite secara resmi. Wah, mujur sekali, itu dia. Ssst, Nona! Ssst! Kemari
sebentar." Aku mendekatinya bersamaan dengan Marthe Daubreuil, yang datang dengan berlarilari ke pagar itu atas panggilan Poirot. Gadis itu tampak agak terkejut.
"Apakah Anda mau mengizinkan saya berbicara dengan Anda sebentar, Nona?"
"Tentu, Tuan Poirot."
Meskipun dia tampak tenang, matanya kelihatan kuatir dan takut.
"Nona, ingatkah Anda waktu Anda mengejar saya ke jalan, pada hari saya
berkunjung ke rumah Anda bersama Hakim Pemeriksa" Anda bertanya apakah ada
seseorang yang dicurigai mengenai kejahatan itu.
"Dan Anda katakan dua orang Chili." Suaranya terdengar tersekat, dan tangan
kirinya terangkat ke dadanya.
"Bisakah Anda menanyakan pertanyaan itu sekali lagi, Nona?"
"Apa maksud Anda?"
"Begini. Bila Anda menanyakan pertanyaan itu sekali lagi kepada saya, saya akan
memberikan jawaban yang lain. Memang ada seseorang yang dicurigai - tapi bukan
orang Chili." "Siapa?" Pertanyaan itu diucapkannya dengan samar sekali melalui bibirnya yang
hanya terbuka sedikit. "Tuan Jack Renauld."
"Apa?" teriaknya. "Jack" Tak mungkin. Siapa yang berani mencurigainya?"
"Giraud." "Giraud!" Wajah gadis itu jadi pucat-pasi. "Saya takut pada orang itu. Dia kejam
sekali. Dia akan - dia akan - " Gadis itu tak dapat meneruskan kata-katanya. Di
wajahnya terbayang usahanya untuk mengumpulkan kekuatan dalam mengambil
keputusan. Pada saat itu aku menyadari bahwa dia adalah seorang pejuang. Juga
Poirot memperhatikannya dengan saksama.
"Anda tentu tahu bahwa Tuan Jack Renauld berada di sini pada malam pembunuhan
itu?" tanya Poirot. "Ya," sahutnya tanpa semangat. "Dia mengatakannya pada saya."
"Tak baik menyembunyikan kenyataan itu," Poirot meneruskan.
"Ya, ya," sahutnya dengan tak sabar. "Tapi kita tak boleh membuang-buang waktu
dengan penyesalan. Kita harus menemukan sesuatu untuk menyelamatkannya. Dia
jelas tak bersalah, tapi kenyataan itu saja tak dapat menolongnya berhadapan
dengan laki-laki seperti Giraud itu, yang hanya memikirkan namanya saja. Dia
telah bertekad untuk menahan seseorang, dan orang itu adalah Jack."
"Tapi kenyataannya akan berlawanan dengan dia," kata Poirot. "Sadarkah Anda?"
Gadis itu memandangnya tepat-tepat, lalu digunakannya lagi kata-kata yang pernah
diucapkannya di ruang tamu ibunya.
"Saya bukan anak kecil, Tuan. Saya bisa berani dan menghadapi kenyataankenyataan. Dia tidak bersalah, dan kita harus menyelamatkannya."
Dia berbicara dengan tenaganya yang terakhir, lalu diam, berpikir sambil
mengerutkan alisnya. "Nona," katanya sambil mengamatinya dengan teliti, "tak adakah sesuatu yang Anda
sembunyikan, yang sebaiknya Anda ceritakan kepada kami?"
Gadis itu mengangguk tanpa mengerti.
"Ya, memang ada sesuatu, tapi saya tak tahu apakah Anda akan percaya atau tidak
- rasanya tak masuk akal."
"Bagaimanapun juga, ceritakan saja, Nona."
"Begini. Tuan Giraud memanggil saya, akan melihat apakah saya bisa mengenali
laki-laki yang ada di dalam itu." Gadis itu menunjuk dengan kepalanya ke arah
gudang itu. "Saya tak bisa mengenalinya. Pada saat itu tak bisa. Tapi setelah
itu, saya berpikir - "
"Ya?" "Rasanya aneh sekali, namun saya yakin sekali. Sebaiknya saya ceritakan. Pada
pagi hari menjelang Tuan Renauld dibunuh, saya berjalan-jalan di kebun ini. Saya
mendengar suara orang-orang laki-laki bertengkar. Saya kuakkan semak-semak dan
saya mengintip. Salah seorang laki-laki itu adalah Tuan Renauld, sedang yang
seorang lagi adalah seorang gelandangan, seorang makhluk mengerikan yang
berpakaian compang-camping dan kotor. Orang itu sebentar berteriak-teriak dengan
suara tinggi, dan sekali-sekali mengancam. Saya dengar dia meminta uang, tapi
pada saat itu Maman memanggil saya dari rumah, dan saya harus pergi. Itu saja,
hanya - saya hampir yakin bahwa gelandangan itu dan orang yang meninggal di
dalam gudang itu, adalah orang yang sama."
Poirot menyerukan kata seru.
"Tapi mengapa tidak Anda katakan hal ini pada waktu itu, Nona?"
"Karena mula-mula hanya terpikir oleh saya, bahwa wajah itu rasanya pernah saya
kenal. Laki-laki itu mengenakan pakaian lain, dan kelihatannya seolah-olah
berasal dari kalangan tinggi. Tapi, Tuan Poirot, tidakkah mungkin gelandangan
itu yang telah menyerang dan membunuh Tuan Renauld, untuk kemudian mengambil
uang dan pakaiannya?"
"Itu masuk akal, Nona," kata Poirot lembut. "Memang masih banyak yang harus
diterangkan, tapi keterangan Anda itu jelas masuk akal. Akan saya pikirkan
gagasan Anda itu." Terdengar suara memanggil dari dalam rumah.
"Maman," bisik Marthe. "Saya harus pergi." Dan dia pergi menyelinap melalui
pohon-pohon. "Mari," kata Poirot, sambil berbalik ke arah villa, dengan mencengkam tanganku.
"Bagaimana pendapatmu sebenarnya?" tanyaku penuh rasa ingin tahu. "Apakah kisah
itu benar, atau apakah gadis itu mengarang-ngarangnya saja untuk mengalihkan
tuduhan terhadap kekasihnya?"
"Memang kisah yang aneh," kata Poirot, "tapi kurasa itu memang benar. Tanpa
disadarinya, Nona Marthe telah menceritakan yang sebenarnya mengenai satu hal
lagi - dan secara tak sengaja pula dia telah menunjukkan kebohongan Jack
Renauld. Adakah kaulihat keragu-raguan anak muda itu, ketika kutanyakan apakah
dia menemui Marthe Daubreuil pada malam terjadinya pembunuhan itu" Dia berhenti
sebentar sebelum menyahut, 'Ya.' Aku sudah curiga bahwa dia berbohong. Aku
merasa perlu menemui Nona Marthe, sebelum dia memberi tahu gadis itu supaya
berhati-hati. Empat patah kata-kata singkat, telah memberi aku informasi yang
kuingini. Waktu kutanyakan apakah dia tahu bahwa Jack Renauld ada di sini malam
itu, dia menjawab, 'Dia menceritakannya pada saya.' Nah, Hastings, apa yang
telah dilakukan Jack Renauld di sini pada malam yang bersejarah itu, dan bila
dia tidak bertemu dengan Nona Marthe, siapa yang ditemuinya?"
"Bagaimanapun juga, Poirot," seruku terperanjat, "kau tak mungkin menduga bahwa
anak muda seperti itu akan bisa membunuh ayahnya sendiri?"
"Mon ami," kata Poirot, "lagi-lagi kau bersikap sentimental dan tak mau percaya!
Aku pernah melihat ibu-ibu yang membunuh anak-anaknya yang masih kecil untuk
mendapatkan uang asuransi! Setelah kejadian-kejadian seperti itu, orang akan
bisa percaya pada apa pun juga."
"Lalu alasannya?"
"Uang tentu. Ingatlah bahwa Jack Renauld menyangka bahwa dia akan memperoleh
separuh dari harta ayahnya bila ayahnya itu meninggal."
"Tapi gelandangan itu - apa peranannya?"
Poirot mengangkat bahunya.
"Giraud akan mengatakan bahwa dia berkomplot - seorang pembunuh bayaran yang
membantu Renauld muda menjalankan kejahatan itu, dan yang setelah itu
disingkirkan untuk menghilangkan jejaknya."
"Lalu rambut yang terlilit pada belati itu" Rambut wanita itu?"
"Oh itu," kata Poirot sambil tersenyum lebar. "Itu merupakan bumbu dalam lelucon
Giraud. Menurut dia, itu sama sekali bukan rambut seorang wanita. Ingatlah bahwa
ada remaja zaman ini yang menyisir rambutnya lurus ke belakang dengan
menggunakan minyak rambut atau lilin rambut supaya terletak melekat. Oleh
karenanya rambut itu ada yang agak panjang."
"Dan kau percaya juga akan hal itu?"
"Tidak," kata Poirot dengan senyum yang aneh. "Karena aku yakin bahwa itu adalah
rambut wanita - dan lebih khusus lagi, aku pun tahu wanita yang mana!"
"Nyonya Daubreuil," kataku dengan keyakinan.
"Mungkin," kata Poirot, sambil memandangiku dengan pandangan penuh teka-teki.
Tetapi aku tak mau membiarkan diriku menjadi jengkel.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanyaku, sedang kami memasuki lorong
Villa Genevi?ve. "Aku akan mencari sesuatu di antara barang-barang Tuan Jack Renauld. Sebab itu
kuusahakan supaya dia tak berada di tempat selama beberapa jam."
"Tapi apakah tak mungkin Giraud telah mendahului kita mencarinya?" tanyaku.
"Tentu. Dia menyiapkan suatu perkara tak ubahnya seekor berang-berang membangun
tanggulnya, dengan usaha yang meletihkan. Tapi dia tidak akan mencari apa yang
akan kucari - besar kemungkinannya dia tidak akan melihatnya dari segi betapa
pentingnya arti barang itu. Mari kita mulai."
Dengan rapi dan dengan cara kerja yang baik, Poirot membuka laci satu demi satu,
memeriksa isinya, lalu mengembalikannya ke tempatnya semula. Pekerjaan itu
benar-benar membosankan dan tak menarik. Poirot mencari di tengah-tengah leherleher baju, piyama dan kaus-kaus kaki. Suatu bunyi derum di luar membuatku pergi
ke jendela untuk melihat. Aku langsung terperanjat.
"Poirot!" teriakku. "Ada sebuah mobil yang baru datang. Di dalamnya ada Giraud
dan Jack Renauld, dan dua orang polisi."
"Sialan!" geram Poirot. "Binatang si Giraud itu, tak bisakah dia sabar sedikit"
Tak akan sempat lagi aku mengembalikan barang-barang dalam laci yang terakhir
ini dengan cara yang baik. Mari cepat-cepat."
Dengan terburu-buru ditumpahkannya barang-barang ke lantai, kebanyakan adalah
dasi dan sapu tangan. Tiba-tiba dengan suatu pekik kemenangan, Poirot menerpa
sesuatu, sebuah karton bersegi empat kecil, mungkin sehelai foto. Sesudah
memasukkan barang itu ke dalam sakunya, dikembalikannya barang-barang yang lain
ke dalam laci tadi, sembarangan saja. Kemudian dengan mencengkeram lenganku
diseretnya aku keluar dari kamar itu dan menuruni tangga. Di lorong rumah,
Giraud sedang berdiri sambil merenungi orang tahanannya.
"Selamat siang, Tuan Giraud," kata Poirot. "Ada apa ini?"
Giraud menganggukkan kepalanya ke arah Jack.
"Dia sedang mencoba melarikan diri, tapi saya terlalu awas mengamati langkahnya.
Dia ditahan atas tuduhan membunuh ayahnya, Tuan Paul Renauld."
Poirot berbalik untuk menghadapi anak muda yang bersandar dengan lunglai di
pintu, wajahnya pucat-pasi.
"Apa yang dapat Anda katakan mengenai hal itu, Anak muda?"
Jack Renauld menatapnya seperti batu.
"Tidak ada," katanya.
Bab 19 AKU MENGGUNAKAN SEL-SEL KELABUKU
AKU terdiam. Sampai saat terakhir aku masih tak berhasil memaksa diriku untuk
percaya bahwa Jack Renauld bersalah. Kusangka aku akan mendengar pernyataan
tegasnya bahwa dia sama sekali tak bersalah waktu Poirot bertanya tadi. Tetapi
kini, melihatnya berdiri di situ, dalam keadaan pucat dan lunglai bersandar pada
dinding, dan mendengar kata-katanya yang tidak membela dirinya itu, aku tak lagi
ragu. Tetapi Poirot berpaling pada Giraud.
"Apa alasan-alasan Anda untuk menahannya?"
"Apakah Anda sangka saya akan mau memberitahukannya pada Anda?"
"Sekadar basa-basi, saya memang mengharapkannya."
Giraud melihat padanya dengan ragu. Dia ragu memilih, antara keinginannya untuk
menolaknya dengan kasar, dan kesenangannya menunjukkan kemenangannya pada
lawannya. "Saya rasa Anda menganggap bahwa saya keliru, bukan?" cemoohnya.
"Saya tidak merasa heran," sahut Poirot dengan nada benci.
Wajah Giraud bertambah merah.
"Eh bien, mari masuk. Anda akan bisa menilainya sendiri." Pintu kamar tamu utama
dibukakannya lebar-lebar dan kami masuk. Jack Renauld kami tinggalkan di bawah
pengawasan kedua agen polisi itu.
"Nah, Poirot," kata Giraud sambil meletakkan topinya di atas meja, dan berbicara
dengan nada sangat mengejek, "sekarang saya akan memberi Anda kuliah singkat
mengenai pekerjaan detektif. Akan saya perlihatkan pada Anda, bagaimana kami
kaum modern bekerja."
"Bien!" kata Poirot, sambil mengambil sikap akan mendengarkan. "Akan saya
perlihatkan pula bagaimana pandainya petugas tua ini mendengarkan," dia lalu
bersandar, dan menutup matanya. Kemudian matanya dibukanya sebentar untuk
mengatakan, "Jangan kuatir saya akan tertidur. Saya akan mengikuti baik-baik
sekali." "Tentu," Giraud mulai, "saya segera menyadari semua kebodohan mengenai orangorang Chili itu. Memang ada dua orang yang terlibat - tapi mereka itu bukan dua
orang asing yang misterius! Semua yang lain itu hanya semu belaka."
"Sangat masuk akal sebegitu jauh, Giraud yang baik," gumam Poirot. "Terutama
setelah akal mereka yang cerdik mengenai batang korek api dan puntung rokok
itu." Giraud membelalak, tapi melanjutkan,
"Seorang laki-laki harus dihubungi dalam perbuatan kejahatan ini, untuk menggali
kuburan itu. Tak ada orang yang benar-benar mendapatkan keuntungan dari
kejahatan itu, tapi ada seseorang yang menyangka bahwa dia akan mendapatkan
keuntungan. Saya mendengar tentang pertengkaran Jack Renauld dengan ayahnya, dan
mengenai ancaman-ancaman yang diucapkannya. Alasannya sudah jelas. Sekarang
mengenai caranya. Jack Renauld ada di Merlinville malam itu. Hal itu
diceritakannya sendiri - dan kecurigaan kami berubah menjadi keyakinan. Lalu
kami temukan korban kedua - yang ditikam dengan pisau belati yang sama. Kita
tahu kapan pisau belati itu dicuri. Kapten Hastings bisa mengatakan waktunya
dengan tepat. Jack Renauld, yang baru tiba dari Cherbourg, adalah satu-satunya
orang yang mungkin mengambilnya. Saya sudah memeriksa semua penghuni rumah
tangga yang lain." Poirot menyela. "Anda keliru. Ada satu orang lain lagi yang mungkin
mengambilnya." "Maksud Anda Tuan Stonor" Dia tiba di pintu depan, naik mobil yang membawanya


Lapangan Golf Maut Murder On The Links Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari Calais. Ah, percayalah pada saya, saya telah memeriksa segala
kemungkinannya. Tuan Jack Renauld tiba naik kereta api. Ada selisih waktu satu
jam antara waktu dia tiba dan saat dia masuk ke rumah. Dia pasti telah melihat
Kapten Hastings dan temannya meninggalkan gudang, lalu dia sendiri menyelinap ke
dalam dan mengambil pisau belati itu, kemudian menikam komplotannya itu di dalam
gudang itu - " "Komplotan yang sebenarnya sudah meninggal!"
Giraud mengangkat bahunya.
"Mungkin dia tidak melihatnya. Mungkin disangkanya orang itu sedang tidur.
Mereka pasti ada janji untuk bertemu. Pokoknya dia tahu bahwa pembunuhan yang
kedua ini akan sangat mengacaukan perkara ini. Dan hal itu memang benar."
"Tapi hal itu tak dapat menipu Tuan Giraud," gumam Poirot.
"Anda mengejek saya. Tapi saya akan mengemukakan suatu bukti yang terakhir yang
tak dapat ditolak. Kisah Nyonya Renauld adalah bohong - dari awal sampai akhir
merupakan karangannya saja. Kita menyangka bahwa Nyonya Renauld mencintai
suaminya - padahal dia berbohong untuk melindungi pembunuh suaminya. Untuk
kepentingan siapakah seorang wanita berbohong" Kadang-kadang untuk
kepentingannya sendiri, biasa juga untuk laki-laki yang dicintainya, tapi selalu
untuk kepentingan anak-anaknya. Itulah bukti yang terakhir - yang tak dapat
ditolak. Anda tak dapat mengelak lagi."
Giraud berhenti, mukanya menjadi merah, dia bangga akan kemenangannya. Poirot
menatapnya lekat. "Itulah uraian saya," kata Giraud. "Apa yang akan Anda katakan tentang hal itu?"
"Hanya bahwa masih ada satu hal yang tak berhasil Anda teliti."
"Apa itu?" "Agaknya Jack Renauld tahu tentang rencana di luar lapangan golf itu. Dia tahu
bahwa mayat itu akan segera ditemukan, bila orang mulai menggali lubang itu."
Giraud tertawa terbahak. "Gila-gilaan benar apa yang Anda katakan itu! Dia ingin mayat itu ditemukan!
Sebelum mayat itu ditemukan, dia tidak akan bisa menyatakan bahwa orang itu
meninggal, dan dengan demikian tidak akan bisa mendapatkan warisannya."
Aku melihat sekilas cahaya hijau di mata Poirot waktu dia bangkit.
"Kalau begitu untuk apa dikuburkan?" tanyanya dengan suara halus. "Ingat,
Giraud. Karena Jack Renauld yang akan mendapatkan keuntungan bila mayat itu
segera ditemukan, untuk apa kubur itu digali?"
Giraud tidak menjawab. Pertanyaan itu membuatnya terperangkap, dan tak dapat
menjawabnya. Diangkatnya bahunya seolah-olah akan menyatakan bahwa pertanyaan
itu tak penting. Poirot pergi menuju ke pintu. Aku menyusulnya.
"Ada satu hal lagi yang tidak Anda pertimbangkan," katanya sambil menoleh ke
belakang. "Apa itu?" "Potongan pipa timah hitam itu," kata Poirot, lalu meninggalkan kamar itu.
Jack Renauld masih berdiri di lorong rumah, dengan wajah pucat dan murung. Tapi
begitu kami keluar dari ruang tamu, dia cepat-cepat mengangkat mukanya. Pada saat itu terdengar jejak kaki orang di
tangga. Nyonya Renauld sedang menuruninya. Waktu melihat putranya diapit oleh
dua orang petugas hukum, dia terhenti - terpana.
"Jack," katanya lemah. "Jack, apa-apaan ini?"
"Mereka telah menahan saya, Ibu."
"Apa?" Dia berteriak dengan suara melengking, dan sebelum ada seseorang pun sempat
mendatanginya, dia terhuyung, lalu jatuh berdebam. Kami berdua berlari
mendatanginya dan mengangkatnya. Poirot segera bangkit lagi.
"Kepalanya luka berat, kena tepi tangga. Kurasa dia mengalami gegar otak yang
ringan juga. Bila Giraud ingin menanyainya, dia harus menunggu. Mungkin dia akan
pingsan selama sekurang-kurangnya seminggu."
Denise dan Fran?oise berlari-lari mendapatkan nyonyanya, dan setelah menyerahkan
wanita itu di bawah pengawasan kedua pelayan itu, Poirot meninggalkan rumah itu.
Dia berjalan dengan menunduk, memandangi tanah sambil mengurutkan alisnya. Aku
tidak berkata apa-apa beberapa lamanya, tapi akhirnya aku memberanikan diri
bertanya padanya, "Jadi apakah kau yakin bahwa Jack Renauld tak bersalah, meskipun semua petunjukpetunjuk menyatakan sebaliknya?"
Poirot tak segera menjawab, tetapi setelah menunggu lama, dia berkata dengan
serius, "Entahlah, Hastings. Mungkin memang begitu. Giraud tentu keliru - keliru
dari awal sampai akhir. Bila Jack Renauld bersalah, maka itu bukanlah disebabkan
oleh uraian Giraud tadi. Dan tuduhan utama terhadapnya, hanya aku yang tahu."
"Apa itu?" tanyaku, terkesan.
"Kalau saja kau mau menggunakan sel-sel kelabumu yang kecil itu, dan melihat
seluruh perkara ini sejelas aku, maka kau pun akan memahaminya, Sahabatku."
Itu merupakan salah satu jawaban Poirot yang menjengkelkanku. Tanpa menunggu aku
berbicara, dia melanjutkan,
"Mari kita berjalan ke laut melalui jalan ini. Kita akan duduk di atas bukit
kecil itu, memandang ke laut, sambil kita meninjau kembali persoalan ini. Dengan
demikian kau akan tahu pula apa yang kuketahui, tapi aku lebih suka kalau kau
bisa melihat keadaan sebenarnya dengan usahamu sendiri - bukan karena kutuntun."
Kami duduk di atas bukit kecil berumput menurut anjuran Poirot, sambil memandang
ke laut. Dari tempat yang agak jauh di sepanjang pasir, terdengar sayup-sayup
suara teriakan orang-orang yang berkecimpung. Air laut berwarna biru pucat
sekali, dan ketenangannya yang luar biasa membuatku teringat akan hari pertama
kedatangan kami di Merlinville, betapa riangnya aku, dan Poirot mengatakan aku
'peramal'. Alangkah lamanya rasanya waktu sudah berlalu sejak hari itu. Padahal
kenyataannya baru tiga hari!
"Berpikirlah, Sahabatku," kata Poirot memberiku semangat. "Susun gagasangagasanmu. Pakai cara kerja yang baik. Telitilah. Itulah kunci keberhasilan."
Aku berusaha untuk menuruti petunjuk-petunjuknya, mengembalikan ingatanku pada
semua hal-hal sampai yang sekecil-kecilnya mengenai perkara itu. Tetapi dengan
enggan aku harus mengakui bahwa satu-satunya penyelesaian yang jelas dan masuk
akal adalah penyelesaian Giraud - padahal Poirot amat membencinya. Aku
mengingat-ingat lagi. Kalaupun ada titik terang, titik itu menunjuk ke arah
Nyonya Daubreuil. Giraud tak tahu tentang keterlibatan wanita itu dalam Perkara
Beroldy. Poirot mengatakan bahwa Perkara Beroldy itu amat penting. Ke arah
sanalah aku harus mencari. Aku sekarang berada di jalan yang benar. Dan aku
tiba-tiba terperanjat, karena suatu gagasan yang jelas namun membingungkan
menyerbu otakku. Dengan gemetar, aku menyusun hipotesaku.
"Kulihat kau punya gagasan, mon ami! Bagus sekali. Kita sudah maju."
"Poirot," kataku, "kulihat bahwa kita telah lalai. Kukatakan kita - meskipun aku
yakin bahwa akulah yang paling lalai. Tapi kau harus membayar ganjarannya,
karena kau merahasiakannya. Jadi kukatakan lagi bahwa kita telah lalai. Ada satu
orang yang telah kita lupakan."
"Dan siapakah dia?" tanya Poirot dengan mata berkilat.
"Georges Conneau!"
Bab 20 SUATU PERNYATAAN YANG LUAR BIASA
POIROT langsung merangkulku dengan hangat. "Enfin! Kau sudah tahu. Dengan usaha
sendiri pula. Sungguh luar biasa! Lanjutkan uraianmu. Kau memang benar. Kita
memang lalai karena telah melupakan Georges Conneau."
Aku merasa senang sekali mendapatkan pujian dari laki-laki kecil itu, hingga
sulit rasanya melanjutkan bicaraku. Tapi akhirnya kukumpulkan semua ingatanku,
lalu kulanjutkan, "Georges Conneau telah menghilang dua puluh tahun yang lalu, tapi tak ada alasan
kita untuk menduga bahwa dia sudah meninggal."
"Sama sekali tidak," Poirot membenarkan. "Teruskan."
"Oleh karenanya akan kita simpulkan saja bahwa dia masih hidup."
"Baik." "Atau setidak-tidaknya dia masih hidup sampai akhir-akhir ini."
"Makin lama makin baik!"
"Akan kita andaikan," lanjutku dengan semangat yang bertambah, "bahwa dia telah
jatuh miskin. Dia lalu menjadi penjahat, pembunuh, gelandangan - yah apa saja.
Kebetulan dia sampai ke Merlinville. Di sana dia bertemu dengan wanita yang tak
pernah berhenti dia cintai."
"Nah, nah! Lagi-lagi sentimen," Poirot memperingatkan.
"Sebagaimana kita mencintai seseorang, begitu pulalah kita membencinya," aku
mengutip suatu kalimat dari salah seorang pengarang. "Pokoknya laki-laki itu
bertemu dengan wanita itu di sana, dengan memakai nama lain. Tapi wanita itu
mempunyai pacar baru, pria Inggris itu, Renauld. Georges Conneau yang terkenang
akan semua nasib buruk yang telah menimpanya, bertengkar dengan Renauld. Georges
mengintainya waktu Renauld pergi mengunjungi kekasih gelapnya itu, lalu menikam
punggungnya. Kemudian karena ketakutan atas perbuatannya, dia lalu menggali
sebuah kubur. Bayangkan, mungkin Nyonya Daubreuil keluar untuk mencari pacarnya.
Dia dan Conneau lalu bertengkar hebat. Laki-laki itu menyeretnya ke dalam
gudang, dan di sana laki-laki itu tiba-tiba diserang penyakit ayan. Nah,
bayangkan sekarang Jack Renauld muncul. Nyonya Daubreuil menceritakan segalagalanya pada anak muda itu, diceritakannya akibat yang mengerikan yang akan
menimpa putrinya bila skandal masa lalu itu sampai terbuka. Pembunuh ayahnya
sudah meninggal - dia lalu mengajak anak muda itu menutupi persoalan itu. Jack
Renauld setuju. Dia pulang ke rumahnya dan berbicara dengan ibunya, dan ibunya
dipengaruhinya supaya menyetujui rencananya itu. Berdasarkan cerita dan anjuran
Nyonya Daubreuil padanya, Nyonya Renauld membiarkan dirinya disumbat mulutnya
dan diikat kaki tangannya. Nah, sekian, Poirot. Bagaimana pendapatmu?" Aku
bersandar, mukaku terasa panas karena merasa bangga atas rekonstruksiku yang
begitu berhasil. Poirot memandangku dengan termangu.
"Kurasa sebaiknya kau mengarang sebuah cerita untuk film, mon ami," katanya
akhirnya. "Maksudmu?" "Kisahmu yang baru saja kauceritakan itu akan merupakan sebuah film yang bagus tapi sama sekali tak ada persamaannya dengan kehidupan sehari-hari."
"Aku mengakui bahwa aku belum mendalami hal-hal yang terperinci, tapi - "
"Kau sudah maju lebih banyak - tapi kau benar-benar telah mengabaikan soal-soal
yang kecil-kecil itu. Bagaimana cara kedua laki-laki itu berpakaian" Apakah kau
akan mengatakan bahwa setelah menikam korbannya, Conneau lalu menanggalkan
pakaian korbannya itu dan memakai pakaian itu sendiri, dan mengembalikan pisau
belati itu?" "Kurasa tak perlu begitu," bantahku agak marah. "Mungkin dia telah mendapatkan
pakaian dan uang itu dari Nyonya Daubreuil dengan mengancamnya pagi-pagi sebelum
itu." "Dengan ancaman - ya" Kau benar-benar mengandalkannya begitu?"
"Tentu. Dia pasti mengancam akan menceritakan kepada keluarga Renauld, siapa dia
sebenarnya. Hal itu mungkin akan mengakhiri semua harapannya untuk menikahkan
putrinya." "Kau keliru, Hastings. Laki-laki itu tak dapat memeras Nyonya Daubreuil,
cemetinya justru berada dalam tangan wanita itu. Ingat, Georges Conneau masih
dikejar polisi karena pembunuhan. Sekali saja Nyonya Daubreuil membuka mulutnya,
dia akan terancam oleh kapak pemenggal."
Meskipun enggan, aku terpaksa mengakui bahwa itu memang benar.
"Teori ciptaanmu itu," kataku dengan masam, "apakah sudah pasti benar sampai
pada hal-hal yang sekecil-kecilnya?"
"Teoriku pasti benar," kata Poirot dengan tenang. "Dan yang benar itu pasti
betul. Kau telah membuat kesalahan yang mendasar dalam teorimu. Angan-anganmu
kaubiarkan menyesatkanmu dengan kejadian-kejadian tengah malam, dan peristiwaperistiwa cinta yang bernafsu. Padahal dalam menyelidiki kejahatan kita harus
berpijak pada keadaan yang biasa-biasa saja. Bagaimana kalau aku mengemukakan
teoriku?" "Oh, tentu, coba demonstrasikan!"
Poirot menegakkan duduknya, dan memulai demonstrasinya dengan mengacung-acungkan
telunjuknya kuat-kuat untuk menekankan penjelasannya.
"Aku akan mulai seperti kau, dari keadaan paling permulaan, yaitu Georges
Conneau. Kisah yang diceritakan oleh Nyonya Beroldy di pengadilan mengenai
'Orang-orang Rusia' itu jelas merupakan isapan jempol saja. Bila dia tidak
terlibat dalam kejahatan itu, maka dia sendirilah yang mengarang cerita itu.
Bila sebaliknya, dia terlibat, maka cerita itu direncanakan oleh dia atau oleh
Georges Conneau. "Dalam perkara yang sedang kita selidiki sekarang ini, kita bertemu dengan
dongeng yang sama. Sebagaimana telah kunyatakan padamu, bukti-bukti menunjukkan
bahwa tidaklah mungkin Nyonya Daubreuil yang merencanakannya. Maka kita berbalik
pada hipotesa bahwa kisah itu berasal dari otak Georges Conneau. Baiklah. Oleh
karenanya, Georges Conneau merencanakan kejahatan itu bersama Nyonya Renauld
yang menjadi komplotannya. Wanita itulah yang sudah jelas bagi kita menjadi
komplotannya, dan di belakangnya ada seorang tokoh yang samar-samar yang namanya
masih belum kita ketahui.
"Nah, marilah kita sekarang menelusuri Perkara Renauld dengan cermat dari awal,
dengan menempatkan setiap hal yang nyata dalam urut-urutannya yang benar. Kau
punya buku catatan dan pinsil" Bagus. Nah, soal apa yang pertama-tama akan kita
catat?" "Surat padamu?"
"Itulah pertama kalinya kita mengetahui tentang hal itu, tapi itu bukanlah awal
yang sebenarnya dari rangkaian perkara itu. Menurut aku, kenyataan yang pertamatama adalah perubahan atas diri Tuan Renauld segera setelah tiba di Merlinville,
sebagaimana yang dinyatakan oleh beberapa orang saksi. Kita juga harus mengingat
persahabatannya dengan Nyonya Daubreuil, dan jumlah uang yang besar yang
dibayarkannya pada wanita itu. Dari situ kita bisa langsung terus pada kejadian
tanggal dua puluh tiga Mei."
Poirot berhenti, meneguk air ludahnya, dan mengisyaratkan supaya aku menulis.
"Tanggal dua puluh tiga Mei. Tuan Renauld bertengkar dengan putranya mengenai
keinginan anak muda itu untuk menikah dengan Marthe Daubreuil. Anak muda itu
berangkat ke Paris. "Tanggal dua puluh empat Mei. Tuan Renauld mengubah surat wasiatnya, menyerahkan
pengawasan seluruh hartanya ke dalam tangan istrinya.
"Tanggal tujuh Juni. Bertengkar dengan gelandangan di kebun, disaksikan oleh
Marthe Daubreuil. "Menulis surat pada Hercule Poirot, meminta bantuannya.
"Mengirim telegram pada Jack Renauld, memerintahkan padanya untuk melanjutkan
perjalanannya ke Buenos Ayres naik kapal Anzora.
"Menyuruh Masters, supirnya, untuk pergi berlibur.
"Malam harinya, kunjungan seorang wanita. Waktu dia mengantarnya keluar, dia
berkata, 'Ya, ya - tapi demi Tuhan, pergilah sekarang.'"
Poirot diam. "Sekian saja, Hastings, telitilah masing-masing kejadian itu satu demi satu,
pertimbangkan kejadian-kejadian itu dengan cermat, baik secara terpisah maupun
dalam hubungannya dengan seluruh kejadian itu, lalu lihatlah, apakah kau tak
bisa melihat cahaya baru tentang perkara itu."
Aku berusaha sekuat tenaga untuk berbuat sebagaimana yang dikatakannya itu.
Sebentar kemudian, aku berkata dengan ragu,
"Mengenai hal yang pertama, soalnya adalah apakah kita bisa menggunakan teori
pemerasan, ataukah tentang nafsu cintanya pada wanita itu."
"Jelas pemerasan. Kau sudah mendengar apa kata Stonor mengenai sifat dan
kebiasaan-kebiasaannya."
"Nyonya Renauld tidak membenarkan pandangan itu," bantahku.
"Kita sudah melihat bahwa bagaimanapun juga kesaksian Nyonya Renauld tak dapat
diandalkan. Mengenai hal itu, kita harus percaya pada Stonor."
"Tapi, kalau Renauld ada hubungan dengan seorang wanita yang bernama Bella, maka
agaknya tak ada kemungkinannya dia berhubungan pula dengan Nyonya Daubreuil."
"Memang tidak, kubenarkan kau dalam hal itu, Hastings. Tapi apakah dia memang
punya hubungan dengan Bella itu?"
"Surat itu, Poirot. Kau lupa pada surat itu."
"Tidak, aku tak lupa. Tapi apa yang membuatmu begitu yakin bahwa surat itu
ditulis kepada Tuan Renauld?"
"Ya, surat itu ditemukan dalam saku mantelnya, dan - dan - "
"Hanya itu saja!" potong Poirot. "Sama sekali tak ada nama yang menunjukkan pada
siapa surat itu dialamatkan. Kita menyimpulkan bahwa surat itu dialamatkan pada
orang yang sudah meninggal itu, hanya karena surat itu ditemukan dalam saku
mantelnya. Nah, mon ami, ada sesuatu mengenai mantel itu yang telah menarik
perhatianku karena aneh. Aku mengukurnya, dan mengatakan bahwa mantelnya terlalu
panjang. Sebenarnya pernyataanku itu harus menjadi bahan pikiranmu."
"Kusangka kau berkata begitu hanya karena iseng ingin mengatakan sesuatu saja,"
aku mengakui. "Ah, pikiran apa itu! Padahal kaulihat pula bahwa kemudian aku mengukur mantel
Tuan Jack Renauld. Eh bien, mantel Tuan Jack Renauld terlalu pendek.
Hubungkanlah kenyataan itu dengan kenyataan yang ketiga, yaitu bahwa Tuan Jack


Lapangan Golf Maut Murder On The Links Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Renauld berlari-lari meninggalkan rumah dengan tergesa-gesa waktu dia berangkat
ke Paris, lalu katakan apa kesimpulanmu!"
"Aku mengerti," kataku lambat-lambat, setelah arti kata-kata Poirot itu dapat
kuserap. "Surat itu ditulis kepada Jack Renauld - bukan kepada ayahnya. Dia
telah menyambar mantel yang salah, karena tergesa-gesa dan karena marahnya."
Poirot mengangguk. "Tepat! Kita bisa kembali pada soal ini kemudian. Untuk sementara biarlah kita
merasa puas dengan menerima gagasan bahwa surat itu tak ada hubungannya dengan
Tuan Renauld - sang ayah, lalu mari kita lanjutkan pada urutan kejadian yang
berikutnya." "Tanggal dua puluh tiga Mei," aku membaca, "Tuan Renauld bertengkar dengan
putranya karena keinginan anak muda itu untuk menikah dengan Marthe Daubreuil.
Putranya berangkat ke Paris. Tak banyak yang kulihat dalam hal itu, hingga aku
tak bisa mengatakan apa-apa, sedang perubahan surat wasiat itu esok harinya,
kelihatannya memang masuk akal. Itu merupakan akibat langsung dari pertengkaran
itu." "Kita sependapat, mon ami - setidak-tidaknya mengenai sebabnya. Tapi apakah yang
merupakan alasan yang sebenarnya yang mendasari tindakan Tuan Renauld itu?"
Aku terbelalak keheranan.
"Karena marahnya pada putranya tentu."
"Tapi dia menulis surat-surat yang bernada cinta pada anaknya itu di Paris."
"Itu yang dikatakan Jack Renauld, tapi dia tak dapat memperlihatkan surat-surat
itu." "Yah, mari kita beralih dari soal ini."
"Sekarang kita tiba pada hari yang menyedihkan itu. Kau telah menyusun kejadiankejadian pagi itu dalam urut-urutan tertentu. Bisakah kau menjelaskannya"
"Aku yakin bahwa surat padaku itu dikirimkan pada waktu yang sama dengan
pengiriman telegram pada anaknya. Masters diberi tahu bahwa dia boleh berlibur
tak lama setelah itu. Menurutku pertengkaran dengan gelandangan itu terjadi
sebelum kejadian-kejadian itu."
"Aku tak mengerti mengapa kau bisa memastikannya dengan begitu yakin - atau
apakah kau telah menanyai Nona Daubreuil lagi?"
"Tak perlu. Aku sudah yakin sendiri. Dan kalau kau tidak memahami hal itu,
berarti kau tidak mengerti apa-apa, Hastings!"
Aku melihat sebentar padanya.
"Tentu! Aku memang goblok. Bila gelandangan itu adalah Georges Conneau, maka
setelah pertengkaran panas dengan dialah Tuan Renauld mulai menyadari adanya
bahaya. Disuruhnya Masters pergi, karena orang itu dicurigainya sebagai orang
bayaran lawannya. Dia mengirim telegram pada putranya, dan menulis surat
memintamu datang." Poirot tersenyum kecil. "Tidakkah kau merasa aneh, bahwa dia telah menggunakan ungkapan-ungkapan yang
sama benar dalam suratnya dengan ungkapan-ungkapan yang kemudian digunakan
Nyonya Renauld dalam kesaksiannya" Bila disebutnya nama Santiago itu adalah
untuk mengelabui, mengapa Renauld perlu membicarakannya, dan - lebih-lebih lagi
menyuruh putranya pergi ke sana?"
"Kuakui bahwa itu aneh. Tapi mungkin kita akan bisa mendapatkan penjelasannya
nanti. Sekarang kita tiba pada peristiwa malam itu, dan kunjungan wanita
misterius itu. Kuakui bahwa hal itu agak mengejutkan aku, karena dia ternyata
bukan Nyonya Daubreuil, seperti yang berulang kali dinyatakan oleh Fran?oise."
Poirot menggeleng. "Sahabatku, sahabatku, ke mana pikiranmu ngelantur" Ingatlah sobekan dari
sehelai cek itu, dan bahwa Stonor merasa pernah mendengar nama Bella Duveen.
Kurasa kita bisa memahami bahwa Bella Duveen adalah nama sepenuhnya dari teman
korespondensi Jack yang tak dikenal itu, dan bahwa dialah yang datang ke Villa
Genevi?ve malam itu. Apakah dia berniat untuk menemui Jack atau apakah dia sejak
semula ingin meminta sesuatu dari ayah anak muda itu, kita tak tahu pasti. Tapi
bisa kita simpulkan begini kejadiannya. Wanita itu menuntut sesuatu dari Jack,
mungkin dengan memperlihatkan surat-surat yang dikirim Jack padanya, dan pria
tua itu mencoba menyuapnya dengan menuliskan sehelai cek. Dia menyobek cek itu
dengan marah. Kata-kata dalam suratnya menunjukkan bahwa wanita itu mencintainya
dengan setulusnya, dan mungkin dia benci sekali waktu ditawari uang. Akhirnya
pria tua itu berhasil menyuruhnya pergi, dan dalam hal itu, jelaslah kata-kata
yang diucapkannya." "'Ya, ya, tapi demi Tuhan, pergilah sekarang,'" aku mengulangi. "Menurutku,
kata-kata itu agak kasar, tapi mungkin tak lebih dari itu."
"Itu sudah cukup. Dia benar-benar ingin wanita itu pergi. Mengapa" Bukan hanya
karena percakapan mereka tidak menyenangkan. Bukan, melainkan karena dia didesak
waktu, dan entah karena apa waktu penting sekali artinya."
"Mengapa begitu?" tanyaku keheranan.
"Itulah yang kita tanyakan sendiri. Mengapa begitu" Lalu kemudian kita
menghadapi peristiwa arloji tangan itu - yang menunjukkan kepada kita, bahwa
waktu memainkan peran yang penting dalam kejahatan itu. Kita sekarang sudah
makin mendekati kejadian utamanya sendiri. Pukul setengah sebelas Bella Duveen
pergi, dan dengan arloji itu sebagai saksi, kita tahu bahwa saat itulah
kejahatan itu dilakukan, atau sekurang-kurangnya dimulai, sebelum pukul dua
belas. Kita telah mengulangi peristiwa sebelum pembunuhan itu; masih ada satu
yang belum disinggung. Menurut pembuktian dokter, gelandangan itu, waktu
ditemukan, sekurang-kurangnya sudah empat puluh delapan jam meninggal - dengan
kemungkinan tambahan dua puluh empat jam lagi. Nah, tanpa ada petunjuk-petunjuk
lain yang bisa membantuku, kecuali yang telah kita bahas itu, kupastikan saja
bahwa kematian itu terjadi pagi hari tanggal tujuh Juni."
Aku menatapnya, aku tercengang.
"Tapi bagaimana" Mengapa" Bagaimana kau bisa tahu?"
"Karena dengan cara begitulah rangkaian kejadian itu bisa dijelaskan dengan
masuk akal. Mon ami, aku telah menuntunmu di sepanjang jalan selangkah demi
selangkah. Sekarang, belumkah terlihat olehmu apa yang menonjol begitu jelas?"
"Poirot yang baik, aku tak bisa melihat apa pun yang menonjol tentang hal itu.
Semula aku memang merasa bahwa aku mulai melihat sesuatu di depanku, tapi
sekarang rasanya kabur sekali."
Poirot memandangku dengan sedih, lalu menggeleng.
"Tuhanku! Menyedihkan sekali! Kau begitu cerdas - tapi begitu kurang pandai
mencari cara kerja yang baik. Ada semacam latihan yang baik sekali untuk
mengembangkan sel-sel kecil yang kelabu. Akan kuberi tahu kau - "
"Demi Tuhan, jangan sekarang! Kau benar-benar orang yang menjengkelkan, Poirot.
Sebaiknya, ceritakan saja langsung siapa yang membunuh Tuan Renauld."
"Justru itu yang aku belum yakin."
"Tapi katamu itu sudah menonjol dengan jelas."
"Bicara kita simpang-siur lagi, Sahabatku. Ingat, ada dua kejahatan yang harus
kita selidiki - untuk mana, seperti yang telah kunyatakan padamu, ada dua pula
mayatnya. Nah, kau kelihatan mulai tak sabaran! Akan kujelaskan semua. Pertamatama kita harus menggunakan pengetahuan psikologi kita. Kita melihat tiga
petunjuk di mana Tuan Renauld memperlihatkan perubahan pikiran dan perbuatan
yang jelas - artinya tiga petunjuk psikologis. Yang pertama terjadi segera
setelah mereka tiba di Merlinville, yang kedua setelah bertengkar dengan
putranya mengenai suatu hal tertentu, yang ketiga pagi hari tanggal tujuh Juni.
Sekarang kita cari alasan dari ketiga peristiwa itu. Kita bisa menunjuk
pertemuan dengan Nyonya Daubreuil, sebagai penyebab perubahan yang pertama. Yang
nomor dua, menyangkut wanita itu secara tak langsung, karena hal itu berhubungan
dengan rencana pernikahan putra Tuan Renauld dengan putri wanita itu. Tapi sebab
dari yang nomor tiga, masih tersembunyi bagi kita. Kita harus menguraikannya.
Sekarang, mon ami, coba kutanyakan satu pertanyaan padamu, siapa yang kita
anggap telah merencanakan kejahatan ini?"
"Georges Conneau," kataku ragu, sambil memandang Poirot dengan lesu.
"Tepat. Tapi Giraud telah mengemukakan suatu pendapat yang tak bisa dibantah,
bahwa seorang wanita bersedia mengorbankan dirinya, demi laki-laki yang
dicintainya, dan demi anaknya. Karena kita yakin bahwa Georges Conneau yang
mendiktekan kebohongan itu pada wanita itu, dan karena Georges Conneau bukanlah
Jack Renauld, akibatnya petunjuk yang ketiga bebas dari tuduhan. Dan dengan
menudingkan kejahatan itu atas diri Georges Conneau, maka perkara yang pertama
pun bebas pula. Maka didesak ke arah yang kedua - bahwa Nyonya Renauld berbohong
demi kepentingan laki-laki yang dicintainya - atau dengan kata lain demi
kepentingan Georges Conneau. Kau sependapat dengan itu?"
"Ya," aku mengakui. "Kelihatannya cukup masuk akal."
"Bien! Nyonya Renauld mencintai Georges Conneau. Jadi siapa Georges Conneau
itu?" "Gelandangan itu."
"Apakah kita punya bukti bahwa Nyonya Renauld mencintai gelandangan itu?"
"Tidak, tapi - "
"Baik kalau begitu. Jangan berpegang teguh pada teori yang tidak didukung oleh
kenyataan-kenyataan. Tanyai saja diri sendiri siapa yang dicintai Nyonya
Renauld?" Aku menggeleng tak mengerti.
"Tentu, tentu, kau pasti tahu. Siapa yang begitu dicintai wanita itu, hingga
waktu dilihatnya mayatnya, dia pingsan?"
Aku terbelalak membisu. "Suaminya?" desahku.
Poirot mengangguk. "Suaminya - atau Georges Conneau, kau boleh menyebutnya dengan sebutan yang mana
saja." Aku mengumpulkan ingatanku.
"Tapi itu tak mungkin."
"Tak mungkin bagaimana" Tidakkah kita tadi sependapat, bahwa Nyonya Daubreuil
mungkin memeras Georges Conneau?"
"Ya, tapi - " "Dan tidakkah dia jelas-jelas memeras Tuan Renauld?"
"Itu memang benar, tapi - "
"Dan bukankah merupakan kenyataan, bahwa kita tak tahu apa-apa mengenai masa
remaja dan pendidikan Tuan Renauld" Dan bahwa dia tiba-tiba muncul sebagai
seorang Kanada keturunan Prancis tepat dua puluh dua tahun yang lalu?"
"Semuanya benar," kataku lebih yakin, "tapi agaknya kau tidak melihat satu hal
yang menonjol." "Apa itu, Sahabatku?"
"Yah, kita telah mengakui Georges Conneau yang merencanakan kejahatan itu. Itu
membawa kita pada kesimpulan yang tidak masuk akal, bahwa dia telah merencanakan
pembunuhan atas dirinya sendiri!"
"Eh bien, mon ami," kata Poirot dengan tenang, "justru itulah yang telah
dilakukannya!" Bab 21 HERCULE POIROT MENANGANI PERKARA
DENGAN suara yang berwibawa, Poirot mulai mengemukakan teorinya. "Tampak anehkah
bagimu, mon ami, bahwa seorang merencanakan kematiannya sendiri" Demikiankah
anehnya, hingga kau menolak kenyataan itu, dan mengatakan bahwa itu hanya anganangan, dan menyatakan bahwa itu semacam kisah yang kenyataannya sepuluh kali
lebih tak masuk akal. Tuan Renauld memang benar telah merencanakan kematiannya
sendiri, tapi ada satu hal kecil yang mungkin tak tampak olehmu - dia tak
berniat untuk mati."
Aku menggeleng, kebingungan.
"Tak usah bingung, semuanya itu sederhana sekali," kata Poirot dengan ramah.
"Untuk kejahatan yang direncanakan Tuan Renauld tidak dibutuhkan seorang
pembunuh, seperti yang sudah kukatakan. Yang diperlukan adalah sesosok mayat.
Mari kita mengadakan rekonstruksi, tapi kali ini dengan meninjaunya dari segi
yang lain. "Georges Conneau melarikan diri dari hukum - lalu terbang ke Kanada. Di sana dia
menikah dengan nama palsu, dan akhirnya memperoleh kekayaan besar di Amerika
Selatan. Tapi dia merasa rindu pada negerinya sendiri. Dua puluh tahun sudah
berlalu, penampilannya sudah banyak berubah, apalagi sebagai seseorang dengan
kekayaan yang begitu besar jumlahnya, tak mungkin ada seorang pun yang
menyangkutkannya dengan seorang pelarian dari hukum bertahun-tahun yang lalu.
Dia menganggap bahwa kini sudah aman untuk kembali. Dia memusatkan markasnya di
Inggris, tapi berniat untuk menghabiskan musim panas di Prancis. Kemudian nasib
buruk, bahwa hukum yang tersamar yang menentukan nasib manusia, dan tak mau
membiarkan manusia mengelakkan akibat perbuatannya, membawanya ke Merlinville.
Dan justru di sana, dan bukan di tempat-tempat lain di seluruh Prancis, ada satu
orang yang bisa mengenalinya kembali. Nyonya Daubreuil. Hal itu tentu merupakan
tambang emas bagi Nyonya Daubreuil, dan wanita itu tak lengah dalam mengambil
keuntungan dari tambang emas itu. Renauld tak berdaya. Dia sepenuhnya berada
dalam genggaman wanita itu. Dan wanita itu memerasnya habis-habisan.
"Kemudian terjadilah sesuatu yang tak bisa dihindarkan. Jack Renauld jatuh cinta
pada gadis yang hampir setiap hari dilihatnya, dan berniat untuk mengawininya.
Hal itu bertentangan dengan ayahnya. Dengan segala daya-upaya dia berusaha untuk
menghindarkan anaknya dari perkawinan dengan anak gadis perempuan jahat itu.
Jack Renauld tak tahu apa-apa tentang masa lalu ayahnya, tetapi Nyonya Renauld
tahu semuanya. Dia adalah seorang wanita yang mempunyai pribadi yang kuat, dan
dia benar-benar cinta serta penuh pengabdian pada suaminya. Mereka lalu
berunding. Renauld hanya melihat satu jalan keluar - yaitu kematian. Dia harus
disangka mati, padahal dia sebenarnya akan melarikan diri ke negeri lain, di
mana dia akan memulai hidup baru lagi dengan nama samaran lain lagi. Lalu
setelah memainkan perannya sebagai seorang janda beberapa lamanya, Nyonya
Renauld akan menyusulnya. Amatlah penting bahwa istrinya menguasai semua
uangnya, maka diubahnyalah isi surat wasiatnya. Bagaimana dia mula-mula mengatur
urusan mayat itu, aku tak tahu - mungkin kerangka seorang mahasiswa kesenian dan
suatu kebakaran - atau semacamnya, tapi sebelum rencana mereka menjadi matang,
terjadilah suatu peristiwa yang menguntungkan mereka. Seorang gelandangan yang
kasar, yang keras dan penuh perlawanan, berhasil masuk ke pekarangan mereka.
Terjadilah suatu perkelahian. Tuan Renauld ingin mengusirnya, tapi tiba-tiba
gelandangan yang menderita ayan itu diserang penyakitnya lalu roboh. Dia
meninggal. Tuan Renauld memanggil istrinya. Mereka berdua menyeretnya ke dalam
gudang - sebagaimana kita ketahui, peristiwa itu terjadi di luar gedung itu dan mereka menyadari kesempatan yang sangat bagus yang mereka peroleh. Laki-laki
itu tak ada keserupaannya dengan Tuan Renauld, tapi dia setengah baya,
berpotongan sebagaimana biasanya orang Prancis. Itu sudah cukup.
"Besar dugaanku, suami-istri itu lalu duduk di sebuah bangku yang ada di sana.
Mereka merundingkan hal itu di tempat yang tak bisa didengar dari rumah. Rencana
mereka cepat diatur. Pengenalan mayat harus dilakukan oleh Nyonya Renauld
sendiri. Jack Renauld dan supir (yang sudah dua tahun bekerja dengan majikannya
itu) harus disuruh pergi. Perempuan-perempuan Prancis yang menjadi pelayan di
rumah mereka, tak mungkin pergi ke dekat mayat itu, dan Renauld bermaksud
merencanakan segala sesuatu untuk menipu siapa pun juga yang mungkin tidak
melihat sesuatu secara terperinci. Masters disuruh pergi, sepucuk telegram
dikirimkan pada Jack, dan dipilihlah Buenos Ayres untuk menyatakan bahwa cerita
yang telah diatur Renauld kedengarannya benar. Setelah mendengar tentang diriku
sebagai seorang detektif tua yang terkenal, dia menulis surat untuk meminta
bantuanku. Dia tahu bahwa begitu aku tiba kemari dan memperlihatkan suratnya
itu, maka hal itu akan membawa akibat yang besar pada Hakim Pemeriksa - dan
ternyata hal itu memang demikian jadinya.
"Mereka pakaikan setelan Tuan Renauld pada gelandangan itu, sedang jas dan
celananya sendiri yang compang-camping dilemparkan saja di dekat pintu gudang
itu. Mereka tak berani membawanya masuk ke rumah. Kemudian, supaya kisah yang
kelak akan diceritakan oleh Nyonya Renauld terdengar masuk akal, mereka tikamkan
pisau belati dari kawat pesawat terbang itu tepat di jantung laki-laki itu.
Malam itu Tuan Renauld mula-mula akan mengikat dan menyumbat mulut istrinya,
lalu dia akan mengambil sebuah sekop dan menggali sebuah kuburan di tanah yang
diketahuinya memang akan digali orang untuk lubang golf. Mayat itu memang perlu
sekali ditemukan orang - Nyonya Daubreuil tak boleh menaruh curiga. Sebaliknya,
bila waktu cukup lama berselang, maka bahaya akan dikenalinya mayat itu akan
amat berkurang. Kemudian, Tuan Renauld akan mengenakan pakaian compang-camping
gelandangan itu dan pergi ke stasiun, dari mana dia akan berangkat naik kereta
api pukul dua belas lewat sepuluh menit, tanpa dikenali orang. Karena kejahatan
itu disangka orang baru akan terjadi dua jam kemudian, dia tak mungkin dicurigai
orang. "Sekarang kita mengerti mengapa dia merasa jengkel dengan kehadiran gadis Bella
itu, karena itu tidak menguntungkan. Setiap saat yang tertunda berbahaya sekali
untuk rencana mereka. Sebab itu gadis tersebut disuruhnya pergi secepat mungkin.
Lalu dia segera melaksanakan pekerjaan itu! Pintu depan dibiarkannya terbuka
sedikit untuk memberikan kesan seolah-olah para pembunuh itu pergi lewat pintu
itu. Diikat dan disumbatnya mulut istrinya Dalam melakukan hal itu, dia menjaga
untuk tidak mengulangi kesalahan yang dibuatnya dua puluh tahun yang lalu. Waktu
itu longgarnya ikatan tangan telah menyebabkan komplotannya dicurigai. Tapi
Nyonya Renauld diberinya instruksi untuk menceritakan kisah yang sama benar


Lapangan Golf Maut Murder On The Links Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan yang telah direncanakannya dulu itu. Hal itu membuktikan bahwa perbuatan
kita selalu bersumber pada apa yang tersimpan dalam daerah bawah sadar jiwa
kita. Malam itu dingin, dan dikenakannya mantel untuk menutupi pakaian dalamnya,
dengan niat untuk melemparkannya ke dalam kuburan bersama orang itu nanti. Dia
keluar lewat jendela, lalu melicinkan bedeng bunga dengan cermat untuk
menghilangkan jejak yang akan merupakan bukti yang memberatkan dirinya. Dia
keluar ke lapangan golf yang sepi, lalu mulai menggali - tapi kemudian - "
"Ya?" "Lalu kemudian," kata Poirot dengan serius, "hukum yang selama ini diingkarinya
menindaknya. Sebuah tangan yang tak dikenal menikamnya dari belakang..... Nah,
Hastings, sekarang kau mengerti apa maksudku waktu aku berbicara tentang dua
macam kejahatan. Kejahatan yang pertama adalah kejahatan yang oleh Tuan Renauld,
dalam keangkuhannya, telah meminta kita untuk menyelidikinya. (Tapi dalam hal
itu dia telah membuat kesalahan besar! Dia menganggap remeh Hercule Poirot!)
Kejahatan itu sudah kita pecahkan. Tapi di balik kejahatan itu ada sebuah tekateki yang lebih dalam. Dan kejahatan itu akan lebih sulit memecahkannya - karena
penjahat yang cerdik itu telah berhasil menggunakan alat yang telah disiapkan
oleh Tuan Renauld sendiri. Itu merupakan suatu misteri yang benar-benar
mengherankan dan membingungkan untuk dipecahkan. Seorang petugas yang masih
muda, seperti Giraud, yang tak mau mengaitkannya dengan psikologi, hampir pasti
akan gagal." "Kau hebat, Poirot," kataku kagum. "Benar-benar hebat. Tak seorang pun di muka
bumi ini bisa melakukannya kecuali kau!"
Kurasa pujianku menyenangkan hatinya. Sekali itu saja dalam hidupnya, dia tampak
kemalu-maluan. "Oh, kalau begitu kau tidak lagi membenci Pak Tua Poirot yang malang ini" Kau
beralih menjauh dari anjing pemburu dalam bentuk manusia itu?"
Istilah penamaan yang dipakainya untuk Giraud selalu membuatku tersenyum.
"Kau memang jauh melebihi dia."
"Kasihan si Giraud itu," kata Poirot sambil berusaha supaya kelihatan tetap
rendah hati, namun tak berhasil. "Tapi dia pasti tidak selamanya bodoh. Sekali
atau dua kali dia telah mengalami kesempatan yang menyesatkan. Rambut berwarna
hitam yang terlilit di pisau belati itu, umpamanya. Hal itu sekurang-kurangnya,
menyesatkan." "Terus terang, Poirot," kataku lambat-lambat, "sampai sekarang pun aku belum
mengerti betul - rambut siapa itu?"
"Rambut Nyonya Renauld tentu. Itulah contoh sesuatu yang menyesatkan. Rambutnya,
yang semula berwarna hitam, sudah hampir seluruhnya beruban. Mungkin saja rambut
itu berwarna kelabu - lalu Giraud memaksa dirinya untuk percaya bahwa rambut itu
berasal dari kepala Jack Renauld! Tapi semuanya itu sama saja. Kenyataan selalu
harus diputarbalikkan untuk disesuaikan dengan teorinya! Tidakkah Giraud
menemukan bekas jejak dua orang, seorang pria dan seorang wanita, di gudang"
Lalu bagaimana kaitannya dengan rekonstruksi perkara itu" Dengar kataku ini tak ada kaitannya, maka kita tidak akan mendengar apa-apa lagi tentang bekas
itu! Coba jawab, apakah itu cara kerja yang baik" Giraud yang hebat! Giraud yang
hebat itu tak lain dari sebuah balon mainan - yang membesar karena merasa
dirinya penting. Tapi aku, Hercule Poirot, yang dibencinya, akan merupakan jarum
kecil yang akan menusuk balon yang besar itu - yah begitulah!" Dan dia
menggerakkan tangannya untuk memberi tekanan pada kata-katanya itu. Kemudian
setelah agak tenang, dia melanjutkan,
"Nanti, bila Nyonya Renauld sudah sembuh, dia pasti akan mau berbicara. Dia tak
pernah menduga kemungkinan putranya akan dituduh melakukan pembunuhan itu.
Bagaimana mungkin, karena dia menyangka anak muda itu sudah aman bernada di laut
di kapal Anzora" Ah! Lihatlah wanita itu, Hastings. Betapa kuatnya, betapa
besarnya kemampuannya mengendalikan dirinya! Hanya satu kali dia tergelincir.
Yaitu waktu anak muda itu kembali tanpa disangkanya: 'Sudah tak apa-apa lagi
sekarang!' Dan tak seorang pun tahu - tak seorang pun menyadari betapa jelasnya
kata-kata itu. Berat sekali peran yang harus dimainkan wanita malang itu.
Bayangkan betapa besar shock-nya, waktu dia pergi untuk mengenali mayat itu, dan
yang dilihatnya bukanlah apa yang diharapkannya, melainkan tubuh suaminya yang
benar-benar telah tak bernyawa lagi. Padahal disangkanya suaminya itu sudah
berada bermil-mil jauhnya sekarang. Tak heran kalau dia sampai pingsan! Tapi
sejak itu, tanpa mempedulikan kesedihannya dan keputusasaannya sendiri, dia
tetap memainkan perannya, dan betapa tersiksanya dia oleh pukulan itu. Dia tak
bisa mengatakan apa-apa untuk menuntun kita ke jalan yang benar dalam usaha kita
mencari pembunuh yang sebenarnya. Demi kebaikan putranya, tak seorang pun boleh
tahu bahwa Paul Renauld adalah Georges Conneau, si penjahat. Satu lagi pukulan
yang paling pahit, yang terakhir, ialah pengakuannya di hadapan umum bahwa
Nyonya Daubreuil itu adalah bekas kekasih gelap suaminya - karena usaha
pemerasan akan sangat besar bahayanya akan bocornya rahasia mereka. Betapa
pandainya dia berhadapan dengan Hakim Pemeriksa waktu pejabat itu bertanya
padanya apakah ada suatu misteri dalam hidup masa lalu suaminya. 'Saya yakin,
tak ada sesuatu yang misterius, Pak hakim.' Sangat sempurna nada bicaranya yang
berpura-pura sedih. Tuan Hautet segera merasa dirinya goblok dan ikut sedih. Ya,
dia memang wanita yang hebat. Bila dia mencintai seseorang, biar dia seorang
penjahat sekalipun, maka dia mencintainya dengan sepenuh hati!"
Poirot tenggelam dalam renungan.
"Satu hal lagi, Poirot, bagaimana dengan potongan pipa dari timah hitam itu?"
"Tidakkah kau mengerti" Tentu untuk merusak wajah si korban supaya tak dapat
dikenali. Itulah yang pertama-tama menuntunku ke jalan yang benar. Sedang si
Giraud goblok itu, melewati benda itu begitu saja untuk mencari puntung-puntung
korek api! Tidakkah kukatakan padamu, bahwa suatu barang petunjuk yang dua kaki
panjangnya sama benar manfaatnya dengan yang panjangnya hanya dua inci?"
"Yah, Giraud tidak akan bisa menyombong lagi," kataku cepat-cepat untuk
mengalihkan pembicaraan dari kekuranganku sendiri.
"Begitukah" Bila dia telah menemukan orang yang benar dengan cara yang salah,
dia tetap tidak akan mau hal itu menyusahkan dirinya."
"Masakan - " aku terhenti, karena aku menyadari arah pembicaraan yang baru.
"Kau harus tahu, Hastings, kita sekarang harus mulai dari awal lagi. Siapa yang
membunuh Tuan Renauld" Seseorang yang berada di dekat villa, tak lama sebelum
pukul dua belas malam itu. Seseorang yang akan mendapatkan keuntungan dengan
kematian Tuan Renauld - gambarannya tepat benar dengan Jack Renauld. Kejahatan itu
tak perlu direncanakan lagi. Lalu pisau belati itu!"
Aku terkejut; aku tidak mengingat hal itu.
"Tentu," kataku. "Pisau belati yang kedua yang kita temukan di tubuh gelandangan
itu adalah milik Nyonya Renauld. Kalau begitu ada dua buah pisau belati."
"Tentu, dan karena keduanya sama benar bentuknya, jelas bahwa Jack Renauld-lah
pemiliknya. Tapi itu tidak terlalu memusingkanku. Aku sebenarnya punya gagasan
kecil mengenai hal itu. Tidak, tuduhan yang paling besar terhadap dirinya sekali
lagi adalah - sifat keturunannya, mon ami, sifat keturunannya! Bagaimana
ayahnya, begitulah anaknya - jadi setelah semua kita bahas dan kita jalankan,
nyata bahwa Jack Renauld adalah putra Georges Conneau."
Nada bicaranya serius dan bersungguh-sungguh, dan mau tak mau aku pun terkesan.
"Apa gagasanmu tentang apa yang kaukatakan tadi itu?" tanyaku.
Sebagai jawaban, Poirot melihat ke arlojinya yang berbentuk lobak, lalu
bertanya, "Pukul berapa kapal petang berangkat dari Calais?"
"Kurasa kira-kira pukul lima."
"Tepat sekali. Kita masih ada waktu."
"Akan pergi ke Inggriskah kau?"
"Ya, Sahabatku."
"Untuk apa?" "Untuk menemukan seseorang yang mungkin bisa dijadikan saksi."
"Siapa?" Dengan senyum yang aneh di wajahnya, Poirot menjawab, "Nona Bella Duveen."
"Tapi bagaimana kau akan bisa menemukannya - apa yang kauketahui tentang dia?"
"Aku tak tahu apa-apa tentang dia - tapi aku bisa menerka dengan baik. Kita
anggap saja bahwa namanya memang Bella Duveen, dan karena nama itu rasa-rasanya
dikenal oleh Tuan Stonor, meskipun agaknya tidak sehubungan dengan keluarga
Renauld, maka mungkin sekali bahwa dia orang panggung. Jack Renauld adalah anak
muda yang banyak uangnya, dan umurnya baru dua puluh tahun. Pasti panggung
merupakan tempatnya pertama kali menemukan kekasihnya. Aku beranggapan begitu,
juga karena Tuan Renauld telah mencoba menyuapnya dengan cek. Kurasa aku akan
bisa menemukannya - terutama dengan bantuan ini."
Lalu dikeluarkannya foto yang kulihat diambilnya dari laci Jack Renauld. Di
sudut foto itu tertulis kata-kata, With love from Bella. Tapi bukan kata-kata
itu yang membuat mataku terpana. Persamaannya memang kurang sempurna, namun
rasanya aku tak salah lagi. Aku merasa diriku tenggelam, aku seolah-olah dilanda
badai hebat. Wajah itu adalah wajah Cinderella.
Bab 22 AKU MENEMUKAN CINTA BEBERAPA saat lamanya aku terduduk bagaikan membeku, dengan foto itu masih dalam
tanganku. Kemudian, dengan mengumpulkan seluruh tenagaku supaya kelihatan tak
apa-apa, foto itu kukembalikan. Aku menyempatkan diri mengerling Poirot, akan
melihat apakah dia melihat sesuatu. Aku lega, karena kelihatannya dia tidak
memperhatikan aku. Dia pasti tidak melihat sesuatu yang luar biasa pada diriku.
Dia bangkit dengan bersemangat.
"Kita tak boleh membuang waktu. Kita harus berangkat secepat mungkin. Keadaan
sedang baik sekali - laut akan tenang!"
Dalam kesibukan menjelang keberangkatan kami, aku tak sempat berpikir. Tetapi
begitu tiba di kapal, setelah merasa yakin bahwa Poirot tidak memperhatikan
diriku (sebagaimana biasa dia sedang bersungguh-sungguh menjalankan teori
'Laverguier' yang hebat itu untuk mencegah mabuk lautnya), aku menguatkan diriku
dan mulai memikirkan hal-hal itu tanpa semangat. Berapa banyakkah yang diketahui
Poirot" Tahukah dia bahwa Bella Duveen itu sama orangnya dengan kenalanku yang
di kereta api dulu" Mengapa dia waktu itu pergi ke Hotel du Phare" Apakah karena
aku, menurut dugaanku" Atau apakah itu hanya dugaanku yang bodoh saja" Atau
apakah kunjungannya punya tujuan yang lebih mendalam dan lebih banyak
rahasianya" Bagaimanapun juga, mengapa dia bertekad untuk menemukan gadis itu" Apakah dia
curiga gadis itu telah melihat Jack Renauld melakukan pembunuhan itu" Atau
apakah dia curiga - tapi ah, itu tak mungkin! Gadis itu tak punya dendam apa-apa
terhadap Renauld tua, tak ada alasan yang memungkinkan dia menginginkan kematian
pria itu. Apa yang menyebabkan gadis itu kembali ke tempat kejadian pembunuhan
itu" Kenyataan-kenyataan itu kupelajari dengan teliti. Gadis itu pasti telah
meninggalkan kereta api di Calais, di mana aku berpisah dengannya hari itu. Tak
heran aku tak berhasil menemukannya di kapal. Bila dia makan malam di Calais,
Naga Sasra Dan Sabuk Inten 24 Pendekar Hina Kelana 21 Prahara Rimba Buangan Kabut Di Bumi Singosari 3

Cari Blog Ini